• Tidak ada hasil yang ditemukan

hasil penelitian Supartopo et al. (2008) yang menunjukkan rata-rata daya pulih tanaman hasil introgesi gen Sub1 terhadap cekaman rendaman selama satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "hasil penelitian Supartopo et al. (2008) yang menunjukkan rata-rata daya pulih tanaman hasil introgesi gen Sub1 terhadap cekaman rendaman selama satu"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAHASAN UMUM

Berbagai penelitian sebelumnya telah banyak yang mempelajari mekanisme adaptasi suatu tanaman terhadap banjir atau cekaman rendaman. Liao dan Lin (2001) mengemukakan bahwa ketika suatu tanaman mengalami cekaman rendaman atau kondisi anaerobik, maka terjadi perbedaan respon pada bagian akar dan tajuk tanaman. Namun berbagai perubahan morfologi maupun anatomi akibat cekaman rendaman lebih banyak terjadi di akar. Penurunan laju respirasi di akar terjadi pada tanaman yang toleran maupun yang peka terhadap cekaman rendaman.

Selain mekanisme adaptasi, berbagai pendekatan juga telah banyak dilakukan dalam kajian terhadap cekaman rendaman. Jackson et al (2009) yang mempelajari mengenai evolusi tanaman terhadap cekaman rendaman menyatakan bahwa walaupun hanya 1-2% angiospermae merupakan tanaman akuatik, namun beberapa diantaranya memiliki karakter adaptasi yang sama dengan tanaman yang dapat tumbuh pada kondisi lahan kering maupun terendam air (tanaman amfibi), salah satu contohnya adalah tanaman padi. Leung (2008) juga mengemukakan pendekatan genomik yang telah dilakukan untuk mendapatkan varietas-varietas padi yang toleran terhadap cekaman rendaman. Introgresi gen Sub1 ke dalam beberapa mega-varietas di Asia, seperti IR64, Swarna, Sambha Mahsuri, BR11, Thadokkam1 (TDK1) dan CR1009 telah berhasil dilakukan. Hal ini dapat mempersingkat waktu adaptasi oleh petani dari 5-7 tahun menjadi hanya 2.5 tahun. Perata dan Voesenek (2007) mengemukakan bahwa penanaman varietas-varietas padi yang telah diintrogresi gen Sub1 tidak menimbulkan efek negatif terhadap hasil, indeks panen dan mutu gabah apabila ditanam pada kondisi optimum (tanpa cekaman rendaman).

Indikator genotipe padi toleran rendaman dapat dievaluasi secara langsung berdasarkan persentase daya pulih tanaman (recovery) setelah rendaman. Hasil penelitian menunjukkan terdapat satu genotipe yang toleran rendaman, yaitu B13138-7-MR-2-KA-1. Genotipe Ciherang Sub1 tergolong moderat, sedangkan genotipe lainnya merupakan genotipe yang peka terhadap cekaman rendaman dengan kisaran daya pulih tanaman sebesar 56-68%, namun masih lebih tinggi dibandingkan varietas IR42 yang tergolong sangat peka. Hal ini sesuai dengan

(2)

hasil penelitian Supartopo et al. (2008) yang menunjukkan rata-rata daya pulih tanaman hasil introgesi gen Sub1 terhadap cekaman rendaman selama satu minggu bervariasi antara 76 – 95%, sedangkan galur-galur peka berkisar antara 31-55%. Dari kenyataan di atas , diduga terdapat interaksi antara gen Sub1 dengan gen-gen lain yang dibawa oleh varietas yang diintrogresi gen Sub1 sebagai tetua

recurrent, sehingga menimbulkan variabilitas genetik.

Melalui percobaan pertama diketahui bahwa mekanisme adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman sesaat adalah memperlambat laju pertambahan tinggi tanaman dan laju penurunan kadar gula dan pati pada batang padi selama tercekam rendaman. Genotipe toleran mengalami penurunan tinggi tanaman yang cukup tinggi pada saat ditanam di lingkungan tercekam dibandingkan pada saat ditanam di lingkungan optimum. Sebaliknya, varietas pembanding peka justru mengalami pertambahan tinggi tanaman hampir dua kali lipat dibandingkan dengan sebelum cekaman rendaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ikhwani et al. (2010) yang menunjukkan bahwa genotipe IR64 Sub1 yang toleran rendaman mengalami stagnasi pertumbuhan selama perendaman. Hasil penelitian Pierik et al. (2009) menunjukkan adanya hubungan antara laju pemanjangan batang pada kondisi cekaman rendaman keseluruhan dengan pembentukan aerenkima. Namun pemanjangan batang tidak diinginkan pada kondisi cekaman rendaman keseluruhan karena dapat mengakibatkan diremobilisasinya karbohidrat yang tersimpan (Nugraha et al. 2011). Ketika air surut, tanaman yang menggunakan cadangan energi untuk pemanjangan batang sudah tidak memiliki energi yang cukup untuk melakukan pemulihan.

