• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, yang diwujudkan lewat kata-kata. Dalam menuliskan gagasangagasannya,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pengarang, yang diwujudkan lewat kata-kata. Dalam menuliskan gagasangagasannya,"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan perwujudan gagasan manusia, dalam hal ini pengarang, yang diwujudkan lewat kata-kata. Dalam menuliskan gagasan-gagasannya, pengarang memadukan antara kenyataan yang dilihatnya dalam dunia nyata dengan khayal yang ada dalam angan-angannya. Perpaduan tersebut membuat pembaca sedikit banyak memahami apa yang terjadi dalam sebuah karya sastra karena pembaca masih bisa mengaitkan isi karya sastra tersebut dengan konsep realita yang ada dalam bayangan mereka.

Kenyataan yang dipadukan dengan khayalan tersebut memroyeksikan sedikit banyak aspek kejiwaan pengarang lewat tokoh-tokoh rekaannya. Perasaan batin pengarang, emosinya, serta harapan-harapan pengarang yang menyatu dengan karya sastra, menjadikan karya sastra tersebut hidup dan menjadi sesuatu yang tak ternilai. Dengan demikian, karya sastra, ada sebagai gejala kejiwaan yang memperlihatkan fenomena-fenomena kejiwaan melalui tokoh-tokohnya, maka kritiknya dapat menggunakan psikologi dengan metode-metode yang berlaku di dalamnya (Yudiono K. S. 2009:43).

Fenomena-fenomena kejiwaan yang dialami tokoh mengandung problem-problem kejiwaan yang dapat berupa konflik batin, kelainan perilaku atau abnormalitas, dan bahkan kondisi psikologis yang lebih parah, sehingga mengakibatkan kesulitan dan tragedi. Apa penyebab kondisi semacam itu dan apa

(2)

2

pula akibatnya? Untuk menjawab pertanyaan itu, harus dipahami lebih dalam latar belakang kejiwaan serta akibat yang menimpa para tokoh dalam suatu karya sastra. Keinginan inilah yang mendorong para pakar psikologi dan sastra untuk menggali keterkaitan antara karya sastra dan ilmu psikologi (Minderop, 2011:1).

Di sini fungsi psikologi itu sendiri adalah menjelajah ke dalam alam kejiwaan tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra dan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk-beluk tindakan manusia dan sebisa mungkin mencari tahu penyebab dari problem-probem kejiwaan yang dialami para tokoh. Dalam psikologi, terdapat berbagai macam teori dan cabang yang masing-masing mencoba untuk menggali lebih jauh mengenai apa yang terjadi dalam benak manusia, penyebabnya, akibat yang ditimbulkan, serta penanganannya, seperti teori psikoanalisis, psikologi behavioristik, psikologi humanistik, psikologi abnormal, dan lain sebagainya. Salah satu cabang ilmu psikologi adalah psikologi abnormal yang mempelajari bentuk-bentuk abnormalitas kejiwaan seseorang yang ia cerminkan dalam perilaku dan tingkah sehari-hari yang tidak normal.

Penulis menemukan beberapa kondisi psikologis yang tidak biasa pada tokoh-tokoh utama novel Kagi karya Tanizaki Jun’ichirou. Tanizaki Jun’ichirou (1886-1965) adalah seorang penulis dari Jepang. Ia adalah salah satu penulis karya sastra modern Jepang yang terkenal. Beberapa karyanya menampilkan sisi yang mengejutkan dari seksualitas dan obsesi erotis seseorang. Seringkali karyanya diceritakan dalam konteks pencarian identitas budaya yang dibangun dari kebudayaan Barat dan Jepang yang disandingkan. Hasilnya adalah sesuatu yang kompleks, ironis, dan provokatif. Nama Tanizaki pertama kali dikenal luas

(3)

3

lewat cerita pendeknya yang berjudul Shisei pada tahun 1910. Dalam karya tersebut, Tanizaki memadukan erotisme dengan sado-masokisme.

Novel Kagi adalah salah satu karya terakhir Tanizaki yang terbit pada tahun 1956. Kagi adalah sebuah novel psikologi yang mencengangkan, di mana menceritakan seorang professor yang telah berumur yang mengatur agar istrinya menjalin hubungan dengan orang lain untuk memulihkan hasrat seksualnya yang mulai melemah. Novel tersebut diceritakan dalam bentuk buku harian milik si professor (suami) dan istrinya (Ikuko). Dua karakter tersebut menuliskan perasaan mereka dalam buku harian masing-masing—yang saling menjalin menjadi sebuah cerita yang melukiskan hubungan dan perkawinan mereka yang terganggu. Mereka saling menggunakan intrik-intrik psikologi terhadap satu sama lain untuk memenuhi keinginan dan gairah masing-masing.

