• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI ANTALGIN DALAMJAMU PEGAL LINU YANG BEREDAR DIPALEMBANG SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI ANTALGIN DALAMJAMU PEGAL LINU YANG BEREDAR DIPALEMBANG SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI ANTALGIN DALAMJAMU PEGAL LINU YANG BEREDAR DIPALEMBANG SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Subiyandono

Dosen Jurusan Farmasi POLTEKKES DEPKES PALEMBANG RINGKASAN

Penambahan bahan kimia obat ke dalam jamu merupakan salah satu cara yang dilakukan beberapa industri obat tradisional untuk meningkatkan khasiat tertentu dari obat tradisional. Hal ini dibuktikan dengan adanya penarikan beberapa merek jamu yang beredar di pasaran karena mengandung bahan kimia obat. Oleh karena itu, dilakukan identifikasi antalgin pada jamu pegal linu secara kromatografi lapis tipis dengan menggunakan dua larutan pengembang. Larutan pengembang I terdiri dari asam asetat : aseton : benzen : metanol (5 : 5 : 70 : 20) dan larutan pengembang II adalah sikloheksana : kloroform : metanol : Dietilamin (60 : 30 : 5 : 5). Identifikasi ini dilakukan terhadap 7 sampel jamu pegal linu yang diambil secara Purposive Sampling dengan bermacam-macam merek yang beredar di Pasar 16 Ilir Palembang . Pemisahan antalgin dari jamu pegal linu dilakukan dengan mengekstraksi jamu dengan kloroform 2 x 25 ml. Dari hasil eluasi didapatkan bahwa sampel S3 positif mengandung antalgin karena harga Rf sampel sama dengan harga Rf baku pembanding, sedangkan sampel S1, S2, S4, S5, S6, S7 tidak mengandung antalgin karena harga Rf sampel berbeda dengan harga Rf baku pembanding.

A. PENDAHULUAN

Bagi penduduk Indonesia, penggunaan jenis-jenis tumbuhan sebagai bahan ramuan untuk obat tradisional bukan merupakan hal yang baru. Baik dalam bentuk jamu yang terdiri dari berbagai jenis maupun yang bahan bakunya terdiri dari satu jenis. Hal itu telah berlaku sejak lama dan terus berlangsung serta diwariskan kepada generasi berikutnya secara turun-temurun (Santosa, 2000).

Sejalan dengan kecenderungan “back to nature” atau kembali ke alam yang menjadi fenomena dalam beberapa tahun terakhir, upaya pencegahan dan pengobatan penyakit dengan cara tradisional juga dilakukan (Wiryowidagdo dan Sitanggang, 2002). Fenomena ini bertambah lagi ketika krisis ekonomi melanda Indonesia sejak tahun 1997, yaitu saat harga obat-obatan kimiawi semakin meningkat. Penggunaan tanaman obat sebagai bahan untuk mengobati penyakit dapat menjadi alternatif yang relatif murah dibandingkan dengan obat kimia. Oleh sebab itu, karena kepraktisan dan murahnya, popularitas obat tradisional semakin melambung (Duryatmo, 2003) Berdasarkan bukti empiris tentang pemanfaatan tanaman obat, maka penggunaan tanaman obat sebagai obat tradisional terbukti relatif aman. Penggunaan secara benar jarang sekali menimbulkan efek samping sebagaimana tercermin dari anggapan masyarakat bahwa obat tradisional merupakan obat yang aman tanpa efek samping. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar karena dapat terjadi bahwa obat tradisional menjadi tidak aman karena beberapa penyebab, diantaranya adalah pencampuran dengan bahan kimia (Handayani, 2001).

Hal ini didukung pula dengan adanya Hasil Operasi Pengawasan dan Pengajian Laboratorium Badan POM periode 2001-2003, dimana ditemukan 78 produk jamu atau obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat. Bahan kimia obat yang dimaksud meliputi antalgin, furosemid, diazepam, fenilbutazon dan lain-lain. Obat-obat tradisional yang ditarik dari peredaran tersebut sebagian besar diproduksi dibeberapa kota yang ada di pulau Jawa, seperti Cilacap, Banyumas, dan Sumenep (Sampurno, 2003). Pencampuran dengan bahan kimia dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan khasiat tertentu dari obat tradisional. Penggunaan obat tradisional yang dapat diperoleh secara bebas, dosis yang tidak standar akan menyebabkan konsumsi bahan kimia tercampur tidak terkontrol. Hal tersebut dapat menyebabkan efek samping baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek (Handayani, 2001).

