• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERAT URAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2003

TENTANG PAJAK HOT EL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPAT I AGAM,

Menimbang : a. bahwa ber dasarkan Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000

tentang Per ubahan Atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Hotel dan Pajak Restoran masing-masing berdiri sendiri;

b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 1999

tentang Pajak Hotel dan Restroran yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Tahun 1999 Nomor 25 perlu disesuaikan

dengan Undang-Undang tersebut dan peraturan

pelaksanaannya.

Mengingat : 1. Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan

Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah ( Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 25 );

2. Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209 );

3. Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah

Dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685 );

4. Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839 );

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848 );

(2)

6. Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048 );

7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor Nomor 36 );

8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak

Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138 );

9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952 );

10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999

tentang Teknik Penyusunan Peraturan Per undang- undangan Dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Dan Rancangan Keputusan Presiden.

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM, MEMUTUS KAN :

Menetapkan : PERAT URAN DAERAH KABUPATEN AGAM T ENTANG PAJAK HOTEL. BAB I

KET ENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah adalah Kabupaten Agam;

(3)

c. Bupati adalah Bupati Agam;

d. Perangkat Daerah adalah Organisasi/Lembaga pada Pemerintah Kabupaten Agam

yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas dan Lembaga Teknis Daerah, dan Kecamatan;

e. Pajak Hotel yang selanjutnya disebut Pajak adalah pajak atas pelayanan hotel;

f. Hotel adalah Bangunan yang khusus disediakan bagi orang yang dapat

menginap/istirahat memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan per kantoran;

g. Pengusaha Hotel adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan usaha

hotel untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya;

h. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas,

perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap ser ta bentuk badan usaha lainnya;

i. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan

perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang;

j. Masa Pajak adalah jangka waktu pembayaran pajak oleh wajib pajak;

k. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang

oleh Wajib Pajak digunakan untuk melapor kan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan per undang- undangan yang berlaku;

l. Surat Setoran Pajak Daerah selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah;

m. Surat Ketetapan Pajak Daerah selanj utnya disingkat SKPD, adalah surat

ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak;

n. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar selanjutnya disingkat S KPDKB,

adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih har us dibayar;

(4)

o. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan selanjutnya disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;

p. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar selanjutnya disingkat SKPDLB, adalah

surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang ter utang atau tidak seharusnya ter utang;

q. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil selanj utnya disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

r. Surat Tagihan Pajak Daerah selanj utnya disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi adiministrasi ber upa bunga dan/atau denda;

s. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat Keputusan yang membetulkan

kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam menerapkan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, atau Surat Tagihan Pajak Daerah;

t. Surat Keputusan Keberatan adalah surat Keputusan atas keberatan terhadap Surat

Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak;

u. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak, selajutnya disingkat SPMKP, adalah

surat yang memerintahkan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat dikabulkannya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;

v. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,

mengolah data dan/ atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan per undang- undangan perpajakan Daerah;

w. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah adalah serangkaian tindakan

yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanj utnya Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan Daerah serta menemukan tersangkanya.

(5)

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK Pasal 2

(1) Dengan nama Pajak Hotel dipungut pajak atas setiap pelayanan hotel.

(2) Objek Pajak adalah adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan

pembayaran di hotel .

(3) Objek Pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi:

a. fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek;

b. pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau fasilitas

tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan);

c. fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel;

d. jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

Pasal 3 Dikecualikan dari Objek Pajak adalah:

a. penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan/atau fasilitas tempat tinggal lainnya

yang tidak menyatu dengan hotel;

b. pelayanan tinggal diasrama dan pondok pesantren;

c. fasilitas oleh raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran;

d. pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipakai oleh umum dan hotel;

e. pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat

dimanfaatkan oleh umum.

Pasal 4

(1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas

pelayanan hotel.

(6)

BAB III

DASAR PENGENAAN, TARIF, CARA PENGHIT UNGAN PAJAK Pasal 5

Dasar pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Pasal 6

Tarif Pajak ditetapkan sebesar 10 % ( sepuluh persen ). Pasal 7

Pokok Pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud Pasal 5 dengan tarif sebagaimana dimaksud Pasal 6.

