• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis Berdasarkan Undang Undang. - 15.C2.0075 JULIANA SUSANTI GUNAWAN (9.23%).BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis Berdasarkan Undang Undang. - 15.C2.0075 JULIANA SUSANTI GUNAWAN (9.23%).BAB III"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis Berdasarkan Undang

Undang.

Dokter berwewenang melakukan tindakan kedokteran seperti yang tercantum dalam Pasal 35 huruf f UU Praktik Kedokteran, setelah memenuhi prosedur perizinan praktik kedokteran yang diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 38 UU Praktik Kedokteran. Wewenang tersebut didapat setelah dokter melaui pendidikan akademik dan pendidikan profesi dan mendapatkan ijazah dan melakukan sumpah/ janji profesi serta sertifikat kompetensi, setelah itu melakukan registrasi untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan memenuhi persyaratan dalam pengurusan Surat Izin Praktik (SIP).

(2)
(3)
(4)

Hal ini memberikan legitimasi baik dokter sebagai pemberi wewenang maupun perawat sebagai penerima wewenang, namun Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai tata cara pelimpahan tersebut tidak diperjelas dalam Permenkes tersebut.

Gambar 3. Dasar Hukum Pelimpahan Wewenang

(5)

Berbeda halnya dengan seorang dokter, dimana dokter mempunyai wewenang melaksanakan praktik kedokteran atau tindakan medis didapat dari pendidikan setelah menamatkan studi akademik dan studi profesinya dan juga wewenang yang didapat dari Undang Undang beserta turunan UU tersebut, sedangkan perawat wewenang dalam melaksanakan tindakan medis hanya didapat atas perintah Undang Undang bukan melalui pendidikan, wewenang perawat yang didapat melalui pendidikan dalam menjalankan praktik keperawatan adalah asuhan keperawatan. Hal ini dapat diperjelas dengan keterangan gambar 5 dan gambar 6 dibawah ini yang mengatur praktik keperawatan.

(6)
(7)

(8)

UU Keperawatan juga mengatur mengenai pelimpahan wewenang tersebut, dikatakan dalam Pasal 32 ayat (1) bahwa pelimpahan wewenang hanya dapat dilakukan secara tertulis oleh tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi pelaksanaannya.Pasal 32 ayat (2) menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang dapat dilakukan secara delegatif atau mandat, dimana pada ayat (3) menekankan tanggung jawab yang beralih kepada penerima delegasi yaitu perawat, dan delegasi hanya dapat diberikan kepada perawat profesi atau perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan pelimpahan wewenang tindakan medis tersebut disebut dalam pasal 32 ayat (4). Penjelasan ayat (4) menyatakan bahwa: “Tindakan medis yang dapat dilimpahkan secara delegatif, antara lain adalah menyuntik, memasang infus, dan memberikan imunisasi dasar sesuai dengan program pemerintah”. Pasal 32 ayat (5) menjelaskan bahwa: “Pelimpahan wewenang

secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan”, ayat (6) menjelaskan bahwa: “Tanggung jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana berada pada pemberi pelimpahan wewenang”. Tindakan medis

(9)

Pada gambar 7 menjelaskan tentang prosedur izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran yang persyaratannya harus diikuti oleh seorang dokter sesuai dengan Permenkes No. 2050/Menkes/Per/X/2011 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

(10)

Pada kenyataannya berdasarkan pengamatan penulis selaku tenaga medis yang bekerja di rumah sakit, sering perawat tidak melaksanakan prosedur dengan benar apa yang diinstruksikan oleh dokter dalam pelaksanaan tindakan medis.Lazimnya kebiasaan tersebut turun temurun dan dilakukan dari perawat senior sampai ke perawat yunior bahkan dilakukan juga oleh siswa yang sedang

(11)

praktik lapangan di Rumah Sakit. Minimnya pengetahuan baik dokter yang memberikan instruksi maupun perawat yang melaksanakan instruksi dari dokter dalam melaksanakan tindakan medis tersebut. Dokter maupun perawat tidak melakukan prosedur pelimpahan wewenang tindakan medis yang sesuai dengan persyaratan yang diatur oleh undang undang. Dokter hanya memberikan instruksi singkat bahkan sering secara lisan seperti tindakan memasang infus, menyuntik obat dalam cairan infus atau langsung melalui intravena secara bolus, tindakan tindakan invasif minimal tersebut sering dilakukan oleh perawat dan menganggap bahwa hal itu telah menjadi tugasnya sebagai perawat.

