• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA TINGKAT AKURASI PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK ( NJOP ) BUMI TERHADAP NILAI PASAR DENGAN METODE ASSESSMENT SALES RATIO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA TINGKAT AKURASI PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK ( NJOP ) BUMI TERHADAP NILAI PASAR DENGAN METODE ASSESSMENT SALES RATIO"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

322 Jurnal KBP

Volume 1 - No. 3, Desember 2013

ANALISA TINGKAT AKURASI PENETAPAN NILAI JUAL

OBJEK PAJAK ( NJOP ) BUMI TERHADAP NILAI PASAR

DENGAN METODE ASSESSMENT SALES RATIO

(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang)

Dewi Zulvia

STIE “KBP" Padang (dewizulvia@gmail.com)

ABSTRACT

In preparing this thesis, the author has conducted research on the Tax Office Primary Padang. The purpose of this study was to determine the accuracy of Tax Object Sale Value (NJOP) of market value. The research method used in this research is descriptive research by illustrating the determination of market value and NJOP with correct perceptions so that no gap assessment NJOP with the existing market value mealui Assessment Sales Ratio method.

Based on the research and discussion Analysis of Accuracy Rate Determination Tax Object Sale Value (NJOP) Earth against Market Value Assessment to Sales Ratio method (Case Study in Padang Primary Tax Office) that the research results can be concluded that the area is in a strategic area has a level of accuracy high between 50% -70% while the area is in non-strategic area of the lower level of accuracy that is <50%.

After doing research the accuracy of market value through the method of Assessment Sales Ratio is the author suggested to the Tax Office (KPP) Pratama Padang for Tax Object Sale Value (NJOP) can balance out the market value.

Keywords: The Value of Selling Tax Object,Assessment Sales Ratio.

PENDAHULUAN

Tanah merupakan salah satu properti berwujud (Tangible Property) yang sangat peka terhadap perkembangan. Perkembangan yang cukup pesat pada suatu daerah menyebabkan kenaikan permintaan berbagai properti pada pasar properti. Dengan adanya kenaikan permintaan tersebut maka harga properti cenderung meningkat. Dengan adanya perkemban gan suatu daerah untuk tujuan tertentu seperti pembangunan daerah industri ataupun komersial maka secara otomatis harga tanah didaerah tersebut cenderung meningkat.

Secara fisik, tanah dapat didefinisikan sebagai permukaan bumi bersama-sama dengan tubuh bumi yang berada dibawahnya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya wajib untuk menyerahkan sebagian kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui Pajak (Bagian Umum UU No.12 Tahun 1985 yang diubah dengan UU No.12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan). Pajak yang dikenakan bagi mereka yang memperoleh manfaat dari bumi dan kekayaan alam yang terkandung

(2)

323

didalamnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Dasar yang digunakan untuk mengenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau Nilai Jual pengganti. Sesuai Pasal 6 ayat 2 UU PBB NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya, terutama apabila daerah tersebut mengalami kemajuan nilai ekonomis tanah. NJOP ditentukan berdasarkan harga rata-rata dari transaksi jual beli, maka dalam pelaksanaan pengenaan PBB di lapangan dapat saja NJOP lebih tinggi atau lebih rendah dari transaksi jual beli yang dilakukan masyarakat. Saat ini hampir seluruh penilaian untuk pengenaan PBB dilakukan secara massal (mass appraisal) sedangkan penilaian yang dilaksanakan secara individual (individual appraisal) masih sedikit. Keadaan ini disebabkan kurangnya tenaga dan biaya serta wilayah obyek pajak yang luas dan besarnya jumlah objek pajak. Penilaian secara massal memiliki kelemahan, yaitu mengakibatkan kurang akuratnya data dan kurang seragamnya tingkat penilaian dalam menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Permasalahan yang sering muncul selama ini adalah masih banyaknya keluhan dari masyarakat sebagai wajib pajak berkaitan dengan penetapan PBB. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan

Bangunan (KP PBB) dianggap tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Masyarakat ( wajib pajak ) menganggap bahwa NJOP yang ditetapkan oleh KP PBB terlalu tinggi dibanding nilai pasar yang ada sehingga mereka beramai-ramai mengajukan keberatan atas SPPT yang mereka terima. Persepsi yang berbeda antara wajib pajak dan petugas pajak dalam hal ini nilai pasar dan NJOP tanah merupakan sumber masalah yang berkembang selama ini.

Data yang dihimpun baik dari PPAT, agen/broker properti, masyarakat maupun media massa seringkali menunjukkan angka yang berbeda satu sama lain akibat dari perbedaan kepentingan. Dengan demikian, data pasar yang merupakan acuan dalam analisis Nilai Indikasi Rata-Rata (NIR) sebagai dasar penetapan NJOP tanah masih belum akurat. Dalam penentuan NJOP tanah terjadi tarik-menarik antara aturan teknis dengan keyakinan masyarakat sehingga timbul keraguan dalam menerapkan analisis NJOP tanah sesuai dengan nilai pasar, menyebabkan terjadinya kesenjangan antar NJOP tanah yang ditetapkan dengan nilai pasar yang ada.

