• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Karakteristik Kimia Tanah pada Model Reklamasi Lahan Bekas Tambang PT. Antam UBPE Pongkor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Karakteristik Kimia Tanah pada Model Reklamasi Lahan Bekas Tambang PT. Antam UBPE Pongkor"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KARAKTERISTIK KIMIA TANAH

PADA MODEL REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

PT. ANTAM UBPE PONGKOR

JUMADIN SIDABUTAR

DEPARTEMEN SILVIKULTR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perubahan Karakteristik Kimia Tanah pada Model Reklamasi Lahan Bekas Tambang PT. Antam UBPE Pongkor adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Jumadin Sidabutar

(4)

ABSTRAK

JUMADIN SIDABUTAR. Perubahan Karakteristik Kimia Tanah pada Model Reklamasi Lahan Bekas Tambang PT. Antam UBPE Pongkor. Dibimbing oleh ULFAH JUNIARTI SIREGAR

Tingginya aktivitas penambangan dalam kawasan hutan menyebabkan kerusakan hutan, sehingga sangat diperlukan reklamasi untuk mengembalikan kondisi hutan seperti semula. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan karakteristik kimia tanah serta kandungan Pb dan Fe pada tanah, tanaman sonobrit, pinus, dan kenari umur 10 tahun yang ditanam pada model reklamasi lahan bekas tambang emas PT. Antam UBPE Pongkor. Hasil analisis tanah pada kedalaman 0–5 cm, 5–15 cm, dan 15–30 cm menunjukkan adanya peningkatan kualitas tanah, terutama kandungan C-organik pada kedalaman 0–5 cm, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan di bawahnya. Kandungan C-organik pada tegakan sonobrit sebesar 2.08%, pinus sebesar 1.04%, dan kenari sebesar 0.95%. Pada umur 10 tahun tanaman telah menyerap Pb dan Fe, kandungan Pb terbesar terdapat pada akar tanaman kenari sebesar 13 ppm, sedangkan kandungan Fe terbesar terdapat pada akar tanaman pinus sebesar 4933 ppm.

Kata kunci: C-organik, Fe, kimia tanah, Pb, reklamasi

ABSTRACT

JUMADIN SIDABUTAR. Changes on Soil Chemical Characteristics of the Reclamation Ex-mining Land as A Model at the PT. Antam, UBPE Pongkor. Supervised by ULFAH JUNIARTI SIREGAR.

High mining activity in the forested land had damaged the forest, that reclamation is necessary to restore the forest conditions as before. This research aims at finding out changes on soil chemistry, and the concentration of Pb and Fe in the soil, and the 10 years old planted rosewood, pine, and walnut trees at the reclamation ex-gold mining land as a model of PT. Antam UBPE Pongkor. Soil analysis at 0–5 cm, 5–15 cm and 15–30 cm depth showed increase soil quality, especially in C-organic content at 0–5 cm, which is much higher than the deeper depth. C-organic content of rosewood stand was 2.08%, pine was 1.04% and walnut was 0.95%. The 10 years old planted trees had absorbed Pb and Fe, of which the highest Pb content was found in walnut roots at 13 ppm, while the highest Fe content was in pine roots at 4933 ppm.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PERUBAHAN KARAKTERISTIK KIMIA TANAH

PADA MODEL REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

PT. ANTAM UBPE PONGKOR

JUMADIN SIDABUTAR

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perubahan Karakteristik Kimia Tanah pada Model Reklamasi Lahan Bekas Tambang PT. Antam UBPE Pongkor

Nama : Jumadin Sidabutar

NIM : E44080031

Disetujui oleh

Dr Ir Ulfah Juniarti Siregar, MAgr Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan bulan November 2012 ini ialah perubahan sifat kimia tanah, Perubahan Karakteristik Kimia Tanah pada Model Reklamasi Lahan Bekas Tambang dengan Tegakan sonobrit, pinus, dan kenari Berumur 10 Tahun.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ulfah Juniarti Siregar, MAgr selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih secara khusus kepada Dr Ir Chairil Anwar Siregar, MSc yang telah memberikan ide dan masukan kepada penulis dalam pemilihan topik penelitian ini. Penulis juga sangat berterimakasih kepada kedua orang tua penulis Judiman Sidabutar dan Tiodorman Sinaga serta saudara dan saudari penulis, Putrina Sidabutar, Jaitun Sidabutar, dan Pasulina Sidabutar atas segala doa dan kasih sayangnya kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Haris Herman Siringoringo MSi peneliti dari Badan Penelitian Kehutanan Bogor, bapak Iskandar staf dari Laboratorium Pengaruh Hutan Badan Penelitian Kehutanan Bogor, serta bapak Asep dan bapak Otang staf Bagian Lingkungan dari PT. Antam UBPE Pongkor yang telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data. Penulis tidak lupa juga akan teman-teman seperjuangan penulis, mahasiswa Silvikultur angkatan 45 serta seluruh pihak yang telah memberikan dukungan dan segala bantuan kepada penulis selama masa perkuliahan penulis di IPB.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Pengelolaan Lumpur Tailing 3

Bahan Organik Tanah 3

Karakteristik Lumpur Tailing UBPE Pongkor 4

Sonobrit (Dalbergia latifolia) 5

Pinus (Pinus merkusii) 5

Kenari (Canarium commune) 6

METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Alat dan Bahan 7

Metode Kerja 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Kondisi Awal Tanah Sebelum Penanaman 13

Perubahan Sifat Kimia Tanah 14

Kandungan Logam Pb dan Fe Tanah 19

Kandungan Logam Pb dan Fe Pada Tanaman 21

KESIMPULAN DAN SARAN 23

Kesimpulan 23

Saran 24

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis kimia tanah sebelum dilakukan penanaman 13 2 Hasil analisis sifat kimia tanah tahun 2012 sesudah penanaman sonobrit

pada kedalaman 0–30 cm 14

3 Hasil analisis sifat kimia tanah tahun 2012 sesudah penanaman pinus

pada kedalaman 0–30 cm 16

4 Hasil analisis sifat kimia tanah tahun 2012 sesudah penanaman kenari

pada kedalaman 0–30 cm 18

5 Kandungan logam Pb dan Fe tersedia dalam tanah pada tegakan sonobrit,

pinus, dan kenari 20

6 Kandungan logam Pb dan Fe dalam organ tanaman berumur 10 tahun. 21 7 Diameter dan tinggi rata-rata tanaman sonobrit, pinus, dan kenari

berumur 10 tahun 23

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian (Citra satelit dengan menggunakan Google earth) 7 2 Bagan plot pengambilan contoh tanah ( ) tunggak tanaman ( ) plot

pengambilan contoh tanah. (A) pada lahan berkontur miring (B) pada

lahan berkontur datar 8

3 Irisan tanah secara vertikal pada tegakan sonobrit dengan kedalaman 0– 40 cm (lingkaran merah menunjukkan peningkatan bahan organik pada

tanah) 15

4 Irisan tanah secara vertikal pada kedalaman 0–40 cm, pada tegakan pinus (lingkaran merah menunjukkan peningkatan bahan organik pada tanah) 17 5 Irisan tanah secara vertikal pada kedalaman 0–40 cm, pada tegakan

kenari (lingkaran merah menunjukkan peningkatan bahan organik pada

tanah) 19

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan penambangan semakin banyak dilakukan dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Umumnya kegiatan penambangan ini dilakukan di areal hutan sehingga harus membuka areal hutan terlebih dahulu dan telah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan hutan di Indonesia. Oleh sebab itu, kegiatan reklamasi setelah kegiatan penambangan harus dilakukan agar kondisi hutan yang baik dan aman terhadap makhluk hidup dapat diperoleh kembali dan dimanfaatkan seperti semula.

