• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan desain prospektif. Analisis statistik bivariat menggunakan uji Pearson chi square bila variabel kategorik berdistribusi normal atau Fisher exact test bila tidak berdistribusi normal (Sastroasmoro, 2008), selanjutnya dilakukan analisis statistik multivariat menggunakan uji regresi logistik biner (Dahlan, 2011).

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan karena RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di Sumatera Utara dan rumah sakit pendidikan dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk

melaksanakan penelitian ini dengan jumlah kasus yang cukup tinggi, yaitu 60 kasus pada tahun 2009 (Ivan, 2009).

3.3. Populasi Penelitian

Adapun populasi penelitian terdiri dari populasi target dan populasi terjangkau sebagaimana dijelaskan di bawah ini:

a. Populasi target: pasien anak dengan keluhan nyeri perut dan diduga apendisitis.

b. Populasi terjangkau: pasien anak yang berobat ke RSUP HAM dengan keluhan nyeri perut dan diduga apendisitis.

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagaimana dirinci di bawah ini:

a. Kriteria inklusi :

• Pasien anak dengan keluhan nyeri perut yang diduga apendisitis • Bersedia mengikuti penelitian

(2)

Kriteria eksklusi :

• Onset nyeri perut lebih dari 72 jam

• Anak yang memiliki riwayat operasi apendektomi • Anak yang belum bisa berbicara atau tidak kooperatif

• Terdapat bukti adanya infeksi selain infeksi saluran cerna, seperti infeksi saluran kemih dan infeksi saluran pernapasan.

3.5. Cara Pengambilan Sampel dan Besar Sampel

Pengambilan sampel akan dilakukan dengan cara consecutive sampling. Jumlah sampel minimal yang dihitung berdasarkan rumus (Sastroasmoro, 2008):

x = z𝛼+ z𝛽P 2 0,5 x ln (1+r/1-r)

+ 3

Keterangan :

z𝛼R : 1,645 (simpangan baku pada kesalahan tipe I 5% one tailed) z𝛽R : 1,645 (baku pada kesalahan tipe II 5% one tailed)

r : -0,736 (koefisien korelasi yang diperoleh dari pilot study) x1 = 1,645 + 1,645 2

0,5 x ln (1-0,736/1+0,736)

+ 3 = 12,25 + 3 = 15,25 x1 = x2 = 16 orang

Maka jumlah sampel minimal penelitian ini adalah 16 orang untuk kelompok uji dan 16 orang untuk kelompok kontrol.

(3)

3.6. Kerangka Konsep Penurunan nafsu makan Jenis kelamin Mual atau muntah Neutrofilia Leukositosis Nyeri perut saat batuk, perkusi, lompat PAS≥ 6 Umur Demam Nyeri perut kuadran kanan bawah Variabel independen Apendisitis akut Variabel dependen Migrasi nyeri perut

(4)

3.7. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah-istilah yang didefinisikan sebagai berikut :

• Apendisitis akut pada anak adalah diagnosis apendisitis akut pada individu yang belum mencapai ulang tahun ke-18 ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan dikonfirmasi melalui pemeriksaan histopatologi berupa gambaran infiltrasi neutrofilik pada muskularis propria jaringan apendiks.

• Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang tertulis pada rekam medis pasien, dibagi menjadi dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan.

• Umur adalah umur dalam hitungan tahun pada saat pasien masuk dalam penelitian sesuai dengan tanggal lahir yang tertera pada rekam medis, dibagi menjadi dua kelompok yaitu < 10 tahun dan > 10 tahun berdasarkan rerata umur subjek penelitian.

• Nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat adalah rasa nyeri pada perut yang dikeluhkan pasien atau yang diperoleh dari anamnesis dimana nyeri terutama dirasakan saat pasien batuk atau melompat, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri saat perkusi abdomen.

• Penurunan nafsu makan adalah nafsu makan yang berkurang dibandingkan dengan saat pasien tidak merasakan nyeri perut, diperoleh dari auto anamnesis atau alloanamnesis terhaap orang tua atau pengasuh pasien.

• Demam adalah suhu aksila > 38,0 0

• Nyeri perut kuadran kanan bawah adalah rasa nyeri pada perut yang terlokalisasi di kuadran kanan bawah yang diperoleh dari anamnesis atau pemeriksaan fisik saat palpasi abdomen.

C yang diukur dengan termometer digital terkalibrasi (Satria, 2015).

• Leukositosis adalah peningkatan jumlah leukosit > 10.000/mm3

• Neutrofilia adalah peningkatan jumlah neutrofil > 7.500/mm

dari pemeriksaan darah lengkap yang tertulis pada rekam medis pasien saat pasien masuk dalam penelitian (Satria, 2015).

3 dari pemeriksaan darah lengkap yang tertulis pada rekam medis pasien saat pasien masuk dalam penelitian (Satria, 2015).