Dengan melihat banyaknya masalah – masalah yang ada maka penulis berinisiatif untuk menggunakan studi

Assessment Sales Ratio sebagai salah

satu alat yang dapat digunakan secara luas untuk mengevaluasi masalah yang ada kaitannya dengan Pajak Bumi dan Bangunan, baik itu menyangkut penetapan, keseragaman maupun keadilan. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan seputar analisis pasar, penyelesaian keberatan prosedur penilaian dan masalah lainnya. Rasio yang sering digunakan dalam bidang penilaian properti untuk kepentingan

(3)

324 perpajakan adalah Assessment Ratio

(AR) yang merupakan perbandingan antara NJOP sebagai nilai properti yang ditetapkan terhadap nilai pasar (market value).

Analisis penentuan NJOP tanah dimaksudkan untuk melihat tingkat penerapan NJOP tanah terhadap nilai pasar yang berlaku. Studi Assessment

Sales Ratio dapat memberi informasi

umum apakah NJOP yang ditetapkan lebih tinggi atau lebih rendah dari pasar.

Penelitian dengan menggunakan

Assessment Sales Ratio hanya dapat

dilakukan pada properti (obyek pajak) dikawasan dimana terdapat transaksi jual beli atau transaksi lain yang dapat digunakan sebagai acuan perbandingan. Untuk daerah yang tidak terjadi transaksi tidak dapat dilakukan penelitian tersebut. The International

Association of Assessing Officers

(IAAO) telah memberikan rekomendasi ukuran Assessment Sales Ratio (standar on ratio studies) yang dapat diterima. Dengan rekomendasi ini memudahkan beberapa negara untuk menggunakan standar yang telah dikeluarkan IAAO sebagai bahan pengukur tingkat keseragaman (uniformity) dan keadilan (equity) pajak properti.

Kecamatan Nanggalo merupakan salah satu daerah yang mengalami perkembangan pesat seiring dengan Kecamatan-Kecamatan lainnya di kota Padang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pembangunan pertokoan, pusat bisnis dan perumahan memberi kan implikasi dan konsekuensi pada pemenuhan tuntutan akan tersedianya lahan atau tanah. Kondisi ini memberikan dampak positif terhadap perkembangan nilai tanah dan harga jual tanah yang berada dalam lingkup kawasan tersebut yang mana kawasan

ini memiliki kontur tanah yang tinggi sehingga harga tanah mengalami kenaikan yang cukup pesat.

Oleh karena itu, perlu dilakukan uji keakuratan penetapan NJOP tanah dengan nilai pasar yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar rasio atau perbandingannya serta keseragaman maupun keadilan dalam penetapan NJOP tersebut.

Permasalahan yang timbul adalah penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah berbeda dengan nilai pasar yang ada seperti yang ada di Kecamatan Nanggalo . Hal ini disebabkan karena NJOP cenderung bersifat statis karena tidak selalu dilakukan penyesuaian, sedangkan nilai pasar cenderung bersifat dinamis mengikuti perkembangan yang terjadi setiap saat dengan menggunakan metode Assessment Sales Ratio.

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Pengertian Pajak: Rimsky K.Judisseno dalam Yenni Mangoting (2003;3) mengemukakan bahwa Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarkat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya diatur oleh undang-undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa. Menurut Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R. (2011) Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat

(4)

325

melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H., dalam buku Abdul Rahman, SKM, M.Si (2010;15) Pajak adalah iuran kepada Kas Negara berdasrkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani dalam buku Abdul Rahman, SKM, M.( 2010;15) mendefinisikan pajak sebagai berikut : Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan umum ( undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan

Tulis S. Meliala dan Francisca Widianti Oetomo ( 2010;4 ) mengemukakan pengertian Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang – undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai Negara dan pembangunan nasional.

Jadi,dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran atau kontribusi yang diberikan rakyat kepada kas Negara yang bersifat memaksa(wajib)

berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari sector swasta maupun pemerintah.

Kedudukan Hukum Pajak

Menurut Prof.Dr. Rochmat Soemitro, SH., dalam buku Mardiasmo (2006;4), hukum pajak mempunyai kedudukan diantara hukum – hukum sebagai berikut:

1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya

2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya Mardiasmo (2006;5) mengemukakan bahwa hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah ( fiscus ) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagia Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak:

1. Hukum pajak materiil, memuat norma – norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak ( objek pajak ), siapa yang dikenakan pajak ( subjek ), berapa besar pajak yang dikenakan ( tariff ), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya hutang pajak,dan hubungan hukum antara Pemerintah dan Wajib Pajak Contoh : Undang-undang Pajak Penghasilan

2. Hukum Pajak Formil, memuat bentuk / tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan ( cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain :(a) Tata cara penyelenggaraan ( prosedur ) penetapan suatu utang pajak. (b). Hak – hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan , perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak. (c) Kewajiban Wajib Pajak Misalnya menyelenggarakan pembukuan /

(5)

326 pencatatan, dan hak – hak Wajib

Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Tata Cara Pemungutan Pajak

Dalam buku Mardiasmo (2006;6) terdapat 3(tiga) tata cara pemungutan pajak,yaitu:

1. Stesel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :

a. Stelsel Nyata (riel stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel Anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahanya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antar stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenaranya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

Dasar Hukum Pemungutan pajak Siti Kurnia Rahayu (2010;57) menyebutkan bahwa dalam pemungutan pajak terdapat justifikasi ( pembenaran atau dasar ), sehingga Fiskus berwenang untuk memungut pajak. Untuk mendapatkan justifikasi pemungutan pajak maka dalam hokum pajak telah timbul beberapa teori yang termasuk dalam asas pemungutan pajak menurut falsafah hukum yaitu pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan asas keadilan, asas yuridis, asas ekonomis, asas finansial.

Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) Abdul Rahman( 2010;103) menyebut kan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan atau bangunan. Pajak ini merupakan penerimaan pajak pusat yang sebagian besar hasil penerimaannya dialokasikan ke daerah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD), penerimaan PBB tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan Bagi Hasil Pajak.

Seiring dengan perkembangan zaman, Pajak Bumi dan Bangunan yang ada sekarang ini mengalami kemajuan

(6)

327

menuju terciptanya suatu sistem perpajakan yang adil, sederhana, dan memiliki kepastian hukum. Sederhana, baik dalam administrasi maupun sistem manajemen operasionalnya, sehingga menjadi mudah dimengerti; artinya setiap Wajib Pajak tidak mengalami kesulitan dalam mengetahui hak dan kewajibannya. Adil dalam pembebanannya, dan adanya kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak.

Dasar Hukum Menurut Abdul Rahman( 2010;103) Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan, antara lain:

1. Undang – Undang No. 12/Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No. 12/Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 25/Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak untuk perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 16/tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 tentang Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;

5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 201/KMK.04/2000 tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak;

6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 533/PJ/2000 Petunjuk Pelaksanaan Pelaksanaan Pendaftaran, Pendataan, dan Penilaian Objek dan Subjek PBB dalam Rangka Pembentukan dan/atau Pemeliharaan Basis Data SISMIOP;

7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 16/PJ.6/1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;

8. Petunjuk Pelaksanaan lainnya Subjek Pajak Menurut Tulis S. Meliala dan Fransisca Widianti Oetomo (2010;66) Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat bangunan.

Objek Pajak Menurut Tulis S. Meliala dan Fransisca Widianti Oetomo (2010;67) Objek pajak adalah bumi dan atau bangunan untuk menentukan nilai jual bumi dan atau bangunan dibuat klasifikasinya dengan memperhatikan faktor – faktor sebagai berikut :

(a) Letak, (b) Peruntukan (c) Pemanfaatan (d) Kondisi lingkungan dan lain – lain.

Pengecualian Sebagai Objek Pajak Apabila Menurut Tulis S. Meliala dan Fransisca Widianti Oetomo ( 2010;67) pengecualian sebagai objek pajak apabila:

1. Digunakan semata – mata yang melayani kepentingan umum dibidang ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional. Yang tak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau sejenisnya.

3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, wisata taman nasional, tanagh penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hal

4. Digunakan oleh perwakilan diplomatic, konsultan berdasarkan asa perlakuan timbal balik

(7)

328 5. Digunakan oleh badan atau

perwakilan Organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan

Tarif Pajak Menurut Waluyo ( 2010;190) tarif Pajak Bumi dan

Bangunan yang dikenakan atas Objek Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 0,5% ( lima persepuluh persen)

Dasar Pengenaan dan Cara

Menghitung Pajak Terutang Menurut

Waluyo ( 2010;190), sebelum

menentukan Dasar Pengenaan dan menghitung besarnya Pajak Bumi dan Bangunan Terutang perlu dipahami terlebih dahulu pengertian Nilai Jual Objek Pajak(NJOP). Pengertian NJOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1983 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun1994 adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pengganti. Besarnya NJOP tersebut digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998 Tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan PBB telah mengatur pokok-pokok:

1. Standar investasi adalah jumlah yang diinvestasikan untuk suatu pembangunan dan/ atau penanaman dan/atau penghasilan jenis sumber daya alam atau budi daya tertentu,

yang dihitung berdasarkan komponen tenaga kerja, bahan dan alat mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan sampai tahap produksi atau menghasilkan.

2. Objek pajak yang bersifat khusus adalah objek pajak yang letak,bentuk, peruntukan dan /atau penggunaannya mempunyai sifat dan karakteristik khusus.

3. Dalam hal objek yang nilai jual per m2-nya lebih besar dari ketentuan NJOP(lihat lampiran Keputusan Menteri Keuangan),maka NJOP yang terjadi dilapangan digunakan sebagai dasar pengenaan PBB. 4. Objek pajak sektor pedesaan dan

perkotaan yang tidak bersifat khusus, NJOP ditentukan berdasarkan nilai indikasi rat-rata yang diperoleh dari hasil penilaian secara massal.

5. Besarnya NJOP sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan serta usaha bidang perikanan, peternakan dan perairan untuk areal produksi dan/atau areal belum produksi, ditentukan berdasarkan nilai jual permukaan bumi dan bangunan (lihat lampiran Keputusan Menteri Keuangan) ditambah dengan nilai investasi atau nilai jual pengganti atau dihitung secara keseluruhan berdasarkan nilai jual pengganti. 6. Untuk objek tertentu yang bersifat

khusus, NJOP ditentukan berdasarkan nilai pasar yang dilakukan oleh pejabat fungsional penilai secara individual.

7. Klasifikasi penggolongan dan ketentuan nilai jual, dapat dilihat pada Lampiran IA, IB, IIA, IIB Keputusan Menteri Keuangan

Dasar Penghitungan Pajaknya adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendah – rendahnya 20% ( dua puluh persen ) dan setingi-tingginya 100% ( seratus persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak.

