• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERADAAN BEBERAPA VIRUS DAN EFISIENSI TULAR BENIH Squash mosaic virus PADA CUCURBITACEAE SUSANTI MUGI LESTARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBERADAAN BEBERAPA VIRUS DAN EFISIENSI TULAR BENIH Squash mosaic virus PADA CUCURBITACEAE SUSANTI MUGI LESTARI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERADAAN BEBERAPA VIRUS DAN EFISIENSI TULAR

BENIH Squash mosaic virus PADA CUCURBITACEAE

SUSANTI MUGI LESTARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

SUSANTI MUGI LESTARI. Keberadaan Beberapa Virus dan Efisiensi Tular Benih Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae. Dibimbing oleh ENDANG NURHAYATI.

Virus-virus pada tanaman Cucurbitaceae dapat menyebabkan kegagalan panen dan kerugian ekonomi yang tinggi. Salah satu virus yang terdapat pada Cucurbitaceae dan terbawa benih adalah Squash mosaic virus. SqMV berbahaya karena dapat menyebabkan kerugian yang sangat tinggi dan menjadi penghambat bagi negara penanam Cucurbitaceae seperti Indonesia. Pengujian keberadaan Cucumber mosaic virus (CMV), Squash mosaic virus (SqMV), Watermelon mosaic virus-2 (WMV-2), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV), dan Tobacco ringspot virus (TRSV) pada sampel daun dan benih Cucurbitaceae dilakukan dengan menggunakan metode Indirect-ELISA. Pengujian bobot molekul virus dilakukan menggunakan metode Western blot. Benih Cucurbitaceae berasal dari distributor benih dan dari tanaman sakit. Sampel Cucurbitaceae hasil survei terinfeksi secara tunggal atau ganda oleh CMV, SqMV atau ZYMV. Benih Cucurbitaceae yang berasal dari distributor benih terinfeksi oleh SqMV dan ZYMV. SqMV ditemukan pada 13.3% benih oyong dan semangka, 33.3% benih zucchini, 73.3% benih kabocha, dan 100% benih mentimun dan melon. ZYMV hanya ditemukan pada benih oyong dan zucchini berturut-turut 13.3% dan 26.67%. SqMV ditemukan pada biji mentimun, oyong, dan melon yang berasal dari benih tanaman sakit berturut-turut pada 93.3%, 100%, dan 100% benih. Bobot molekul SqMV 45 kDa dan 69 kDa. SqMV telah berada di Jawa Barat. Oleh karena itu status SqMV sebagai OPTK A1 golongan 1 perlu ditinjau kembali.

(3)

KEBERADAAN BEBERAPA VIRUS DAN EFISIENSI TULAR

BENIH Squash mosaic virus PADA CUCURBITACEAE

SUSANTI MUGI LESTARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Keberadaan Beberapa Virus dan Efisiensi Tular Benih Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae

Nama Mahasiswa : Susanti Mugi Lestari

NRP : A34070029

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS NIP 19610430 198603 2 001

Diketahui, Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc NIP 19640204 199002 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 25 Mei 1989 dari pasangan Bapak Sutarno dan Ibu Supriyati sebagai anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis pernah menempuh pendidikan di SMA N 2 Purwokerto pada tahun 2004-2007. Setelah penulis lulus dari SMA, penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menempuh pendidikan di SMA, penulis aktif dalam kegiatan Palang Merah Remaja (PMR) dan Organisasi Kerohanian Islam (Rohis). Pada masa kuliah dan menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) pada masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) tahun 2007-2008. Setelah penulis masuk Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, penulis aktif dalam kegiatan Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) pada tahun 2008-2009, Biro Perwakilan Angkatan Departemen Proteksi Tanaman (BPA Himasita) pada tahun 2009-2011 dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM-A) pada tahun 2010-2011. Selama masa belajar di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2009 dan beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) tahun 2009-2011.

Penulis menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Entomologi Umum pada tahun 2010 dan mata kuliah Dasar-Dasar Proteksi Tanaman pada tahun 2011.

(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Keberadaan Beberapa Virus dan Efisiensi Tular Benih Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae” dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan sarjana di IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai bulan September 2011.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, bantuan, waktu, motivasi, nasihat, saran dan kritiknya. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Dra. Dewi Sartiami, MSi selaku dosen penguji tamu. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Djoko Prijono, MAgr. Sc selaku dosen mata kuliah Teknik Penyajian Ilmiah yang telah memberikan bimbingan dalam teknik penulisan laporan penelitian. Terima kasih juga ditujukan kepada seluruh staf pengajar Departemen Proteksi Tanaman atas bimbingan mereka selama penulis melaksanakan pendidikan di Departemen Proteksi Tanaman.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orang tua tersayang: Bapak Sutarno dan Ibu Supriyati, serta adik tersayang Dwi Susanto yang telah memberikan dukungan, motivasi, perhatian, kepercayaan, dan nasihatnya selama ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ir. Yoyo Sulyo, MS, Mbak Laily Qodariyah dan Erniawati Diningsih, SP. MSi. yang telah banyak membantu selama proses penelitian di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung, Cianjur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr. Sc dan Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc atas diskusinya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tuti Susanti Legiastuti, SSi dan Pak Edi yang telah banyak membantu dalam proses penelitian di Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB.

Penulis ucapkan terima kasih pula kepada Nita Diansari yang telah menemani penulis dalam suka dan duka. Terima kasih disampaikan kepada teman-teman angkatan 44 yang melakukan penelitian di Laboratorium Virologi Tumbuhan: Erika, Sherli, Fitriani, Harwan, Rita, Shora, Rizki, dan Vanty atas semangat dan bantuannya serta kepada teman-teman angkatan 44 DPT lain atas semangat dan persahabatannya selama di IPB. Terima kasih diucapkan pula kepada kakak-kakak Pasca Sarjana (S2 dan S3) yang melaksanakan penelitian di Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB atas diskusi dan motivasinya. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman di Kos Wardatul Jannah atas kebersamaanya selama di Bogor.

Akhir kata, penulis berharap penelitian ini bermanfaat untuk semua pihak yang terkait dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011 Susanti Mugi Lestari

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Manfaat Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Cucurbitaceae ... 4

Virus Mosaik Utama pada Cucurbitaceae ... 5

Cucumber mosaic virus (CMV) ... 6

Tobacco ringspot virus (TRSV) ... 7

Watermelon mosaic virus (WMV) ... 8

Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) ... 10

Squash mosaic virus (SqMV) ... 11

Deteksi Virus ... 13

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ... 13

Western Blotting ... 14

Pemurnian Virus ... 15

BAHAN DAN METODE ... 17

Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Lokasi Pengambilan Sampel Tanaman Sakit ... 17

Deteksi Virus dengan Indirect-Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (I-ELISA) ... 17 Pengujian Benih ... 18 Pemurnian Virus ... 19 Perbanyakan Inokulum SqMV ... 20 Pemurnian SqMV ... 20 Western Blotting ... 21

Analisis Protein dengan Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacry lamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) ... 22

(8)

vii

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Cucurbitaceae di Lapangan ... 25

Keberadaan Beberapa Virus pada Tanaman Cucurbitaceae ... 26

Keberadaan Virus Terbawa Benih dari Distributor Benih ... 27

Infeksi SqMV pada Beberapa Tanaman Cucurbitaceae di Rumah Kaca ... 29

Berat Molekul Protein Selubung SqMV ... 33

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Keberadaan beberapa virus pada tanaman Cucurbitaceae di

lapangan ... 27 2 Keberadaan SqMV dan ZYMV pada benih beberapa tanaman

Cucurbitaceae yang berasal dari distributor benih ... 28 3 Keberadaan SqMV pada benih mentimun, melon dan oyong

dari tanaman terinfeksi SqMV yang dipelihara dari benih sakit

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Gejala tanaman Cucurbitaceae dari lapangan ... 26 2 Gejala pada beberapa tanaman Cucurbitaceae yang berasal dari

benih terinfeksi SqMV ... 31 3 Hasil analisis protein selubung SqMV menggunakan SDS-

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Nilai absorbansi ELISA sampel dari lapangan ... 40 2 Nilai absorbansi ELISA daun mentimun dan oyong untuk

pengujian benih ... 41 3 Nilai absorbansi ELISA daun melon dan zucchini untuk

pengujian benih ... 42 4 Nilai absorbansi ELISA daun kabocha dan semangka untuk

pengujian benih ... 43 5 Nilai absorbansi ELISA SqMV terbawa benih dari buah

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai spesies Cucurbitaceae atau labu-labuan telah dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber pangan dan produk berguna yang penting selama lebih dari 10 000 tahun (Rubatzky & Yamaguchi 1997). Pemanfaatan produk Cucurbitaceae tersebut diantaranya dimakan sebagai buah segar, digunakan sebagai sayuran atau digunakan untuk keperluan lain (Tjitrosoepomo 2002). Cucurbitaceae yang banyak dibudidayakan di Indonesia terdiri dari tanaman buah dan sayur. Tanaman tersebut antara lain semangka, melon, labu, oyong, pare dan mentimun (Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian RI 2011).

Produksi tanaman Cucurbitaceae di Indonesia tergolong cukup tinggi. Pada tahun 2009 produksi mentimun sebesar 583 139 ton, labu siam 321 023 ton, melon 85 861 ton, dan semangka 474 327 ton. Rata-rata produksi mentimun sebesar 10.39 ton/ha, labu siam 27.86 ton/ha, melon 18.56 ton/ha, dan semangka 14.33 ton/ha (Direktorat Jendral Hortikultura Kementerian Pertanian 2009).