Cerita dimulai dengan pengakuan suami yang ingin mulai menulis kehidupan seksual pernikahannya dengan alasan yang tidak diketahui. Cerita lalu mulai bergulir dengan pengakuan kedua belah pihak tentang perasaan dan minat seksual mereka. Si suami yang mulai berumur dan mulai melemah tenaganya dalam melakukan hubungan seksual merasa gairahnya semakin meningkat saat ia merasa cemburu pada pemuda bernama Kimura yang diduga mencoba mendekati putrinya, Toshiko, tapi ternyata malah memiliki ketertarikan terhadap Ikuko. Rasa cemburu yang semakin membuatnya bergairah itu dipupuknya sedemikian rupa dengan cara-cara yang tidak pantas, seperti meminta Kimura untuk mencetak foto telanjang Ikuko. Kimura dan Ikuko sendiri tidak menunjukkan tanda-tanda

(4)

4

keberatan atau perlawanan yang berarti atas perbuatan si suami. Bahkan sang putri, Toshiko turut ikut campur dalam permainan ayahnya tersebut.

Penulis menganggap bahwa para tokoh dalam novel tersebut sangat menarik karena mereka menunjukkan respon dan tindakan yang tidak biasa atau tidak wajar jika dibandingkan dengan orang lain pada umumnya apabila menghadapi situasi yang sama. Kelainan atau abnormalitas dalam diri para tokoh akan dianalisis lebih jauh dalam skripsi ini, yakni melalui pendekatan psikologi sastra.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, ada beberapa rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur intrinsik novel Kagi karya Tanizaki Jun’ichirou?

2. Apa saja bentuk-bentuk perilaku abnormal tokoh Ikuko dan suaminya dalam novel Kagi karya Jun’ichirou Tanizaki?

3. Apakah faktor-faktor penyebab perilaku abnormal tokoh Ikuko dan suaminya dalam novel Kagi karya Jun’ichirou Tanizaki?

4. Apakah dampak yang ditimbulkan oleh perilaku abnormal tokoh Ikuko dan suaminya dalam novel Kagi karya Jun’ichirou Tanizaki?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan teoritis dan praktis. Tujuan teoritis penulis dalam melakukan penelitian ini adalah yang pertama, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diuraikan dalam rumusan masalah di atas melalui pendekatan psikologi sastra; psikologi abnormal dan psikologi

(5)

5

kepribadian. Yaitu menjabarkan unsur intrinsik Kagi, mengungkapkan bentuk-bentuk perilaku abnormal tokoh Ikuko dan suaminya, menganalisis penyebab perilaku abnormal tersebut, serta mengungkapkan dampak dari perilaku abnormal tokoh.

Sementara itu tujuan praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah memperkenalkan salah satu pengarang Jepang yang diakui pada masanya, yakni Tanizaki Jun’ichirou. Serta memperkenalkan beberapa karyanya, terutama salah satu novelnya yang berjudul Kagi atau The Key (judul versi terjemahan bahasa Indonesia dan Inggris).

1.4 Tinjauan Pustaka

Untuk mengetahui kebaruan penelitian ini, dilakukan tinjauan pustaka baik dari segi material maupun formal. Dari segi objek material, penulis tidak menemukan karya ilmiah yang menjadikan novel Kagi karya Tanizaki Jun’ichirou sebagai objek penelitian.

Sementara ditinjau dari segi objek formal, anlisis mengenai perilaku abnormal tokoh pernah dilakukan oleh Denta Sahputri (2010) melalui skripsinya yang berjudul “Gangguan Jiwa dan Perilaku Abnormal Tokoh-tokoh Novel Dadaisme Karya Dewi Sartika: Analisis Psikologi Sastra”. Dalam skripsinya, Denta Sahputri menganalisis novel Dadaisme secara psikologis karena tokoh-tokoh dalam novel tersebut memiliki kecenderungan kepribadian yang unik. Penelitian ini berpijak pada teori abnormalitas dan kepribadian. Tokoh-tokoh dalam novel tersebut yang diteliti adalah Nadena, Aleda, Labai, Magnos, Flo, Ken, Jing, Jo, Bim, Asril, Isebala, dan Yusna. Gangguan jiwa dan perilaku abnormal

(6)

6

yang ditemukan pada tokoh-tokoh tersebut adalah depresi, frustasi, gangguan disosiatif, skizofrenia, kepribadian ganda, kepribadian antisosial, kepribadian sadistik, perilaku kriminal, homoseksualitas, inses, perselingkuhan, sampai dengan perzinahan dan perilaku seksual bebas.