Pasal 29 ayat (1) UU keperawatan menegaskan bahwa tugas perawat adalah yang terutama adalah sebagai pemberi Asuhan Keperawatan yang merupakan wewenang perawat yang berperan sebagai tenaga independen dan mempunyai tanggung jawab yang dipikul sendiri (personal liability) dan dapat juga bertugas sebagai pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang. Perawat bertugas melakukan asuhan keperawatan yang bersifat caring bukan pengobatan (curing) yang merupakan otoritas seorang dokter. Perawat dapat melakukan tindakan medis hanya bila ada pelimpahan wewenang dari dokter yang pengaturannya diatur dalam Pasal 23 ayat (1) Permenkes 2052/Menkes/ Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran jo. Pasal 32 Undang Undang Keperawatan, dengan syarat sebagai berikut:

1. Pelimpahan wewenang dilakukan tertulis.

(12)

3. Perawat harus mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang sesuai dengan tindakan yang akan dilimpahkan tersebut.

4. Pelaksanaan tindakan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan. 5. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab sepanjang pelaksanaan sesuai

dengan pelimpahan yang diberikan.

6. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan.

7. Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus.

8. Tindakan yang dapat dilimpahkan adalah menyuntik, memasang infus, memberikan imunisasi dasar sesuai dengan program pemerintah, menjahit luka dan memberikan terapi parenteral.

Pengaturan secara teknikal prosedural sangat dibutuhkan dalam melengkapi persyaratan pelimpahan wewenang tindakan medik dari dokter kepada perawat yang telah dituangkan dalam perundang-undangan. Peran Rumah Sakit sebagai Fasyankes sangat penting dalam mengatur lebih rinci tentang SPO Pelimpahn

(13)

Wewenang Tindakan Medis tersebut. Peraturan tersebut dapat dibuat dalam peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) yang merupakan pembenaran formil dari pelimpahan wewenang tersebut sehingga menjadi sebuah perlindungan bagi dokter sebagai pemebri pelimpahan, perawat sebagai penerima pelimpahan dan terutama tujuannya adalah memberikan pelayanan yang aman dan bermutu kepada pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan.

Hubungan dokter dan perawat merupakan hubungan interkolaborasi sebagai satu tim yang seharusnya masing masing pihak dapat mengukur kompetensi dan keahliannya sendiri dan perannya dalam tim tersebut, sehingga batasan batasan tindakan jelas dalam pembagian tindakan yang mana boleh dan tidak boleh dilakukan dalam tindakan medis tersebut. Delegasi yang baik dan terencana dapat mengurangi resiko terjadinya kelalaian dalam tindakan medis yang mengakibatkan kerugian pada pasien.

(14)

Gambar 10. Prosedur Pelaksanaan Tindakan Medis

(15)

B. Prosedur Pelimpahan Wewenang Tindakan Medis Berdasarkan Studi

Kasus

Studi Kasus tersebut berkaitan dengan kasus pelimpahan kewenangan tindakan medis, dimana ada tiga putusan kasus dengan satu rangkaian peristiwa yang sama, untuk memudahkan penjelasan kasus tersebut, penulis menyimpulkan tiga putusan tersebut dalam satu rangkaian untuk memudahkan penjelasan yaitu: dokter yang bernama Wida Parama Astiti yang selanjutnya disebut Terdakwa I (putusan 1165), perawat vokasi yang bernama Setyo Mujiono yang selanjutnya disebut Terdakwa II (putusan 1167) dan siswa magang yang bernam Dewi Ayu Yulmasari, yang selanjutnya disebut Terdakwa III (putusan 1166), dimana peristiwa terjadi di Rumah Sakit Umum Kryan Husada (selanjutnya disebut locus delicti) pada tanggal 29 April 2010 (selanjutnya disebut tempus delicti). Rangkaian peristiwa tersebut dimulai ketika Terdakwa I mengintruksikan penyuntikan KCl melalui bolus Intravena pada seorang anak yang berumur tiga tahun yang bernama Dava Chayanata Oktavianto yang selanjutnya disebut Korban, dimana perjalanan peristiwa sebagai berikut :