Proses budidaya tanaman Cucurbitaceae seringkali mengalami banyak gangguan, salah satunya adalah dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT). OPT tersebut terdiri dari hama dan patogen tanaman. Patogen tanaman yang menyerang Cucurbitaceae adalah dari golongan bakteri, cendawan, virus, nematoda (Rubatzky & Yamaguchi 1997), fitoplasma, dan viroid (Provvidenti 1996). Di antara patogen tersebut, virus merupakan patogen yang sulit untuk dikendalikan dan sangat merusak (Provvidenti 1996). Virus dapat menyebabkan tanaman mengalami kehilangan hasil dan penurunan kualitas yang sangat tinggi di berbagai belahan dunia. Tanaman yang terinfeksi virus dapat menunjukkan gejala yang berbeda-beda, tetapi biasanya daun menguning (daun mengalami belang-belang), perubahan bentuk daun (keriting), dan pertumbuhan menyimpang lainnya (kerdil, bentuk bunga atau buah tidak normal) (Adam & Antoniw 2005). Selain itu, tanaman mengalami penurunan pertumbuhan (penurunan hasil dan gagal panen), penurunan kualitas dan nilai jual buah (kerusakan daya tarik, ukuran, bentuk, warna, rasa, dan tekstur) (Hull 2002).

(13)

2 Sekitar 32 virus berbeda telah dilaporkan oleh Provvidenti (1996) sebagai virus yang dianggap penting secara ekonomi yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae di dunia. Virus-virus utama yang menginfeksi Cucurbitaceae antara lain Cucumber mosaic virus (CMV), Papaya ringspot virus (PRSV), Squash mosaic virus (SqMV), Watermelon mosaic virus (WMV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) (Koklu & Yilmaz 2005; Coutts & Jones 2005; Jossey & Babadoost 2008), dan Tobacco ringspot virus (TRSV) (Babadoost 1999; Jossey & Babadoost 2008).

SqMV sebagai salah satu virus utama pada Cucurbitaceae merupakan virus yang terbawa benih (Nolan & Campbell 1984) sehingga memungkinkan penyebarannya ke suluruh dunia (Campbell 1971). Selain itu, transmisi SqMV dapat terjadi secara mekanis dan melalui serangga (Coutts 2006). SqMV yang ditransmisikan melalui benih sangat berbahaya karena menjadi sumber inokulum primer (Agarwal & Sinclair 1997) sehingga bibit akan terinfeksi dan dapat menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi. Selain itu, SqMV terbawa benih dapat menyebabkan perubahan bentuk buah, mengurangi bobot buah, dan mengurangi tingkat perkecambahan biji (Powell et al. 1970).

Menurut Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian RI (2009), SqMV dikategorikan sebagai organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) kategori A1 golongan 1. OPTK A1 yaitu jenis-jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina yang belum terdapat di dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Kepmentan No. 38 Tahun 2006), sedangkan OPTK golongan 1 adalah OPTK yang tidak dapat dibebaskan dari media pembawa dengan cara perlakuan (Permentan No. 09 Tahun 2009). Padahal menurut penelitian Aulia (2004) di Bogor, SqMV telah menginfeksi beberapa tanaman Cucurbitaceae baik secara tunggal maupun bersamaan dengan virus-virus lain. Tanaman Cucurbitaceae yang telah diteliti dan terinfeksi SqMV antara lain mentimun terinfeksi ganda oleh SqMV dan CMV, oyong terinfeksi oleh SqMV, ZYMV dan TRSV secara bersamaan, dan labu siam terinfeksi ganda oleh SqMV dan ZYMV.

Di Indonesia belum ada penelitian tentang SqMV secara menyeluruh, sehingga perlu dilakukan adanya identifikasi lebih rinci. Apalagi menurut Akin (2006), identifikasi virus sebagai penyebab penyakit merupakan faktor kunci yang

(14)

3 menentukan keberhasilan pengendalian di lapangan. Identifikasi berdasarkan gejala kasat mata sering tidak cukup untuk menentukan virus penyebab penyakit karena gejala dapat disebabkan oleh infeksi campuran dari beberapa virus atau virus yang berbeda dapat menimbulkan gejala yang sama. Identifikasi virus dapat dilakukan berdasarkan beberapa hal yaitu identifikasi berdasarkan sifat hayati dan bentuk virion yang dapat dilakukan berdasarkan gejala dan kisaran tanaman inang, kekhasan virion, dan mikroskop elektron. Cara identifikasi yang lain dapat dilakukan berdasarkan sifat molekul virus. Oleh karena itu, penelitian mengenai sifat-sifat SqMV perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Mengetahui keberadaan beberapa virus pada beberapa tanaman Cucurbitaceae dan mengetahui beberapa sifat SqMV.

Manfaat Penelitian

Memberikan informasi tentang virus-virus yang ada pada beberapa tanaman Cucurbitaceae, mengetahui tipe gejala SqMV pada beberapa tanaman Cucurbitaceae, sifat SqMV sebagai patogen tular benih, dan mengetahui beberapa sifat SqMV.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Cucurbitaceae

Cucurbiteceae atau tanaman pertanian yang merambat termasuk dalam tanaman sayuran penting (Wehner & Maynard 2003). Cucurbitaceae adalah tanaman herba/terna setahun (Crase 2011), jarang sekali berupa semak atau perdu (Tjitrosoepomo 2002), sebagian besar merambat atau menjalar, biasanya dengan sulur yang berada pada node atau buku-buku (Crase 2011). Sulur atau alat-alat pembelit merupakan metamorfosis cabang, dahan atau kadang-kadang daun penumpu (Tjitrosoepomo 2002). Tanamannya memiliki satu ujung atau bercabang (Crase 2011).

Tanaman Cucurbitaceae biasanya monoecious (bunga jantan dan bunga betina terpisah) (Wehner & Maynard 2003). Daunnya berseling, berdaun muda pada tangkai, biasanya berlekuk. Bunganya sebagian besar uniseksual/berkelamin tunggal, biasanya aktinomorf. Kelopak bunganya sebagian besar berjumlah 5 buah dan berlekuk, mahkota bunganya berjumlah 5 dan berlekuk atau bebas, mahkota bunga pada bunga jantan berbeda dengan mahkota bunga pada bunga betina. Benang sarinya berjumlah 5 dan berselang (Crase 2011). Benang sari jarang bebas, kebanyakan berlekatan satu sama lain. Bakal buahnya tenggelam, kebanyakan beruang tiga, masing-masing ruang terdapat dua tembuni yang membengkok keluar dengan sejumlah besar bakal biji (adakalanya hanya satu), masing-masing dengan dua selaput kulit biji. Buahnya pada umumnya berupa buah buni, jarang seperti buah kendaga (Tjitrosoepomo 2002). Biji yang dihasilkan berjumlah satu sampai banyak, biasanya berdekatan, kadang-kadang tepian biji melebar, permukaannya halus atau bermacam-macam, memiliki embrio yang besar, dan tidak memiliki endosperma (Crase 2011). Buahnya memiliki bentuk yang bermacam-macam dan buah khususnya disebut labu. Tanaman Cucurbitaceae membutuhkan serangga, terutama lebah untuk membantu penyerbukan (Wehner & Maynard 2003).

Taksonomi Famili Cucurbitaceae adalah sebagai berikut: Kingdom Plantae, Filum Magnoliophyta, Klas Magnoliopsida, Ordo Cucurbitales, Famili Cucurbitaceae. Famili Cucurbitaceae terbagi menjadi dua subfamili yaitu

(16)

5 Zanonioideae dan Cucurbitoideae. Subfamili Cucurbitoideae terdiri dari tanaman-tanaman yang berguna sebagai bahan makanan (Deyo & O‟malley 2008). Famili Cucurbitaceae mencakup kurang lebih 120 genus dan lebih dari 900 spesies yang tersebar di daerah tropis dan subtropis di Afrika, Asia, Australia, dan Amerika (Crase 2011). Cucurbitaceae terbagi menjadi beberapa tribe antara lain Melothriae (mentimun dan melon), Joliffieae (melon pahit), Benincaseae (semangka, labu lilin), Cucurbiteae (labu), dan Sicyeae (labu siam) (Wehner & Maynard 2003).

Beberapa spesies tanaman yang termasuk dalam famili Cucurbitaceae antara lain semangka (Citrullus lanatus), mentimun (Cucumis sativus), melon (Cucumis melo), squash, waluh, zucchini (Cucurbita pepo), labu besar (Cucurbita maxima), paria (Momordica charantia), dan labu siam (Sechium edule) (Rubatzky & Yamaguchi 1997), waluh (Cucurbita moschata), oyong (Luffa acutangula), labu air (Legenaria leucantha), beligo (Benincasa hispida), paria belut (Trichosanthes anguina) (Tjitrosoepomo 2002).

Virus Mosaik Utama pada Cucurbitaceae

Banyak virus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae dan menyebabkan mosaik (Babadoost 1999). Virus penyebab mosaik utama yang menginfeksi Cucurbitaceae yaitu Cucumber mosaic virus (CMV), Papaya ringspot virus (PRSV), Squash mosaic virus (SqMV), Watermelon mosaic virus (WMV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) (Coutts dan Jones 2005; Jossey dan Babadoost 2008), dan Tobacco ringspot virus (TRSV) (Babadoost 1999; Jossey & Babadoost 2008).

