• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pemasukan devisa. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pemasukan devisa. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan cukup besar dalam perekonomian nasional seperti penyerapan lapangan kerja hingga pemasukan devisa. Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), Kemenparekraf mencatat pada tahun 2013 sektor pariwisata meraih kunjungan 8.802.129 wisman atau tumbuh 9,42 persen dengan perolehan devisa sebesar 10,05 miliar dollar AS (Kompas, 4 Februari 2014). Melihat besarnya peran dan kontribusi pariwisata, tidak sedikit negara yang menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor andalan dalam perekonomian.

Perkembangan pariwisata yang kian pesat bisa dilihat dari meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan baik dalam Nusantara maupun mancanegara dari tahun ke tahun. Sudah sewajarnya apabila pemerintah mulai menggiatkan program pembangunan pariwisata di berbagai daerah khususnya desa. Pemerintah perlu menempatkan pariwisata sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi demi peningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan (Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan).

(2)

Menurut data BPS tahun 2014 yang diambil dari situs www.beritasatu.com, presentase jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapa 28.280.010 jiwa dengan presentase 11,25%. Pembangunan di bidang kepariwisataan juga menjadi upaya pemerintah dalam mengurangi kemiskinan salah satunya adalah dengan mengikutsertakan komunitas lokal, meski masih banyak pihak yang kurang yakin bahwa pembangunan kepariwisataan dapat memberikan kontribusi dan meningkatan kualitas hidup masyarakat lokal.

Pembangunan pariwisata dapat memberikan dua dampak yang mungkin terjadi kepada masyarakat setempat, yaitu pariwisata akan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat atau justru pariwisata akan memarginalkan masyarakat seperti yang dikemukakan Harrison (1999) dalam Pitana (2005), bahwa pariwisata membawa berbagai peluang baru bagi masyarakat, sebaliknya apabila masyarakat tidak mampu memanfaatkan peluang pariwisata, maka keberadaannya akan semakin marginal di tengah perkembangan pariwisata di daerahnya.

Menurut Aini (2011), sumber daya manusia (SDM) menjadi unsur terpenting dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah. Melalui SDM yang baik akan mampu mengelola potensi-potensi daerah dengan baik pula, begitu pula sebaliknya. Dalam industri pariwisata, pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai bagian inti dari pembangunan dikenal dengan istilah community based tourism (CBT). Salah satu bentuk dari CBT yaitu melalui desa wisata yang lebih menekankan pada keterlibatan masyarakat lokal dalam industri pariwisata.

(3)

Melihat perkembangan pariwisata terkini, keberadaan desa wisata di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mengacu pada data Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang diambil dari artikel dengan judul 978 Desa Wisata Tumbuh di Indonesia yang ditulis oleh Amelia Hapsari dalam Suara Merdeka edisi 10 Februari 2012. Saat ini di Indonesia terdapat 978 desa wisata, jumlah ini meningkat tajam dibanding tahun 2009 yang hanya tercatat 144 desa untuk tujuan pariwisata.

Desa wisata selain sebagai pendekatan pengembangan wisata alternatif juga berfokus pada pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan pariwisata merambah dalam berbagai terminologi seperti sustainable tourism development, rural tourism, ecotourism, merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan. Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Di luar faktor-faktor tersebut, alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga merupakan salah satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata (Yoeti, 1996).

Peneliti akan mengambil desa Ketenger salah satu desa wisata di kecamatan Baturraden, kabupaten Banyumas sebagai lokasi penelitian. Desa Ketenger terkenal

(4)

dengan keindahan alamnya yakni terdapat sembilan curug (air terjun) yang tidak pernah kering pada musim kemarau sekalipun. Selain itu desa wisata Ketenger biasa dijadikan pusat kegiatan outbound bagi murid-murid sekolah, lokasi makrab mahasiswa, tracking, dan camping.

Menurut keterangan ketua Sekretariat Ketenger Adventure dalam sejarah pengembangan desa wisata Ketenger, peran tokoh-tokoh lokal sebagai pelopor dan penggerak desa Ketenger cukup besar. Semenjak dikeluarkannya surat keputusan bupati Banyumas No. 556/1887/2000 tentang Penetapan Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas Sebagai Desa Wisata; warung-warung makan mulai dibangun, rumah warga mulai disewakan sebagai homestay, gapura desa wisata dibangun sebagai bentuk respon warga terhadap desa wisata baik secara sukarela maupun dilibatkan atas dorongan tokoh-tokoh lokal. Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) dibentuk pada tahun 2004 dan pada tahun 2014 dibentuk sekretariat Ketenger Gambar 1.1 Gerbang Masuk Desa Wisata Ketenger

(5)

Adventure sebagai pengelola paket wisata desa Ketenger yang beranggotakan pemuda-pemuda desa wisata Ketenger.

