Majalah
NALANDA
An Inspiring Buddhist Center
Edisi November 2020FOKUS
LIPUTAN
ALUMNI
DOKTER PAHLAWAN KEMANUSIAAN
Oleh: Bhikkhu Ratanadhiro Suratena, S.Ag.
Oleh : Jeri Manggala
JUNJUNG TINGGI TOLERANSI, UMAT BUDDHA DI LOMBOK BERTAHAN KARENA TRADISI
Kata Pengantar
• Redaksi menerima sumbangan naskah, info, dan foto kegiatan Buddhis dari pembaca melalui email, maupun surat, dengan syarat disertai foto & data penulis, sumber tulisan yang jelas, dan tulisan tersebut belum pernah dipublikasikan. • Naskah terjemahan harus disertai dengan fotokopi naskah asli. • Redaksi berhak mengedit setiap naskah, tanpa mengubah materi pokoknya dan tidak selalu mencerminkan pendapat atau pandangan redaksi.Sekretariat : Kampus Nalanda
Jl. Pulo Gebang Permai, No. 107, RT 13 RW 04, Kel.Pulo Gebang Permai, Kec. Cakung, Jakarta Timur 13950
Telepon : 0857-1519-6339 / (021) 4805279 Website : www.nalandafoundation.net E-mail : nalanda.foundation1976@gmail.com.
Rekening : a.n. Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda
Sukhi Hontu,
Sahabat Nalanda,
B
anyak orang yang merasa bahwa kehidupannya serba merasa kekurangan. Bisa dalam hal finansial, kebahagiaan, maupun keberuntungan. Sebenarnya faktor apa saja yang memengaruhi kondisi kehidupan kita saat ini? Dalam agama Buddha maka jawabannya sangat sederhana yaitu “Kebajikan”.Majalah Nalanda edisi kali ini mengangkat tema “Kebajikan”. Tema ini akan membahas seputar “Kebajikan” dari tokoh-tokoh Buddhis Nusantara. Semoga majalah Nalanda selalu memberikan manfaat untuk para pembaca.
Semoga semua makhluk berbahagia. Tim Redaksi
Susunan Pengurus
Penerbit
YAYASAN DANA PENDIDIKAN BUDDHIS NALANDA
Penanggung Jawab Tan Tjoe Liang
Penasihat Dr. R. Surya Widya, SpKJ.
Pemimpin Umum PMd. Susyanto, Amd.,CPS®
Bendahara Ela Fitri Ana Dewi Pemimpin Redaksi
Suyatno
Sekretaris Umum dan Redaksi Geraldi Naga Junior
Redaktur Naskah Jeri Manggala Erianti Reja Wirianto Editor Karunawati, S.Pd.B. Warni Susniarti, S.Pd. Kolomnis Bhikkhu Santacitto Bhikkhu Ratanadhiro Samanera Ariyadhiro Suratena, S.Ag. dr.TCM-Aryaprana Nando, MBBS, MCMM Wedyanto Hanggoro Jeri Manggala
Penata Letak, Ilustrasi, dan Artistik Setyo Budi Pranoto, S.Pd.
Marketing Eka Setya Ningsih, S.Pd.
Sirkulasi Ambyah Susanto
Majalah
NALANDA
An Inspiring Buddhist Center
Daftar Isi
LIPUTAN LUAR
6
12
23
1
19
OPINI
KESEHATAN
CERITA BUDDHIS
SOSOK ALUMNI
16
26
RUBIK HAL.
CERITA BUDDHIS 1 INSPIRASI 3 LIPUTAN LUAR 6 FOKUS 10 MEDITASI 12 OPINI 16 SOSOK ALUMNI 19 LAPORAN DONATUR 22 LIPUTAN NALANDA 23 KESEHATAN 2610
FOKUS
3
INSPIRASI
BIMBISARA
Suratena, S.Ag.
DOKTER PAHLAWAN KEMANUSIAAN
MEDITASI
LIPUTAN NALANDA
Oleh: Samanera Ariyadhiro
Oleh: Jeri Manggala
Oleh: Wedyanto Hanggoro
Mengenali Musuh Sejati dalam Meditasi
Kebenaran Dhamma Yang Menjamin Keberhasilan
RAHASIA HIDUP SEHAT DAN PANJANG UMUR, haruskah minum herbal yang mahal??
JUNJUNG TINGGI TOLERANSI, UMAT BUDDHA DI LOMBOK BERTAHAN KARENA TRADISI
Kebajikan Sejati
Oleh: Bhikkhu Santacitto Oleh: Bhikkhu Ratanadhiro
CERITA BUDDHIS
R
aja Bimbisara sejak dulu telah menawarkan setengah dari kerajaannya kepada Pertapa Gotama, saat Pertapa Gotama pergi melepaskan keduniawiannya karena Beliau ingin mencari Pencerahan. Raja Bimbisara meminta Beliau agar berkenan kembali ke Rajagaha untuk mengajarinya Dhamma begitu Sang Pertapa telah mendapatkan apa yang Ia cari. Ketika Pertapa Gotama telah menjadi Buddha, Seorang yang Telah Mencapai Pencerahan, Beliau tidak melupakan janjiNya untuk kembali. Dengan diikuti olehsejumlah besar muridNya, Beliau memutuskan untuk mengunjungi Rajagaha. Ketenaran Beliau sebagai guru spiritual telah menyebar di kota itu dan hal itu akhirnya didengar oleh raja Bimbisara. Mendengar bahwa Sang Buddha telah tiba di gerbang kota, Raja dengan sejumlah besar pengawalnya pergi untuk menyambut Sang Buddha dan para muridNya. Ia mendekati Sang Buddha dan memberikan salam hormatnya, tetapi para pengawal raja tidak tahu kepada siapa mereka harus memberi hormat : kepada Sang Buddha atau kepada Yang
Mulia Kassapa. Mereka ragu apakah Sang Buddha yang menjalani kehidupan suci di bawah bimbingan Yang Mulia Kassapa ataukah sebaliknya, karena mereka berdua sama-sama merupakan guru-guru spiritual yang amat disegani. Sang Buddha membaca pikiran mereka dan bertanya kepada yang Mulia Kassapa mengapa ia meninggalkan cara-cara pemujaan-apinya. Mengerti maksud di balik pertanyaan tersebut, Yang Mulia Kassapa menerangkan bahwa ia lebih senang pada keadaaan damai Nibbana daripada kesenangan-kesenangan inderawi. Setelah
itu ia menjatuhkan dirinya di kaki Sang Buddha dan berkata, “Guruku, Sang Buddha, adalah Sang Bhagava, saya adalah murid Beliau.”.
Orang-orang yang mempunyai keyakinan merasa sangat gembira mendengar percakapan bersebut. Kemudian Sang Buddha membabarkan Dhamma, dan raja Bimbisara mencapai tingkat kesucian pertama. Setelah menembus ajaran tersebut, raja Bimbisara mengatakan kepada Sang Buddha, “Dulu, O Sang Bhagava, ketika saya masih sebagai seorang pangeran, saya mempunyai lima harapan. Kelima harapan tersebut kini telah terpenuhi. Harapan saya yang pertama adalah menjadi Raja. Harapan yang kedua adalah bahwa Samma Sambuddha mau mengunjungi kerajaanku. Harapan yang ketiga adalah bahwa saya akan menjadi pengikut dari Samma Sambuddha tersebut. Harapan yang keempat adalah bahwa Beliau berkenan membabarkan Dhamma kepada saya. Harapan yang kelima adalah bahwa saya dapat mengerti ajaran/ Dhamma tersebut. Kini kelima harapanku itu telah terpenuhi”.
Karena merasa amat berterima kasih atas hadiah Dhamma dari Sang Buddha ini, raja Bimbisara mempersembahkan sebuah taman dengan hutan bambu yang tenang kepada Sang Buddha dan para muridNya untuk dipergunakan. Taman ini kemudian diberi nama Hutan Bambu. Sang Buddha menghabiskan tiga masa vassa berturut-turut di sana dan tiga masa vassa lainnya kemudian.
Setelah mendengarkan dhamma, raja Bimbisara menjadi penguasa yang baik dan setia pada agama. Tetapi karena disebabkan oleh karma buruknya yang lampau ia harus menghadapi kematian yang tidak pada waktunya serta menyengsarakan yang disebabkan oleh kekejaman putranya sendiri.
INSPIRASI
Pendahuluan
J
ika ajaran dari suatu agama tidak bisa diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat maka agama tersebut tentu tidak bisa berkembang. Agar bisa diterima dalam masyarakat, ajaran-ajaran dasar dari suatu agama harus bisa diterapkan ke dalam nilai-nilai sosial, tujuan-tujuan sosial, dan urusan-urusan kemasyarakatan yang lain (bersifat kedunia-wian).Lantas, bagaimanakah dengan ajaran agama Buddha? Apakah ajaran-ajaran dasar dari Sang Buddha yang terdapat dalam kitab suci Tipitaka bisa diaplikasikan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan bermasyarakat? Beberapa penulis yang membahas ajaran-ajaran Sang Buddha telah memberikan pendapat mereka tentang hubungan antara agama Buddha dengan ilmu-ilmu kemasyarakatan. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa agama Buddha tidak mengajarkan tentang hal-hal yang berhubu-ngan deberhubu-ngan kemasyarakatan dan sebagian lagi berpendapat sebaliknya.
Salah satu contoh adalah pendapat Max Weber yang mengatakan bahwa agama Buddha tidak mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan politik dan kemasyarakatan. Tetapi
jika kita mempelajari agama Buddha secara mendalam, kita akan mendapatkan beberapa bukti kuat berdasarkan pada kitab suci Tipitaka, untuk membuktikan bahwa pendapat Max Weber adalah salah. Dalam kaitannya dengan aspek-aspek sosial, perlu diingat bahwa Sang Buddha tidak pernah mengklaim diri-Nya sebagai pelopor perubahan kemasyarakatan di India. Menurut kitab suci Tipitaka Sang Buddha disebut sebagai Pembabar Dhamma yang tiada bandingnya (Anuttaram Dhammacakkam
pavatteti). Oleh karena itu
Dhamma yang telah diputar oleh Sang Buddha dijadikan sebagai patokan, kriteria, penuntun masyarakat Buddhis dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian sejak diputarnya Dhamma oleh Sang Buddha, telah terbentuklah masyarakat Buddhis yang berdasar pada ajaran-ajaranNya.