(5)

• Migrasi nyeri perut adalah nyeri perut berpindah, dimana awalnya nyeri dirasakan pada regio epigastrium, kemudian rasa nyeri pindah ke regio periumbilikus dan akhirnya menetap di kuadran kanan bawah yang diperoleh dari anamnesis pasien.

• Nilai PAS > 6 adalah jumlah dari variabel-variabel PAS yang ditemukan pada pasien berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta laboratorium, dibagi menjadi dua kelompok yaitu > 6 dan < 6 berdasarkan hasil penelitian Satria (2015).

3.8. Teknik Pengambilan Data Penelitian

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

Pediatric Appendicitis Score (PAS) yang diperoleh dari autoanamnesis dan

alloanamnesis, serta pemeriksaan fisik dan darah lengkap. Semua pasien anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dicatat data demografinya dan dihitung nilai PAS-nya. Subjek penelitian dengan nilai PAS < 6, diobservasi selama 72 jam di rumah sakit dan dioperasi apendektomi bila nilai PAS meningkat. Namun, bila nilai PAS tidak meningkat subjek penelitian dianggap tidak menderita apendisitis akut dan tidak dioperasi apendektomi, lalu dikonsulkan ke departemen pediatri. Sebaliknya, subjek penelitian dengan nilai PAS > 6 dioperasi apendektomi. Jaringan apendiks subjek penelitian yang telah dioperasi apendektomi diperiksa histopatologinya. Subjek penelitian dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu apendisitis akut dan bukan apendisitis akut. Teknik pengambilan data dilakukan secara tersamar tunggal dimana ahli patologi anatomi yang memeriksa histopatologi jaringan apendiks subjek penelitian tidak mengetahui nilai PAS subjek penelitian tersebut.

3.9. Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian akan dianalisis dengan bantuan program komputer SPSS versi 17 dengan proses sebagai berikut :

a. Editing: memeriksa ketepatan dan kelengkapan data pada lembar pengamatan subjek penelitian.

(6)

c. Entry : memasukkan data ke dalam komputer.

d. Cleaning: memeriksa semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer untuk menghindari kesalahan dalam pemasukan data

e. Saving: penyimpanan data.

f. Analisis data: pada analisis data karakteristik variabel-variabel penelitian

dilaporkan dalam persentase bila variabel kategorik, sedang untuk variael numerik dilaporkan dalam mean + standard deviasi bila variabel berdistribusi normal atau median (maximum - minimum) bila data tidak berdistribusi normal. Dilakukan uji normalitas terhadap setiap variabel, bila variabel

berdistribusi normal maka uji normalitas yang digunkan adalah Kolmogorov-Semirnov, sedangkan bila tidak berdistribusi normal maka uji

normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk. Setiap variabel diuji dengan

Pearson chi square atau Fisher’s exact test untuk mengetahui signifikansi

hubungan variabel tersebut dengan kejadian apendisitis akut pada anak,

selanjutnya dihitung sensitivitas, spesifisitas, serta akurasinya (Sastroasmoro, 2008). Variabel-variabel yang memiliki nilai p < 0,25

dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik biner untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang paling berhubungan dengan kejadian apendisitis akut pada anak dan mendapatkan persamaan logistik menggunakan variabel-variabel tersebut untuk memprediksi kejadian apendisitis akut pada anak. Variabel-variabel yang memiliki nilai p < 0,05 dianggap memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian apendisitis akut (Dahlan, 2011).

(7)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini melibatkan 36 orang subjek penelitian. Karakteristik subjek penelitian dirinci pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, umur, suhu tubuh, jumlah leukosit, jumlah neutrofil dan apendisitis akut pada anak

Variabel n = 36 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 20 (55,56 %) 16 (44,44 %) a a Umur Suhu tubuh Jumlah leukosit Jumlah neutrotil 11,67 + 4,02 tahun 38,2 (36,5 – 39,3) b o C 11.425 (5.600 – 34.700) /mm c 8.538,13 (1495 – 28.092) sel/mikroliter 3 c c Apendisitis akut

Bukan apendisitis akut

18 (50 %) 18 (50 %) a a Keterangan: a

: n (%) untuk data kategorik b

: mean + standard deviasi untuk data numerik berdistribusi normal c

: median (minimum – maximum) untuk data numerik tidak bedistribusi normal Dari tabel 4.1. dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki 20 orang dan perempuan 16 orang. Berdasarkan analisis data Shapiro Wilk variabel umur memiliki nilai p > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal; sedangkan variabel suhu tubuh, jumlah leukosit, dan jumlah neutrofil tidak berdistribusi normal dengan nilai p < 0,05. Rerata umur subjek

penelitian adalah 11,67 + 4,02 tahun. Median suhu tubuh subjek penelitian 38,2 oC dengan suhu terendah 36,5 oC dan suhu tertinggi 39,3 oC. Median jumlah

leukosit subjek penelitian 11.425/mm3 dengan nilai minimum 5.600/mm3 dan maksimum 34.700/mm3. Median jumlah neutrofil 8.538,13 sel/mikroliter dengan

nilai minimum 1495 sel/mikroliter dan maksimum 28.092 sel/mikroliter. Dari 36 orang subjek penelitian, sebanyak 18 orang menderita penyakit apendisitis

akut (kelompok studi), sedangkan 18 orang bukan penderita apendisitis akut (kelompok kontrol).

