• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EVALUASI TAMAN KOTA SEBAGAI TAMAN TERAPEUTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI EVALUASI TAMAN KOTA SEBAGAI TAMAN TERAPEUTIK"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus: Taman Cilaki Atas, Kota Bandung)

AZI MUHAMAD ALIF HIDAYAH

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

AZI MUHAMAD ALIF HIDAYAH. Studi Evaluasi Taman Kota sebagai Taman Terapeutik (Studi Kasus: Taman Cilaki Atas, Kota Bandung). Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO.

Taman kota merupakan area terbuka yang mampu mengakomodasi kebutuhan aktivitas sosial bagi masyarakat. Fungsi lain dari taman kota, di antaranya, sebagai area ekologis dan estetika perkotaan, termasuk pemafaatan lainnya dapat dijadikan untuk fungsi kesehatan (taman terapeutik). Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia memiliki berbagai taman kota yang dimanfaatkan oleh publik sebagai area sosial. Taman-taman tersebut berpotensi dimanfaatkan sebagai taman terapeutik yang menjadi area terapi sehat milik publik. Salah satu taman tersebut adalah Taman Cilaki Atas Kota Bandung. Namun, bentuk-bentuk pemanfaatan untuk terapi masih belum fungsional. Berdasarkan potensi dan permasalahan tersebut, perlu dilakukan studi untuk mengevaluasi fungsi terapi pada desain taman kota dengan mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik dan konsep desain dari taman kota, mengkonfirmasi pendapat responden dan memverifikasi perilaku pengunjung taman kota, serta menyusun rekomendasi taman kota berdasarkan hasil evaluasi.

Penelitian dilakukan di Taman Cilaki Atas (TCA), Kota Bandung dengan tahapan pengumpulan data pada Juli 2009. Analisis deskriptif dilakukan untuk menentukan karakteristik fisik dan desain dari TCA, serta untuk mengetahui karakteristik pengunjung TCA berdasarkan data kuesioner. Evaluasi merupakan tahapan selanjutnya yang dilakukan dengan metode penentuan nilai Key performance index (KPI) dari kondisi aktual taman berdasarkan kriteria desain yang disusun dari para ahli taman terapeutik. Tahapan sintesis dilakukan dengan mengkonfirmasi pendapat responden dari data kuesioner, dan memverifikasi perilaku pengunjung, yang keduanya merupakan pertimbangan selanjutnya sebelum diusulkan kriteria elemen, desain, dan ruang untuk taman terapeutik.

Daerah sekitar taman ini terdiri dari struktur terbangun seperti permukiman penduduk, gedung perdagangan, gedung pemerintahan, dan gedung perkantoran. Pembagian ruang pada taman tersebut dapat dibagi menjadi ruang penerimaan, ruang utama utara, ruang transisi, ruang utama selatan, dan ruang refleksi. Hasil evaluasi TCA terhadap fungsi terapeutik menghasilkan nilai KPI untuk komponen fisik sebesar 0.52, komponen kualitas tapak (visual, akustik dan aromatik) sebesar 0.59, komponen ruang taman sebesar 0.58, komponen elemen taman (softmaterials, hardmaterials, dan elemen pendukung) sebesar 0.64, dan komponen aktivitas pengguna sebesar 0.58. Nilai total KPI dari seluruh komponen dihasilkan sebesar 0.61 dengan skala nilai 0-1. Hasil konfirmasi aktivitas pengunjung dan persepsinya terhadap fungsi terapi dari TCA diperoleh 81.40% menyatakan ada pengaruh terhadap kesehatannya dan sebanyak 18.60% menyatakan tidak ada pengaruh terhadap kesehatannya. Aktivitas kesehatan yang dominan berupa jogging, jalan cepat, dan jalan refleksiologi. Hasil verifikasi pengamatan perilaku diperoleh bahwa konsentrasi pergerakan pengunjung adalah pada jalur jogging dan jalur refleksi sebagai perilaku pergerakan aktivitas

(3)

komponen dengan hasil konfirmasi pendapat responden dan verifikasi perilaku pengunjung. Rekomendasi dibagi kedalam dua kelompok, yaitu rekomendasi umum dan rekomendasi terapi. Bentuk rekomendasi yaitu berupa gambar penunjang dan gambar berbentuk spasial pemetaan beserta lokasinya dari hasil rekomendasi yang dibuat berdasarkan kode gambar.

(4)

             

AZI MUHAMAD ALIF HIDAYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

NIM : A44051253             Disetujui, Pembimbing

Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si NIP: 19620214 198703 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP: 19480912 197412 2 001

(6)

hidayah, dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Evaluasi Taman Kota sebagai Taman Terapeutik (Studi Kasus: Taman Cilaki Atas, Kota Bandung)”. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dengan terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan pemikiran, tenaga, serta dana yang berharga khususnya kepada

1. kedua orang tua tercinta, Ayah dan Ibu atas dorongan moral dan doanya yang senantiasa diberikan kepada penulis;

2. Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan arahan, dorongan pemikiran dan perbaikan dalam kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi hingga terselesaikanya skripsi ini; 3. Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara

Mugnisjah, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan masukan hingga terbentuknya skripsi ini;

4. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan pengarahan selama perkuliahan;

5. Ir. Yogi Suparjo selaku kepala Dinas Pertamanan yang telah memberikan izin disposisi penelitian, serta Ir. Sumitro selaku Kepala Bidang Pengadaan dan Pemeliharaan Taman dan Ir. Evida selaku kepala Bidang Perencanaan Taman Dinas Pertamanan Kota Bandung, yang telah memberikan izin kepada penulis dalam pencarian data;

6. Bapak Aming Priatna, Bapak Dwi, dan Bapak Aji yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam pencarian data sekunder dan peta taman di Dinas Pertamanan Kota Bandung;

7. kakak dan abang penulis (Teteh dan Akang, Teh Cucu dan A Amat, Aa dan Teh Lia, dan A Ende dan Teh Ai);

