i
PENYAKIT
DEGENERATIF
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
ii
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta
Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pidana Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PENYAKIT
DEGENERATIF
CERVICAL
I KETUT sUYAsA
UDAYANA UNIVERsITY PREss 2019
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
iv
Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
PENYAKIT
DEGENERATIF
CERVICAL
Editor: I Ketut Suyasa Kontributor : I Ketut Suyasa I Ketut Siki KawiyanaPutu Astawa K G Mulyadi Ridia
I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna I Gede Eka Wiratnaya
Elysanti Dwi Martadiani Anak Agung Wiradewi Lestari
I Gusti Ayu Widianti I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi
I Putu Yuda Prabawa I Komang Arimbawa I G.N. Purna Putra Thomas Eko Purwata Cok Dalem Kurniawan
Tim Penyusun Buku :
I Ketut Suyasa I Gusti Ngurah Yudhi Setiawan
Trimanto Wibowo
Lay Out:
I Putu Mertadana
Diterbitkan oleh:
Udayana University Press Kampus Universitas Udayana Denpasar, Jl. P.B. Sudirman, Denpasar - Bali Telp. (0361) 255128 unudpress@gmail.com http://udayanapress.unud.ac.id
Cetakan Pertama:
2019, xxiii + 277 hlm, 15,5 x 23 cm ISBN: 978-602-294-332-7
v
P
SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS UDAYANA
Om Swastyastu,
uji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/lda Sang Hyang Widhi Wasa dengan diterbitkannya buku yang berjudul
Penyakit Degeneratif Cervical, yang membahas secara tuntas
mengenai penyakit degeneratif cervical dari berbagai aspek, mulai dari anatomi, biomekanik, patofisiologi, dasar - dasar diagnostik, respon inflamasi, histologi dan monitoring intraoperatif pada pembedahan medula spinalis serta penatalaksanaannya.
Saya menyambut baik diterbitkannya buku ini, karena telah menunjukkan betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan orthopaedi. Besar harapan saya buku ini dapat menambah referensi bagi mahasiswa kedokteran, dokter residen dan klinisi lainnya dalam memahami konsep-konsep dasar diagnosis dan tatalaksana Penyakit Degeneratif Cervical.
Terbitnya buku ini merupakan wujud nyata dari komitmen penulis untuk merangkum pengetahuan dan pengalaman di bidang Ilmu Orthopaedi, khususnya di bidang llmu Bedah Tulang Belakang. Semoga langkah penulis ini diikuti oleh staf pendidik lainnya untuk menulis buku sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.
Semoga bermanfaat untuk kepentingan pendidikan maupun pelayanan kepada masyarakat.
Om Santhi, Santhi, Santhi, Om
Denpasar, 27 November 2018
Prof.Dr.dr.A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
vii
N
yeri leher merupakan keluhan utama yang timbul pada daerah cervical yang dialami oleh penderita usia dewasa-tua. Keluhan ini muncul akibat adanya pengaruh berbagai faktor, salah satunya adalah akibat proses degenerasi. Proses degenerasi merupakan suatu proses alamiah yang terjadi pada manusia yang dapat mempengaruhi anatomi, fungsi dan biomekanik berbagai sistem organ.Pada sistem muskuloskeletal, degenerasi yang terjadi pada tulang belakang cervical dan struktur terkait akan menimbulkan keluhan nyeri yang akan mengganggu kualitas hidup. Keluhan nyeri ini yang menyebabkan mereka mencari pengobatan terutama pada nyeri yang menetap dan mengganggu kegiatan sehari – hari. Penulis pada kesempatan ini mengulas secara tuntas tentang penyakit degeneratif cervical dalam hal diagnosis maupun penatalaksanaannya agar pembaca dapat memahami dan mendapatkan informasi lengkap yang dibutuhkan tentang nyeri leher yang disebabkan oleh proses degenerasi pada cervical. Semoga dengan disusunnya buku ini dapat memberikan manfaat dalam proses pembelajaran bagi mahasiswa kedokteran, residen dan praktisi medis yang tertarik untuk mempelajari permasalahan nyeri leher.
