• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II FENOMENA EKSPLOITASI PEKERJA ANAK DI INDIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II FENOMENA EKSPLOITASI PEKERJA ANAK DI INDIA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

FENOMENA EKSPLOITASI PEKERJA ANAK DI INDIA

Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang fenomena pekerja anak di India pada tahun 2008 – 2013. Kasus pekerja anak yang terjadi di India merupakan masalah kompleks yang harus segera ditangani dan dihapuskan, karena jika terus didiamkan bisa berakibat pada masa depan negara India sendiri. Anak-anak adalah aset bangsa yang harus diberikan perlindungan dan dipenuhi segala hak-haknya, agar keberlangsungan negara semakin membaik kedepannya. A. Pengertian Pekerja Anak

Pengertian Pekerja Anak memiliki perbedaan yang signifikan dengan Anak yang Bekerja. Dapat dilihat dari apa yang menjadi subjek pekerjaan dan waktu dari keduanya. Anak yang bekerja adalah anak-anak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi setidaknya selama satu jam dalam satu periode. Kegiatan ekonomi tersebut meliputi produksi pasar dan beberapa jenis kegiatan produksi non-pasar. Mereka melakukan kegiatan ekonomi formal dan non-formal, dalam atau di luar aturan keluarga, dan juga untuk mendapatkan gaji atau keuntungan. Termasuk juga anak-anak yang bekerja sebagai pelayan rumah tangga (dibayar atau tidak dibayar) (Perez, 2016).

Pekerja anak meliputi semua anak yang bekerja dibawah usia minimum sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nasional setiap negara dan segala bentuk terburuk dari pekerjaan yang dilakukan anak-anak. Jenis pekerjaan terburuk berupa pekerjaan yang oleh karena kondisi-kondisi yang menyertai atau melekat pada pekerjaan tersebut ketika dilakukan akan membahayakan anak, melukai anak (secara jasmani, emosi dan atau seksual), mengeksploitasi anak, atau membuat anak tidak mengenyam pendidikan. (Organisasi Perburuhan Internasional, 2009).

(2)

16

Yang dimaksud dengan pekerja anak adalah segala bentuk pekerjaan tidak wajar yang dilakukan oleh anak-anak, yakni bertujuan untuk menghasilkan uang dan menghidupi keluarga. Pekerja anak tidak meliputi pekerjaan ringan di sekitar rumah yang dilakukan sepulang sekolah atau pekerjaan yang dapat mengasah keterampilan, melainkan pekerjaan yang membutuhkan tanggung jawab dan tenaga berlebihan yang dilakukan setiap hari, terdapat unsur eksploitasi, mengganggu masa pendidikan, dan dapat merusak moral anak pada usia tersebut.

ILO mengkategorikan bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berada dalam (Progresia, 2000):

1. Anak-anak yang bekerja telah dirampas hak-haknya secara pribadi.

2. Anak-anak bekerja di bawah tekanan yang sangat kuat, walaupun diberikan upah.

3. Anak-anak yang bekerja pada pekerjaan yang berbahaya, baik bagi keselamatan jiwa maupun fisik. 4. Anak-anak yang berkerja pada usia yang relatif muda,

yaitu di bawah 12 tahun. B. Perlindungan Pekerja Anak

Pekerja anak merupakan permasalahan kompleks yang membutuhkan penanganan dari seluruh sektoral internasional. Jumlah pekerja anak dari tahun ketahun semakin menurun, hal ini dikarenakan sudah mulai banyak pihak yang ikut serta dalam mengatasinya, seperti organisasi internasional, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan tentunya pemerintah masing-masing negara. Begitupun halnya yang dilakukan oleh ILO, dalam rangka memberikan perlindungan kepada pekerja anak, ILO membentuk sebuah konvensi yang relevan untuk melindungi hak anak.

1. Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja

Konvensi ini disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ke 58 pada tanggal 26 Juni 1973 di Jenewa dimana merupakan salah satu

(3)

17

konvensi yang melindungi hak asasi anak. Konvensi ini menetapkan bahwa usia minimum anak-anak dapat mulai bekerja adalah tidak boleh di bawah usia wajib belajar dan tidak kurang dari 15 tahun, dan terdapat pengecualian bagi negara-negara berkembang (ILO, Child Labour in India).

2. Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segala Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Pada Anak

Konvensi ini disetujui pada Konferensi Ketenagakerjaan Internasional ke 87 di Jenewa pada tanggal 17 Juni 1999. Konvensi ini bertujuan untuk segera menghilangkan segala bentuk terburuk dari adanya eksploitasi pekerja anak. Didalamnya melarang pekerjaan berbahaya yang kemungkinan akan mengancam mental, fisik, dan moral anak (ILO, Child Labour in India).

Dari penjelasan tersebut maka anak-anak harus dilindungi karena beberapa hal berikut (UNICEF, 2003):

a. Keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan

b. Kesewenang-wenangan

c. Eksploitasi termasuk tindak kekerasan dan penelantaran

d. Diskriminasi.

Perlindungan terhadap hak anak seringkali menjadi yang terabaikan, baik bagi keluarga yang merupakan unit terkecil sekalipun. Sesungguhnya anak sangat membutuhkan perlindungan mulai dari unit terkecil sampai dengan skala yang lebih besar, yakni dari berbagai elemen keluarga, masyarakat dan pemerintah. Namun dalam kenyataannya dari unit terkecil tidak dapat dipenuhi dengan baik.

Dengan kurangnya pelindungan terhadap hak anak maka akan menimbulkan dampak yang buruk bagi anak-anak. Berikut adalah dampak umum dari adanya pekerja anak:

(4)

18

1. Tidak memiliki waktu luang untuk bermain 2. Terganggunya proses tumbuh kembang anak 3. Terganggunya kesehatan fisik dan mental anak 4. Rasa rendah diri dalam pegaulan

5. Rentan terhadap perlakuan diskriminatif 6. Rentan mengalami kecelakaan kerja

7. Rentan terhadap perlakuan tindak kekerasan, eksploitasi dan penganiayaan

8. Rentan menciptakan generasi miskin (dari pekerja anak akan melahirkan pekerja anak pula)

a. Masa depan suram karena berpendidikan rendah atau bahkan tidak berpendidikan

b. Tidak mampu bersaing dengan pihak lain dalam era globalisasi.

Pekerja anak pada awalnya muncul hanya untuk membantu meringankan beban keluarga, akan tetapi pada akhirnya anak dijadikan penopang utama ekonomi keluarga hingga timbulah tindak eksploitasi terhadap pekerja anak. Hal itu tentu akan mengganggu fisik dan psikologis anak. Untuk itu maka segala bentuk eksploitasi terhadap pekerja anak harus segera dihapuskan.

C. Fenomena Pekerja Anak di Dunia

Berbicara mengenai pekerja anak, kita dihadapkan pada kenyataan mengejutkan tentang fenomena maraknya pekerja anak. Secara global, jumlah pekerja anak usia 5-17 tahun di seluruh dunia mencapai 152 juta, dan 73 juta di antaranya sudah terlibat dalam bentukbentuk pekerjaan berbahaya. Bahkan, laporan terbaru yang dirilis Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebutkan bahwa tren jumlah anak yang menjadi pekerja di sektor berbahaya terus meningkat (International Labour Organization, 2017).

(5)

19

Tabel 1. Jumlah Pekerja Anak di Dunia Tahun 2008-2012 Pekerja Anak 2008 2012 Dunia 215.269.000 167.956.000 Usia 5-14 tahun 152.850.000 120.453.000 15-17 tahun 62.419.000 47.503.000 Jenis Kelamin Laki-laki 127.761.000 99.766.000 Perempuan 87.508.000 68.190.000 Wilayah Asia Pasifik 52.702.000 Afrika 52.229.000 47.735.000 Amerika 7.924.000 Daerah Lainnya 12,091 Sumber: (Yacouba Diallo, 2013)

Dari tabel tersebut, dapat dilihat bahwa pekerja anak di dunia dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan juga wilayah tertentu. Jika dilihat berdasarkan umur maka dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni anak-anak pada usia 5-14 tahun dan 15-17 tahun. Pada tahun 2008 jumlah pekerja anak di dunia sebesar 215 juta anak, lalu pada tahun 2012 jumlah tersebut turun menjadi 167 juta anak. 152 juta diantaranya merupakan anak-anak dalam rentang usia 5-14 tahun. Ini merupakan yang terbanyak dari keseluruhan jumlah tersebut. Sedang untuk usia 15-17 pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 15 juta anak dari tahun 2008. Dari kelompok jenis kelamin, anak laki-laki masih mendominasi dengan jarak perbedaan sekitar 40 juta anak dengan anak perempuan pada tahun 2008.