Selain terbukanya areal hutan, kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh adanya kandungan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dihasilkan dari kegiatan lanjutan penambangan. Dalam PP No. 85 Tahun 1999 tentang: Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, disebutkan bahwa kegiatan penambangan seperti penambangan logam, emas, dan batu bara akan menghasilkan limbah B3 yang mengandung logam berat, bahan pelarut, dan sianida yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah-limbah hasil dari pertambangan untuk memperkecil terjadinya kerusakan pada lingkungan.

PT. Antam UBPE Pongkor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat merupakan sebuah perusahaan penambangan emas yang sudah mulai beroperasi sejak tahun 1974. Dari kegiatan penambangan ini dihasilkan limbah-limbah berupa batuan bekas penambangan (rock-dump) dan lumpur tanah sisa penambangan (tailing) yang semakin hari jumlahnya semakin banyak, sehingga dibutuhkan alokasi tempat khusus untuk penampungan limbah (tailing dam). Sisa-sisa penambangan ini banyak mengandung zat-zat berbahaya bagi mahkluk hidup seperti Pb, Fe, Cu, dan Zn yang jika berada dalam jumlah tinggi dan terakumulasi dalam tubuh akan menjadi racun.

Sebagai salah satu upaya pengelolaan limbah penambangan, lumpur tailing dapat dimanfaatkan sebagai media tanam dalam kegiatan reklamasi di lapangan. Cara ini dapat mengatasi masalah jumlah lumpur tailing yang semakin hari semakin banyak sehingga tidak mengharuskan untuk membuka lokasi baru sebagai penampungan lumpur tailing. Tantangannya adalah, di dalam lumpur taling terdapat zat-zat B3 berupa logam berat seperti Pb, Fe, Cu, dan Zn yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman, meskipun dalam lumpur tailing masih terdapat unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan di atas maka dibutuhkan teknik dan perlakuan-perlakuan khusus terhadap lumpur tailing sebelum dijadikan sebagai media tanam di lapangan. Perlakuan yang harus dilakukan untuk mengurangi kadar zat B3 di antaranya adalah melakukan pemilihan jenis yang mampu tumbuh di lahan kritis seperti lumpur tailing dan memberikan tambahan bahan campuran seperti bio-aktivator, kompos, dan top soil yang dapat meningkatkan kesuburan lumpur tailing.

(12)

2

Konservasi Alam Bogor, di areal modifikasi reklamasi lahan bekas tambang emas PT. Antam UBPE Pongkor dengan melakukan penanaman sonobrit, pinus, dan kenari selama 10 tahun. Fokus utama yang menjadi topik penelitian ini adalah melihat perubahan sifat kimia tanah setelah ditanam dengan tanaman sonobrit, pinus, dan kenari berumur 10 tahun. Perubahan sifat kimia tanah setelah penanaman perlu diteliti agar nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan perusahaan dalam melakukan reklamasi.

Perumusan Masalah

Semakin luasnya areal hutan yang terbuka dan rusak akibat kegiatan penambangan memerlukan teknologi-teknologi baru untuk melakukan kegiatan reklamasi pada areal bekas tambang tersebut. Kegiatan reklamasi pada areal yang rusak akibat pertambangan telah cukup banyak dilakukan, namun evaluasi keberhasilan kegiatan tersebut belum banyak didokumentasikan. Oleh sebab itu, perlu dikaji keberhasilan upaya terdahulu untuk mengetahui dan memperbaiki teknologi reklamasi areal bekas tambang yang telah dilakukan.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perubahan karakteristik kimia dan tingkat kesuburan tanah pada model reklamasi lahan bekas tambang emas PT. Antam UBPE Pongkor setelah ditanam dengan tanamn sonobrit, pinus, dan kenari berumur 10 tahun.

2. Mengetahui kandungan logam berat yang terdapat pada tanaman sonobrit, pinus, dan kenari berumur 10 tahun yang ditanam di model reklamasi tambang emas PT. Antam UBPE Pongkor.

Manfaat Penelitian

(13)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Lumpur Tailing

Tailing merupakan limbah sisa pertambangan yang mengandung zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan (PP No. 85 Tahun 1999). Limbah penambangan tersebut terdiri dari gabungan bahan padat dengan butiran halus yang bercampur dengan air sisa hasil pengolahan, setelah logam-logam dan mineral-mineral diekstraksi dari bijih yang ditambang, umumnya berukuran debu berkisar antara 0,001 mm hingga 0,6 mm (Departemen of Industry, Tourism, and Resources, Australian Government 2007). Pemanfaatan lumpur tailing dapat dilakukan dengan menggunakan tailing sebagai bahan campuran semen untuk bahan dasar bangunan dan berbagai infrastruktur lainnya (Saing 2008; Riogilang & Masloman 2009). Tailing juga dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai media tanam, baik di lapangan maupun di persemaian dengan terlebih dahulu memberikan perlakuan khusus seperti penambahan top soil, pemberian kompos, bio organik (asam hummat) dan pemberian pupuk (Siregar dan Siringoringo 2002; Sembiring 2007; Fauziah 2009).

Bahan Organik Tanah

Besar kecilnya kandungan bahan organik di dalam tanah dapat dijadikan salah satu parameter untuk melihat tingkat kesuburan suatu tapak. Bahan organik yang ada di dalam tanah ± 85% berasal dari lapukan tanaman dan hewan yang mati, sedangkan selebihnya berasal dari organisme tanah lainnya termasuk jasad renik. Umumnya kandungan bahan organik yang ada di dalam tanah hanya mencapai 5% sampai 10% dan selebihnya adalah bahan anorganik, air dan udara. Bahan organik di dalam tanah berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah. Dalam hal ini peran bahan organik tanah dapat dibedakan menjadi dua kategori, (i) bahan organik berperan sebagai penyimpan dan pemasok unsur-unsur hara esensial bagi tanaman, (ii) bahan organik tanah dapat memperbaiki sifat-sifat tanah yaitu sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biotik tanah (Munawar 2011).

(14)

4

Karakteristik Lumpur Tailing UBPE Pongkor

Tailing yang dihasilkan oleh UBPE Pongkor umumnya didominasi oleh fraksi debu dan pasir dengan sedikit fraksi liat. Fraksi liat pada lumpur tailing yang dihasilkan oleh UBPE Pongkor kurang-lebih hanya ada sekitar 9%, selebihnya adalah fraksi debu dan pasir yaitu sekitar 16% dan 75% (Siregar dan Siringoringo 2002). Pada umumnya lumpur tailing memiliki nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang sangat rendah. Hasil analisis laboratorium yang dilakukan oleh Fauziah (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa nilai KTK lumpur tailing hasil penambangan emas UBPE Pongkor cukup rendah, yaitu sebesar 8.90 me/100 g. Sama halnya dengan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Siregar dan Siringoringo (2002), yaitu sebesar 4.82 me/100 g. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah yang dibuat oleh Blai Penelitian Tanah (2005) menggolongkan KTK tailing yang dihasilkan UBPE-Pongkor tersebut masuk dalam kategori rendah dan sangat rendah.