Gangguan jiwa dan perilaku abnormal yang dialami tokoh-tokoh tersebut disebabkan oleh beberapa faktor internal maupun eksternal. Penyebab berasal dari faktor bawaan sejak lahir dan pengalaman dari kecil yang terbawa hingga dewasa. Selain itu disebabkan pula oleh hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, adanya penolakan, dan struktur keluarga yang patogenik. Denta juga menyatakan bahwa penyebab juga berasal dari kondisi sosiokultural, dimana tokoh-tokoh di sini terjebak dalam situasi tidak menyenangkan akbiat dari modernisasi dan arus global yang menyebabkan melemahnya tradisi dan krisis kepercayaan sehingga menjadikannya manusia-manusia yang dikuasai hasrat dan libido kesesatan yang kemudian membawa mereka pada kehancuran diri.

Selain itu, skripsi yang disusun oleh Enik Darwati (2005) berjudul Kondisi Kejiwaan Tokoh Kikuji dalam Novel Senbazuru Karya Kawabata Yasunari: Pendekatan Psikoanalisis Sigmund Freud, mengungkapkan konflik batin yang dialami tokoh utama Kikuji dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Hasilnya adalah penulis menyimpulkan bahwa hubungan tidak pantas yang menyalahi norma yang dilakukan Kikuji disebabkan lemahnya superego dalam diri Kikuji. Ego dalam dirinya tidak bisa merepresikan id yang berupa kebutuhan cinta dan seks.

(7)

7

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, dapat diketahui bahwa terdapat sejumlah penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini ditinjau dari objek formalnya, yakni dalam hal pendekatan melalui psikologi sastra dengan penerapan teori psikologi abnormal dan psikologi kepribadian. Jadi yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah belum ada yang meneliti objek material, Kagi karya Tanizaki Jun’ichirou dengan mengguna-kan teori psikolgi sastra; psikologi abnormal dan kepribadian. Dengan demikian, orisinalitas penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

1.5 Kerangka Teori

Sebagai tahap awal dalam meneliti masalah pertama yang ingin dijawab ini digunakan teori struktural. Struktur adalah cara pengolahan unsur-unsur yang tidak memiliki fungsi estetik dalam karya sastra, untuk mencapai efek estetis (Wellek dan Warren, 1993: 159). Yang dimaksud dengan unsur-unsur yang tidak memiliki fungsi estetik contohnya yaitu, kata sebagai tanda dilihat satu persatu tanpa memperhatikan susunannya. Karena itu dalam penelitian karya sastra, pendekatan secara struktural tidak bisa dilewati begitu saja. Karena lewat strukturnya lah sebuah karya dapat memenuhi fungsi estetisnya.

Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada hakikatnya kita berhadapan dengan sebuah dunia kemungkinan. Dunia yang dilengkapi dengan tokoh-tokoh yang bermasalah. Tokoh tersebut juga memerlukan ruang lingkup, tempat dan waktu, sebagaimana halnya manusia di kehidupan nyata. Fiksi sebagai sebuah dunia, memerlukan tokoh, cerita, plot, dan juga latar (Nurgiyantoro, 1995:216). Metode struktural adalah metode yang bertumpu pada pendekatan yang ilmiah

(8)

8

dan pendekatan karya sastra melalui unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah karya sastra dalam pembentukan suatu gagasan dan makna tertentu (Yudiono K.S, 2009: 56). Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32).

Struktur karya sastra terdiri atas unsur-unsur intrinsik, yakni alur, penokohan, tema latar dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (Sumardjo, 1991:54). Setelah dilakukan analisis struktural pada novel Kagi, akan dilanjutkan dengan analisis psikologi tokoh Ikuko dan suaminya.

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari aspek kejiwaan manusia. Jiwa adalah sesuatu yang abstrak, hanya dapat diteliti melalui faktor yang membentuknya dan hasil yang ditimbulkannya. Dengan begitu saat meneliti aspek kejiwaan seseorang, kita tidak boleh hanya melihat dari satu aspek saja. Misalnya saja kita tidak bisa meneliti kejiwaan seseorang dari tingkah lakunya saja. Kita harus memperhatikan faktor penampilan, lingkungan, usia, dan lain sebagainya. Psikologi juga dapat diterapkan pada karya sastra untuk menganalisis kejiwaan para tokoh. Kedua ilmu tersebut disatukan sehingga muncul istilah psikologi sastra.