Penulis
SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS UDAYANA ... v
PRAKATA ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xxi
BAB I ANATOMI DAN BIOMEKANIK CERVICAL .... 1
• Anatomi Cervical I Ketut Suyasa, I Gusti Ayu Widianti ... 3
• Biomekanik dan Stabilitas Cervical I Ketut Suyasa, I Ketut Siki Kawiyana ... 24
BAB II PEMERIKSAAN FISIK CERVICAL... 47
• Pemeriksaan Fisik Cervical I Ketut Suyasa, Putu Astawa, I Gede Eka Wiratnaya ... 49
BAB III IMAGING, HISTOPATOLOGI DAN ELEKTRODIAGNOSTIK PADA CERVICAL ... 87
• Imaging pada Cervical Elysanti Dwi Martadiani ... 89
• Imaging pada Proses Degenerasi Cervical Elysanti Dwi Martadiani ... 112
• Gambaran Histopatologi Degenerasi Sendi Facet I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi ... 128
x
(IONM) pada Operasi Medula Spinalis
I Komang Arimbawa, I GN. Purna Putra,
Thomas Eko Purwata ... 140
BAB IV NYERI LEHER (NECK PAIN) ... 157 • Nyeri Cervical Aksial
I Ketut Suyasa ... 159
• Cervical Radiculopathy
I Ketut Suyasa ... 166
BAB V PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL ... 173 • Penyakit Degeneratif Diskus Cervical
I Ketut Suyasa ... 175
• Respon Imunologis pada Penyakit Degeneratif Diskus Cervical
Anak Agung Wiradewi Lestari, I Ketut Suyasa,
I Putu Yuda Prabawa... 185
• Cervical Spondylotic Myelopathy
I Ketut Suyasa, I Gusti Lanang Ngurah Agung
Artha Wiguna ... 198
• Osifikasi Posterior Longitudinal Ligamen (OPLL)
I Ketut Suyasa, K G Mulyadi Ridia ... 208
BAB VI SURGICAL APPROACH
PADA CERVICAL SPINE ... 219 • Anterior Cervical Discectomy And Fusion
I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna ... 221
• Anterior Cervical Corpectomy
I Ketut Suyasa, I Gusti Lanang Ngurah Agung
Artha Wiguna ... 232
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
I Ketut Suyasa, K G Mulyadi Ridia ... 241
• Cervical Laminoplasty
I Ketut Suyasa... 255
BAB VII PENATALAKSANAAN
DAN REHABILITASI PADA NYERI LEHER ... 263 • Penatalaksanaan dan Rehabilitasi pada Nyeri Leher
Cok Dalem Kurniawan ... 265
xi
i
Gambar 1.1 Diseksi leher anterior. ... 3
Gambar 1.2 Anatomi tulang upper cervical ... 4
Gambar 1.3 Anatomi tulang pada lower cervical ... 5
Gambar 1.4 Vertebra cervical. ... 6
Gambar 1.5. Os atlas (C1) ... 8
Gambar 1.6 Anatomi os Axis (C2) (A) Lateral, (B) Axial, (C) Anterior ... 9
Gambar 1.7 Anatomi cervical bagian bawah (C3-C6) ... 10
Gambar 1.8 Anatomi lower cervical dan alignment saat terjadi gerakan ... 11
Gambar 1.9 Gambaran axial dan sagittal dari diskus intervertebralis dan tractus spinalis ... 13
Gambar 1.11 Distribusi dermatomal dan sensorik ... 14
Gambar 1.12 Susunan trunkus simpatikus pada sisi lateral dari cervical ... 15
Gambar 1.13 Arteri subclavia: medial (1), posterior (2), dan lateral (3) terhadap otot scalenus anterior ... 17
Gambar 1.14 Vena superfisial leher. ... 18
Gambar 1.15 Plexus vena pada vertebra. ... 18
Gambar 1.16 Bagian-bagian kepala dan leher yang menunjukkan fascia cervical ... 19
Gambar 1.17 Otot Platysma. ... 20
Gambar 1.18 Regio Strenocleidomastoideus ... 22
Gambar 1.19 Otot-otot leher ... 23
Gambar 1.20. Gambaran 3 dimensi atlanto-occipital. ... 25
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
Gambar 1.21. Ketidakstabilan vertebrae yang dapat
disebabkan karena trauma, infeksi,
mapun keganasan ... 30
Gambar 1.22 Orientasi Sendi Facet ... 33
Gambar 1.23 (a) Panjang relative lever arm yang menyebabkan gerakan fleksi. (b) Ligamen dan moment arm efektif ... 34
Gambar 1.24. Gerakan pada sendi atlantoaxial saat lateral bending dan rotasi aksial pada kepala ... 37
Gambar 1.25. Dorsal view pada kompleks sendi antlantooksipital ... 38
Gambar 1.26. Konsep 3 column menurut Dennis ... 41
Gambar 1.27. Representasi diagram dari pengukuran normal yang dapat digunakan untuk mendeteksi dislokasi atlantooksipital ... 43
Gambar 1.28. Representasi diagram untuk pengukuran invaginasi basilar. ... 44
Gambar 1.29. Tampilan lateral C0-Cl-C2. (A) ... 45
Gambar 1.30. Garis Digastrik. Representasi diagram dari artikulasi atlantooccipital dan pengukuran untuk invaginasi basilar. ... 46
Gambar 2.1. Anatomi tulang leher ... 49
Gambar 2.2. Posisi kepala dan leher dari sisi anterior, posterior dan lateral ... 50
Gambar 2.3. Sindrom Klippel-Feil ... 51
Gambar 2.4. Tortikolis ... 51
Gambar 2.5. Palpasi tulang Hyoid ... 53