Virus penyebab mosaik utama pada Cucurbitaceae menyebabkan gejala belang pada daun yang disebut mosaik. Karakter mosaik adalah akibat adanya warna yang bercampur antara warna hijau normal dan hijau muda atau kekuningan pada tanaman yang terinfeksi virus. Gejala mosaik dapat berkisar dari ringan ke berat dan dapat dilihat pada daun dan buah. Tanaman yang lebih muda saat terinfeksi menunjukkan gejala yang lebih berat. Pada beberapa kejadian, tanaman yang terinfeksi pada masa persemaian dapat rebah dan mati. Tanaman yang terinfeksi pada masa pembungaan dapat tidak menghasilkan buah atau buah muda dapat gugur. Bila tanaman lebih tua saat terinfeksi, tanaman

(17)

6 tersebut tidak menunjukkan gejala yang berat dan dapat menghasilkan buah. Gejala pada buah dapat berkisar dari warna yang tidak kentara sampai perubahan bentuk yang hebat. Tanaman biasa terinfeksi oleh dua atau lebih virus dan menyebabkan gejala yang lebih berat daripada tanaman yang hanya terinfeksi oleh satu virus. Infeksi virus penyebab mosaik utama pada Cucurbitaceae sulit untuk dibedakan hanya berdasarkan gejala (Nameth 2002).

Cucumber Mosaic Virus (CMV)

CMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Bromoviridae, Genus Cucumovirus. CMV terdiri dari tiga partikel berbentuk bulat yang masing-masing memiliki diameter 28 nm. Asam nukleat CMV terdiri dari tiga RNA utas tunggal fungsional yang terenkapsidasi dalam tiga partikel (Zitter & Murphy 2009).

Inang CMV sangat luas dan telah dilaporkan mencapai lebih dari 1200 spesies dan lebih dari 100 famili tanaman monokotil dan dikotil, termasuk sayuran, tanaman hias, tanaman berkayu dan herba (Zitter & Murphy 2009). CMV dapat ditransmisikan dengan mudah secara mekanis, terbawa benih pada 19 spesies tanaman, dan oleh lebih dari 80 spesies kutudaun (Hemiptera: Aphididae) sebagai vektor termasuk Myzus persicae dan Aphis gossypii yang mentransmisikan CMV secara nonpersisten (Provvidenti 1996; Zitter & Murphy 2009), serta dapat ditransmisikan melalui tali putri yaitu lebih dari 10 spesies Cuscuta sp. (Francki et al. 1979).

CMV menyebabkan infeksi sistemik pada sebagian besar inang yang terinfeksi tetapi dapat tidak bergejala seperti pada alfalfa. Intensitas gejala CMV pada tanaman terinfeksi dapat sangat berbeda-beda tergantung tanaman, umur tanaman saat infeksi terjadi (Zitter & Murphy 2009), dan kondisi lingkungan (Provvidenti 1996). CMV dapat menginfeksi tanaman pada saat baru tumbuh sampai fase generatif dan jarang menginfeksi bibit, tetapi bila terjadi maka kotiledon akan menguning dan layu (Provvidenti 1996).

CMV dapat menyebabkan mosaik pada tanaman monokotil dan dikotil, antara lain tanaman Cucurbitaceae, tanaman hias, rumput, tanaman berkayu dan semak-semak, serta menyebabkan kaku pada tomat (Provvidenti 1996). Pada Cucurbitaceae, CMV dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil (Francki et al.

(18)

7 1979; Provvidenti 1996; Babadoost 1999), mosaik kuning yang nyata pada daun, perubahan bentuk daun, pengurangan ukuran daun dan pengurangan ruas batang yang nyata (Francki et al. 1979; Babadoost 1999). Pada tanaman Cucurbitaceae muda, gejala sistemik berupa pengeritingan daun, mosaik, dan perubahan ukuran daun (Provvidenti 1996; Babadoost 1999). Bunga tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi CMV dapat mengalami ketidaknormalan dan mahkotanya berwarna kehijauan (Provvidenti 1996), bahkan dapat mengalami gugur bunga (Francki et al. 1979). Gejala berat oleh CMV sebagian besar terjadi pada summer squash, labu, dan melon sedangkan gejala ringan terjadi pada mentimun, winter squash, dan semangka (Provvidenti 1996). Buah yang terinfeksi CMV dapat berubah bentuk, berukuran kecil (Provvidenti 1996), berwarna kuning, kasar di ujung atau pangkal dan berasa pahit (Babadoost 1999).

Tobacco Ringspot Virus (TRSV)

TRSV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Comoviridae, Genus Nepovirus (ICTVdB 2002b). Partikel TRSV berbentuk bulat dengan diameter 28 nm. Asam nukleat TRSV terdiri dari sebuah RNA utas tunggal dengan genom ganda (Provvidenti 1996).

TRSV memiliki banyak strain dan dapat menginfeksi semua sayuran Cucurbitaceae. Virus ini memiliki inang yang luas yaitu lebih dari 260 spesies tanaman yang termasuk dalam 54 famili. TRSV dapat menginfeksi berbagai tanaman budidaya dan rumput-rumputan (Babadoost 1996).

Transmisi TRSV terjadi melalui vektor nematoda Xiphinema americanum baik stadium larva maupun stadium dewasa (Babadoost 1996). Vektor lain yang dapat mentransmisikan TRSV tetapi kurang efisien adalah tungau (Tetranychus sp.), thrips (Thrips tabaci), belalang (Melanoplus sp.), kutu tembakau (Epitrix hirtipennis), dan kutudaun (Aphis gossypii dan Myzus persicae). TRSV juga dapat ditransmisikan melalui benih, biasanya terjadi pada kacang kedelai, petunia, Gomphrena globosa, dan Nicotiana glutinosa tetapi jarang terjadi pada tembakau, labu, mentimun, melon, dan selada (Smith & Vancouver 1970). Selain itu, transmisi TRSV di lapangan juga terjadi secara mekanis melalui pemotongan daun dan gesekan antara tanaman terinfeksi dan

(19)

8 tanaman sehat. Infeksi TRSV pada serbuk sari squash dapat menyebabkan tanaman sehat lain terinfeksi (Babadoost 1999).

Gejala pada tanaman yang terinfeksi oleh TRSV adalah terjadi bercak cincin/ringspot pada tembakau, mentimun, lili, iris, dan blueberry. Gejala lain adalah hawar pucuk pada kacang kedelai dan klorosis atau bercak nekrosis pada berbagai tanaman setahun maupun tahunan (Smith & Vancouver 1970).

Infeksi TRSV pada melon dapat menyebabkan kekerdilan dengan daun yang berwarna kuning kehijauan, belang dan berubah bentuk. Halo dapat terjadi pada daun muda yang terinfeksi. Selain itu, biasanya muncul bercak cincin pada daun dan terjadi pengurangan produksi dan ukuran buah melon. Tanaman semangka yang terinfeksi TRSV menjadi kerdil dan menguning, pucuk tanaman menjadi kaku, daun mengalami belang kasar dan bercak hitam tak beraturan seperti bercak antraknosa. Infeksi TRSV yang hebat pada tanaman semangka dapat menyebabkan daun sobek dan rapuh. Tanaman semangka yang terinfeksi virus ini dapat tidak berbuah, bila berbuah biasanya kecil dan seperti terdapat tetesan cairan pada permukannya. Pada buah labu biasanya berkembang bercak cincin konsentris. Squash yang terinfeksi TRSV terjadi kekerdilan tanaman yang hebat, perubahan bentuk daun dengan adanya pelepuhan dan penguningan tulang daun, serta adanya bercak cincin. Gejala dapat menjadi ringan dan dapat menjadi hilang pada tanaman squash tua. Gejala pada squash berlangsung lebih lama dibanding sayuran Cucurbitaceae lain. Pada tanaman mentimun muda yang terinfeksi TRSV, muncul bercak kuning kecil pada daun dan pada daun muda terjadi belang seperti infeksi akibat CMV. Buah pada mentimun tersebut terjadi belang bila terjadi peningkatan suhu dan pertumbuhan tanaman yang sangat cepat (Babadoost 1999).

Watermelon Mosaic Virus (WMV)

WMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Potyviridae, Genus Potyvirus (ICTVdB 2002c). Partikel WMV berbentuk batang memanjang, bersifat lentur dengan panjang 730 sampai 765 nm (ICTVdB 2002c). Asam nukleat WMV adalah RNA utas tunggal (Provvidenti 1996). WMV terdiri dari dua strain yaitu WMV-1 (sama dengan PRSV-W) dan WMV-2. WMV-1

(20)

9 menginfeksi 38 spesies Famili Cucurbitaceae sedangkan WMV-2 menginfeksi Cucurbitaceae dan beberapa tanaman lain seperti alfalfa, semanggi merah, kacang polong (Babadoost 1999) dan berbagai spesies Leguminosae (Provvidenti 1996). Strain virus tidak dapat dibedakan berdasarkan gejala yang muncul pada Cucurbitaceae (van Regenmortel 1971) tetapi dapat dibedakan berdasarkan uji serologi, kisaran inang dan tanaman indikator (Babadoost 1999).

Transmisi WMV terjadi secara nonpersisten oleh lebih dari 20 spesies vektor kutudaun (Provvidenti 1996). Kutudaun yang dapat menjadi vektor antara lain Myzus persicae (van Regenmortel 1971; Provvidenti 1996; Wakman et al.