Tailing adalah jenis lumpur dengan derajat masam yang tinggi atau bersifat basa (Siregar UJ dan Siregar CA 2010). Hasil pengukuran pH lumpur tailing penambangan emas Pongkor yang dilakukan pada tahun 2002 dengan menggunakan pelarut H2O adalah sebesar 7.7, sedangkan dengan menggunakan

pelarut KCl nilai pH-nya adalah sebesar 7.6 (Siregar dan Siringoringo 2002). Hasil analisis laboratorium yang dilakukan oleh Siregar dan Siringoringo (2002) lumpur tailing hasil penambangan emas di Pongkor mengandung unsur-unsur hara N sebesar 0.06%, P2O5: 41 mg/100 g, K2O5: 19 mg/100 g, Ca: 26.28

mg/100 g, Mg: 0.07 mg/100 g, K: 0.12 mg/100 g dan Na: 0.22 mg/100 g. Beberapa kandungan hara tersebut tergolong cukup bagi tanaman (Balai Penelitian Tanah 2005), namun karena lumpur tailing mengandung mineral-mineral lain seperti logam Pb, Fe, Cu, dan Zn yang bereaksi dengan unsur-unsur hara tersebut, mengakibatkan beberapa dari unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi tidak tersedia lagi bagi tanaman.

Logam Pb merupakan kontaminan utama yang ada pada lumpur tailing sehingga tailing digolongkan dalam limbah B3. Logam Pb merupakan unsur yang tidak dibutuhkan oleh manusia karena akan menjadi racun jika terdapat di dalam tubuh (Hardiani et al. 2011). Bahaya akan keracunan logam Pb ada apabila di lingkungan (tanah, air, dan udara) terdapat kandungan logam Pb dalam jumlah banyak dan masuk dalam aliran rantai makanan. Menurut Alloway (1995) tanaman masih toleran terhadap logam Pb jika kadar logam Pb di dalam tanah di bawah 20 ppm. Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kontaminasi logam Pb di dalam tanah adalah bioremediasi dengan mikroba (Suhendrayatna 2001) dan fitoremediasi dengan tanaman pengikat/penambat logam-logam berat (Siregar UJ dan Siregar CA 2010).

(15)

5 Sonobrit (Dalbergia latifolia)

Sonobrit atau sering disebut dengan nama sonokeling tumbuh secara alami di Pulau Jawa. Pohon jenis ini dapat tumbuh dengan baik pada daerah dataran rendah hingga pada ketinggian 1 500 m dpl dengan kisaran curah hujan 700 mm/tahun sampai dengan 5 000 mm/tahun. Tanaman ini mampu tumbuh di bawah naungan namun sangat sensitif terhadap kekeringan dan api. Pertumbuhan maksimum dari pohon jenis ini akan diperoleh jika ditanam pada daerah dengan kisaran suhu rata-rata 37 °C sampai dengan 57 °C. Meskipun demikian, sonobrit juga dapat tumbuh pada daerah dingin dengan suhu minimum 15 °C. Sonobrit mampu tumbuh di daerah dengan kelembapan udara relatif kering hingga sangat lembab yaitu berkisar antara 40% sampai 100% (Nurhasybi 2000).

Secara taksonomi, sonobrit dikelompokkan ke dalam famili Papilionaceae. Untuk lebih lengkapnya berikut adalah urutan taksonomi dari sonobrit (Plantamor 2012a): jarum. Berikut adalah pengelompokan P. merkusii secara taksonomi (Plantamor 2012b):

(16)

6

mampu tumbuh baik pada lahan dengan kondisi iklim basah sampai agak kering ( Martawijaya et al. 1989).

Kenari (Canarium commune)

Kenari (C. commune) adalah salah satu jenis pohon dari famili Burseraceae, umumnya ditemukan di hutan hujan tropis. C. commune. Jenis pohon ini tersebar alami di hutan alam pulau Sumatera, Jawa (Jawa Barat), Kalimantan, Filippina, New Guinea, dan Pulau Solomon. Secara alami C. commune tumbuh di hutan dataran rendah hingga mencapai ketinggian 600 mdpl bercampur dengan tegakan Dipterocarpa. Umumnya kenari tumbuh di lereng bukit atau pegunungan dan kadang juga ditemukan di daerah pantai dengan tipe tanah berpasir dan berbatu (Asianplant 2012).

Adapun taksonomi secara lengkap dari tanaman kenari adalah sebagai berikut (Plantamor 2012c):

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Mei sampai November 2012. Pengambilan contoh tanah dan tanaman dilakukan di Arboretum Percobaan PT. Antam UBPE Pongkor, Jawa Barat (Gambar 1), sedangkan persiapan contoh tanah dan tanaman sebelum dianalisis dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan Litbang Kehutanan, Bogor. Untuk analisis kimia tanah dan analisis kandungan logam berat pada tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang berada di Jl. Juanda, No. 98, Bogor.

(17)

7 agathis, suren, nimba, matoa, burahol, puspa, kenari, pinus, dan beberapa jenis bambu. Masing-masing blok ditanam dengan satu jenis tanaman yang berbeda dengan blok lainnya seperti terlihat pada Lampiran 1. Ukuran blok yang digunakan pada jenis sonobrit, eucalyptus, salam, kisireum, kayu manis, dan agathis adalah 40 m x 18 m, pada jenis suren, nimba, matoa, dan burahol adalah 32 m x 18 m, puspa dan kenari 36 m x16 m, pinus 40 m x 24 m, dan kiputri 40 m x 36 m. Jenis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sonobrit, pinus dan kenari berumur 10 tahun.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah golok, cangkul, tally sheet,

phiband, ring tanah, kantong plastik, alat tulis, GPS, dan kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan sonobrit, pinus, dan kenari, pada lokasi Arboretum Percobaan PT. Antam UBPE-Pongkor, tanah dari masing tegakan dan contoh bagian akar, kulit, dan daun tanaman dari masing-masing jenis.

Metode Kerja

Metode Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data awal hasil analisis tanah sebelum penanaman. Data ini diperoleh dari data-data penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di lokasi yang sama dengan lokasi penelitian ini, seperti laporan penelitian dan arsip-arsip penelitian sebelumnya. Data awal yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data hasil analisis tanah sebelum dilakukan penanaman oleh Siregar dan Siringoringo (2002).

(18)

8

Pembuatan Plot Pengambilan Contoh Tanah

Jumlah plot yang dibuat dalam penelitian ini sebanyak tiga buah untuk masing-masing tegakan, dengan tujuan agar diperoleh contoh tanah yang dapat mewakili kondisi tanah pada masing-masing blok tanaman yang diamati. Penentuan plot pengambilan contoh tanah di lapangan dilakukan dengan menetapkan pusat (bagian tengah blok) sebagai salah satu titik tetap dalam pengambilan contoh tanah pada masing-masing blok tanaman, sedangkan dua plot lainnya ditentukan berdasarkan bentuk kontur tanah. Pada areal yang berkontur miring, dua plot pengambilan contoh tanah lainnya diletakkan pada bagian permukaan tanah yang lebih tinggi dan bagian permukaan tanah yang lebih rendah dari plot pada bagian pusat blok tanaman dengan jarak minimal 5 m. Pada areal berkontur datar, penentuan plot diletakkan secara sembarang dengan jarak minimal 5 m dari plot yang ada pada pusat blok tanaman, hal ini dilakukan karena pada permukaan tanah yang datar sifat tanahnya relatif tidak berbeda dalam satu hamparan yang homogen (Balit Tanah 2006). Contoh tanah yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan contoh tanah komposit hasil gabungan dari ketiga plot pengambilan contoh tanah. Plot pengambilan contoh tanah dibuat dekat dengan tunggak tanaman dengan jarak 50 cm dari tunggak tanaman seperti disajikan pada Gambar 2.