(8)

Tabel 4.2. Hubungan jenis kelamin dengan apendisitis akut pada anak Jenis Kelamin Kelompok

apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Perempuan Laki-laki 10 8 6 12 16 20 Total 18 18 36

Dari tabel 4.2. dapat disimpulkan bahwa penderita apendisitis akut pada anak jumlah perempuan hampir sama dengan laki-laki. Perbandingan perempuan dengan laki-laki 1,25 : 1. Jenis kelamin memiliki sensitivitas 55,56 %, spesifisitas 66,67 %, dan akurasi 61,11 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

Berdasarkan rerata usia subjek penelitian 11,67 + 4,02 tahun, umur subjek

penelitian dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok umur > 10 tahun dan kelompok umur < 10 tahun.

Tabel 4.3. Hubungan kelompok usia dengan apendisitis akut pada anak Kelompok umur Kelompok

apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total > 10 tahun < 10 tahun 11 7 12 6 23 13 Total 18 18 36

Dari tabel 4.3. dapat disimpulkan bahwa kelompok umur > 10 tahun lebih banyak dijumpai pada kelompok apendisitis akut, yaitu sebanyak 11 orang. Sedangkan pada kelompok bukan apendisitis akut usia > 10 tahun dijumpai sebanyak 61,11 %. Berdasarkan Fisher’s exact test, tidak ada perbedaan yang signifikan variabel kelompok usia pada kelompok apendisitis akut dibandingkan

dengan kelompok bukan apendisitis akut (nilai p = 0,5). Kelompok umur > 10 tahun memiliki sensitivitas 61,11 %, spesifisitas 33,33 %, dan akurasi 47,22 % untuk menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

(9)

Tabel 4.4. Hubungan nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat dengan apendisitis akut pada anak

Nyeri perut saat batuk, perkusi atau

melompat Kelompok apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Ya Tidak 15 3 4 14 19 19 Total 18 18 36

Dari tabel 4.4. dapat disimpulkan bahwa keluhan nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut yaitu sebanyak 15 orang. Berdasarkan Fisher’s exact test, keluhan nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat secara signifikan lebih sering dijumpai pada

kelompok apendisitis akut daripada kelompok bukan apendisitis akut (nilai p = 0,000). Keluhan nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat memiliki

sensitivitas 83,33 %, spesifisitas 77,78 %, dan akurasi 80,55 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

Tabel 4.5. Hubungan penurunan nafsu makan dengan apendisitis akut pada anak Penurunan nafsu makan Kelompok apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Ya Tidak 13 5 13 5 26 10 Total 18 18 36

Dari tabel 4.5. dapat disimpulkan bahwa keluhan nafsu makan menurun dijumpai dengan jumlah yang sama pada kelompok apendisitis akut dan bukan apendisitis akut, yaitu sebanyak 13 orang. Berdasarkan Fisher’s exact test, penurunan nafsu makan pada kelompok apendisitis akut tidak berbeda secara

signifikan dibandingkan dengan kelompok bukan apendisitis akut (nilai p = 0,644). Penurunan nafsu makan memiliki sensitivitas 72,22 %,

spesifisitas 38,46 %, akurasi 50 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

(10)

Tabel 4.6. Hubungan demam dengan apendisitis akut pada anak Demam Kelompok apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Ya Tidak 17 1 9 9 26 10 Total 18 18 36

Dari tabel 4.6. dapat disimpulkan bahwa demam lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut, yaitu sebanyak 17 orang. Berdasarkan Fisher’s

exact test, demam secara signifikan lebih sering dijumpai pada kelompok

apendisitis akut daripada kelompok bukan apendisitis akut (nilai p = 0,004). Demam memiliki sensitivitas 94,44 %, spesifisitas 50 %, dan akurasi 72,22 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

Tabel 4.7. Hubungan keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah dengan apendisitis akut pada anak

Nyeri perut kuadran kanan bawah Kelompok apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Ya Tidak 18 0 12 6 30 6 Total 18 18 36

Dari tabel 4.7. dapat disimpulkan bahwa keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah dijumapi pada semua pasien dalam kelompok apendisitis akut. Berdasarkan Fisher’s exact test, keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah secara signifikan lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut daripada kelompok bukan apendisitis akut (nilai p = 0,01). Nyeri perut kuadran kanan bawah memiliki sensitivitas 100 %, spesifisitas 33,33 %, dan akurasi 66,67 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