Gambar 2.6. Kartilago tiroid ... 53
Gambar 2.7. Cincin pertama krikoid ... 54
Gambar 2.8. Tuberkulum karotis ... 54
Gambar 2.9. Aspek posterior dari tulang belakang cervical ... 55
Gambar 2.10. Inion (kiri), Prosesus mastoideus (kanan) ... 56
Gambar 2.11. Anatomi tulang belakang cervical. ... 57
xiv
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
Gambar 2.13. Gerakan khusus C1 (Atlas) dan C2 (Aksis) ... 58
Gambar 2.14. Gerakan fleksi craniocervical ... 59
Gambar 2.15. Gerakan ekstensi craniocervical ... 59
Gambar 2.16. Gerakan rotasi craniocervical ... 60
Gambar 2.17. Gerakan lateral fleksi craniocervical ... 61
Gambar 2.18. Dermatom sensorik pada extremitas atas ... 64
Gambar 2.19. Refleks Biceps ... 65
Gambar 2.20. Pemeriksaan neurologis C5 ... 66
Gambar 2.21. Refleks Brachioradialis ... 67
Gambar 2.22. Pemeriksaan neurologis C6 ... 67
Gambar 2.23. Refleks triceps ... 68
Gambar 2.24. Pemeriksaan neurologis C7 ... 69
Gambar 2.25. Pemeriksaan neurologis C8 ... 70
Gambar 2.26. Pemeriksaan neurologis T1 ... 71
Gambar 2.27. Tes Kompresi Foraminal. ... 72
Gambar 2.28. Tes Kompresi Cervical. ... 73
Gambar 2.29. Tes Kompresi Jackson. ... 73
Gambar 2.30. Tes Abduksi Bahu. ... 74
Gambar 2.31. (a) Tes Valsava. b) Mekanisme dari peningkatan tekanan intra-abdominal menyebabkan iritasi dari columna spinalis ... 75
Gambar 2.32. Tanda Lhermitte’s (A) Pasien duduk (B) Pemeriksa memfleksikan kepala pasien dan pinggul secara bersamaan ... 76
Gambar 2.33. Tanda Hoffmann ... 77
Gambar 2.34. Refleks Inversi Radial ... 77
Gambar 2.35. Tanda Finger escape ... 78
Gambar 2.36. (a) Tes klonus pada posisi duduk, (b) respons positif klonus ... 79
Gambar 2.37. Refleks Babinski ... 79
Gambar 2.38. Tes Adson ... 80
Gambar 2.39. Posisi untuk Tes Hautant. (A) Fleksi kedua bahu 90°(B) Rotasi dan ekstensi leher dengan bahu fleksi 90°. ... 81
Gambar 2.40. Tes Naffziger (kompresi vena jugularis) ... 81
Gambar 2.41. Translasi dari C1 pada C2 pada fleksi sebagai akibat dari ligamentum transversum yang robek ... 83
Gambar 2.42. Hubungan Cl ke C2 dan posisi ligamentum transversum. ... 84
Gambar 2.43. Tes ligamentum transversum C1. Tangan pemeriksa menyangga kepala dan C1. .. 84
Gambar 2.44. Tes Distraksi Pettman. A. Posisi pertama. B Posisi kedua (fleksi) ... 85
Gambar 2.45. A. Tes Atlantoaksial lateral shear B. Sendi MCP melawan prosesus transversus .... 86
Gambar 3.1. Gambaran radiografi plain X-ray cervical lateral view ... 90
Gambar 3.2. Garis-garis yang digunakan untuk mengevaluasi cervical X ray lateral view ... 91
Gambar 3.3. Spondylolisthesis ... 92
Gambar 3.4. Edema pada jaringan lunak anterior ... 92
Gambar 3.5. “Rule of twelves” dari Harris ... 93
Gambar 3.6. Interval atlantodens anterior dan poterior ... 94
Gambar 3.7. Pavlov Ratio ... 95
Gambar 3.8. Konsep 3 kolom menurut Dennis ... 96
Gambar 3.9. Anatomi normal tampak AP ... 97
Gambar 3.10. Oblique view dengan stenosis foramina akibat formasi osteofit pada foramina C4-5 dan C5-6 ... 97
Gambar 3.11. Dynamic view pada pasien rheumatoid arthritis menunjukkan pelebaran atlantodens anterior akibat instabilitas atlantoaksial... 98
Gambar 3.12. Tampak odontoid pada anatomi normal ... 99
Gambar 3.13. Swimmer view ... 99
Gambar 3.14. Perbedaan sekuens T1 dan T2 dalam MRI ... 101
Gambar 3.15. MRI cervical T1 sekuens (kiri) dan T2 sekuens (kanan) ... 102
xv
i
evaluasi sendi facet dengan MRI ... 104
Gambar 3.18. Potongan aksial T2-weighted pada C3-4
dengan MRI menunjukkan bulging diskus parasentral kanan yang mengakibatkan stenosis moderate dengan kompresi
spinal cord asimetris... 105
Gambar 3.19. Potongan koronal T2-weighted dengan MRI
menunjukkan herniasi sentral diskus C4-C5 .... 106
Gambar 3.20. Evaluasi postoperatif menggunakan CT scan .. 107 Gambar 3.21. CT Myelografi ... 109 Gambar 3.22. Bone Scan Technetium menunjukkan osteoid
osteoma pada vertebrae cervical ... 110
Gambar 3.23. Definisi cervical instability menurut White
dan Panjabi ... 115
Gambar 3.24. Radiograf cervical lateral. ... 117 Gambar 3.25. Schmorl’s node. MRI T2W menunjukkan
herniasi intravertebral (Schmorl’s node; tanda panah) yang terjadi pada endplate
corpus vertebra. ... 118
Gambar 3.26. Diskus yang normal (gambar kiri)
berbentuk menyerupai kacang, dengan bagian posterior yang konkaf.