“Buddhe dhamme ca sanghe ca dhiro saddhaṁ nivesaye”
“Orang yang bijaksana akan meletakkan keyakinannya kepada Buddha, Dhamma dan Sangha” (Pabbatupama sutta, Kosala Samyutta)
Kebenaran Dhamma Yang Menjamin
Keberhasilan
Oleh: Samanera Ariyadhiro
RUBIK
Oleh karena itu, hendaklah orang menyempurnakan kebajikan moral (sīla).”(Theragatha, 612).
Sīla merupakan media bagi
seseorang agar mampu hidup terarah dan terkendali, sehingga memungkinkan untuk terhindar dari hal-hal yang buruk, baik melalui ucapan maupun perbuatan badan jasmani. Dasar kehidupan bermoral; Terdiri dari tiga persiapan untuk dapat hidup bermoral, yang pertama; tak bergaul dengan orang yang dungu; bergaul dengan orang yang bijaksana; menghormat mereka yang patut untuk dihormat. Bagian kedua adalah penunjang untuk hidup bermoral; hidup di lingkungan yang sesuai; hal ini didapat berkat jasa dari kehidupan yang lampau; menuntun diri ke arah yang benar. Dan yang ketiga adalah pendidikan dalam hidup bermoral; memiliki pengetahuan; trampil serba bisa (dalam hal keba-jikan); terlatih baik dalam tata susila; menyenangkan tutur katanya.
Dalam Kehidupan sosial masyarakat; Dalam hal ini juga dibagi menjadi tiga bagian, yang pertama adalah kehidupan berkeluarga; membantu ayah dan ibu; menjaga baik-baik anak dan istri; serta memiliki pekerjaan yang penuh damai. Kedua adalah kehidupan sosial; suka berdana; berprilaku pantas; membantu sanak keluarga dan bertindak tidak tercela. Yang ketiga adalah kehidupan pribadi; berhenti
berbuat jahat
menyebar, serta telah
diajarkan dengan baik kepada manusia.” Sang Buddha sangat
memperhatikan secara mendalam tentang masalah-masalah yang di-hadapi oleh setiap manusia yang ada pada saat itu misalnya dengan meningkatkan kondisi dari masing-masing individu dan juga masyarakat untuk menunjang kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa pernyataan Dhamma Vinaya mengandung pengertian material dan spiritual. Dalam Sutta Nipata, Manggala
Sutta terdapat ajaran dari Sang
Buddha yang menjelaskan tetang cara-cara untuk mendapatkan keberhasilan. Kotbah di hutan Jeta pemberian saudagar Anattapindika ini mebabarkan tentang 38 jenis perbuatan yang apabila dilakukan akan membawa seseorang bisa mendapatkan suatu keberhasilan. Secara garis besar ke 38 jenis perbuatan tersebut dapat di kelompokan menjadi 3 bagian, yaitu;
Sila (kemoralan)
Sīla, bahasa Pāḷi, yang dalam
bahasa Indonesia diartikan sebagai moralitas. Sīla merupakan hal mendasar yang harus dilaksanakan oleh tiap-tiap orang agar dapat hidup tenang dan bahagia tanpa adanya ketakutan dan kekhawatiran.“Kebajikan moral adalah sebagai dasar, sebagai pendahulu dan pembentuk dari semua yang baik dan indah.
Pembahasan
Tahap pertama yang terpenting adalah pemutaran roda Dhamma yang pertama
(Dhamma-cakkappavatthana Sutta) yang
telah dibabarkan oleh Beliau di Taman Rusa Isipatana, di kota Benares. Setelah ke lima pertapa yang disebutkan dalam
Dhammacakkappavattana Sutta
diterima oleh Sang Buddha maka telah terbentuklah untuk pertama kali dengan apa yang disebut Sangha. Hal ini merupakan yang sangat penting jika kita belajar aspek-aspek dasar agama Buddha. Untuk tahap berikutnya Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu, upasaka/upasika (murid-murid Beliau) tentang bagaimana cara-cara untuk mendapatkan kesejahteraan. Setelah Sang Buddha mendapat pengikut yang banyak maka terbentuklah apa yang dikatakan sebagai “masyarakat Buddhis”.
Tentunya tidak dapat dipungkiri bahwa Sang Buddha meskipun Beliau bukan sebagai revo-lusioner di bidang sosial, tetapi Beliau menginginkan adanya dunia Buddhis, sebagai suatu kelompok/masyarakat yang baru di tengah-tengah beberapa kelompok masyarakat dari agama dan kepercayaan yang lain, yang ada pada waktu itu. Adapun tekad Sang Buddha untuk membentuk apa yang dinamakan masyarakat Buddhis bisa kita lihat dari Maha Parinibbana Sutta sebagai berikut;“Saya tidak akan
berParinibbana sebelum ajaran-ajaran agung Ku telah
dimengerti, telah
RUBIK
Dalam perjalanannya, sering kali perjuangan keras harus diupayakan. Seberapa besar perjuangan yang telah diupayakan itulah yang akan merepresentasikan nilai kehidupan manusia. Semakin tangguh menghadapi kesulitan dan semakin besar seseorang mampu berjuang, maka kualitas hidup sebagai manusia akan semakin bernilai. Oleh karenanya, sebagai umat Buddha khususnya dan manusia pada umumnya, hendaknya kita tidak hanya menjadi tuan atas harapan kita, tetapi juga mampu menjadi tuan untuk berjuang mewujudkan cita-cita luhur.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Referensi
Arfin, Rendy. 2019. Keberhasilan Ajaran
Buddha. Tanpa Kota: Hikmah Buddhi
Sujato,dkk. 2017. Khuddaka
Nikaya-Theragāthā. Jakarta Barat: DhammaCitta
Pres
Walshe, Maurice. 2009. Digha
Nikaya-Mahaparinibbana Sutta. Tanpa Kota:
DhammaCitta Press
Viriyanando. 2000. Keberhasilan. Jakarta: Vihara Dhammaccakkha
____.Petikan Aṅguttara Nikāya 2002.Klaten:
Vihara Bodhivaṁsa.
____.Paritta Suci.2005 Jakarta Utara: Yayasan Sangha Theravada Indonesia ____.Kitab Suci Dhammapada.Bahussuta Society.2013.
pentingnya pelaksanaan meditasi dalam kehidupan sehari-hari agar dapat merealisasi kebahagiaan tertinggi, Nibbana.
Dalam hal ini yang patut kita ketahui adalah terdapat dua bagian utama yaitu yang pertama adalah persiapan diri untuk ber-samadhi; memiliki rasa hormat; rendah hati; merasa puas; senantiasa berterima kasih; mendengarkan dhamma pada saat yang sesuai. Bagian berikutnya adalah latihan untuk samadhi, sabar, bergaul dengan manusia ,teladan dalam Dhamma Kebijaksanaan yang diperoleh dari praktik meditasi inilah yang akan memberikan kekuatan keberhasilan bagi pelaksananya dan juga bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.
Pañña (Kebijaksanan)
Menumbuh kembangkan kekuatan kebijaksanaan akan membawa pada pemahaman tentang baik atau buruknya, benar atau salahnya suatu tindakan untuk dilakukan, sehingga menjadi lebih terarah. Dengan demikian, orang yang mengembangkan kekuatan kebijaksanaan senantiasa penuh pertimbangan dalam pengambilan keputusan, sehingga tidak akan menimbulkan kerugian pada dirinya sendiri maupun orang lain.
Kesimpulan
Keberhasilan memanglah hal yang manis, namun belum tentu dengan prosesnya. dan terbebas dari kejahatan;
menghindari meminum minuman yang merusak; tekun dalam melaksanakan kehidupan bermoral.
Samadhi (konsentrasi)
Meditasi adalah salah satu praktik Dhamma yang mulia, yang akan menjadikan seseorang yang melaksanakannya memiliki pikiran yang jernih, merubah perilaku yang tidak baik akan menjadi baik dan yang sudah baik akan menjadi lebih baik serta mampu melihat dengan jelas fenomena atau realita kehidupan sebagaimana adanya. Pelaku kebajikan dari melaksanakan samādhi akan memperoleh kekuatan dalam mengendalikan dan mengarahkan pikirannya ke dalam
hal-hal yang positif. Pencapaian tertinggi dari pelaksanaan meditasi yaitu kebijaksanaan, padamnya kekotoran batin atau kilesa (lobha, dosa, moha) dan pencapaian Nibbana. Oleh karena itu, seseorang yang tekun berlatih meditasi akan dapat berpikir secara bijak, memiliki pengendalian dan pandangan benar, sehingga ia akan mampu melihat dan membedakan baik atau buruknya suatu tindakan untuk dilakukan.
Dijelaskan di dalam Dhammapada 372, “Takada samādhi dalam diri orang yang tidak memiliki kebijaksanaan. Dan tidak ada kebijaksanaan dalam diri orang yang tidak bersamādhi. Orang yang memiliki samādhi dan kebijaksanaan, sesungguhnya sudah berada di ambang pintu
Nibbana. ”Dari syair tersebut dapat
I
ndonesia merupakan salah satu negara yang besar. Negara yang memiliki bangsa yang berasal dari entitas berbeda. Ini merupakan anugrah yang menjadikan Indonesia memiliki beragam suku budaya dan bahasa. Keragaman yang diciptakan menjadikan pemikirantentang bagaimana mengatur pola perilaku untuk hidup saling berdampingan serta menyatukan perbedaan dalam perdamaian. Seperti halnya yang terjadi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pulau ini didiami oleh suatu suku sasak yang merupakan suku asli yang sudah menetap saat kerajaan Majapahit. Bahasa yang digunakan yaitu bahasa sasak. Di pulau ini juga menyimpan cerita tentang toleransi beragama yang selalu dijunjung tinggi salah satunya terdapat di Dusun Karangang, Desa Bentek, Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu basis agama Buddha di Indonesia,
yang terbanyak di Lombok Utara yang berjumlah 11.000 kepala keluarga, sedangkan di Lombok Barat 4.000 kepala keluarga. Jumlah umat Buddha di Lombok Utara menempati peringkat kedua setelah Islam, sedangkan agama Hindu berada di urutan ketiga. Bukan hanya yang ada di daerah bagian dataran rendah yang banyak jumlah umat Buddhanya tetapi di pegunungan juga bayak, khususnya di Desa Tegal Maja, Kecamatan Tanjung. Desa ini terdiri dari 11 dusun, dan sembilan dusun diantaranya mayoritas beragama Buddha, sedangkan dan tiga dusun lainnya mayoritas beragama Islam.