Tabel 4.8. Hubungan leukositosis dengan apendisitis akut pada anak Leukositosis Kelompok apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Ya Tidak 14 4 6 12 20 16 Total 18 18 36

(11)

Dari tabel 4.8. dapat disimpulkan bahwa leukositosis lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut pada anak, yaitu sebanyak 14 orang. Berdasarkan

Fisher’s exact test, leukositosis secara signifikan lebih sering dijumpai pada

kelompok apendisitis akut dibandingkan dengan kelompok bukan apendisitis akut (nilai p = 0,009). Leukositosis memiliki sensitivitas 77,78 %, spesifisitas 66,67 %, dan akurasi 72,22 % dalam mendiagnosis apendisitis akut pada anak.

Tabel 4.9. Hubungan mual atau muntah dengan apendisitis akut pada anak Mual atau muntah Kelompok

apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Ya Tidak 12 6 13 5 25 11 Total 18 18 36

Dari tabel 4.9. dapat disimpulkan bahwa keluhan mual atau muntah tidak lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut, yaitu sebanyak 12 orang paa kelompok apendisitis akut dan 13 orang pada kelompok bukan apendisitis akut. Berdasarkan Fisher’s exact test, tidak ada perbedaan yang signifikan variabel keluhan mual atau muntah pada kelompok apendisitis akut dibandingkan dengan kelompok bukan apendisitis akut (nilai p = 0,5). Keluhan mual atau muntah memiliki sensitivitas 66,67 %, spesifisitas 27,78 %, dan akurasi 47,22 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

Tabel 4.10. Hubungan neutrofilia dengan apendisitis akut pada anak Neutrofilia Kelompok apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Ya Tidak 12 6 7 11 19 17 Total 18 18 36

Dari tabel 4.10. dapat disimpulkan bahwa neutrofilia lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut, yaitu sebanyak 12 orang. Berdasarkan Fisher’s

exact test, neutrofilia lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut

(12)

tidak signifikan (nilai p = 0,091). Neutrofilia memiliki sensitivitas 66,67 %, spesifisitas 61,11 %, dan akurasi 63,89 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

Tabel 4.11. Hubungan nyeri perut bermigrasi dengan apendisitis akut pada anak Nyeri perut yang

bermigrasi Kelompok apendisitis akut Kelompok bukan apendisitis akut Total Ya Tidak 10 8 8 10 18 18 Total 18 18 36

Dari tabel 4.11. dapat disimpulkan bahwa keluhan nyeri perut yang bermigrasi lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut, yaitu sebanyak 10 orang. Berdasarkan Fisher’s exact test, nyeri perut yang bermigrasi lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis dibandingkan dengan kelompok bukan apendisitis akut, tetapi secara statistik tidak signifikan (nilai p = 0,37). Nyeri perut yang bermigrasi memilki sensitivitas 55,56 %, spesifisitas 55,56 %, dan akurasi 55,56 % dalam mendiagnosis apendisitis akut pada anak.

Tabel 4.12. Hubungan nilai PAS dengan apendisitis akut pada anak

Kategori PAS Hasil histopatologi Total

Apendisitis akut Bukan apendisitis akut PAS > 6 PAS < 6 18 0 3 15 21 15 Total 18 18 36

Dari tabel 4.12. dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan cut off

point nilai PAS > 6, sebanyak 85,7 % subjek penelitian memiliki hasil histologi

apendisitis akut, sebanyak 9,5 % subjek penelitian memiliki hasil histologi proses radang kronis spesifik tuberkulosis, dan 4,8 % subjek penelitian memiliki hasil histologi divertikulum Meckle. Sedangkan pada nilai PAS < 6 100 % subjek penelitian yang setelah diobservasi selama tiga hari tetap memiliki nilai PAS < 6 dan dianggap bukan apendisitis. Berdasarkan Fisher’s exact test, nilai PAS > 6 secara signifikan memiliki insidensi apendisitis akut pada anak lebih tinggi

(13)

sensitivitas 100 %, spesifisitas 83,33 %, dan akurasi 91,67 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.

Tabel 4.13. Signifikansi hubungan variabel-variabel dikotomi subjek penelitian dengan apendisitis akut pada anak

Variabel Nilai p

Jenis kelamin (perempuan) Umur ( > 10 tahun)

Nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat Penurunan nafsu makan

Demam

Mual atau muntah

Nyeri perut kuadran kanan bawah Leukositosis

Neutrofilia

Migrasi nyeri perut Nilai PAS > 6 0,157 0,5 0,000 0,644 0,004 0,5 0,01 0,009 0,091 0,37 0,000

Dari tabel 4.13. dapat disimpulkan bahwa variabel yang memiliki nilai

p < 0,25 adalah jenis kelamin (nilai p = 0,157); nyeri perut saat batuk, perkusi,

atau melompat (nilai p = 0,000); demam (nilai p = 0,004); nyeri perut kuadran kanan bawah (nilai p = 0,01); leukositosis (nilai p = 0,009); neutrofilia (nilai p = 0,091); nilai PAS > 6 (nilai p = 0,000). Variabel-variabel tersebut dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik biner sebagaimana dirinci pada tabel 4.14.

