BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 46
BAB III
METODOLOGI PERHITUNGAN
3.1. Desain Penampang
Pemilihan bentuk penampang yang akan digunakan pada suatu konstruksi biasanya tergantung pada kesederhanaan cetakan dan kemungkinan cetakan tersebut, untuk derajat kesulitan penuangan beton, dan besaran teoritis penampang melintang batang. Ada beberapa batasan pada lebar dan tebal flens, dan juga web harus cukup besar untuk menahan geser dan memungkinkan penuangan beton dapat berjalan dengan baik dan pada saat yang sama juga cukup tebal untuk menghindari tekuk. Tetapi, pada tugas akhir ini digunakan desain penampang persegi (rectangular beam).
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 47
Dimana :
C.g.c : Titik Berat Penampang
Ya : Serat Ekstrain Atas
Yb : Serat Ekstrain Bawah
B : Lebar Balok
H : Tinggi Balok
Ka : Jarak Galih Atas
Kb : Jarak Galih Bawah
d’ : Jarak kabel ke selimut beton
e : Eksentrisitas Baja Prategang
3.2 Pembebaban
Pembebanan untuk merencanakan portal prategang merupakan dasar dalam menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi. Penggunaan pembebanan ini dimaksudkan agar dapat mencapai perencanaan yang aman dan ekonomis sesuai dengan kondisi setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga proses pelaksanaan dalam perencanaan menjadi efektif.
Beban-beban dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : 1. Beban Primer
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 48
Beban utama dalam perhitungan perhitungan gaya-gaya dalam pada perencanaan rangka portal.
a. Beban Mati Primer
Berat sendiri dari balok atau penampang yang dipikul langsung oleh struktur rangka portal.
b. Beban Mati Tambahan
Berat beban mati tambahan yang dipikul oleh struktur, beban ini dapat berupa beban akibat pelat maupun additional load lain.
c. Beban Hidup
Beban hidup adalah beban bergerak yang direncanakan akan dipikul oleh struktur rangka portal.
2. Beban Sekunder
Pada struktur rangka portal statis tak tentu, struktur akan dipengaruhi oleh beban sekunder, dimana beban ini terjadi sebagai akibat dari gaya pratgang itu sendiri. Untuk menghitung struktur dengan tingkat ketidak tentuan yang tinggi maka digunakan metode kekakuan (perpindahan) dan metode gaya (kompaktibilitas), dimana salah satunya adalah metode deformasi konsisten.
3.3. Perencanaan Beton Prategang
Ada dua metode perencanaan beton prategang,yaitu : 3.3.1 Working stress method (metode beban kerja)
Prinsip perencanaan disini ialah dengan menghitung tegangan yang terjadi akibat pembebanan ( tanpa dikalikan dengan faktor beban ) dan membandingkan
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 49
dengan tegangan yang di-ijinkan. Tegangan yang di-ijinkan dikalikan dengan
suatu factor kelebihan tegangan ( overstress factor ) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang di-ijinkan tersebut, maka struktur dinyatakan aman.
3.2.2 Limit State Method ( metode beban batas )
Prinsip perencanaan disini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat dilampaui oleh suatu sistem struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap kekuatan,kemampuan layan, keawetan, ketahanan terhadap beban, api , kelelahan dan persyaratan- persyaratan khusus yang berhubungan dengan penggunaan struktur tersebut. Dalam menghitung beban rencana maka beban harus dikalikan dengan suatu factor beban ( load factor ), sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan suatu factor reduksi kekuatan ( reduction factor ). Tahap batas ( limit state ) adalah suatu batas tidak di-inginkan yang berhubungan dengan kemungkinan kegagalan struktur. Kombinasi pembebanan untuk Tahap Batas Kekuatan ( Strength Limit State ) adalah:
Berdasarkan SNI 03-2874-2002 1. U = 1,4 D ………. .. ( 4 ) 2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) ………. ( 5 ) 3. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 ( A atau R ) ……… ( 6 ) 4. U = 0,9 D ± 1,6 L ………... ( 7 ) 5. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E ……….. ( 8 ) 6. U = 0,9 D ± E ………. ( 9 ) Dimana :
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 50
U = Kuat perlu
D = Dead Load ( Beban Mati ) L = Live Load ( Beban Hidup ) A = Beban Atap
R = Beban Air Hujan W = Beban Angin E = Beban Gempa
Perencanaan struktur untuk tahap batas kekuatan ( Strength Limit State ), menetapkan bahwa aksi design ( Ru ) harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi kekuatan ∅
Ru ≤ ∅ Rn
Sehingga untuk aksi design , momen, geser, puntir dan gaya aksial berlaku : Mu ≤ ∅ Mn
Vu ≤ ∅ Vn Tu ≤ ∅ Tn Pu ≤ ∅ Pn
Harga-harga Mu, Vu, Tu dan Pu diperoleh dari kombinasi pempebanan yang paling maksimum, sedangkan Mn, Vn, Tn dan Pn adalah kapasitas penampang terhadap Momen, Geser, Puntir dan Gaya Aksial.