Sebagian besar pekerja anak ditemukan di negara-negara miskin dan berkembang, Asia Pasifik masih menjadi yang terbesar dalam hal jumlah pekerja anak di dunia pada tahun

(6)

20

2008 yakni sebesar 81 juta anak dan mengalami penurunan menjadi 53 juta pada tahun 2012 dari seluruh pekerja anak di dunia. Asia sebagai wilayah dengan kepedatan penduduk terbesar di dunia juga tidak dapat mengelak bahwa jumlah pekerja anak yang terjadi pun merupakan yang terbesar di dunia. Lalu diikuti oleh Afrika, Amerika, dan wilayah lainnya.

Pekerja anak di dunia terbagi menjadi tiga sektor kegiatan ekonomi, yaitu pertanian, industri dan pelayanan. Dari total keseluruhan pekerja anak usia antar 5-17 tahun di dunia, 58,6 persen diantaranya terlibat dalam sektor pertanian, 7,2 persen pada sektor industri, dan 32,3 persen dalam sektor pelayanan (Yacouba Diallo, 2013).

Dengan banyaknya jumlah pekerja anak di dunia pasti terdapat hal-hal yang menyebabkannya terjadi. Berikut adalah sebab-sebab dari adanya pekerja anak di dunia.

1. Kemiskinan

ILO menganggap bahwa kemiskinan merupakan penyebab utama dari terjadinya pekerja anak. Ketidakmampuan ekonomi keluarga berpengaruh pada produktifitas kerja dan kesehatan. Hal ini pun menjadi pendorong keluarga miskin mengirim anak-anak mereka bekerja untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Banyak anak yang bekerja di lahan pertanian atau toko keluarga yang kelangsungannya tergantung pada anggota keluarga yang bersedia bekerja tanpa dibayar. Orang tua terpaksa memobilisasi anak-anaknya sebagai pekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Pada titik inilah munculnya kerawanan, sebab anak-anak bisa berubah peran dari sekedar membantu menjadi pencari nafkah utama.

2. Gagalnya Sistem Pendidikan

Beberapa daerah, terutama daerah pedesaan, biasanya tidak mempunyai sekolah. Adapun jika terdapat sekolah, maka akan meminta pembayaran uang sekolah dan orang tua tidak sanggup untuk membayarnya. Walaupun sekolah gratis tersedia, biasanya sekolah seperti itu mempunyai mutu yang

(7)

21

buruk dan kurikulum yang tidak sesuai. Karena itu, orang tua berpendapat bahwa anak mereka akan mempunyai masa depan yang lebih baik bila bekerja dan mempelajari keterampilan praktis yang banyak dibutuhkan orang daripada harus sekolah tapi dengan kualitas yang buruk.

3. Rendahnya Biaya yang Dikeluarkan untuk Mempekerjakan Anak

Di perusahaan-perusahaan informal berskala kecil, di mana undang-undang ketenagakerjaan tidak dilaksanakan, mempekerjakan anak merupakan pilihan yang menarik karena anak dapat dibayar dengan upah yang lebih rendah daripada upah orang dewasa. Tidak seperti pekerja dewasa, anak-anak pada umumnya juga tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dan dianggap lebih mudah dikendalikan dan diatur ( Organisasi Perburuhan Internasional).

4. Tidak Adanya Organisasi Pekerja

Jumlah pekerja anak menjadi besar terjadi bila serikat pekerja/serikat buruh lemah atau bahkan tidak ada. Serikat pekerja/serikat buruh pada umumnya tidak dijumpai di sektor informal di mana mengorganisasikan para pekerja secara kolektif sulit dilakukan.

Sekalipun ada peraturan untuk melakukan perlindungan pekerja anak, akan tetapi tidak diimbangi dengan pelaksaan dari aturan tersebut. Sehingga sangat dimungkinkan banyak sekali masalah-masalah yang timbul pada pekerja anak yang tidak bisa terselesaikan oleh aparat penegak hukum. D. Pekerja anak di India

India merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang 7.000 km, dan bagian dari anak benua India, India merupakan bagian dari rute perdagangan penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Cina, Myanmar. Banglades,

(8)

22

Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia adalah negara kepulauan yang bersebelahan. India adalah letak dari peradaban kuno seperti Peradaban Lembah Sungai Indus dan merupakan tempat kelahiran dari empat agama utama dunia, yakni Hindu, Buddha, Jainisme, dan Sikhisme.