2002), Aphis gossypii, A. fabae (van Regenmortel 1971), A. craccivora, A. spiraecola, Aulacortum solani, Macrosiphum euphorbiae, dan Toxoptera

citricida (Provvidenti 1996). Selain itu, transmisi WMV dapat terjadi secara mekanik (van Regenmortel 1971; Wakman et al. 2002).

Infeksi WMV dapat menyebabkan gejala pada semua bagian tanaman (Babadoost 1999). Gejala yang terjadi tergantung pada umur tanaman saat infeksi terjadi (Babadoost 1999), spesies tanaman, kultivar tanaman, strain virus dan kondisi lingkungan (Provvidenti 1996). Gejala yang ditimbulkan oleh WMV pada tanaman terinfeksi adalah mosaik sistemik hijau-hijau kuning, akumulasi warna hijau sepanjang tulang daun (vein banding), perubahan bentuk daun, bunga menjadi tidak normal dengan mahkota yang tidak berkembang atau membuka secara tidak sempurna. Bunga yang tidak normal sebagian besar melipat dan tidak menghasilkan buah (Wakman et al. 2002). Semangka dan melon yang terinfeksi WMV menjadi kerdil dengan daun berwarna hijau muda-kuning, melepuh, terjadi perubahan bentuk daun, dan menguning. Pada melon yang terinfeksi saat masih muda, tanamannya menjadi kerdil dan menghasilkan sedikit buah. Buah semangka yang terinfeksi WMV dapat berukuran kecil, bentuk tidak teratur, dan terjadi belang-belang. Tanaman squash yang terinfeksi WMV dapat berubah bentuk dari ringan hingga berat. Daun squash sakit mengalami belang hijau muda-kuning, berubah bentuk, mengerut, atau melepuh. Tulang daun squash suatu waktu dapat berubah dari bentuk normal menjadi bergelombang atau berkerut. Tanaman mentimun yang terinfeksi WMV menunjukkan gejala mosaik

(21)

10 hijau-hijau tua pada daun, buah menjadi kecil, berlekuk-lekuk, dan benjol-benjol (Babadoost 1999).

Zucchini Yellow Mosaic Virus (ZYMV)

ZYMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Potyviridae, Genus Potyvirus (ICTVdB 2002d). Partikel ZYMV berbentuk batang memanjang bersifat lentur dengan panjang sekitar 750 nm. Asam nukleat ZYMV adalah RNA utas tunggal (Provvidenti 1996).

ZYMV dapat menginfeksi beberapa spesies tanaman yang termasuk dalam Famili Aizoaceae, Amaranthaceae, Apiaceae, Chenopodiaceae, Fabaceae, Lamiaceae, Ranunculaceae, Scrophulariaceae, Solanaceae, dan Cucurbitaceae. Namun, sangat sedikit informasi tentang tanaman yang menjadi inang sepanjang musim dari virus ini (Provvidenti 1996).

Transmisi ZYMV terjadi melalui vektor kutudaun Myzus persicae, Aphis gossyipii (Coutts 2006), A. citricola, dan Macrosiphum euphorbiae (Provvidenti 1996). Selain itu, ZYMV juga dapat ditransmisikan secara mekanis (Provvidenti 1996) dan melalui benih (Provvidenti 1996; Tobias et al. 2008).

Infeksi ZYMV terutama terjadi pada squash, melon dan semangka. Gejala infeksi ZYMV pada tanaman tersebut adalah mosaik kuning yang hebat pada daun, perubahan bentuk daun, pelepuhan, perubahan ukuran daun menjadi kecil, dan tanaman menjadi kerdil. Pada buah labu dan squash, infeksi ZYMV menyebabkan perubahan warna dan benjol-benjol yang menyebabkan perubahan bentuk buah (Provvidenti 1996; Tobias et al. 2003; Coutts 2006). Buah melon dan semangka yang terinfeksi ZYMV mengalami perubahan bentuk dan retak secara memanjang dan melingkar. Selain itu, biji yang dihasilkan mengalami pengurangan jumlah dan perubahan bentuk. Gejala yang ditimbulkan infeksi ZYMV pada tanaman Cucurbitaceae dapat menyerupai gejala infeksi PRSV-W, tergantung strain yang menginfeksi. Di daerah tropis, ZYMV biasanya berhubungan erat dengan PRSV-W atau WMV-2. Secara serologi, ZYMV berhubungan erat dengan WMV-2 (Provvidenti 1996).

(22)

11 Squash Mosaic Virus (SqMV)

SqMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Comoviridae, Genus Comovirus (Bruening 1978; ICTVdB 2002a). SqMV berbentuk bulat, memiliki dua protein selubung/polipeptida yaitu L (large) dan S (small) (Bruening 1978), dan memiliki diameter partikel sebesar 28 sampai 30 nm (Lastra & Munz 1969). Asam nukleat SqMV adalah dua molekul RNA utas tunggal (Bruening 1978). Menurut (Campbell 1971), partikel SqMV terdiri dari tiga tipe yaitu top (T), middle (M), dan bottom (B) dengan bobot molekul 45 kDa (T), 61 kDa (M), dan 69 kDa (B). SqMV terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok I dan kelompok II. Kelompok I menginfeksi semangka, menyebabkan gejala yang berat pada melon tetapi menyebabkan gejala ringan pada labu-labuan sedangkan kelompok II tidak menginfeksi semangka, hanya menyebabkan gejala ringan pada melon dan menyebabkan gejala berat pada labu-labuan (Babadoost 1999).

SqMV dapat ditransmisikan melalui benih (Kemp et al. 1972; Nolan & Campbell 1984; Dikova & Hristova 2002). Alvarez & Campbell (1978) menyatakan bahwa keberadaan SqMV pada biji melon (Cucumis metuliferus) terdapat pada kulit biji, integumen, dan embrio.

Transmisi SqMV dapat juga terjadi secara mekanis dan oleh serangga secara nonpersisten (Rosemeyer et al. 1986). Berdasarkan data ICTVdB (2002a), vektor yang dapat mentransmisikan SqMV adalah berbagai kumbang yang termasuk dalam Famili Chrysomellidae yakni Acalymma trivittata, A thiemei, Diabrotica undecimpunctata, dan D. bivittula serta kumbang yang termasuk dalam Famili Coccinellidae yaitu Epilachna chrysomelina dan E. paenulata. Diperoleh informasi pula bahwa SqMV tidak dapat ditransmisikan oleh kutudaun Myzus persicae (Lockhart et al. 1982).

Kumbang mentimun dapat menjadi infektif setelah menghisap tanaman terinfeksi hanya sekitar 5 menit dan dapat mentransmisikan virus antar tanaman kira-kira 4 sampai 20 hari tergantung spesies kumbang mentimun. Kumbang mentimun mentransmisikan virus dengan mengeluarkan cairan yang dihisap (Babadoost 1999). Kumbang mentimun tersebut memiliki periode laten kurang dari 10 jam. Waktu inokulasi virus kurang dari 24 jam. Multiplikasi virus pada vektor belum pernah dilaporkan (Campbell 1971).

(23)

12 Kisaran inang SqMV tergolong sempit, terbatas pada Famili Cucurbitaceae yang sebagian besar spesiesnya rentan (Campbell 1971). Menurut data ICTVdB (2002a) SqMV juga menginfeksi tanaman famili lain yaitu Chenopodiaceae dan Leguminosae.

Gejala pada tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi oleh SqMV adalah pada daun muda mengalami pemucatan tulang daun dan bercak kuning. Daun yang terinfeksi cenderung menangkup ke atas berbentuk seperti mangkuk dan berwarna hijau tua-hijau muda. Daun dapat berubah bentuk, mengeriting, dan mengalami pemucatan tulang daun. Pada bagian bawah tanaman dapat mengalami pertumbuhan cabang vegetatif yang berlebihan. Daun pertama mentimun yang terinfaksi SqMV dapat mengalami bercak kuning yang diikuti penguningan dan pengerutan tulang daun serta daun muda dapat mengeriting dan menangkup ke atas. Pada melon yang terinfeksi SqMV, tulang daunnya mengalami pemucatan yang diikuti oleh belang, bercak kuning dan pengerutan tulang daun. Selain itu, daun tanaman melon dapat mengalami garis-garis kuning, bercak kuning atau secara umum terjadi penguningan tulang daun (Babadoost 1999). Pada persemaian tanaman Cucurbitaceae, SqMV dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan belang pada daun. Tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi setelah dewasa, tepi daunnya mengalami perubahan bentuk, pemucatan tulang daun dan terjadi mosaik ringan hingga berat (Coutts 2006). Buah pada tanaman yang terinfeksi SqMV dapat mengalami belang (Coutts 2006), perubahan bentuk dan bergelombang (Babadoost 1999; Campbell 1971).

SqMV sebagai salah satu virus yang menginfeksi Cucurbitaceae telah menyebar di berbagai belahan dunia. SqMV dilaporkan pertama kali pada tahun 1916 oleh McClintock di Arizona (McClintock 1916 dalam Nelson et al. 1973). Di Amerika, penyebaran SqMV meliputi Argentina, Brazil, Kanada (Ontario), Honduras,Jamaika,Mexico,Montserrat,USA,dan Venezuela. Di Eropa, sebaran SqMV berada di Yunani, Italia, dan Belanda. Di Asia, SqMV sudah menyebar di Bangladesh, China, India, Iran, Israel, Jepang, Yordania, Kazakhstan, Libanon, Filipina, dan Yaman. Di Afrika, SqMV menyebar di Mesir dan Marocco (CABI 2007). Selain itu, SqMV juga sudah berada di Selandia Baru (CABI 2007), Australia Utara dan Australia Barat (Coutts & Jones 2005; Coutts 2006).