(14)

Tabel 4.14. Analisis multivariat jenis kelamin; nyeri perut saat batuk, perkusi, melompat; demam, nyeri perut kanan bawah, nilai PAS > 6 dengan apendisitis

akut pada anak menggunakan uji regresi logistik biner Koefisien (B) Nilai p (sig.) OR (Exp.B) CI 95% Mini- mum Maksi- Mum Step 1 Nilai PAS > 6 Leukositosis Neutrofilia

Nyeri perut kanan bawah

Demam

Nyeri perut saat batuk Perempuan Konstanta -56,117 -1,787 38,042 -0,875 -38,015 -19,351 0,577 57,482 0,997 1,000 0,999 1,000 0,998 0,998 1,000 0,998 0 0,167 3,322 0,417 0 0 1,781 9,208 0 0 0 0 0 0 0 - - - - - - - Step 2 Nilai PAS > 6 Neutrofilia

Nyeri perut kanan bawah

Demam

Nyeri perut saat batuk Perempuan Konstanta -56,660 36,792 -0,893 -38,532 -19,345 0,595 58,004 0,997 0,998 1,000 0,997 0,998 0,998 0 9,516 0,410 0 0 1,814 1,552 0 0 0 0 0 0 - - - - - - Step 3 Nilai PAS > 6 Neutrofilia

Nyeri perut kanan bawah

Demam

Nyeri perut saat batuk Konstanta -56,658 36,775 -0,539 -38,783 -19,596 58,511 0,997 0,998 1,000 0,997 0,998 0,997 0 9,362 0,584 0 0 2,577 0 0 0 0 0 - - - - - Step 4 Nilai PAS > 6 Neutrofilia Demam

Nyeri perut saat batuk Konstanta -56,894 36,777 -38,783 -19,593 58,207 0,997 0,998 0,997 0,998 0,997 0 9,379 0 0 1,901 0 0 0 0 - - - -

(15)

Dari tabel 4.14. diketahui bahwa berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik biner tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai PAS > 6 maupun leukositosis; neutrofilia; nyeri perut kuadran kanan bawah; demam; nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat; jenis kelamin perempuan dalam menjunjang diagnosis apendisitis akut pada anak (nilai p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa nilai PAS > 6 equivalen dengan variabel-variabel lain untuk memprediksi apendisitis akut pada anak. Oleh karena itu, tidak dapat dirumuskan persamaan logistik menggunakan variabel-variabel tersebut di atas untuk memprediksi kejadian apendisitis akut pada anak.

(16)

BAB 5 PEMBAHASAN

Risiko menderita apendisitis akut berdasarkan jenis kelamin bervariasi pada beberapa penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan apendisitis akut pada anak perempuan hampir sama dengan laki-laki, dengan perbandingan 1,25 : 1 (nilai p = 0,157). Hasil penelitian Narsule et al. (2011) pada 202 pasien anak yang dilakukan apendektomi di Amerika Serikat, dimana apendisitis akut pada anak lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada perempuan, dengan perbandingan 1,16 : 1. Hasil penelitian Saucier et al. (2013) menunjukkan bahwa insidensi apendisitis akut pada anak relatif sama baik pada laki-laki maupun perempuan, yaitu 1,08 : 1. Begitu juga pada penelitian Goulder (2008) yang melaporkan bahwa insidensi apendisitis akut pada anak laki-laki berbanding perempuan sebesar 1 : 1. Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian apendisitis akut pada anak.

Rata-rata umur subjek penelitian pada kelompok apendisitis akut pada anak adalah 11,61 + 4,02 tahun. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Saucier et al. (2013), dimana rata-rata usia penderita apendisitis akut pada anak 10,7 + 3,64 tahun. Begitu juga dengan hasil penelitian Mandeville et al. (2011), dimana median usia penderita apendisitis akut pada anak adalah 9,8 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur, bila ditinjau dari segi usia, insidensi apendisitis akut meningkat secara bertahap sejak lahir, mencapai puncak pada usia belasan tahun, dan menurun secara perlahan-lahan pada lansia. Hal ini karena hiperplasia limfoid lebih sering dijumpai pada usia tersebut (Craig, 2013).

Keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah dijumpai pada 100 % subjek penelitian dalam kelompok apendisitis akut pada anak. Hasil penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian Samuel (2002), dimana keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah dialami oleh 84 % penderita apendisitis akut pada anak. Begitu juga penelitan Goldman et al. (2008), dimana keluhan nyeri perut kanan bawah dijumpai pada 80 % penderita apendisitis akut pada anak. Pasien dengan apendiks normal bisa mengeluhkan nyeri perut kuadran kanan bawah yang disebabkan oleh inflamasi dalam rongga abdomen, misalnya enteritis dan penyakit

(17)

gastrointestinal lainnya (Wu et al., 2012). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa walaupun nyeri abdomen kuadran kanan bawah ditemukan pada 96 % pasien, ini bukan merupakan temuan spesifik (Craig, 2013).

Bila dibandingkan dengan kelompok bukan apendisitis keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah secara signifikan lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut pada anak (nilai p = 0,01). Adapun patofisologi nyeri perut kuadran kanan bawah adalah pada apendisitis akut, terjadi inflamasi pada apendiks, terbentuk eksudat pada permukaan serosa dari apendiks. Ketika eksudat mencapai peritoneum parietal, timbul nyeri yang lebih intens dan terlokalisasi pada abdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebut juga gejala klasik apendisitis (Lee, 2013).

Nyeri saat batuk, perkusi, melompat dijumpai pada 83,3 % kelompok apendisitis akut pada anak. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Goldman (2008), dimana nyeri saat batuk/ perkusi/ melompat dijumpai pada 72 % penderita apendisitis akut pada anak. Sedangkan penelitian Samuel (2002), menunjukkan bahwa nyeri saat batuk/ perkusi/ melompat dijumpai pada 96 % penderita apendisitis akut pada anak.

Keluhan nyeri perut kuadran kanan bawah memiliki hubungan yang paling kuat bila dibandingkan dengan gambaran klinis lain, dimana keluhan ini secara signifikan lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut pada anak

dibandingkan dengan kelompok bukan apendisitis akut pada anak (nilai p = 0,000). Hal ini sesuai dengan literatur bahwa temuan fisik yang paling

spesifik pada apendisitis adalah nyeri lepas, nyeri pada perkusi, dan rigiditas (Craig, 2013).

Demam dijumpai pada 94,4 % kelompok apendisitis akut pada anak. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Samuel (2002), dimana demam dijumpai pada 87 % penderita apendisitis akut pada anak. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Goldman (2008), dimana demam hanya dijumpai pada 59 % penderita apendisitis akut pada anak. Dapat disimpulkan bahwa demam tidak selalu dijumpai pada apendisitis akut pada anak. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan imunitas setiap anak. Pada anak dengan sistem imun yang kuat, reaksi inflamasi akan lebih hebat dan memicu demam, sedangkan pada

(18)

anak dengan sistem imun yang lemah, reaksi inflamasi tidak adekuat sehingga demam tidak dijumpai. Imunitas anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti status gizi, usia, ada atau tidaknya komorbid lain yang menyebabkan penekanan sistem imun, dll.

Bila dibandingkan dengan kelompok bukan apendisitis akut, demam

secara signifikan lebih sering dijumpai pada kelompok apendisitis akut (nilai p = 0,004).

Jumlah leukosit lebih dari 10.000/mm3

Hasil penelitian ini menunjukkan leukositosis memiliki sensitivitas 77,78 %, spesifisitas 66,67 %, dan akurasi 72,22 % dalam menunjang

diagnosis apendisitis akut pada anak. Berdasarkan tiga buah penelitian terdahulu, jumlah leukosit lebih dari 14.900 – 15.000 sel/µL memiliki akurasi diagnosis apendisitis yang rendah, dengan sensitivitas 19 – 60 %, spesifisitas 44 – 85 %.

Sementara itu, berdasarkan 4 penelitian lain jumlah leukosit lebih dari 10.000 – 10.100 sel/µL memiliki spesifisitas yang rendah (29 – 76 %) tapi

sensitivitas mencapai 92 % (DynaMed, 2013). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa leukositosis tidak akurat untuk mendiagnosis apendisitis akut pada anak. Hal ini karena leukositosis tidak hanya disebabkan oleh apendisitis akut pada anak, tetapi juga disebabkan oleh proses inflamasi dan infeksi lainnya.

(leukositosis) dijumpai pada 77,8 % penderita apendisitis akut pada anak. Hasil penelitian ini tidak jauh

berbeda dengan hasil penelitian Samuel (2002), dimana leukositosis dijumpai pada 81 % penderita apendisitis akut pada anak. Begitu juga penelitian Goldman (2008), dimana leukositosis dijumpai pada 88 % penderita apendisitis akut pada

anak. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa jumlah leukosit meningkat pada 70 – 90 % kasus apendisitis akut.