Pengambilan Contoh Tanah dan Contoh Tanaman

Mekanisme pengambilan contoh tanah dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh Balit Tanah (2006). Pengambilan contoh tanah di lapangan dilakukan dengan cara sebagai berikut, permukaan tanah dibersihkan dari serasah dan kotoran-kotoran lainnya, kemudian ring (tinggi = 5cm) diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah (bagian ring yang tajam berada di bawah). Setelah itu,

ring tanah ditekan ke dalam tanah hingga tertanam keseluruhan dan bagian paling atas ring rata dengan permukaan tanah kemudian permukaan ring bagian atas ditutup untuk menghindari masuknya serpihan-serpihan tanah atau kotoran-kotoran lainnya ke dalam ring. Ring yang sudah tertanam dicongkel untuk mengeluarkan ring yang telah berisi contoh tanah dari dalam tanah, kemudian

(19)

9 tanah bagian bawahnya diiris menggunakan golok untuk meratakan permukaan bagian bawahnya. Setelah itu, contoh tanah yang ada di dalam ring dikeluarkan dari ring dan dimasukkan dalam kantong pastik. Cara di atas dilakukan lagi untuk mendapatkan contoh tanah pada kedalaman 5–15 cm dan 15–30 cm.

Adapun cara pengambilan contoh tanaman pada masing-masing jenis tanaman adalah sebagai berikut, tanaman yang berada dekat dengan plot pengambilan contoh tanah langsung dijadikan sebagai tanaman yang akan diambil bagian tanamannya untuk dianalisis. Bagian tanaman yang diambil untuk dianalisis adalah akar, kulit, dan daun tanaman. Pengambilan akar tanaman sekaligus dilakukan pada saat pengambilan contoh tanah. Pengambilan kulit tanaman dilakukan pada bagian daerah pangkal batang, batang bagian tengah, dan batang bagian pucuk, sementara pengambilan daun tanaman dilakukan pada bagian dasar tajuk, tengah tajuk dan ujung tajuk.

Analisis Tanah dan Tanaman

Analisis tanah dan tanaman di laboratorium dilakukan dengan menggunakan metode yang digunakan oleh Balit Tanah (2005).

a. Persiapan contoh tanah dan tanaman di laboratorium

Contoh tanah dan tanaman yang telah diambil dari lapangan segera dikeringkan agar tidak terjadi kerusakan pada contoh tanah dan tanaman yang akan di analisis. Pengeringan dilakukan pada ruangan tertutup tanpa ada sinar matahari atau dimasukkan dalam oven dengan suhu 40 °C. Contoh tanah dan tanaman dibersihkan dari semua kotoran yang dapat merusak data hasil analisis. Kemudian contoh tanah dan tanaman dihaluskan hingga ukuran partikelnya mencapai kurang dari 2 mm. Suspensi tanah diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 7 dan pH 4. absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan 5 ml larutan standar 5 000 ppm ke dalam labu ukur 100 mL dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan contoh.

Perhitungan:

Kadar C-organik = ppm kurva x 10 500-1 x fk

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya.

(20)

10

Sebanyak 0.5 g contoh tanah, dimasukan ke dalam tabung digest, kemudian dioksidasi dengan menambahkan 3 mL asam sulfat pekat dan 1 g katalis campuran selen membentuk (NH4)2SO4, setelah itu didestruksi hingga suhu

350 °C (3–4 jam). Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung diangkat dan didinginkan, kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 mL. Suspensi dikocok sampai homogen, dibiarkan semalam agar partikel mengendap. Untuk mengetahui kandungan N-total, ekstrak dan deret standar dipipet ke dalam tabung reaksi yang berbeda, masing-masing 2 mL, kemudian ditambahkan larutan sangga tatrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 mL, dikocok dan dibiarkan 10 menit. Setelah itu, ditambahkan 4 mL NaOCl 5%, lalu dikocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak pemberian pereaksi ini.

Sebanyak 2.5 g contoh tanah ditambah dengan pengekstrak Bray dan Kurt I sebanyak 25 mL, kemudian dikocok selama 5 menit, lalu disaring. Ekstrak yang sudah jernih dipipet sebanyak 2 mL ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambah pereaksi pewarna fosfat sebanyak 10 mL, dikocok dan dibiarkan 30 menit. Absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm.

Perhitungan:

Kadar P2O5 tersedia (ppm) = ppm kurva x 10 x fp x 142/190 x fk

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

fp = faktor pengenceran (bila ada)

142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air) f. Penetapan Kadar K2O

Sebanyak 20 g contoh tanah halus, dimasukkan dalam botol kocok 100 mL, kemudian ditambahkan 1 mL karbon aktif dan 40 mL pengekstrak Morgan Wolf. Campuran dikocok selama 5 menit dengan mesin pengocok dengan kecepatan minimum 180 rpm. Setelah itu ekstark disaring dengan kertas saring Whatman No.1 untuk mendapatkan ekstrak yang jernih. Ekstrak dan deret standar dipipet masing-masing 1 mL ke dalam tabung kimia dan ditambahkan 9 mL larutan LaCl3

0.25%, kandungan unsur K diukur dengan menggunakan alat Flamephotometer dengan deret standar sebagai pembanding.

Perhitungan:

Kadar K2O (ppm) = ppm kurva x 2 x fp x fk x 94/78

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

fp = faktor pengenceran (bila ada).

(21)

11 g. Penetapan susunan kation, KTK tanah dan kejenuhan basa (KB)

Sebanyak 2.5 g contoh tanah, dicampur dengan lebih kurang 5 g pasir kuarsa dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi berturut-turut dengan filter flock dan pasir terlebih dahulu (filter pulp digunakan seperlunya untuk menutup lubang pada dasar tabung, sedangkan pasir kuarsa sekitar 2.5 g) dan lapisan atas ditutup dengan penambahan 2.5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung diupayakan supaya sama. Kemudian blanko disiapkan dengan pengerjaan seperti contoh tapi tanpa contoh tanah. Setelah itu diperkolasi dengan amonium asetat pH 7 sebanyak 2 kali 25 mL dengan selang waktu 30 menit. Filtrat ditampung dalam labu ukur 50 mL, diimpitkan dengan amonium asetat pH 7 untuk pengukuran kation: Ca, Mg, K dan Na (S). Tabung perkolasi yang masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 mL etanol 96% untuk menghilangkan kelebihan amonium dan perkolat ini dibuang.

Sisa etanol dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi atau pompa tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 10% sebanyak 50 mL, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 mL dan diimpitkan dengan larutan NaCl 10%. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan cara destilasi atau kolorimetri.

Pengukuran kation (Ca, Mg, K, Na):

Perkolat NH4-Asetat (S) dan deret standar K, Na, Ca, Mg masing-masing dipipet 1 mL ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 mL larutan LaCl3

0.25%. Kation Ca dan Mg diukur dengan AAS dan flamefotometer, sedangkan kation K dan Na diukur dengan menggunakan deret standar sebagai pembanding. Pengukuran KTK:

Pengukuran KTK dapat dilakukan dengan cara kalorimeter perkolat NaCl. Sebanyak 0.5 mL perkolat NaCl dan deret standar NH4+ (0, 2.5, 5, 10, 15, 20, dan 25 me l-1) dipipet ke dalam tabung reaksi. Ke dalam setiap tabung ditambahkan 9.5 mL air bebas ion (pengenceran 20 kali). Kemudian ekstrak encer dan deret standar dipipet ke dalam tabung reaksi yang berlainan, masing-masing sebanyak 2 mL, lalu ditambahkan dengan larutan sangga Tartrat dan Na-fenat secara berturut-turut sebanyak 4 mL, dikocok dan biarkan 10 menit. Sebanyak 4 mL NaOCl 5%, ditambahkan ke dalam campuran, kemudian dikocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak pemberian pereaksi ini.