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 8

Pajak ter utang dipungut di wilayah Daerah tempat hotel berlokasi. BAB V

MASA DAN SAAT PAJAK T ERUTANG Pasal 9

Masa pajak adalah 1 ( satu ) bulan takwim. Pasal 10 Pajak ter utang terjadi pada saat pembayaran di hotel.

BAB V I

SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 11

(7)

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.

(3) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada dari Kepala

Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah paling lambat 6 (enam) hari setelah berakhirnya masa pajak.

(4) Bentuk dan isi SPTPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB V II PENETAPAN PAJAK

Pasal 12

(1) Berdasarkan SPTPD diterbitkan SKPD.

(2) Wajib Pajak wajib membayar pajak ber dasarkan SKPD.

Pasal 13

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala

perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah menerbitkan :

a. SKPDKB dalam hal :

1) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang

terutang tidak atau kurang dibayar;

2) apabila SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala perangkat Daerah yang

bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis;

3) apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang

dihitung secara jabatan.

b. SKPDKBT apabila ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum

terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang.

c. SKPDN apabila jumlah pajak yang ter utang sama besarnya dengan jumlah

(8)

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan, dihitung dari pajak yang kurang bayar atau terlambat dibayar, untuk jangka paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan dihitung sejak saat ter utangnya pajak.

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud

ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administrasi ber upa kenaikan sebesar 100 % ( seratus persen ) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak dikenakan apabila wajib pajak

melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

(5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a angka 3) dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % ( dua puluh lima ) persen dari pokok pajak, ditambah sanksi aministrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak saat ter utangnya pajak.

Pasal 14

(1) Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah

menerbitkan STPD apabila:

a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat

salah tulis dan/ atau salah hitung;

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud ayat

(1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % ( dua persen ) setiap bulan untuk paling lama 15 bulan sejak saat terutangnya pajak.

(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran, dikenakan

sanksi administrasi berupa bunga 2% ( dua persen ) sebulan dan ditagih melalui STPD.

(9)

BAB V III

TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN Pasal 15

(1) Pembayaran pajak yang terutang dilakukan ke Kas Daerah atau tempat lain yang

ditunjuk oleh Bupati.

(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan menggunakan

SSPD.

(3) Bentuk dan isi SSPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 16

(1) Pembayaran pajak ter utang harus dilakukan sekaligus atau lunas.

(2) Pembayaran pajak ter utang dapat dilakukan dengan cara mengangsur setelah

terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Perangkat Daerah yang

bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah.

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilakukan

secara teratur dan bertur ut-turut.

(4) Pembayaran pajak terutang dapat ditunda setelah terlebih dahulu mendapat

persetujuan dari Kepala perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang

perpajakan Daerah.

(5) Penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (4) dikenakan bunga

sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(6) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran dan

penundaan pembayaran ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 17

(1) Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah

menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah saat terutangnya pajak.

(10)

(2) SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, surat Keputusan Pembetulan, dan surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah pajak yang har us dibayar bertambah har us dilunasi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diter bitkan.

Pasal 18

(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, surat

Keputusan Pembetulan, dan surat Keputusan Keberatan yang tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya, ditagih dengan surat paksa.

(2) Penagihan pajak dengan surat paksa sebagaimana dimaksud ayat (1)

dilaksanakan berdasar kan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX

KEBERATAN Pasal 19

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Perangkat Daerah yang

bertanggung jawab di bidang per paajakan atas suatu:

a. SKPDKB;

b. SKPDKBT;

c. SKPDLB;

d. SKPDN.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan-alasan

yang jelas.

(3) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan Pajak yang

ditetapkan secara jabatan, Wajib Pajak har us dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.

(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak tanggal surat sebagaimana dimaksud ayat (1), kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.

(11)

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dapat diper timbangkan.

(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan

penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 20

(1) Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan, dalam

jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat ber upa menerima seluruhnya

atau sebahagian, menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang.