Menurut Mettawadi selaku tokoh agama Budha menuturkan
LIPUTAN LUAR
JUNJUNG TINGGI TOLERANSI, UMAT BUDDHA DI
LOMBOK BERTAHAN KARENA TRADISI
dan negatif disini artinya apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan agar mereka yang beda agama bisa mengikuti aturan yang ada. Ini adalah kunci ketika seseorang ingin tau tentang bagaimana agama tersebut. Majelis ulama adat desa berpikir untuk membentuk sebuah lembaga Majelis Keramahan Desa (MKD) kemudian bercabang menjadi Majelis Keramahan Dusun. Dimana lembaga ini beranggotakan perwakilan dari masing-masing agama. Tujuannya adalah sebagai tempat perwakilan agama untuk menyampaikan permasalahan terkait agama dan warganya jika terjadi sesuatu konflik untuk dicarikan solusi agar permasalahan segera terselesaikan.
Implementasi wujudnya MKD ini misalnya banyak tempat-tempat sakral dimana di sana tergabung yang dinamakan makam Bebekik. Sebuah area pemakaman yang digunakan oleh tiga agama yakni Islam, Buddha, dan Hindu. Sehingga masing-masing diberikan tengarai mana Hindu mana Buddha dan selamat.
Begitu pula dengan hal perkawinan, masyarakat menghomati mereka yang ingin menikah dengan beda agama. Misalnya ada umat agama Buddha menikah dengan umat agama Islam. Prinsip mereka tentang keyakinan adalah urusan pribadi dan kita tidak ada hak untuk ikut campur urusan mereka. Dalam hal perkawinan tersebut juga menggunakan teradisi yang berbeda.
Sebagai penunjang masyarakat antar agama dapat saling berkomunikasi dan berdialog dengan warga diselenggarakan pula dialog lintas agama. Awal adanya dialog lintas agama yakni dengan cara mengumpulkan tokoh tokoh dari agama Buddha dan Islam, misalnya kalau dalam agama Buddha yaitu romo sedangkan dalam agama Islam yaitu ustadz. Mereka melakukan sosialisasi dengan tokoh agama bertujuan untuk mengutarakan hal-hal yang sifatnya negatif dan positif dalam agama masing masing secara terangkum. Positif bahwa di dusun Karanggang
ini terdiri dari tiga agama yakni 45% Budha, 45% Islam, dan 10% Hindu. Ada juga Agama Kristen namun karena penganutnya tidak menetap sehingga bisa dikatakan perantauan, tidak tercatat sebagai agama tetap di dusun itu. Inilah persentase penganut agama yang dianut oleh masyarakat tersebut. Dalam tatanan kehidupan sehari-hari toleransi sangat dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat dari hubungan gotong royong yang terjadi antar warga. Hal ini bisa dilihat dari hubungan gotong royong yang terjadi antar warga. Seperti seseorang yang beragama Muslim membutuhkan tenaga umat yang agama Buddha begitu juga sebaliknya. Kita ketahui agama-agama yang ada memiliki hari raya sendiri misalnya agama Islam ada hari raya Idul Fitri sedangkan agama Buddha ada hari raya Waisk, agama Hindu yaitu hari raya Galungan dan Kuningan, dari sinilah bisa kita lihat yaitu walaupun mereka merayakan hari yang berbeda tetapi mereka saling menghormati bahkan saling mengunjungi dan mengucapkan
Jadi bisa dikatakan, menjalankan agama iya, menjalankan tradisi juga iya,”
Hal tersebut sejalan dengan pemikiran filsafat Mepolong
Merenten. Ini merupakan dasar
pemikiran yang digunakan masyarakat Bentek yang telah diturunkan oleh nenek moyang. Tujuannya adalah untuk saling menyatukan. Mepolong
Merenten artinya sama-sama
saudara. Secara istilah Mepolong
Merenten yakni mempersatukan.
Sehingga menyatukan rasa emosional kita menjadi satu untuk memperkuat toleransi atau gotong royong.
Bisa dicontohkan misalnya kita bertemu dengan teman kita yang beda agama kita harus tetap memberi salam, memberikan sapaan yang sopan dan harus bisa saling mengerti karena dengan cara mepolong merenten ini semua umat beragama bisa bertoleransi dan bisa memperkuat keragaman dan budaya.
Teguhnya memegang adat macam agama. Seperti Islam,
Hindu, Buddha, Kristen, dan Konghucu. Sangat indah hidup ini bisa saling mengenal, saling mengerti agama masing-masing, cara ibadahnya, merayakan hari raya dan budayanya. Bayangkan jika hanya satu agama saja, sifat keegoisan merasa agamanya paling mulia dan tinggi muncullah sifat intoleran dimana dampaknya tidak hanya merugikan diri sendiri bahkan sanak saudara kita. Berbeda keyakinan bukanlah suatu permasalahan yang harus diselesaikan dengan jalan kekerasan. Masyarakat Bentek membuktikan dengan terbentuknya lembaga ini menjadi wadah para agama untuk bisa menyampaikan terkait agamanya. Merangkum terkait agama masing-masing supaya dapat disampaikan kepada masyarakat. Meskipun masyarakat Buddhis Lombok Utara sangat kuat dalam menjalankan tradisi, namun di saat bersamaan dapat memahami dan menjalankan agama Buddha dengan baik tanpa pertentangan. “Mereka beragama Buddha, tetapi tetap menjalankan tradisi. mana Islam dalam satu lokasi
itu. Selain itu juga ada tempat sakral umat Budha, sehingga jika ada yang ingin ke sana perlu sebelumnya diberitahu dahulu cara berpakaian dan tutur kata. Tujuannya ialah untuk saling menghormati dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Ketika masuk tempat ibadah agama lain harus mengenakan pakaian adat, ini
disebut awik-awik atau aturan. Keharusan
inilah disebut Pemali atau sesuatu yang tidak boleh dilanggar. Kalau dilanggar konsekuensinya kadang bisa mendapatkan keburukan di tempat ibadah tersebut.
Sikap toleransi yang dijunjung tinggi telah tertanam sejak kerajaan Majapahit. Ibarat sebuah taman, taman itu indah jika ditanami beragam bunga. Seperti melati, mawar, anggrek, dan matahari. Bayangkan jika di taman itu hanya satu bunga saja, yang ada sikap keegoisan karena seolah-olah bunga itu paling indah. Sama halnya dengan agama. Jika di dalam sebuah desa terdapat berbagai
lain dan bisa berpartisipasi untuk melestarikan budaya ini. Dalam artikel ini pun kita bisa mempelajari tentang bagaimana cara kita melestarikan suatu tradisi yang sudah dilestarikan oleh nenek moyang sejak zaman dulu. Karena apa? Agar kita tidak lupa dengan tradisi yang sudah dilestarikan oleh orang tua dan para tokoh. Kita juga harus untuk melestarikan tradisi dan melestarikan keragaman budaya, agama di kalangan masyarakat . Jakarta ,13 November 2020 Penulis By:Jeri Manggala
REPRENSI ARTIKEL MAJALAH http://dimensipers. com/2018/02/28/junjung-tinggi- toleransi-umat-budha-di-lombok-bertahan-karena-tradisi/ https://buddhazine.com/umat- buddha-di-lombok-bertahan-karena-tradisi/
diciptakan berbeda-beda. Karena perbedaan itulah menjadikan kita untuk bersatu dan saling menghormati. Betapa indahnya jika hidup kita saling menjaga, menghormati dan hidup rukun. Yang pasti kekacauan akibat persilihan agama tidak akan pernah terjadi.
Sikap toleransi inilah yang mestinya kita jaga. karena apa dengan melestarikan toleransi dengan umat beragama pastinya menghasilkan banyak sisi positif karena apa dengan ini kita menjadi hidup rukun dan damai pastinya .
Kesimpulan dalam artikel ini yaitu : Janganlah memandang karena perbedaan, karna dapat membuat perpecahan antar agama dan sebagainya. Tapi pandanglah cara bertoleransi dengan baik sehingga memperkuat kerukunan dan menjadikan hidup damai dan tentram. Dan karena perbedaan juga kita bisa belajar bagaimna caranya menghargai satu sama beriringan dengan menjalankan
ibadah agama sebagai gambaran bahwa awik-awik bukan hanya aturan biasa melainkan sebuah aturan yang memiliki sanksi sosial. Sanksi inilah yang selalu dipegang untuk menjaga kehormatan desa, agama, dan warganya. Jika ada permasalahan mereka tidak langsung membawanya ke polisi melainkan diselesaikan secara adat. Dapat dikatakan sanksi sosial lebih kuat dari pada sanksi hukum. Awik awik ini pastinya ada di masing-masing desa karena
awik awik ini sudah ada sejak
zaman dulu dan sampai sekarang masih dilestarikan guna untuk memperkokoh kehormatan dalam sosial. Contoh awik awik dalam sebuah organisasi remaja atau banjar yang di buat pada saat pertama mengesahkan atau menyepakati organisasi tersebut. Selayaknya sikap toleransi tetap harus dijunjung tinggi. Keharusan menanamkan dalam diri kita bahwa pada dasarnya manusia
B
erbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun 2020 ini, peringatan Hari Pahlawan dibarengi dengan pandemi yang menyerang seluruh belahan bumi. Apabila dulu pahlawan membawa senjata untuk melawan penjajah dan merebut kembali kekuasaan bangsa, maka kini dokter serta tenaga kesehatan lainnya merupakan pahlawan yang harus dikenang jasanya sebagai garda terdepan dalam menyelamatkan jutaan manusia yang terinfeksi Covid-19.Dalam Girimānanda Sutta (A 5.108), Buddha menguraikan bahwa tubuh ini adalah sarang dari berbagai penyakit: penyakit mata, penyakit bagian dalam telinga, penyakit hidung, penyakit lidah, penyakit badan, penyakit kepala, penyakit bagian luar telinga, penyakit mulut, penyakit gigi, batuk, asma, radang selaput lendir hidung, pireksia, demam, sakit perut, pingsan, disentri, nyeri lambung, kolera, lepra, bisul, eksim, tuberkulosis, epilepsi, kurap, gatal, keropeng, cacar, kudis, pendarahan, diabetes, wasir, jerawat, fistula. Selain itu, Buddha juga menyampaikan 10 perenungan yang membuat Bhante Girimānanda pulih dari penyakitnya, salah satunya adalah perenungan terhadap masuk-keluarnya napas. Jika setiap penyakit hanya disebabkan oleh karma lampau, seperti anggapan kebanyakan orang, maka minum obat tidak akan berguna. Guru Agung Buddha membuat daftar 8 penyebab penyakit (S 4.230), hanya satu yang diakibatkan oleh karma, sedangkan yang lainnya adalah ketidakseimbangan empedu (pitta), lendir (semha), angin (vāta), kombinasi ketiganya (sannipātikā), perubahan cuaca (utu pariṇāma),
perawatan yang tidak tepat (visamaparihāra), dan serangan mendadak (opakkamika) misalnya kecelakaan. Pola makan yang buruk juga membawa penyakit, seperti makan terlalu banyak. Juga terdapat penyakit musiman yang disebabkan oleh angin, panas, dan kelembaban (Vin 1.199).