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang suatu karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu juga dengan pembaca yang akan mengapresiasi karya tanpa melepaskannya dari aspek kejiwaan masing-masing. Psikologi sastra

(9)

9

mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang menangkap gejala kejiwaan lalu mengolahnya ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra (Endrasawara, 2003: 6).

Istilah “psikologi sastra” memiliki empat kemungkinan pengertian. Pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca). Pengertian ketiga adalah yang paling berkaitan dengan sastra (Wallek dan Warren, 1993:90). Dan penelitian pada skripsi ini akan memfokuskan pada pengertian ketiga tersebut dengan menggunakan beberapa tipe dan hukum psikologi yang telah ada.

1.5.1 Psikologi Kepribadian

Banyak orang percaya bahwa tiap-tiap individu memiliki karakteristik kepribadian atau pembawaan yang menandainya. Pembawaan yang mencakup dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku merupakan karakteristik seseorang yang akan memperlihatkan cara ia bereaksi, beradaptasi, dan berkompromi dalam kehidupannya. Itulah yang disebut kepribadian (Santrock via Minderop, 2011:4).

Psikologi kepribadian adalah psikologi yang mempelajari kepribadian manusia dengan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Dalam psikologi kepribadian dipelajari kaitan antara ingatan atau pengamatan dengan perkembangan, kaitan antara pengamatan dengan penyesuaian diri pada individu, dan seterusnya.

(10)

10

Dalam psikologi terdapat tiga aliran pemikiran. Pertama, psikoanalisis yang menghadirkan manusia sebagai bentukan dari naluri-naluri dan konflik-konflik struktur kepribadian. Konflik-konflik struktur kepribadian adalah konflik yang muncul dari pergumulan antara id, ego, dan superego. Kedua, behaviorisme yang mencirikan manusia sebagai korban yang fleksibel, pasif, dan penurut terhadap stimulus lingkungan. Ketiga, psikologi humanistik, adalah sebuah “gerakan” yang muncul, yang menampilkan manusia yang berbeda dari gambaran psikoanalisis dan behaviorisme. Di sini, manusia digambarkan sebagai makhluk yang bebas dan bermartabat serta selalu bergerak ke arah pengungkapan segenap potensi yang dimilikinya apabila lingkungan memungkinkan (Koswara, 1991:109).

Teori Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud adalah teori yang paling mudah ditemui pada penelitian-penelitian psikologi sastra. Teori Freud yang menempatkan alam bawah sadar sebagai kunci untuk memahami perilaku seseorang telah diakui oleh sejumlah pihak dan tidak sedikit orang yang mengakui kebenaran teorinya. Menurut Freud ada beberapa faktor pembentuk kepribadian, yakni faktor historis, faktor kontemporer, faktor bawaan dan faktor lingkungan di mana individu hidup.

Dalam buku Minderop (2011:21) lebih jauh menyebutkan bahwa Freud membahas pembagian psikisme manusia: id yang terletak di bagian tak sadar, merupakan tempat penyimpanan pulsi dan menjadi sumber energi psikis. Menurut Freud, id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Ego yang terletak di antara alam sadar dan tak sadar, bertugas untuk menengahi dan mencari penyelesaian antara tuntutan pulsi dan larangan superego. Superego yang

(11)

11

merupakan hasil pendidikan dan identifikasi orang tua terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian tak sadar, bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan mutlak pulsi-pulsi dalam id.

Freud mengibaratkan id sebagai raja atau ratu, ia berlaku seperti penguasa absolut yang harus dituruti, sewenang-wenang, dan mementingkan diri sendiri. Ego diibaratkan sebagai perdana menteri yang memiliki tugas menyelesaikan segala pekerjaan yang terhubung dengan realitas dan tanggap terhadap keinginan masyarakat. Superego, ibaratnya seorang pendeta yang selalu penuh pertimbangan terhadap nilai-nilai baik dan buruk harus mengingatkan id yang rakus dan serakah bahwa penting untuk berperilaku arif dan bijaksana.