India adalah sebuah negara di Asia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu miliar jiwa, dan adalah negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Jumlah penduduk India tumbuh pesat sejak pertengahan 1980-an. Dengan tingginya jumlah penduduk yang dimiliki oleh negara tersebut, maka timbulah berbagai macam persoalan yang harus dihadapi pemerintah. Pertumbuhan jumlah penduduk di India yang tinggi tidak dapat dibarengi dengan laju ekonomi yang tinggi pula. India merupakan negara berkembang yang tidak dapat mengelak dari masalah kemiskinan. Dimana kemiskinan ini semakin merambat kesegala aspek, yakni banyak pengangguran, rakyat tidak sejahtera, sistem pendidikan yang buruk, sampai pada pilihan untuk memperkerjakan anak-anak dengan dalih membantu perekonomian keluarga.

Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak seperti tingginya angka kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar, banyaknya kasus anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai pekerja seksual atau dalam pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan dan banyak hal-hal yang semestinya tidak dialami oleh anak apabila perlindungan bagi anak dilakukan oleh seluruh pihak terutama keluarga atau orang tua, pemerintah serta lingkungan sekitar (Tambunan, 2017). Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat India juga merupakan sebuah negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, namun adanya diskriminasi dan eksploitasi terhadap anak-anak masih saja banyak terjadi.

(9)

23

1. Faktor penyebab terjadinya eksploitasi pekerja anak di India

Pekerja anak adalah masalah universal yang harus dihadapi oleh negara-negara miskin dan berkembang dewasa ini. Faktor sosial, kemiskinan, buta huruf, urbanisasi, disintegrasi keluarga, keamanan sosial yang tidak memadai, kurangnya akses pendidikan, adat & budaya, kurangnya institusi yang mengatur kebijakan sosial, dan keterbatasan sumber daya adalah beberapa alasan utama untuk ini masalah. Selain itu juga karena adanya keterbelakangan teknologi serta upah tenaga kerja murah bagi pekerja anak semakin memicu anak-anak untuk dipekerjakan. Secara lebih jelas, faktor terjadinya pekerja anak menurut ILO adalah karena beberapa hal berikut (Nanjunda.D.C, 2006).

a. Faktor Sosial dan Budaya

Konsep sosial dan budaya tentang pekerja anak telah menjadi suatu permasalahan yang selalu diperdebatkan dalam beberapa waktu terakhir. Budaya memiliki definisi tersendiri tentang istilah anak dan pekerja anak, dan hal itu sangat berbeda dengan apa yang ada dalam masyarakat. Budaya telah memperbaiki beberapa fungsi, berkaitan dengan yang harus dilakukan oleh anak-anak di usia dini agar mereka memiliki sosialisasi yang baik di masa depan. Proses sosialisasi dan tujuan budaya ini seharusnya memilki respon yang jelas atas ketergantungan keduanya dengan sistem ekonomi struktural di mana proses sosialisasi itu terjadi (Burra, 1999). Dalam masyarakat yang terikat secara budaya seperti India, tradisi memainkan peran penting dalam struktur keluarga dan jenis kelamin dari setiap anak. Namun, kemiskinan yang ada tidak hanya membuat anak-anak keluar dari sekolah. Berbagai bentuk diskriminasi sosial juga selalu terjadi. Misalnya,

(10)

24

ketidaksetaraan gender yang sangat umum di masyarakat terlepas dari kasta, agama dan kelas yang mencerminkan norma sosial selalu berlawanan dengan pendidikan anak-anak (Nieuwennuy, 2003). Dikarenakan oleh pemusatan kesejahteraan, kekuasaan masa lampau, tingkat pendidikan tinggi dan pemikiran rasional di kalangan kasta atas telah membuat dominasi pada kelompok kasta rendah. Oleh karena itu, pekerja anak bisa terlihat lebih banyak di kalangan kasta rendah atau bagian masyarakat yang lebih lemah. Dalam masyarakat seperti itu, mengirim anak-anak ke sekolah sangat tergantung pada konteks budaya keluarga dan pada dasarnya keputusan itu akan diambil di tingkat rumah tangga. Namun, Keputusan semacam itu tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek penting lainnya, dalam artian hal tersebut tidak murni berdasarkan rumah tangga saja (Mendelievich and Elia, 1980).