Antalgin merupakan salah satu bahan kimia obat yang cenderung ditambahkan dalam obat tradisional atau jamu diantaranya jamu pegal linu. Dimana diketahui bahwa antalgin berkhasiat analgesik atau penghilang rasa sakit dan antipiretik atau penurun panas. Penggunaan antalgin dalam dosis yang tidak terkontrol dapat menimbulkan efek samping bahkan gangguan kesehatan antara lain perdarahan lambung, jantung berdebar, kerusakan organ hati dan lain-lain. Penambahan bahan kimia seperti inilah yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/V/1990 yang menyatakan bahwa industri obat tradisional dilarang memproduksi segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dan melanggar Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 serta Undang-Undang No.8 tahun 1999

(2)

tentang perlindungan konsumen, karena dalam hal ini kesehatan masyarakat telah diabaikan oleh produsen jamu.

Berdasarkan uraian di atas peneliti telah melakukan penelitian untuk memeriksa ada atau tidaknya bahan kimia obat antalgin pada jamu pegal linu yang beredar di pasar16 ilir Palembang. Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 yang menyatakan bahwa industri obat tradisional dilarang memproduksi segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat dan disertai laporan penarikan jamu yang banyak beredar di pasaran, karena terdapat pencampuran bahan kimia obat di dalam jamu dan diduga antalgin merupakan salah satu bahan obat yang cenderung ditambahkan pada jamu pegal linu. Sehingga dari

uraian di atas timbul suatu permasalahan, apakah antalgin terdapat di dalam jamu pegal linu yang beredar di pasar 16 ilir Palembang ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memeriksa ada atau tidaknya bahan kimia obat antalgin yang ditambahkan pada jamu pegal linu dengan merek berbeda yang beredar di pasar 16 ilir Palembang secara Kromatografi Lapis Tipis.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian ini untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam mengidentifikasi bahan kimia obat dalam jamu terutama bahan kimia obat antalgin pada jamu pegal linu secara Kromatografi Lapis Tipis.

2. Memberikan informasi kepada pembaca tentang penambahan bahan kimia obat pada jamu terutama penambahan antalgin pada jamu Pegal Linu.

D. Alat dan Bahan 1.Alat

a.Bejana Pengembang (Chamber) b. Beker gelas 100 ml, 200 ml (Pirex) c. Cawan porselen

d. Corong pisah (Pirex) e. Erlemeyer 100 mL (Pirex) f. Gelas ukur 100 ml, 25 ml (Pirex) g. Kertas saring

h. Lampu UV dengan λλλ 254 nm (Heraeus W-λ Germany)

i. Lumpang dan alu j. Oven (Memmert)

k. Plat TLC silica gel GF 254 (Merck, Darmstadt Germany)

l. Seperangkat Alat Timbang m.Pipet Tetes

n. Hair Drier (Pretty RS-350 International Hair Drier) 2. Bahan

a. Sampel (Jamu Pegal Linu) b. Baku Pembanding Antalgin

c. Kloroform p.a (Merck, KGaA. 64271 Darmstadt Germany)

d. Metanol p.a (Merck, D-6100 Darmstadt, F. R Germany)

e. Asam Asetat glacial (Merck, DAB, Ph Eur, BP, USP, E 260)

f. Aseton (Pro analisis) g. Benzen (Merck)

h. Sikloheksana (merck)

i. Asam Asetat p.a (Merck, KGaA, 64271 Darmstadt Germany)

J. Dietilamin k. Aquadest E. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Larutan Sampel

Sebanyak 7 gram jamu yang telah diserbuk halus dimasukkan kedalam erlemeyer 125 ml, tambahkan 75 ml air kocok selama 30 menit lalu disaring. Kemudian tambahkan asam asetat (pH 3-4), ekstraksi dengan kloroform 2 x 25 ml. Uapkan hingga kering, filtrat dilarutkan dengan 2 ml methanol. (MA Balai POM, Emscience / Modifikasi, 2005).