(22)

12

me kurfa = skala hasil pembacaan pada kurfa dengan satuan miliequifalen (me). KB = kejenuhan basa (mol/kg).

h. Penetapan kandungan logam Pb tanah dan tanaman

Sebanyak 1 g contoh dimasukkan ke dalam tabung digest kemudian ditambahkan 1 mL asam perklorat dan 5 mL asam nitrat dan didiamkan satu malam. Esoknya dipanaskan pada suhu 100 °C selama 1 jam 30 menit, setelah itu suhu ditingkatkan menjadi 130 °C selama 1 jam, kemudian ditingkatkan lagi menjadi 150 °C selama 2 jam 30 menit (sampai uap kuning habis, bila masih ada uap kuning waktu pemanasan ditambah lagi), setelah uap kuning habis suhu ditingkatkan lagi menjadi 170 °C selama 1 jam kemudian suhu ditingkatkan menjadi 200 °C selama 1 jam (terbentuk uap putih). Destruksi selesai dengan terbentuknya endapan putih atau sisa larutan jernih sekitar 1 mL. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 10 mL, lalu dikocok. Ekstrak jernih diukur dengan alat AAS menggunakan deret standar masingmasing logam berat sebagai pembanding.

Perhitungan:

Kadar Pb (ppm) = ppm kurva x 10 x fk

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air) i. Penetapan kandungan logam Fe tanah dan tanaman

Sebanyak 20 g contoh tanah halus ditambahkan 1 mL karbon aktif dan 40 mL pengekstrak Morgan Wolf dimasukkan ke dalam botol kocok 100 mL kemudian dikocok selama 5 menit menggunakan mesin pengocok kecepatan minimum 180 rpm. Setelah itu campuran disaring dengan kertas saring Whatman No.1 untuk mendapatkan ekstrak yang jernih. Ekstrak contoh dan deret standar campuran Fe dipipet masing-masing 1 mL kedalam tabung kimia, kemudian ditambahkan 9 mL air bebas ion lalu dikocok (pengenceran 10x). Fe diukur langsung dari ekstrak contoh menggunakan AAS dengan deret standar masing-masing sebagai pembanding.

Perhitungan:

Kadar Fe (ppm) = ppm kurva x 2 x fp x fk

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

fp = faktor pengenceran (bila ada).

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 - % kadar air) Metoda Analisis Data

(23)

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Awal Tanah Sebelum Penanaman

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kondisi tanah pada blok tanaman pinus dan kenari jauh lebih baik dibandingkan kondisi tanah pada blok tanaman sonobrit. Dilihat dari teksturnya, tanah pada blok pinus dan kenari didominasi oleh fraksi liat sebesar 72%, sedangkan kandungan fraksi pasir dan debu hanya sebesar 28%. Sementara pada blok tanaman sonobrit, fraksi liat jauh lebih sedikit yaitu hanya sebesar 34% jika dibandingkan dengan fraksi liat pada tanah yang ada pada blok tanaman pinus dan kenari. Hal ini diduga karena top soil yang ditaburkan pada blok tanaman pinus dan kenari berasal dari sumber yang berbeda dengan top soil

yang ditaburkan pada blok Sonobrit. Menurut Coleman et al. (2004) fraksi liat sangat berperan penting dalam hal ketersediaan nutrisi dan hara bagi keberlangsungan aktivitas hidup mikroba tanah dan akar tanaman di dalam tanah. Hal ini dikarenakan ukuran partikel liat yang sangat kecil sehingga luas permukaan reaktifnya menjadi semakin luas dan daya ikat akan nutrisi jadi semakin besar (Jury dan Horton 1946).

Nilai KTK tanah pada blok tanaman pinus dan kenari jauh lebih tinggi dibandingkan nilai KTK tanah pada blok tanaman sonobrit. Besarnya nilai KTK tanah pada blok tanaman pinus dan kenari adalah sebesar 24.61 mol/kg sedangkan nilai KTK tanah pada blok tanaman sonobrit hanya sebesar 14.51 mol/kg. Nilai KTK tanah yang lebih tinggi pada blok tanaman pinus dan kenari diduga akibat tingginya kandungan liat pada blok ini. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia

(24)

14

tanah yang dibuat oleh Balit Tanah (2005), KTK tanah pada blok tanaman pinus dan kenari masuk dalam kategori sedang, sementara KTK tanah pada blok tanaman sonobrit masuk dalam kategori rendah.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa pH tanah pada blok tanaman sonobrit lebih bagus dibandingkan dengan pH tanah pada blok tanaman pinus dan kenari, hal ini diduga karena sumber pengambilan top soil yang ditaburkan pada blok pinus dan kenari berbeda dengan sumber pengambilan top soil yang ditaburkan pada blok sonobrit. Kriteria penilaian sifat kimia tanah yang dibuat oleh Balit Tanah (2005) menggolongkan pH tanah pada ketiga blok tanaman tersebut dalam kategori masam, yaitu sebesar 4.7 untuk blok pinus dan kenari, sedangkan blok tanaman sonobrit sebesar 5.2.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa blok tanaman pinus dan kenari berada dalam kolom yang sama, sementara blok tanaman sonobrit terpisah pada kolom yang berbeda. Hal ini dilakukan karena blok pinus dan kenari berada pada hamparan yang sama dan letaknya bersebelahan sehingga titik pengambilan contoh tanah untuk blok tanaman pinus dan kenari dilakukan pada titik yang sama. Pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa blok pinus dan kenari merupakan ujung paling utara dari arboretum, sedangkan blok sonobrit terdapat pada ujung paling selatan dari arboretum.

Perubahan Sifat Kimia Tanah

Tegakan Sonobrit (Dalbergia latifolia)

Hasil analisis tanah untuk melihat perubahan kondisi sifat kimia tanah pada tahun 2012 pada tegakan sonobrit disajikan pada Tabel 2.

(25)

15 Secara umum semua parameter yang diamati mengalamai peningkatan kualitas sifat kimia tanah setelah penanaman. Tanah pada kedalaman 0–5 cm memiliki karakterestik kimia yang lebih bagus dibandingkan dengan tanah pada kedalaman 5–15 cm dan 15–30 cm. Hal ini dikarenakan oleh adanya vegetasi pada permukaan tanah sehingga perbaikan kualitas tanah akan lebih cepat terjadi pada bagian atas tanah.

Kandungan bahan organik tanah yang ditunjukkan oleh kandungan C-organik pada tanah merupakan salah satu parameter yang paling jelas menunjukkan adanya peningkatan kulitas sifat kimia tanah pada blok tanaman sonobrit. Bahan organik tanah sebelum dilakukan penanaman pada blok ini hanya sebesar 0.16% (Tabel 1), setelah penanaman mengalami peningkatan yang sangat besar yaitu menjadi 2.08% pada kedalaman 0–5 cm, 0.53% pada kedalaman 5–15 cm, dan 0.49% pada kedalaman 15–30 cm (Tabel 2). Kriteria penilaian sifat kimia tanah yang dibuat oleh Balit Tanah (2005) menggolongkan kandungan bahan organik tanah hasil analisis tersebut dalam kategori rendah, kecuali bahan organik pada kedalaman 0–5 cm yang masuk dalam kategori sedang. Peningkatan kandungan bahan organik tanah pada blok ini diduga berasal dari pelapukan serasah yang berasal dari tanaman sonobrit yang ditanam pada blok ini. Peningkatan kandungan bahan organik tanah ini diduga akan sangat mempengaruhi peningkatan kualitas tanah pada parameter-parameter lainnya seperti KTK, pH, dan kandungan beberapa unsur hara tanah seperti N, P, K, dan Ca. Menutut Notohadiprawiro (1999), bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaikan sifat fisik dan sifat kimia tanah serta meningkatkan bioaktivitas biota tanah.