Faktor Reduksi kekuatan menurut SNI 03 – 2874 – 2002 untuk :
Lentur tanpa gaya aksial ……….. : ∅ = 0,80 Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur ……….. : ∅ = 0,80 Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur : tulangan spiral … : ∅ = 0,70
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 51
: tulangan sengkang : ∅ = 0,65
Gaya geser dan Puntir ……….. : ∅ = 0,75
Desain untuk tahap batas kemampuan layan ( serviceability limit state ) harus diperhitungkan sampai batas lendutan, batas retakan atau batasan-batasan yang lain. Untuk batas kekuatan lentur ( bending stress limit ), suatu komponen struktur dianalisis dari tahap awal ( beban layan ) sampai tahap batas ( beban batas/ultimate load ). Sedangkan untuk geser dan puntir , analisis dilakukan pada suatu tahap batas saja, karena pada geser dan puntir batas dari kedua tahap tersebut tidak sejelas pada analisis lentur.
3.3. Penentuan Gaya Prategang Awal
Besarnya gaya prategang dan eksentrisitas dapat dicari dengan adanya
momen minimum dan momen maksmum. Pengaruh dari momen minimum dan maksimum terhadap besarnya gaya prategang dan penentuan eksentrisitas kabel prategang (jika tegangan tarik tidak diijinkan) akan dijelaskan dibawah ini :
Gambar.3.2. Potongan Penampang dan Diagram Tegangan pada saat Mmin
Sumber : Diktat Perkuliahan Beton Prategang
Ka Kb Ya Yb e c.g.c Mmin/P P ∝ = 0 ∝ 𝑚𝑚𝑚 0.5 L
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 52
Jika tegangan pada serat atas dari balok (karena bekerjanya momen minimum) adalah nol, maka persamaannya adalah :
σa =
PA+
MminWa−
WaP.e= 0
….[3.1]P.e
Wa
=
P
A
+
Mmin
Wa ……… semua ruas dikalikan
Wa P P.e.Wa Wa.P
=
P.Wa A.P+
Mmin.Wa Wa.P𝑒 =
WaA+
MminP𝑒 =
(YaI) (Kb.YaI )+
Mmin P𝑒
= Kb+
Mmin PKb
= e −
Mmin P...[3.2]
Untuk persamaan diatas, jika momen minimum adalah momen negative maka nilai Mmin pada persamaan diatas adalah negative, demikian juga sebaliknya. Pengaruh dari momen maksimumseperti dibawah ini :
Gambar.3.3. Potongan Penampang dan Diagram Tegangan pada saat Mmax
Sumber : Diktat Perkuliahan Beton Prategang
c.g.c e Ka Kb Ya Yb 0.5 L Mmax/P P ∝= 0 ∝ max
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 53
Jika tegangan pada serat bawah dari balok (karena bekerjanya momen
maksimum dan gaya prategang) adalah nol, maka persamaannya adalah :
σb =
PA−
MmaxWb+
WbP.e = 0 ….[3.3] P.e Wb= −
P A+
MmaxWb semua ruas dikalikan Wb P P.e.Wb Wb.P
= −
P.Wb A.P+
Mmax.Wb Wb.P𝑒 = −
WbA+
MmaxP𝑒 = −
(YbI ) (Ka.YbI )+
Mmax P𝑒 =
– Ka + Mmax PKa
=
Mmax P− 𝑒
…..[3.4]Dengan menjumlahkan persamaan [3.2] dan persamaan [3.4] akan diperoleh :
Ka + Kb =Mmax − MminP
P =Mmax − MminKa + Kb … . [3.5]
Jika panjang bentang makin panjang, maka beban mati akan bertambbah besar sedangkan beban hidup tetap. Karena itu maka nilai Mmin mendekati atau hamper sama dengan nilai Mmax, sehingga apabila dimasukkan kedalam persamaan [3.3] maka nilai eksentrisitas (e) akan menjadi tak terhingga dan bentuk diagram tegangannya adalah :
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 54
Gambar.3.4. Potongan Penampang dan Diagram Tegangan pada Bentang
Panjang
Sumber : Diktat Perkuliahan Beton Prategang
Rumus yang dipakai untuk bentang panjang adalah sebagai berikut : Mmax
P = Ka + e P =Ka + eMmax
P =Ka + (Yb − d) … [3.6]Mmax
Dari kedua harga gaya prategang (P) pada persamaan [3.5] dan persamaan [3.6], dipilih harga P yang terbesar. Harga gaya prategang tersebut merupakan harga minimum,dengan demikian dapat diambil harga P yang lebih besar. Harga P tersebut adalah gaya prategang effektif (Peff). Gaya prategang effektif adalah gaya prategang yang benar-benar bekerja pada penampang dan sudah memperhitungkan kehilangan tegangan yang besarnya relative (sekitar
c.g.c Ya Yb Ka Kb P Mmax/P 𝛼 > 0 𝛼𝑚𝑚𝑚 0.5 L
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 55
20%). Dengan membagi gaya prategang effektif dengan persen kehilangan gaya
prategangnya maka akan didapat gaya prategang awal (Pi).
