• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN TAMAN MASJID RAYA BOGOR UNTUK MENDUKUNG EKOARSITEKTUR FERBIANSYAH HAFIDZ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN TAMAN MASJID RAYA BOGOR UNTUK MENDUKUNG EKOARSITEKTUR FERBIANSYAH HAFIDZ"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

FERBIANSYAH HAFIDZ

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)
(3)

Masjid Raya Bogor untuk Mendukung Ekoarsitektur” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

Ferbiansyah Hafidz

(4)

Mendukung Ekoarsitektur. Skripsi. Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Wahju Qamara Mugnisjah)

Taman sebagai fasilitas pendukung pada Masjid Raya Bogor sangatlah diperlukan untuk menunjang kebutuhan kenyamanan pengunjung maupun untuk menambah estetika masjid, taman yang dirancang pada Kompleks Masjid Raya meliputi taman di atas permukaan tanah, dan taman di atas atap masjid (roof garden)

didukung dengan komponen vegetasi (softscape), dan komponen penunjang taman seperti lampu taman, papan penunjuk arah (signage), serta komponen hardscape

lainnya.

Mengingat Masjid Raya Bogor merupakan pusat pengembangan Islam di Kota Bogor. Letak kawasan yang strategis dan aksesibilitas Masjid Raya Bogor merupakan potensi karena besarnya jumlah pengunjung yang datang pada kawasan. Dengan demikian, peluang pengembangan kawasan sangat diperlukan untuk meningkatkan citra Kota Bogor mengingat banyaknya aktivitas warga dalam kota dan dari luar kota.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei, pemodelan 2D dengan AutoCad, dan simulasi 3D dengan 3D Studio Max. Tahapan kerjanya meliputi tahap persiapan penelitian, survei pendahuluan, pemodelan 2D dengan AutoCad dan Photoshop (pembuatan peta dasar), survei lanjutan, analisis (potensi-potensi dan kendala-kendala yang ada pada tapak), sintesis (rekomendasi konsep perancangan), dan simulasi 3D dengan 3D Studio Max, dan Photoshop untuk memberikan tampilan visual yang lebih jelas mengenai rekomedasi konsep taman yang telah dibuat.

Penelitian ini bertujuan merancang Kompleks Masjid Raya Bogor menjadi suatu kawasan yang berbasis ekoarsitektur sebagai kawasan hijau yang selaras antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan dengan bangunan masjidnya yang menjadi objek utama sebagai landmark daerah Baranangsiang, Bogor.

(5)

kawasan perencanaan yang diutamakan pengembangannya. Zona pendukung meliputi bangunan lembaga keislaman, jalur sirkulasi, tempat parkir, jalan raya, dan pedestrian.

Berdasarkan hasil pengamatan terdapat beberapa permasalahan pada tapak, seperti kegiatan pedagang kaki lima di sepanjang pedestrian, penataan taman yang kurang teratur, kurangnya penerangan, dan masalah sistem drainase pada tapak.

Ekoarsitektur merupakan konsep yang hendak ditambahkan pada bangunan masjid, dan fasilitas pendukung masjid namun tetap mempertahankan identitas bangunan dengan karakter arsitektur islam. Menambahkan taman atap (roof garden)

merupakan cara yang digunakan untuk membentuk bangunan dengan konsep ekoarsitektur.

Selain menambahkan taman pada atap (roof garden) pada banguan masjid dan bangunan pendukung yang terdapat pada Kompleks Masjid Raya Bogor, pada rancangan desain plaza masjid dilakukan modifikasi struktur lantainya untuk memperbaiki sistem drainase dan aerasi pada plaza guna menambah kenyamanan pengunjung dan menambah ketahanan struktur lantai terhadap pemuaian akibat panas matahari dan kerusakan struktur lantai akibat genangan air saat hujan.

Untuk taman diatas permukaan tanah digunakan vegetasi dan komponen

hardscape untuk mendukung konsep ekoarsitektur bangunan dengan pertimbangan fungsi ekologi, estetika, dan kesesuaian tema dengan bangunan (unity), dengan tetap memperhatikan kesesuaian sifat morfologi dan fisiologi tanaman, dengan tujuan agar taman dapat bertahan lama, dan mudah dalam perawatannya.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(7)

FERBIANSYAH HAFIDZ Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(8)

Nama : Ferbiansyah Hafidz

NRP : A44050676

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui,

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M. Agr. NIP 19491105 197403 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. NIP 19480912 197412 2 001

(9)
(10)

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Maret 1987 di Kota Bogor. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Muchaery dan Ibu Aisyah.

Penulis menyelesaikan taman kanak-kanak pada tahun 1994 di TK Raudhatul Adfal Persis No 89, Bogor. Pada tahun yang sama penulis memasuki SD Negeri Pabrik Gas IV, Bogor, dan tamat pada tahun 2000. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di SLTP Negeri 8, Bogor, dan tamat pada tahun 2003. Setelah menempuh pendidikan di SMA Negeri 2 Bogor, pada tahun 2005. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006 penulis berhasil menyelesaikan program TPB IPB dan diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama masa perkuliahan di Program Studi Arsitektur Lanskap penulis aktif sebagai anggota Himaskap (Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap).

Pada tahun 2009 penulis terlibat sebagai tim desain dalam proyek perencanaan taman yang dilaksanakan oleh PEMDA Jakarta untuk Taman Jagakarsa, dan lanskap Situ Babakan. Pada tahun 2010 sampai 2011 penulis pernah bekerja sebagai supervisor untuk proyek roof garden di hotel dan apartemen Green Central, Jakarta Pusat. Pada tahun 2011 pernah terlibat sebagai pelaksana untuk pekerjaan lanskap perumahan Serang City di Kota Serang dan rumah tinggal di Lippo Karawaci, Provinsi Banten. Pada Tahun 2012 penulis bekerja sebagai freelancer untuk anggota tim desain lanskap di Lippo waterboom

(11)

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah Swt. atas segala berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rancangan Lanskap Masjid Raya Bogor Berbasis Ekoarsitektur”. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini:

1. Bapak, Mama, Ervina Dian Aprilia, Ayah, dan Ibu atas dorongan, doa, dan kasih sayangnya;

2. Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan sabar memberikan bimbingan kepada penulis; 3. Para dosen Departemen Arsitektur Lanskap, yang telah banyak berjasa

memberikan pelajaran yang berguna sebagai bahan pemikiran dan konsep dasar dalam pembuatan skripsi ini;

4. Ir. Beny, yang telah banyak memberikan pengarahan dan pengetahuan struktur bangunan, serta saran-saran sebagai bahan skripsi ini;

5. Ir. Andri Pujiawan, yang telah mengajarkan desain grafis untuk rancangan arsitektur;

6. PT Wastu Graha Kencana, atas bantuan dan masukannya;

7. Pengurus Masjid Raya Bogor, atas dukungan dan kerja samanya;

8. Pemerintah Kota Bogor yang telah banyak mendukung dan memberikan data yang diperlukan sebagai bahan penyusunan skripsi ini;

9. rekan-rekan ARL 42: Rahmat, Fajar, Manda, Kalla, Chandra, Hudi, Hadrian, atas persahabatan dan dukungannya;

10. semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Bogor, Desember 2012

(12)
(13)

viii

DAFTAR GAMBAR……… xii

DAFTAR TABEL………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

1.4 Kerangka Pikir ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Desain dan Perancangan ... 5

2.2 Kota dan Permasalahannya ... 5

2.3 Pengertian Ekologi dan Desain Ekoarsitektur ... 6

2.4 Atap Bertanaman sebagai Bagian dari Desain Ekoarsitektur ... 7

2.5 Iklim Kota dan Iklim Desa ... 9

2.6 Desain Ekoarsitektur sebagai Solusi Masalah Lingkungan Kota.. .. 10

2.7 Penerapan Teknik Sipil Untuk Desain Ekoarsitektur... 12

2.8 Pemodelan Digital ... 12

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu ... 13

3.2 Batasan Studi ... 13 3.3 Metode Penelitian ... 14 3.3.1 Persiapan Awal ... 15 3.3.2 Inventarisasi ... 15 3.3.3 Analisis Sintesis ... 16 3.3.4 Desain ... 16

(14)

ix

4.1.1 Lokasi, Batas, dan Aksesibilitas Tapak ... 17

4.1.2 Tata Guna Lahan ... 18

4.1.3 Iklim ... 20

4.1.4 Kondisi Fisik dan Landuse Kawasan Masjid Raya Bogor ... 21

4.1.4.1 Bangunan Masjid Utama ... 22

4.1.4.2 Plaza Masjid ... 23

4.1.4.3 Koridor Masjid ... 23

4.1.4.4 Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor ... 24

4.1.4.5 Area Ground floor ... 25

4.1.4.6 Taman dan Taman Kanak- Kanak (TK Ibnu Hajar) ... 25

4.1.4.7 Welcome Area ... 26

4.1.4.8 Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung ... 27

4.1.4.8.1 Pedestrian ... 27

4.1.4.8.2 Jalan Raya Pajajaran ... 28

4.1.4.8.3 Markaz Islam Bogor ... 29

4.1.5 Kualitas Lingkungan ... 29 4.1.5.1 Kualitas Visual ... 30 4.1.5.2 Kualitas Udara ... 33 4.1.5.3 Kualitas Suara ... 33 4.1.5.4 Kualitas Keamanan ... 33 4.1.5.5 Kualitas Penerangan ... 34