Gambar 3 menunjukkan irisan vertikal tanah pada tegakan sonobrit setelah berumur 10 tahun, yang memperlihatkan lapisan paling atas tanah berwarna coklat kehitaman. Hal ini diduga terjadi karena adanya pelapukan serasah yang berasal dari tegakan sonobrit dan tanaman lainnya yang terdapat di atas permukaan tanah sehingga mengakibatkan perubahan warna tanah menjadi lebih gelap.

(26)

16

Perbaikan kualitas tanah pada tegakan sonobrit ini juga dapat dilihat dari nilai KTK tanah yang mengalami peningkatan pada kedalaman 0–5 cm dan 5–15 cm setelah dilakukan penanaman pada 10 tahun yang silam. Nilai KTK tanah sebelum penanaman hanya sebesar 14.51 mol/kg mengalami peningkatan menjadi 16.09 mol/kg pada kedalaman 0–5 cm dan 15.53 mol/kg pada kedalaman 5–15 cm. Balit Tanah (2005) menggolongkan hasil analisis KTK tanah sebelum penanaman dan setelah adanya penanaman pada kedalaman 5–15 cm dan 15–30 cm masuk dalam kategori rendah, sedangkan KTK tanah pada kedalaman 0–5 cm masuk dalam kategori sedang.

Tegakan Pinus (Pinus merkusii)

Hasil analisis laboratorium untuk beberapa parameter yang menunjukkan perubahan kondisi sifat kimia tanah pada blok tanaman pinus berumur 10 tahun disajikan pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil analisis tanah sebelum dan sesudah ditanam dengan tanaman pinus, terlihat bahwa setelah penanaman terjadi penurunan kandungan bahan organik tanah walaupun kandungan unsur lainnya meningkat. Kandungan bahan organik tanah yang dilihat dari besarnya kandungan C-organik mengalami penurunan dari sebesar 1.52% (Tabel 1) menjadi sebesar 1.04% pada kedalaman 0–5 cm, 0.57% pada kedalaman 5–15 cm, dan 0.3% pada kedalaman 15–30 cm (Tabel 3). Apabila dilihat dari perbedaan antar kedalaman tanah yang dianalisis (Tabel 3), kandungan C-organik tanah pada kedalaman 0–5 cm jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedalaman 5–15 cm dan 15–30 cm. Kandungan C-organik tanah pada kedalaman 0–5 cm kurang lebih dua kali lipat dari kandungan C-organik tanah pada kedalaman 5–15 cm dan tiga kali lipat dari kandungan C-organik tanah pada kedalaman 15–30 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya telah terjadi peningkatan bahan organik di dalam tanah terutama pada kedalaman 0–5 cm. Peningkatan bahan organik tanah ini diakibatkan oleh adanya vegetasi

(27)

17 yang tumbuh dan menutupi permukaan tanah, dengan demkian dapat dipastikan bahwa terjadi peningkatan kualitas sifat-sifat tanahnya. Menurut Taberima (2009), vegetasi akan mempercepat proses perbaikan sifat tanah yang berasal dari lumpur tailing akibat adanya peningkatan kandungan bahan organik di dalam tanah. Bahan organik tanah sangat berperan dalam memperbaikan sifat fisik dan sifat kimia tanah serta meningkatkan bioaktivitas biota tanah sehingga akan meningkatkan pertumbuhan tanaman yang ada di atasnya (Notohadiprawiro 1999).

Gambar 4 menunjukkan irisan vertikal tanah pada tegakan pinus setelah berumur 10 tahun, yang memperlihatkan lapisan paling atas tanah berwarna lebih gelap. Hal ini terjadi karena adanya pelapukan serasah yang berasal dari tanaman-tanaman yang terdapat di atas permukaan tanah terutama dari tegakan pinus, sehingga mengakibatkan perubahan warna tanah menjadi lebih gelap.

Adanya perbaikan kualitas kimia tanah pada tegakan pinus ini juga dapat dilihat dari nilai pH tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilakukan penanaman. Meskipun pH tanah sebelum dan sesudah dilakukan penanaman masih tergolong rendah (Balit Tanah 2005), nilai pH tanah setelah penanaman masih lebih bagus karena nilainya yang lebih tinggi. Nilai pH tanah sebelum dilakukan penanaman sebesar 4.7 dan setelah dilakukan penanaman pH tanah meningkat menjadi 5 pada kedalaman 0–5 cm, 5.2 pada kedalaman 5–15 cm, dan 4.2 pada kedalaman 15–30.

Kandungan beberapa unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman seperti P, K, Ca, dan Mg juga menunjukkan bahwa adanya perbaikan kualitas sifat kimia tanah. Kandungan P2O5 sebelum penanaman hanya sebesar 2.2 ppm sedangkan setelah

penanaman kandungannya meningkat menjadi 4.8 ppm pada kedalaman 0–5 cm, 3.3 ppm pada kedalaman 5–15 cm, dan 2.7 ppm pada kedalaman 15–30 cm.

(28)

18

Kandungan K2O5 sebelum penanaman hanya sebesar 37.9 ppm sedangkan setelah

penanaman kandungannya meningkat sangat tinggi menjadi 395 mol/kg pada kedalaman 0–5 cm, 489 mol/kg pada kedalaman 5–15 cm, dan 475 mol/kg pada kedalaman 15–30 cm. Kandungan Ca sebelum penanaman hanya sebesar 1.96 mol/kg, sedangkan setelah penanaman kandungannya meningkat sangat tinggi menjadi 10.27 mol/kg pada kedalaman 0–5 cm, 11,56 mol/kg pada kedalaman 5–15 cm, dan 10.03 mol/kg pada kedalaman 15–30 cm. Kandungan Mg sebelum penanaman hanya sebesar 0.45 mol/kg sedangkan setelah penanaman kandungannya meningkat menjadi 1.55 mol/kg pada kedalaman 0.5 cm, 1.35 mol/kg pada kedalaman 5–15 cm, dan 1.48 mol/kg pada kedalaman 15–30 cm. Tegakan Kenari (Cannarium communee)

(29)

19 Kandungan bahan organik tanah pada kedalaman 0–5 cm adalah sebesar 0.95%, kurang-lebih sekitar dua kali lipat dari kandungan bahan organik tanah pada kedalaman 5–15 cm dan tiga kali lipat dari kandungan bahan organik tanah pada kedalaman 15–30 cm, yang masing-masing sebesar 0.46% dan 0.26%. Hal ini terjadi akibat adanya penambahan bahan organik pada lapisan permukaan tanah yang berasal dari pelapukan serasah tanaman kenari dan juga serasah tanaman lainnya yang tumbuh di permukaan tanah pada blok tanaman kenari.

Adanya peningkatan kandungan bahan organik tanah pada blok tanaman kenari dapat juga diketahui dengan melihat warna tanah pada irisan tanah secara vertikal, seperti terlihat pada Gambar 5 terlihat bahwa lapisan tanah paling atas memiliki warna tanah lebih gelap jika dibandingkan dengan lapisan di bawahnya. Hal ini terjadi karena adanya pelapukan serasah yang berasal dari tanaman di atas permukaan tanah terutama dari tegakan kenari, sehingga mengakibatkan perubahan warna tanah menjadi lebih gelap.

Kandungan Logam Pb dan Fe Tanah

Tingginya kandungan logam Pb dan Fe dalam lumpur tailing yang dihasilkan dari kegiatan penambangan emas merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lumpur tailing. Logam Pb merupakan unsur yang sama sekali tidak dibutuhkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhannya, sehingga logam ini akan menjadi racun jika terserap oleh tanaman dan akan menghambat proses pertumbuhan tanaman itu sendiri. Adapun logam Fe masih dibutuhkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhannya. Namun, jika kandungan

(30)

20

logam Fe dalam tanah terdapat dalam jumlah yang sangat tinggi justru akan menjadi racun bagi tanaman (Tan 1994).