Gambar kanan menunjukkan bulging disc, dimana bagian posterior diskus tidak lagi konkaf dengan adanya >50%
dari sirkumferensial diskus diluar te ... 120
Gambar 3.27. Protruded disc. MRI T2W menunjukkan
herniasi diskus dengan basis yang lebih lebar daripada dimensi diskus lainnya (protruded disc
herniation; tanda panah), di posisi sentral
dan foraminal, yang menyebabkan stenosis recessus lateralis kiri tanp ... 121
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
herniasi fokal dimana basisnya lebih
sempit (extruded disc herniation; tanda panah), di posisi sentral sehingga menyebabkan central canal stenosis tanpa penekanan
terhadap spinal cord ... 121
Gambar 3.29. Sequestrated disc. Sagittal MRI T2W menunjukkan adanya migrasi jauh dari diskus disertai fragmen diskus yang terlepas (sequestrated; tanda panah) ... 122
Gambar 3.30: Hipertrofi ligamen longitudinalis posterior ... 124
Gambar 3.31: Osifikasi ligamentum longitudinalis ... 124
Gambar 3.32: Multiple canal stenosis (tanda panah putih) ... 125
Gambar 3.33: Cervical myelopathy. ... 126
Gambar 3.34. Tampak lateral dari vertebra cervicalis (A) dan tampak aksial vertebra lumbalis (B) ... 128
Gambar 3.35. Sendi facet dan jaringan penyusunnya ... 131
Gambar 3.36 Gambaran makroskopis sendi facet inferior regio lumbalis normal dan yang mengalami degenerasi ... 133
Gambar 3.37. Gambaran morfologi makroskopis degenerasi permukaan sendi facet ... 134
Gambar 3.38. Pulasan dengan Safranin O dan Fast Green, Alcian Blue Hematoxylin/Orange G dan Hematoxylin & Eosin ... 135
Gambar 3.39. A. Zona superfisial intak, tetapi beberapa bagian kehilangan sel-sel dan matriks. ... 136
Gambar 3.40. Pulasan imunohistokimia dengan CD11b positif untuk sel-sel inflamasi ... 137
Gambar 3.41. Pulasan imunohistokimia dengan smooth muscle actin (α -SMA) positif pada otot polos pembuluh darah ... 137
Gambar 3.42. Vaskularisasi Medula Spinalis ... 142
Gambar 3.43. Jalur motorik dan Somatosensorik ... 143 Gambar 3.28. Extruded disc. MRI T2W menunjukkan
xviii
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
Gambar 3.44. Jalur perekaman SSEP ... 144
Gambar 3.45. Pemasangan elektrode dengan sistem internasional ... 145
Gambar 3.46. Letak elektrode dan gambaran gelombang pada perekaman ekstremitas atas ... 146
Gambar 3.47. Letak elektrode dan gambaran gelombang pada perekaman ekstremitas bawah ... 146
Gambar 3.48. Traktus Kortikospinalis ... 148
Gambar 3.49. Perekaman MEPs ... 150
Gambar 3.50. D-wave ... 151
Gambar 3.51. Aktifitas sEMG pada otot tibialis anterior. ... 153
Gambar 3.52. Trigger EMG ... 154
Gambar 4.1 Discography level C5-C6 tampak kebocoran pada margin posterior diskus C6-C7 ... 162
Gambar 4.2 Seorang wanita 70 tahun dengan nyeri cervical aksial kronis ... 164
Gambar 4.3. Hilangnya lordosis pada cervical, tampak adanya osteofit, dan penyempitan neuroforaminal. ... 169
Gambar 5.1 elemen struktural yang berkontribusi ... 176
Gambar 5.2. A, Perbandingan tempat keluarnya nerve root pada tulang cervical dan lumbal. B, Potongan melintang dari tulang belakang cervical pada tingkat diskus (D). Processus uncinatus (U) membentuk dinding ventral dari foramen. Akar saraf (N) keluar dari ... 176
Gambar 5.3. Peran inflamasi terhadap degenerasi diskus .... 186
Gambar 5.4. Gambaran umum proses inflamasi yang terlibat dalam degenerasi diskus ... 187
Gambar 5.5. Skema fase interdependen utama yang menyebabkan degenerasi diskus, yang melibatkan mediator inflamasi TNF-α. ... 190
pada degenerasi diskus ... 194
Gambar 5.8. MRI Sagittal T2 menunjukkan stenosis ... 212 Gambar 5.9. (A) Potongan Sagital dan (B) Potongan axial CT
scan dari tulang belakang di bagian thoraks yang menunjukkan adanya
penebalan ligamentum flavum. ... 213
Gambar 5.10. Gambaran CT scan non kontras... 214 Gambar 5.11. Tanda single-layer memiliki karakter
massa besar dengan sentral irregular hiperdens dengan aspek dorsal
dari corpus vertebrae cervical. ... 214
Gambar 6.1. Pasien posisi supine dengan leher