Seorang dokter (bhisakka atau vejja) dan perawat
(gilānupaṭṭhāka) yang baik harus memiliki 5 kualitas (A 3.144)
dalam menjalankan tugasnya. Apakah 5 kualitas tersebut? 1. Ia mampu memberikan obat dengan baik.
2. Ia mengetahui apa yang bermanfaat dan sebaliknya. Ia harus menjauhkan apa yang tidak bermanfaat dan
FOKUS
Yo bhikkhave, maṃ upaṭṭhaheyya so gilānaṃ upaṭṭhaheyya.
“Wahai para bhikkhu, ia yang merawat orang sakit berarti ia juga merawat saya.” (Vin 1.301)
DOKTER PAHLAWAN KEMANUSIAAN
kepadanya dan ia menjadi
Arahatta, lalu tidak lama kemudian parinibbāna. Oleh karena itu,
Buddha tidak hanya mendukung pentingnya merawat orang sakit, Beliau juga memberi contoh nyata bagaimana memberikan pelayanan kepada mereka yang sedang sakit, mereka yang bahkan dianggap menjijikkan bagi kebanyakan orang. Guru Agung Buddha bagaikan seorang dokter yang ahli dalam menyembuhkan penyakit noda batin. Dhamma bagaikan obat yang digunakan secara tepat. Dan Saṅgha, dengan noda batin yang sudah terobati, bagaikan orang-orang yang telah disembuhkan oleh obat tersebut. Inilah tiga mustika utama yang menjadi perlindungan bagi umat Buddha. Dengan Buddha sebagai dokter, Dhamma sebagai obat, dan Saṅgha sebagai pasien yang telah berhasil sembuh, sepatutnya kita semua memiliki kesempatan meraih kebahagiaan sejati.
Pustaka Rujukan
Aṅguttara Nikāya: The Numerical Discourses
of the Buddha. Translated by Bhikkhu Bodhi.
Boston: Wisdom Publications, 2012. Saṃyutta Nikāya: The Connected Discourses
of the Buddha. Translated by Bhikkhu Bodhi.
Boston: Wisdom Publications, 2000. Vinaya Piṭaka: The Book of the Discipline. Translated by I. B. Horner. London: Pali Text Society, 1970.
Saya”. Pernyataan terkenal ini
dibuat oleh Guru Agung Buddha saat Beliau menemukan seorang bhikkhu yang sedang berbaring dalam jubah kotornya. Bhikkhu tersebut dalam keadaan sakit parah karena serangan disentri. Dengan bantuan Bhante Ananda, Buddha membersihkan bhikkhu sakit itu dengan air hangat. Dalam kesempatan ini, Beliau mengingatkan para bhikkhu bahwa mereka tidak mempunyai orang tua maupun sanak keluarga yang menjaga mereka, maka mereka harus menjaga satu sama lain. Jika guru sedang sakit, murid mempunyai kewajiban untuk merawatnya, dan jika murid sakit, guru juga memiliki kewajiban untuk menjaganya. Jika tidak ada guru atau murid, maka masyarakat berkewajiban menjaga orang yang sakit.
Pada kesempatan lain, Buddha menjumpai seorang bhikkhu yang tubuhnya dipenuhi dengan luka, jubah lengket di tubuhnya dengan nanah keluar dari luka-lukanya. Para teman bhikkhu telah meninggalkannya karena tidak dapat menjaganya. Saat menemui bhikkhu ini, Buddha merebus air dan membasuh bhikkhu tersebut dengan tangannya sendiri, selanjutnya membersihkan dan mengeringkan jubahnya. Saat bhikkhu tersebut telah nyaman, Buddha memberikan khotbah hanya memberikan apa yang
bermanfaat bagi orang sakit. 3. Ia merawat orang sakit dengan
penuh cinta kasih, bukan karena keinginan untuk mendapatkan keuntungan. 4. Ia tidak merasa jijik dengan kotoran, urin, muntah, atau ludah.
5. Setiap saat ia dapat menasihati, menginspirasi, menyemangati, dan menghibur orang sakit dengan pembicaraan seputar Dhamma.
Saat seseorang sedang sakit parah dan merasa tidak berdaya, suatu kata ramah atau tindakan baik menjadi sumber kesenangan dan harapan. Itulah sebabnya cinta kasih (mettā) dan welas asih (karuṇā) dianggap sebagai
sifat-sifat yang patut dipuji bagi setiap orang. Keadaan sakit adalah saat seseorang sedang menghadapi kenyataan hidup dan kondisi ini adalah kesempatan baik untuk menanamkan kesadaran spiritual, bahkan dalam batin yang paling materialistis sekalipun. Lebih lanjut, orang yang sedang sakit tentunya mempunyai perasaan takut pada kematian lebih besar daripada saat sehat. Cara yang paling baik untuk menenangkan perasaan takut ini adalah dengan mengalihkan perhatiannya kepada Dhamma. ”Seseorang yang merawat orang
S
alah satu kebiasaan yang sering tidak disadari oleh kebanyakan dari kita adalah selalu melihat keluar. Dengan indera-indera yang dimiliki, manusia terbiasa melihat keluar. Walaupun hal ini dianggap sebagai kewajaran dan tampaknya tidak signifikan, kebiasaan ini membawa pada sebuah kebiasaan pikiran yakni selalu mengukur baik dan buruk, bahagia danmenderita, dari objek-objek luar. Umumnya, manusia menganggap bahwa kebahagiaan diperoleh jika mendapatkan objek-objek yang diinginkan. Sementara jika tidak mendapatkan objek-objek yang diinginkan, seseorang menderita. Kebiasaan melihat keluar juga membentuk kebiasaan baru yaitu selalu menyalahkan objek luar sebagai penyebab dirinya menderita. Oleh karena itu, ungkapan bahwa mudah melihat kutu di tengah lautan dan sulit melihat gajah di kelopak mata, tampaknya memang benar. Hal ini benar karena manusia pada umumnya selalu mencari kesalahan di pihak lain jika dirinya merasa dirugikan.
Disebabkan karena hal inilah, manusia umumnya mencoba meredam masalah yang dihadapi dengan menghancurkan apa yang
tampak, mengalahkan pribadi luar yang dianggap sebagai penyebab dirinya menderita. Berbeda dari cara pandang manusia pada umumnya, dalam ajaran
Dhamma-vinaya, musuh sejati manusia
tidak berada di luar dirinya, melainkan di dalam batin masing-masing individu. Batin adalah pelopor dari segala sesuatu, dan karenanya, konflik, pertengkaran dan segala masalah yang muncul ke permukaan berasal dari batin ini. Dalam hal ini, bentuk-bentuk batin negatif adalah musuh sejati manusia.
Untuk mengenali musuh yang sebenarnya, seseorang harus berhenti melihat keluar. Ia harus melihat ke dalam. Ia harus bermeditasi. Hal ini diibaratkan seperti seseorang yang telapak kakinya tertusuk duri. Ia merasa sakit setiap kali bagian yang
MEDITASI
Mengenali Musuh Sejati dalam Meditasi
RUBIK
(Lihat Sammādiṭṭhi Sutta dalam Majjhimanikāya).
Dalam seseorang bermeditasi, tiga akar kejatahan ini biasanya termanifestasi ke dalam rintangan batin (nīvaraṇā) yang menjadi
musuh bagi seseorang. Lima musuh yang begitu ganas ini membutuhkan perhatian untuk segera dibasmi. Lima musuh yang bercokol di batin setiap individu ini disebut rintangan batin, karena merintangi
seseorang dalam pengembangan kebijaksanaan, dan merintangi seseorang dalam upaya memperolah kedamaian batin. Mereka adalah kāmacchanda,
vyāpada, thīnamiddha,
uddhacchakukkucca, vicikiccha.
Visuddhimagga menerangkan bahwa kāmacchandha merupakan manifestasi dari lobha, vyādapa dari dosa, sedangkan tiga lainnya manifestasi dari moha. Mari kita lihat satu persatu musuh sejati seseorang yang pasti muncul dalam meditasi.
Musuh pertama, kāmacchandha,
adalah kesenangan dan kerinduan terhadap kenikmatan inderawi. Ini adalah kemelekatan terhadap obyek-obyek indera yang
dianggap membawa kebahagiaan. Kekotoran ini membuat batin untuk terus melihat keluar, tiada henti mencari objek ini Beliau selalu menekankan
pada siswa-siswa Beliau untuk senantiasa memperbaiki yang di dalam, yakni batinnya, dan bukan berusaha memperbaiki yang di luar. Dalam Dhammapada syair 165, sebagai contoh, Sang Buddha menyatakan bahwa diri sendirilah kejahatan dan kebaikan dilakukan, dan oleh diri sendirilah, batin seseorang terkotori maupun menjadi bersih; orang lain tidak bisa membersihkan diri kita dari kotoran batin.