Dibanyak negara, elit yang berkuasa atau kelompok etnis mayoritas berpendapat bahwa bekerja merupakan hal yang wajar dan alamiah untuk anak-anak miskin. Para elit atau kelompok etis tersebut tidak memiliki komitmen untuk mengakhiri masalah pekerja anak, dan sesungguhnya ingin terus mengeksploitasi anak-anak ini karena mereka merupakan tenaga murah. Pada kasus-kasus lain, bila orang tua mempunyai sedikit uang untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, pada umumnya mereka memilih untuk menyekolahkan anak laki-laki, sehingga anak perempuan rawan dipekerjakan sebagai pekerja anak.

b. Kemiskinan

Kemiskinan adalah permasalahan sosial di mana sebagian masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Setelah diamati bahwa

(11)

25

pada dasarnya rumah tangga terutama pada masyarakat kelas ekonomi bawah tidak dapat bertahan kecuali anak-anak dalam keluarga juga ikut bekerja. Oleh karena itu, pekerja anak adalah konsekuensi yang tak terelakkan dari kekuatan ekonomi yang beroperasi di tingkat keluarga.

Kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Dalam kasus kemiskinan absolut, tingkat penghasilan masyarakat suatu negara terlalu rendah sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, itu disebut tipe kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif berarti, ketika kita membandingkan pendapatan dari orang yang berbeda yang kita temukan bahwa beberapa orang lebih miskin dari yang lain. Ini disebut kemiskinan relatif. Di India orang miskin mengirim anak-anak mereka pergi ke tempat kerja karena peningkatan penghasilan mereka sangat penting untuk kelangsungan hidup keluarga. Masyarakat miskin kota dan desa tertinggal serta mereka yang tidak memiliki tempat tinggal secara terpaksa harus mengirim anak-anak mereka agar mendapatkan upah.

c. Pertumbuhan Populasi yang Pesat

Setelah China, India menempati urutan kedua dengan jumlah penduduk terpadat di dunia. Penduduk India bertambah 181 juta jiwa dalam sepuluh tahun terakhir pada tahun 2011. Dan pada tahun itu pula jumlah penduduk India mencapai 1.21.01.93.422 jiwa (Ministry of Home Affairs, 2011). Jumlah peningkatan penduduk yang hampir 1,2 milyar jiwa dengan tingkat pendidikan yang rendah serta tingkat kemiskinan yang masih tinggi terdapat di setiap wilayahnya menjadikan India negara yang rawan akan ancaman unstabilitas baik

(12)

26

dari sektor eknomi, politik, dan sosial (Prasodjo, 2014).

Sekarang populasi India meningkat pesat. Tekanan populasi di India telah menciptakan kesengsaraan dan penderitaan yang meluas bagi masyarakat dan secara serius telah menghambat peluang mereka untuk menyelesaikan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang cepat di India telah menciptakan masalah besar, yang secara langsung mempengaruhi aspek sosial, politik dan ekonomi negara tersebut. Orang miskin berpenghasilan rendah yang merupakan sebagian besar dari masyarakat India, umumnya akan menjadi korban dari semua fenomena ini.

Pada taraf tertentu pertumbuhan penduduk dapat dianggap sebagai perkembangan yang menguntungkan. Tapi, setelah dilihat dari sisi tertentu, hal itu akan menjadi halangan untuk pembangunan ekonomi negara dan penduduk akan mengurangi pendapatan per kapita bangsa juga membatasi penggunaan sumber daya yang terbatas. Peningkatan populasi yang terus-menerus dapat menyebabkan kelebihan pasokan tenaga kerja dan pengangguran. Hal ini dapat menyebabkan tekanan besar pada orang tua agar menabung dan menginvestasikan banyak uang untuk pendidikan dan kesehatan anak-anak mereka. Ini adalah salah satu penyebab paling penting dalam menciptakan masalah pekerja anak (Nanjunda.D.C, 2006). d. Urbanisasi

Kurang kesempatan, pengangguran, kekeringan dan program pembangunan pedesaan yang belum selesai adalah alasan utama di balik urbanisasi. Pada 1901, 11 persen dari total populasi tinggal di kota (Nagpaul, 1988). Pada tahun 1993, terdapat sekitar 26 persen. Namun, di luar dugaan pembangunan perkotaan India telah sampai pada

(13)

27

tahap dimana proyeksi pertumbuhan untuk akhir abad 21 menjadi sangat mencengangkan. Pada tahun 2020, diperkirakan separuh dari 1,370,000,000 penduduk negara India akan tinggal di perkotaan (Nanjunda, 2008).