(8)

329

0,5% x Nilai Jual Kena Pajak Besarnya persentase Nilai Jual Kena

Pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000 Tanggal 26 Juni 2000 yang diberlakukan mulai tahun pajak 2001 yaitu :

1. Sebesar 40% ( empat puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak;

a. Objek Pajak perkebunan. b. Objek pajak kehutanan. c. Objek Pajak lainnya,

apabila Nilai Jual Objek

Pajaknya (NJOP) Rp

1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah) atau lebih, sebagai contoh perumahan.

2. Sebesar 20% ( dua puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak;

a. Objek Pajak pertambangan. b. Objek Pajak lainnya,

apabila Nilai Jual Objek Pajaknya ( NJOP ) kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Terutang Menurut Abdul Rahman (2010;108) Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin. Tahun takwin adalah masa dari tanggal 1 Januari sampai 31 Desember. Saat Pajak Terutang. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari. Tempat Pajak Terutang. Tempat terutangnya PBB ditentukan sebagai berikut: untuk daerah Jakarta, tempat terutangnya PBB di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang meliputi letak objek pajak.

Pada prinsipnya, system perpajakan menganut system Self Assessment. Wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, melaporkan dan membayar pajak yang seharusnya terutang sesuai dengan ketentuan berlaku. Namun khusus Pajak

Bumi dan Bangunan, pelaksanaan system tersebut mengalami beberapa kendala antara lain:

Cara dan dasar menghitung pajak bumi dan bangunan : Menurut Tulis. S. Meliala dan Fransisca Widianti Oetomo (2010;74) Cara menghitung PBB adalah tarif pajak x Nilai Jual Kena Pajak, Tarif PBB yaitu sebesar 0,5%

Nilai Jual Kena Pajak ( NJKP ) adalah 20% dari Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) berdasarkan peraturan pemerintah no 46 tahun 1985 Nilai Jual Kena Pajak ( Assessment Value) adalah nilai jual yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan pajak yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.

Persentase tersebut telah diterapkan oleh Menteri Keuangan sebesar 20%. Oleh karena itu rumusnya adalah : Sedangkan NJKP adalah :

NJKP=20% x ( NJOP bumi +NJOP bangunan)-NJOP TKP

Nilai NJOP TKP yang sekarang adalah Rp 12.000.000,- Sehingga rumusnya menjadi:

0,5%*[20%*( NJOP Bumi + NJOP Bangunan – Rp 12.000.000)] Luas x NJ/Bumi m2 Luas x NJ bangunan/m2

Assessment Sales Ratio Berdasarkan

keputusan (Direktorat Jenderal Pajak dalam Tata Cara Perhitungan Masing – masing, Key Performance Indicator ( KPI ) Lampiran 1 SE-18/PJ.22/2006 Tanggal 27 Juli 2006) yang dimaksud dengan Assessment Sales Ratio adalah perbandingan rata-rata Nilai Jual Objek

(9)

330 Pajak (NJOP) PBB yang sudah

ditetapkan dibandingkan dengan rata-rata harga pasar

Sedangkan harga pasar/ nilai pasar didefenisikan sebagai perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu asset, antara pembeli yang berniat membeli dan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak, diman kedua pihak, dimana kedua pihak masing – masing mengetahui, bertindak hati – hati dan tanpa paksaan ( SPI 2002 0.5.39.1)

Penghitungan Assessment Sales Ratio Menurut Direktorat Jenderal Pajak dalam Tata Cara Perhitungan Masing – masing, Key Performance Indicator ( KPI ) Lampiran 1 SE-18/PJ.22/2006 Tanggal 27 Juli 2006), mengemukakan bahwa penghitungan untuk Assessment

Sales Ratio adalah sebagai berikut:

penilaian properti untuk kepentingan perpajakan adalah Assessment Ratio (AR) yang merupakan perbandingan antara NJOP sebagai nilai properti yang ditetapkan terhadap nilai pasar (market value).

Analisis penentuan NJOP tanah dimaksudkan untuk melihat tingkat penerapan NJOP tanah terhadap nilai pasar yang berlaku. Studi Assessment

Sales Ratio dapat memberi informasi

umum apakah NJOP yang ditetapkan lebih tinggi atau lebih rendah dari pasar.

Studi Assessment Sales ratio

diselenggarakan secara relevan berdasarkan undang-undang, aturan administratif, dan menggunakan petunjuk yang bisa diterapkan untuk studi seperti ini. Tujuan studi ini adalah

untuk mengukur keseluruhan pencapaian penilaian dan efektivitas penilaian yuridis. Komisi Pengawas Pajak Utah (2004)

Hipotesis

Diduga Nilai Jual Objek Pajak Bumi yang ditetapkan tidak akurat terhadap nilai pasar yang dianalisa dengan menggunakan metode Assessment Sales

Ratio.

METODE PENELITIAN Data dan Sampel

penulis mengambil tempat penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang. Untuk memperoleh data tambahan penulis melakukan penelitian di Kecamatan Nanggalo Kelurahan Kurao Pagang.

Sumber Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah melalui Sumber Data Sekunder yaitu membaca dan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan untuk memperoleh data – data yang bersifat teoritis yang mendukung hasil penelitian yang didapat langsung dari lokasi penelitian.