1. Putusan Nomor 1165/Pid.B/2010/PN.SDA

a. Identitas

(16)

02 Desa Tank, Kecamatan Tank, Kabupaten Sidoarjo, pendidikan S1 Kedokteran.

b. Kasus Posisi

(17)
(18)

PDM-704/Sido/Ep/12/2010 yang berisi: 1. Identitas Terdakwa: Dr.Wida Parama Astiti, lahir di Surabaya, tanggal 2 Agustus 1980, alamat Dusun Punggon RT 13/ RW 02 Desa Tarik kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo, pekerjaan Dokter Umum di RSU Krian Husada, pendidikan S1 Kedokteran, 2. Penahanan: tidak dilakukan penahanan, 3. Dakwaan Primair Pasal 359 KHUP dan Pasal 361 KUHP dan Subsidair: Pasal 359 KHUP. Surat dakwaan tersebut ditandatangani Erwinsyah Dachlan,SH (Jaksa Muda) dan Fathol Rasyid,SH (Jaksa Pratama) di Sidoarjo, tanggal lima belas Desember tahun dua ribu sepuluh. Kematian anak Dava sesuai Visum Et Repertum (jenasah) No. Kf: 10.341 tertanggal 29 April 2010 yang dibuat dan ditandatangani oleh dokter pemeriksa yaitu dokter EVI DIANA FITRI dokter pada Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya pada pokoknya menerangkan sebagai berikut: Kesimpulan: Jenasah anak laki-laki berumur lebih kurang tiga tahun, panjang badan seratus enam centimeter, berat delapan belas kilogram, wama kulit kuning langsat, keadaan gizi cukup; Pada pemeriksaan luar: ditemukan bintik-bintik pendarahan (ptechie) pada selaput lender mata. Hal ini lazim ditemukan pada keadaan mati lemas (asfiksia), Pada pemeriksaan dalam tidak ditemukan kelainan fisik yang nyata, Pada pemeriksaan tambahan: a. Pemeriksaan histopalogi: ditemukan kelainan organ yang lazim didapatkan pada jenazah mati lemas.b.Pemeriksaan

toksologi: tidak ditemukan racun. c. Pemeriksaan elektrolit ketidak seimbangan kadar elektrolit dalam darah yang berarti telah terjadi kerusakan jaringan yang mendadak (akut) dan ditemukan peningkatan kadar kalium yang sangat tinggi hingga tujuh sampai delapan kali lipat dari nilai normal. Peningkatan kadar kalium yang sangat tinggi hingga tujuh sampai delapan kali lipat dari nilai normal menyebabkan gangguan irama jantung hingga berhentinya kerja jantung yang menyebabkan kematian.

Ringkasan Kasus Posisi:

(19)

obat untuk menghilangkan kembung dan mencret dan Terdakwa I menganjurkan untuk dilakukan rawat inap;

b. Terdakwa I mencatat terapi yang diberikan baik secara oral (diminum) maupun secaa parenteral (obat dimasukkan lewat infus) ke dalam Rekam Medik Korban, kemudian Terdakwa I memberikan instruksi kepada Terdakwa II untuk melakukan tindakan medis yang sesuai dengan instruksi Terdakwa I dalam Rekam Medik;

c. Terdakwa II melakukan instruksi Terdakwa I dan mengantarkan Korban untuk dirawat di Ruang Mawar Kelas III di lantai II;