4.1.5.6 Kualitas Iklim Mikro ... 35

4.1.6 Tata Hijau... 36

4.1.7 Karakter Arsitektur ... 37

4.1.8 Data Sosial ... 38

4.2 Sintesis ... 41

4.2.1 Aksesibilitas Tapak ... 41

4.2.2 Tata Guna Lahan ... 41

4.2.3 Iklim ... 42

(15)

x

4.2.4.3 Koridor Masjid ... 45

4.2.4.4 Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor ... 45

4.2.4.5 Area Ground Floor ... 45

4.2.4.6 Taman dan Taman Kanak- Kanak (TK Ibnu Hajar) ... 45

4.2.4.7 Welcome Are ... 46

4.2.4.8 Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung ... 46

4.2.4.8.1 Pedestrian ... 47

4.2.4.8.2 Jalan Raya Pajajaran ... 48

4.2.4.8.3 Markaz Islam Bogor ... 48

4.2.5 Kualitas Lingkungan ... 48 4.2.5.1 Kualitas Visual ... 48 4.2.5.2 Kualitas Udara ... 49 4.2.5.3 Kualitas Suara ... 50 4.2.5.4 Kualitas Keamanan ... 50 4.2.5.5 Kualitas Penerangan ... 51

4.2.5.6 Kualitas Iklim Mikro ... 51

4.2.6 Tata Hijau... 52

4.2.7 Karakter Arsitektur ... 53

4.3 Konsep Perancangan ... 54

4.3.1 Konsep Ekoarsitektur ... 54

4.3.2 Konsep Arsitektur Masjid ... 55

4.3.3 Konsep Pedestrian Walk ... 55

4.3.4 Konsep Tata Hijau ... 55

4.3.4.1 Konsep Roof Garden ... 56

4.3.4.2 Konsep Penanaman pada Lahan Terbuka ... 59

4.3.4.2.1 Vegetasi Peneduh ... 59

4.3.4.2.2 Vegetasi dengan Fungsi Screening ... 59

4.3.4.2.3 Vegetasi Pengarah ... 59

4.3.4.2.4 Vegetasi Pembatas ... 59

(16)

xi

4.3.8 Konsep Program Informasi ... 64

4.4 Rancangan ... 66

4.4.1 Rancangan Segmen A ... 66

4.4.2 Rancangan Segmen B (Plaza) ... 68

4.4.3 Rancangan Segmen C (Sebelah Barat dan Utara Masjid) ... 69

4.4.4 Rancangan Segmen D (Area Sebelah Timur Masjid) ... 70

4.4.5 Rancangan Segmen E (Area Sebelah Timur Masjid) ... 71

4.4.6 Rancangan Segmen F (Area Markaz Islam Bogor) ... 72

4.4.7 Rancangan Segmen G (Pedestrian Line) ... 72

4.4.8 Rancangan Segmen H (Jalan Raya Pajajaran) ... 73

4.4.9 Detil Konstruksi ... 74

4.4.10 Perhitungan Kekuatan Konstruksi untuk Menahan Beban ... 75

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 76

5.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(17)

xii

1. Kerangka Pikir ... 4

2. Peta Lokasi Penelitian ... 13

3. Diagram Tahapan Penelitian ... 14

4. Tata Guna Lahan ... 19

5. Bangunan Masjid Raya Bogor ... 22

6. Kondisi Area Plaza Masjid ... 23

7. Area Koridor Masjid ... 24

8. Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor ... 24

9. Area Ground Floor ... 25

10. Area di Utara Bangunan Masjid ... 26

11. Area di Sebelah Timur Bangunan Masjid ... 26

12. Area Pintu Masuk Utama ... 27

13. Kondisi Pedestrian ... 28

14. Kondisi Jalan Raya Pajajaran ... 29

15. Kondisi Markaz Islam Bogor ... 29

16. View Gunung Salak ... 30

17. Bad View Akibat Pedagang Kaki Lima ... 31

18. Bad View Akibat Penempatan Fasilitas yang Tidak Tepat .... 31

19. Kualitas Visual ... 32

20. Kondisi Penerangan di Dalam Kompleks Masjid ... 34

21. Kualitas Penerangan Malam di Sekitar Masjid Raya Bogor .. 35

22. Tata Hijau pada Tapak ... 39

23. Kondisi Sirkulasi Kendaraan dan Manusia ... 40

24. Irigasi Tetes Pancang Benam ... 61

25. Irigasi Melingkar pada Pohon ... 62

26. Simulasi Pencahayaan pada Jalan Raya ... 63

27. Simulasi Pencahayaan pada Kubah Masjid ... 64

28. Simulasi Pencahayaan pada Pedestrian ... 64

(18)

xiii

1. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data ... 15

2. Kondisi Iklim Kota Bogor pada Tahun 2008 ... 20

3. Persyaratan Ukuran Lebar Trotoar atau Jalur Pedestrian Berdasarkan Lokasi ... 47

4. Jenis dan Fungsi Vegetasi ... 58

5. Jenis, Jarak Tanam, dan Jumlah Vegetasi untuk Lahan Terbuka... 60

6. Pembagian Segmen yang Ingin Ditampilkan di Setiap Lokasi ... 66

7. Hard Material dan Soft Material Segmen A ... 68

8. Hard Material dan Soft Material Segmen B ... 69

9. Hard Material dan Soft Material Segmen C ... 70

10. Hard Material dan Soft Material Segmen D ... 71

11. Hard Material dan Soft Material Segmen E ... 71

12 Hard Material dan Soft Material Segmen F ... 72

13. Hard Material dan Soft Material Segmen G ... 73

14. Hard Material dan Soft Material Segmen H ... 74

(19)

xiv

1. Peta Inventarisasi ... 80

2. Peta Analisis dan Sintesis ... 81

3. Schematic Plan ... 82

4. Planting Plan ... 83

5. Site Plan ... 84

6. Site Plan (Render) ... 85

7. Blow Up Site Plan 1 ... 86

8. Blow Up Site Plan 2 (Area Parkir) ... 87

9. Blow Up Site Plan 3 (Plaza dan Koridor) ... 88

10. Titik Lampu ... 89

11. Gambar Tampak ... 90

12. Detil Penanaman Pohon pada Atap ... 91

13. Detil Penanaman Semak pada Atap ... 92

14. Penanaman Semak pada Atap Koridor ... 93

15. Detil Penanaman Pohon, Semak, dan Groundcover ... 94

16. Detil Penanaman Rumput ... 95

17. Detil Pedestrian ... 96

18. Detil Lampu Taman, Lampu Jalan, dan Lampu Pathway ... 97

19. Detil Lampu Taman ... 98

20. Detil Lampu Jalan ... 99

21. Detil Ruang Pompa ... 100

22. Detil Signage ... 101

23. Detil Pemasangan Paving pada Plaza ... 102

24. Perspektif Mata Burung ... 103

25. Suasana Tampak ... 104

26. Hitungan Kelayakan Beban pada Bangunan Masjid Berdasarkan Dimensi Kolom ... 105

(20)
(21)
(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatnya pembangunan yang pesat khususnya di perkotaan, selain memberikan dampak positif dari segi perekonomian, juga memberikan dampak negatif, yaitu penurunan kualitas lingkungan di perkotaan. Pembangunan fisik kota cenderung mengarah pada dominasi struktur bangunan sehingga seringkali menggeser ruang terbuka hijau (RTH).

Aktivitas manusia pada pembangunan, perekonomian, sosial, dan politik dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Buruknya kualitas lingkungan hidup di perkotaan berakibat pula pada penurunan kualitas hidup masyarakat perkotaan dan sering mengakibatkan berbagai bencana yang berakibat jatuhnya korban jiwa seperti banjir, pohon dan reklame yang tumbang, kadar karbondioksida yang tinggi pada udara yang dihirup, serta pemanasan global dalam skala yang lebih luas.

Daerah perkotaan pada umumnya mempunyai suhu udara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah perdesaan. Fenomena ini seringkali dinamakan fenomena pulau pemanasan perkotaan (urban heat island (UHI)). Efek pemanasan perkotaan ini terutama disebabkan oleh proses penyerapan radiasi panas matahari oleh gedung atau bahan bangunan lainnya yang terdapat di area perkotaan dan juga dipengaruhi oleh proses radiasi baliknya ke lingkungan sekelilingnya. Perkotaan juga biasanya mempunyai vegetasi tanaman yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan daerah tepian kota, sebagai hasilnya proses pendinginan dengan cara penguapan (evaporatif cooling) juga lebih sedikit di daerah perkotaan. Semua faktor di atas turut membawa pengaruh pada efek pulau pemanasan perkotaan.