Peningkatan jumlah neutrofil lebih dari 7.500/mm3 (neutrofilia) 66,7 % penderita apendisitis akut pada anak. Hasil penelitian Samuel (2002) mengemukakan bahwa peningkatan jumlah neutrofil dijumpai pada 80 %

penderita apendisitis akut pada anak. Begitu juga dengan penelitian Goldman (2008), dimana peningkatan jumlah neutrofil dijumpai pada 84 %

(19)

Hasil penelitian ini menunjukkan neutrofilia memiliki sensitivitas 66,67 %, spesifisitas 61,11 %, dan akurasi 63,89 % dalam mendiagnosis

apendisitis akut pada anak. Berdasarkan literatur diketahui bahwa jumlah neutrofil kurang dari 7.500/mm3

Nyeri perut yang bermigrasi dijumpai pada 55,6 % penderita apendisitis akut pada anak. Hasil penelitian ini ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Goldman (2008), dimana nyeri perut yang bermigrasi dijumpai pada 46 % penderita apendisitis akut pada anak. Sedangkan penelitian Samuel (2002) menunjukkan bahwa nyeri perut yang bermigrasi dijumpai pada 80 % penderita apendisitis akut pada anak.

dapat mengeksklusi apendisitis pada anak (level 2 [mid level] evidence) (DynaMed, 2013).

Hasil penelitian ini menunjukkan keluhan nyeri perut yang bermigrasi memiliki sensitivitas 55,56 %, spesifisitas 55,56 %, dan akurasi 55,56 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak. Nyeri perut yang bermigrasi merupakan gejala klasik apendisitis. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa gejala klasik apendisitis hanya dijumpai pada 55 % kasus, yaitu jika apendiks berada di anterior (Lee, 2013). Gejala diawali oleh nyeri perut di periumbilikus yang memberat dalam 24 jam. Nyeri menjadi lebih tajam dan berpindah ke fosa iliaka kanan, lalu menetap (Lee, 2013 dan DynaMed, 2013).

Mual atau muntah dijumpai pada 66,7 % penderita apendisitis akut pada anak. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Goldman (2008), dimana mual atau muntah dijumpai pada 75 % penderita apendisitis akut pada anak. Sedangkan penelitian Samuel (2002) menunjukkan bahwa mual/ muntah dijumpai pada 86 % penderita apendisitis akut pada anak.

Hasil penelitian ini menunjukkan keluhan mual atau muntah memiliki sensitivitas 66,67 %, spesifisitas 27,78 %, dan akurasi 47,22 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak. Mual atau muntah terjadi karena obstruksi apendiks yang terus berlangsung menyebabkan tekanan intraluminal terus meningkat sehingga terjadi distensi apendiks. Distensi apendiks merangsang nyeri viseral yang khas di daerah epigastrik atau periumbilikus karena apendiks dipersarafi oleh pleksus saraf torakal sepuluh (T 10) (Saucier, 2013 dan Minkes, 2013).

(20)

Penurunan nafsu makan dijumpai pada 72,2 % penderita apendisitis akut pada anak. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Goldman (2008) dimana penurunan nafsu makan dijumpai pada 68 % penderita apendisitis akut pada anak. Sedangkan penelitian Samuel (2002) menunjukkan bahwa penurunan nafsu makan dijumpai pada 88 % apendisitis akut pada anak.

Hasil penelitian ini menunjukkan keluhan penurunan nafsu makan memiliki sensitivitas 72,22 %, spesifisitas 38,46 %, akurasi 50 % dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak. Nyeri viseral yang timbul akibat obstruksi apendiks menyebabkan penderita apendisitis akut mual atau muntah sehingga nafsu makan menurun.

Pada nilai PAS > 6, sebanyak 100% subjek penelitian memiliki hasil histologi apendisitis akut, sedangkan pada nilai PAS < 6 terdapat dua subjek penelitian yang setelah diobservasi selama tiga hari tetap memiliki nilai PAS < 6 dan dianggap bukan apendisitis. Nilai > 6 secara signifikan memiliki insidensi apendisitis akut pada anak lebih tinggi daripada nilai PAS < 6 (nilai p = 0,000).

Dengan menggunakan cut-off-point nilai PAS > 6 memiliki sensitivitas 100 %, spesifisitas 83,33 %, dan akurasi 91,67 %. Hasil penelitian ini

sesuai dengan literatur bahwa PAS > 6 yang telah divalidasi memiliki sensitivitas 100 % dan spesifisitas 92 % (Humes et al., 2011). Dua penelitian

prospektif yang mengikutsertakan 588 orang dan 287 orang anak menunjukkan bahwa PAS > 6 memiliki sensitivitas 77 – 88 % dan spesifisitas 65 – 50 % (Schneider et al., 2007 dan Mandeville et al., 2011). Menurut hasil penelitian Wu

et al. (2012) yang mengikutsertakan 1.562 orang anak, nilai PAS > 6 memiliki

sensitivitas 94,9 %, spesifisitas 61,1 %. Menurut hasil penelitian Goulder (2008) nilai PAS > 6 memiliki sensitivitas 87 % dan spesifisitas 59 %. Dapat disimpulkan bahwa PAS > 6 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik bila PAS dilakukan validasi.