2. Pembuatan Larutan Baku Pembanding II Sebanyak 7 gram jamu yang telah diserbuk halus, ditambah dengan 25 mg antalgin masukkan ke dalam erlemeyer 125 ml. Tambahkan 75 ml air kocok selama 30 menit lalu disaring. Kemudian tambahkan asam asetat (pH 3-4), ekstraksi dengan kloroform 2 x 25 ml. Uapkan hingga kering, kemudian filtrat dilarutkan dengan 2 ml methanol.

(MA Balai POM, Emscience / Modifikasi, 2005). 3. Pembuatan Larutan Baku Pembanding I

Dibuat larutan baku antalgin 0,1 % b/v dalam metanol

(3)

Pembuatan larutan baku antalgin : Timbang antalgin sebanyak 100 mg dan dilarutkan dengan metanol ad 100 ml di dalam labu ukur.

4. Penyiapan Bejana Pengembang

Bejana pengembang (chamber) dibersihkan, Bejana dijenuhkan dengan cara meletakkan secarik kertas saring yang bersih pada dinding dalam bejana dan dibasahi dengan larutan pengembang. Larutan pengembang (eluen) yang digunakan adalah :

Asam asetat : aseton : Benzen : metanol (5 : 5 : 70 : 20 )

Sikloheksana : Kloroform : Methanol : Dietilamin (60 : 30 : 5 : 5 )

(MA Balai POM, Emscience / Modifikasi, 2005) 5. Penyiapan Plat Kromatografi Lapis Tipis

Aktifkan plat KLT di oven pada suhu 105oC kemudian diberi garis dengan pensil dengan jarak 2 cm dari tepi atas dan 3 cm dari tepi bawah. Diberi skala masing-masing 2 cm untuk tempat penotolan larutan sampel, Bp1, Bp 2 (Roth dan Blaschke, 1988).

6. Pengerjaan Kromatografi Lapis Tipis

a. Totolkan larutan sampel, Bp 1 dan Bp 2 dengan menggunakan pipet kapiler pada plat KLT

kemudian di hair dryer agar cepat kering. b. Plat KLT tersebut dimasukkan ke dalam bejana pengembang dan tutup segera.

c. Biarkan beberapa saat sampai larutan pengembang naik hingga garis batas.

d. Setelah larutan pengembang naik, plat dikeluarkan dari bejana dan diamati dibawah lampu UV,

kemudian tentukan harga Rf (Farmakope Indonesia edisi IV, 1995).

Pengolahan dan Analisis Data

Data diperoleh dari hasil penelitian yamg ditampilkan dalam bentuk tabel dengan cara 1,5 cm 20 cm 3 cm 15 cm 2 cm BP I BP II Gambar 1. Plat KLT

(4)

membandingkan harga Rf dan warna bercak masing masing sampel, baku pembanding I dan baku pembanding II.

Apabila harga Rf sampel sama dengan harga Rf baku pembanding, maka hal ini menunjukkan bahwa jamu Pegal Linu yang diteliti positif mengandung bahan kimia obat antalgin.

Harga Rf (Retardian Faktor) :

Jarak titik pusat bercak dari titik awal Rf = ---

Jarak garis depan dari titik awal

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan terhadap 7 sampel jamu pegal linu dengan cara Kromatografi Lapis Tipis yang

dilakukan di Laboratorium Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan Palembang, maka didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 1. Harga Rf Sampel dan Baku Pembanding menggunakan eluen 1, yaitu : Asam asetat : Aseton : Benzen : Metanol ( 5 : 5 : 70 : 20 )