Metode Analisa

Analisis data merupakan proses penyederhanaan dari data dalam bentuk yang lebih ringkas sehingga lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Teknik analisa data yang penulis gunakan adalah:

1. Analisa Kualitatif

Dalam metode ini penulis menggunakan analisa kualitatif dengan membandingkan teori – teori yang ada dengan kenyataan di lapangan.

2. Analisa Kuantitatif

Dalam metode ini penulis menggunakan metode kuantitatif

(10)

331

yang relevan yaitu dengan menggunakan metode assessment

sales ratio sehingga bisa dilihat

dengan jelas dengan adanya Tingkat Akurasi Nilai Jual Objek Pajak(NJOP) bumi terhadap nilai pasar.

Rumus yang digunakan untuk menghitung Assessment Sales Ratio adalah sebagai berikut:

NJOP PBB Yang Sudah Ditetapkan/ Harga pasar X 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mendapatkan nilai tanah/m2 atau harga pasar terlebih dahulu dilakukan analisa penentuan nilai pasar wajar. Dari hasil analisa penentuan nilai pasar wajar maka akan didapat nilai tanah/m2 sebagai berikut :

Tabel 1

Daftar Analisa Penentuan Nilai Pasar Wajar No Alamat objek pajak ( Data Transaksi ) Harga transaksi/ Penawaran ( Rp/M2) Penyesuaian (%) Hasil Penyesuaian (Rp/M2) Nilai Pasar Wajar (Rp/M2) 1 Jl. Raya Kurao 250.000 10% 25.000 225.000 2. Jl. Raya Pagang 500.000 10% 50.000 450.000 3. Berok Raya 300.000 10% 30.000 270.000 4. Jl. Berok Rakik 150.000 10% 15.000 135.000 5. Jl. Bayu 300.000 10% 30.000 270.000 6. Jl. Berok 300.000 10% 30.000 270.000 7. Kp. Baru Berok 80.000 10% 8.000 72.000 8. Jl. Mesjid Taqwa 300.000 10% 30.000 270.000 9. Jl. Raya Lb. Bayu 300.000 10% 30.000 270.000 10. Jl. Perjuangan 100.000 10% 10.000 90.000 11. Tanjung Baru Berok Padang 260.000 10% 26.000 234.000 12. Jl. Bayur 300.000 10% 30.000 270.000 13. Jl. Pengendalian 100.000 10% 10.000 90.000 14. Jl.Pengendalian Banjir 100.000 10% 10.000 90.000 15. KO. Perumdak 300.000 10% 30.000 270.000 16. Jl. Perjuangan 1-5 100.000 10% 10.000 90.000

(Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang dan Kantor Lurah Kurao Pagang) Penetapan Tingkat Akurasi Nilai Jual

Objek Pajak (NJOP) dengan Metode

Assessment Sales Ratio

Dalam pengujian ini penulis mengguna kan metode Assessment Sales Ratio. Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Pajak dalam Tata Cara Perhitungan Masing – masing, Key Performance Indicator ( KPI )

Lampiran 1 SE-18/PJ.22/2006 Tanggal 27 Juli 2006 yang dimaksud dengan

Assessment Sales Ratio adalah perbandingan rata-rata Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB yang sudah ditetapkan dibandingkan dengan rata-rata harga pasar. Data harga pasar di dapat dari nilai pasar wajar. Dengan persamaan sebagai berikut:

(11)

332

Tabel 2.

Daftar Nama Jalan dan NJOP di Kelurahan Kurao Pagang

No Nama Jalan NJOP (Rp/M

2 ) Harga Pasar (Rp/M2) 1 Jl. Raya Kurao 128.000 225.000 2. Jl. Raya Pagang 103.000 450.000 3. Berok Raya 128.000 270.000 4. Jl. Berok Rakik 48.000 135.000 5. Jl. Bayu 160.000 270.000 6. Jl. Berok 160.000 270.000 7. Kp. Baru Berok 64.000 72.000 8. Jl. Mesjid Taqwa 36.000 270.000 9. Jl. Raya Lb. Bayu 160.000 270.000 10. Jl. Perjuangan 64.000 90.000

11. Tanjung Baru Berok Padang 160.000 234.000 12. Jl. Bayur 160.000 270.000 13. Jl. Pengendalian 64.000 90.000 14. Jl.Pengendalian Banjir 64.000 90.000 15. KO. Perumdak 103.000 270.000 16. Jl. Perjuangan 1-5 64.000 90.000

(Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang dan kantor Lurah Kurao Pagang)

Berdasarkan data yang telah di dapat diatas maka dilakukan perhitungan

Assessment Sales Ratio untuk tahun

2011, sebagai berikut:

1. Jl. Raya Kurao kelas A28 masuk klasifikasi ( >Rp 114.000,00 s/d Rp 142.000,00)

Pada Jl. Raya Kurao yang mempunyai kelas A28 diperoleh persentase sebesar 57%,yang artinya daerah ini masih dalam kawasan berkembang / strategis

2. Jl. Raya Pagang kelas A29 masuk klasifikasi (>Rp 91.000,00 s/d Rp 114.000,00)

Pada daerah Berok Rakik yang mempunyai kelas A29 diperoleh persentase sebesar 23%,yang artinya daerah ini belum termasuk kawasan yang kurang berkembang sehingga persentase yang dikenakan masih rendah