Seperti telah disebutkan, id merupakan sumber energi psikis dan naluri yang mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya seperti, makan, minum, seks, menolak rasa sakit atau tidak nyaman. Cara kerjanya berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan menghindari ketidaknyamanan. Akan mengerikan seandainya diri kita hanya terdiri dari id semata. Seorang bayi yang sebelumnya hanya memiliki id, akan berkembang dan mempelajari bahwa tidak semua kelakuannya dapat diterima dan mempelajari aturan yang diterapkan orang tuanya. Anak yang secara bersamaan berusaha memenuhi pulsi dan menyesuaikan diri dengan realitas, akan membentuk struktur kepribadian yang baru, yaitu ego.

Ego terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas. Ego membantu manusia untuk mempertimbangkan apakah

(12)

12

ia dapat memuaskan diri tanpa mengakibatkan kesulitan atau penderitaan bagi dirinya sendiri. Tugas ego adalah memberi tempat pada fungsi mental utama, misalnya: penalaran, penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan. Dengan alasan tersebut, ego merupakan pimpinan utama kepribadian. Layaknya seorang pemimpin perusahaan yang mampu mengambil keputusan rasional demi kemajuan perusahaan.

Struktur ketiga ialah superego yang mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Superego berbeda dengan id dan ego yang tidak memiliki moralitas karena tidak mengenal nilai baik dan buruk. Superego sama halnya dengan hati nurani yang mengenal nilai baik dan buruk (conscience). Sebagaimana id, superego juga tidak memiliki pertimbangan realitas karena tidak bergumul dengan hal-hal realistik, kecuali ketika impuls seksual dan agresivitas id dapat terpuaskan dalam pertimbangan moral.

Ketiga struktur kepribadian tersebut, dipimpin oleh ego menentukan reaksi dan perilaku seseorang dalam kehidupan nyata. Freud percaya bahwa konflik bawah sadar antara pulsi id (umumnya seksual dan agresif) dan pertahanan dari ego dan superego dapat menghasilkan kecemasan (anxitas). Kecemasan akan timbul sebagai tanda bahaya. Jika sumber kecemasan tersebut tidak dapat diatasi, kemungkinan besar akan menyebabkan perilaku maladaptif pada individu.

Dalam menghadapi kecemasan tersebut individu akan melakukan pembelaan melalui mekanisme pertahanan diri. Istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap kecemasan. Ada beberapa bentuk mekanisme pertahanan diri, yaitu

(13)

13

represi, sublimasi, proyeksi, pengalihan, rasionalisasi, reaksi formasi, regresi, agresi dan apatis, fantasi dan stereotype (Minderop, 2010: 29-31).

1. Represi adalah upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. 2. Sublimasi merupakan proses bawah sadar di mana libido ditunjukkan

atau diubah arahnya ke dalam bentuk penyaluran yang lebih dapat diterima.

3. Proyeksi ialah suatu mekanisme pertahanan di mana seseorang mempertahankan diri dari pikiran-pikiran dan keinginan-keinginan yang tak dapat diterima, dengan menyatakan hal tersebut kepada orang lain.

4. Pengalihan adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan

kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam dibandingkan dengan objek atau individu yang semula.

5. Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan diri dengan mencari pembenaran atau alasan atas perilaku, sehingga manjadi lebih bisa diterima oleh ego daripada alasan yang sebenarnya.

6. Reaksi formasi ialah mekanisme pertahanan ego yang melakukan tindakan berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar.

7. Regresi adalah langkah mundur pada saat libido melewati tahap perkembangan tertentu di masa-masa penuh stres dan kecemasan, sehingga libido bisa kembali ke tahap yang sebelumnya.

(14)

14

8. Agresi dan apatis. Agresi merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Apatis adalah kurangnya emosi, motivasi atau antusiasme. Atau juga sikap acuh tidak acuh dengan keadaan sekitar.

9. Fantasi dan stereotype adalah mekanisme pertahanan diri di mana individu berfantasi mengenai hasratnya. Individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi.

1.5.2 Psikologi Abnormal

Psikologi abnormal adalah subdisiplin yang dianggap sebagai inti dari cabang ilmu psikologi klinis. Di samping tes psikologi dalam proses seleksi pegawai, orang awam cenderung mengasosiasikan ilmu psikologi dengan abnormalitas kejiwaan. Abnormalitas kejiwaan tersebut banyak ditemui kasusnya dalam masyarakat. Abnormalitas kejiwaan tidak kemudian menjadikan semua penderitanya tidak bisa diajak berkomunikasi dengan orang lain atau layak dimasukkan rumah sakit jiwa. Banyak penderita abnormalitas kejiwaan yang mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebenarnya garis yang membedakan antara gejala yang masih normal dan yang sudah abnormal sangatlah tipis. Dari usaha beberapa ahli yang mengupas berbagai kriteria mengenai normal tidaknya seseorang pada intinya dapat dikatakan bahwa penilaian mengenai perilaku abnormal dan normal itu tidak dapat bersifat menyeluruh (Fausiah dan Widury 2008:4). Faktor biologis maupun

(15)

15

psikologis dapat menjadi penyebab munculnya abnormalitas kejiwaan pada individu.