(3) Apabila jangka waktu yang dimaksud ayat (1) telah lewat dan Kepala Perangkat

Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan tidak memberi keputusan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.

Pasal 21

Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau selur uhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan.

BAB X

PEMBET ULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 22

(1) Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah,

karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan S KPT atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penetapan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

(12)

(2) Kepala Perangkat Daerah yang ber tanggung jawab dibidang perpajakan dapat :

a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda

dan kenaikan pajak yang ter utang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

b. Mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

(3) Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan

atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB X I

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 23

(1) Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan

pengembalian kepada Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah.

(2) Kepala Perangkat Daerah yang ber tanggung jawab dibidang per pajakan Daerah

dalam jangka waktu paling lama 3 ( tiga ) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) telah dilampaui dan

Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran

pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1)

dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu

2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % ( dua persen ) sebulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

(13)

Pasal 24

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diajukan secara tertulis

kepada Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah sekurang- kurangnya menyebutkan:

a. nama dan alamat Wajib Pajak;

b. masa pajak;

c. besarnya kelebihan pembayaran pajak;

d. bukti pembayaran atau penyetoran pajak;

e. alasan yang jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak disampaikan secara

langsung atau melalui pos tercatat.

(3) Bukti penerimaan oleh Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab

dibidang perpajakan Daerah dan/atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah.

Pasal 25

(1) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan SPMKP.

(2) Apabila kelebihan pembayaran pajak diper hitungkan dengan utang pajak lainnya

sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (4) pembayarannya dilakukan dengan cara pemindahbukuan, dan bukti pemindahbukuan berlaku sebagai bukti pembayaran.

(3) Bentuk dan isi SPMKP sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan

Keputusan Bupati.

BAB X II

KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 26

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak kedaluwarsa setelah jangka waktu

melampaui jangka waktu lima tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana dibidang per pajakan Daerah.

(14)

(2) Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ter tangguh apabila :

a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat paksa; atau

b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak

langsung.

BAB X III

PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 27

Wajib Pajak Wajib menyelenggarakan pembukuan. Pasal 28

(1) Perangkat Daerah yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban per pajakan Daerah dalam rangka melaksanakan peraturan per undang- undangan perpajakan Daerah.

(2) Wajib Pajak yang diperiksa, wajib:

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang

menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau r uangan yang

dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan;

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

BAB X IV KET ENTUAN PIDANA

Pasal 29

i. Setiap Pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang

diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan per undang- undangan perpajakan Daerah.

(15)

ii. Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Bupati untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah.

iii. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) adalah:

a. Pejabat dan tenaga ahli yang ber tindak sebagai saksi atau saksi ahli

dalam sidang pengadilan;

b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang

ditetapkan oleh Bupati.

iv. Untuk kepentingan Daerah, Bupati berwenang memberikan izin tertulis kepada

Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.

v. Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Bupati dapat memberikan izin tertulis untuk meminta kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.

vi. Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud ayat (5) har us menyebutkaan nama tersangka atau nama ter gugat, keterangan-keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.

Pasal 30

(1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal

sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (1) dan (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 ( enam ) bulan atau denda paling banyak Rp. 2.000.000,- ( dua j uta rupiah ).

(2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memeunuhi kewajibannya atau seseorang

yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) , dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- ( lima juta rupiah ).

(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

(16)

Pasal 31

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi

dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga mer ugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.

(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi

dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga mer ugikan keuangan Daerah, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak ter utang.

(3) Wajib Pajak yang tidak melakukan kewajibannya membayar pajak terutang

sehingga mer ugikan keuangan Daerah diancam dengan pidana kur ungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).

BAB XV PENYIDIKAN

Pasal 32

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil ter tentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi

wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana dibidang pajak Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau

badan tentang kebenaran per buatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang pajak Daerah;

c. menerima keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

(17)

d. memeriksa buku- buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain ber kenaan dengan tindak pidana dibidang Pajak Daerah;

e. melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,

pencatatan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana dibidang pajak Daerah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau

tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana

dibidang pajak Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum , sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XV I KET ENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pajak Hotel dan Restoran dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 34

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanj ut oleh Bupati.