3. Berok Raya kelas A28 masuk klasifikasi (>Rp 114.000,00 s/d Rp142.000,00)

Di daerah Berok Raya yang mempunyai kelas A28 diperoleh persentase sebesar 47%,yang artinya daerah ini masih tergolong Assessment Sales Ratio =

NJOP PBB Yang Sudah Ditetapkan

x 100% Harga Pasar

(12)

333

kawasan kurang berkembang sehingga persentase yang dikenakan masih rendah

4. Jl. Berok Rakik kelas A32 masuk klasifikasi (>Rp 41.000,00 s/d Rp 55.000,00)

Pada Jl. Berok yang mempunyai kelas A32 diperoleh persentase sebesar 35%, yang artinya daerah ini belum tergolong kawasan maju sehingga persentase yang dikenakan masih rendah

5. Jl. Bayu kelas A27 masuk klasifikasi (>Rp 142.000,00 s/d Rp 178.000,00)

Pada Jl. Bayu yang mempunyai kelas A27 diperoleh persentase sebesar 59%,yang artinya daerah ini sudah tergolong kawasan berkembang karena persentase yang dikenakan sudah cukup besar

6. Jl.Berok kelas A27 masuk klasifikasi (>Rp 142.000,00 s/d Rp 178.000,00)

Pada Jl. Berok yang mempunyai kelas A27 diperoleh persentase sebesar 59%,yang artinya daerah ini masih tergolong kawasan berkembang sehingga persentase yang dikenakan relatif cukup besar 7. Kp Baru Berok kelas A31 masuk

klasifikasi (>Rp 55.000,00 s/d Rp 73.000,00)

Di daerah Kp Baru Berok yang mempunyai kelas A31 diperoleh persentase sebesar 89%,yang artinya daerah ini sudah tergolong

kawasan maju karena persentase yang dikenakan sudah cukup besar. 8. Jl. Mesjid Taqwa kelas A33 masuk

klasifikasi (>Rp 31.000,00 s/d Rp 41.000,00)

Pada Jl. Mesjid Taqwa yang mempunyai kelas A33 diperoleh persentase sebesar 13%,yang artinya daerah ini sudah belum tergolong kawasan maju sehingga persentase yang dikenakan sangat rendah.

9. Jl. Raya Lb Bayu kelas A27 masuk klasifikasi (>Rp 142.000,00 s/d Rp 178.000,00)

Di daerah Jl. Raya Lb Bayu yang mempunyai kelas A27 diperoleh persentase sebesar 59%,yang artinya daerah ini sudah tergolong kawasan maju karena persentase yang dikenakan sudah cukup besar 10. Jl. Perjuangan kelas A31 masuk

klasifikasi (>Rp 55.000,00 s/d Rp 73.000,00)

Pada Jl. Perjuangan yang mempunyai kelas A31 diperoleh persentase sebesar 71%,yang artinya daerah ini sudah tergolong kawasan maju karena persentase yang dikenakan sudah cukup besar 11. Tanjung Baru Berok Padang kelas

A27 masuk klasifikasi

(>Rp142.000,00 s/d Rp178.000,00)

Di daerah Tanjung Baru Berok Padang yang mempunyai kelas A27 diperoleh persentase sebesar 68%,yang artinya daerah ini sudah

(13)

334 tergolong kawasan maju karena

persentase yang dikenakan sangat besar

12. Jl. Bayur kelas A27 masuk klasifikasi (> Rp 142.000,00 s/d Rp 178.000,00)

Di daerah Jl. Bayur yang mempunyai kelas A27 diperoleh persentase sebesar 59%,yang artinya daerah ini sudah tergolong kawasan maju karena persentase yang dikenakan sudah cukup besar. 13. Jl. Pengendalian kelas A31 masuk

klasifikasi (> Rp 55.000,00 s/d Rp 73.000,00)

Di daerah Jl. Pengendalian yang mempunyai kelas A31 diperoleh persentase sebesar 71%,yang artinya daerah ini sudah tergolong kawasan maju karena persentase yang dikenakan sudah cukup besar. 14. Jl. Pengendalian Banjir kelas A27

masuk klasifikasi (>Rp 142.000,00

s/d Rp178.000,00)

Di daerah Jl. Pengendalian Banjir yang mempunyai kelas A27 diperoleh persentase sebesar 71%,yang artinya daerah ini sudah tergolong kawasan maju karena persentase yang dikenakan sudah cukup besar.

15. Ko Perumdak kelas A29 masuk klasifikasi (>Rp 91.000,00 s/d Rp 114.000,00)

Pada kawasan Ko Perumdak yang mempunyai kelas A29 diperoleh persentase sebesar 38%,yang artinya daerah ini belum tergolong kawasan maju karena persentase yang dikenakan masih rendah 16. Jl. Perjuangan 1-5 kelas A31 masuk

klasifikasi (>Rp 55.000,00 s/d Rp 73.000,00)

Di daerah Jl. Perjuangan 1-5 yang mempunyai kelas A31 diperoleh persentase sebesar 71%,yang artinya daerah ini sudah tergolong kawasan maju karena persentase yang dikenakan sudah cukup besar. Berdasarkan perhitungan diatas maka dapat disimpulkan bahwa daerah-daerah yang memiliki persentase >50%-70% merupakan kawasan yang strategis dan mengalami kemajuan dan perkembangan yang pesat serta memiliki tingkat penetapan akurasi Nilai Jual Objek Pajak(NJOP) sangat tinggi. Persentase 50%- 70% merupakan standar akurat yang digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang dan persentase <50% non akurat. Untuk kawasan yang memiliki persentase <50% merupakan kawasan non strategis serta belum mengalami perkembangan dan kemajuan yang dan memiliki tingkat penetapan akurasi Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) yang rendah. Oleh karena itu dapat diketahui hasil tingkat akurasi NJOP masing-masing daerah pada tabel 3 sebagai berikut:

(14)

335

Tabel 3.