(24)

13 Deteksi Virus

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Sejak tahun 1971, enzim digunakan untuk meningkatkan kemampuan deteksi reaksi antara antigen-antibodi (Dijkstra & de Jager 1998). Pada tahun 1977, Clark & Adams (Clark 1990) telah memperkenalkan ELISA untuk ilmu penyakit tanaman. Sejak saat itu, ELISA sering digunakan untuk pengujian virus tanaman dan patogen tanaman lainnya (Sutula et al. 1986).

Pada ELISA, antigen atau antibodi melekat pada sumuran pelat mikrotiter (Dijkstra & de Jager 1998). Pelat mikrotiter polistiren selain sebagai wadah sekaligus juga sebagai substrat pengikat antigen atau antibodi karena permukaanya mempunyai molekul-molekul yang bermuatan positif (Wahyuni 2005). Teknik ELISA memerlukan sejumlah reagen yang berfungsi untuk mendukung terjadinya reaksi antigen dan antibodi. Jenis antibodi yang digunakan untuk mendeteksi sampel dapat berupa antibodi monoklonal atau antibodi poliklonal (Wahyuni 2005).

Keuntungan ELISA pada pengujian virus tanaman antara lain dapat mendeteksi konsentrasi virus yang sangat rendah (1-10 ng/ml), hanya sedikit antibodi yang dibutuhkan, pengujian dapat dilakukan terhadap sap tanaman maupun virus yang telah dimurnikan. Selain itu, pengujian dapat dilakukan untuk jumlah sampel dalam skala besar, dapat distandardisasi menggunakan kit bahan pengujian, dan dapat digunakan untuk mengukur analisis kuantitatif (nilai absorbansi) disamping hasil kualitatif (Dijkstra & de Jager 1998).

Prosedur ELISA dibagi menjadi dua metode yaitu direct-ELISA dan indirect-ELISA. Pengujian (direct) double antibody sandwich (DAS)-ELISA dalam virologi tumbuhan biasanya memiliki dua atau tiga tahap penggunaan antibodi. Antibodi dimasukkan secara langsung pada pelat mikrotiter untuk pengikatan antibodi dengan tujuan untuk mengikat antigen secara spesifik ke pelat mikrotiter. Antibodi kedua (biasanya dari sumber yang sama dengan antibodi pertama) dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai pendeteksi antibodi (Martin 1998).

(25)

14 Kerugian direct-ELISA adalah harus disiapkan konjugat secara terpisah untuk masing-masing virus yang diuji. Pada metode indirect-ELISA, keberadaan antigen-antibodi pertama terdeteksi oleh antibodi yang diproduksi pada spesies hewan yang berbeda dengan hewan sumber antibodi pertama. Antibodi tersebut biasanya disebut antibodi kedua yang telah dilabel enzim. Antibodi kedua dapat digunakan untuk mendeteksi virus-virus yang berbeda. Antibodi tersebut merupakan konjugat “universal”. Kespesifikan reaksi indirect-ELISA biasanya lebih rendah daripada metode DAS-ELISA (Dijkstra & de Jager 1998).

Reaksi positif antara antigen dan antibodi ditandai dengan perubahan warna cairan kompleks antigen dan antibodi yang terkonjugasi dengan enzim menjadi kuning atau biru toska, tergantung pada macam substrat yang digunakan. Misalnya reaksi menggunakan p-nitrophenil phosphate akan menjadi menjadi berwarna kuning. Intensitas warna yang bervariasi mencerminkan konsentrasi virus yang terkandung dalam cairan tersebut. Intensitas warna yang terjadi dikonversikan menjadi angka oleh spektrum cahaya pada A405nm dan alat untuk membacanya disebut ELISA-reader. Inkubasi dengan enzim substrat berkisar 20 sampai 40 menit, dan tidak boleh lebih dari dua jam karena kontrol negatif akan ikut berubah warnanya (Wahyuni 2005).

Western Blotting

Western blotting adalah teknik yang didasarkan pada elektroforesis dan serologi. Jumlah protein yang sangat kecil dapat dideteksi dengan cara ini. Western blot banyak digunakan dalam aplikasi deteksi kapsid dan protein virus nonstruktural dalam tanaman terinfeksi, dalam menentukan massa molekul masing-masing virus, dalam menunjukkan keberadaan kontaminasi protein tanaman inang dalam suspensi pemurnian virus dan antibodinya. Western blot banyak digunakan karena kepekaannya yang tinggi (Dijkstra & de Jager 1998).

Pada teknik western blot, sampel protein dielektroforesis pada gel SDS-polyacrilamide (Dijkstra & de Jager 1998). Pemisahan fragmen protein terjadi oleh gaya listrik yang mengalir dalam bufer transfer menjadi fragmen-fragmen protein berdasarkan pada besar bobot molekulnya. Makin besar molekul, mobilitasnya makin lambat dan posisinya dalam gel terletak makin lebih dekat ke

(26)

15 sumuran (well) sampel. Hasil elektroforesis kemudian ditransblot ke membran nitroselulosa dan diperlakukan dengan antibodi yang spesifik. Bila reaksinya bersifat positif maka fragmen yang berupa pita-pita dari sampel protein yang terdeteksi atau terikat oleh antibodi spesifik tersebut tampak berwarna merah-kecoklatan pada membran nitroselulosa (Wahyuni 2005).

Gel yang telah ditransblot masih dapat diwarnai, karena tidak semua protein dipindahkan ke membran. Gel berwarna kuning-kecoklatan dengan pita-pita protein berwarna coklat gelap bila gel diwarnai dengan AgNO3, atau gel berwarna kebiruan dengan pita-pita protein berwarna biru bila gel diwarnai dengan Commasie blue (Wahyuni 2005).

Pemurnian Virus

Isolasi dan pemurnian virus dilakukan untuk memisahkan partikel virus dari bagian-bagian tanaman lainnya. Pemurnian virus adalah syarat untuk mempelajari partikel virus, misalnya bagian dari partikel virus itu sendiri, untuk meningkatkan reaksi antiserum terhadap virus, dan untuk melakukan pengujian untuk mengetahui dosis virus (Dijkstra & de Jager 1998). Tingkat pemurnian yang diperlukan tergantung pada tujuan pengujian: tingkat virus murni yang tinggi diperlukan untuk analisis kimia dan fisik virus, tingkat virus murni yang rendah cukup untuk mengamati morfologi virus pada mikroskop elektron (Dijkstra & de Jager 1998), dan virus murni yang jumlahnya lebih sedikit akan cukup untuk menghasilkan antiserum (Noordam 1973). Alasan penggunaan kandungan virus murni yang sedikit adalah pemurnian virus yang berlanjut dapat mengurangi jumlah virus murni yang didapatkan (Noordam 1973). Penggunaan sedikit kandungan virus dalam suspensi virus tidak akan menghambat dalam mempelajari morfologi dari partikel virus pada mikroskop elektron (Dijkstra & de Jager 1998). Banyak sekali metode yang diuraikan untuk pemurnian virus. Namun, sangat sedikit virus yang dapat dimurnikan. Kesulitan dalam pemurnian bisanya adalah menguji kegunaan dari masing-masing tahap pada metode pemurnian (Noordam 1973). Seperti diketahui bahwa tidak ada dua virus yang sama, tidak ada cara pasti yang dapat dipakai untuk pemurnian virus. Hal ini juga sebagai pembuktian perbedaan strain virus yang sama. Oleh karena itu, virus yang

(27)

16 termasuk dalam satu klasifikasi menunjukkan bagian fisiokimia yang dapat membantu dalam pemilihan cara pemurnian yang digunakan. Bila virus yang belum teridentifikasi harus dimurnikan, hal pertama yang sebaiknya dilakukan adalah melihat karakter sap tanaman, seperti kepastian kestabilan virus dari nilai titik panas inaktivasi, lamanya in vitro, dan morfologi partikel berdasarkan pada mikroskop elektron (Dijkstra & de Jager 1998).

(28)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Virologi Tumbuhan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung, Cianjur dari bulan Maret sampai September 2011.

Lokasi Pengambilan Sampel Tanaman Sakit

Sampel daun tanaman sakit famili Cucurbitaceae yaitu mentimun (Cucumis sativus) diambil dari Desa Situ Gede Kecamatan Darmaga, oyong (Luffa acutangula) dari Desa Petir Cibereum Kecamatan Darmaga, melon (Cucumis melo) dari Taman Buah Mekarsari Amazing Tourism Park Jalan Raya Cileungsi-Jonggol, zucchini (Cucurbita pepo) dan labu siam (Sechium edule) dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran-Litbang Pertanian (Balitsa) Lembang Bandung, serta kabocha (Cucurbita maxima) dari Desa Cibedug Lembang Bandung.

Deteksi Virus dengan Indirect-Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (I-ELISA)

Metode I-ELISA dilakukan menurut Dijkstra & de Jager (1998). Antigen disiapkan dengan menggerus sampel daun yang diberi GEB (general extract buffer/polyvinylpyrrolidone 20 g, chicken egg albumin 2 g, Na2SO3 1.3 g, yang dilarutkan dalam 100 ml PBST) pH 7.4 dengan perbandingan 1:10 (b/v). Sumuran pelat mikrotiter diisi dengan 100 µl bufer ekstrak, kontrol negatif, kontrol positif, dan sap sampel daun yang dibuat duplo. Kontrol negatif merupakan sap tanaman Cucurbitaceae sehat sedangkan kontrol positif merupakan sap tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi oleh virus yang sesuai (Agdia, USA). Pelat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 4 °C selama satu malam. Selanjutnya suspensi pada pelat mikrotiter dibuang dan pelat dicuci menggunakan PBST (phosphate buffer saline tween/NaCl 8 g, Na2HPO4 1.15 g, KH2PO4 0.2 g, KCl 0.2 g, air destilata 1 000 ml + Tween 20 0.5 ml) sebanyak 4-8 kali.