Pada fase generatif, tidak dapat dibedakan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga maupun umur panen antara genotipe toleran dan peka. Hal ini disebabkan ketika tanaman pulih setelah tercekam rendaman, maka mekanisme pertumbuhan tanaman berjalan normal kembali. Menurut Reddy et al. (1985) sesudah air surut, asimilat untuk pembentukan malai digunakan untuk pembentukan anakan (recovery) terlebih dahulu, sehingga pembentukan malai membutuhkan waktu satu bulan lebih lama dibandingkan pada lingkungan tanpa cekaman rendaman. Karakter yang mampu menggambarkan genotipe toleran atau peka adalah jumlah gabah isi per malai apabila dibandingkan dengan jumlah

(3)

gabah hampa per malai. Genotipe yang toleran rendaman memiliki jumlah gabah isi yang tinggi dengan jumlah gabah hampa yang rendah.

Rata-rata penurunan hasil akibat cekaman rendaman sesaat selama 10 hari pada fase vegetatif adalah sebesar 40.75%. Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi yang positif nyata terhadap hasil adalah pada jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir gabah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hairmansis et al. (2010). Namun karakter yang berkorelasi positif nyata paling tinggi terhadap hasil adalah persentase daya pulih tanaman, sehingga dapat dijadikan indikator awal seleksi tanaman padi terhadap cekaman rendaman.

Fluktuasi terjadinya banjir atau cekaman rendaman sulit diprediksi, sehingga menyulitkan kegiatan seleksi apabila langsung dilakukan di lahan target. Diperlukan metode seleksi yang terkendali dalam menggambarkan suatu kondisi cekaman rendaman tertentu, salah satunya dengan melakukan seleksi di rumah kaca atau laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan seleksi di rumah kaca dengan umur bibit yang berbeda dengan di lapang, namun mengalami durasi rendaman yang sama dapat dijadikan sebagai metode uji cepat terhadap cekaman rendaman sesaat. Semakin cepat dan mudah seleksi dilakukan akan semakin baik. Oleh karena itu, metode seleksi di rumah kaca dengan umur bibit 10 hari dapat dijadikan sebagai metode seleksi cepat tanaman padi terhadap cekaman rendaman sesaat. Mekanisme toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman juga dapat diketahui melalui seleksi di rumah kaca.

Faktor utama penyebab kerusakan tanaman akibat cekaman rendaman adalah (1) terganggunya pertukaran gas CO2 dan O2 antara tanaman dan

lingkungannya, (2) berkurangnya penetrasi cahaya matahari dan (3) adanya gen pengendali toleransi terhadap cekaman rendaman. Ketiga faktor tersebut menyebabkan terhambatnya proses respirasi dan fotosintesis tanaman selama tercekam rendaman. Semua respon fisiologis dalam mengatasi cekaman rendaman diatur oleh gen Sub1 atau lebih spesifik lagi gen Sub1A, merupakan tipe gen

ethylene-response factor like genes (Xu et al. 2006). Adanya gen tersebut

mengurangi sensitivitas tanaman padi terhadap etilen, yaitu hormon tanaman yang mendorong proses pemanjangan tanaman, pelepasan energi yang disimpan dan penguraian klorofil. Setter dan Laureles (1996) melaporkan terdapat korelasi

(4)

negatif antara persentase hidup dengan kemampuan pemanjangan batang, hal ini disebabkan dalam proses pemanjangan batang tanaman banyak kehilangan energi. Proses kehilangan energi tersebut dapat terlihat dari tingginya penurunan kadar glukosa dan pati pada batang tanaman padi yang peka terhadap cekaman rendaman, sedangkan pada genotipe toleran terjadi konversi energi dengan mempertahankan konsentrasi karbohidrat agar tetap tinggi sebelum, pada saat dan sesudah rendaman (Setter et al. 1997).