Seperti yang telah disinggung di atas, musuh-musuh sebenarnya akan tampak dengan jelas pada seseorang ketika ia mulai menengok ke dalam batinnya. Dengan melihat ke dalam batinnya, ia akan mengetahui bahwa penyebab yang
menimbulkan penderitaan adalah kotoran batinnya. Kotoran batin ini bersumber dari tiga bentuk batin, yakni keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan delusi (moha – tidak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk). Tiga hal ini merupakan akar dari semua hal yang buruk, akar dari semua kejahatan. Segala bentuk perbuatan baik yang dilakukan melalui ucapan, perbuatan jasmani dan pikiran yang membawa segala bentuk konflik bermula dari tiga akar kejahatan tertusuk duri terbentur dengan
benda lain. Jika ingin mengetahui penyebab yang menimbulkan rasa sakit, ia harus berhenti dan melihat. Demikian pula, untuk melihat penyebab segala penderitaan yang dialami, seseorang harus berhenti dan melihat ke dalam.
Suatu kali seorang dewa menemui Sang Buddha dan bertanya apakah lenyapnya penderitaan (dukkha) dapat diketahui dengan cara melanglang dunia (Rohitassa Sutta). Ia bertanya demikian karena dalam kehidupan yang lampau sebagai manusia, ia pernah, dengan kesaktiannya yang mampu melewati satu samudera dengan satu langkah, mengembara selama seratus tahun untuk mencari tempat yang bebas dari penderitaan. Namun hingga ia meninggal, tempat tersebut tidak ditemukan. Atas pertanyaan tersebut, Sang Buddha menjawab bahwa penderitaan, sebab penderitaan, lenyapnya penderitaan dan jalan untuk melenyapkan penderitaan dapat ditemukan dalam diri masing-masing.
Demikianlah segala konflik dan penderitaan pada hakekatnya berasal dari batin masing-masing seseorang. Itulah mengapa Sang Buddha dalam khotbah-khotbah
RUBIK
dan jelas selama batin diselimuti oleh kotoran batin ini.
Musuh keempat yang tidak
kalah berbahayanya adalah keresahan dan kekhawatiran,
uddhacchakukkucca. Pikiran yang
dipengaruhi oleh keresahan dan kekhawatiran terus teragitasi, tidak mau diam, sehingga mustahil terkonsentrasi. Jenis musuh yang ini bertolak belakang dengan musuh batin ketiga yang terus mengajak seseorang tidur dan bermalas-malasan.
Uddhacchakukkucca memaksa
seseorang untuk terus melompat dari satu objek ke objek lain, seperti monyet yang merindukan buah, terus melompat dari disukai. Ketika muncul, kotoran
batin ini membakar apapun yang ada. Tidak puas membakar dirinya sendiri, ia juga membakar lingkungan sekitar. Dalam marah, seringkali terjadi di mana seseorang tidak segan-segan mengeluarkan ucapan yang kasar serta perbuatan yang merugikan orang lain.
Musuh ketiga yang harus segera
dibasmi adalah kemalasan dan kelambanan (thīnamiddha). Batin yang didominasi oleh musuh ketiga ini terus mengajak seseorang untuk tidur. Ia lalai mengerjakan apa yang harus dikerjakan. Dampaknya, banyak pekerjaan tertunda dan semakin menumpuk. Dalam kehidupan spiritual, pikiran yang dikuasai oleh kemalasan dan kelambanan menjadi tumpul dan berat. Ketika dibawa pengaruh kekuasaannya, seseorang tidak akan mampu melihat dengan jelas fenomena sebagai mana adanya. Sifat fenomena sebagai tidak kekal, penderitaan maupun tanpa inti, tidak akan nampak dengan terang dan itu. Bentuk-bentuk yang
indah, suara-suara merdu, bebauan yang harum, rasa yang lezat, sentuhan-sentuhan yang nikmat, adalah objek-objek yang terus dicari oleh nafsu inderawi. Musuh batin ini, jika tidak dikenali dan dilenyapkan, dapat menjerumuskan seseorang ke berbagai tindak kejahatan. Demi memenuhi keinginannya, banyak orang terbujuk rayuannya sehingga kehilangan rasa malu dan takut untuk melakukan kejahatan.
Musuh kedua adalah kebencian
(vyāpada) beserta anak-pinaknya, seperti kemarahan, dengki, dendam, irihati, iritasi, ketidaksukaan, dan semacamnya. Musuh yang bersarang di batin ini sangatlah kasar, liar, ganas dan garang. Berbeda dari nafsu inderawi yang menjerat seseorang dengan segala tipu rayuannya yang manis, musuh kedua ini menghancurkan mangsanya dengan paksa. Kotoran batin ini naik ke permukaan ketika bertemu dengan objek-objek yang tidak
"Sang Buddha menyatakan bahwa diri
sendirilah kejahatan dan kebaikan dilakukan,
dan oleh diri sendirilah, batin seseorang
terkotori maupun menjadi bersih; orang lain
tidak bisa membersihkan diri kita dari kotoran
RUBIK
musuh ini muncul dan diketahui, kita mampu memotongnya dengan senjata kebijaksanaan. Perhatian dan kebijaksanaan ini akan muncul dan berkembang hanya dengan meditasi.
Demikianlah, meditasi membawa seseorang untuk mampu
mengenali musuh sejatinya dan melenyapkannya setiap kali musuh-musuh ini mencoba mengganggu!
---Semoga Semua Makhluk
Berbahagia----tidak?” Demikianlah, pikiran terus bertanya-tanya, tidak dapat memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk. Akibatnya, waktu terbuang sia-sia. Apa yang seharusnya direalisasi tidak dapat direalisasi. Demikianlah, lima musuh sejati ini harus segera dibasmi agar kedamaian sejati dapat tercapai.
Lima musuh di atas harus segera dibasmi. Setiap kali muncul, seseorang yang mencintai kebahagiaan dan kedamaiannya sendiri hendaknya melakukan upaya untuk melenyapkannya. Kembangkan perhatian (sati) dan kebijaksanaan (paññā) untuk melenyapkan mereka. Selalulah hidup berperhatian sehingga setiap kali musuh ini muncul, kita mampu mendeteksi kemunculannya. Kembangkan kebijaksanaan sehingga ketika satu cabang ke cabang lainnya.
Akibatnya, pikiran tidak akan mampu melihat pengetahuan yang dalam terhadap fenomena. Dalam kehidupan sehari-hari pun, seseorang dengan pikiran yang dikuasai oleh keresahan dan kekhawatiran tidak akan memperoleh kedamaian batin. Pikirannya terus bergejolak, melamun dan mengkhayalkan apa yang telah lampau maupun yang belum terjadi. Orang demikian biasanya mudah terkena depresi meski masalah kecil timbul.
Musuh kelima, keragu-raguan
(vīcikicchā) terkadang menjadi musuh terbesar yang sangat sulit diatasi di antara lima musuh di sini. Dalam sebuah perjalanan spiritual, musuh kelima ini seringkali menghentikan seseorang dalam pencarian spiritualnya. Karena noda batin ini, seseorang terus terlibat dalam kecamuk pikiran, menanyakan, “Apakah saya mampu mencapai tujuan yang harus dicapai ataukah tidak? Apakah praktik yang saya jalani benar ataukah tidak? Adakah orang-orang yang betul-betul mencapai padamnya noda batin melalui praktik ini ataukah
M
ungkin banyak diantara kita yang sudah mendengar kisah inspiratif ini tentang seorang mahaguru Dharma yang kala melaksanakan kegiatan dana sedekah makanan, namun justru memperoleh tindakan kurang beretika dengan dilakukan pengusiran oleh seorang figur terpandang di kotanya, melalui para pengawalnya, hanya karenapenampilan bersahajanya sebagaimana layaknya seorang pertapa. Hingga ia kemudian memutuskan untuk “menguji” sang penguasa yang juga seorang hartawan itu dengan menggunakan jubah baik pemberian raja, untuk kemudian mendapatkan sambutan yang sangat jauh berbeda. Namun sang mahaguru malah meninggalkan jubah itu di ruang tamu
kehormatan sang bangsawan, bahkan sebelum sang tuan rumah keluar menyambutnya, dengan alasan bahwa tuan rumah hanya “menghormati jubahnya” semata dan bukan “siapa yang ada di dalam jubah” itu.
Demikian pula dalam kehidupan kita saat ini, meski di ranah yang katanya lahan kebajikannya sudah paripurna sekalipun, kita masih menghadapi kenyataan bahwa
untuk melaksanakan dana yang seharusnya tanpa syarat itu, kita masih memilih GURU siapa yang akan kita beri persembahan, padahal kita berdana kepada persamuannya.
Demikian pula kisah tak kalah luar biasanya, tentang pertapa lain yang menyalurkan bakatnya untuk melukis dengan harga sangat mahal, hingga mendapat julukan “Pertapa Rakus”, untuk kemudian ternyata belakangan diketahui bahwa ia melakukannya untuk alasan kemanusiaan karena terdesak situasi, dan sulit memperoleh dukungan untuk membantu menyelesaikan masalah itu, hingga akhirnya dengan bakat luar biasanya di bidang seni ia bersedia “merendahkan dirinya” sendiri, untuk kemudian setelah cita-cita luhurnya tercapai, ia meletakkan
OPINI
Oleh: Wedyanto Hanggoro
RUBIK
tak terkecuali, yang konon katanya untuk bahagia adalah cinta yang tanpa syarat, namun kenyataannya, nilai faktual ekonomi juga religiusitas masih menjadi salah satu “syarat tak tertulis” bukan hanya dari sang anak melainkan juga dari pihak orang tua. Hingga tanpa sadar melupakan esensi dasar dari keluhuran manusia ditentukan bagaimana ia memberlakukan orang di sekelilingnya, dan bukan sebatas penguasaan dan pemahamannya tentang kitab suci, karena praktik tidaklah semudah memahami sebuah pengetahuan.
Bila memang ekonomi juga religius adalah pondasi utama kebahagiaan sebuah hubungan rumah tangga, maka mengapa yang bahkan berjuang dari awal dan atau yang dharmanya begitu kuat masih bisa karam. Karena melupakan satu hal, spiritualitas untuk menurunkan ego. Sebagaimana pesan bijak dari seorang mahaguru Dharma bahwasanya, “satu spiritualitas
meski bukan satu religius jelas jauh lebih berharga dibandingkan satu religius namun beda spiritualitas,
Itulah cerminan sebagian besar dari kita yang relatif mudah memberikan penilaian hanya berdasarkan penampilan luar seseorang, hingga akhirnya kita juga cenderung gagal bertemu guru-guru luar biasa yang memiliki dharma dan kebajikan sejati.