(29)

18 Setelah dicuci, protein yang terikat pada sumur pelat mikrotiter diblok dengan menambahkan 100 µl blocking solution (PBST yang mengandung susu skim 2%). Pelat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Pelat mikrotiter kemudian dicuci menggunakan PBST sebanyak 4-8 kali.

Antiserum (As) dari masing-masing virus kemudian dimasukkan sebanyak 100 µl ke masing-masing sumuran sesuai peta yang telah dibuat. Antiserum dimasukkan setelah dilakukan pengenceran dengan bufer konjugat (bovine serum albumin 0.2 g, polyvinylpyrrolidone 2 g, PBST 100 ml) sesuai perbandingan yang tertera pada kemasan antiserum. Antiserum yang digunakan yaitu As CMV

(1:200), As SqMV (1:200), As TRSV (1:1 000), As WMV (1:200), dan As ZYMV (1:1 000) (Agdia, USA). Pelat mikrotiter kemudian diinkubasi pada

suhu 37 °C selama 2 jam. Pelat mikrotiter selanjutnya dicuci menggunakan PBST seperti sebelumnya.

Antiserum kedua (goat anti-rabbit globulin/GAR, Sigma, USA) kemudian dimasukkan pada sumuran sebanyak 100 µl setelah dilakukan pengenceran menggunakan bufer konjugat dengan perbandingan 1:5 000. Pelat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 2 jam. Pelat mikrotiter kemudian dicuci menggunakan PBST sebanyak 4-8 kali.

Keberadaan virus dideteksi dengan memasukkan 100 µl substrat solution (p-Nitrophenyl Phospate 5 mg dalam bufer substrat 5 ml/MgCl2 0.1 g, NaN3 0.2 g, dietholamine 97 ml, air destilata 1 000 ml) ke dalam sumuran pelat mikrotiter. Pelat mikrotiter tersebut kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu ruang selama 30 menit sampai 60 menit. Nilai absorbansi pelat mikrotiter dibaca menggunakan ELISA reader model 550 (Bio-Rad, USA) pada panjang gelombang 405 nm pada 30 menit dan 60 menit setelah penambahan substrat solution. Sampel dinyatakan positif jika nilai absorbansi sampel 1.5-2 kali lebih besar dari nilai kontrol negatif.

Pengujian Benih

Benih yang diuji terdiri dari beberapa jenis tanaman Cucurbitaceae, yaitu benih mentimun, oyong, melon, semangka, zucchini, dan kabocha. Benih yang

(30)

19 diuji merupakan benih yang diproduksi oleh berbagai produsen benih di Indonesia maupun luar negeri dan umum digunakan oleh para petani. Benih mentimun varietas Penus diproduksi oleh PT. East West Seed Indonesia Purwakarta, benih oyong hibrida Jaka F1 cap Mutiara Bumi diproduksi oleh PT. Prabu Agro Mandiri Purwakarta, benih melon F1 Hybrid Emerald Jewel diproduksi oleh Sakata Seed Corporation Yokohama Jepang, benih semangka Hybrid F1 SW-144 diprodukasi oleh Chung-Shin Seed Co. LTD Taiwan dengan PT. Winon Intercontinental Jakarta Indonesia sebagai distributor, benih zucchini F1 Hibrida Jacky Z-6 diproduksi dan diedarkan oleh PT. Agrosid Manunggal Sentosa Jakarta Utara, dan benih kabocha F1 Hybrid Pumpkin Golden Mama yang didistribusikan oleh PT. Tanindo Subur Prima Surabaya. Benih kabocha merupakan benih yang berasal dari Bangkok Thailand.

Jumlah benih yang diuji adalah 15 benih dari masing-masing tanaman. Benih tersebut ditumbuhkan pada media tanah steril yang mengandung kompos dengan perbandingan 1:1. Benih ditanam hingga muncul kotiledon dan daun pertama. Keberadaan virus selanjutnya diuji menggunakan metode I-ELISA dari daun pertama yang telah muncul. Pengujian dilakukan menggunakan dua jenis antiserum yaitu As SqMV dan As ZYMV. Hal ini untuk mengetahui persentase SqMV dan ZYMV terbawa benih maka dilakukan uji terhadap kedua virus tersebut.

Bibit-bibit yang telah dideteksi dan positif terinfeksi oleh SqMV atau ZYMV kemudian di pindahkan ke rumah kaca di Kebun Percobaan Cikabayan untuk dipelihara dan diamati gejala yang muncul selama pertumbuhan tanaman. Tanaman tersebut dipelihara sampai menghasilkan buah dan diamati bentuk buah serta persentase virus yang terbawa biji setelah dilakukan penanaman satu kali. Biji dari tanaman yang positif terinfeksi oleh SqMV atau ZYMV kemudian ditumbuhkan dan dideteksi keberadaan virusnya menggunakan metode I-ELISA.

Pemurnian Virus

Pemurnian virus SqMV dilakukan berdasarkan gabungan metode yang dilakukan oleh van Kammen & de Jager (1978) serta Lastra & Munz (1969) dengan sedikit modifikasi.

(31)

20 Perbanyakan Inokulum SqMV

Perbanyakan inokulum SqMV dilakukan pada tanaman mentimun varietas Penus menurut Dijkstra & de Jager (1998). Inokulum virus yang digunakan untuk perbanyakan berasal dari tanaman kabocha varietas Golden Mama yang berasal dari Lembang Bandung yang terinfeksi tunggal oleh SqMV.

Inokulasi dilakukan pada kotiledon tanaman mentimun yang berumur 4-5 hari setelah tanam (HST) sebelum daun pertama muncul pada pagi hari atau sore hari. Daun sumber inokulum SqMV digerus dengan menambahkan 0.1 M bufer fosfat pH 7.0 (1 M K2HPO4 61.5 ml dan 1 M KH2PO4 38.5 ml dilarutkan dalam air destilata 900 ml) dengan perbandingan 1:10 (b/v) dan 2-mercapto ethanol (1% dari bufer yang digunakan). Kotiledon yang akan diinokulasi ditaburi karborundum untuk melukai jaringan tanaman. Setelah itu, kotiledon diolesi dengan sap tanaman yang mengandung virus. Selanjutnya kotiledon tersebut dicuci dengan cara mengalirkan aquades di atas kotiledon. Tanaman ditunggu sampai muncul daun pertama ± 7 hari setelah inokulasi dan menunjukkan gejala kemudian daunnya dipanen. Tanaman ditunggu kembali hingga daun kedua atau ketiga muncul ± 5 hari setelah pemanenan daun pertama dan menunjukkan gejala kemudian daunnya dipanen kembali. Daun yang telah dipanen tersebut kemudian ditimbang, disiram dengan nitrogen cair kemudian disimpan dalam almari pendingin bersuhu -80 °C. Daun yang sudah dipanen dikumpulkan hingga mencapai 200-300 g.

Pemurnian SqMV

Daun yang dipanen dihomogenisasikan dengan blender dalam 0.1 M bufer fosfat pH 7.0 sebanyak dua kali berat daun. Hasil homogenisasi diperas menggunakan dua lembar Miracloth dan hasil perasan disentrifugasi pada 15 000 g selama 20 menit. Supernatan kemudian diambil dan ditambahkan 0.7 volume campuran chloroform dan n-butanol (1:1). Campuran supernatan tersebut kemudian diaduk selama 1 menit menggunakan pengaduk magnetik.

Campuran supernatan tersebut kemudian disentrifugasi menggunakan “Sorvall Dupont Instrument RC-5 Superspeed Refrigerated Centrifuge” pada kecepatan rendah (5 000 g) selama 10 menit, kemudian bagian cairan yang jernih

(32)

21 dipindahkan dan virus diendapkan dengan menambahkan polyethylene glycol 6000 (PEG) menjadi 4% dan NaCl menjadi 0.2 M dan kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 60 menit pada suhu ruang. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi pada 15 000 g selama 15 menit dan endapannya disuspensikan dengan 0.1 M bufer fosfat (0.25 ml/g daun terinfeksi). Hasil suspensi tersebut disentrifugasi pada 27 000 g selama 15 menit dan supernatan yang mengandung virus kemudian diambil. Supernatan tersebut kemudian disentrifugasi pada 80 000 g selama 90 menit menggunakan “Beckman Coulter Optima™ LE-80K Ultracentrifuge”. Supernatan dibuang dan pelet yang dihasilkan pada tiap tabung diresuspensi dengan 0.01 M bufer fosfat 1 ml pada tiap tabung. Resuspensi pelet dilakukan dengan mendiamkan tabung selama semalam pada suhu 4 °C. Pelet pada masing-masing tabung yang telah diresuspensi kemudian di-vortex dan dijadikan satu kemudian di-vortex kembali. Hasil resuspensi tersebut kemudian disentrifugasi pada 5 000 g selama 10 menit. Supernatan kemudian diambil dan ditambahkan 0.01 M bufer fosfat hingga volumenya menjadi 10 ml. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi kembali pada 80 000 g selama 90 menit. Pelet pada tabung kemudian diberi 0.01 M bufer fosfat 0.5 ml.