Desa Ketenger terdiri dari tiga dusun antara lain dusun Karangpule, dusun Ketenger, dusun Kalipagu. Dusun Karangpule merupakan dusun yang terletak di dekat gapura masuk desa. Pusat administrasi dan kantor desa Ketenger terletak di dusun ini. Sejumlah warga dusun Karangpule menyediakan jasa homestay dengan tarif yang relatif murah.

Dusun berikutnya adalah dusun Ketenger yang menjadi pusat wisata desa. Pada dusun ini terdapat kantor sekretariat Ketenger Adventure yang mengelola paket wisata Ketenger Adventure. Wisatawan juga bisa menyewa sejumlah villa yang dekat dengan curug Bayan.

Dusun terakhir adalah dusun Kalipagu yang terletak diatas dusun Ketenger. Pada dusun ini terdapat curug Gede, berbagai bangunan peninggalan sejarah yang masih terjaga keasliannya seperti DAM Jepang yang membendung kali Banjaran, saluran air peninggalan Belanda yang masih terawat dengan baik, dan situs petilasan yang dianggap keramat oleh warga setempat. Dusun Kalipagu sering dikunjungi rombongan mahasiswa yang mengadakan kegiatan kemping dan menjadi salah satu jalur pendakian menuju puncak Gunung Slamet.

Walau sejauh ini belum semua warga desa terlibat secara sukarela dan aktif dalam kegiatan pariwisata, akan tetapi tingkat partisipasi warga terus mengalami peningkatan dilihat dari meningkatnya jumlah warung, homestay, dan jasa-jasa lainnya seperti cucian motor yang ditawarkan warga pada wisatawan. Upaya tersebut

(6)

merupakan proses penguatan dan peningkatan peran serta inisiatif masyarakat sebagai salah satu stakeholder penting dalam pengembangan wisata di desa Ketenger yang sesuai dengan penerapan konsep community based tourism yakni pariwisata berbasis masyarakat.

Pariwisata berbasis masyarakat atau yang dikenal dengan community based tourism (CBT) menjadi salah satu pilihan memberdayakan masyarakat. Pembangunan pariwisata dalam CBT yakni pembangunan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Masyarakat setempat sebagai pelaku utama harus ikut berpatisipasi secara aktif dalam setiap tahap pembangunan, mulai dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan, pengembangan, pemantuan, evaluasi demi peningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Masyarakat setempat juga memegang peran penting dalam memelihara sumberdaya alam dan budaya yang berpotensi untuk menjadi daya tarik wisata. Peran pemerintah dan stakeholder lainnya harus mampu membina dan memberikan motivasi kepada masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif di dalam pembangunan pariwisata (Demartoto, 2009).

Perlu digarisbawahi bahwa praktek di lapangan tidak semudah teori, melibatkan masyarakat secara aktif dan sukarela dalam upaya pengembangan desa wisata tidaklah mudah. Distribusi ekonomi juga masih belum merata di tiga dusun karena pusat aktivitas pariwisata masih terpusat di dusun Ketenger.

(7)

1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata di desa wisata Ketenger masih tidak terkoordinir dan tidak merata di tiga dusun. Sebagian besar warga masih menjadi penonton pasif di desanya sendiri dan cenderung kurang aktif terlibat dalam kegiatan pariwisata. Pola pikir masyarakat desa juga kerap menyayangkan pihak pemerintah desa yang kurang peduli dan mendukung desa wisata. Kondisi potensi pariwisata yang ada di Desa Wisata Ketenger belum dikelola secara maksimal, hal tersebut disebabkan oleh kondisi masyarakat yang belum sepenuhnya paham tentang pariwisata. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana bentuk dan sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata Ketenger?

2) Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa Ketenger?

3) Bagaimana model partisipasi berbasis masyarakat terhadap pengembangan desa wisata Ketenger.

1.3 Tujuan Penelitian

Mempertimbangkan pembahasan di latar belakang dan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(8)

1) Untuk mengetahui bentuk dan sejauhmana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa Ketenger.

2) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa Ketenger.

3) Untuk merumuskan model partisipasi berbasis masyarakat terhadap pengembangan desa wisata Ketenger.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Manfaat teoritis, temuan konsep partisipasi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan akan menambah refrensi akademik demi pengembangan konsep pemberdayaaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata.