sedikit ekstensi dengan bantalan pada bagian posterior untuk
mempertahankan ekstensi... 222
Gambar 6.2. (A) Penanda pada cervical anterior: os hyoid
(C3-4), kartilago tiroid (C5), kartilago cricoid (C5-6), C6 lateral tubercle. (B) Anatomi
neurovascular pada cervical anterior ... 222
Gambar 6.3. Retraktor digunakan pada ekspos awal
anterior approach cervical ... 223
Gambar 6.4. Gunakan retaktor untuk mengoptimalkan
lapang pandang ... 224
Gambar 6.5. Bersihkan osteofit dan jaringan lunak
pada anterior corpus vertebrae ... 224
Gambar 6.6. Distraktor digunakan untuk mempertahankan
tinggi diskus dan memperluas eksposur ... 225
Gambar 6.7. (A) Penempatan pin distractor pada midline
corpus vertebrae (B) Pin dipasang dengan
posisi konvergen ... 225
Gambar 6.8. Pengangkatan Osteofit posterior dengan
high speed drill dan kuret ... 226
Gambar 6.9. Persiapan endplate ... 227 Gambar 5.7. Peran mediator inflamasi terhadap nyeri
xx
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
Gambar 6.10. Penggunaan cylindrical burrs untuk superior
dan inferior endplate ... 227
Gambar 6.11. Graft dapat dibuat dalam bentuk trapezoid
untuk mempertahankan bentuk lordosis ... 228
Gambar 6.12. Menambah dan mengurangi lordosis
dengan menggunakan plate bender ... 229
Gambar 6.13. Arah pemasangan screw. Konvergen pada
axial view (kiri), divergen pada
sagittal view (kanan). ... 230
Gambar 6.14. Jika menggunakan fixed angle screws,
gunakan guide agar arah screw tepat ... 230
Gambar 6.15. Konstruksi anterior cervical plate ... 231 Gambar 6.16. Pasien dalam posisi supine.
Kepala diberi bantalan pada bawah leher
hingga bahu. ... 232
Gambar 6.17. Anatomi cervical anterior dan anterior
approach... 233
Gambar 6.18. Angkat 2/3 anterior corpus vertebrae
dengan rongeur ... 235
Gambar 6.19. (A) Angkat tepi posterior corpus vertebrae
dengan menggunakan round tipped burr (B) Bersihkan osteofit pada tepi posterior
dengan burr dan curette. ... 236
Gambar 6.20. (A) Gunakan Kerrison 1mm untuk
memperlebar bagian posterior corpectomy (B) Corpectomy harus membentuk seperti
“trumpet” ... 236
Gambar 6.21. Endplate didekortikasi menggunakan
high-speed drill (kiri) Posisi graft terhadap
bagian posterior endplate (kanan) ... 236
Gambar 6.22. Angkat osteofit dan siapkan permukaan
anterior bone graft agar plate dapat
Gambar 6.23. Plate bender dapat digunakan untuk
mengatur kelengkungan plate agar mendapat
lordotik yang tepat ... 238
Gambar 6.24. Posisi anterior plate dengan ujung inferior mengarah pada sternal notch dan ujung superior mengarah ke corpus vertebrae cervical di atasnya. ... 239
Gambar 6.25. Pilihan Plate. Gunakan plate sependek mungkin sehingga screw diarahkan menjauhi endplate dengan posisi divergen ... 239
Gambar 6.26. Pasien posisi prone dengan kepala pada holder dengan leher dalam posisi netral ... 242
Gambar 6.27. Posterior midline cervical approach ... 244
Gambar 6.28. Pemasangan interspinous wiring. ... 244
Gambar 6.29. Bone graft dipasang pada lamina yang telah didekortikasi, dan dikencangkan dengan wire ... 245
Gambar 6.30. Oblique facet wiring ... 245
Gambar 6.31. “Box” dari lateral mass ... 246
Gambar 6.32. Entry point pada C7... 246
Gambar 6.33. Gambaran cervical arch dan penandaan entry point pada masing-masing level ... 247
Gambar 6.34. Teknik pemasangan screw menurut (A) Magerl, (B) Roy-Camille ... 248
Gambar 6.35. Teknik hybrid pemasangan lateral mass screw (A) 10-20˚ cephalad dan (B) 30 o ke lateral... 248
Gambar 6.36. Teknik modified Magerl ... 249
Gambar 6.37. Dilakukan bending pada plate untuk membentuk kontur plate yang tepat ... 250
Gambar 6.38. Lateral offset connectors yang digunakan untuk mengatur ukuran dan sudut screw ... 251
Gambar 6.39. Crosslink connectors digunakan untuk menghubungkan rod bilateral sehingga terbentuk konstruksi yang lebih stabil. ... 251
xxii
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
Gambar 6.40. Sebelum meletakkan bone graft, dilakukan
dekortikasi di sekitar sendi facet ... 252