(7)

Bouvier (Sakti, Dery, Yoki), dan teman HIMAGA 42 (Hamdan, Merlynda, Mila, Resna, Fahmi, Epul);

9. Rachma, Yosep, dan Diar atas perjuangannya bersama-sama di Bandung; 10. teman-teman ARL 42 (Uut, Cindy, M. Zaini, Puput, Fran, Rindha, Arsyad,

Yuni, Fajar, Mega A., M. Iqbal, Endah, Rakhmat, Jania, Danand, Lisa, Chandra, Vella, M. Mudhofir, Ian, Munawir, Kartika Sari, M. Rizki, Kartika, M. Saepulloh, Nur Farida, Eka Chandra, Rina, Hudi, Yulianti, Bayu, Mega W., Ferbi, Rizka, Kalla, Dian, Lia, Hernando, Dara, Hadrian, Dewi, Vabianto, Ramanda, Heru, dan Yolla) atas dorongan semangat dan bantuannya, dan kakak kelas ARL 40 dan 41, serta adik kelas ARL 43, 44, dan 45;

11. teman asrama kamar C1 019 (Cahyo dan Miftakh) atas kebersamaannya, Dede, Fauzan, Deni, Agus, dan teman TPB kelas A24.

12. sahabat terkenang Alm. Taseh Budi Winarsa yang telah memberikan bantuan pada masa kuliah dahulu.

Penulis senantiasa menerima kritik dan saran demi kelancaran dan kesempurnaan penelitian dan skripsi ini. Semoga bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Februari 2010

Azi Muhamad Alif Hidayah

                         

(8)

Azi Muhamad Alif Hidayah, dilahirkan di Garut pada tanggal 22 Juni

1987 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Oom Rohmana dan Karmanah. Mengawali pendidikan formalnya, penulis lulus pada tahun 1999 dari jenjang pendidikan dasar di SD Negeri Citelu I Cilawu Garut. Pada tahun 2002 penulis lulus dari jenjang pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Cilawu. Selanjutnya, pada tahun 2005 penulis lulus dari jenjang pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Cilawu (SMA Negeri 8 Garut) dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Pada tahun 2006 penulis diterima di Mayor Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Selama perkuliahan penulis aktif mengikuti keorganisasian. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Garut (Himaga IPB) selama tiga tahun sebagai pengurus Divisi Kewirausahaan, Divisi Pendidikan dan tahun terakhir sebagai pengurus Divisi Infokom. Selain itu, penulis pernah menjadi anggota dan pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap) sebagai pengurus Divisi Kewirausahaan dan asisten pada mata kuliah Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap (ARL 200) di Departemen Arsitektur Lanskap.

(9)

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

1.4 Kerangka Pikir ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Kota ... 4

2.2 Taman Terapeutik ... 5

2.3 Terapi Ruang Terbuka ... 10

2.4 Proses Evaluasi ... 11

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi ... 13

3.2 Bahan dan Alat ... 14

3.3 Tahapan Penelitian ... 14 3.3.1 Persiapan ... 15 3.3.2 Inventarisasi ... 15 3.3.3 Analisis ... 20 3.3.4 Evaluasi ... 22 3.3.5 Sintesis ... 23

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Lokasi dan Aksesibilitas ... 24

4.2 Fasilitas Taman ... 25

4.3 Pengelolaan ... 27

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis ... 29

5.1.1 Analisis Fisik ... 29

5.1.2 Analisis Ruang-Ruang Taman ... 31

5.1.3 Analisis Kualitas Taman ... 33

5.1.3 Analisis Elemen Taman ... 35

5.1.4 Analisis Pengunjung dan Aktivitas ... 37

5.2 Evaluasi ... 48

5.2.1 Evaluasi Fisik ... 48

5.2.2 Evaluasi Ruang-Ruang Taman ... 50

5.2.3 Evaluasi Kualitas Taman ... 51

5.2.3 Evaluasi Elemen Taman ... 54

(10)

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan ... 74

6.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(11)

1. Jenis, Interpretasi dan Sumber Data yang Diperlukan ... 16

2. Jenis Data Berdasarkan Kondisi Aktual beserta Kriteria Desain Fungsional Taman Terapeutik ... 19

3. Penilaian Unsur Terapeutik Taman Aktual ... 21

4. Ruang Taman, Aktivitas, dan Fasilitas Pendukung Eksisting ... 33

5. Elemen Tanaman di TCA ... 35

6. Elemen Perkerasan di TCA ... 36

7. Rata-rata Jumlah Pengunjung per Menit Berdasarkan Hari dan Waktu ... 37

8. Persepsi Tingkat Kepentingan Unsur Desain ... 43

9. Hasil Penilaian Fisik Taman ... 48

10. Hasil Penilaian Ruang-Ruang Taman ... 50

11. Hasil Penilaian Kualitas Taman ... 51

12. Hasil Penilaian Elemen Taman ... 55

13. Hasil Penilaian Pengunjung dan Aktivitas ... 57

14. Hasil Rekapitulasi Evaluasi Aktual, Konfirmasi Responden, dan Verifikasi Pengamatan Perilaku Pengunjung. ... 58

(12)

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 3

2. Peta Lokasi Penelitian ... 13

3. Tahapan Penelitian ... 14

4. Lokasi TCA Bandung ... 25

5. Fasilitas Pedestrian/Jogging Track ... 26

6. Fasilitas Toilet ... 27

7. Fasilitas Jalur Refleksi Pijat Kaki ... 27

8. Aksesibilitas dan Kondisi Aktual TCA ... 29

9. Daerah Persimpangan Jalan ... 30

10. Akses Masuk Taman ... 31

11. Ruang Eksisting dan Sirkulasi Ruang Pengguna TCA ... 32

12. Visual Bayangan Taman ... 33

13. Penyebab Kebisingan ... 34

14. Penyebab Aroma Tidak Sedap ... 35

15. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Usia ... 38

16. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Pendidikan ... 38

17. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Pekerjaan ... 39

18. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Pergerakan Kedatangan ... 39

19. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Frekuensi Kunjungan ... 39

20. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Lama Kunjungan ... 40

21. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Pendamping ... 40

22. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Aktivitas Utama ... 41

23. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Persepsi Jenis Pemadangan yang Disukai ... 41

24. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Persepsi Elemen Taman yang Disukai ... 42

25. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Persepsi Pencahayaan ... 42

26. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Persepsi Suara/Bunyi ... 43

27. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Persepsi Aroma ... 43

28. Karakteristik Pengunjung Berdasarkan Persepsi Jenis Tanaman ... 43

(13)

32. Evaluasi dan Rekomendasi Lokasi Pintu Masuk ... 61

33. Evaluasi dan Rekomendasi Fisik Pintu Masuk ... 61

34. Evaluasi dan Rekomendasi Fasilitas Disable People ... 62

35. Evaluasi dan Rekomendasi Fisik Jalur Jalan ... 62

36. Evaluasi dan Rekomendasi Fungsi dan Intensitas Jalur Jalan ... 63

37. Evaluasi dan Rekomendasi Keamanan Elemen Taman ... 64

38. Evaluasi dan Rekomendasi Pencegahan Perilaku Vandalisme ... 64

39. Evaluasi dan Rekomendasi Site Furniture ... 65

40. Evaluasi dan Rekomendasi Peraturan Penggunaan Taman ... 65

41. Evaluasi dan Rekomendasi Ragam Ruang ... 66

42. Evaluasi dan Rekomendasi Kualitas Pencahayaan ... 66

43. Evaluasi dan Rekomendasi Tanaman Berbunga dan Berwarna ... 67

44. Evaluasi dan Rekomendasi Tanaman Aromatik ... 67

45. Evaluasi dan Rekomendasi Kebisingan ... 68

46. Evaluasi dan Rekomendasi Daya Tarik Tanaman ... 69

47. Evaluasi dan Rekomendasi Jalur Refleksi ... 69

48. Evaluasi dan Rekomendasi Elemen Taman ... 70

49. Evaluasi dan Rekomendasi Elemen Air ... 70

50. Evaluasi dan Rekomendasi Habitat Satwa ... 71

51. Evaluasi dan Rekomendasi Pandangan Air dan Langit ... 71

52. Pemetaan Hasil Evaluasi Eksisting ... 72

(14)

1. Karakteristik Pengunjung TCA ... 79 2. Kuesioner untuk Wawancara ... 82

(15)

1.1 Latar Balakang

Kota sebagai pusat pemerintahan, permukiman, perdagangan, dan pendidikan memiliki intensitas kegiatan yang tinggi yang dilakukan oleh strata sosial masyarakat yang beragam. Pembangunan dilakukan di berbagai sektor guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin bertambah dengan cepat. Pembangunan yang tidak seimbang antara keperluan ekonomi, ekologi, dan sosial membuat kualitas lingkungan kota menjadi rusak dan tidak terkendali. Untuk mengimbanginya dibutuhkan peningkatan fasilitas, sarana, dan prasarana yang baik dari segi kualitas dan kuantitas serta fungsional dan estetik. Salah satunya adalah dengan pembangunan taman kota.

Keberadaan taman kota bagi masyarakat kota sangat penting karena dapat dijadikan sebagai area terbuka yang mampu mengakomodasi kebutuhan rekreasi di sela kesibukan lingkungan perkotaan. Secara umum, taman kota banyak dibuat sekedar untuk keindahan dan fungsi sosial bagi kota tersebut. Padahal, taman kota dapat dimanfaatkan sebagai fungsi spesifik, yaitu sebagai ruang dengan fungsi terapi.

Kesehatan merupakan aspek kualitas hidup yang merupakan syarat utama bagi kehidupan yang efisien dan produktif. Di pusat-pusat pelayanan kesehatan, kehadiran taman terapeutik berimplikasi tidak saja dalam meningkatkan kualitas lingkungan secara estetis saja, tetapi juga untuk meningkatkan pelayanan kesehatan (Spriggs dan Wiesen, 2002). Pelayanan kesehatan di kota dapat dilakukan pada taman kota yang berfungsi terapi. Taman ini digunakan untuk keperluan terapi pengobatan dan pencegahan dengan cara rehabilitasi rekreatif pada alam terbuka, salah satunya yaitu penyembuhan terhadap stress. Oleh karena itu, evaluasi pada taman kota yang sudah dibangun perlu dilakukan terhadap fungsi taman terapi sehingga taman menjadi area terapi sehat milik publik.

Setiap taman kota memiliki potensi sebagai taman terapeutik. Potensi tersebut dapat didukung dengan banyaknya minat masyarakat yang melakukan rekreasi di taman tersebut sehingga unsur terapi pada taman kota dapat

(16)

termanfaatkan dengan baik oleh masyarakat. Taman tersebut diubah berdasarkan pola tata ruang, peletakan elemen taman, desain perkerasan dan penanaman tanaman yang menunjang fungsi terapi. Dengan demikian, terapi bagi orang yang sakit tidak hanya dapat dilakukan pada pusat terapi kesehatan, melainkan dapat dilakukan sendiri pada ruang-ruang publik.

1.2 Tujuan Penelitian

Studi ini bertujuan mengevaluasi fungsi taman kota sebagai taman terapeutik. Secara khusus bertujuan sebagai berikut:

1. mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik dan konsep desain dari taman kota;

2. mengevaluasi fungsi terapi dengan menilai kondisi aktual taman kota, mengkonfirmasi pendapat responden, dan memverifikasi perilaku pengunjung taman;

3. menyusun rekomendasi taman kota berdasarkan hasil evaluasi.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat evaluasi taman kota sebagai fungsi taman terapeutik yang memenuhi kaidah fungsional dan estetik diharapkan dapat

1. menciptakan kualitas lingkungan taman kota dengan fungsi spesifik sebagai taman terapeutik;

2. membantu menunjang rehabilitasi rekreatif pada taman kota; 3. mengupayakan usulan taman terapeutik bagi pengelola taman kota.