d. Pada tanggal 29 April 2010 pagi hari sekitar puku 09.00 WIB, terdakwa I melakukan visite (kunjungan) kepada Korban yang didampingi oleh Terdakwa II untuk melihat perkembangan penyakit dan melakukan pemeriksaan fisik;

e. Pada saat kunjungan tersebut, ibu korban mengeluhkan bahwa Korban masih kembung dan meminta tambahan obat yang bukan obat minum, tetapi Terdakwa I tetap menyarankan untuk meminumkan obat yang telah diberikan tersebut;

f. Pada saat Terdakwa II sedang berdinas di Ruang Perawatan Anak Mawar, nenek korban mendatang Terdakwa II untuk meminta tambahan obat injeksi karena perut korban masih kembung;

(20)

h. Terdakwa I akhirnya mengabulkan permintaan keluarga Korban dan memberikan instruksi secara lisan tanpa penjelasan secara detail dan jelas untuk menyuntikkan KCl setengah ampul dengan bolus Intravena pelan pelan;

i. Terdakwa II tanpa mengerti instruksi tersebut dan tanpa meminta penjelasan lebih lanjut bagaimana prosedur penyuntikan KCl tersebut dan tanpa mengetahui dosis dari KCl yang disesuaikan dengan seorang anak berumur tiga tahun, mempersiapkan obat dalam spuit 10 cc; j. Setelah obat KCl telah dimasukkan dalam spuit 10 cc, Terdakwa II

menginstruksikan kepada Terdakwa III yang merupakan siswi magang yang belum mempunyai kompetensi dan wewenang untuk melakukan tindakan medis serta tidak dilakukan pengawasan dalam pelaksanaan tindakan tersebut agar menyuntikkan obat tersebut pada korban dengan cara bolus intravena pelan pelan;

k. Terdakwa III menerima instruksi dari Terdakwa II tanpa menanyakan bagaimana prosedur penyuntikan tersebut dan obat apa yang disuntikkan dan Terdakwa III tidak menolak melakukan tindakan tersebut karena takut tidak diluluskan dalam praktik lapangan tersebut; l. Terdakwa III melakukan penyuntikan tersebut tanpa pengawasan dari

(21)

m. Selang 10 menit, Korban mengalami kejang kejang, dan terdakwa II melakukan pertolongan pertama dengan memasukkan obat melalui dubur dan memberikan oksigen;

n. Kemudian Terdakwa I datang untuk melakukan kejut jantung tapi nyawa Korban tidak tertolong;

o. Direktur Rumah Sakit datang untuk memastikan kematian korban. 2. Analisis Kasus

a. Terdakwa I Dasar Hukum :

1) UU Praktik Kedokteran

Terdakwa I telah melanggar Pasal 44 ayat (1) tidak mengikuti standar pelayanan kedokteran dan melanggar Pasal 46 ayat (1) karena tidak melakukan pencatatan terapi yang diinstruksikan dalam Rekam Medik. 2) UU Keperawatan

Terdakwa I melanggar Pasal 32 (1) pelimpahan wewenang harus dilakukan secara tertulis dan melanggar Pasal 32 ayat (4) pelimpahan wewenang tindakan medis diberikan kepada perawat vokasi yang terlatih dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan tindakan tersebut. 3) Permenkes No.2052/Menkes/Per/X/2011 Tentang Izin Praktik Dan

Pelaksanaan Praktik Kedokteran

(22)

(a) Standar Pelayanan Minimal: tidak memiliki pengetahuan tentang dosis obat dan cara penyuntikan sera efek samping dari obat

(b) Standar Profesi: tidak mempunyai kemampuan rata rata seorang dokter umum pada situasi dan tempat yang sama, tidak memiliki kecermatan dan ketelitian, serta tidak mempunyai kompetensi berdasarkan pendidikan dan keahlian seorang dokter.

(c) SPO: tidak menguasai SPO tentang tata cara penyuntikan obat KCl melalui pengenceran secara drip bukan bolus intravena.

(d) Kebutuhan medis pasien: karena desakan orang tua yang sebenarnya tidak ada indikasi medis terapi parenteral (obat yang dimasukkan melalui injeksi).