No Nama

Jarak titik pusat dari titik

awal

Jarak garis depan dari titik

awal Harga Rf Hasil 1. Baku Pembanding I Bercak noda 11, 2 15 0, 75 + 2. Baku Pembanding II Bercak noda 1 Bercak noda 2 Bercak noda 3 11, 2 11, 1 14, 1 15 15 15 0, 75 0, 74 0, 68 + - - 3. Sampel I (S1) Bercak noda 1 Bercak noda 2 Bercak noda 3 9, 5 11, 4 14, 3 15 15 15 0, 63 0, 76 0, 94 - - - 4. Sampel II (S2) Bercak noda 12 15 0, 80 - 5. Sampel III (S3) Bercak noda 1 Bercak noda 2 Bercak noda 3 9, 6 11, 2 14, 1 15 15 15 0, 64 0, 75 0, 94 - + - 6. Sampel IV (S4) Bercak noda 14, 1 15 0, 94 - 7. Sampel V (S5) Bercak noda 1 Bercak noda 2 9 10, 2 15 15 0, 60 0, 68 - - 8. Sampel VI (S6) Bercak noda 1 Bercak noda 2 Bercak noda 3 3, 9 7, 9 14, 1 15 15 15 0, 26 0, 53 0, 94 - - -

(5)

9. Sampel VII (S7) Bercak noda 1 Bercak noda 2 Bercak noda 3 8, 1 11, 8 12, 9 15 15 15 0, 54 0, 79 0, 86 - - -

Tabel 2. Harga Rf Sampel dan Baku Pembanding menggunakan eluen 2, yaitu : Sikloheksana : Kloroform : Metanol : Dietilamin ( 60 : 30 : 5 : 5 )

No Nama Jarak titik pusat dari titik awal Jarak garis depan dari titik awal Harga Rf Hasil 1. Baku Pembanding I Bercak noda 7, 6 15 0, 51 + 2. Baku Pembanding II Bercak noda 1 Bercak noda 2 7, 6 6, 6 15 15 0, 51 0, 44 + - 3. Sampel I (S1) Bercak noda 1 Bercak noda 2 Bercak noda 3 4, 4 7, 9 8, 5 15 15 15 0, 29 0, 53 0, 57 - - - 4. Sampel II (S2) Bercak noda 4 15 0, 27 - 5. Sampel III (S3) Bercak noda 1 Bercak noda 2 Bercak noda 3 3, 8 7, 6 9, 8 15 15 15 0, 25 0, 51 0, 65 - + - 6. Sampel IV (S4) Bercak noda 6, 6 15 0, 44 - 7. Sampel V (S5) Bercak noda 1 Bercak noda 2 4 5, 6 15 15 0, 27 0, 37 - - 8. Sampel VI (S6) Bercak noda 1 Bercak noda 2 7, 4 11, 8 15 15 0, 49 0, 79 - - 9. Sampel VII (S7) Bercak noda 1 10, 7 15 0, 71 -

(6)

Keterangan :

+ = mengandung bahan kimia obat antalgin - = tidak mengandung bahan kimia obat antalgin

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 7 sampel jamu pegal linu yang beredar di Pasar 16 Ilir Palembang. Dimana pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Identifikasi dilakukan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. Digunakannya Kromatografi Lapis Tipis sebagai metode untuk mengidentifikasi antalgin pada jamu pegal linu karena metode ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kromatografi lain yaitu peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu yang diperlukan untuk analisis sedikit, jumlah cuplikan yang sedikit dan daya pisah yang cukup baik ( Sudjadi, 1988 ).

Dalam metode Kromatografi Lapis Tipis, untuk mengidentifikasi antalgin dalam jamu pegal linu dapat diamati pada kromatogram berdasarkan perbandingan harga Rf masing-masing sampel dengan harga Rf baku pembanding I dan baku pembanding II. Dimana harga Rf didapat dari perbandingan antara jarak titik pusat bercak dari titik awal dengan jarak garis depan dari titik awal.

Warna bercak masing-masing sampel dan baku pembanding dilihat di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. Selain menggunakan lampu UV, untuk mengidentifikasi antalgin dapat menggunakan pereaksi warna potassium permanganat.

Apabila dari perbandingan tersebut didapatkan bahwa harga Rf sampel sama dengan harga Rf baku pembanding I dan baku pembanding II maka sampel tersebut dikatakan mengandung bahan kimia obat antalgin. Baku pembanding I adalah bahan kimia obat antalgin yang digunakan sebagai baku pembanding, sedangkan baku pembanding II adalah campuran sampel dan bahan kimia obat antalgin yang berfungsi sebagai kontrol kerja terhadap sampel.