Dalam tingkatan kebajikan yang sudah paling luhur saja kita masih melakukan “penghakiman tanpa sadar” lalu bagaimana dengan tingkatan-tingkatan di bawahnya. Dalam kegiatan duniawi, seringkali refleks tanpa sadar juga sama halnya seperti demikian. Yang penampilan sederhana, disambut biasa saja, padahal dialah tuan rumah hajatan acara. Hingga ujungnya adalah kita akhirnya tanpa sadar dikondisikan untuk hidup secara konsumerisme, dan bukan lagi sesuai kebutuhan, karena keinginan untuk memperoleh apreasiasi juga pengakuan orang lain, sama dengan kisah “jubah kaisar” dari mahaguru Dharma di atas tadi.
Demikian pula dalam dunia pencarian pasangan hidup kuasnya dan memilih menyepi
sendirian di gunung.
Juga kisah pertapa lainnya yang memilih jalan berbeda yaitu meminta sedekah dengan tanpa mempedulikan lagi perendahan terhadap dirinya, hingga seorang guru memberikan “pencerahan” kepada siswanya bahwa sosok mirip tuna wisma itu adalah seorang guru juga pertapa sejati, dan bukan pertapa palsu, karena ia tak segan mengambil makanan dari tempat sampah dan menyantapnya dengan penuh hikmah. “Seorang
guru palsu, takkan mampu melakukan hal demikian” lanjut
sang guru kepada muridnya, untuk menemukan kenyataan bahwa sang pertapa muda itu melakukan untuk memberikan tempat tinggal, makanan juga bila mungkin pendidikan yang baik untuk sekumpulan anak-anak malang tanpa orang tua yang dilindunginya. Beruntungnya setelah itu, dengan pengaruh sang guru yang sudah relatif dikenal masyarakat, sang pertapa muda menemukan solusi bagi cita-cita luhurnya.
RUBIK
melainkan melepas keserakahan, kebencian dan kebodohan batin kita.
Semangat menulis buku kebajikan kita masing-masing, seakan kita mati besok, karena hidup hanya sebatas hembusan nafas. Menanam padi, rumput akan ikut tumbuh. Namun menanam rumput, padi takkan pernah ikut tumbuh. Hidup dalam kebaikan, pasti akan ketidak-senangan orang lain mengikuti, namun bagaimana pun, tetaplah berbuat baik, karena itu bukan urusan kita dengan mereka, melainkan urusan kita dengan karma kita pribadi. Karena saat kita menanam keburukan, takkan pernah ada kebaikan yang mengikuti. Penuh metta
Wedyanto Hanggoro
(Pembicara Profesional, Praktisi Kecerdasan Emosional & Penulis Lepas)
ini, berikut contoh-contoh kisah nyata penuh inspirasi di atas, semoga kita diajak kembali menengok ke dalam, sudahkah kita melatih dan mempraktikkan kebajikan dalam arti yang sesungguhnya, ataukah hanya sebatas label, identitas atau bahkan “jubah”.
Terakhir, dalam berpraktik kebajikan, sudah pasti jalan kita belum tentu mulus. Karena tanaman kebajikan kita meski dengan energi setulus apapun tetap akan ada yang tidak menyukai, cemburu bahkan memfitnah. Demikian pula, ada satu hal sederhana yang wajib kita sadari, bahwa latihan kebajikan adalah latihan melepas bukan mendapatkan, sehingga saat bertanam benih kebajikan justru malah membantu berbuahnya seluruh tanaman buruk masa lalu kita, kita tidak perlu kaget apalagi harus marah. Sebagaimana tujuan berlatih meditasi bukanlah memperoleh ketenangan apalagi kesaktian maupun kesucian,
meski bila memungkinkan tetap diupayakan agar satu spiritualitas yang sekaligus satu religius”. Hal
mana Beliau sampaikan bahwa “jatuh cinta bisa dimana saja,
kapan saja dan dengan siapa saja…” sementara nilai kebajikan
itu bersifat universal, dan sama sekali bukan terbatas label, juga identitas yang kebetulan tercantum di kartu tanda penduduk.
Seperti yang juga diingatkan oleh sebuah pesan indah lainnya juga bahwa bila ingin mengetahui
value spiritualitas seseorang,
jangan dilihat dari rajinnya ia beribadah atau penguasaan kitab sucinya, melainkan bagaimana ia memperlakukan orang tua juga sesama di sekelilingnya, termasuk juga makhluk-makhluk lain dan lingkungannya, utamanya pada kondisi terburuknya. Karena situasi tidak pernah merubah seseorang, melainkan hanya menunjukkan keaslian sejatinya orang tersebut. Maka melalui tulisan sederhana
S
atu lagi sosok alumni Nalanda yang menebarkan kebajikan Dhamma melalui Teknologi dengan karya-karya seni yang tidak membosankan bagi kaum milenial. Beliau adalah Suratena, S.Ag, akrab dipanggil Mas Tena. Merupakan sosok dibalik kesuksesan film Pendek DUPA yang menjadi juara 1 dalam Padma Award 2019 kategori umum yang diselenggarakan oleh LPTG (Lembaga Pengembangan Tripitaka Gatha) dibawah naungan Kemenag Buddha RI. Beliau jugamerupakan sosok kreatif dibalik video klip lagu-lagu Buddhis yang diproduksi oleh Namaste Musik, dan
tentunya masih banyak lagi karya-karya Dhamma beliau.
Pada kesempatan kali ini tim Majalah Nalanda berkesempatan untuk mewawancarai beliau untuk berbagi pengalaman inspiratif lewat Zoom aplikasi, berikut cuplikan wawancaranya:
Mas Tena apa kesibukannya sekarang?
Saat ini sedang dalam proses penyelesaian pembuatan tower Wi-Fi dari donatur untuk
pengadaan Wi-Fi bagi vihara dan dusun, supaya ada akses internet Wi-Fi di vihara untuk belajar online dan lain-lain. Selain itu sekarang sedang proses pembuatan film Dupa 2 dan Dupa 3, yaitu sedang mempersiapkan naskah, casting dan lainnya. Film dupa ini
SOSOK ALUMNI
Nama lengkap : Suratena
TTL : Kulon Progo, 18 Agustus 1986
Alamat : RT 34 RW 08, Pedukuhan Sonyo, Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo,
Kabupaten Kulon Progo, D. I. Yogyakarta No. Telp : 085288886425
Email : suratena@kinjengdesa.id Pekerjaan : Video Kreator
Pendidikan formal : S1 STAB Nalanda
Pengalaman Kerja:
- Owner & Sutradara di PH Kinjeng Desa - Video Kreator di Channel Kisah Teladan - Video Kreator di Namaste Music - Video Kreator di D'Etnika Production
BIODATA
RUBIK
berawal dari cerita ketika saya ikut lomba dengan tema toleransi yang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari di desa saya yang umat Islam dan Buddhanya sudah hidup berdampingan dan saling toleransi dan ada satu keluarga yang menganut agama yang berbeda-beda.
Film dupa ini nantinya akan ada di channel Youtube Kisah Teladan. Selain itu saya sekarang masih membantu Namaste jika ada editan video, hanya saja sekarang lebih fokus ke dunia perfilman di desa agar pikiran tidak buyar.
Kenapa mas Tena lebih tertarik menyebarkan Dhamma lewat dunia seni dan teknologi?
Karena awalnya menjadi guru atau penceramah saya kurang berbakat dan saya menyadari bahwa kemampuan public speaking saya kurang bagus, apalagi untuk mengajar anak-anak dan berbicara di depan orang banyak itu menurut saya bukan passion saya sehingga saya agak kurang berminat menjadi guru maupun Dharmadutta. Karena saya tipe orang yang pendiam. Jadi kalau sosialisasi dengan orang atau
ngobrol sama orang yang belum
terlalu kenal itu agak susah, kekurangan saya disitu sehingga untuk menjadi guru kurang begitu minat. Tapi di sisi lain saya punya hobi seperti memegang kamera, hobi foto, dan video. Awalnya sejak masih di Nalanda saya sudah sering membuat video karena bakat dan hobi saya di situ. Dari hobi itulah saya mencoba untuk mengembangkan kemampuan saya dan mencoba menyebarkan kebajikan lewat hobi dan hal yang saya sukai. Dan saya berpikir meskipun saya tidak menjadi guru agama atau penceramah, tetapi saya bisa ikut menyebarkan Dhamma dan kisah –kisah
inspiratif lewat video dan lain-lain.
Bagimana awal mula mas Tena mengenal STAB Nalanda?
Awal mula saya kenal dengan STAB Nalanda karena saya dulu menjadi anak asuh perkumpulan guru-guru agama Buddha di Jambi, setelah lulus SMA saya disarankan untuk kuliah di STAB Nalanda. Pada saat itu sebenarya ada dua opsi tempat kuliah yaitu di STAB Nalanda dan STABN Sriwijaya, dan anak-anak asuh dibagi menjadi dua STAB ini dan kebetulan saya kebagian yang masuk STAB Nalanda. Saya masuk STAB Nalanda tahun 2004 dan lulus pada tahun 2009.
Kesan apa yang di dapatkan saat kuliah di Nalanda?
Kesan saya saat kuliah di STAB Nalanda itu banyak sekali, diantaranya di STAB Nalanda selain belajar Dhamma saya juga belajar mengembangkan ilmu seni
design, komputer, video editing,
dan lain-lain sampai merusak komputer di perpustakaan karena saya otak-atik untuk belajar otodidak ilmu seni desain pada waktu luang selepas kuliah. Kesan yang tidak boleh dicontoh yaitu ketika saya di STAB Nalanda sering bolos karena pada dasarnya saya tidak suka teori, alhasil saya lulus terlambat 1 tahun bahkan memecahkan rekor mengulang mata kuliah terbanyak karena sering tidak masuk kuliah. Kesan terhadap dosen, saya pernah dimusuhi oleh dosen karena jarang mengerjakan tugas dan banyak mengulang mata kuliah, tapi sebenarnya dosen tersebut tidak memusuhi tapi ia mengajarkan kita menjadi manusia yang lebih disiplin, dan lebih baik serta menjadikan kita orang yang bisa bertanggung
RUBIK
Kedepan saya juga ingin memproduksi film Waisak yang bisa disiarkan di TV saat acara Waisak, agar umat Buddha semakin dikenal. Tapi lagi-lagi kendalanya adalah dibiaya produksi yang lumayan. Selain itu kita juga kekurangan personil untuk mengerjakan projek-projek itu. Ini merupakan kesempatan emas buat teman-teman milenial untuk bersama belajar mengembangkan Dhamma lewat cara milenial.