Naiknya suhu udara diperburuk oleh adanya pencemaran udara (polusi) yang dapat menyebabkan terjadinya lingkungan yang tidak sehat, yang tidak hanya merusak keseimbangan alam, tetapi juga sangat membahayakan kesehatan manusia sebagai penghuni kota. Di sisi lain, perkotaan sering miskin penghijauan dan keanekaragaman hayati (bio-diversity), tetapi dengan konsep desain ekoarsitektur pada fisik bangunan, kekurangan tersebut dapat diatasi sebagian. Kebijakan untuk mendirikan ruang terbuka hijau secara khusus dengan menggeser

(23)

struktur bangunanan yang sudah ada juga akan menimbulkan konsekuensi tersendiri yang membuat hal tersebut sulit untuk dilakukan.

Untuk mengatasi permasalahan lingkungan perkotaan tersebut diperlukan adanya solusi pembangunan yang sejalan atau bersinergi antara kebutuhan pembangunan di perkotaan dengan kelestarian lingkungan kota itu sendiri. Solusi tersebut meliputi aturan pemerintah yang tegas mengenai kebijakan tata ruang perkotaan dan desain fisik bangunan yang mampu meningkatkan kualitas lingkungan sehingga antara kebutuhan pembangunan dan kelestarian lingkungan tidak saling mengalahkan satu dengan lainnya.

Desain fisik bangunan dengan konsep ekoarsitektur adalah salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Dalam hal ini, Masjid Raya Bogor menjadi contoh desain bangunan dengan konsep ekoarsitektur. Tidak hanya manusia saja yang dapat menikmati bangunan dengan konsep ekoarsitektur, tetapi konsep ekoarsitektur pada bangunan dapat meningkatkan kekayaan alam dengan memberi ruang hidup satwa di perkotaan yang terancam punah di pedesaan, yaitu burung yang mengeram dan sebagainya. Dengan semakin besarnya kesadaran masyarakat mengenai perlunya menjaga kelestarian alam agar tidak menimbulkan bencana di kemudian hari, desain bangunan dengan konsep ekoarsitektur telah menjadi sebuah kecenderungan (trend) dalam bidang arsitektur untuk mengatasi berbagai isu lingkungan belakangan ini.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan merancang Kompleks Masjid Raya Bogor menjadi suatu kawasan yang berbasis ekoarsitektur sebagai kawasan hijau yang selaras antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan dengan bangunan masjidnya yang menjadi objek utama sebagai landmark daerah Baranangsiang, Bogor. Melalui pengaturan tata ruang, perencanaan, aktivitas beribadat, aktivitas rekreasi, jaringan sirkulasi, penataan tata hijau, serta pengadaan fasilitas pendukung, diharapkan konsep rancangan ekoarsitektur pada Masjid Raya Bogor dapat menjadi acuan dalam pembanguan pada bangunan lainnya, khususnya bangunan di perkotaan, guna mengurangi berbagai dampak negatif yang merugikan lingkungan yang mengganggu ekosistem perkotaan.

(24)

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pihak-pihak berikut:

1) pemerintah Kota Bogor yang akan melakukan pembangunan dan pengembangan areal Kompleks Masjid Raya Bogor;

2) perusahaan kontraktor dalam menyediakan sarana dan membangun Masjid Raya Bogor;

3) peneliti dan masyarakat agar mempertimbangkan rancangan Kompleks Masjid Raya Bogor sebagai desain acuan lanskap dan bangunan ditinjau dari sisi ekoarsitektur di kota Bogor dan kota besar lainnya.

1.4 Kerangka Pikir

Penyusunan kerangka pikir dibuat berdasarkan teori ilmiah dan variabel yang akan diteliti, kerangka pikir dibuat dalam bentuk bagan yang disusun secara sistematis dan logis sebagai acuan dalam penyusunan skripsi.

Variabel yang diteliti berupa kondisi dan permasalahan pada tapak yang harus dibuat solusinya. Pada Kompleks Masjid Raya Bogor variabel yang diteliti adalah kondisi fisik bangunan, kondisi lanskap, dan aspek sosial. Variabel-variabel ini didapatkan berdasarkan survei tapak, dan konsep ekoarsitektur menjadi teori pendukung dalam penyusunan skripsi ini. Gambar 1 memperlihatkan kerangka pikir tersebut.

(25)

`

Gambar 1 Kerangka Pikir

Lanskap Masjid Raya Bogor

Kondisi Fisik Bangunan

Karakter Arsitektur Bangunan Aspek Sosial 1. Land Use 2. Intensitas Pengunjung Kondisi Lanskap

1. Tata Guna Lahan 2. Iklim

3. Kondisi Fisik 4. Tata Hijau

5. Kualitas Lingkungan

Prinsip Ekoarsitektur 1. Sinergi dengan Alam

2. Efisien dalam Penggunaan Energi 3. Kelestarian Lingkungan

4. Teknologi Tepat Guna

Analisis

Sintesis

Konsep Ekoarsitektur

Desain Taman Masjid Raya Bogor untuk Mendukung Ekoarsitektur

(26)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Desain dan Perancangan

Van Dyke (1990) mengemukakan bahwa desain atau perancangan merupakan suatu bentuk pemecahan masalah dengan beberapa tahapan dan mengacu pada ide-ide desain yang direncanakan. Desain yang baik harus dapat memecahkan masalah dengan konsep yang baik dan merupakan hasil dari proses yang saling berhubungan dari tahapan desain. Selain itu, desain juga berfungsi untuk mengambil keputusan yang berorientasi pada kepentingan masa yang akan datang, serta menciptakan hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yang bersifat dinamis, berkelanjutan, dan fleksibel.

Perancangan adalah sebuah proses kreatif yang mengintegrasikan aspek teknologi, sosial, ekonomi, dan biologi, serta efek psikologis dan fisik yang ditimbulkan dari bentuk, bahan, warna, ruang, dan hasil pemikiran yang saling berhubungan (Simonds, 1983). Lebih lanjut dikemukakan bahwa perancangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, antara lain perancangan dapat mengakomodasi sarana yang kuno dengan yang baru. Perancangan merupakan kombinasi ilmu dan seni yang berfokus pada penggabungan manusia dengan aktivitas di ruang luar (Booth, 1983).

2.2 Kota dan Permasalahannya

Kota adalah pusat dari suatu daerah karena kota merupakan pusat informasi dan infrastruktur yang terdapat di perkotaan lebih lengkap daripada di pedesaan sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih untuk tinggal di kota daripada di desa. Hal ini merupakan penyebab semakin bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan yang mengakibatkan permukiman di perkotaan semakin padat. Definisi kota berdasarkan Pasal 1 Permendagri No. 2 Tahun 1987 adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batas wilayah administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan (Hardjasoemantri, 2000).

Menurut Apsari (2007), kota memiliki berbagai komponen yang terdiri dari komponen yang secara fisik terlihat dan yang tidak dapat terlihat. Komponen

(27)

yang secara fisik terlihat, antara lain, adalah berupa bangunan dan infrastruktur lainnya, sedangkan komponen yang secara fisik tidak dapat terlihat berupa kekuatan politik dan hukum yang mengarahkan kegiatan kota. Karakteristik masyarakat yang terdapat di kota adalah heterogen, bertingkat-tingkat, dan secara umum memiliki kecenderungan individual dan materialistis yang tinggi.

Menurut Karyono (2001), kota-kota besar di Indonesia menghadapi permasalahan suhu yang tinggi. Suhu yang tinggi di kota-kota besar tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor alami dan faktor sosial. Faktor alami tersebut, antara lain, bangunan-bangunan tinggi di kota-kota besar yang menghalangi kecepatan angin dan radiasi sinar matahari akibat minimnya jumlah pepohonan di kota-kota besar, sedangkan faktor sosial, antara lain, peningkatan aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi peningkatan suhu kota dan dibukanya lahan-lahan alami bervegetasi menjadi lahan terbangun. Faktor sosial lainnya, yaitu jumlah penduduk, penggunaan bahan bakar fosil dan listrik, jumlah kendaraan bermotor, jumlah bangunan, serta permukiman yang relatif mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Saat ini bangunan-bangunan dirancang sedemikian rupa dan diperkeras, tetapi tanpa cukup diberi peneduh pohon sehingga tidak akan nyaman tanpa pengkondisian udara. Kondisi tersebut mengakibatkan peningkatan suhu udara kota yang semula sudah tinggi akibat pemanasan aspal, beton, serta pembuangan panas oleh mesin-mesin pengkondisian udara itu sendiri. Selain itu, suhu udara kian bertambah panas akibat kendaraan bermotor yang menggunakan AC. Persoalan tersebut kemudian terakumulasi sehingga kebergantungan manusia yang tinggal di kota pada penggunaan energi semakin tinggi (Karyono, 2001). 2.3 Pengertian Ekologi dan Desain Ekoarsitektur

Istilah “ekologi” pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, ahli ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi antara segala jenis makhluk hidup dan lingkungannya. Arti kata bahasa Yunani oikos adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal, dan logos bersifat ilmu atau ilmiah. Jadi, ekologi berarti ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup. Ekologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (Frick dan Suskiyatno, 2007).