 

1.4 Kerangka Pikir

Kota Bandung memiliki berbagai taman kota yang dikembangkan dan dikelola oleh Dinas Pertamanan Kota Bandung, salah satunya yaitu Taman Cilaki Atas (TCA). Desain taman di analisis untuk mengetahui karakteristik desain taman, dan juga perumusan kriteria desain fungsi terapi pada taman yang telah dikembangkan oleh berbagai Arsitek Lanskap, selanjutnya di lakukan evaluasi agar diketahui nilai kesesuaiannya. Evaluasi tersebut ditunjang dengan konfirmasi yaitu penegasan atau pembenaran pendapat responden terhadap aktivitasnya, dan

(17)

dilakukan verifikasi yaitu pemeriksaan tentang kebenaran pernyataan responden dengan mengamati perilakunya. Dengan demikian, akan diketahui kesesuaian taman terhadap fungsi terapi berdasarkan kriteria desain fungsional taman terapeutik. Jika kondisi taman disimpulkan sesuai dengan kriteria desain fungsional maka dilakukan implementasi pengelolaan berlanjut pada taman tersebut, dan jika taman disimpulkan tidak sesuai kriteria desain fungsional maka diberikan rekomendasi fungsional untuk taman tersebut (Gambar 1)

Gambar 1 perumusan kerangka pikir studi ini disajikan berikut

                                Konfirmasi Verifikasi              

Gambar 1 Kerangka Pikir Studi Taman Cilaki Atas,

Kota Bandung

Aktivitas Pengunjung

Desain Taman Kriteria Desain

Fungsi Terapi

Evaluasi Taman Kota

Tidak Sesuai Kriteria dengan Desain Fungsional

Sesuai dengan Kriteria Desain Fungsional

Rekomendasi

Kota Bandung

(18)

2.1 Taman Kota

Taman kota merupakan salah satu bentuk ruang terbuka hijau yang terletak di kota dan banyak digunakan oleh masyarakat sebagai tempat aktivitas sosial. Secara umum, taman kota mempunyai tiga fungsi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan, diantaranya fungsi ekologis, estetika, dan fungsi sosial. Fungsi ekologis, memposisikan taman kota sebagai penyerap dari berbagai polusi yang diakibatkan oleh aktivitas penduduk, seperti meredam kebisingan dan, yang paling signifikan, menyerap kelebihan CO2, untuk kemudian mengembalikan menjadi O2. Selain itu, taman kota menjadi tempat untuk melestarikan berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Dalam fungsi estetik, taman kota dapat mempercantik estetika sebuah kota, terutama dengan mempertahankan keasliannya. Dalam fungsi sosial, taman kota menjadi tempat berbagai macam aktivitas sosial seperti berolah raga, rekreasi, dan diskusi. Pada dasarnya fungsi ini merupakan kebutuhan warga kota yang secara naluri membutuhkan ruang terbuka hijau untuk bersosialisasi sekaligus menyerap energi alam (Dahlan, 2004).

Kawasan perkotaan merupakan bentuk lanskap buatan manusia akibat aktivitasnya dalam mengelola lingkungan untuk kepentingan hidupnya (Simonds, 1983). Bentuk pengelolaan lingkungannya dapat dibangun dengan adanya sebuah taman kota. Taman kota memiliki konsep dasar untuk memaksimalkan keberadaan taman serta berbagai bentuk penghijauan kota lainnya untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang ada atau diperkirakan akan ada di masa yang akan datang (Dahlan, 2004). Selanjutnya, menurut Arifin, Munanadar, Arifin, Pramukanto dan Damayanti (2008), taman kota adalah taman umum pada skala kota, yang peruntukannya sebagai fasilitas untuk rekreasi, olahraga, dan sosialisasi masyarakat kota yang bersangkutan. Fasilitas yang disediakan dengan fungsinya dan fasilitas pendukung lainnya meliputi:

a. fasilitas rekreasi (fasilitas bermain anak, tempat bersantai, panggung, dan lain-lain);

(19)

b. fasilitas olahraga (jogging track, kolam renang, lapangan bola, lapangan tenis, lapangan bola basket, lapangan bola voli, lapangan bulutangkis, dan fasilitas refleksi);

c. fasilitas sosialisasi (ruang piknik, ruang/fasilitas yang memungkinkan untuk bersosialisasi baik untuk kelompok kecil maupun besar);

d. fasilitas jalan, entrance, tempat parkir, mushola, tempat berjualan, drainase, air, listrik, penerangan, penampungan sampah, dan toilet.

Penanggung jawab taman kota adalah pemerintah kota meskipun dalam pengelolaannya pemerintah kota dapat berkolaborasi dengan pihak swasta.