Hasil pemurnian diendapkan kembali dengan menambahkan polyethylene glycol 6000 (PEG) menjadi 4% dan NaCl menjadi 0.2 M. Campuran tersebut digoyang selama 120 menit pada suhu ruang. Setelah itu, campuran tersebut disentrifugasi pada 15 000 g selama 15 menit. Pelet kemudian diresuspensi dengan 0.01 M bufer fosfat 0.1 ml diikuti sentrifugasi pada 14 000 rpm selama 15 menit.

Western Blotting

Western blot dilakukan menurut metode Dijkstra & de Jager (1998) yang bertujuan untuk mendeteksi partikel virus dan menentukan massa molekul virus.

(33)

22 Analisis Protein dengan Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

Analisis protein dilakukan terhadap SqMV hasil pemurnian, SqMV dari daun tanaman sakit sebagai kontrol positif, dan daun tanaman sehat sebagai kontrol negatif. Ekstraksi protein tanaman dilakukan dengan menggerus sampel daun menggunakan lumpang porselen dan dengan menambahkan bufer fosfat perbandingan 1:4 (b/v). Sampel yang telah halus kemudian disentrifugasi pada 12 000 rpm selama 10 menit. Supernatan kemudian diambil, ditambahkan bufer sampel (Sigma, USA/0.125 M Tris-HCl pH 6.8, 20% glycerol, 4 % SDS, 10% 2-mercapto ethanol, 0.004% bromophenol blue 0.2 ml) dengan perbandingan 1:1 (v/v) kemudian dipanaskan pada suhu 95 °C selama 10 menit.

Gel dibuat dua buah yaitu yang satu untuk diwarnai dengan Coomassie blue dan yang satu untuk Analisis Western Blot. Analisis protein dengan SDS-PAGE membutuhkan dua jenis gel, yaitu separating gel dan stacking gel. Separating gel 12.5% (air destilata 6 ml, 1.5 M Tris-HCl pH 8.8 + SDS 0.4% 4.5 ml, acrylamide/bis 7.5 ml, ammonium persulfat 10% 120 µl [selalu baru], TEMED 12 µl) dimasukkan ke dalam cetakan gel hingga tiga perempat bagian cetakan. Kemudian air destilata ditambahkan sampai penuh ke dalam cetakan untuk menghilangkan gelembung udara dan gel dibiarkan sampai polimerasi. Stacking gel (air destilata 1.8 ml, 0.5 M Tris-HCl pH 6.8 + SDS 0.4% 0.75 ml, acrylamide/bis 0.45 ml, ammonium persulfat 10% [selalu baru] 30 µl, TEMED 3.75 µl) yang telah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang telah berisi separating gel yang telah polimerasi. Sisir (comb) kemudian dipasang di atas stacking gel dan dilepas setelah gel polimerasi. Gel yang telah siap kemudian dipasang pada alat elektroforesis “MiniVE Vertical Electrophoresis System” (Hoefer®, USA). Marker (Fermentas, USA), virus murni, dan sampel protein tanaman yang telah dipanaskan masing-masing sebanyak 20 µl dimasukkan ke dalam sumur-sumur yang terdapat pada gel. Gel kemudian dielektroforesis pada 150 volt selama 2 jam.

Gel yang telah dielektroforesis dilepas dari cetakan dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan pewarna Coomassie blue (Coomassie blue R-250 0.5 g dilarutkan dalam larutan fiksasi 500 ml/metanol 400 ml, asam asetat 100 ml,

(34)

23 aquades 500 ml). Gel tersebut kemudian digoyang selama semalam. Gel kemudian dicuci dengan larutan pencuci (metanol 200 ml, asam asetat 100 ml, aquades 700 ml) sambil digoyang sampai terlihat pita protein. Setelah pita-pita timbul, gel kemudian direndam dalam larutan fiksasi.

Analisis Western Blot

Analisis Western blot dilakukan untuk menentukan massa molekul SqMV. Transfer protein dari gel ke membran nitroselulosa dilakukan menggunakan “Mini Trans Blot Ellectrophoretic Transfer Cell Biorad” (Bio-Rad, USA). Sebelum protein ditransfer ke membran, bagian gel yang mengandung marker protein dipotong dan diwarnai dengan Coomassie blue sedangkan gel yang lain direndam dalam bufer transfer selama 5 menit. Gel yang telah direndam dengan bufer transfer kemudian ditandai dengan memotong bagian ujung kiri bawah untuk konfirmasi gel. Membran dipotong sesuai ukuran gel, kemudian direndam dalam metanol absolut selama 15 detik dan selanjutnya dicuci dengan akuades selama 2 menit, lalu direndam dalam bufer transfer selama 5 menit. Kertas Whatman 3MM disiapkan sebanyak 2 lembar yang ukurannya disesuaikan dengan gel. Selain itu, 2 lembar scoth brit pads disiapkan lalu direndam dalam bufer transfer selama 30 detik. Selanjutnya disusun secara berturut-turut scoth brit pads, kertas Whatman 3MM, membran, gel, kertas Whatman 3MM, dan scoth brit pads serta pada lapisan tersebut diusahakan tidak terdapat gelembung udara.

Susunan trans blot tersebut kemudian ditempatkan dalam blotting tank yang diberi bio ice cooling dan pengaduk magnetik. Bufer transfer kemudian ditambahkan secukupnya. Mesin blotter ditutup dan transfer protein dilakukan pada 100 V selama 1 jam.

Membran nitroselulosa selanjutnya diambil dan direndam dalam PBS, lalu diblok dengan blotto solution (PBST yang mengandung susu skim 5%) pada suhu 4 °C selama semalam. Setelah itu membran dicuci sebanyak 5 kali masing-masing 10 menit dengan PBST. Antiserum primer (As SqMV) diencerkan dengan PBST dengan perbandingan 1:500 dan membran direndam dalam antiserum tersebut selama 2 jam. Membran kemudian dicuci sebanyak 5 kali masing-masing 10 menit dengan PBST. Antiserum sekunder (konjugat) diencerkan dengan PBST

(35)

24 dengan perbandingan 1:5 000 lalu membran direndam dalam antiserum sekunder (konjugat) selama 2 jam. Membran kemudian dicuci sebanyak 3 kali masing-masing 10 menit dengan PBST. Selanjutnya membran direndam dalam 5-bromo-4-chloro-3-indolyl phosphate (BCIP) 20 µl dan nitro blue tatrazolium (NBT) 42 µl dalam bufer substrat (Tris 60.5 g, NaCl 29.2 g, MgCl2 5.1 g) pH 9.5. Reaksi yang terjadi diamati dan selanjutnya dihentikan dengan akuades. Bila reaksi positif, akan muncul pita berwarna ungu.

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Cucurbitaceae di Lapangan Sampel Cucurbitaceae dari lapangan menunjukkan gejala yang bervariasi dari ringan hingga berat. Gejala pada tanaman mentimun yaitu mosaik hijau-kuning dengan warna hijau tua lebih banyak berada di sekitar tulang daun (vein banding), seperti kerupuk, kaku, penyempitan ukuran daun, dan tanaman mengalami kekerdilan (Gambar 1 A dan 1 G). Gejala pada tanaman oyong yaitu mosaik hijau-kuning, seperti kerupuk, penyempitan ukuran daun, dan tanaman mengalami kekerdilan (Gambar 1 B dan 1 H). Gejala pada tanaman melon berupa mosaik hijau tua-hijau muda pada daun, klorosis, melepuh, keriting, kaku, penyempitan ukuran daun, tepi daun mengalami perubahan bentuk menjadi lebih bergerigi, dan tanaman mengalami kekerdilan (Gambar 1 C dan 1 I).

Pada tanaman zucchini, gejala mosaik tidak terlihat dengan jelas tetapi daun menjadi kaku, mengalami sedikit pelepuhan dan perubahan bentuk tetapi ukuran daun tetap normal (Gambar 1 D). Pada tanaman kabocha terdapat gejala mosaik ringan, ukuran daun dan bentuk tidak mengalami perubahan tetapi daun kabocha mengalami sedikit pengeritingan dan tepi daun mengalami sedikit perubahan bentuk (Gambar 1 E). Pada tanaman labu siam terdapat gejala klorosis pada daun, perubahan bentuk dan pengurangan ukuran daun, tetapi tidak terdapat mosaik (Gambar 1 F). Gejala yang bervariasi pada tanaman Cucurbitaceae tersebut seperti yang dilaporkan oleh Provvidenti (1996). Hal tersebut diduga karena perbedaan patogen, inang, vektor, kondisi lingkungan, dan lokasi terjadinya penyakit tersebut (Provvidenti 1996).

(37)

26

Gambar 1 Gejala tanaman Cucurbitaceae dari lapangan. A: mentimun, B: oyong, C: melon, D: zucchini, E: kabocha, dan F: labu siam. Kekerdilan tanaman yang terjadi pada beberapa tanaman. G: mentimun, H: oyong, dan I: melon.

Keberadaan Beberapa Virus pada Tanaman Cucurbitaceae

Virus-virus yang ditemukan pada tanaman Cucurbitaceae adalah CMV, SqMV, dan ZYMV (Tabel 1). Virus-virus tersebut adalah virus penyebab mosaik utama yang ditemukan pada Cucurbitaceae. Penelitian ini seperti yang dilaporkan Jossey & Babadoost (2008) bahwa enam virus utama yang menginfeksi Cucurbitaceae adalah ketiga virus tersebut, serta WMV, PRSV dan TRSV. Sebetulnya Provvidenti (1996) melaporkan bahwa tidak hanya virus-virus tersebut yang menginfeksi Cucurbitaceae. Aulia (2004) juga melaporkan bahwa virus-virus yang menginfeksi Cucurbitaceae di Bogor adalah CMV, PRSV-W, SqMV, TRSV, WMV-2, dan ZYMV. Virus-virus tersebut merupakan virus yang dianggap penting secara ekonomi yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae di dunia (Provvidenti 1996).