Hasil Tingkat Akurasi NJOP Masing-masing Daerah No

Nama Jalan

Assessment Sales Ratio

Tingkat Akurasi NJOP

1. Jl. Raya Kurao 57% Akurat

2. Jl. Raya Pagang 23% Belum Akurat

3. Berok Raya 47% Belum Akurat

4. Jl. Berok Rakik 35% Belum akurat

5. Jl. Bayu 59% Akurat

6. Jl. Berok 59% Akurat

7. Kp Baru Berok 89% Akurat

8. Jl. Mesjid Taqwa 13% Belum akurat

9. Jl. Raya Lb. Bayu 59% Akurat

10. Jl. Perjuangan 71% Akurat 11. Tanjung Baru Berok Padang 68% Akurat 12. Jl. Bayur 59% Akurat 13. Jl. Pengendalian 71% Akurat 14. Jl. Pengendalian Banjir 71% Akurat

15. Ko Perumdak 38% Belum Akurat

16. Jl. Perjuangan 71% Akurat

(Sumber: Data primer)

Berikut ini dapat dilihat hasil dari perbandingan penelitian terhadap tingkat keakurasian penetapan NJOP bumi dengan metode Assessment Sales Ratio :

Tabel 4.

Hasil Perbandingan Penelitian terhadap Tingkat Akurasi Penetapan NJOP Bumi dengan metode Assessment Sales Ratio

No Nama Jalan NJOP

(Rp/M2) Harga Pasar (Rp/M2) Assessment Sales Ratio Tingkat Akurasi NJOP A. Kawasan Strategis

1. Jl. Raya Kurao 128.000 225.000 57% Akurat

2. Jl. Bayu 160.000 270.000 59% Akurat

3. Jl. Berok 160.000 270.000 59% Akurat

4. Kp Baru Berok 64.000 72.000 89% Akurat

5. Jl. Raya Lb. Bayu 160.000 270.000 59% Akurat

(15)

336

No Nama Jalan NJOP

(Rp/M2) Harga Pasar (Rp/M2) Assessment Sales Ratio Tingkat Akurasi NJOP

7. Tanjung Baru Berok Padang 160.000 234.000 68% Akurat 8. Jl. Bayur 160.000 270.000 59% Akurat 9. Jl. Pengendalian 64.000 90.000 71% Akurat 10. Jl. Pengendalian Banjir 64.000 90.000 71% Akurat 11 Jl. Perjuangan 1-5 64.000 90.000 71% Akurat B. Non Strategis

12. Jl. Raya Pagang 103.000 450.000 23% Belum

akurat

13. Berok Raya 128.000 270.000 47% Belum

Akurat

14. Jl. Berok Rakik 48.000 135.000 35% Belum

Akurat

15. Jl. Mesjid Taqwa 36.000 270.000 13% Belum

akurat

16. Ko Perumdak 103.000 270.000 38% Belum

Akurat

(Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang dan kantor Lurah Kurao Pagang)

Analisa Interpretasi

Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan diatas maka penulis dapat menginterprestasikan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu sebagai berikut:

1. Dari hasil perbandingan penetapan tingkat akurasi Nilai Jual Objek Pajak(NJOP) terhadap Harga pasar maka terdapat dua kawasan yaitu kawasan strategis dan non strategis dimana tingkat keakuratan untuk kawasan strategis adalah > 50-70% sedangkan untuk kawasan non strategis <50%.

Kawasan strategis dengan persentase >50%-70% yaitu:

a. Jl. Raya Kurao memiliki persentase sebesar 57%

b. Jl. Bayu memilki persentase sebesar 59%

c. Jl. Berok memiliki persentase sebesar 59%

d. Kp. Baru Berok memiliki persentase sebesar 89%

e. Jl. Raya Lb Bayu memiliki persentase sebesar 59%

f. Jl. Perjuangan memiliki persentase sebesar 71%

g. Tanjung Baru Berok Padang memiliki persentase sebesar 68%

h. Jl. Bayur memiliki persentase sebesar 59%

i. Jl. Pengendalian memiliki persentase sebesar 71%

j. Jl. Pengendalian Banjir memiliki persentase sebesar 71%

k. Jl. Perjuangan 1-5 memiliki persentase sebesar 71%

Kawasan non strategis dengan persentase < 50% :

a. Jl. Raya Pagang memiliki persentase sebesar 23%

(16)