(28)

Selanjutnya menurut Frick dan Suskiyatno (2007), persoalan tentang wawasan lingkungan pada masa ini berkembang pada rasa tanggung jawab terhadap lingkungan hidup dan mendorong kedudukan ekologi dari segi akademis menjadi perhatian umum. Hal ini mengakibatkan ekologi di samping menjadi bidang keilmuan, juga ilmu lingkungan yang mengandung pengetahuan dan pengalaman kebutuhan masyarakat di bidang ekonomi dan politik.

Arsitektur sebagai ilmu teknik dialihkan kepada arsitektur kemanusiaan yang memperhitungkan juga keselarasan dengan alam maupun kepentingan manusia penghuninya. Pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal-balik dengan lingkungan alamnya dinamakan ekoarsitektur atau arsitektur ekologis (Frick dan Suskiyatno, 2007).

Desain ekoarsitektur adalah desain yang memperkuat hubungan alam dan budaya manusia. Desain ekoarsitektur berhubungan dengan arsitektur dalam hal dengan permasalahan struktur, bentuk, dan estetika serta segi teknik sipil dalam hal keamanan dan efisiensi. Aspek tersebut kemudian diolah menurut desain ekoarsitektur, untuk kelangsungannya dalam jangka panjang demi kelestarian lingkungan dan makhluk hidup (Van der Ryn dan Cowan, 1996). Dengan kata lain, desain ekoarsitektur adalah setiap bentuk desain yang meminimalkan dampak yang merusak lingkungan dengan mengintegrasikan diri dengan proses-proses hidup.

2.4 Atap Bertanaman sebagai Bagian dari Desain Ekoarsitektur

Perkembangan pembangunan fisik yang pesat di perkotaan telah menyebabkan perubahan wajah kota menjadi semakin kaku, tetapi secara manusiawi manusia yang tinggal di dalamnya tetap mempunyai keinginan untuk senantiasa berdekatan dengan alam (Branch, 1995). Menurut Ambarwati (2005), dengan menghadirkan suasana alami di lingkungan sekitar tempat tinggal atau kerja, manusia akan senantiasa didorong berdekatan dengan alam sehingga akan tercipta kondisi yang nyaman di lingkungan tempat tinggal atau kerja tersebut. Suasana udara yang nyaman serta pemandangan yang indah dapat memberikan rasa tenang sehingga produktivitas kerja dapat meningkat. Dengan demikian, dari latar belakang tersebut, kemudian timbul suatu cabang lanskap yang dinamakan

(29)

Menurut Pramukanto (2006), roof landscape atau lebih dikenal dengan

green roof, rooftop garden, atau roof garden merupakan salah satu pemberdayaan potensi ruang yang tidak termanfaatkan, yaitu pada atap bangunan menjadi sebuah ruang hijau yang dapat memberikan banyak manfaat baik dalam skala mikro maupun skala kota. Pengembangan ruang hijau vertikal ini mempunyai peran ekoarsitektur dalam meningkatkan keragaman biologis di perkotaan.

Green roof atau yang lebih dikenal dengan nama roof garden (taman atap) mempunyai pengertian ruang hijau di atas atap yang memanfaatkan vegetasi hidup (Voogt, 2004). Dengan kata lain, roof garden adalah taman yang berada di atap bangunan dengan semua unsur tanaman yang terdapat di dalam taman tersebut diupayakan berada di atap. Pembentukan roof garden yang paling sederhana adalah berupa penambahan fasilitas bak tanaman yang dipasang di tepian beranda dan ditanami dengan tanaman hias pot ataupun tanaman rambat.

Menurut Apsari (2007), konsep taman atap telah menjadi inspirasi sejak enam abad sebelum masehi, yaitu dibangunnya Taman Gantung Babylonia yang bertujuan menciptakan tiruan alam di istana. Salah satu dari tujuh keajaiban ini dibangun oleh raja Kaldea, Nebupalassar, dan dilanjutkan oleh puteranya Nebuchadnezar. Taman ini berupa teras-teras bertingkat pada dinding kota seluas dua hektar dengan 3500 kaki di atas permukaan laut.

Pada abad ke 19 daerah perbukitan di Islandia menjadi sumber inspirasi bentuk roof garden selanjutnya, disana para petani menanami atap rumahnya dengan rumput. Penghijauan atap era modern dimulai di Jerman, Swiss, Austria, dan negara Skandinavia pada tahun 1960-an. Sampai tahun 1996 lebih dari 3.2 juta m2 ruang hijau dibangun di atap bangunan-bangunan di Jerman. Setelah Eropa, Amerika dan Kanada juga mengembangkan roof garden. Begitu pula dengan beberapa negara di Asia, seperti Singapura, Hongkong (China), Jepang, dan Korea (Sukaton et al., 2004; Pramukanto, 2006).

Menurut Paramukanto (2006), roof garden dapat berimplikasi terhadap peningkatan kualitas lingkungan. Roof garden dapat berperan sebagai lingkungan hidup yang menyediakan habitat untuk satwa liar terutama burung dan hewan kecil lainnya. Tanaman yang terdapat di roof garden dapat menjadi filter alami untuk mengurangi polusi udara dan debu karena tanaman dapat meningkatkan kadar oksigen di udara sehingga akan mengurangi karbondioksida. Selain itu,

(30)

tanaman yang terdapat di roof garden juga dapat menurunkan tingkat transfer bising dan proses fotosintesis yang dialami oleh tanaman dapat meningkatkan biomassa kota. Dengan demikian, secara garis besar manfaat roof garden dapat dikategorikan menurut fungsi ekoarsitektur, ekonomi, dan estetika.

Roof garden adalah salah satu sistem modifikasi atap yang dapat menurunkan intensitas pulau pemanasan kota dengan menyediakan bayangan dan melalui evapotranspirasi yang melepaskan air dari tanaman ke udara di sekelilingnya sehingga kelembaban udara meningkat dan udara akan menjadi lebih segar. Keberadaan roof garden dapat menurunkan akumulasi panas dari bangunan dan menurunkan emisi polutan dari AC dan gas rumah kaca (Voogt, 2004).

Kehadiran roof garden pada suatu bangunan dapat menciptakan keindahan visual karena fungsi tanaman yang dapat melembutkan struktur bangunan yang kaku. Selain itu, pemanfaatan roof garden yang meluas dapat melembutkan horizon kota yang monoton sehingga predikat kota sebagai “hutan beton” dapat diminimalkan.

Atap bertanaman dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 50 dB. Lapisan tanah setebal 12-20 cm dapat mengurangi tingkat kebisingan hingga 40-46 dB (Feriadi dan Frick, 2008).

Menurut US EPA (2006), roof garden dapat diaplikasikan pada fasilitas industri, permukiman, perkantoran, serta fasilitas komersial lain, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bentuk bangunan. Pengembangan roof garden di perkotaan perlu diupayakan untuk membuka peluang terciptanya kawasan hijau bersifat alami yang merupakan bagian dari penataan ruang kota sebagai kawasan hijau. 2.5 Iklim Kota dan Iklim Desa

Secara umum kondisi iklim tropis di kota (misalnya di Jakarta, Surabaya, dan Bogor) turut berperan penting dalam menentukan kebutuhan sistem penanaman dan jenis tanaman, serta memberi pertimbangan desain yang menentukan keberhasilan gagasan desain kawasan lanskap berbasis ekoarsitektur. Tiap atap bertanaman mempunyai keunikan karakter kondisi iklim mikro yang berhubungan dengan lokasi dan dipengaruhi oleh faktor orientasi bangunan, kondisi bangunan sekitarnya, pola pergerakan angin, dan fasilitas infrastruktur lingkungan yang perlu dipelajari selama fase desain (Feriadi dan Frick, 2008).

(31)

Selanjutnya menurut Feriadi dan Frick (2008), kondisi iklim mikro berubah seiiring dengan berubahnya ketinggian suatu tempat. Suhu udara ekstrem dan angin yang bertiup lebih keras perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya. Bangunan sekitar akan mempengaruhi pola pergerakan angin (seperti efek terowongan angin), membentuk bayangan atau memantulkan cahaya. Dengan demikian, kajian menyeluruh mengenai atap bertanaman dalam kaitannya dengan bangunan sekitarnya sangat diperlukan.

Dalam beberapa segi tertentu, faktor yang kurang baik seperti angin dan kelebihan sinar matahari dapat diatasi oleh perencanaan yang matang. Orientasi atap bertanaman dapat mempengaruhi jumlah angin dan sinar matahari yang diperoleh. Bayangan yang disebabkan oleh bangunan sekitar turut menentukan jenis tanaman yang ditanam. Angin yang berlebihan dapat mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pengguna, merusak tanaman atau merobohkan pohon sehingga dalam penerapannya pelindung angin dan pengikatan tanaman dengan jangkar khusus mungkin diperlukan (Feriadi dan Frick, 2008).

2.6 Desain Ekoarsitektur sebagai Solusi Masalah Lingkungan Kota

Menurut Feriadi dan Frick (2008), perbandingan antara lingkungan buatan dan lingkungan alam yang melewati ambang batas tertentu menimbulkan “iklim kota”. Peningkatan suhu iklim kota tersebut rata-rata 1 – 2 O

C dan pada waktu malam dapat mencapai 6 OC. Ditambah dengan pencemaran yang meningkat, beban atau risiko atas kesehatan manusia meningkat pula.