2) Manfaat praktis, temuan konsep partisipasi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan saran kepada para stakeholders khususnya dalam pembuatan kebijakan terkait pengembangan desa wisata yang melibatkan peran serta masyarakat.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pengembangan desa wisata yang berbasis pada partisipasi masyarakat di desa wisata Ketenger menurut sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan sebelumnya. Keaslian penelitian adalah ditemukannya model partisipasi

(9)

masyarakat dalam pengembangan desa wisata pada desa wisata Ketenger yang berpotensi menghasilkan community based tourism. Berikut sejumlah penelitian yang berhubungan dengan penelitian penulis:

1. A. Faidlal Rahman (2009), UGM (Universitas Gadjah Mada), tesis dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata Kembang Arum”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan masyarakat desa wisata Kembang Arum diberdayakan melalui pengembangan desa wisata yang dilakukan oleh pihak pengelola, antara lain dalam bidang atraksi dan akomodasi. Kegiatan pemberdayaan telah memberikan hasil berupa kemandirian pada masyarakat. 2. Andhika Mochamad Siddiq (2013), UPI (Universitas Pendidikan Indonesia), tesis

dengan judul “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata di Desa Rawabogo Kecamatan Ciwidey”. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa desa Rawabogo memiliki berbagai potensi yang belum dikembangkan secara maksimal, desa Rawabogo memiliki nilai yang tinggi terhadap kriteria desa wisata, tingkat partisipasi masyarakat ada pada nilai sedang dan pengembangan desa harus berfokus pada dua elemen yaitu masyarakat dan kawasan desa Rawabogo.

3. I Ketut Antara (2011), UNUD (Universitas Udayana), tesis dengan judul “Strategi Pengembangan Pariwisata Alternatif Di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan, Desa Pelaga memiliki

(10)

berbagai potensi wisata yang layak untuk dikembangkan dan telah memenuhi empat (4) komponen penting dalam industri pariwisata yang dikenal dengan istilah empat A, yaitu Attraction (atraksi wisata), Accessibility (akses untuk mencapai daerah wisata), Amenity (fasilitas dan jasa wisata), dan Ancillary (kelembagaan dan sumber daya manusia pendukung kepariwisataan). Selain itu, masyarakat lokal sudah terlibat langsung dalam penyediaan fasilitas penunjang kepariwisataan, dan pengembangan daaerah tujuan wisata Desa Pelaga kedepan dapat dilakukan dengan mengimplementasikan beberapa strategi SWOT seperti strategi SO, ST, WO, dan strategi WT.

4. Hui Wang dkk (2009), Xinjiang Institute of Ecology and Geography, Chinese Academy of Science, Urumqi, Xinjiang, Cina. Jurnal dengan judul “Minority community participation in tourism: A case of Kanas Tuva villages in Xinjiang, China”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Partisipasi lokal yang berorientasi mendapatkan keuntungan tidak mudah dilakukan pada Warga desa Tuva di Cina. Hasil penelitian menunjukkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat lokal dan rendahnya implikasi dari pengembangan pariwisata yang mengacu pada referensi studi pengembangan pariwisata masa depan di Kanas Reserve.

5. Dian Rahmawati dkk (2014), ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya), jurnal dengan judul “Community Participation in Heritage Tourism For Gresik Resilience”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan ada beberapa faktor yang

(11)

berhubungan dengan deskripsi kapasitas sosial yang terdiri dari kegiatan sehari-hari masyarakat kampung Kemasan dan komitmen mereka untuk mengadakan kegiatan tahunan yang berpotensi untuk melibatkan warga setempat dalam pengelolaan urban heritage.

6. Razzaq, A.R.A., dkk (2013), Universiti Tun Hussein Onn, Malaysia (UTHM), jurnal dengan judul: “Developing Human Capital for Rural Community Tourism: Using Experiential Learning Approach”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan setelah tiga tahun NGO bekerjasama dengan anggota MESCOT untuk membangun pengembangan human capital; pengetahuan, keterampilan, kesadaran penduduk lokal dalam kegiatan pariwisata telah berkembang berkat pendekatan experiential learning.

Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian berikut terletak pada tujuan penelitian yakni mempelajari keterlibatan masyarakat setempat dalam pengembangan desa wisata.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam sistem hukum adat waris patrilineal, pewaris adalah seorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, baik harta itu diperoleh selama dalam perkawinan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir Program yang berjudul

The profile contains a company overview key facts major products and services SWOT analysis business description company history financial analysis mergers & acquisitions

Tinggal di Sabang sebagai kelompok kecil bukan sesuatu hal yang gampang, tetapi kesadaran untuk menghadirkan nilai-nilai positif di tengah-tengah kelompok yang mayoritas

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui pelaksanaan tata tertib sekolah MTs Swasta Hafizul Ikhsan Aek Paing Kabupaten Labuhanbatu agar dapat menumbuhkembangkan

Risiko yang terdapat pada kuadran I dikendalikan oleh Ciapus Bromel menggunakan strategi mitigasi melalui kegiatan pengendalian penyakit, sehingga risiko timbulnya penyakit

Bila penyelesaian sengketa penanaman modal asing melalui Non Litigasi, kendala yang paling mendasar ialah mengenai pelaksanaan keputusan dari forum arbitrase asing

Hewan Penular Rabies Tersangka Rabies selanjutnya disingkat HPR Tersangka Rabies adalah Hewan Penular Rabies yang telah menggigit yang mengarah kepada terjangkitnya