Variabel-variabel independen yang dimasukkan ke dalam uji regresi logistik biner adalah variabel yang dari analisis bivariat memiliki nilai p < 0,25 (Dahlan, 2011). Pada penelitian ini, dengan menggunakan uji regresi logistik biner tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai PAS > 6 maupun jenis kelamin; nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat; demam; nyeri perut kuadran kanan

(21)

bawah; leukositosis; serta neutrofilia dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak (nilai p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa nilai PAS > 6 equivalen dengan variabel-variabel lain menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak. Oleh karena itu, tidak dapat dirumuskan persamaan logistik menggunakan variabel-variabel tersebut di atas untuk memprediksi kejadian apendisitis akut pada anak.

Walaupun demikian, nilai PAS > 6 dapat membantu dokter untuk menduga apendisitis akut pada anak karena berdasarkan Fisher’s exact test nilai PAS > 6; nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kejadian apendisitis akut pada anak (nilai p = 0,000). Bila dibandingkan dengan variabel-variabel lain, nilai PAS > 6 memiliki keakuratan yang paling baik dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak (akurasi = 91,67 %) sehingga dapat direkomendasikan sebagai alat untuk menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak secara cepat di unit gawat darurat, terutama pada sarana pelayanan kesehatan primer dimana alat pencitraan seperti ultrasonografi, apendikogram, dan CT-scan tidak tersedia (Satria, 2015). Keputusan akhir untuk mendiagnosis apendisitis akut pada anak berada pada klinisi yang diambil berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Penelitian-penelitian terdahulu belum ada yang meneliti tentang analisis multivariat keakuratan PAS dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak. Namun, analisis multivariat telah dilakukan pada sistem skoring yang serupa, yaitu Alvarado score. Berdasarkan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik pada 232 orang pasien, variabel-variabel pada Alvarado score yang memiliki hubungan signifikan dengan diagnosis apendisitis akut adalah penurunan nafsu makan (nilai p = 0,012), peningkatan jumlah neutrofil segmen > 75 % (nilai p = 0,023), dan nyeri lepas (nilai p = 0,046) sehingga direkomendasikan sebagai prediktor untuk mendiagnosis apendisitis akut pada anak secara cepat di unit gawat darurat (Merhi et al., 2014).

(22)

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan uji regresi logistik biner tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai PAS > 6 maupun jenis kelamin; nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat; demam; maupun nyeri perut kuadran kanan bawah dengan apendisitis akut pada anak (nilai p > 0,05). Berdasarkan analisis multivariat nilai PAS > 6 setara dengan variabel-variabel lain (jenis kelamin, nyeri; nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat; demam; serta nyeri perut kuadran kanan bawah) untuk memprediksi apendisitis akut pada anak. Oleh karena itu, tidak dapat dirumuskan persamaan logistik menggunakan variabel-variabel tersebut di atas untuk memprediksi kejadian apendisitis akut pada anak.

6.2. Saran

Keputusan akhir untuk mendiagnosis apendisitis akut pada anak tetap berada pada klinisi yang dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, umur, suhu  tubuh, jumlah leukosit, jumlah neutrofil dan apendisitis akut pada anak
Tabel 4.2. Hubungan jenis kelamin dengan apendisitis akut pada anak  Jenis Kelamin  Kelompok
Tabel 4.4. Hubungan nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat dengan  apendisitis akut pada anak
Tabel 4.6. Hubungan demam dengan apendisitis akut pada anak  Demam  Kelompok  apendisitis akut   Kelompok bukan apendisitis akut   Total  Ya  Tidak  17 1  9 9  26 10  Total  18  18  36
+5

Referensi

Dokumen terkait

Namun jika hal ini sulit untuk dilaksanakan, artinya jika ke depannya gubernur tetap mempunyai fungsi ganda sebagai kepala daerah dan sekaligus sebagai kepala

Salah satunya adalah melalui gambaran seorang tokoh intelektual Islam yaitu Nurcholish Madjid atau sering disapa Cak Nur yang telah menawarkan sebuah konstruksi paradigma

2.1 Kompetensi diuji dalam lingkungan yang aman 2.2 Pengujian harus sesuai dengan standar perawatan 2.3 Pengujian dilakukan terhadap individu perawat 3.. Pengetahuan

Soenandar, Taryana, Prinsip-prinsip Unidroit Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004 Subekti R.,

Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang pernah digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu Imron (2000) untuk meneliti konsep diri pasien fraktur ekstremitas bawah

Wawancara dilakukan untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar, metode dan model pembelajaran yang digunakan, kondisi siswa dalam proses pembelajaran,

Dan nilai koefisien determinasi ( R Square) sebesar 0.528 dengan kata lain hal ini menunjukkan bahwa besar persentase variasi hasil belajar yang bisa dijelaskan oleh