Terdakwa I melanggar Pasal 23 tentang Persyaratan Pelimpahan Tindakan Medis yaitu:

(a) tidak melakukan pengawasan terhadap Perawat Pelaksana Pelimpahan (Terdakwa II)

(b) Tidak melihat kemampuan dan ketrampilan yang dipunyai oleh Penerima Pelimpahan (Terdakwa II).

c. Dakwaan

Primair: Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP jo

Pasal 361 KUHP. Subsidair: Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP

d. Barang Bukti

(23)

2) satu buah alat suntik/ spuite ukuran 10 ml 3) satu botol kecil sisa obat Antasida Doen 4) satu botol kecil sisa obat Otsu KCl 7,46% 5) Kotoran korban yang terdapat dalam kapas

6) satu berkas rahasia medis RSU Krian Husada An.Pasien Dava Chayanata Oktavianto

e. Unsur Unsur Pidana 1) Unsur Barang Siapa

Orang yang telah melaksanakan penyuntikan, yang menyuruh melakukan penyuntikan dan melakukan penyimpangan di dalam melaksanakan tindakan medis atau tindakan kedokteran terhadap pasien atas nama Dava Chayanata Octavianto sehingga mengakibatkan matinya pasien tersebut jelas adalah orang yang harus bertanggung jawab secara hukum.

2) Unsur Melawan Hukum

(24)

menghilangkan kembung, yang terpenting adalah cara penggunaan atau penyuntikan dilakukan secara benar. Prosedur yang benar dalam pemberian KCL adalah sebelum dimasukkan harus dilakukan pengenceran atau dicampurkan ke dalam cairan infus sehingga masuk kedalam tubuh pasien secara perlahan lahan melalui tetesan infus. Penyuntikan KCL pada selang infus tempat injeksi yang disebut dengan injeksi bolus hal ini jelas salah atau menyalahi prosedur.

3) Unsur Akibat

Penyebab kematian korban atas nama Dava Chayanata Oktavianto adalah disebabkan oleh adanya kadar kalium yang tinggi dalam darah korban sehingga berakibat kematian

Unsur Unsur Pidana dalam tindakan terdakwa I memenuhi persyaratan yakni Terdakwa I sebagai subyek hukum mampu bertanggung jawab dan cakap dalam arti sehat jasmani dan rohani, terdapat unsur kealpaan (culpa) yaitu kareana kealpaannya menyebabkan matinya orang serta tidak ada alasan pemaaf dan alasan pembenar, sehingga terdakwa dikenai dakwaan Pasal 359 KUHP jo Pasal 361 KUHP dengan putusan :

(25)

2. Putusan nomor 1167/Pid.B/2010/PN.SDA

Nomor 1167/Pid.B/2010/PN.Sda.

Tingkat Proses Pertama

Klasifikasi Pidana

Sub Klasifikasi

-Jenis Lembaga Peradilan PN

Lembaga Peradilan PN SIDOARJO

Para Pihak SETYO MUJIONO

Tahun 2011

Tanggal Musyawarah 11-07-2011 Tanggal Dibacakan 19-07-2011

Amar LEPAS

Catatan Amar

M E N G A D I L I : • Menyatakan terdakwa SETYO

MUJIONO tersebut diatas terbukti melakukan perbuatan yang dilakukan dalam dakwaan Primair, akan tetapi perbuatan tersebut bukan suatu tindak pidana ; • Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan

hukum ; • Memulihkan hak terdakwa dalam kemampun

kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti...

seperti keadaan semula ; • Menetapkan barang bukti : - 1

(satu) botol kecil sisa obat NEO KAOLANA KAOLIN, PECTIN SUSPENSION; - 1 ( satu ) buah alat suntik / spuite ukuran 10 ml ; - Satu botol kecil sisa obat ANTASIDA DOEN ; - Satu botol kecil sisa obat OTSU KCL 7,46 % ; - Kotoran korban yang terdapat pada kapas ; - 1 ( satu ) berkas rahasia medis RSU KRIAN HUSADA An pasien DAVA CHAYANATA OCTAVIANTO ;

Dipergunakan dalam perkara lain ; • Membebankan biaya

perkara ini Kepada negara ;

Hakim Majelis

Hakim Ketua H. YAHYA SYAM, ,SH.MH.