Penelitian terhadap jamu pegal linu dilakukan melalui proses pengekstraksian. Dimana baik sampel maupun baku pembanding II diektraksi dengan menggunakan kloroform 2 x 25 ml. Hasil ekstraksi diuapkan hingga kering, kemudian filtrat dilarutkan dengan 2 ml metanol. Sedangkan baku pembanding I

dibuat dengan konsentrasi 0, 1 %b/v menggunakan pelarut metanol .

Setelah itu masing-masing larutan ditotolkan menggunakan pipet kapiler pada plat KLT yang telah diaktifkan di oven dan diberi tanda. Kemudian plat dimasukkan kedalam bejana pengembang yang telah dijenuhkan dengan larutan pengembang, biarkan beberapa saat sampai larutan pengembang naik sampai garis batas. Dalam penelitian ini digunakan dua larutan pengembang. Larutan pengembang pertama yaitu, asam asetat : aseton : Benzen : metanol dan larutan pengembang kedua yaitu, sikloheksana : kloroform : metanol : dietilamin.

Setelah larutan pengembang naik, plat dikeluarkan dari bejana pemgembang, kemudian plat dilihat di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm dan dihitung harga Rf masing-masing sampel dan baku pembanding. Dari kedua kromatogram dengan larutan pengembang yang berbeda menunjukkan bahwa pada kromatogram didapatkan noda bercak dari setiap sampel maupun baku pembanding. Dimana terdapat beberapa sampel yang jumlah bercak nodanya lebih dari satu yaitu sampel S1, S3, S5, dan S6.. Selain sampel tersebut baku pembanding II juga memberikan dua bercak noda. Timbulnya bercak noda ini disebabkan karena adanya bahan kimia yang terkandung di dalam sampel maupun bercak noda yang berasal dari warna jamu dari masing-masing sampel.

Selanjutnya bercak noda dari masing-masing sampel maupun baku pembanding diberi tanda dan dilakukan perhitungan harga Rf. Hasil perhitungan Rf dari kedua kromatogram dengan dua larutan pengembang yang berbeda didapatkan bahwa sampel S3 mempunyai harga Rf yang sama dengan harga Rf baku pembanding yaitu, 0, 75. Pada kromatogram dengan larutan pengembang kedua juga menunjukkkan sampel S3 mempunyai harga Rf yang sama dengan harga Rf baku pembanding yaitu, 0, 51. Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel S3 positf mengandung antalgin, sedangkan sampel S1, S2, S4, S5, S6, S7 tidak mengandung antalgin karena perbedaan harga Rf dengan baku pembanding I maupun baku pembanding II.

(7)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Setelah dilakukan identifikasi terhadap 7 sampel jamu pegal linu yang diambil secara Purposive Sampling dengan bermacam-macam merek yang beredar di Pasar 16 Ilir Palembang dengan mengunakan metode Kromatografi Lapis Tipis, dapat disimpulkan bahwa :

1. Sampel S3 positif mengandung bahan kimia obat antalgin.

2. Sampel S1, S2, S4, S5, S6, S7, S8 negatif mengandung bahan kimia obat antalgin.

B. Saran

Penulis menyarankan agar dilakukannya identifikasi terhadap jenis jamu lain yang diduga mengandung bahan kimia obat dengan mengunakan metode yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Auterhoff H dan K. H. Kovar. 2002. Identifikasi Obat

terbitan ke-5. Terjemahan oleh : Sugiarso N.

C. ITB, Bandung, Indonesia, hal : 34-35. Anief, M.1996. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat

dan Penggunaan. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, Indonesia.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan.. 2003. Daftar

Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat. Surat Penarikan 2 Januari 2003.

Clarke, C. G. E. 1978. Isolation and Identification of Drug

Volume I. The Royal Veterinary College, hal :

318-319.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995.

Farmakope Indonesia edisi IV. Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, hal : 920

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995.