Gambar 6.41. Konstruksi rod memberikan akses
untuk pemasangan bone graft yang tidak
dapat dilakukan dengan plate saja ... 252
Gambar 6.42. Open door laminoplasty (kiri),
French door laminoplasty (kanan) ... 256
Gambar 6.43. Open-door laminoplasty dengan plate ... 257 Gambar. 6.64. Berbagai macam teknik laminoplasty ... 258 Gambar 6.65. Diagram skematik orientasi miniplate
titanium dalam laminoplasty C3-C6
dan struktur anatomi yang berdekatan. ... 260
Gambar 7.1 Isometric Exercises... 274 Gambar 7.2 Chin Tuck Exercise... 275
Tabel 1.1. Range of Movement rotasi pada Subaxial
cervical spine ... 39
Tabel 1.2. Instabilitas klinis pada C0-C1-C2 ... 42
Tabel 1.3. Ceklist elemen instabilitas pada lower cervical spine ... 43
Tabel 2.1. Range of motion dari cervical ... 61
Tabel 2.2. Derajat Kekuatan Motorik dan Refleks ... 63
Tabel 2.3. Ringkasan pemeriksaaan neurologis cervical ... 71
Tabel 3.1. Klasifikasi Meyerding untuk derajat spondylolisthesis ... 116
Tabel 3.2. Derajat perubahan diskus intervertebra ... 120
Tabel 4.1. Pemeriksaan Neurologi C4 - C8 ... 168
Tabel 4.2. Daftar diagnosis banding dari nyeri pada leher dan bahu ... 170
Tabel 5.1. The European Myelopathy Score (EMS) ... 201
Tabel 5.2. Skema Penanganan Nyeri Rekomendasi WHO .... 203
BAB V
PENYAKIT DEGENERATIF
CERVICAL
Penyakit Degeneratif Diskus Cervical
I Ketut Suyasa
Respon Imunologis pada Penyakit Degeneratif Diskus Cervical
Anak Agung Wiradewi Lestari, I Ketut Suyasa, I Putu Yuda Prabawa
Cervical Spondylotic Myelopathy
I Ketut Suyasa, I Gusti Lanang Ngurah Agung Artha Wiguna
Osifikasi Posterior Longitudinal Ligamen (OPLL)
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
OSIFIKASI POSTERIOR LONGITUDINAL
LIGAMEN (OPLL)
I Ketut Suyasa, K G Mulyadi Ridia
1. Pendahuluan
• Osifikasi posterior longitudinal ligamen (OPLL)
adalah penyebab paling sering Cervical spondylotic myelopathy.
• Hampir 25% pasien dengan cervical spondylotic
myelopathy diperkirakan mengalami OPLL.
• Usia onset OPLL adalah 50 tahun
• Prevalensi dua kali lebih sering pada laki-laki dibanding pada perempuan.
• Sekitar 70% kasus OPLL terjadi pada cervical, diikuti oleh 15% di thoracal dan 15% di tulang belakang lumbal atas dari L1 sampai L3.
2. Etiologi dan faktor risiko
• OPLL adalah penyakit multifaktorial yang melibatkan peran faktor genetik dan lingkungan.
• OPLL dibagi menjadi dua jenis:
o Primer, atau idiopatik.
o Sekunder, atau sindromik.
- Rachitis hypophosphatemia
- Osteomalacia
- Berbagai gangguan endokrin, seperti
hipoparatiroidisme, akromegali, dan
gigantisme.
3. Anatomi
• Posterior longitudinal ligamen (PLL), yang terdiri dari serat kolagen dengan elastin yang terkonsentrasi
BAB V PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
209
di sentral, berasal dari dasar clivus dan meluas ke sakrum.
• Ligamen ini melekat pada masing-masing annulus
fibrosus dengan tebal 1 hingga 2 mm pada bagian sentral, dan menipis di bagian lateral.
• HipertrofiPLLpertamakalidikaitkandenganhiperplasia
fibroblastik diikuti oleh peningkatan deposisi kolagen. • Penyakit ini dikaitkan dengan proses mineralisasi
progresif dan pertumbuhan tulang rawan sebagai formasi lanjut dari pusat osifikasi, yang akhirnya menyatu dan mengarah ke OPLL.
• OPLL menebal ke anterior-posterior dengan rata-rata 0,4 mm per tahun dan menebal kearah longitudinal 0,67 mm per tahun.
4. Patologi
• OPLL terjadi karena osifikasi enchondral dan
intramembranous yang menghasilkan formasi tulang lamellar ektopik.
• OPLL biasanya dimulaidenganadanyafibrosisvaskular,
yang menyebabkan kalsifikasi, proliferasi kartilago, dan kemudian osifikasi.
5. Mekanisme cedera saraf
• Dua mekanisme utama yang berkontribusi terhadap
cedera saraf pada pasien dengan OPLL: o Direct/langsung
Kompresi spinal cord secara langsung (karena operasi, kompresi OPLL, spondylosis kronis) menyebabkan kerusakan terutama pada anterior cord (spinothalamikus, motorik) dan anterolateral cord (traktus kortikospinal).