Hakim Anggota SUPRIYONO, SH.M.Hum. I WAYAN YASA. ABADHI, SH.MH.

Panitera IBNU FAUZI, SH.

Status Tahanan Tidak

Berkekuatan Hukum Tetap Ya

a. Identitas :

(26)

Indonesia dan bertempat tinggal di Desa Tenggiring RT. 01 RW.01 Kec. Sambeng, Kab. Lamongan, agama Islam, bekerja sebagai pegawai di Rumah Sakit Umum Kriyan Husada dan berpendidikan terakhir DIII Keperawatan selanjutnya disebut sebagai Terdakwa didampingi oleh penasehat hukum yang merupakan para Advokat dari "Law Firm & Legal Consultant Bambang Soetjipto, SH., M.Hum., & Associates". Terdakwa merupakan perawat di Rumah Sakit Krian Husada dan bekerja berdasarkan SIKP No.552.42/632/ Prw/404.3.2/2008 tanggal 10 Juli 2008. Terdakwa terjerat kasus Pidana karena kealpaannya atau lalainya dalarn menjalankan suatu pekerjaan atau pencarian telah menyebabkan

orang lain meninggal dunia.

b. Kasus Posisi

Pada tangga1 29 April 2010 pada hari Rabu sekitar pukul19.00 WIB.

Terdakwa kedatangan seorang pasien bernama Dava Chayanata

Oktavianto yang selanjutnya disebut sebagai korban karena penyakit diare

dan kembung. Korban langsung ditangani dr. Wida Parama Astiti sebagai

dokter jaga. Pada keesokan harinya, atas permintaan dari orangtua korban,

dr. Wida memberikan putusan tindakan medis kepada Korban dengan cara

memerintahkan Terdakwa melakukan penyuntikan KCl 12,5 ml karena dr.

Wida sedang menangani pasien lain di lantai satu sedangkan Terdakwa

berada di lantai dua (tempat Korban dirawat). Kemudian Terdakwa

meminta seorang siswi magang bernarna Dewi Ayu Yulmasari untuk

(27)

tersebut mengakibatkan koban yang berusia tiga tahun meninggal dunia

(selanjutnya kasus posisi lihat pada lampiran putusan kasus nomor

1167/Pid.B/2010/PN.SDA).

c. Dakwaan:

Primair : Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP jo

Pasal 361 KUHP. Subsidair: Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam Pasal 359 KUHP

d. Tuntutan:

Berhubung dr.Wida mempunyai wewenang memerintahkan terdakwa dan terdakwa hanya melaksanakan perintah, maka tidak ditemukan sifat melawan hukum dalam perbuatannya. Maka Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan akan tetapi tidak bersalah sehingga tidak dapat dipidana.

e. Analisa Kasus Dasar Hukum : 1) UU Keperawatan

Pasal 28 ayat (2) huruf c Praktik Keperawatan harus didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional. Pasal 29 ayat (3) Pelaksanaan tugas Perawat harus dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel.

(28)

bahwa: Perawat harus mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang sesuai dengan tindakan yang akan dilimpahkan tersebut.Perawat tidak menjalankan instruksi dokter dengan benar.Tidak menanyakan bagaiman prosedur penyuntikan KCl tersebut.

Unsur Unsur Pidana dalam tindakan terdakwa II memenuhi persyaratan yakni Terdakwa II sebagai subyek hukum mampu bertanggung jawab dan cakap dalam arti sehat jasmani dan rohani, terdapat unsur kealpaan (culpa) yaitu kareana kealpaannya menyebabkan matinya orang serta tidak ada alasan pemaaf tetapi ada alasan pembenar yaitu karena perintah atasan, sehingga terdakwa II telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena salahnya menyebabkan matinya orang karena perintah atasan dilepaskan dari tuntutan pidana.