Populasi di India tumbuh sekitar 2,1 persen per tahun, dan daerah perkotaan telah tumbuh pada angka 3,8 persen per tahun, dengan peningkatan paling pesat yang terjadi di daerah perkotaan, yaitu antara 4 dan 7 persen per tahun. Urbanisasi yang cepat ini telah menyebabkan lebih banyak masalah, seperti banyaknya keberadaan pekerja anak di pusat kota. Arus tenaga kerja di perkotaan ini mengarah pada lebih mudahnya para pengusaha dalam memperdaya tenaga kerja dengan upah rendah (Nanjunda.D.C, 2006). Dengan ini, kemiskinan akan terus menjadi permasalahan pokok. Dengan mahalnya biaya hidup dan pendidikan di pusat kota, akan memaksa anak-anak untuk ikut bekerja dengan alasan membantu keberlangsungan keluarga.

Dari beberapa faktor penyebab terjadinya masalah pekerja anak di India di atas, maka akan semakin memperjelas bahwasanya kondisi pekerja anak di negara tersebut masih saja menjadi hal yang sangat mudah untuk ditemui, mengingat di India sendidri masih banyak terjadi hal-hal yang mendukung hal tersebut.

2. Kondisi Pekerja Anak di India

Pekerja anak merupakan hal lazim yang terjadi di India, bahkan sudah ada dari zaman kuno dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda. Tetapi itu tidak terlalu eksploitatif seperti saat ini terjadi. Pekerja anak dulu terjadi hanya pada sektor yang tidak berbahaya, anak-anak pun masih memiliki peluang untuk beristirahat. Sedangkan saat ini, anak-anak yang

(14)

28

bekerja cenderung pada bentuk diskriminasi. Anak-anak terpaksa bekerja dalam waktu yang sangat tidak masuk akal, sektor pekerjaan berbahaya dan diberi upah rendah. Eksploitasi pekerja anak di India saat ini merupakan praktik yang semakin banyak diterima dan dirasakan oleh penduduk setempat sebagai kebutuhan untuk mengurangi kemiskinan. sehingga tindakan tersebut akan terus berlanjut dan mengakar di masyarakat.

India, salah satu negara terkemuka yang memiliki jumlah pekerja anak terbesar dalam berbagai bentuk pekerjaan di Asia. Menurut data statistik Action Aid India, 1 dari setiap 11 anak di India bekerja untuk mencari nafkah. Ada 10.13 juta pekerja anak antara 5-14 tahun dan 33 juta anak yang bekerja antara usia 5-18 tahun di India (Government of India, Ministry of Labour and Employment, 2011). Berdasarkan analisis data Sensus oleh CRY- Child Rights and You reveals, sekitar 1,4 juta pekerja anak di India dalam kelompok usia 7-14 tahun tidak dapat menulis nama mereka. Ini berarti satu dari tiga pekerja anak di kelompok usia tersebut buta huruf. Ini adalah realitas suram bagi anak-anak, mereka harus merelakan pendidikan dan masa depan mereka demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, mengingat India merupakan sebuah negara yang menganut demokrasi yang mana seharusnya menjunjung tinggi nilai keadilan terutama bagi anak-anak.

Pekerja anak di India banyak terjadi di daerah pedesaan, yakni sekitar 80% dari total keseluruhan pekerja anak di negara tersebut. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan pekerja anak juga dapat ditemukan di daerah perkotaan. Pekerja anak di India terbagi dalam beberapa sektor bentuk pekerjaan, yaitu:

(15)

29

Sumber : (Government of India, Ministry of Labour and Employment, 2011)

a. Pertanian

Data Sensus 2011 menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbsng tenaga kerja anak terbesar di India. Anak-anak di India terlibat dalam bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Anak-anak bekerja di pertanian, memproduksi tanaman seperti beras dan benih hibrida juga memetik kapas. Anak-anak yang bekerja di sektor pertanian biasanya akan menggunakan alat-alat berbahaya, membawa beban berat, dan bersinggungan langsung dengan pestisida berbahaya. Anak-anak di India juga harus bekerja dalam situasi berbahaya, yaitu memproduksi berbagai produk penggalian batu dan material lainnya, memecahkan batu, dan memoles permata. b. Manufaktur