3.4. Desain Awal untuk Lentur
Komponen tegangan dari beton prategang yang disebabkan oleh gaya prategang, berat sendiri balok dan beban luar, biasanya dihitung dengan menggunakan asumsi bahwa perilaku material adalah linear-elastis. Property dari penampang tidak mengalami retak. Walaupun beton tidak berprilaku secara linear-elastis, namun perhitungan linear-elastis dapat memberikan taksiran yang tepat dari tegangan pada penampang segera setelah beban bekerja. Tegangan yang bekerja ini, menurut kosep desain, beban kerja harus lebih kecil dari tegangan ijin material.
Berikut nilai tegangan ijin beton yang ditulis dalam SNI 03-2847-2002 pada pasal 20.4 :
1. Tegangan beton sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum terjadinya kehilangan tegangan sebagai fungsi waktu) tidak boleh melampaui nilai berikut :
Tegangan serat tekan terluar ………...0.6f’ci Tegangan serat tarik terluar kecuali seperti yang diijinkan dalam
20.4.1.3………...……0.25√𝑓′𝑐𝑖
Tegangan serat tarik terluar pada ujung-ujung komponen struktur diatas
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 56
Bila tegangan tarik terhitung melampaui nilai tersebut diatas, maka harus dipasang tulangan tabahan (nonprategang atau prategang) dalam daerah tarik untuk memikul gaya tarik total dalam beton, yang dihitung berdaarkan asumsi suatu penampang utuh yang belum retak.
2. Tegangan beton dalam kondisi beban layan (sesudah memperhitungkan semua kehilangan prategang yang mungkin terjadi) tidak boleh melampaui nilai berikut :
Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan
beban hidup tetap………...………...……….0.45√𝑓′𝑐𝑖 Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan beban hidup total………..……0.6f’ci Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya
mengalami tekan………..0.5√𝑓′𝑐𝑖 Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang pada awalnya mengalami tekan dari komponen-komponen struktur (kecuali pada system pelat dua arah), dimana analisis yang didasarkan pada penampang retak transformasi dan hubungan momen-lendutan bilinier menunjukkan bahwa lendutan seketika dan lendutan jangka panjng memenuhi persyaratan pasal 10.5.4 dan dimana persyaratan selimut beton memenuhi pasal
9.7.3.2………...√𝑓′𝑐𝑖
3. Tegangan ijin beton dalam pasal 20.4.1 dan 20.4.2 boleh dilampaui bila dapat ditunjukkan dengan penguji atau analisis bahwa kemampuan
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 57
strukturnya tidak berkurang dan lebar retak yang terjadi tidak melebihi
nilai yang disyaratkan.
Dari uraian-uraian diatas, pada prinsipnya konsep beton prategang dan beton bertulang biasa adalah sama, yaitu sama-sama dipasangnya tulangan pada daerah-daerah dimana akan terjadi tegangan tarik. Bedanya pada beton bertulang biasa, tulangan akan memikul tegangan tarik akibat beban, sedangkan pada beton prategang tulangan yang berupa kabel prategang ( tendon ) ditarik lebih dahulu sebelum bekerjanya beban luar. Penarikan kabel ini menyebabkan tertekannya beton, sehingga beton menjadi mampu menahan beban yang lebih tinggi sebelum retak. Pada dasarnya elemen struktur beton prategang akan mengalami keretakan pada beban yang lebih tinggi dari beban yang dibutuhkan untuk meretakan elemen struktur dari beton bertulang biasa. Demikian pula dengan lendutan, untuk beton prategang lendutannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan beton bertulang biasa, oleh karena itu konstruksi beton prategang itu banyak dipergunakan untuk bentangan-bentangan yang panjang.