Cedera tidak langsung terjadi karena distraksi saat operasi, hipotensi, atau manuver lain yang mengakibatkan iskemia sehingga terjadi disproporsi pada traktus posterolateral.
6. Klasifikasi
The Japanese Investigation Committee on the Ossification of the Spinal Ligaments mengklasifikasikan OPLL menjadi 4 subtipe
tergantung lokasi ekstensinya:
• Continuous : OPLL pada beberapa vertebra yang berurutan.
• Segmental : OPLL pada beberapa vertebra yang tidak
berurutan, dipisahkan oleh penekanan segmen diskus intervertebralis.
• Mixed : Kombinasi tipe continuous dan segmental.
• Circumscribed : OPLL terbatas pada ruang diskus saja.
Dalam hal distribusi, jenis segmental adalah yang paling umum (39%), diikuti oleh campuran (29%), continuous (27%), dan fokal (5%).
Klasifikasi lainnya membagi OPLL berdasarkan morfologi sagital
• tipe plateau : merupakan jenis yang paling umum pada tipe
segmental dan continuous
• tipe hill : sering terjadi pada tipe fokal.
7. Gejala klinis
• Upper motor neuron
o Hoffman sign
o Finger escape sign
o Babinski sign
• Gangguan gait
• Nyeri aksial biasanya tidak ditemukan, kecuali pada pasien dengan riwayat trauma.
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
211
BAB V PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
• Pasien dengan gangguan pada vertebrae lumbal akan menunjukkan gejala stenosis kanal, termasuk gangguan saraf sensoris pada tungkai bawah.
Banyak faktor risiko statis maupun dinamis yang telah ditemukan terhadap perkembangan dan perburukan pasien dengan OPLL yang mengalami myelopathy. Contohnya mencakup:
• Lebih dari 60 % terjadi kompresi spinal cord oleh OPLL
• OPLL berdeviasi kearah lateral
• OPLL bersifat progresif
• OPLL tipe segmental mempunyai risiko yang lebih
buruk
8. Modalitas pencitraan
Modalitas pencitraan seperti CT scan dan MRI telah membantu pemahaman mengenai OPLL. Namun, radiografi konvensional tetap memiliki manfaat dan merupakan metode paling sederhana dalam skrining OPLL.
8.1. Foto X-Ray Polos
• Sebagian besar diagnosa OPLL dapat ditegakkan
dengan foto X-ray polos.
• Foto cervical lateral view dapat membantu dalam
memperhitungkan kompresi canalis spinalis oleh OPLL. Sebuah garis memanjang yang terosifikasi di tepi posterior corpus vertebrae pada foto lateral view menunjukan OPLL.
• Foto X-ray polos juga dapat memberikan gambaran
terhadap penyakit penyerta lain, seperti diffuse idiopathic
skeletal hyperostosis atau ankylosing spondylitis.
Pavlov Ratio. Berdasarkan foto X-ray polos lateral view,
lebar canalis spinalis cervical dari anterior posterior sebesar 17 mm. Stenosis absolut terjadi apabila lebar kanal 10 mm atau
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
kurang, sedangkan stenosis relatif terjadi jika lebar kanal 10- 13 mm. Rasio okupansi OPLL diukur dengan membandingkan ketebalan lesi yang terosifikasi dengan jarak anterior/ posterior diameter dari kanal. Apabila perbandingannya ebih dari 40%, maka risiko terjadinya myelopathy akan meningkat.
8.2. Computed Tomography (CT Scan)
• CT scan merupakan modalitas utama untuk menilai
jenis dan ekstensi OPLL.
• CT scan aksial menunjukan OPLL dengan gambaran massa yang terosifikasi, memanjang dari margin posterior corpus vertebra ke dalam canalis spinalis cervical.
• CT- scan sagital paling baik dalam menunjukkan tingkat OPLL dan menentukan klasifikasi.
• CT myelography dapat menunjukkan tingkat kompresi dari spinal cord dan sangat berguna pada pasien dengan kontraindikasi pemeriksaan MRI
Gambar 5.8. MRI Sagittal T2 menunjukkan stenosis karena osifikasi
BAB V PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
213
Gambar 5.9. (A) Potongan Sagital dan (B) Potongan axial CT scan
dari tulang belakang di bagian thoraks yang menunjukkan adanya penebalan ligamentum flavum.
• Jika ditemukan tanda single layer atau double layer, kemungkinan terjadi penetrasi dural sac oleh OPLL yang akan tampak pada potongan bony window.
• Tanda single-layer didefinisikan sebagai adanya jaringan hiperdens yang terosifikasi di bagian belakang corpus vertebrae yang tampak sebagai massa sentral yang besar.
• Tanda double-layer didefinisikan sebagai 2 massa
hiperdens terosifikasi yang dipisahkan oleh garis hipodens linear yang dihasilkan oleh hipertrofi PLL tetapi tidak terosifikasi. Tanda double-layer biasanya merupakan tanda patognomik terhadap keterlibatan dural.