3. Putusan Nomor 1166/Pid.B/2010/PN.SDA

Nomor 1166/Pid.B/2010/PN.Sda

Tingkat Proses Pertama Jenis Perkara Pidana

Klasifikasi Pidana

Sub Klasifikasi

-Jenis Lembaga Peradilan PN

Lembaga Peradilan PN SIDOARJO

Para Pihak DEWI AYU YULMASARI

Tahun 2011

Tanggal Musyawarah 11-07-2011 Tanggal Dibacakan 19-07-2011

Amar BEBAS

Catatan Amar

(29)

Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya seperti keadaan semula ;- 4. Menetapkan barang bukti : - 1 (satu) botol kecil sisa obat NEO KAOLANA KAOLIN, PECTIN SUSPENSION, - 1 ( satu ) buah alat suntik / spuite ukuran 10 ml, - 1 (satu) botol kecil sisa obat ANTASIDA DOEN, - 1 (satu) botol kecil sisa obat OTSU KCL 7,46 %, - Kotoran korban yang terdapat pada kapas, - 1 ( satu ) berkas rahasia medis RSU KRIAN HUSADA An pasien DAVA CHAYANATA OCTAVIANTO, diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain ; 5. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara ;-

Hakim Majelis

Hakim Ketua Drs. ADI DACHROWI, SA. SH. MH.

Hakim Anggota I WAYAN YASA ABADHI, SH. MH SUPRIYONO, SH. M.Hum

Panitera DIDI AGUSTIJONO, SH

Status Tahanan Tidak Berkekuatan Hukum Tetap Ya

Subyek Hukum: tidak cakap dan tidak mampu bertanggung jawab, ada alasan pemaaf dan pembenar sehingga perbuatan dianggap tidak ada dan batal demi hukum., dakwaan: telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena salahnya menyebabkan matinya orang karena perintah atasan dilepaskan dari tuntutan pidana dan terdakwa tidak memenuhi syarat dapat dipidana.

Analisis Kasus

(30)

b. Siswa magang belum dapat dikatakan sebagai perawat mempunyai wewenang melakukan tindakan upaya kesehatan.

c. Bila terjadi penyimpangan yang dilakukan di luar perintah dokter jelas perawat tersebut yang bertanggung jawab tetapi bila jika semua dilakukan dengan benar oleh perawat sesuai dengan perintah dokter dan sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medik pasien namun terdapat adanya kekeliruan maka tanggung jawab berada pada dokter yang memerintahkan.

d. Bahwa ada kewajiban dan keharusan bagi perawat untuk mempertanyakan kepada dokter yang memerintahkan atau mengindtruksikan sebuah tindakan medis jika memang benar benar belum memahami perintah dan cara tindakan yang harus dilakukan hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam mengambil tindakan medis sesuai perintah dokter, sedangkan untuk penjabaran perintah dari seorang dokter jelas tidak dibenarkan dan menyalahi prosedur.

e. Injeksi KCl terhadap pasien pada selang infus yang disebut bolus jelas salah dan tidak sesuai dengan prosedur, karena penyuntikan KCl sedianya harus dimasukkan dalam botol cairan infus dilakukan melalui drip sehingga masuk ke dalam tubuh melalui infus secara pela pelan.

(31)

B/07/IV/2010/Polres tanggal 29 April 2010 kepada Kepala Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya, menyimpulkan bahwa:

1) Jenasah anak laki-laki berumur lebih kurang tiga tahun, panjang badan seratus enam centimeter, berat delapan belas kilogram, wama kulit kuning langsat, keadaan gizi cukup;

2) Pada pemeriksaan luar: ditemukan bintik-bintik pendarahan (ptechie) pada selaput lender mata. Hal ini lazim ditemukan pada keadaan mati lemas (asfiksia);

3) Pada pemeriksaan dalam tidak ditemukan kelainan fisik yang nyata; 4) Pada pemeriksaan tambahan:

(1).Pemeriksaan histopalogi: ditemukan kelainan organ yang lazim didapatkan pada jenazah mati lemas.