Tingkat kehangatan suhu dalam iklim kota pada siang hari naik di pusat kota, membubung di situ dan memadatkan partikel debu dan sebagainya. Dengan demikian, udara tercemar membentuk semacam kanopi kabut atau asap yang mengurangi sinar matahari langsung dan cahaya alamiah. Udara tercemar tersebut kemudian turun di pinggiran kota. Pada malam hari kanopi kabut tersebut mengurangi pemantulan suhu permukaan bumi ke angkasa, mengakibatkan meningkatnya suhu sampai 6 OC, dan menghalangi angin sejuk masuk ke dalam kota (Feriadi dan Frick, 2008).

Selanjutnya menurut Feriadi dan Frick (2008), kanopi kabut/asap dan peningkatan suhu di dalam kota terjadi berdasarkan argumentasi/penalaran berikut:

(32)

1) kapasitas penyimpanan panas oleh gedung dan jalan yang seharusnya dipantulkan pada waktu malam terganggu oleh pencemaran udara;

2) penerimaan radiasi panas sinar maahari diperburuk oleh bahan pemantulan (kaca, kendaraan, dsb) dan oleh warna gelap (jalan aspal hitam dsb);

3) kurangnya tanaman dan pepohonan yang memberi bayangan pada siang hari, sedangkan sebenarnya pepohonan berpotensi dapat menurunkan suhu di sekitarnya hingga 3 - 4 OC;

4) aliran air hujan yang melewati atap, jalan, saluran, dan sebagainya, biasanya langsung ke roil kota (saluran pembuangan) sehingga tidak dapat menguap di tempat yang sekaligus dapat menurunkan suhu setempat.

Untuk mengurangi efek kanopi kabut dan iklim kota yang juga mempengaruhi kesehatan, penghuni harus mengusahakan hal-hal berikut:

1) mencegah emisi (pengaruh pencemaran udara, bahan pengotor, kebisingan, radiasi, dsb.,atas manusia, hewan, dan tanaman);

2) memungkinkan gerakan (sirkulasi) udara dalam lingkungan kecil;

3) menciptakan taman kota, hutan kota, dan permukaan penyerapan air yang cukup luas;

4) menambah penghijauan di sekitar gedung (lahan parkir dihijaukan dengan rumput, menanam tanaman peneduh, menghijaukan dinding luar (kebun vertikal)), dan menggunakan konstruksi atap bertanaman.

Penghijauan di lingkungan kota akan meningkatkan kualitas kehidupan dalam kota karena manusia dapat hidup erat dengan alam (melihat tumbuhnya tanaman, burung, dan binatang lain, serta dapat mengerti fungsi ekosistem).

Menurut Sasmita (2009), kota yang memiliki keteduhan dengan banyaknya pohon yang rindang dapat mengurangi secara tidak langsung lalu lintas kendaraan bermotor (karena penduduk lebih bersedia berjalan kaki, serta kurang berkehendak untuk keluar kota atau ke tempat hiburan). Di samping hal-hal tersebut, penghijauan di lingkungan kota meningkatkan produksi oksigen yang mendukung kehidupan sehat bagi manusia, mengurangi pencemaran udara, dan meningkatkan kualitas iklim mikro. Air hujan yang turun diserap oleh tanah, kemudian menguap kembali. Dengan demikian, tanaman ikut mengelola air hujan dan melindungi lereng terhadap tanah longsor.

(33)

2.7 Penerapan Teknik Sipil untuk Desain Ekoarsitektur

Teknik sipil adalah salah satu cabang ilmu teknik yang mempelajari tentang bagaimana merancang, membangun, merenovasi tidak hanya gedung dan infrastruktur, tetapi juga mencakup lingkungan untuk kemaslahatan hidup manusia. Salah satu cabang dari ilmu teknik sipil yang diperlukan dalam merancang suatu kawasan ekoarsitektur adalah teknik sipil struktural, yaitu cabang yang mempelajari masalah struktural dari materi yang digunakan untuk pembangunan. Sebuah bentuk bangunan mungkin dibuat dari beberapa pilihan jenis material, seperti baja, beton, kayu, kaca, atau bahan lainnya. Setiap bahan tersebut mempunyai karakteristik masing-masing. Ilmu bidang struktural mempelajari sifat-sifat material itu sehingga pada akhirnya dapat dipilih material mana yang cocok untuk jenis bangunan tersebut Dalam bidang ini dipelajari lebih mendalam hal yang berkaitan dengan perencanaan struktur bangunan, jalan, jembatan, green roof, terowongan dari pembangunan pondasi, hingga bangunan siap digunakan.

2.8 Pemodelan Digital

Piranti lunak (software) berfungsi sebagai alat bantu untuk keperluan gambar teknik agar suatu gambar lebih cepat dan mudah dikerjakan, lebih akurat, dan lebih baik kualitas gambarnya secara visual. Ada dua jenis gambar teknik yang umum digunakan, yaitu gambar dua dimensi (2D) yang berfungsi sebagai gambar kerja (panduan pelaksana) dengan piranti lunak AutoCad, PhotoShop, atau CorelDraw. Jenis yang kedua adalah gambar tiga dimensi (3D). Gambar jenis ini bersifat memiliki kedalaman ruang sehingga walaupun hanya dalam bentuk gambar pada bidang kertas, gambar tersebut memudahkan dalam visualisasi bentuk dan ruang dari berbagai arah, bahkan dari dalam ruangan (Thabrani, 2007). Piranti lunak dalam pemodelan 3D yang dapat digunakan adalah 3D Studio Max, SketchUp, Maya, Bryce, dan Piranesi. Pilihan bergantung pada kebutuhan dan keahlian pengguna software, tetapi yang umum dan popular digunakan dalam pemodelan tiga dimensi adalah piranti lunak 3D StudioMax. Kemampuan piranti lunak 3D StudioMax tidak hanya untuk keperluan pemodelan 3D, juga terdapat material, pencahayaan, serta membuat simulasi gerakan (animasi) sehingga model dapat dipresentasikan secara foto (Thabrani, 2007).

(34)

BAB 3 METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kompleks Masjid Raya Bogor. Kawasan ini termasuk dalam batas administrasi daerah Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur, dan terletak di pusat Kota Bogor (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan sejak April 2009 hingga Maret 2011.

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian 3.2 Batasan Studi

Studi ini dibatasi sampai tahap perancangan lanskap Kompleks Masjid Raya Bogor. Tahap perancangan lanskap Kompleks Masjid Raya Bogor tersebut meliputi tata ruang, sirkulasi, fasilitas, utilitas, dan tata hijau, dengan penggambaran siteplan,perspektif 3D, potongan, gambar detil, dan tampilan akhir desain dalam program komputer.

(35)

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan yang terbagi menjadi beberapa tahapan berikut (gambar 3).

(36)

3.3.1 Persiapan Awal

Persiapan awal ini meliputi studi pustaka, penetapan tujuan penelitian, penyusunan rencana kerja, kajian manfaat penelitian, pengumpulan informasi yang diperlukan untuk memulai penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 3, dan penyusunan anggaran biaya. Siteplan yang didapatkan melalui pihak Masjid Raya Bogor dan Pemerintah Kota Bogor digunakan sebagai basemap awal, kemudian dilakukan validasi dengan survei lapang. Kompleks Masjid Raya Bogor merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan dengan konsep ekoarsitektur karena letaknya di pusat Kota Bogor dan merupakan pusat kegiatan keagamaan di Kota Bogor.

Tabel 1 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data

Kondisi Jenis Data Bentuk Data Sumber Data Kondisi Lanskap Iklim Curah hujan, arah

angin, suhu, dan kelembaban

BPS dan Statsiun Meteorologi

Hidrologi Pola drainase dan pengendalian banjir

Bappeda dan Dinas Perairan

Land use Pola penggunaan lahan

Observasi lapang, pustaka, dan wawancara Elemen lanskap Kualitas dan kuantitas

elemen lanskap

Observasi lapang

Kualitas visual lanskap

Good view dan bad view

Observasi lapang

Kondisi Bangunan

Struktur bangunan Denah dan foto Pemerintah Kota Bogor dan observasi lapang Kualitas visual

bangunan

Foto dan kesesuaian tema bangunan

Observasi lapang

3.3.2 Inventarisasi

Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data. Data yang dikumpulkan pada tahap inventarisasi meliputi data primer dan sekunder. Data diperoleh melalui survei lapang, wawancara dengan pihak terkait, studi pustaka, penelusuran internet, serta permintaan data yang telah tersedia baik dari pemerintah Kota Bogor maupun dari pihak pengembang di lapangan (Tabel 1).

(37)

3.3.3 Analisis Sintesis

Dalam tahapan ini, semua data yang sudah terkumpul dianalisis dan dicari sintesisnya. Analisis merupakan usaha untuk mengemukakan potensi dan kendala kawasan dalam hubungannya dengan usaha perancangan yang akan dilakukan, sedangkan sintesis adalah alternatif-alternatif dari solusi pada masalah yang ada dalam kawasan penelitian. Dari alternatif yang ada tersebut, dicarikan solusi yang terbaik dan paling tepat untuk diterapkan dalam kawasan penelitian.