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
Gambar 5.10. Gambaran CT scan non kontras dengan penampang aksial
yang menunjukkan adanya tanda klasik double-layer dengan karakter garis hiperdens OPLL pada bagian belakang corpus vertebra, diikuti oleh massa hipodens yang menunjukkan penetrasi dura, diikuti oleh massa hiperdens
intradural OPLL.
Gambar 5.11. Tanda single-layer memiliki karakter massa besar dengan sentral
215
• MRI merupakan modalitas yang penting dalam
mengevaluasi spinal cord pada osifikasi ligament longitudinal posterior, meskipun mungkin tidak menunjukkan banyak informasi untuk OPLL.
• OPLL tipe klasik menunjukkan gambaran hipointens
baik pada gambar T1 dan T2.
• Pencitraan T2 dapat menunjukkan adanya edema,
gliosis atau myelomalasia.
9. Tatalaksana
9.1. Tatalaksana Konservatif
• Tatalaksana konservatif dilakukan jika pasien tidak menunjukkan gejala atau dengan gejala ringan.
• Tatalaksana dapat berupa
o Observasi
o Orthosis cervical
o Traksi
o Medikamentosa NSAID
9.2. Tatalaksana Operatif
• Penanganan operasi pada OPLL dapat dibagi:
o Anterior approach
- Anterior approach merupakan tindakan direct target terhadap massa yang terosifikasi
o Posterior approach
- Posterior approach merupakant teknik standar
dekompresi seperti pada spondylotic
myelopathy yaitu laminectomy, laminectomy dengan fusi atau laminoplasty.
BAB V PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
• Indikasi
o Tipe segmental atau lokal yang melibatkan kurang
dari 3 segmen antara C2 dan T1 tanpa adanya stenosis kongenital.
o Kifosis lokal dengan 60% rasio kanal okupansi. • Tindakan pada anterior approach meliputi
o Corpectomy dan eksisi dari massa yang telah
terosifikasi diikuti dengan fusi o Skip corpectomy
o Oblique corpectomy
o Open-window corpectomy
o Dekompresi anterior dengan transvertebral
approach.
• Komplikasi
o Ekstrusi graft
o Pseudoarthrosis
o Implant failure
o Robekan pada dura
9.2.2. Posterior Approach
• Indikasi
o Keterlibatan segmen lebih dari 3 level
o Umur lebih dari 65 tahun
o Lordosis cervical
• Tindakan pada posterior approach
o Laminectomy dengan atau tanpa instrumentasi
o Laminoplasty
• Komplikasi
o Instabilitas spinal o Kifosis post laminectomy
o Progresivitas dari OPLL
• Tambahan instrumentasi posterior mencegah terjadinya
kifosis post laminectomy, akan tetapi hal ini tidak efektif
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
217
BAB V PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
jika terdapat kifosis yang berat dan OPLL yang besar saat preoperatif.
9.2.3. Hasil
Beberapa faktor risiko yang diidentifikasi dan diasosiasikan dengan hasil yang kurang baik pada operasi OPLL adalah:
- Usia tua
- Malalignment pada regio cervical
- Rasio kanal okupansi lebih dari 60%
- OPLL tipe segmental
- Status neurologis preoperatif
- Penetrasi dura
- Intensitas sinyal yang tinggi pada intramedular di T2 MRI
- Diabetes mellitus
Daftar Pustaka
Epstein N. Ossification of the cervical posterior longitudinal ligament: a review. Neurosurg Focus 2002; 13: ECP1.
Kalb S, Martirosyan NL, Perez-Orribo L, et al. Analysis of demographics, risk faktors, clinical presentation, and surgical treatment modalities for the ossified posterior longitudinal ligament. Neurosurg Focus 2011; 30: E11.
Epstein NE. Ossification of the posterior longitudinal ligament in evolution in 12 patients. Spine (Phila Pa 1976) 1994; 19: 673- 01.
Garg B, Sharan A. Ossification of the Posterior Longitudinal Ligament. In: Garfin SR, Fischgrund JS, Eismont FJ, et al. (eds)
Rothman-Simeone and Herkowitz’s The Spine. Philadephia, PA:
Elsevier, 2018, pp. 763–770.
Epstein N, Yonenobu K. Ossification of the Posterior Longitudinal Ligament. In: Steinmetz MP, Benzel EC (eds) Benzel’s Spine
Surgery. Philadephia, PA: Elsevier, 2017, pp. 870–881.
Frymoyer J. Orthopaedic Knowledge Update 4. Rosemont, IL: American Academy of Orthopaedic Surgeons, 1993.
PENYAKIT DEGENERATIF CERVICAL
Kill C, Risse J, Wallot P, et al. Videolaryngoscopy with Glidescope Reduces Cervical Spine Movement in Patients with Unsecured Cervical Spine. J Emerg Med 2013; 44: 750–756.
Mochizuki M, Aiba A, Hashimoto M, et al. Cervical myelopathy in patients with ossification of the posterior longitudinal ligament. J Neurosurg Spine 2009; 10: 122–128.
Matsunaga S, Sakou T, Taketomi E, et al. Clinical course of patients with ossification of the posterior longitudinal ligament: a minimum 10-year cohort study. J Neurosurg Spine 2004; 100: 245–248.