Hasil analisis kandungan logam Pb dan Fe terlarut dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman pada tegakan sonobrit, pinus, dan kenari disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa secara umum kandungan logam Pb terlarut pada tahun 2012 cukup bervariasi mulai dari 1.5 ppm sampai dengan sebesar 3.7 ppm dan masih berada dalam ambang batas aman yaitu kurang dari 20 ppm (Alloway 1995). Perbedaan kandungan logam Pb antar kedalaman dan antar tegakan diduga akibat adanya perbedaan tanah pada masing-masing tegakan dan juga pada masing-masing kelas kedalaman tanah yang diamati.

Logam Pb merupakan salah satu unsur yang tidak dibutuhkan oleh tanaman, sehingga akan menjadi racun apabila tanaman menyerap logam tersebut. Menurut Widaningrum (2007) kandungan logam Pb tersedia bagi tanaman akan meningkat jika kondisi kesuburan tanahnya buruk dan kandungan bahan organik di dalam tanah rendah. Dalam kondisi tanah yang kurang baik, logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman.

(31)

21 aman bagi tanaman, yaitu sebesar 3.2 ppm. Sementara kandungan Fe tersedia di dalam tanah pada tegakan kenari, semuanya masuk dalam kategori tinggi, yaitu sebesar 14.5 ppm pada kedalaman 0–5 cm, 10.2 ppm pada kedalaman 5–15 cm, dan 9.7 ppm pada kedalaman 15–30 cm.

Tingginya kandungan Fe pada beberapa contoh tanah yang dianalisis tersebut diduga karena adanya perubahan logam Fe tidak tersedia menjadi logam Fe yang tersedia bagi tanaman, baik logam Fe yang terkandung dalam lumpur tailing maupun top soil. Siregar dan Siringoringo (2002) melaporkan, bahwa kandungan logam Fe total yang ada dalam lumpur tailing yang dihasilkan oleh tambang emas UBPE Pongkor mencapai 21 448 ppm. Tingginya kandungan logam Fe total pada lumpur tailing tersebut akan sangat berpotensi berubah menjadi Fe tersedia bagi tanaman apabila tanah berada dalam kondisi tidak baik. Sahrawat (2005) menyatakan bahwa, ketersediaan Fe bagi tanaman di dalam tanah dipengaruhi oleh adanya reaksi redoks Fe3+ menjadi Fe2+ di dalam tanah. Laju reaksi redoks tersebut sangat dipengaruhi oleh pH tanah, kendungan bahan organik tanah, dan cara pengolahan tanahnya.

Kandungan Logam Pb dan Fe Pada Tanaman

Tabel 6 menunjukkan bahwa sonobrit, pinus, dan kenari yang dijadikan sebagai tanaman revegetasi pada model rehabilitasi tambang emas PT. Antam UBPE Pongkor tersebut telah menyerap logam Pb yang cukup tinggi dari dalam tanah. Logam Pb pada tanaman sonobrit lebih banyak ditemukan pada bagian akar dan daun tanaman, yaitu sebesar 8 ppm dan 7 ppm, sedangkan pada bagian kulit batang hanya sebesar 3 ppm. Pada tanaman pinus, logam Pb banyak ditemukan pada bagian daun tanaman, yaitu sebesar 7 ppm dan pada bagian akar sebesar 4 ppm, sementara pada bagian kulit batang hanya terdapat sebesar 1 ppm. Pada tanaman kenari, logam Pb paling banyak ditemukan pada bagian akar, yaitu sebesar 13 ppm, sedangakn pada bagian daun dan kulit batang jauh lebih sedikit, yaitu sebesar 3 ppm dan 4 ppm.

Kandungan logam Fe pada akar, batang, dan kulit batang tanaman sonobrit, pinus, dan kenari tergolong tinggi. Kandungan Fe dalam organ tanaman kering

Tabel 6 Kandungan logam Pb dan Fe dalam organ tanaman berumur 10 tahun

(32)

22

umumnya berkisar antara 10–1 000 ppm (Munawar 2011). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kandungan logam Fe paling banyak ditemukan pada bagian akar tanaman sonobrit, yaitu sebesar 4 933 ppm, sedangkan kandungan Fe terkecil ada pada bagian kulit batang, yaitu sebesar 1 471 ppm. Sama halnya dengan jenis pinus, Fe lebih banyak terakumulasi pada bagian akar, yaitu sebesar 2 955 ppm dan bagian tanaman yang paling sedikit mengandung besi adalah bagian kulit batang, yaitu sebesar 476 ppm, sementara pada jenis kenari, bagian kulit batang

justru bagian tanaman yang mengadung Fe paling banyak, yaitu sebesar 2 032 ppm.

Pada Gambar 6 terlihat bahwa tegakan sonobrit, pinus, dan kenari tumbuh secara normal meskipun hasil analisis kandungan logam Pb dan Fe dalam tanaman cukup tinggi. Hal ini terlihat dari bentuk daun, tajuk, dan batang tanaman pada masing-masing tegakan sama dengan tanaman yang tumbuh pada areal yang tidak terkontaminasi logam Pb dan Fe. Ketiga tegakan tersebut tumbuh normal dan

Gambar 6 Keragaan tanaman di lapangan. (A) batang sonobrit; (B) tegakan sonobrit; (C) tegakan pinus; (D) tegakan kenari

A B

(33)

23 tidak menunjukkan adanya tanda-tanda yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk menyatakan bahwa tanaman tersebut mengalami gangguan pertumbuhan.

Untuk melihat pertumbuhan tanaman sonobrit, pinus, dan kenari yang ditanam pada model reklamasi lahan bekas tambang emas UBPE Pongkor tersebut dilakukan pengukuran diameter dan tinggi tanaman. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Seperti terlihat pada Tabel 7, diameter rata-rata tanaman sonobrit adalah sebesar 15.59 cm, pinus sebesar 18.41 cm, dan kenari sebesar 16.02 cm. Dapat dikatakan bahwa pertambahan diameter rata-rata pertahun untuk masing-masing tanaman tersebut adalah sebesar 1.559 cm/tahun pada tanaman sonobrit; 1.841 cm/tahun pada tanaman pinus; dan 16.02 cm/tahun pada tanaman kenari. Berdasarkan riap diameter di atas dapat dikatakan bahwa tanaman sonobrit, pinus, dan kenari yang ditanam pada model rehabilitasi lahan bekas tambang emas PT. Antam UBPE Pongkor termasuk memiliki pertumbuhan yang normal. Secara umum riap diameter pohon di hutan alam yang sering digunakan adalah berkisar antara 1–2 cm/tahun. Harmoko (2004) menyatakan bahwa riap diameter dan tinggi tanaman pinus berumur 4 tahun yang ditanam di daerah Jawa Barat adalah sebesar 1.9 cm/tahun dan 14.25 m/tahun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa upaya reklamasi lahan bekas tambang yang dilakukan oleh PT. Antam UBPE pongkor telah mengalami perbaikan kualitas tanah setelah 10 tahun penanaman sonobrit, pinus, dan kenari. Kondisi tanah pada kedalaman 0–5 cm lebih baik dari pada kedalaman 5–15 cm dan 15–30 cm membuktikan adanya peningkatan kualitas kimia dan kesuburan tanah. Kandungan bahan organik tanah pada kedalaman 0–5 cm mencapai 2.08% pada tegakan sonobrit, pada tegakan pinus sebesar 1.04%, dan pada tegakan sonobrit, pinus, dan kenari mampu tumbuh baik pada lumpur tailing.