Menurut Ulmann (via Fausiah dan Widury, 2008:4), perilaku abnormal memiliki makna yang sama dengan gangguan perilaku, gangguan mental/jiwa, sakit mental, dan gangguan emosional. Ia juga mengungkapkan bahwa jika seseorang menampilkan perilaku yang berbeda, tidak mengikuti aturan yang berlaku, tidak pantas, mengganggu, dan tidak dapat dimengerti melalui kriteria yang biasa, maka perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai perilaku abnormal. Lalu menurut Durand dan Barlow (2006:9), terdapat banyak kasus yang dapat dikategorikan sebagai abnormalitas. Di antaranya adalah gangguan seksualitas dan gangguan-gangguan kepribadian.

1. Gangguan Seksualitas

Gangguan seksualitas terdiri dari penyimpangan seksual (parafilia) dan gangguan disfungsi seksual. Menurut Durand dan Barlow (2006:63), parafilia, istilah yang relatif baru untuk penyimpangan seksual, mencakup gangguan-gangguan di mana keterangsangan seksual timbul terutama di dalam konteks

objek-objek atau individu-individu yang tidak semestinya. Pola-pola

keterangsangan penderita parafilia difokuskan dengan agak sempit, seringkali menghindari pola-pola orang dewasa yang bersifat mutually consenting (sama-sama setuju). Lalu menurut Davidson dan Neale via Fausiah (2008:61), seseorang mungkin menampilkan satu atau lebih parafilia, dan pola tersebut kemungkinan berkaitan dengan gangguan mental lain seperti skizofrenia, depresi, atau salah satu gangguan kepribadian.

(16)

16

Pola-pola rangsangan seksual yang tidak lazim seperti, mencapai kepuasan dengan melakukan pembunuhan brutal, dan pola-pola lain yang tak terhitung banyaknya terdapat pada sejumlah besar individu, yang mengakibatkan penderitaan baik bagi dirinya sendiri maupun bagi korbannya, bila perilakunya melibatkan orang lain (Durand dan Barlow, 2006:99). Di bawah ini adalah beberapa bentuk parafilia.

1. Fetisisme

Fetisisme adalah dorongan, fantasi, dan perilaku yang merangsang secara seksual yang melibatkan penggunaan benda-benda tak hidup dan tak lazim. Dalam fetisisme, sebagian besar dorongan , fantasi, dan nafsu seksual seseorang, difokuskan pada objek tertentu yang berupa benda mati atau ada juga yang menunjukkan ketertarikan pada bagian tubuh tertentu (yang kadang-kadang disebut partialisme), misalnya kaki, ketiak, pantat, dan lain sebagainya. Partialisme yang sering ditemukan adalah ketertarikan pada bagian tubuh kaki, pemujaan atau fetisisme pada kaki ini diberi istilah podofilia (Durand dan Barlow, 2006:100). 2. Voyeurisme dan Ekshibisionisme

Voyeurisme adalah praktik mengamati individu yang sedang membuka baju atau telanjang dimana individu yang diamati tidak menaruh curiga atau tidak sadar sedang diamati, agar menjadi terangsang.

Ekshibisionisme bisa dibilang adalah kebalikan dari voyerisme. Praktiknya adalah mempertontonkan alat kelaminnya kepada orang

(17)

17

asing yang tidak menaruh curiga, untuk mencapai rangsangan dan kepuasan seksual.

3. Sadisme Seksual dan Masokhisme Seksual

Sadisme seksual dan masokhisme seksual berhubungan dengan menyakiti atau menyebabkan penderitaan psikologis, misalnya mempermalukan atau menghina, pada orang lain (sadisme). Dan atau menjadikan dirinya objek yang kesakitan atau menerima perlakuan yang menyebabkan penderitaan psikologis seperti dipermalukan atau terhina (masokhisme).

4. Pedofilia dan Inses

Pedofilia adalah parafilia yang melibatkan ketertarikan seksual yang kuat terhadap anak-anak. Sementara itu, inses merupakan ketertarikan seksual menyimpang yang ditujukan kepada saudara kandung sendiri. Perilaku abnormal lain yang masih berhubungan dengan libido antara lain adalah (1) Perzinahan (Adultery). Menurut KBBI1, zina adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan. (2) Perselingkuhan. Selingkuh, menurut KBBI adalah: suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang; serong; suka menyeleweng.