(2).Pemeriksaan toksologi: tidak ditemukan racun;

(3).Pemeriksaan elektrolit ketidakseimbangan kadar elektrolit dalam darah yang berarti telah terjadi kerusakan jaringan yang mendadak (akut) dan ditemukan peningkatan kadar kalium yang sangat tinggi hingga tujuh sampai delapan kali lipat dari nilai normal;

(32)

a. Pelaksanaan penyuntikan tidak sesuai dengan instruksi atau petunjuk dokter, tidak dipertanyakan dengan jelas prosedur dan tata cara penyuntikan KCL terhadap pasien oleh perawat kepada dokter yang memberikan instruksi atau sebaliknya dokter tidak memberikan instruksi secara benar kepada perawat yang melaksanakan.

b. Adanya penjabaran perintah dari dokter yang diberikan perawat oleh perawat itu sendiri berkaitan dengan pelaksanaan penyuntikan atau injeksi KCL kepada pasien atau korban atas nama Dava Chayanata Oktavianto yang sedianya harus dilakukan perawat itu sendiri namun perawat tersebut memerintah kepada orang lain yang hal imi kepada siswa magang yang tidak atau belum memiliki kredibilitas sesuai dengan aturan dan perundang undangan yang berlaku sehingga dalam pelaksanaannya tidak dapat berjalan maksimal.

c. Jika perawat tersebut tidak melaksanakan instruksi sesuai dengan yang telah diberikan oleh dokter maka jelas yang melakukan kelalaian adalah perawat itu sendiri demikian sebaliknya.

(33)
(34)

Pada studi kasus ini ditemukan kesalahan kesalahan prosedur seperti: 1. Kesalahan Prosedur dari Terdakwa I kepada Terdakwa II

a. Tidak tertulis, tidak rinci, dan tidak benar

b. Kemampuan Terdakwa I dibawah standar tidak sesuai dengan Standar Profesi, SPO dan SPM Rumah Sakit

2. Kesalan Prosedur dari Terdakwa II kepada Terdakwa III

a. Tidak melihat kompetensi dan legalitas penerima wewenang, siswa magang tidak mempunyai izin melakukan tindakan medis.

b. Instruksi kepada Terdakwa III tidak dilakukan di bawah pengawasan. 3. Kesalahan Prosedur Terdakwa III

a. Tidak menanyakan prosedur penyuntikan obat

Gambar

Gambar 3. Dasar Hukum Pelimpahan  Wewenang
Gambar 5. Prosedur Wewenang Izin Praktik
Gambar 6. Prosedur Pelaksanaan Praktik Keperawatan
Gambar 7. Prosedur Izin Praktik Kedokteran
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian, arang aktif dengan kadar volatile matter tertinggi dihasilkan oleh aktivasi dengan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh 25% dan waktu

Menurut beliau dengan anak 5 orang yang diberikan kepada mereka, nampanya menjad PNS tidak bisa menjamin masa depan anak-anak kami, sehinga dengan peluang ada

Menurut Hurlock (1980:213) bahwa seorang laki-laki maupun perempuan dapat dikatakan mencapai kematangan emosi apabila : 1) Pada masa akhir remaja tidak meledakkan

Sistem tes ujian masuk berhasil dibuat dan dapat menampilkan soal ujian masuk secara acak dalam tes ujian masuk peserta didik baru untuk membantu panitia pada seleksi penerimaan

Tanaman yang diberi pupuk organik cair kulit pisang kepok memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan tinggi batang tanaman selada (Lactuca sativa) pada

Kajian ini berkisar komitmen pelajar dan pensyarah di kampus antaranya ialah komitmen pelajar terhadap pemakaian kad matrik universiti, komitmen pensyarah memperuntukkan masa bagi

“Analisis Pngaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar, Inflasi, Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK), Serta implikasinya Pada Pembiayaan Mudharabah

Mengingat antara sekolah dan pondok pesantren memiliki kesamaan substansi dan kesamaan visi-misi dari setiap instansi, maka berdasarkan defenisi di atas penulis dapat