2.2 Taman Terapeutik

Taman terapeutik adalah suatu ruang terbuka yang didesain secara khusus untuk memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, sosial, dan spiritual manusia sebagai penggunanya. Taman seperti ini dapat ditemukan di berbagai tempat, termasuk di rumah sakit, sekolah keperawatan, perumahan, pusat kanker, kompleks rumah sakit dan berbagai tempat lainnya yang berhubungan dengan pusat lingkungan pelayanan kesehatan. Fokus dari taman ini adalah mengutamakan perpaduan tanaman dan keramahan kehidupan liar dalam suatu ruang. Taman ini dapat didesain mengikuti beberapa penggunaan seperti penggunaan aktif, yaitu dengan desain peninggian tata letak tanaman untuk aktivitas terapi hortikultura serta penggunaan pasif, yaitu penggunaan area dengan konsep elemen air (Wikipedia, 2009). Istilah terapeutik itu sendiri adalah suatu penilaian dan pemahaman pada kondisi kesehatan dengan cara prediksi dan dalam lingkup ilmu pengetahuan. Selanjutnya dikemukakan oleh Spriggs dan Wiesen (2002) bahwa istilah “taman terapeutik” adalah taman yang berimplikasi dalam meningkatkan kualitas lingkungan medis, yang tidak hanya dalam perancangan lanskapnya untuk dinikmati saja, tetapi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Taman ini dapat menyembuhkan seseorang, manfaatnya lebih berkaitan kepada pengurangan rasa stress dan kemampuannya untuk melegakan, menenangkan, meremajakan atau memperbaiki kesehatan mental dan emosi seseorang. Peranan penting dari taman ini adalah untuk menyediakan perlindungan, memberikan tempat untuk bermeditasi, atau untuk menimbulkan sifat yang diinginkan oleh pengguna taman.

(20)

Taman terapeutik dapat dijadikan sebagai tema utama dalam terapi bermain bagi pasien-pasien terutama anak-anak dengan memandang taman sebagai tempat untuk permainan fisik dan sosial (Moore, 1996). Taman ini dapat dijadikan area aktivitas yang dapat membantu dalam proses penyembuhan pasien di samping kebutuhan akan kenyamanan lingkungan rumah sakit. Breckenridge (2006) menyatakan bahwa bagian lain dari lanskap terapeutik adalah dengan terapi horikultura yang merupakan terapi berinteraksi dengan tumbuh-tumbuhan dengan cara memanfaatkan fisik dan emosional pasien.

Prinsip desain taman terapeutik/healing garden yang dinyatakan oleh Marcus dan Barnes (2008).

1. Menyediakan keragaman ruang (Ruang untuk berkumpul dan ruang untuk menyendiri)

Tersedianya pilihan atas beberapa ruang, akan menciptakan rasa pengendalian pada pengguna terhadap sekelilingnya yang akan menurunkan tingkat stress. Ruang untuk menyendiri tersedia bagi mereka yang ingin menjauh dari lingkungan rumah sakit. Sedangkan ruang untuk kelompok kecil (seperti anggota keluarga atau penunjang) menyediakan dukungan sosial kepada pasien/pengunjung.

2. Menyediakan material hijau yang merata

Komposisi elemen perkerasan dikurangi dan elemen tanaman mendominasi taman. Tujuannya adalah untuk meminimalisasi penggunaan dari elemen perkerasan menjadi sepertiga dari keseluruhan taman. Melalui tanaman yang terdapat pada lanskap sekitarnya, pasien/pengunjung dapat merasakan kemajuan pada kesehatannya.

3. Mendukung aktivitas

Taman yang mendukung untuk aktivitas berjalan sebagai bentuk latihan yang berkaitan dengan penurunan tingkat depresi.

4. Menyediakan pengalihan yang positif.

Pengalihan yang alami seperti tanaman, bunga, dan water features menurunkan tingkat stress. Kegiatan lainnya seperti bekerja dan berkebun dengan tanaman dapat menyediakan pengalihan yang positif di taman.

(21)

5. Meminimalisasi gangguan

Faktor-faktor yang negatif seperti kebisingan kota, asap dan cahaya buatan diminimalisasi di taman. Pencahayaan dan bunyi yang alami merupakan tambahan dari efek positif pada taman.

6. Meminimalisasi ketidakjelasan (ambigu)

Lingkungan yang abstrak (seperti tempat-tempat yang misterius dan rumit) dapat menarik dan menantang bagi orang yang sehat, tetapi tidak kepada orang yang sakit. Sejumlah studi menunjukkan bahwa keabstrakan sebuah desain tidak dapat diterima oleh orang yang sakit atau stress. Fitur dan elemen taman yang dapat diidentifikasi seharusnya terdapat pada desain taman. Seni yang abstrak pada fasilitas dan taman seringkali tidak tepat.

Stigsdotter dan Grahn (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa kriteria desain yang dapat dijadikan sebagai pedoman desain pada pembuatan taman terapeutik, yaitu sebagai berikut:

1. mempertimbangkan siapa pengguna utama dan tingkat kekuatan mentalnya; 2. menstimulasi panca indera penciuman, penglihatan, peraba, perasa, dan

pendengaran;

3. mengakomodasi kegiatan aktif dan pasif;

4. menciptakan komunikasi pengguna dengan elemen taman melalui cara yang suportif dan positif;

5. mengakomodasi akses yang mudah dicapai.

Menurut Marcus (2000), terdapat kriteria desain untuk taman terapeutik/healing garden, yaitu sebagai berikut.

1. Kesempatan untuk mencari ruang privasi

Kesempatan yang diberikan dalam mencari ruang privasi bagi pengunjung dapat membantu dalam penurunan tingkat stress yang dideritanya. Proses penurunan tersebut karena pengunjung mendapatkan peningkatan dalam rasa pengendalian dirinya, mengetahui keadaan alami taman, dan mampu mencari akses dan memilih jalur-jalur yang disukainya. Selain itu, pencarian ruang privasi ini dapat menciptakan pengalaman dalam perbedaan susunan elemen taman.

(22)

2. Kesempatan yang mendukung untuk bersosialisasi

Kegiatan bersosialisasi dapat ditingkatkan dengan penyediaan sub-ruang dengan susunan tempat duduk bagi pengunjung, sehingga memberikan kesepatan untuk berinteraksi dengan relasi privasinya selama berkunjung ke taman tersebut.

3. Kesempatan untuk pergerakan fisik dan gerak tubuh

Kesempatan ini dapat dibuat dengan adanya sistem sirkulasi loop/melingkar dengan beragam rute perjalanan, yang dilengkapi dengan koridor pemandangan alami sehingga mendorong pengunjung masuk kedalam ruang taman. Setelan pada jalur pedestrian/jalur jogging dan jalur ruang rehabilitasi harus dilengkapi dengan standar keamanan yang baik, terutama bagi pengunjung anak-anak, pengunjung berkebutuhan khusus, dan pengunjung lanjut usia.