3.5. Momen Retak
Momen retak adalah momen yang ada pada saat terjadinya keretakan pertama kali pada penampag. Pada saat pemberian tekanan, serat terluar dari penampang biasanya mengalami tekanan. Dengan bertambahnya beban, serat ini sedikit demi sedikit mengalami tegangan tarik. Karena beton tidak mempunyai kekuatan tarik maka keretakan akan terjadi pada daerah tersebut. Keretakan
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 58
tersebut terjadi jika tegangan tarik mendekati harga modulus keruntuhan beton. Menurut SNI 03-2847-2002 modulus keruntuhan beton ditentukan sebesar
fr = 0.70 √𝑓𝑐′
Sedangkan lebar retak sangat tergantung pada derajat lekatan antara beton dan baja.
Pada member beton prategang apabila momen eksternal akibat beban luar menghasilkan tegangan pada serat beton sama dengan fr maka retak mulai muncul pada serat tersebut. Cara perhitungannya sbb :
σ =A +P P. e. yI −M. yI Pada saat retak mulai muncul, σ = fr , M = Mcr
fr =𝑃𝐴 +𝑃. 𝑒. 𝑦𝐼 −𝑀𝑐𝑟. 𝑦𝐼 𝑀𝑐𝑟.𝑌𝑌 𝐼 = P A+ P.e.y I − fr dibagi dengan I Yb Mcr =Y �I PA − fr� + 𝑃. 𝑒
Apabila Y ditinjau pada serat terluar maka,
Mcr = W �PA − fr� + P. e Keterangan :
Mcr : momen retak
W : momen tahanan penampang beton P : gaya prategang
BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 59
A : luas penampang beton
fr : modulus keruntuhan beton e : eksentrisitas gaya prategang
3.6 Penentuan Jalur Batas Kabel
Jalur batas kabel dimana bila kabel ditempatkan tidak akan menyebabkan terjadinya tegangan yang melebihi tegangan ijin,dapat ditentukan dengan pemeriksaan penampang dengan mencari eksentrisitas pada ¼ bentang.
Pada saat momen minimum a. Serat atas
σ
a ≥ 0 Pi A − Pi. e₁ Wa + Mmin Wa ≥ 0 Pi. e₁ Wa = Pi A + Mmin Wa Semua ruas dkalikan WaP e₁ ≤ Pi.Wa A.Pi
+
Mmin.Wa Wa.Pie₁ ≤ I/Ya I/(Ka.Yb)
+
Mmin Pi e₁ ≤Kb +
Mmin Pi¼
L
½
L
0
Ket : Wa = 𝑌𝑌𝐼𝐼 Kb =𝑌𝑌𝐼2BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 60
dengan e harus lebih kecil dari e₁ b. Serat bawah
σ
b ≤σ
ci Pi A + Pi. e₂ Wb − Mmin Wb ≤σ
ci Pi. e₂ Wb ≤ σci + Mmin Wb − Pi A Semua ruas dikalikan WbP e₂ ≤
σ
ci.Wb Pi+
Mmin.Wb Wb.Pi−
Pi.Wb A.Pi e₂ ≤σ
ci.Wb Pi+
Mmin Pi−
I/Yb I/(Ka.Yb) e₂ ≤σ
ci Wb Pi+
Mmin Pi− Ka
e₂ ≤ σci .Wb+Mmin Pi− Ka
dengan e harus lebih kecil sama dengan e₂
σ
a ≤σ
ciGambar 3.5 Tegangan pada momen minimum
Ket : Wb = 𝑌𝑌𝐼𝐼 Ka =𝑌𝑌𝐼2 Ya Yb e P C.G.C
σ
b ≥ 0BAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 61
Sumber : Diktat Perkuliahan Beton Prategang
Pada saat momen maksimum a. Serat atas
σ
a ≤σ
c Peff A−
Peff.e₃ Wa+
Mmax Wa ≤σ
c Peff.e₃ Wa≥
Peff A+
Mmax Wa−
σ
ce
₃ ≥
Peff.Wa A.Peff−
σ
c Wa Peff+
Mmax.Wa Wa.Peffe
₃ ≥
I/Ya I/(Kb.Ya)−
σ
c Wa Peff+
Mmax Peffe
₃ ≥
Kb+
Mmax− σc .Wa Peffb
.
Serat bawahσ
b ≥ 0 Peff A+
Peff.e₄ Wb−
Mmax Wb ≥ 0 Peff.e₄ Wb≥
Mmax Wb−
Peff Ae
₄ ≥
Mmax.Wb Wb.Peff−
Peff.Wb A.Peffe
₄ ≥
Mmax Peff−
I/Yb I/(Ka.Yb)e
₄ ≥
Mmax Peff−
KaBAB III- METODOLOGI PERHITUNGAN 62
σ
ciGambar 3.6 Tegangan pada momen maksimum
e P Ya Yb C.G.C