(34)

24

Saran

Tanaman sonobrit dan kenari lebih disarankan dijadikan sebagai tanaman revegetasi pada areal bekas penimbunan lumpur tailing penambangan emas karena mampu menyerap logam Pb dan Fe yang lebih banyak dibandingkan tanaman sonobrit. Perlu dilakukan pengamatan pada tahun-tahun berikutnya untuk mengetahui perkembangan tanah pada model reklamasi bekas tambang emas PT. Antam UBPE Pongkor di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.

Alloway BJ. 1994. Heavy Metals in Soils Ed ke-2. London (GB): Blackie Academic.

Asianplant. 2012. Canarium asperum Benth. in Hook.f., Lond. J. Bot. 2 (1843). [Internet]. [diunduh 2012 Sep 24]. Tersedia pada: http://asianplant. net/Burseraceae/Canarium_asperum.htm.

Coleman DC, Crosley JDA, Hendrix PF. 2004. Fundamentals of Soil Ecology. London (GB): Elsevier Academic.

[Balit Tanah] Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.

[Balit Tanah] Balai Penelitian Tanah. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Kurnia U, Agus F, Adimihardja A, Dariah A, editor Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.

Departement of Industry and Resourches, Australian Government. Pengelolaan tailing: Praktek Unggulan Program Pembangunan Berkelanjutan untuk Industri Pertambangan. Global Village Translations Pty Ltd, Penerjemah; Jakarta (ID): Persemakmuran Australia. Terjemahan dari: Tailings Manajement: Leading Practice Sustainable Development Program for the Mining Industry.

Fauziah AB. 2009. Pengaruh asam humat dan kompos aktif untuk memperbaiki sifat tailing dengan indikator pertumbuhan tinggi semai Enterolobium cyclocarpum Griseb dan Altingia excelsa Noronhae [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hardiani H, Kardiansyah T, Sugesty S. 2011. Bioremediasi logam timbal (pb) dalam tanah terkontaminasi limbah sludge industri kertas proses deinking. J selulosa 1(1): 31-41.

Harmoko AD. 2004. Inventarisasi hasil-hasil penelitm tentang pertumbuhan pohon dan pengatuiran hasil hutan di indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Jury WA, Horton R.1946. Soil Physics. New York (US): J Wiley.

(35)

25 Martawijaya A, Kartasujana I, Madang YI, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas

Kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID): Balitbang Kehutanan.

Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Pr. Notohadiprawiro. 1999. Tanah dan Lingkungan. Jakarta (ID): Depdikbud.

Nurhasybi, Kartiko HDP, Zanaibar M, Sudrajat DJ, Pramono AA, Buharman, Sudrajat, Suhariyanto. 2000. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Jilid I. Ed ke-3. Bogor (ID): Balai Penelitian Teknologi Perbrnihan.

Plantamor. 2012a. Sono Keling (Dalbergia latifolia Roxb). [Internet]. [diunduh 2012 Sep 24]. Tersedia pada: http://www.plantamor.com/index.php?plant= 448.

Plantamor. 2012b. Pinus (Pinus merkusii Jungh & De Vr). [Internet]. [diunduh 2012 Sep 24]. Tersedia pada: http://www.plantamor.com/index.php?plant= 1004.

Plantamor. 2012c. Kenari Jawa (Canarium commune L). [Internet]. [diunduh 2012 Sep 24]. Tersedia pada: http://www.plantamor.com/index.php?plant= 262.

Riogilang H, Masloman H. 2009. Pemanfaatan limbah tambang untuk bahan konstruksi bangunan. Ekoton. 9(1):68-73.

Sahrawat KL. 2005. Fertility and organic matter in submergedrice soils. Current Science 88(5):735-739.

Saing Z. 2008. Pemanfaatan tailing sebagai bahan alternatif perkerasan jalan. J Teknik ditek. 1(2):53-61.

Sembiring S. 2007. Pengaruh mrdia tailing terhadap pertumbuhan bibit lamtoro (Leucaena glaauca Benth) dan saga (Adenanthera Microsperma T. & B.).

Info Hutan 4(5):487-496.

Siregar CA, Siringoringo HH. 2002. Perbaikan sifat kimia lumpur tailing pada penambangan emas pongkor sebagai media tanam melalui aplikasi pupuk organik, arang aktif, ektomikoriza dan endomikoriza untuk menunjang pertumbuhan beberapa tanaman indikator. Di dalam: Siregar CA Siringoringo HH, editor. Perbaikan Sifat Fisik Kimia Limpur Tailing dan Justifikasi Tingkat Keamanan Lumpur Tailing di UBPE Pongkor. Bogor: Pustlitbang Kehutanan. hlm 1-74.

Siregar UJ, Siregar CA. 2010. Fitoremediasi: Prinsip dan Prakteknya dalam Restorasi Lahan Paska Tambang di Indonesia. Bogor (ID): SEAMEO BIOTROP.

Suhendrayatna. 2001. Bioremoval logam berat dengan menggunakan microorganisme: suatu kajian kepustakaan. [Internet]. [diunduh 2012 Okt 12]. Makalah disampaikan pada Seminar on-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21; 2001 Feb 1-4; Tokyo, Jepang. Tokyo (JP): Sinergi Forum-PPI Tokyo Institute of Technology. Tersedia pada: http://www. google.com/url?q=http://files.ifchemania.webnode.com/200000004-550035 5f9b/010211_suhendrayatna.PDF&sa=U&ei=vxVRUd7FN43IrQesyYH4B A&ved=0CBoQFjAA&usg=AFQjCNFeFv0OQuGB1RVgX5KTllRU9cM3 Hw.

(36)

26

(37)

27

(38)

28

Lampiran 1 Rancangan letak blok-blok penanaman tanaman revegetasi pada Arboretum Percobaan PT. Antam UBPE Pongkor

(39)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Simarmata pada tanggal 17 Maret 1990 dari ayah J. Sidabutar dan ibu T. Sinaga. Penulis adalah putra ketiga dari 4 bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negri 2 Pangururan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian (Citra satelit dengan menggunakan Google
Tabel 1 Hasil analisis kimia tanah sebelum dilakukan
Tabel 2 Hasil analisis sifat kimia tanah tahun 2012
Gambar 3  Irisan tanah secara vertikal pada tegakan sonobrit
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penggabungan dua fungsi, teknik, dan bahan berdasarkan sumber data dan referensi karya yang telah ada menghasilkan gaya tersendiri melalui tampilan visual dan

Peran media massa dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, menurut Ashadi sangat dipengaruhi oleh hubungan media massa itu sendiri dengan negara.. Ashadi

Profitabilitas yang tinggi akan dimanfaatkan oleh pihak manajemen untuk melakukan investasi yang berkaitan dengan aset tetap sebagai salah satu tindakan manajemen

BPRS Al Salaam Amal Salman cabang Warung Jambu Bogor, melakukan promosi yang sangat gencar karena melihat tahun 2007 jumlah nasabah terus meningkat dan

Kandungan tanin pada serasah daun jati mampu memberikan proteksi pada protein pakan terhadap degradasi oleh mikrobia di dalam rumen sehingga menurunkan produksi

pemahaman bahwa ta’l im hanyamengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari pengajar ( mu’alim ) dan yang diajar ( muta’alim ). Namun, istilah ta’lim menunjukkan

mempertahankan hak atas kerahasiaan berkas dan dokumen milik kliennya serta melindungi dari penyitaan oleh Penyidik Polri, bagaimana penyidik menggunakan

Individu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi dari masyarakat sekitar akan mengalami mobilitas sosial vertikal.. Masyarakat akan memberikan kedudukan tertentu di