4. Bersentuhan dengan alam

Kesan taman yang bersentuhan dengan alam yaitu taman yang mempunyai berbagai jenis tanaman, seperti tanaman berbunga pada pohon yang mampu menarik satwa liar (misalnya: burung, kupu-kupu, dan tupai), daun-daunan atau rumput-rumputan yang mampu bergerak oleh tiupan angin sepoi-sepoi, pandangan ke langit dengan perubahan formasi daun dari pepohonan, kolam air yang merefleksikan langit, dan menyediakan habitat bagi ikan atau water lily, serta elemen-elemen yang mampu menampilkan horizon atau pemandangan yang meluas menuju lanskap pinjaman (borrowed landscape). Selain itu, bentuk taman yang baik seharusnya memiliki jalur berjalan yang dilengkapi dengan fasilitas bagi pengunjung berkebutuhan khusus dengan penyediaan bermacam pemandangan yang terbuka atau tertutup, serta menciptakan pengalaman pada sub-ruang yang berbeda walaupun masih terdapat elemen yang kontras, mengejutkan, atau terkesan aneh. Walaupun demikian, semua elemen tersebut harus termanfaatkan dengan baik sesuai dengan standar, baik pada penggunaan warna, tekstur, ukuran, maupun daya dukungnya.

5. Menyediakan jarak penglihatan taman yang jelas

Adapun dua jenis visibilitas yang penting dalam taman adalah (a) pergerakan pengunjung selama memasuki jalur/rute utama, baik pada ruang terbuka maupun tertutup sehingga dapat melihat taman, hamparan rumput/lapangan,

(23)

atau area alami yang berpotensi untuk digunakan, dan (b) ruang pasien, ruang tunggu, dan perkantoran yang mempunyai visual akses ke taman atau area alami atau bagian dari lanskap pinjaman.

6. Menyediakan kenyamanan fisiologis

Kenyamanan dalam pemanfaatan ruang yang disediakan berupa ruang taman dengan cahaya matahari penuh atau ruang taman dengan naungan. Ruang-ruang tersebut mampu memberikan perlindungan dari angin, dengan penataan tanaman dan struktur elemen taman, dan penyediaan ruang khusus bagi pengguna rokok.

7. Menciptakan ketenangan dan keakraban

Ketenangan pengunjung taman ditunjang dari keamanan fasilitas taman terhadap gangguan dan ancaman. Rasa tenang ini secara umum disukai karena pengunjung dapat berekreasi pada focal point taman, menyaksikan lalu lintas pejalan kaki, dan aktivitas sosial antar pengunjung.

8. Menyediakan kemudahan aksesibilitas

Kemudahan ini yaitu kemudahan dalam mencapai akses taman dan ruang taman yang disukai oleh pengunjung. Kemudahan ini dilengkapi dengan kondisi akses yang nyaman dengan lebar dan panjang jalur yang sesuai dengan kebutuhan pengujung, dan dapat dilalui oleh semua golongan umur dan fisik pengunjung.

9. menyediakan desain yang jelas dan tidak abstrak. Desain yang memberikan pesan positif dari unsur seni pada berbagai elemen taman.

McDowell dan McDowell (2008) menyatakan bahwa terdapat tujuh elemen desain pada healing garden, yaitu sebagai berikut:

1. penyediaan pintu masuk yang menarik dan mengajak pengunjung untuk masuk ke taman;

2. penggunaan elemen air untuk efek psikologi dan fisik;

3. penggunaan warna dan pencahayaan yang kreatif (dapat dengan tanaman atau cahaya buatan) untuk mendatangkan emosi, ketenangan, dan kekaguman kepada pengunjung;

4. penekanan (emphasis) terhadap aspek alami, seperti penggunaan material batu, kayu, pagar alami, atau angin, dan suara;

(24)

5. penggabungan dengan seni untuk meningkatkan keseluruhan nilai taman; 6. kemampuan elemen untuk menarik satwa liar dan menyediakan habitat bagi

keanekaragaman jenis satwa tersebut;

7. penyediaan sarana penunjang yang mengakomodasi pengunjung untuk menikmati atraksi alami.

2.3 Terapi Ruang Terbuka

Ruang terbuka dapat dibuat menjadi berbagai jenis-jenis taman seperti taman atap, teras atap, taman penyembuhan, taman meditasi, taman pemandangan, dan taman atrium. Kemungkinan arah pemandangan yang baik adalah dengan adanya lanskap sekitarnya seperti hutan, kebun, dan taman lainnya (Said, 2003).

Ulrich (2003) menyatakan bahwa secara konsisten seorang pasien telah memperlihatkan dengan sederhana bahwa melihat sejumlah kandungan alam yang dikenal seperti vegetasi hijau, bunga, dan air secara sigifikan lebih efektif mengurangi stress jika dibandingkan dengan melihat bangunan seperti ruang-ruang bangunan, bangunan gedung dan situasi perkotaan. Selanjutnya, menurut Ghersi (2007), produk-produk alam kemungkinan dapat memberikan pembangunan kembali keseimbangan dan mengintegrasikan kembali fisik kita dengan baik. Produk tersebut mempunyai arti sebagai taman pengobatan yang dapat dirasakan oleh kita sendiri dalam mendapatkan kepercayaan diri, yang tidak hanya dalam kemampuan pribadi, tetapi dalam kelompok.