Gambar 11. Mekanisme ‘quiescent strategy’ (Hattori et al. 2011)

Pada kondisi terendam keseluruhan, yang pada umumnya cekaman terjadi sesaat (flash flooding), tanaman padi mempunyai mekanisme quiescent strategy (Gambar 11). Selama terendam, gen Sub1A yang merupakan gen

ethylene-responsive factors (ERF) mengalami mekanisme upregulation. Aktivitas enzim pyruvate decarboxylase (PDC) dan alcohol dehydrogenase (ADH) meningkat

pada kondisi tingkat oksigen rendah, begitupula dengan stabilitas protein Slender Rice-1 (SLR1) dan SLR1-Like-1 (SLRL1) sebagai represor hormon asam giberelat (Gibberelic Acid) juga meningkat, sehingga pemanjangan batang dan konsumsi karbohidrat menjadi terhambat. Selama terendam, pada genotipe peka terjadi induksi gen α-amylase (Ramy3D dan Ramy3F) dan gen sucrose synthase

(5)

(Sus1, Sus2 dan Sus3), sebaliknya pada genotipe toleran menunjukkan ekspresi

gen-gen tersebut rendah (Hattori et al. 2011).

Selain gen Sub1, telah ditemukan pula gen Snorkel1 dan Snorkel2 yang mengendalikan sifat kemampuan pemanjangan batang ketika tanaman padi tercekam rendaman. Penggabungan kedua karakter tersebut ke dalam satu genotipe padi masih mungkin terjadi. Hasil penelitian sebelumnya melaporkan terdapat galur yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap rendaman sekaligus memiliki kemampuan pemanjangan batang yang baik. hasil penelitian Ray et al. (1993) menunjukkan kedua karakter tersebut dapat digabungkan dalam satu genotipe padi apabila tetua yang toleran rendaman memiliki gen yang mengendalikan karakter toleransi yang tinggi terhadap cekaman rendaman, seperti FR13A dan Kurkaruppan. Genotipe yang memiliki toleransi terhadap cekaman rendaman dan kemampuan pemanjangan batang yang baik dapat dimanfaatkan untuk pertanaman padi pada lahan rawa lebak atau yang mengalami cekaman rendaman stagnan.

Melalui percobaan kedua diketahui bahwa mekanisme adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman stagnan adalah mengalami pertambahan tinggi tanaman, umur berbunga 50%, umur panen 80%, jumlah gabah hampa per malai dan kemampuan pemanjangan batang. Menurut Singh et al. (2011) terjadinya pemanjangan batang mengikuti naiknya ketingggian permukaan air berdampak terhadap berkurangnya pembentukan anakan. Oleh karena itu, laju pemanjangan batang akan berkurang pada saat jumlah anakan mencapai maksimum, yaitu pada awal fase generatif. Laju pemanjangan batang tertinggi terjadi pada fase vegetatif dan menurun selama fase generatif hingga menjelang panen. Hasil penelitian ini menunjukkan laju pemanjangan batang berlangsung cepat pada awal perendaman dan menurun seiring dengan waktu perendaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khan et al. (1987) dan Setter et al. (1997). Laju pemanjangan batang tertinggi adalah pada genotipe IR41410-6-3-3-1-2 karena merupakan genotipe introduksi dari IRRI yang memiliki elongation type. Genotipe B10580E-KN-81-3 memiliki laju pemanjangan batang kedua tertinggi, yaitu sebesar 1.4 cm/hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yullianida et al. (2011) yang menunjukkan laju pemanjangan batang tertinggi terjadi pada genotipe B10580E-KN-81-3.

(6)

Gambar 12. Mekanisme ‘escape strategy’ (Hattori et al. 2011)

Pada kondisi terendam sebagian (parsial), yang pada umumnya cekaman terjadi stagnan (stagnant flooding), tanaman padi mempunyai mekanisme escape

strategy (Gambar 12). Pada bagian tanaman yang terendam air, hormon etilen

terakumulasi sehingga mengalami peningkatan yang menginduksi ekspresi gen

Snorkel1 (SK1) dan Snorkel2 (SK2) yang berfungsi sebagai ERF-type transcription factors. Selain itu terjadi juga peningkatan hormon giberelic acid

(GA). Gen SK1 dan SK2 dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap biosintesis dan atau signal transduction GA, yang diikuti oleh terjadinya akumulasi hormon etilen. Hormon GA menyebabkan terjadinya pemanjangan daun dan ruas batang (internod). Analisis morfologi dan fisiologi pemanjangan internod pada kondisi tercekam rendaman parsial stagnan melibatkan fitohormon, etilen, asam giberelat (GA) dan asam absisat (Hattori et al. 2011).