Anak-anak di bidang manufaktur bekerja untuk membuat korek api, batu bata, karpet, kunci, gelang kaca, kembang api, rokok, dupa, alas kaki, garmen, kain sutra yang dijahit dengan tangan, produksi kulit, dan brassware. Anak-anak juga ada

69% 13%

13% 5%

Sektor Pekerja Anak di India Usia antara

5-14 Tahun

(16)

30

yang bekerja untuk memutar benang, menyulam, menjahit manik-manik ke kain dan menjahit bola sepak. Banyak anak-anak memproduksi barang-barang tersebut dalam sektor ekonomi informal, yaitu melakukannya di rumah produksi. Selain bekerja lama jam di ruang sempit dengan pencahayaan yang buruk dan ventilasi yang tidak memadai, anak-anak di bidang manufaktur juga dapat terpapar bahan kimia berbahaya dan terkena mesin-mesin berbahaya.

c. Industri Jasa

Industri jasa yang mempekerjakan anak-anak di India meliputi hotel, pelayan makanan, dan pekerjaan terkait pariwisata tertentu. Dalam ini sektor, anak-anak rentan terhadap kekerasan fisik, trauma mental, dan pelecehan seksual. Anak-anak bekerja menjual makanan dan barang lainnya di jalanan, memperbaiki kendaraan dan ban, dan juga memulung. Pada tahun 2012, Pejabat Pemerintah memperkirakan bahwa 4 juta anak bekerja dalam pelayanan domestik di seluruh India. Banyak dari mereka yang bekerja sangat lama jam dan menderita perlakuan kasar.

Bentuk terburuk dari pekerja anak terus saja terjadi di India. Anak-anak terpaksa harus bekerja pada sektor-sektor berbahaya, baik pada lingkungan keluarga maupun dalam perusahaan layanan domestik. Polisi setempat menyatakan bahwa sekitar 1,2 juta anak-anak adalah korban eksploitasi seks komersial. India tetap menjadi sumber, persinggahan, dan negara tujuan utama dalam memperdagangkan anak di bawah umur untuk eksploitasi seks komersial dan tenaga kerja paksa dalam pelayanan rumah tangga, pertanian, dan kegiatan seperti mengemis serta membuat batu bata.

(17)

31

Sulitnya akses pendidikan bagi anak-anak kurang beruntung di India, beberapa sekolah tidak memiliki fasilitas yang memadai, dan terdapat stereotipe yang melarang anak perempuan untuk bersekolah merupakan salah salah penyebab pekerja anak terus berlanjut. Dimana lebih dari delapan juta anak antara usia 8 dan 14 tidak di sekolah di negara tersebut. Ini merupakan angka yang cukup tinggi bagi sebuah negara berkembang saat ini.

3. Dampak Adanya Eksploitasi Pekerja Anak di India Pekerja anak telah menjadi ancaman terus-menerus mengganggu masyarakat India selama berabad-abad. Ketika ekonomi India berkembang secara dramatis untuk menjadi salah satu negara adidaya ekonomi di masa depan, menjadi sangat penting untuk melindungi generasi masa depan negara tersebut, bukan lain adalah anak-anak. Akan tetepi pekerja anak masih memegang jumlah yang tinggi di India saat ini. Meskipun Konstitusi India melarang anak-anak usia kurang dari 14 tahun untuk dipekerjakan dalam pekerjaan apa pun atau lingkungan berbahaya, pekerja anak ada di negara ini masih saja terus terjadi (Ram, 2009). Mereka sering bekerja berjam-jam di lingkungan yang berbahaya dan tidak higienis dan menerima bayaran rendah (Forastieri, 2002). Anak-anak ini layak untuk dididik dan dapat menikmati masa kecil mereka daripada bekerja pada usia dini dan menghadapi pelecehan, yang mana akan mengakibatkan dampak buruk bagi kehidupan mereka. Berikut adalah beberapa dampak buruk yang akan dihadapi anak-anak apabila terus dipaksa untuk bekerja.