3.3.4 Desain

Tahap ini adalah tahap akhir dalam penelitian. Dari hasil sintesis, direncanakan konsep desain taman untuk mendukung ekoarsitektur yang meliputi konsep ekologi dan konsep arsitektur sebagai konsep dasar, serta konsep umum desain lanskap yang terdiri dari tata hijau, fasilitas dan utilitas, sirkulasi drainase. Produk hasil rancangan meliputi siteplan, detil konstruksi elemen, detil penanaman gambar potongan tampak, serta gambar perspektif tiga dimensi (3D). Tahapan proses dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(38)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Inventarisasi dan Analisis

Bab ini memaparkan hasil pengumpulan data yang disertai dengan analisisnya. Data primer dan data sekunder diperoleh dengan cara survei lapangan, wawancara dengan instansi terkait, penelusuran internet, serta studi pustaka. Data yang terkumpul dibedakan menjadi beberapa subdata.

Data yang telah diperoleh dianalisis. Analisis ini merupakan tahapan untuk mencari potensi dan kendala pada tapak yang berhubungan dengan tujuan penelitian, yaitu perancangan Kompleks Masjid Raya Bogor berbasis ekoarsitektur. Analisis yang dilakukan ini dipandang dari segi bidang Arsitektur dan Arsitektur Lanskap yang meliputi analisis tapak dan bangunan masjidnya untuk aktivitas beribadat dan rekreasi yang bernilai ekoarsitektur bagi lingkungan perkotaan. Lampiran 1 menyajikan peta inventarisasi Kawasan Masjid Raya Bogor. Hasil analisis atas potensi dan kendala tapak dilihat pada Lampiran 2. Detil inventarisasi dan analisis tapak disampaikan berikut ini.

4.1.1 Lokasi, Batas, dan Aksesibilitas Tapak

Tapak penelitian adalah di Kompleks Masjid Raya Bogor, Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur. Desain hanya dilakukan pada Kompleks Masjid Raya Bogor dan sebagian Jalan Pajajaran yang terkait dengan kawasan ini, dengan batas wilayah sebagai berikut:

a. Jalan Sambu di sebelah utara;

b. Markaz Islam Bogor di sebelah selatan;

c. Jalan Riau dan kawasan permukiman di sebelah barat;

d. Jalan Raya Pajajaran dan kawasan pertokoan di sebelah timur.

Tapak yang didesain tersebut berupa kawasan masjid yang meliputi bangunan masjid dan plaza, masing-masing sebagai zona inti dan zona pendukung. Zona inti adalah kawasan perencanaan yang diutamakan pengembangannya. Zona pendukung meliputi bangunan lembaga keislaman, jalur sirkulasi, tempat parkir, jalan raya, dan pedestrian.

Aksesibilitas menuju Kompleks Masjid Raya Bogor tergolong mudah karena berada di pusat Kota Bogor yang strategis, dapat ditempuh dengan berbagai transportasi umum dan pribadi maupun dengan berjalan kaki.

(39)

Transportasi umum dapat berupa bus bertujuan di Terminal Baranangsiang, ojek, dan angkutan perkotaan (Angkot 09 dari Sukasari, Angkot 03 dari bubulak, Angkot 01 dari Ciawi, Angkot 06 dari Ciheuleut, dan Angkot 11 dari Pajajaran Indah), sedangkan transportasi pribadi dapat berupa mobil dan sepeda motor.

Letak kawasan yang strategis dan aksesibilitas menuju kawasan yang mudah ini merupakan potensi karena besarnya jumlah pengunjung yang datang pada kawasan. Dengan demikian, peluang pengembangan kawasan sangat diperlukan untuk meningkatkan citra Kota Bogor mengingat banyaknya aktivitas warga dalam kota dan dari luar kota.

4.1.2 Tata Guna Lahan

Tata guna lahan yang berada di Kompleks Masjid Raya Bogor sebagian besar merupakan perkerasan bangunan dan plaza serta sebagian kecil untuk lahan terbuka hijau (Gambar 4). Pemerintah Kota Bogor menetapkan kawasan di sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor sebagai pusat pengembangan Islam di wilayah kota Bogor.

Dalam rencana pengembangan luas Kompleks Masjid Raya Bogor adalah 8.165 m2. Dengan total luas tanah bangunan dan plaza 3.427 m2 (termasuk Markaz Islam Bogor), luas area untuk penghijauan 1908,18 m2 dan sisa luas tanah sebesar 2829,82 m2 akan dibuat perkerasan untuk tempat parkir dan jalur aspal. Dengan kata lain, sebesar 76,6 persen dari seluruh luas Kompleks Masjid Raya Bogor adalah perkerasan dan hanya ada 23,37 persen untuk lahan terbuka hijau. Tata guna lahan yang didominasi dengan perkerasan menyebabkan kawasan ini terasa panas pada siang hari dan berkesan masif. Daerah pendukung kawasan ini, antara lain, adalah jalan raya dan pedestrian di sebelah barat dan utara, tetapi penggunaannya tidak optimal karena sepanjang pedestrian pada kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor dipenuhi oleh pedagang kaki lima. Pedagang memanfaatkan pedestrian di kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor dengan alasan lebih ramai pembeli.

(40)
(41)

4.1.3 Iklim

Iklim merupakan faktor-faktor tidak tetap yang saling berhubungan yang meliputi suhu, radiasi matahari, curah hujan, serta kelembaban udara. Rancangan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi iklim yang sudah ada dengan mengambil aspek-aspek yang menguntungkan dan mengendalikan aspek-aspek yang merugikan. Kondisi iklim terutama iklim mikro turut menentukan tingkat kenyamanan bagi pengguna masjid. Oleh karena itu, pengendalian terhadap iklim mikro sangat penting. Iklim pada Kompleks Masjid Raya Bogor termasuk ke dalam iklim kota karena iklim alami sudah dipengaruhi oleh struktur bangunan dan aktivitas perkotaan.

Kota Bogor terkenal dengan sebutan kota hujan. Hal tersebut menggambarkan kondisi iklim lokal Bogor secara keseluruhan. Kondisi iklim tersebut dapat dilihat secara numerik pada Tabel 2.

Tabel 2. Kondisi Iklim Kota Bogor pada Tahun 2008

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga Bulan

Suhu

Hari Hujan Kelembaban

Nisbi (%) Curah Hujan (mm) Maksimum Minimum Januari 30,7 23,1 16 80,7 339 Februari 28,2 22,3 16 87 324 Maret 30,4 22,4 25 83,7 653 April 30,8 22,4 22 80,7 506 Mei 31,7 22,4 17 75,3 222 Juni 31,5 22,2 13 75,7 128 Juli 32,2 21,3 8 71 78 Agustus 31,4 21,9 13 77,7 151 September 32,3 22,2 15 71,3 474 Oktober 31,8 21,1 18 77 334 November 30,9 20,2 20 78 543 Desember 29,9 19,8 24 81 300 Jumlah 371,8 261,3 207 939 4052 Rata-rata 31 21,8 17 78,3 337,7

(42)

Pada kolom curah hujan dapat terlihat bahwa curah hujan Kota Bogor rata- rata pada bulan Maret tahun 2008 dapat mencapai 653 mm, sedangkan hari hujan selama tahun 2008 mencapai 207 hari. Dengan kata lain, lebih dari setengah tahun hujan turun. Hujan dapat menyebabkan struktur bangunan mudah mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas material bangunan sehingga diperlukan alat/upaya untuk mengantisipasi tingginya curah hujan agar tidak merusak struktur bangunan.

Roof garden merupakan instrumen yang tepat untuk Kompleks Masjid Raya Bogor, mengingat sebagian besar lahannya berupa struktur bangunan beton.

Roof garden berfungsi untuk nengendalikan kerusakan dan penurunan kualitas material akibat tingginya curah hujan agar struktur bangunan lebih awet sekaligus menambah nilai estetika dan mempertahankan kenyamanan termal.

Iklim mikro di Kompleks Masjid Raya Bogor cenderung kurang nyaman pada siang hari karena kurangnya vegetasi dan struktur bangunan yang terlalu masif terutama pada bagian plaza masjid sehingga pada siang hari terik matahari langsung tidak terhalang. Oleh karena itu, suhu udaranya tinggi pada waktu-waktu tertentu yang berdampak pada minimnya aktivitas di daerah plaza.

Posisi Kompleks Masjid Raya Bogor berada di antara lintasan matahari dan angin karena letak gedung yang berorientasi timur dan barat, serta tegak lurus terhadap arah angin yang dominan pada daerah tropis, yaitu angin yang bergerak dari tenggara ke timur laut pada musim kemarau dan dari timur laut ke tenggara pada musim hujan. Posisi yang demikian merupakan potensi yang baik untuk desain dengan konsep ekoarsitektur.

4.1.4 Kondisi Fisik dan Land Use Kawasan Masjid Raya Bogor

Kondisi fisik yang diamati dan dianalisis untuk proses perancangan meliputi Kompleks Masjid Raya Bogor, yang terdiri dari bangunan masjid utama, plaza masjid, koridor masjid, kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor, taman masjid, tempat parkir, dan perkerasan pada halaman masjid. Selain Kompleks Masjid Raya Bogor, area pendukung, seperti pedestrian, jalan raya, dan Markaz Islam Bogor yang berhubungan dengan Masjid Raya Bogor menjadi area yang tidak dapat dipisahkan sebagai objek yang diamati dan dianalisis untuk proses perancangan.