Beberapa teori yang telah dikembangkan dalam lingkup psikologi lingkungan dan arsitektur lanskap menurut Stigsdotter dan Grahn (2003), antara lain, sebagai berikut:

1. teori yang mengklaim bahwa efek kesehatan adalah pengaruh restorasi pusat emosional yang terdapat di dalam sistem limbik otak karena lingkungan sekitar dan alam liar;

2. teori efek kesehatan sebagai teori kearah pengaruh restorasi verdure dalam fungsi kognitif;

3. teori efek kesehatan merupakan suatu kenyataan taman dan alam yang dibuat berdasarkan permintaan keseimbangan lunak seseorang dalam kemampuan dan kendalinya.

(25)

2.4 Proses Evaluasi

Rossi dan Howard (1993) menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu aplikasi penilaian yang sistematis terhadap konsep, desain, implementasi, dan manfaat aktivitas dan program dari suatu instansi pemerintah. Dengan kata lain, evaluasi dilakukan untuk menilai dan meningkatkan cara-cara dan kemampuan berinteraksi instansi pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerjanya.

Evaluasi adalah proses penilaian yang sistematis, pemberian nilai, atribut, apresiasi dan pengenalan permasalahan serta pemberian solusi atas permasalahan yang ditemukan (Anonim, 2005). Dalam berbagai hal, evaluasi dilakukan melalui monitoring terhadap sistem yang ada. Tanggung jawab pelaksanaan evaluasi bukan pada apakah informasi yang disediakan itu benar atau salah, atau sesuai-tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tetapi lebih diarahkan pada perbaikan implementasi kegiatan untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Untuk keberhasilan evaluasi, terdapat empat hal, di antaranya desain, pengumpulan data, analisis data, dan presentasi.

1. Desain data adalah pendefinisian dengan jelas mengenai tujuan evaluasi, pertanyaan apa yang harus dijawab, informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana cara pengumpulannya, dan bagaimana menggunakan informasi tersebut.

2. Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi yang benar dan akurat yang mendukung pencapaian hasil evaluasi harus dikumpulkan. Untuk itu, perlu diketahui apakah informasi tersebut memang tersedia dan bagaimana cara memperolehnya, siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan wawancara dengan para karyawan kunci, meninjau kebijakan dan prosedur, dan memastikan bahwa data akan tersedia untuk diakses.

3. Informasi yang telah didapat dan dikumpulkan tidak memiliki arti apa-apa sepanjang belum dianalisis dan diinterpretasikan sehingga dapat menjadi bahan pendukung dalam membuat simpulan hasil evaluasi. Dengan analisis, evaluator akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait.

(26)

4. Presentasi adalah pengidentifikasian temuan dan rekomendasi yang oleh evaluator perlu didiskusikan dengan pihak lain untuk mendapatkan masukan bagi perbaikan dan penyempurnaan hasil-hasil analisis.

Arifin, Munanadar, Arifin, Pramukanto dan Damayanti (2008) menyatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menaksir kinerja dan keluaran yang dihasilkan oleh suatu program. Evaluasi pada suatu taman adalah menguji kesesuaian kondisi taman dengan rencana/rancangan taman dan kualitas yang standar serta pengelolaannya untuk perencanaan mendatang. Mekanisme evaluasi ini dilengkapi dengan perangkat pedoman (toolkit) yang meliputi standar prosedur operasi atau standard operating procedure (SOP), beserta indikator dan kriteria standar. Evaluasi dilakukan untuk menentukan keputusan apakah akan melanjutkan suatu program yang dinilai sukses atau apakah akan menghentikannya. Tujuan evaluasi adalah untuk mengkoleksi dan menampilkan informasi yang diperlukan dalam mendukung pengambilan kesimpulan dan keputusan tentang suatu program serta nilainya. Hasil evaluasi digunakan untuk membantu memutuskan apakah suatu program akan dilanjutkan atau dihentikan dan bagaimana cara pengembangannya (Anonim, 2005).

Pada hakekatnya, evaluasi diyakini sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas operasional suatu program dan berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan di seluruh strata organisasi. Dengan menyusun desain evaluasi yang baik dan menganalisis hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat memberi gambaran tentang bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang ada, efektivitas biaya dan arah produktif yang potensial untuk masa depan (Anonim, 2005).

(27)

BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Studi

Penelitian ini dilakukan di Taman Cilaki Atas (TCA), Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli dan Agustus 2009 dengan kegiatan yang meliputi persiapan, pengumpulan data dan informasi, pengolahan data, dan penyusunan hasil studi sampai bulan Januari 2010.

   

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: www.worldatlas.com dan Googlemaps, 2009)

Peta Kota Bandung Tanpa Skala

U

Tanpa Skala Kompleks Gedung Sate Taman Cilaki Atas

(28)

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah denah taman kota (Dinas Pertamanan), citra satelit (Googlemaps), kuesioner, dan literatur. Sedangkan alat yang digunakan antara lain kamera, alat tulis, alat gambar, dan perangkat komputer yang dilengkapi dengan program pendukung seperti AutoCAD 2006, CorelDRAW X3, Adobe Photoshop CS2, Adobe ImageReady CS2, Google SketchUp 6, Microsoft Word 2007, dan Microsoft Excel 2007.

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan teradpat pada bagan tahapan penelitian yang disajikan pada Gambar 3.