337

b. Berok Raya memiliki persentase 47%

c. Jl. Berok Rakik memiliki persentase sebesar 35%

d. Jl. Mesjid Taqwa memiliki persentase sebesar 13%

e. Ko. Perumdak memiliki persentase sebesar 13%

2. Berdasarkan data diatas terdapat 11 daerah yang memiliki tingkat keakuratan yang tinggi atau strategis yaitu Jl. Raya Kurao, Jl. Bayu, Jl. Berok, Kp. Baru Berok, Jl. Raya Lb Bayu, Jl. Perjuangan Tanjung Baru Berok Padang, Jl. Bayur, Jl. Pengendalian, Jl. Pengendalian Banjir, Jl. Perjuangan 1-5 serta 5 daerah yang memiliki data yang belum akurat atau non strategis yang berada daerah pada Kelurahan Kurao Pagang yaitu Jl. Raya Pagang, Berok Raya, Jl. Berok Rakik, Jl. Mesjid Taqwa, dan Ko Perumdak.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang “ Analisa Tingkat Akurasi Penetapan Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) Bumi Terhadap Nilai Pasar dengan metode

Assessment Sales Ratio” ( Studi Kasus

di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang) maka dapat disimpulkan : 1. Penulis memperoleh data dari Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Padang mengenai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sedangkan data harga pasar penulis peroleh dari Kantor Lurah Kurao Pagang Kecamatan Nanggalo yang sangat membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini.

2. Dari hasil perbandingan penetapan tingkat akurasi Nilai Jual Objek Pajak(NJOP) terhadap Harga pasar maka terdapat dua kawasan yaitu kawasan strategis dan non strategis

dimana tingkat keakuratan untuk kawasan strategis adalah > 50-70% sedangkan untuk kawasan non strategis <50%.

3. Berdasarkan data diatas yang berada di Kelurahan Kurao Pagang terdapat kawasan yang memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dan berada di kawasan strategis yang berjumlah daerah 11 yaitu Jl. Raya Kurao, Jl. Bayu, Jl. Berok, Kp. Baru Berok, Jl. Raya Lb Bayu, Jl. Perjuangan, Tanjung Baru Berok, Jl. Bayur, Jl. Pengendalian, Jl. Pengendalian Banjir, Jl. Perjuangan dan serta data daerah yang belum akurat atau non strategis berjumlah 5 daerah yaitu Jl. Raya Pagang, Berok Raya, Jl. Berok Rakik, Jl. Mesjid Taqwa, dan Ko Perumdak

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pajak dalam Tata Cara Perhitungan Masing masing, Key Performance Indicator ( KPI ) Lampiran 1 SE-18/PJ.22/2006 Tanggal 27 Juli 2006

Firmansyah. (2008). Analisa Tingkat Akurasi Penetapan Nilai Jual Objek Pajak(NJOP) Bumi Terhadap Nilai Pasar dengan Metode Assessment Sales Ratio (Studi kasus di KPP kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember). Dapat di akses di: http://jurnalskripsi.com/analisa- tingkat-akurasi-penetapan-njop- bumi-terhadap-nilai-pasar-dengan- metode-assessment-sales-ratio-studi- kasus-di-kecamatan-kaliwates-kabupaten-jember-pdf.htm

Mardiasmo. (2006). Perpajakan edisi

revisi, Penerbit CV Andi offset,

Yogyakarta

Meliala, Tulis S dan Fransisca Widianti Oetomo.2010.Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta : Semesta Media

(17)

338 Rahman, Abdul, (2010), Administrasi

Perpajakan, Jakarta: Penerbit Nuansa Cendikia

Rezki, vandy. (2010), “Analisa Tingkat Akurasi Penetapan Nilai Jual Objek Pajak(NJOP) Bumi Terhadap Nilai Pasar Dengan Metode Assessment Sales Ratio (Studi Kasus Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bukittinggi)“.

Resmi, k. Siti, (2009), “Perpajakan Indonesia Konsep dan Aspek Formal”, graha ilmu, Jakarta.

Utah Komisi Pengawas Pajak Negara, 2004, Divisi Pajak Kekayaan

Assessment/Sales Studi

Perbandingan

Waluyo, (2011). Perpajakan Indonesia

Edisi 9, Penerbit Salemba Empat,

Jakarta

Yulihardi. 2008, Pedoman Penulisan Proposal Penelitian & Skripsi, Padang, Universitas Putra Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

dari data penelitian menunjukkan bahwa kompos kulit buah kakao dengan kotoran sapi berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada 5 MST, berpengaruh nyata tinggi tanaman pada 4 MST,

Menurut Nontji (1984) klorofil-a adalah salah satu pigmen fotosintesis yang paling penting bagi pertumbuhan yang ada di perairan khususnya fitoplankton dan dikandung oleh

Konstruksi model Komunikasi Kyai dengan Santri di Pesantren Raudhatul Qur’an An-nasimiyyah terbentuk dari intensitas interaksi yang tinggi antara Kyai dengan Santri lewat suatu

Maka pada analisa antara Nc simulasi dengan Nc eksperimen diketahui semakin ketengah poros suatu massa maka nilai Nc simulasi semakin rendah, dikarenakan pada posisi

Aktiva tetap yang diperoleh dalam keadaan siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dijual untuk kegiatan

Pembahasan lebih spesifik dalam skripsi yang penulis beri judul “Studi Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan “Barang Kreditan” di Desa Brangkal Kecamatan

Di kuartal ke-3, BTN masih menunggu pembayaran FLPP dari pemerintah (bunga tahunan 0.3%), yang mempengaruhi cost of fund yang lebih tinggi dibanding estimasi

Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah investasi yang dialihkan dan dimiliki serta Nilai Aktiva