Pesan buat pembaca majalah Nalanda?
Dukunglah teman-teman yang kreatif untuk melestarikan Buddha Dhamma di Nusantara dengan cara apapun. Misalkan dengan menjadi donatur, menyumbang ide, atau berpartisipasi langsung dengan karya-karya yang positif. Berikanlah ruang dan peluang bagi generasi-generasi muda yang aktif dalam pengembangan Dhamma. Sokonglah mereka untuk terus berkembang dan maju agar nilai-nilai luhur
Dhamma tetap lestari, dikenal, dan dipraktikkan banyak orang. STAB Nalanda, mafaatkan waktu
luang untuk belajar hal yang lain. Selain yang didapat di bangku kuliah yaitu teori tentang Agama, kembangkankan hobi yang kalian punya dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di Nalanda. Misalkan yang hobi musik, gamelan, atau komputer dan lain-lain. Intinya kembangkan sesuai hobi masing-masing. Jika lulusan STAB semua menjadi guru atau penceramah nanti dunia-dunia lain seperti musik, Film, design dan lain-lain nanti tidak berkembang, Apapun hobi kalian bisa dikembangkan, tanpa harus menjadi guru. Intinya untuk pengembangan agama Buddha dan menyebarkan kebajikan.
Cita-cita yang ingin di wujudkan?
Keinginan saya yang belum terwujud yaitu seni budaya Buddhis agar bisa lebih berkembang di Indonesia. Kemarin ada wacana dari Kemenag Buddha DIY untuk membuat lembaga Seni Budaya Buddhis. Selama ini kan belum ada lembaga yang khusus untuk budaya Buddhis. Itu bisa musik, tarian, perfilman. Karena selama ini kendala terbesar kita yaitu dibagian pendanaan dan SDM. jawab terhadap apa yang kita
kerjakan, supaya kelak kita akan menjadi manusia yang sukses. Kesan bersama teman-teman di asrama itu seru, kompak, dan solidaritas tinggi. Dimana kita hidup senang dan susah bersama.
Bagimana menurut mas Tena Nalanda yang sekarang?
Nalanda saat ini sangat jauh berbeda dari segi manajemen, fasilitas dan peningkatan kualitas semakin bagus dan karyawan-karyawannya sudah banyak, baik STAB Nalanda maupun yayasan. Fasilitas-fasilitas untuk kerja karyawan sudah lengkap, Kesejahtraan para staf juga sudah diperhatikan. Ini merupakan kemajuan yang luar biasa yang perlu ditingkatkan lagi.
Semoga STAB Nalanda juga biasa menjadi kampus yang lebih baik lagi dan lebih hebat, serta melahirkan sarjana-sarjana yang bisa bermanfaat untuk agama dan masyarakat.
Apa pesan untuk STAB Nalanda?
Saya berpesan untuk adik-adik saya, baik yang sudah lulus maupun yang belum lulus di
LAPORAN DONATUR
DONATUR BEASISWA
YAYASAN DANA PENDIDIKAN BUDDHIS NALANDA
BULAN OKTOBER 2020
Terima kasih dan Anumodana, telah berpartisipasi menjadi
donatur Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda. Semoga
Kebajikan yang dilakukan membuahkan kebahagiaan dan dapat
merealisasikan cita-cita luhur, hingga tercapainya Nibbana.
No Nama Donatur No Nama Donatur No Nama Donatur No Nama Donatur No Nama Donatur
1 Wenmei & Tungsen 40 Ibu Cindy Lestari 79 Ayling 118 Bapak Wang Yong I 王泳貽 & Ibu Xiè Miǎo Mín 謝秒珉 157 Alm. Surya Gijanto 2 Ibu Susy Youlia 41 Oma Cece 80 Ibu Rita 119 Bapak Handoko Tan 158 Leluhur Keluarga Ang 3 Ibu Lani 42 Ibu Ratna Sari 81 NN 120 Ibu Mona 159 Asen, Lisa, Dan Metta 4 Ibu Ratna Sari Wiguna Ang 43 Asien 82 Ibu Shanty 121 Ibu Suyati Tandana 160 Leluhur Keluarga Lie 5
Bapak Ronar, Ibu Merie, Bapak Wilson, Bapak Jason, Bapak Giman Tjandra, Ibu Herlina dan Ibu Tjan Poa
44 Yu Sui Cin 83 Bapak Sujanto, Ibu Tjong Kim Moy, Bapak Ng. Sin Hian dan
Ibu Chin Su Ju 122 Ibu Kartini Tanudjaja 161 Alm. Koh Teck Ngan dan Almh Wong Koei Yong 6 Ibu Yunita 45 Narisa & Junha 84 Bapak Budhi Pranoto 123 Ibu Liauw Tjoei Djoen 162 Bapak Ariaguna 7 Almarhum Mursalim (Lim Sim Mui) 46 Bapak Sukanda Wijaya 85 Para leluhur dan Mendiang Istri dari Bapak Lim Heriyono 124 Ibu Peitryn 163 Edrick Giovanni Tioris 8 Almarhumah Titi Sunarti (Lie Cin Ti) 47 Ibu Justine 86 Bapak Phua Hong 125 Elgio A.D 164 Edbert Frederic Tioris 9 Bapak Morison Lim 48 Bapak Heryanto 87 Bapak Ardi 126 Bapak Susandi 165 Ibu Lily
10 Bapak Irwan Widjaja 49 Ibu Elvy Sui Fong 88 Suwani 127 Bapak Fudy 166 Alm Lie Tjoek She dan Almh Liana Irawaty 11 Almarhum Subianto & Almarhumah Amung 50 Ibu Jusmerry Chandra 89 Bapak Sugianto 128 Ibu Mega 167 Lina Melani Tan 12 Ibu Oey Soh Hui 51 Bapak Yanto Hidayat 90 Ko Desmond 129 Dieki Irawan dan Sekeluarga 168 Hartono Sanjaya 13 Bapak Richard 52 Keluarga Bapak Indra Dhrama dan Ibu Amy Yata Dewi 91 Ibu Rina Goh 130 Kim Fa 169 Hermina 14 Ibu Lisa 53 Ibu Erlina 92 Bapak I Gede Raka Putra Gunawan 131 Bapak Herby Jonatan 170 Helen Cynthia 15 Bapak Aman Koh 54 Bapak Hadi Rachman 93 Bapak Chris Lazunardi 132 NN 171 Bapak Winata 16 Bapak Yusdin Husen 55 Ibu Herawati 94 Bapak Sugiyanto 133 Bapak Kolim dan Keluarga 172 Alm. 许许许/ Asim 17 Ibu Merry Tjahyadi 56 Bapak Eddy Sutanto dan Keluarga 95 Alm. Linda Soesilowati 134 Thio Mie Cheng dan Family 173 Bapak Frans Sanjaya 18 Bapak Cahyadi Yosep Kurnia 57 Bapak Mansjur 96 Edrick chen dan semua makluk yg berhub karma dengan Lim
hui phing & keluarga 100.000 135 Alm. Kel Lie 174 Gustianus Lie dan Keluarga 19 Ibu Arya Dewi 58 Bapak Hadi 97 Jono Kosasih, Erniwaty Kie, Wilson Kosasih, Albert Kosasih 136 Ibu Sien 175 Bapak Jhonson dan Keluarga 20 Ibu Engel Gwee 59 Ibu Melani dan Keluarga 98 Ibu Liu Lie Sie 137 Susianty 176 Vincenzio dan Geraldo Tanafa 21 Bapak Anthony Wibisono 60 Sherly 99 matthew dan megumi 138 Alm. 许许许 / Aho 177 Bapak Gou Go Siang 22 Bapak Kusim 61 Ibu Lisa 100 Ibu Nandavati Kurnia 139 Bapak Lay Tjhiapliong 178 Alm. LiuTjhinyinTjongNyoekfaChuyu 23 Almh. Sunijartiny 62 Ibu Lanny 101 Bapak Budiman 140 Suryadi 179 Bapak Yoki Wira 24 Bapak Hendry Husin 63 Ibu Ang Tjie Phing 102 Go Bie Tin (Bpk Budiman) 141 Ibu Rachmawati Arief 180 Bapak Yanto 25 Bapak Omar Wangsaharja 64 Ibu Erawati 103 Irwin Supriyanto 142 Ibu Melianti 181 NN 26 Ibu Poo Hong Kie 65 Ibu Mariana dan Bapak Matthew Alexander 104 Bapak Rudi Lie 143 NN 182 Ibu Yuliana
27 Bapak Verky Lietua 66 S 1 105 Bapak Astawinata 144 Bapak Fut Lie dan keluarga 183 Mendiang Leluhur dan Keluarga Besar Gunawan Halim 28 Ibu Lim Lianawati 67 Bapak Rusli Limin 106 Bapak Subur 145 Bapak Hendra Wirawan 184 Bapak Hady Setyanata 29 Bapak Johan Chai 68 Ibu Natalia Salim 107 Ibu Linda Surianty Lie 146 Yang Mei In 185 Bapak Ong Bun Tek dan Keluarga 30 Bapak Johnny Chandra 69 Bapak Tokyoso 108 Ibu Akiun 147 Adi 186 Ibu Ng Weng Aij 31 Ronny Ruslim Sekeluarga 70 Bapak Andi 109 Bapak Sakya Putra 148 Haniwaty 187 Bapak Aman Koh 32 Semua Makhluk yang Berhubungan Kamma dengan
Keluarga Ricky Subagya Chung 71
Olivia edwerdina, Albert
winston 110 Ko Riche & Keluarga 149 Amartha Yuri 188 Ibu Meta Sari 33 Feilishka 72 Ibu Mimi Lam 111 Bapak Andi William 150 Dairyu Yuko 189 Bapak Ricky Moiras 34 Rm IKG Karyana Govinda & Keluarga 73 Ibu Verawati 112 Ihan Hardiono 151 Yuuka Yuki 190 Alm. Gunawan Wijaya 35 Mendiang Leluhur dan Keluarga Besar Gunawan Halim 74 Bapak Tan El Yan 113 Bapak Adi Tandean 152 Ibu Nelly 191 Rm Karyana Govinda dan Keluarga 36 Ibu Yulyani 75 Ibu Lili Sutanti 114 Bapak Lo Willy Prang 153 Alm. Rusdy Anwar
37 Bapak Djoni 76 NN 115 Ibu Christin 154 Almh. Lie Tioe Ngo 38 Para Leluhur dan Semua Makhluk 77 Ibu Surtini 116 Ibu Fenny dan Keluarga 155 Almh. Ang Koey Toan 39 Johan Hartono Ho dan Almh. Linda Sudiman 78 Bapak Erron 117 Ci Nerry 156 Almh. Ang Koey Lian
LIPUTAN NALANDA
P
elimpahan jasa atau pattidana adalah kewajiban penting yang harus dilakukan oleh umat Buddha kepada sanak keluarga atau leluhur yang telah meninggal.Minggu, 22 November 2020 Cetiya Nalanda kembali mengadakan upacara Pattidana secara online melalui zoom dan Youtube. Upacara pattidana diawali dengan pembacaan paritta, meditasi, dan Dhammadesana. Dhammadesana pada kesempatan baik ini disampaikan oleh YM. Bhikkhu Abhayanando Mahathera.