Farmakope Indonesia edisi IV, Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta, hal : 537-538

Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan. 2005. Metoda Analisa PPOM 2005: Identifikasi Antalgin

dalam Obat Tradisional Sediaan Padat. Dirjen POM. Palembang, Indonesia

Duryatmo,S. 2003. Aneka Ramuan Berkhasiat Dari

Temu-Temuan. Puspa Swara, Jakarta,

Indonesia.

Handayani, L. dan Suharmiati. 2002. Meracik Obat

Tradisional Secara Rasional, Medika

(majalah) No: 10 tahun XXVIII, Oktober 2002, Halaman : 648-651.

Handayani, L. 2001. Pemanfaatan Obat Tradisional

dalam Menangani Masalah Kesehatan.

Majalah Kedokteran Indonesia. Vol: 51, No;3 :hal: 139-144.

Mursito, B.2001. Sehat Diusia Lanjut dengan Ramuan

Tradisional. Penebar Swadaya, Jakarta,

Indonesia.

Reynolds. J. E. F. 1996. Martindale: The Extra

Pharmacopoeia (edisi 31). Royal

Pharmaceutical Society. London, hal : 39-40. Sampurno. 2003. Peringatan Kedua Untuk Jamu Kimia.

(http://www.republika.com), Diakses: 26 Desember 2005.

Stahl, E. 1985. Analisa Obat Secara Kromatografi dan

Mikroskopi: Kromatografi Lapis Tipis. ITB,

Bandung, Indonesia.

Sudjadi, 1988. Metode Pemisahan. Kanisius. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta, Indonesia. Santosa, D dan Didik Gunawan. 2000. Ramuan

Tradisional Untuk Penyakit Kulit. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992. Tentang Kesehatan.PT. CV. Eko Jaya, Jakarta, Indonesia, Hal : 5

Undang- Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1999.

Tentang Perlindungan Konsumen. PT. CV.

Eko Jaya, Jakarta, Indonesia.

Warmbrand W. 1985. Hidup Bebas Dari Rasa Sakit dan Derita. Pionir Jaya, Bandung.

Wilmana P. F. 1995. Analgesik – Antipiretik Analgesik

Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai.

Dalam : Ganiswarna, S. G, dkk (Editor). Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia. hal : 215-216.

Winarno. M. W. dan D. Sundari. 1997. Informasi Tanaman Obat untuk Kontrasepsi Tradisional. Cermin Dunia Kedokteran No. 120, hal : 25.

Wiryowidagdo, S dan M. Sitanggang. 2002. Obat

Tradisional Untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi dan Kolesterol. Agromedia Pustaka,

Gambar

Tabel 1. Harga Rf  Sampel dan Baku Pembanding menggunakan eluen 1, yaitu :  Asam asetat : Aseton : Benzen : Metanol ( 5 : 5 : 70 : 20 )
Tabel 2. Harga Rf Sampel dan Baku Pembanding menggunakan eluen 2, yaitu :  Sikloheksana : Kloroform : Metanol : Dietilamin ( 60 : 30 : 5 : 5 )

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa bahan kimia obat (BKO) yang sering ditambahkan ke dalam jamu pegal linu. adalah parasetamol, metampiron, dan

Pada penelitian sebelumnya, pengujian identifikasi bahan kimia obat Fenilbutazon dalam jamu linurat secara kromatografi lapis tipis menunjukan hasil bahwa sediaan

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan metode kromatografi lapis tipis densitometri yang dapat digunakan untuk analisis sildenafil sitrat pada jamu penambah stamina,

Penetapan kadar air dalam jamu pegal linu bertujuan untuk mengetahui apakah kadar air yang terdapat dalam jamu pegal linu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

Penetapan Kadar Air dalam Jamu Pegal Linu Secara Destilasi Toluen Nama contoh : Jamu pegal linu. Komposisi : Euiseti herba

Identifikasi sildenafil sitrat dalam kapsul jamu kuat secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Ultraviolet ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu kuat yang

Identifikasi sildenafil sitrat dalam kapsul jamu kuat secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri Ultraviolet ini bertujuan untuk mengetahui apakah jamu kuat yang

pegal linu yang terdiri dari 2 sampel jamu serbuk pegal linu bermerk (sampel A dan B) dan 2 sampel jamu pegal linu tidak ber merk (C dan D) di wilayah Surakarta