Dari tiga macam virus yang terdeteksi, SqMV adalah yang paling banyak ditemukan yaitu pada tanaman mentimun, zucchini, kabocha, dan labu siam. Pada

G H I D C E F B A \

(38)

27 tanaman kabocha, semua sampel yang diuji terinfeksi oleh SqMV. Infeksi SqMV pada keempat tanaman tersebut menyebabkan gejala yang ringan (kabocha) sampai berat (mentimun) yang menurut (Provvidenti 1996) ini dikarenakan perbedaan spesies inang.

Tabel 1 Keberadaan beberapa virus pada tanaman Cucurbitaceae di lapangan

Tanaman Antiserum CMV SqMV TRSV WMV-2 ZYMV Mentimun 0/7 3/7 0/7 0/7 0/7 Oyong 0/3 0/3 0/3 0/3 0/3 Melon 1/3 0/3 0/3 0/3 0/3 Zucchini 0/2 1/2 0/2 0/2 0/2 Kabocha 0/3 3/3 0/3 0/3 0/3 Labu siam 0/3 1/3 0/3 0/3 1/3

a/b: a sampel menunujukkan positif dari b sampel yang diuji.

Keberadaan Virus Terbawa Benih dari Distributor Benih

Keberadaan SqMV pada benih-benih beberapa tanaman Cucurbitaceae yang berasal dari distributor benih yang diuji berkisar antara 13.3% sampai 100% sedangkan keberadaan ZYMV pada benih berkisar antara 13.3% sampai 26.67% (Tabel 2). SqMV terbawa benih yang mencapai 100% ditemukan pada benih mentimun dan melon sedangkan SqMV terendah yaitu 13.3% ditemukan pada oyong dan semangka. Padahal, menurut Powell et. al. (1970), persentase infeksi SqMV pada benih melon (Cucumis melo L. „Rocky Ford‟) berkisar 0% sampai 12%, pada pesemaian melon berkisar 0% sampai 22%, dan pada tanaman melon berkisar 0% sampai 13%. Demikian juga menurut pernyataan Bruening (1978) bahwa frekuensi virus terbawa benih pada kelompok Comovirus biasanya kurang dari 10%, tetapi dapat lebih tinggi pada SqMV. Namun demikian, Dikova & Hristova (2002) menyatakan bahwa SqMV yang terbawa benih pada benih Cucurbitaceae mencapai 91%. Kisaran SqMV terbawa benih yang sangat tinggi tersebut diduga berhubungan dengan penyediaan benih. Keberadaan SqMV terbawa benih pada mentimun dan melon yang sangat tinggi kemungkinan

(39)

28 disebabkan oleh produksi benih yang berasal dari tanaman yang sebelumnya telah terinfeksi oleh SqMV yang dapat berasal dari dalam negeri atau luar negeri.

Keberadaan ZYMV terbawa benih pada oyong (13.3%) dan melon (26.67%) pada penelitian ini lebih tinggi daripada ZYMV pada benih labu (Cucurbita pepo) yang berkisar 0.29% sampai 15.34% dengan rata-rata 1.4% seperti dilaporkan Tobias et al. (2008) maupun Simmons et al. (2011) yang melaporkan ZYMV pada benih Cucurbita pepo subsp. texana berkisar 1.6%. Namun, Dikova & Hristova (2002) menyatakan bahwa ZYMV yang terbawa benih pada benih Cucurbitaceae mencapai 91%.

Tabel 2 Keberadaan SqMV dan ZYMV pada benih beberapa tanaman Cucurbitaceae yang berasal dari distributor benih

Tanaman Benih terinfeksi (%)

SqMV ZYMV Mentimun 100 (15/15) 0 (0/15) Oyong 13.3 (2/15) 13.3 (2/15) Melon 100 (15/15) 0 (0/15) Zucchini 33.3 (5/15) 26.67 (4/15) Kabocha 73.3 (11/15) 0 (0/15) Semangka 13.3 (2/15) 0 (0/15) a/b: a sampel menunujukkan positif dari b sampel yang diuji.

Keberadaan SqMV pada tanaman dan benih Cucurbitaceae di Bogor dan Bandung ini merupakan bukti bahwa SqMV telah berada di Indonesia seperti halnya yang dilaporkan oleh Aulia (2004). SqMV berada di Indonesia kemungkinan besar disebabkan oleh adanya impor benih Cucurbitaceae dari negara-negara yang tanaman Cucurbitaceae-nya telah terinfeksi SqMV. Yoshida et al. (1980) melaporkan bahwa SqMV pada tanaman melon telah berada di Jepang. Asal benih melon F-1 Hybrid Emerald Jewel diproduksi oleh Sakata Seed Corporation Yokohama Jepang. Benih semangka SW-144 yang diimpor dan didistribusikan oleh PT. Winon Intercontinental Jakarta Indonesia berasal dari Chung Shin Seed Co. LTD Taiwan. Demikian juga, SqMV pada benih kabocha Golden Mama yang diproduksi oleh PT. Tanindo Subur Prima Surabaya, tetuanya berasal dari Chia Tai Company Limited Bangkok Thailand.

(40)

29 Namun, menurut Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian RI (2009) status SqMV di Indonesia masih dilaporkan sebagai OPTK kategori A1 golongan 1. Menurut Permentan No. 09 Tahun 2009, OPTK adalah semua OPT yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia, sedangkan OPTK kategori A1 yaitu jenis-jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina yang belum terdapat di dalam wilayah Negara Republik Indonesia (Kepmentan No. 38 Tahun 2006). OPTK golongan 1 adalah OPTK yang tidak dapat dibebaskan dari media pembawa dengan cara perlakuan (Permentan No. 09 Tahun 2009). Sebagai contoh adalah SqMV pada benih dan tanaman Cucurbitaceae dan Sugarcane mild mosaic virus (SCMMV) pada bagian tanaman tebu.

Pembuktian yang dilakukan pada penelitian ini dan penelitian Aulia (2004) tentang keberadaan SqMV di beberapa tempat di Jawa Barat dapat menjadi landasan untuk menentukan penurunan status SqMV dari OPTK A1 golongan 1 menjadi OPTK A2 golongan 1. OPTK A2 golongan 1 yaitu jenis-jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina yang sudah terdapat di dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Kepmentan No. 38 Tahun 2006) yang keberadaannya tidak dapat dibebaskan dari media pembawa dengan cara perlakuan (Permentan No. 09 Tahun 2009).

Pengaruh OPT/OPTK antara lain menyebabkan kerusakan dan kematian tanaman budidaya bahkan kematian pada manusia jika terjadi krisis pangan, menurunkan kualitas hasil pertanian, menjadi kendala ekspor hasil pertanian ke negara-negara yang belum tertular dengan diterapkannya pelarangan terhadap media pembawa tertentu ke negara tersebut, mengancam perekonomian petani dan mengurangi devisa negara dari hasil ekspor komoditi pertanian dan penggunaan devisa negara untuk impor komoditi pertanian, mengancam kelestarian lingkungan hidup, mengganggu stabilitas sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (Harahap 2010).

Infeksi SqMV pada Beberapa Tanaman Cucurbitaceae di Rumah Kaca Gejala yang timbul pada tanaman Cucurbitaceae yang berasal dari benih terinfeksi SqMV bervariasi dari ringan (oyong dan semangka) hingga berat

Gambar

Gambar 1  Gejala tanaman Cucurbitaceae dari lapangan. A: mentimun, B: oyong,  C:  melon,  D:  zucchini,  E:  kabocha,  dan  F:  labu  siam
Tabel 1  Keberadaan beberapa virus pada tanaman Cucurbitaceae di lapangan
Gambar 2  Gejala pada beberapa tanaman Cucurbitaceae yang berasal dari benih  terinfeksi  SqMV

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari kegiatan adalah peternak sudah dapat membuat pakan alternatif untuk ayam kampung yang berupa ulat yang berasal dari lalat BSF yang dilakukan dengan fermentasi dedak

Peran dari fungsi pengawasan untuk mengawal berbagai kegiatan dan program pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memenuhi prinsip tata kelola

2) Jika OFF ditekan maka magnit kontaktor tidak bekerja, motor berhenti, lampu Jika OFF ditekan maka magnit kontaktor tidak bekerja, motor berhenti, lampu hijau (H) mati, lampu

ANGGARAN, SATKER PEGAWAI BARANG MODAL SOSIAL TANAH DATAR. 86 MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI

Alhamdulillahirobbil’alamin, Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam semoga telimpah kepada junjungan pejuang islam Nabi besar Muhammad

Dana dari hasil tindak pidana korupsi itu kemudian disalurkan secara terpisah kepada beberapa perusahaan efek yang sudah. terdaftar

Motivasi dapat berpengaruh pada meningkatnya kinerja karyawan sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Regina (2010), Wahyu (2014), Azin (2013), dan

Selain itu PT Kaltim Prima Coal juga memiliki ancaman, diantaranya pesaing dari Cina dan Amerika dengan produk sejenis, produsen batubara lokal yang berada di setiap