Dalam Dhammadesana, YM. Bhikkhu Abhayanando Mahathera menyampaikan tentang 3 dhamma yang membuat kita menjadi orang yang baik yaitu Dana atau kerelaan, pabbajja atau pelepasan, dan menyokong orang tua. YM. Bhikkhu Abhayanando Mahathera juga mengingatkan umat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan.
Terhitung ratusan umat bergabung melalui zoom dan youtube dalam upacara pattidana ini. Kami berterima kasih kepada para donatur dan umat yang telah berpartisipasi dalam kegiatan bajik ini.
Semoga kebajikan yang telah kita lakukan dapat melimpah kepada para leluhur yang telah meninggal dan kepada semua makhluk.
Semoga semua makhluk berbahagia.
D
i masa sekarang ini kita melihat semakin banyak penyakit-penyakit bermunculan dengan nama yang sulit, juga kita banyak melihat penyakit-penyakit yang sebelumnya hanya muncul pada orang tua atau dewasa, sudah mulai muncul pada usia muda. Kita sendiri pun semakindibingungkan dengan cara hidup sehat yang benar itu seperti apa. Seperti contoh di media-media sosial kadang kita lihat ada yang mengatakan jemur matahari pagi bagus untuk kesehatan, namun belakangan dikatakan jemur matahari pagi berbahaya bagi kesehatan, nah pusing kan? Belum lagi sekarang banyak orang yang “merasa” dirinya sehat padahal sebenarnya organ tubuhnya sangat parah sekali, mereka mengatakan dirinya sehat, tapi masih rutin makan obat kolesterol, katanya sehat tapi masih suka minum obat maag, katanya sehat tapi masih sering konsumsi obat gula darah, sehat dari mana? Belakangan ini pula kita semakin sering melihat jargon untuk hidup sehat “Back to Nature”
atau “Kembali ke Alam”. Apa maksud dari jargon ini? Apakah yang dimaksud dengan “Kembali ke Alam” artinya adalah kita harus makan sayur setiap hari atau bervegetarian? Atau yang dimaksud adalah kita harus seperti manusia purba lagi hidup di alam tanpa teknologi?
Dalam ilmu pengobatan tradisional Tiongkok/TCM (Traditional Chinese Medicine) yang usianya sudah lebih dari 5000 tahun, sudah sangat jelas disebutkan bagaimana cara supaya seseorang bisa hidup sehat dan panjang umur.
Ada disebutkan mengenai sebuah prinsip kesehatan yaitu teori keseimbangan Yin Yang. Simbol Yin Yang dilambangkan
KESEHATAN
RAHASIA HIDUP SEHAT DAN
PANJANG UMUR, haruskah
minum herbal yang
mahal??
RUBIK
apakah ini dikarenakan perubahan lingkungan atau dikarenakan orang-orang tersebut sudah tidak paham prinsip keseimbangan (Yin Yang)? Di dalam kitab tersebut Qibo menjawab bahwa pada jaman dahulu orang-orang hidup selaras dengan alam, bekerja dan istirahat dengan seimbang, makan dengan teratur tidak berlebihan, serta menjaga keseimbangan emosi dan mental. Sementara di masa sekarang orang-orang sudah hidup menjauh dari keselarasan alam, meminum alkohol bagai air, bekerja dan istirahat tanpa mengenal waktu, makan tidak teratur, serta banyak menghabiskan kesenangan emosi yang sesaat, sehingga tidak mengherankan akhirnya orang-orang seperti itu akan cepat tua dan berumur pendek.
Dapat dilihat di sini bahwa ilmu pengobatan tradisional Tiongkok yang usianya sudah ribuan tahun namun isinya bahkan masih sangat relevan dengan kehidupan modern sekarang.
Makan Seimbang
Seperti apa yang dimaksud dengan makan seimbang terutama dalam pandangan ilmu pengobatan tradisional Tiongkok? Apakah seimbang kandungan nutrisinya? Apakah seimbang proporsinya?
Dalam ilmu herbal Tiongkok dijelaskan bahwa setiap jenis makanan memiliki 4 jenis sifat energi, yaitu sifat panas, sifat hangat, sifat sejuk, dan sifat dingin. Sifat di sini bukan hanya dilihat dari temperatur/suhunya, tapi juga energi dasar makanan tersebut. Sebagai contoh cabai, mau disimpan di kulkas atau tidak, tetap saja jika dimakan akan muncul rasa panas dalam tubuh. Dalam ilmu kesehatan tradisional seperti sebuah lingkaran hitam
dan putih dengan titik hitam dan putih kecil di dalamnya. Teori Yin Yang merupakan sebuah teori jaman nenek moyang yang turun temurun yang melambangkan bahwa segala hal dalam kehidupan ini terdiri dari dua aspek yang selalu bertentangan, sebagai contoh ada siang ada malam, ada dingin ada panas, ada gelap ada terang, dan sebagainya. Dan dalam bidang kesehatan kedua aspek Yin dan Yang ini harus selalu dalam keadaan seimbang barulah dikatakan sehat. Seseorang dikatakan sakit jika salah satu aspek dari Yin dan Yang ini berlebihan atau kekurangan, alias mengalami ketidakseimbangan. Sebagai contoh mudahnya adalah misalnya suhu tubuh manusia yang harus selalu terjaga antara 36,5-37 derajat celcius, jika melebihi atau kurang dari batas suhu tersebut maka tubuh seseorang dianggap tidak sehat atau sakit.
Dalam kitab klasik TCM yang bernama kitab Huangdi Neijing, atau dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai The Yellow Emperor of Chinese Medicine (Kitab Kaisar Kuning) yang terbit sekitar 2000-3000 tahun lalu, sudah disebutkan bagaimana seseorang bisa hidup sehat dan panjang umur, dan sebaliknya hal apa saja yang dapat menyebabkan seseorang hidup sakit-sakitan dan berumur pendek. Kitab tersebut berisi percakapan antara Huangdi/Kaisar Kuning dengan penasihatnya, Qibo. Huangdi bertanya kepada Qibo mengapa pada jaman dahulu orang-orang bisa hidup sehat panjang umur hingga seratus tahun tanpa penyakit, namun di masa sekarang mengapa orang-orang hidup berpenyakitan dan cepat tua serta berumur pendek,
RUBIK
sekali tidak dapat tergantikan!
Emosi Seimbang
“Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat pula.” Tentu kita semua sudah sering mendengar hal ini, dan ini sungguh benar adanya. Dalam ilmu kesehatan tradisional Tiongkok disebutkan bahwa ada 7 jenis emosi pada tubuh manusia, dan ketujuh jenis emosi tersebut semua dikelola oleh organ-organ tubuh yang spesifik (baca: Artikel Kesehatan, Majalah Nalanda edisi IV Mei 2019). Dan itu berarti jika organ tubuh kita ada yang tidak sehat maka emosi kita pun juga akan terpengaruh.
Sekian sedikit penjelasan
mengenai rahasia hidup sehat dan panjang umur berdasarkan ilmu kesehatan tradisional Tiongkok di mana ternyata sangat mudah dan tidak butuh obat atau herbal yang mahal untuk dapat sehat. Salam sehat seimbang!
yang terjadi juga pada organ tubuh kita.
Istirahat Seimbang
“Tiada musim dingin maka tiada musim semi”. Itulah sepenggal kalimat yang menjelaskan pentingnya istirahat tidur pada malam hari. Musim dingin dapat diartikan sebagai “masa istirahat” bagi semua jenis makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Malam hari juga merupakan masa istirahat bagi manusia dan organ tubuh. Tanpa adanya musim dingin, maka tiada musim semi, maka dapat diartikan tanpa adanya “masa istirahat” maka tidak akan adanya “masa kehidupan”. Tanpa adanya malam, maka tiada siang, tanpa adanya istirahat tidur pada malam hari maka tiada aktivitas kehidupan di siang hari. Maka sangat penting untuk dapat istirahat teratur pada malam hari, ingat di sini tertulis malam hari, bukan subuh! Dan hal ini sama Tiongkok memilih makanan
harus disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing orang. Jika seorang tersebut memiliki kondisi tubuh cenderung dingin maka harus mengkonsumsi makanan yang bersifat hangat atau panas, dan begitu pula sebaliknya. Bagaimana mengetahui kondisi tubuh kita cenderung panas atau dingin? Itu hanya bisa dilakukan melalui pemeriksaan ke praktisi pengobatan tradisional Tiongkok, atau biasa disebut sinshe TCM. Selain itu pula makan seimbang berarti makan harus tepat waktu, dikarenakan tubuh kita memiliki jam yang spesifik untuk makan ataupun untuk istirahat. Sama seperti karyawan di perusahaan memiliki jam makan dan jam istirahat yang spesifik dan teratur. Bayangkan jika para pekerja tersebut memiliki jam kerja atau istirahat yang berantakan, maka lama kelamaan perusahaan tersebut akan kacau, begitulah