(18)

Pasal 35

Peraturan Daerah ini berlaku mulai pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam.

Ditetapkan di Lubuk Basung pada tanggal 30 April 2003

BUPAT I AGAM,

ARISTO MUNANDAR Diundangkan di Lubuk Basung

pada tanggal 30 April 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN AGAM,

Drs. MUCHSIS MALIK NIP. 010081886

(19)

PENJELASAN ATAS

PERAT URAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2003

TENTANG PAJAK HOT EL

I . UMUM

Pajak Hotel adalah mer upakan salah satu sumber Pendapatan Daerah yang cukup potensial untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dengan Peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah, Pajak Hotel dan Pajak Restoran masing-masing berdiri sendiri. Oleh karena itu Pajak Hotel dan Restoran yang sebelumnya diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 3 Tahun 1999 yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Tahun 1999 Nomor 25 perlu disesuaikan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

II PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Angka 1 Cukup jelas Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Cukup jelas

(20)

Angka 4 Cukup jelas Angka 5 Cukup jelas Angka 6 Cukup jelas Angka 7 Cukup jelas Angka 8 Cukup jelas Angka 9 Cukup jelas Angka 10 Cukup jelas Angka 11 Cukup jelas Angka 12 Cukup jelas Angka 13 Cukup jelas Angka 14 Cukup jelas Angka 15 Cukup jelas Angka 16 Cukup jelas Angka 17 Cukup jelas

(21)

Angka 18 Cukup jelas Angka 19 Cukup jelas Angka 20 Cukup jelas Angka 21 Cukup jelas Angka 22 Cukup jelas Angka 23 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a

Fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk pariwisata ( cottege ), motel, wisma pariwisata,

pesangrahan, hotel, hotel losmen, dan rrumaah

penginapan.

Dalam pengertian r umah penginapan, termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 10 atau lebih yang menyediakan fasilitas seper ti rumah penginapan

Hur uf b

Pelayanan penunjang antara lain telepon, faksimili, telek, foto copy, pelayanan cuci, setrika, taksi dan pengangkutan lainnya yang disediakan dan atau dikelola hotel.

(22)

Hur uf c

Fasilitas olah raga dan hiburan, antara lain pusat kebugaran, ( fitness center ), kolam renang, tenis, golf, karoke, pub, diskotik yang disediakan dan atau dikelola hotel. Hur uf d Cukup jelas Pasal 3 Hur uf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas Hur uf d Cukup jelas Hur uf e Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas

(23)

Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 13

Pasal ini mengatur tentang penerbitan Surat Ketetapan pajak atas Pajak yang tidak dibayar sendiri. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dituj ukan kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat pemberitahuan Pajak Daerah atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilapor kan oleh Wajib Pajak.

Ayat (1)

Ketentuan ayat ini memberikan kewenangan kepada Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil hanya teradap kasus-kasus seper ti tersebut dalam ayat ini, dengan per kataan lain

(24)

hanya ter hadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban material.

Contoh:

x. Seorang Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat

Pemberitahuan Pajak Daerah pada tahun pajak 1998. Setelah

ditegur dalam jangka waktu ter tentu juga belum

menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, maka dalam jangka waktu paling lama 5 ( lima ) tahun Kepala

Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang

perpajakan Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar atas pajak yang terutang.

y. Seorang Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan

Pajak Daerah pada tahun pajak 1998. Dalam jangka waktu paling lama 5 ( lima ) tahun, ternyata dari hasil

pemeriksaan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang

disampaikan tidak benar. Atas Pajak yang terutang yang kurang bayar tersebut, Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar ditambah dengan sankssi administrasi.

z. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam contoh 2 yang telah

diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, jangka waktu paling lama 5 ( lima ) tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, maka Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahanan.

aa. Wajib Pajak berdasar kan hasil pemeriksaan Kepala Perangkat

Daerah yang bertanggung jawab dibidang per pajakan Daerah ternyata jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada

kredit pajaka, maka Kepala Perangkat Daerah yang

bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil.