1

(18)

18 2. Gangguan kepribadian

Selain gangguan seksualitas, terdapat kasus-kasus lain yang dikategorikan dalam psikologi abnormal. Salah satunya yakni gangguan kepribadian. Penderita gangguan ini biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Hubungan pribadinya dengan orang lain terganggu karena sikap dan perilakunya cenderung merugikan orang lain.

b. Memandang bahwa semua kesulitannya disebabkan oleh nasib buruk atau kesalahan orang lain. Dengan kata lain, penderita cenderung tidak memiliki rasa bersalah.

c. Tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain: bersikap manipulatif atau senang mengakali, mementingkan diri, tidak punya rasa bersalah, dan tidak mengenal rasa sesal bila mencelakai orang lain. d. Penderita tidak pernah dapat melepaskan diri dari pola tingkah laku

maladaptifnya itu.

e. Selalu menghindari tanggung jawab atas masalah-masalah yang ditimbulkannya.

Selain itu dalam kasus gangguan kepribadian, orang yang menderita adalah orang lain yang menjadi korban perbuatan tidak bertanggung jawab dari si penderita. Penderita sendiri hanya mengalami reputasi buruk, yang bagi penderita gangguan ini sama sekali bukan soal. Adapun jenis gangguan kepribadian yang cukup menonjol adalah kepribadian histrionik-narcisisitik-antisosial. Ciri umumnya adalah sebagai berikut (Supratiknya, 1995:54-57).

(19)

19

1. Kepribadian histrionik: tidak matang; emosinya labil, haus akan hal-hal yang serba menggairahkan (excitement); senang mendramatisasi diri secara berlebihan untuk mencari perhatian; penyesuaian seksual dan hubungan pribadinya kacau; tergantung, tak berdaya, dan mudah ditipu; egois, congkak, sangat haus akan pengukuhan orang lain; sangat reaktif, dangkal atau picik, dan tidak tulus

2. Kepribadian narcisisitik: merasa diri paling penting dan haus akan perhatian dari orang lain; selalu menuntut perhatian dan perlakuan istimewa dari orang lain; sangat peka pada pandangan orang lain terhadap dirinya (harga dirinya rapuh); bersikap eksploitatif; memikirkan kepentingannya sendiri, mengabaikan hak dan perasaan orang lain.

3. Kepribadian antisosial: selalu melanggar hak orang lain lewat perilaku agresif, antisosial, dan tanpa rasa sesal; tidak sedikit di antara para penderita cukup cerdas dan pandai menampilkan diri secara meyakinkan untuk menjadai penipu ulung.

Bentuk-bentuk abnormalitas yang lain adalah gangguan sementara terhadap stres. Dalam menghadapi keadaan yang menimbulkan stres berat, orang-orang yang sebelumnya sehat dapat mengalami gangguan kepribadian yang bersifat sementara. Gangguan ini dapat berkembang secara tiba-tiba atau secara bertahap. Gangguan tersebut muncul karena individu tidak dapat mengatasi atau menghilangkan sumber stressnya (stressor). Biasanya gangguan akan hilang setelah sumber stress berhasil diatasi (Supratiknya, 1995:34).

(20)

20

Ada juga bentuk gangguan tingkah laku yang disebabkan oleh kerusakan berat pada jaringan otak. Bila kerusakannya terjadi sebelum atau tidak lama setelah kelahiran maka gangguan yang ditimbulkan dapat berupa retardasi mental, keterbelakangan mental, atau lemah mental. Dalam retardasi mental, individu tidak mampu mengembangkan aneka ketrampilan sampai ke taraf secukupnya yang dibutuhkan untuk menghadapi tuntunan lingkungan secara mandiri. Bila kerusakan itu terjadi pada usia yang lebih lanjut setelah otak berkembang dengan normal, akan berakibat individu kehilangan kemampuan tertentu yang sebelumnya telah dimilikinya. Gangguan ini disebut gangguan mental organik (Supratiknya, 1995:76).