Strategi adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman stagnan adalah memiliki kemampuan pemanjangan batang mengikuti naiknya permukaan air, sehingga daun masih berada di atas permukaan air. Namun pada penelitian ini, kemampuan pemanjangan batang sebagai strategi adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman stagnan ternyata tidak berkorelasi terhadap hasil. Koefisien

(7)

korelasi laju pemanjangan batang dengan hasil sebesar -0.11, sedangkan koefisien korelasi kemampuan pemanjangan batang dengan hasil sebesar -0.29. Nilai negatif menunjukkan semakin tinggi pemanjangan batang, maka hasil akan semakin rendah. Genotipe yang memiliki hasil tertinggi pada lingkungan tercekam rendaman stagnan adalah IPB107-F-5-1-1 (5.47 t/ha) dan IPB107-F-82-2-1 (5.80 t/ha) dengan penurunan hasil dibawah 20%, sedangkan yang mengalami penurunan hasil terendah adalah genotipe BP1027F-PN-1-2-1-KN-MR-3-3 dan IR64 namun hasilnya masih dibawah 5 t/ha. Menurut Reddy et al. (1985) cekaman rendaman stagnan sebagian (partial stagnant) pada fase generatif menyebabkan penurunan hasil tertinggi hingga mencapai 36% dibandingkan lingkungan optimumnya, sedangkan pada awal pembentukan anakan dan selama pembentukan anakan hanya mengalami penurunan hasil masing-masing sebesar 20% dan 11%. Hal ini disebabkan pada kedua fase tersebut, tanaman masih memiliki cukup waktu untuk pulih dibandingkan cekaman rendaman stagnan sebagian yang terjadi pada fase generatif.

Serangkaian percobaan yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat satu genotipe yang memiliki hasil tinggi sekaligus pada kedua kondisi tercekam rendaman. Pada lingkungan tercekam rendaman sesaat, genotipe B13138-7-MR-2-KA-1 teridentifikasi toleran dan memiliki hasil gabah tertinggi, sedangkan pada lingkungan tercekam rendaman stagnan yang memiliki hasil gabah tertinggi adalah genotipe IPB107-F-5-1-1. Perbedaan produktivitas padi pada ketiga lingkungan tumbuh ini disebabkan oleh perbedaan yang sangat nyata pula pada karakter jumlah gabah isi dan hampa per malai. Persentase kehampaan gabah pada lingkungan tercekam rendaman stagnan terlihat lebih tinggi dibandingkan pada lingkungan cekaman rendaman sesaat. Rata-rata hasil pada lingkungan tercekam rendaman stagnan lebih tinggi dibandingkan rendaman sesaat karena sebagian besar genotipe yang digunakan merupakan hasil persilangan padi rawa, sehingga rata-rata hasil yang lebih tinggi bukan mencerminkan bahwa lingkungan rendaman stagnan lebih baik dibanding lingkungan rendaman sesaat.

Gambar

Gambar 11. Mekanisme ‘quiescent strategy’ (Hattori et al. 2011)
Gambar 12. Mekanisme ‘escape strategy’ (Hattori et al. 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh rata-rata persen removal adsorben logam Cu (II) dan Fe (II) berdasarkan pengaruh konsentrasi mula-mula dengan dosis 20 – 200 mL

dalam 100 mM asetamida dan mempunyai aktivitas enzim yang relatif lebih baik dibandingkan isolat-isolat yang lainnya. Dari Tabel 1 tampak bahwa isolat yang mempunyai kemampuan

Hal itu bisa dilakukan dengan cara membuat kontrak, membuat perjanjian, atau bahkan lisensi dengan pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan rahasia

Upaya atau strategi untuk meningkatkan konformitas kelompok, modal sosial, dan kerjasama yaitu dengan menumbuhkan sifat-sifat yang berhubungan dengan kehidupan

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model Coopertave Script dengan media powerpoint di Sekolah Dasar Negeri 011 Desa Baru Siak Hulu telah dapat

Bagi yang akan meneliti mengenai faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilan usaha, dapat dilakukan dengan mengembangkan analisis yang diperoleh dalam penelitian

Jadi, kata ‘bagai’ yang digunakan pada bait ke-1, 9 dan 10 yang ada dalam gaya bahasa perumpamaan difungsikan untuk menggambarkan keadaan dan suasana kelaparan yang berdampak

Berdasarkan ruang lingkup pekerjaan, asumsi-asumsi, data dan informasi yang diperoleh dan digunakan, penelaahan atas dampak keuangan Rencana Transaksi