(18)

32

a. Kehilangan Kualitas masa kanak-kanak

Penting bagi seseorang untuk menikmati setiap tahap perkembangan mereka. Seorang anak harus bermain dengan teman dan membuat kenangan untuk masa hidupnya. Mereka harus mengeksplorasi kehidupan dan membentuk fondasi kuat yang akan menentukan masa depan mereka. Pekerja anak, oleh karena itu, menyebabkan hilangnya kualitas masa kkanak karena anak-anak akan kehilangan kesempatan untuk menikmati pengalaman pada masa kecilnya. Anak-anak sering didorong untuk bermain karena membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Seorang anak yang dipaksa bekerja akan kehilangan banyak hal baik yang terkait dengan masa kanak-kanak tersebut (Victor, 2017).

b. Masalah Kesehatan

Pekerja anak juga dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan pada anak karena kurang gizi dan kondisi kerja yang buruk. Sangat tidak mungkin bahwa orang yang mempekerjakan anak-anak juga memiliki kapasitas moral untuk memastikan bahwa mereka memiliki kondisi kerja yang baik. Bekerja di tempat-tempat seperti tambang dan pabrik yang tidak terkondisi dapat menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup bagi anak-anak yang dipekerjakan untuk bekerja di tempat-tempat ini. Seorang anak yang ditugaskan untuk tugas-tugas yang menuntut fisik dapat mengalami trauma fisik yang mungkin membuatnya takut seumur hidup (Victor, 2017). c. Trauma Mental

Pasti buka pengalaman yang menyenangkan untuk tetap bekerja sebagai seorang anak ketika teman seusianya bermain dan pergi ke sekolah. Anak-anak juga tidak memiliki kemampuan untuk melindungi diri dari sebagian besar tantangan yang

(19)

33

terjadi di tempat kerja. Isu-isu seperti bullying, eksploitasi seksual, dan jam kerja yang sangat panjang dapat mengakibatkan trauma mental pada anak-anak. Mereka akan merasa sulit untuk melupakan masa lalu dan mungkin akan menjadi seorang anti sosial karena pengalaman masa kecil yang buruk. Pekerja anak juga dapat mengakibatkan kurangnya pertumbuhan emosional dan ketidakpekaan pada anak-anak (Victor, 2017). d. Buta Huruf

Anak-anak yang dipekerjakan pastinya tidak mempunyai waktu untuk pergi ke sekolah. Mereka menghabiskan banyak waktu di tempat bekerja selama berhari-hari bahkan bertahun-tahun. Kurangnya pendidikan dan buta huruf membuat mereka memiliki kesempatan terbatas terkait pekerjaan yang layak. Karena pendidikan merupakan bekal seseorang dalam menghadapi tantangan di masyarakat dan tanpa itu, seseorang dapat menjadi kurang memiliki keterampilan dasar yang diperlukan untuk mengatasi banyak masalah kehidupan. Seseorang yang berpendidikan akan lebih mengerti tentang bagaimana mendekati situasi tertentu dalam kehidupan tanpa menggunakan kekerasan. Orang yang buta huruf, di sisi lain menganggap kekuatan sebagai satu-satunya jawaban atas hampir semua tantangan yang dialami (Victor, 2017).

(20)

Gambar

Tabel 1. Jumlah Pekerja Anak di Dunia Tahun 2008-2012  Pekerja Anak  2008  2012  Dunia  215.269.000  167.956.000  Usia  5-14 tahun  152.850.000  120.453.000  15-17 tahun  62.419.000  47.503.000  Jenis  Kelamin  Laki-laki  127.761.000  99.766.000 Perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Kartu kanban yang digunakan adalah kartu kanban production instruction (PI-Kanban) yang akan memberikan perintah produksi core dan kartu kanban part withdrawal (PW-Kanban)

HUMAS dari Badan POM dalam kegiatan “Badan POM Sahabat Ibu” dalam melakukan pemberitaan/menyebarkan informasi yang bertujuan untuk mendapatkan respon positif dengan

Kesenian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul bermacam – macam jenis kesenian yang ada di Gunungkidul khususnya di desa Kemadang masih banyak dari tabel dibawah merupakan

Hasil penelitian menunjukan: (1) wujud/bentuk nilai-nilai kearifan lokal hutan mangrove yang teridentifikasi berpotensi sebagai sumber belajar IPS adalah adanya

Pengadaan alat peraga Montessori di Sekolah Dasar nampaknya masih belum menjadi harapan karena ketersediaan alat peraga di Sekolah Dasar sendiri masih perlu mendapat

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala untuk memlelajari perkembangan katak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai akal pikiran, maka manusia harus senantiasa terus belajar. Orang yang

• Menulis kembali (dalam buku catatan anda) poin – poin pertanyaan peserta dan rencana komentar anda atau menjawab dengan satu atau dua kata pokok. Jika anda tidak dapat