(43)

4.1.4.1 Bangunan Masjid Utama

Bangunan masjid utama terdiri dari ruang utama, pelataran berupa teras masjid, kantor Dewan Keluarga Masjid (DKM), dan pada lantai bawah dari bangunan masjid terdapat taman kanak-kanak (TK) Ibnu Hajar. Ruang utama masjid seluas 449,3 m2 digunakan sebagai ruang untuk salat, dan acara pengajian rutin sebagai pusat aktivitas keagamaan.

Pelataran masjid merupakan ruang pendukung yang mengitari ruang utama masjid. Luas pelataran masjid adalah 657,7 m2. Fasilitas pada pelataran masjid adalah teras masjid yang digunakan pengguna (user) untuk istirahat dan sering digunakan sebagai tempat berbuka puasa pada hari Senin dan Kamis. Kegiatan buka puasa bersama juga rutin dilaksanakan setiap hari pada bulan Ramadhan. Pada pelataran masjid juga tersedia papan informasi kegiatan keislaman dan terdapat tempat penitipan barang. Kantor Dewan Keluarga Masjid (DKM) berada tepat di utara ruang utama masjid yang juga merupakan stasiun radio Wadah Dakwah Islam (WADI Fm) dengan luas 84,4 m2.

Gaya arsitektur pada bangunan masjid pada saat ini mengadopsi bentuk arsitektur pagoda pada atapnya dengan bentuk limas segi empat yang bertingkat yang merupakan akulturasi bentuk arsitektur Hindu (gambar 5). Bentuk arsitektural masjid pada saat ini dinilai belum sesuai dengan kesatuan tema antara bangunan masjid, plaza, koridor masjid, dan kantor BAZ Kota Bogor yang bergaya arsitektur Islam.

Bangunan Masjid Raya Bogor Gambar 5 Bangunan Masjid Raya Bogor

(44)

4.1.4.2 Plaza Masjid

Di sebelah selatan bangunan utama masjid terdapat plaza. Pada area plaza jarang terdapat aktivitas user di tengah plaza terutama pada siang hari, kegiatan

user umumnya hanya berada di pinggir plaza pada sore hari antara pukul 15.30 dan pukul 18.00 WIB. Aktivitas terbanyak pada hari Jumat antara pukul 09.30 dan pukul 12.00 WIB karena banyaknya orang yang beristirahat sambil menunggu waktu salat Jumat.

Pada daerah plaza tidak terdapat fasilitas drainase sehingga jika terjadi hujan terdapat genangan pada beberapa titik dan berakibat pada penurunan kualitas keramik pada plaza dengan ciri warna yang memudar selain akibat dari terik matahari langsung (Gambar 6). Plaza bergaya Islam dicirikan adanya motif dari keramik berbentuk bintang segi delapan di tengah-tengah plaza.

Gambar 6 Kondisi Area Plaza Masjid 4.1.4.3 Koridor Masjid

Di sebelah barat plaza terdapat koridor masjid (Gambar 7) sepanjang 33,5 m dan lebar 3,4 m yang menghubungkan masjid dengan kantor BAZ Kota Bogor dan tempat wudhu di bawahnya. Aktivitas pengunjung pada area ini cukup tinggi karena di tempat ini pengunjung dapat mengakses pemandangan Gunung Salak, Umumnya, aktivitas yang dilakukan adalah duduk sambil menikmati Gunung Salak, bercengkrama, dan bersantai.

(45)

Gambar 7 Area Koridor Masjid

Atap koridor menyatu dengan bangunan kantor BAZ dan bangunan masjid. Corak arsitektur Islam terlihat dari motif ukiran berupa barisan bintang persegi delapan pada atapnya dan jajaran pilar yang mencirikan bangunan bergaya Islam.

4.1.4.4 Kantor Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Bogor

Kantor BAZ (Gambar 8) dengan luas 144 m2 dengan dua lantai berada di selatan koridor. Bangunan ini memiliki kesatuan desain yang serasi dengan koridor dan plaza dengan konsep bangunan bergaya Islam, yang dicirikan oleh menara adzan, desain jajaran pilar-pilar pada dindingnya, lengkungan setengah lingkaran sebagai fentilasinya, serta adanya kubah kecil di ujung menara yang memperkuat karakter dari bangunan Islam. Gedung ini berfungsi sebagai pusat administrasi zakat di Kota Bogor.

(46)

4.1.4.5 Area Ground floor

Tepat di bawah kantor BAZ terdapat tempat wudhu yang berhubungan langsung dengan tempat parkir sepeda motor dan mobil. Tempat parkir berada tepat di barat tempat wudhu dan tepat di bawah plaza yang berfungsi juga sebagai atap tempat parkir seluas 760 m2. Tempat parkir ini hanya mampu menampung 13 unit mobil dan 60 unit sepeda motor. Fasilitas tempat parkir di area ground floor

masih belum mampu menampung jumlah mobil terutama pada hari Jumat. Tempat wudhu dan tempat parkir termasuk dalam area ground floor (Gambar 9).

Tempat Whudu Masjid Raya Tempat Parkir Kendaraan

Gambar 9 Area Ground floor 4.1.4.6 Taman dan Taman Kanak-kanak (TK Ibnu Hajar)

Di dalam Kompeks Masjid Raya Bogor terdapat taman, tepatnya di utara masjid (Gambar 10). Kondisi taman kurang teratur dan tidak tepat guna mengingat fasilitas yang ada kurang mampu mengakomodasi pengunjung. Kondisi taman pada malam hari sangat gelap karena minimnya penerangan yang disediakan. Fasilitas yang tersedia di area taman adalah children playground yang biasa digunakan sebagai tempat bermain murid taman kanak-kanak yang berlokasi di bawah bangunan masjid.

(47)

Taman Masjid Halaman TK Ibnu Hajar

TK Ibnu Hajar Children Playground

Gambar 10 Area di Utara Bangunan Masjid 4.1.4.7 Welcome Area

Di bagian timur taman terdapat toilet umum dan berbatasan langsung dengan pagar masjid dan pedestrian (Gambar 11). Toilet umum tersebut tidak tepat guna karena posisinya di depan masjid. Terdapat perkerasan di antara bagian selatan kamar mandi umum dan bagian barat bangunan masjid. Perkerasan ini dibuat dengan bahan paving block dan merupakan bekas tempat parkir sebelum dibangun tempat parkir pada ground floor (Gambar 11).Kondisinya masih cukup baik, tetapi cukup gelap pada malam hari karena kurangnya penerangan.

Toilet Perkerasan Gambar 11 Area di Sebelah Timur Bangunan Masjid

(48)

Pintu masuk utama terdapat di sebelah timur, berhubungan langsung dengan Jalan Raya Pajajaran dan pedestrian dengan gapura sebagai gerbang dan terdapat pos keamanan di sebelah utara gapura (Gambar 12). Kondisi gapura masih cukup baik sehingga perlu dipertahankan, tetapi pos keamanan yang merangkap kios dinilai tidak tepat guna penempatannya.

Gapura Masjid Pos Keamanan

Gambar 12 Area Pintu Masuk Utama 4.1.4.8 Infrastruktur dan Fasilitas Pendukung

Selain kompleks masjid, kawasan di sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor juga didukung oleh infrastruktur dan fasilitas pendukung, seperti pedestrian dan jalan raya di sekitarnya. Fasilitas pendukung tidak dapat dipisahkan dengan Kompleks Masjid Raya Bogor karena kualitas desain dan fisiknya akan berpengaruh pada kualitas desain Kompleks Masjid Raya itu sendiri.

4.1.4.8.1 Pedestrian

Di sebelah timur plaza terdapat pedestrian dengan lebar 2,5 m2 yang menggunakan material paving block, kondisi paving block pada pedestrian banyak yang rusak terutama di bagian selatan masjid (Gambar 13). Hal ini disebabkan oleh permukaan pedestrian yang tidak memiliki daerah resapan air sehingga genangan air mampu merusak lapisan permukaan paving dalam jangka waktu yang lama.

Selain kondisi fisiknya yang kurang baik, sepanjang pedestrian dipenuhi oleh pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan secara bergantian siang dan malam (Gambar 13). Kebanyakan pedagang kaki lima berupa tenda warung makan dan

(49)

gerobak kios yang menjajakan makanan ringan, permen, dan rokok. Kegiatan pedagang kaki lima ini menyebabkan penyempitan pedestrian karena hanya menyisakan sedikit ruang untuk pejalan kaki. Aktivitas manusia yang menggunakan pedestrian cukup tinggi antara pukul 06.00 dan pukul 22.00 WIB.