(25)

Hur uf a Angka 1) Cukup jelas Angka 2) Cukup jelas Angka 3)

Yang dimaksud dengan penetapan pajak secara jabatan adalah besarnya penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang per pajakan Daerah berdasarkan data yang ada aau keterangan lain yang dimiliki Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah.

Hur uf b Cukup jelas

Hur uf c

Cukup jelas Ayat (2)

Ayat ini mengatur sanksi terhadap Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu mengenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua persen ) sebulan daari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat dibayar.

Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar.

Ayat (3)

Dalam hal Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, yaitu dengan ditemukannya data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang berasal dari hasil pemeriksaan sehingga pajak yang ter utang bertambah, maka terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% ( seratus persen ) dari j umla kekurangan pajak. Sanksi administrasi ini tidak

(26)

dikenakan apabila Wajib Pajak melapor kannya sebelum diadakan tindakan pemeriksaan.

Ayat (4)

Cukup jelas Ayat (5)

Dalam hal Wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, sebagaimana dimaksud ayat (1) hur uf a angka 3), yaitu Wajib Pajak tidak mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang seharusnya dilakukannya, maka dikenaan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% ( dua puluh lima persen ) dari pokok pajak yang terutang. Dalam kaus ini, maka Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah menetapkan pajak yang terutang secara jabatan melalui penerbitan Surat Ketetapan pajak Daerah Kurang Bayar . Selain sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% ( dua persen ) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar.

Pasal 14 Ayat (1)

Surat Tagihan pajak Daerah diterbitkan baik terhadap Wajib Pajak yang melakukan kewajiban pajak yang dibayar sendiri maupun terhadap Wajib Pajak yang melaksanakan kewajiban pajak yang dipungut. Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak atau kurang membayar pajak yang terutang, sedangkan sanksi administrasi berupa bunga dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak atau kurang membayar pajak yang terutang, sedangkan sanski administrasi ber upa denda dikenakan karena tidak dipenuhinya ketentuan formal, misalnya tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah.

Hur uf a

Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas

(27)

Hur uf c

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pembayaran atau terlambat dibayar. Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas

(28)

Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1)

Apabila Wajib pajak berpendapat bahwa j umlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak dan pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Perangkat daerah yang ber tanggung jawab dibidang perpajakan Daerah yang mener bitkan Surat Ketetapan Pajak. Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi dari ketetapan dengan membuat per hitungan jumlah ang seharusnya dibayar menurut perhitungan Wajib pajak.

Satu keberatan har us diajukan ter hadap satu jenis pajak dan satu tahun pajak. Hur uf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas Hur uf d Cukup jelas

(29)

Ayat (2)

Alasan-alasan yang jelas disini adalah mengemukakan dengan data atau bukti bahwa jumlah p-ajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar.

Ayat (3)

Ayat ini mengharuskan Wajib Pajak membuktikan kebenaran ketetapan pajak, dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadap pajak-pajak yang ditetapkan secara jabatan. Surat Ketetapan Pajak secara jabatan tersebut diterbikan karena Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah meskipun telah ditegur secara tertulis. Apabila Wajib Pajak tidak membuktikan ketidakbenaran Surat Ketetapan Pajak secara jabatan itu, maka keberatannya ditolak.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan keadaan di luar kekuasaannya dalam suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan Wajib pajak, misalnya karena Wajib Pajak sakit atau terkena musibah bencana alam.

Ayat (5)

Cukup jelas Ayat (6)

Ketentuan ini perlu dicantumkan dengan maksud agar Wajib pajak tidak menghindarkan kewajiban untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dengan dalih mengajukan keberatan, sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan Daerah.

Pasal 20 Ayat (1)

Ayat ini memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak maupun fiskus dan dalam rangka tertib administrasi, oleh karena itu keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak harus diberi keputusan oleh Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan dalam jangka waktu paling lama 12 ( dua belas ) bulan sejak Surat Keberatan diterima.

Ayat 2

(30)

Ayat 3

Cukup jelas Pasal 21

Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar.

Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Hur uf a Cukup jelas Hur uf b

Kepala Perangkat Daerah yang bertangung jawab dibidang perpajakan Daerah karena jabatannya, dan berlandaskan unsur keadilan dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar, misal Wajib Pajak yang ditolak mengajukan keberatannya karena tidak memenuhi persyaratan formal ( memasukkan Surat keberatan tidak pada waktunya ) meskipun persyaratan meterial terpenuhi. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Kepala Perangkat Daerah yang bertangung jawab dibidang perpajakan Daerah sebelum memberikan keputusan dalam hal kelebihan pembayaran pajak har us melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Ayat (3)

Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas

(31)

Ayat (5) Cukup jelas

Ayat (6)

Besarnya imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dihitung dari batas waktu 2 ( dua) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar sampai dengan saat dilakukannya pembayaran kelebihan.

Pasal 24 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas

(32)

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 26 Ayat (1)

Saat kedaluwarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi.

Ayat (2) Hur uf a

Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat paksa, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat paksa tersebut.

Huruf b

Yang dimaksud dengan pengakuan utang pajak secara langsung adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak daan belum melunasinya kepada Pemerintah Kabupaten.

Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tidak langsung adalah Wajib Pajak tidak secara nyata-nyata langsung menyatakan bahwa ia mengakui utang pajak kepada Pemerintah Kabupaten.

Contoh:

- Wajib Pajak mengajukan permohonan angsuran

penundaan pembayaran;

- Wajib Pajak mengaj ukan permohonan keberatan.

Pasal 27

Wajib Pajak dengan omzet Rp. 300 j uta per tahun atau lebih, pembukuannya harus memperlihatkan keadaan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya-biaya, serta jumlah arga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba/rugi pada setiap tahun pajak berakhir.

Wajib Pajak dengan omzet di bawah Rp. 300 juta per tahun, pembukuannya sekurang- kurangnya menggambarkan jumlah tamu per hari, fasilitas yang dibayar oleh tamu dan j umlah pembayaran yang dilakukan tamu.

(33)

Pasal 28 Ayat (1)

Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang perpajakan Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk:

c. menguji kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan Daerah;

d. tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan

perundang-undangan perpajakan Daerah.

Pemeriksaan dapat dilakukan di Kantor atau di tempat Wajib Pajak yang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi tahun- tahun yang lalu maupun tahun berjalan.

Ayat (2)

Apabila Wajib Pajak tidak dapat memenuhi kewajibannya yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak, maka dikenakan penetapan secara jabatan. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Hur uf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas

(34)

Hur uf d Cukup jelas Hur uf e Cukup jelas Hur uf f Cukup jelas Hur uf g Cukup jelas Hur uf h Cukup jelas Hur uf i Cukup jelas Hur uf j Cukup jelas Hur uf k Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Setelah adanya program PUAP, petani masih sulit memperoleh pinjaman modal untuk kegiatan agribisnis dengan mudah.. Program PUAP dapat menimbulkan masalah baru

Jika hasil hipotesis baik, maka pengendalian dianggap berperan dalam meningkatkan efektivitas penjualan saos dan sambal pada PT Kertasari Food.. Sebaliknya, jika

KSPPS Marhamah kemudian menjual aset tersebut kepada anggota dan anggota harus membelinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, karena secara hukum

Perlindungan Konsumen di atur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak

Pada penelitian ini telah dirancang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan metode yang dapat menggerakkan posisi sel surya agar selalu mengikuti arah pergerakan

Implementasi adalah tahapan penerapan dan pengujian sistem. Implementasi merupakan salah satu tahapan dalam pengembangan sistem perangkat lunak. Pada tahap ini akan

4.1 Perbandingan ukuran agregat maksium dalam beton dengan diameter beton inti harus lebih besar dari 1:3, atau diameter benda uji beton inti untuk benda uji kuat tekan

yang digunakan n untuk menetap untuk menetapkan kan lebar Laut lebar Laut Wilay Wilayah ah nasi nasional onal tidak selayaknya untuk digunakan sebagai metode