Menurut Supratiknya (2006: 17-22), ada tujuh model perilaku abnormal, yakni (1) model biologis yang memandang perilaku abnormal timbul akibat aneka kondisi organik tak sehat yang merusak sistem syaraf pusat di otak. (2) Model psikoanalitik yang diturunkan dari teori Sigmund Freud yang menyatakan situasi menekan yang mengancam akan menimbulkan kecemasan dalam diri seseorang. Apabila kecemasan tersebut gagal diatasi, maka individu akan menggunakan salah satu atau beberapa bentuk mekanisme pertahanan diri. (3) Model behavioristik menganggap penyebab perilaku abnormal adalah proses belajar yang salah. (4) Menurut model humanistik, perilaku abnormal timbul dari perkembangan pribadi dan kecenderungan wajar ke arah kesehatan fisik/mental yang terhambat dan terdistorsi. (5) Sedangkan menurut model eksistensial, perilaku abnormal timbul karena manusia modern merasakan kekosongan dan kecemasan dalam hidupnya. Orang modern kehilangan banyak hal yang dapat menjadi sumber makna hidup

(21)

21

seperti persahabatan, kesetiaan, dan lain sebagainya. Ia tidak lagi mengenal Tuhan, sesamanya, bahkan dirinya sendiri. (6) Menurut model interpersonal, perilaku abnormal timbul karena hubungan antarpribadi yang tidak memuaskan. (7) Dan model sosiokultural menganggap penyebab utama dari perilaku abnormal adalah keadaan-keadaan objektif di masyarakat yang bersifat merugikan, seperti kemiskinan, diskriminasi dan prasangka ras, serta kekejaman/kekerasan.

1.6 Metode Penelitian

Karya sastra bukanlah teks yang berisi data-data fakta yang diungkapkan secara lugas. Karya sastra dipenuhi dengan simbol dan makna, karena itulah penelitian yang paling cocok untuk karya sastra adalah penelitian kualitatif. Endraswara (2003: 5) membuat definisi bahwa “penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, akan tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris”. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Berkaitan dengan tahapan kerjanya, penelitian ini akan dilakukan dengan melalui beberapa tahap:

1. Pembacaan secara mendalam dan menyeluruh serta pemahaman novel

Kagi.

2. Pengumpulan data serta teori-teori yang akan membantu jalannya penelitian.

3. Membangun kategori-kategori berdasarkan data dan teori sehingga antara satu dan yang lain mudah dimengerti.

(22)

22

4. Pengolahan, analisis, dan interpretasi teks atas dasar kategori-kategori yang telah dibangun.

5. Menarik kesimpulan dari rumusan masalah dan pembahasan,

kemudian menyusun laporan. 1.7 Sistematika Penyajian

Bab I: Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan landasan teori yang berisi dasar-dasar teoritis yang meliputi teori psikologi sastra.

Bab II: Merupakan bagian yang berisi ulasan tentang penulis novel Kagi, Tanizaki Jun’ichirou, beserta beberapa karyanya.

Bab III: Merupakan analisis struktur novel Kagi yang meliputi tema, alur, latar, penokohan, dan keterkaitan antar unsur.

Bab IV: Merupakan bab inti dari penelitian yang berupa analisis bentuk-bentuk perilaku abnormal pada tokoh-tokoh dalam novel Kagi karya Tanizaki Jun’ichirou, faktor-faktor penyebab gangguan jiwa dan perilaku abnormal tersebut, serta dampak dari perilaku abnormal tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian ini, melalui observasi lapangan, kuesioner di lapangan, yang berhubungan langsung dengan dampak Tempat

Hasil analisis deskriptif, kemampuan interpersonal pastoral baik (50,7%), teknik konseling pastoral baik (50,7%), ketepatan waktu pelayanan pastoral baik (63,8%). Hasil

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengukur kadar senyawa fenol dalam buah mengkudu (Morinda citrifolia) mentah, mengkal, dan matang, membandingkan daya

KELOMPOK TANI CIKEBO MUKTI Alamat : RT.03 RW.04 Kelurahan Talagasari Kecamatan Kawalu.. Kota Tasikmalaya Jawa Barat

Control menu adalah menu yang digunakan untuk melakukan manipulasi jendela atau layar Visual Basic. Pada control menu ini dapat dilakukan perubahan ukuran, pemindahan

Pembuatan gerakan animasi pada model ular menggunakan metode inverse kinematik dengan sudut derajat kebebasan tulang sesuai dengan hasil analisis data

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dengan kuantitas pemesanan yang optimal maka dengan metode Economic Order Quanitity (EOQ) dapat dilakukan 40 kali pemesanan bahan

Pada pembelajaran perbaikan siklus I dengan menggunakan lembar observasi diperoleh data bahwa: (1) Penjelasan materi sangat cepat sehingga kurang dimengerti siswa,