Paving Pedestrian yang Rusak Penyempitan Pedestrian oleh PKL

Gambar 13 Kondisi Pedestrian 4.1.4.8.2 Jalan Raya Pajajaran

Jalan Raya Pajajaran (Gambar 14) merupakan jalan nasional dengan fungsi jalan sebagai jalan arteri sekunder yang terhubung dari Warung Jambu sampai dengan daerah Sukasari. Jalan Raya Pajajaran merupakan bagian penting pada kawasan di sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor dan merupakan akses utama menuju Kompleks Masjid Raya Bogor.

Jalan Raya Pajajaran memiliki lebar 14 m, masing-masing 6 m pada kedua ruas jalan dan sekat pembatas berupa lahan terbuka hijau selebar 2 m. Kondisi pencahayaan pada malam hari di sepanjang jalan ini dinilai masih rendah akibat terdapat banyak lampu jalan yang tidak berfungsi karena rusak dan tertutupi oleh kanopi pohon. Aktivitas kendaraan bermotor di jalan raya ini sangat ramai mulai pukul 05.00 pagi sampai dengan pukul 22.00 WIB. Aktivitas akan meningkat pada akhir pekan dan hari libur.

(50)

Gambar 14 Kondisi Jalan Raya Pajajaran 4.1.4.8.3 Markaz Islam Bogor

Di bagian ujung selatan Masjid Raya Bogor terdapat Markaz Islam Bogor (Gambar 15) yang merupakan Pusat Pengembangan Islam Kota Bogor (PPIB). Tempat ini digunakan sebagai tempat seminar ataupun diskusi Islam dan juga dapat disewa sebagai tempat resepsi pernikahan pada lantai atas, sebutan gedung ini sebelum bernama Markaz Islam Bogor adalah gedung PPIB, sedangkan pada lantai dasar digunakan sebagai kantor. Kondisi fisik pada bagian belakang dan samping Markaz Islam Bogor terasa kurang terawat dan kurang tertata rapi sehingga diperlukan penataan lanskapnya.

Gedung Markaz Islam Bogor Sisi utara Markaz Islam Bogor

Gambar 15 Kondisi Markaz Islam Bogor 4.1.5 Kualitas Lingkungan

Kualitas lingkungan di seluruh kawasan Masjid Raya Bogor perlu dianalisis untuk menjadi pertimbangan teknis dalam perancangan terutama dalam usaha peningkatan kenyamanan, keamanan, dan kualitas estetika bagi pengunjung.

(51)

Kualitas lingkungan ini dibagi menjadi lima aspek, yaitu kualitas visual, kualitas udara, kualitas suara, kualitas keamanan, kualitas penerangan, dan kualitas iklim mikro.

4.1.5.1 Kualitas Visual

Secara umum kualitas visual dapat dikategorikan menjadi kualitas visual yang baik (good view) dan kualitas visual yang buruk (bad view). Di daerah sekitar Masjid Raya Bogor terdapat lokasi dengan view yang baik, tetapi banyak juga ditemukan kualitas visual yang buruk yang disebabkan oleh penyalahgunaan lahan dan penempatan infrastruktur yang tidak tepat guna. Kualitas visual yang baik dapat dilihat dari koridor masjid ke arah barat, yang memungkinkan pengunjung dapat mengakses view Gunung Salak (Gambar 16). Meskipun demikian jika pengunjung mengarahkan pandangannya ke bagian barat, kualitas visual yang berupa atap rumah di sebelah batas halaman belakang masjid ini tergolong jelek.

Gambar 16 View Gunung Salak

Sebagian besar penyalahgunaan lahan berakibat pada kualitas visual yang buruk (bad view) di bagian timur dan utara (Gambar 17). Penyalahgunaan lahan oleh pedagang kaki lima yang berjualan di atas pedestrian sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor berakibat pada terganggunya kualitas visual masjid dan menutupi lanskap kompleks masjid sehingga kurang jelas terlihat dari jalan raya. Selain itu, buruknya kualitas visual pada bagian timur dan utara masjid diperparah

(52)

juga oleh sampah yang kerap berserakan dan saluran drainase terbuka yang kotor akibat aktivitas pedagang kaki lima, serta adanya tempat penitipan gerobak.

View Sebelah Timur Masjid View Sebelah Utara Masjid

Gambar 17 BadView Akibat Pedagang Kaki Lima

Toilet Umum Penitipan Gerobak

Gambar 18 BadView Akibat Penempatan Fasilitas yang Tidak Tepat Selain penyalahgunaan lahan, penempatan fasilitas yang tidak tepat juga berakibat pada rendahnya kualitas visual pada tapak (Gambar 18). Penempatan toilet umum di depan halaman masjid menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas visual. Gambar 19 menyajikan posisi kualitas visual yang baik dan yang buruk di kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor.

(53)
(54)

4.1.5.2 Kualitas Udara

Aspek kualitas lingkungan yang lain berupa kualitas udara. Kualitas udara pada Kompleks Masjid Raya Bogor tidak terlalu baik. Hal ini disebabkan oleh tingginya polusi kendaraan bermotor di jalan raya, terutama dari arah timur masjid, sedangkan kualitas udara di bagian utara masjid cukup baik karena adanya taman yang dipenuhi vegetasi.

4.1.5.3 Kualitas Suara

Aspek berikutnya adalah kualitas suara pada Kompleks Masjid Raya Bogor. Di beberapa lokasi terutama lokasi yang padat kendaraan, kualitas suaranya sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya bising dari mesin kendaraan dan suara klakson mobil yang hampir terdengar setiap saat. Sumber kebisingan berupa bunyi kalkson berasal dari sebelah timur kompleks masjid, terutama di persimpangan jalan Pajajaran dan jalan Sambu karena sering terjadi kemacetan angkot yang transit.

Kualitas suara yang baik dapat dinikmati di bagian barat masjid sekitar koridor dan bagian utara masjid karena adanya vegetasi tempat tinggal satwa, seperti burung gereja dan beberapa jenis serangga. Selain vegetasi atap masjid juga menjadi sarang bagi burung gereja. Kualitas suara yang baik adalah potensi pada tapak yang perlu dipertahankan, dan ditingkatkan.

4.1.5.4 Kualitas Keamanan

Keamanan di lingkungan kawasan sekitar Kompleks Masjid Raya Bogor memiliki kualitas yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh pedagang kaki lima yang sukar dikontrol di sepanjang pedestrian yang menyebabkan penyempitan jalan bagi pejalan kaki. Di samping itu, di samping pedestrian terdapat saluran drainase terbuka yang dapat membahayakan terutama pada malam hari karena kurangnya pencahayaan. Tidak adanya jembatan penyeberangan dengan lalu lintas yang padat juga dinilai dapat membahayakan pejalan kaki yang menyeberang di sekitar kawasan Kompleks Masjid Raya Bogor. Bahkan, kerusakan pada lantai pedestrian pun berpotensi membahayakan pejalan kaki di atasnya, terutama di malam hari.

(55)

4.1.5.4 Kualitas Penerangan

Kualitas penerangan berhubungan langsung dengan kualitas visual dan kualitas keamanan pada malam hari. Berdasarkan Gambar 20 dapat dilihat bahwa secara umum kualitas penerangan pada Kompleks Masjid Raya Bogor masih rendah karena fasilitas penerangan di dalam kompleks masjid dirasa sangat kurang secara keseluruhan, terutama di area taman masjid, bagian timur masjid, dan bagian belakang gedung Markaz Islam Bogor.

Plaza Masjid Gedung BAZ

Taman Masjid

Gambar 20 Kondisi Penerangan di Dalam Kompleks Masjid

Selain kualitas penerangan di dalam kompleks masjid yang rendah, penerangan di luar kompleks masjid (Gambar 21) juga dinilai masih rendah karena banyaknya lampu jalan di sepanjang Jalan Pajajaran yang tidak berfungsi dan tertutupi oleh kanopi pohon. Selain itu, di sepanjang pedestrian juga tidak terdapat fasilitas penerangan. Penerangan hanya berasal dari lampu kendaraan dan lampu yang disediakan oleh pedagang kaki lima.

Gambar

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian
Tabel 1 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data
Tabel 2. Kondisi Iklim Kota Bogor pada Tahun 2008
Gambar 6 Kondisi Area Plaza Masjid
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimanakah proses pelaksanaan pekerjaan (kontrak) antara Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara dengan

Sistem ini digunakan untuk mengurusi administrasi tunjangan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan jika ada karyawan yang sakit dan kemudian berobat di rumah sakit atau

Teselasi kompleks yang mana menggunakan satu atau lebih operasi putaran dan yang mana menggunakan satu atau lebih operasi putaran dan pantulan yang digunakan bersama-sama

Pengaruh Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Tingkat Pertumbuhan, Profitabilitas dan Risiko Bisnis Terhadap Struktur Modal: Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor

Di sisi lain, kata “” (diastole), juga menunjukkan kepada kita bahwa tidak tertutup kemungkinan keselamatan hanya bagi bangsa Israel, atau hanya

membaca tiga surat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas) lalu mengusapkan pada anggota badan yang bisa dijangkau (dilakukan seperti itu tiga kali); dan membaca doa sebelum tidur seperti

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis uraikan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rumusan masalah untuk penelitian ini adalah :“Bagaimana

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei analitik yaitu mengamati fenomena campak yang terjadi terhadap pemberian vitamin A dan umur saat