Persiapan dan Inventarisasi

Analisis dan Evaluasi

Sintesis

Gambar 3 Tahapan Penelitian

Taman Umum Fungsi Taman Umum

T. Ketetanggaan T. Kota F. Ekologi & Sosial F. Terapi

Rekreasi rehabilitasi Kriteria Desain: *) Evaluasi Kondisi Taman : Kondisi fisik dan Fisik Aspek Desain: Denah, Konsep dan rancangan awal, elemen pembentuk Aspek Sosial : - Peengunjung - Pemilik/ Pengelola Prog ram/ak tivitas: Sosial Taman Umum Aktivitas Pengunjung : Pendapat responden terhadap taman terapi

Sesuai dengan kriteria desain dan fungsional

Tidak sesuai dengan kriteria desain dan tidak fungsional

Rekomendasi Konfirmasi Verifikasi Pengamatan perilaku

(29)

*) Kriteria Desain Fungsional menurut berbagai sumber: Menurut Marcus dan Barnes (2008), dan

Marcus (2000)

1. Keragaman ruang 2. Meratanya material hijau 3. Mendukung aktifitas

4. Menyediakan pengalihan yang positif 5. Meminimalisasi gangguan

6. Meminimalisasi ketidakjelasan(ambigu) 7. Kesempatan untuk membuat pilihan dan

mencari ruang privasi

8. Kesempatan yang mendukung untuk bersosialisasi

9. Kesempatan untuk pergerakan fisik dan gerak tubuh

10. Bersentuhan dengan alam 11. Jarak penglihatan taman 12. Aksesibilitas 13. Rasa aman

14. Kenyamanan fisiologis 15. Ketenangan

16. Keakraban

17. Desain yang jelas dan tidak abstrak

Menurut McDowell dan McDowell (2008) 1. Penyediaan pintu masuk khusus yang

menarik dan mengajak pengunjung masuk ke taman

2. Penggunaan elemen air untuk efek psikologi dan fisik

3. Penggunaan warna dan pencahayaan yang kreatif

4. Penekanan (emphasis) terhadap aspek alami

5. Penggabungan dengan seni 6. Kemampuan elemen untuk menarik

satwa liar

7. Penyediaan sarana penunjang untuk atraksi alami

Menurut Stigsdotter dan Grahn (2002). 1. Mempertimbangkan siapa pengunjung

utama dan tingkat kekuatan mentalnya 2. Menstimulasi kelima panca indra 3. Mengakomodasi kegiatan aktif dan pasif 4. Berkomunikasi dengan pengunjung

melalui cara yang suportif dan positif 5. Akses yang mudah dicapai

3.3.1 Persiapan

Tahapan ini merupakan tahapan awal penelitian yang meliputi desk study yang merupakan metode pengumpulan dan pemilihan data sekunder mengenai taman kota, taman terapeutik, evaluasi taman, serta kriteria desain taman fungsional untuk terapi. Kemudian melakukan pengenalan taman studi agar dapat dipersiapkan mengenai data yang akan diambil. Selain itu, dilakukan persiapan administrasi keperluan studi/penelitian seperti surat perizinan penelitian kepada dinas/instansi terkait serta proposal penelitian.

3.3.2 Inventarisasi

Tahapan ini merupakan tahap pengambilan dan pengumpulan data pada aspek fisik, desain, sosial, dan terapi. Inventarisasi data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. studi pustaka, yaitu mendapatkan data sekunder sebagai penunjang penelitian. b. observasi lapang, yaitu mendapatkan data primer dari lapangan sebagai data

(30)

c. wawancara/kuesioner, yaitu mengambil data dan informasi dari pihak-pihak terkait yang sesuai dengan keberadaan taman, seperti pengelola/pemilik dan pengunjung.

Tahapan ini bertujuan mengumpulkan data dan informasi yang mendukung kegatan penelitian. Secara rinci jenis data, interpretasi data dan sumber data inventarisasi akan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis, Interpretasi, dan Sumber Data yang Diperlukan

Aspek No Jenis Data Interpretasi Sumber

Fisik Dan

Desain 1. Peta denah taman kota Batas taman Dinas Pertamanan 2. Ruang-ruang

taman Fungsi dan aktivitas Lapang, studi pustaka dan Dinas Pertamanan 3. Kualitas taman Visual, akustik, aromatik Lapang, dan

wawan-cara/ kuesioner 4. Elemen (Hard

ma-terials dan Soft materials)

Jenis, desain, dan fungsi. Lapang, studi pustaka dan Dinas Pertamanan 5. Fasilitas dan

uti-litas Penerangan, kebersihan, pedagang, saluran air dan drainase, dan toilet

Lapang, studi pustaka dan Dinas Pertamanan 6. Jalur jalan dan

aksesibilitas

Jalan masuk-keluar taman Lapang Sosial 7. Pengunjung Pengetahuan, identitas,

jumlah dan jenis pengunjung, aktivitas dan pola perilaku pengunjung

Lapang, dan wawan-cara/ kuesioner. 8. Pemilik/Pengelola Persepsi dan program

ke-bijakan

Dinas Pertamanan Terapi 9. Fasilitas terapi Persepsi Wawancara/Kuesioner

dan studi pustaka. Deskripsi jenis data dan informasi yang disajikan pada Tabel 1 diuraikan berikut ini:

3.3.2.1 Denah Taman Kota

Berdasarkan denah taman kota ini dapat ditentukan batas taman kota yang dikelola. Data ini dapat diambil dari pengelola dan dipetakan sendiri berdasarkan citra satelit yang terdapat dalam situs jasa peta globe virtual yang dapat diakses secara bebas (situs Googlemaps). Peta tersebut dapat dijadikan sebagai peta pedoman penelitian yang dapat menentukan batasan taman studi yang akan dilakukan.

3.3.2.2 Ruang-Ruang Taman

Data ini diperlukan untuk menentukan fungsi dan aktivitas pada ruang-ruang taman. Fungsi yang akan diamati adalah fungsi ruang-ruang sebagai ruang-ruang

(31)

rekreasi dan potensinya untuk rekreasi terapi/rehabilitasi, serta aktivitas yang akan diamati, yaitu aktivitas yang sering dilakukan oleh pengunjung taman. Fungsi dan aktivitas tersebut akan diterapkan ke dalam fungsi terapi berdasarkan kriteria desain. Data ini diambil berdasarkan observasi lapang, studi pustaka, dan yang bersumber dari pihak pengelola.

3.3.2.3 Kualitas Taman

Data ini terdiri dari data visual, akustik, dan aromatik. Data visual yaitu untuk menentukan kualitas pemandangan di sekitar taman. Akustik diperlukan untuk menentukan kenyamanan terhadap bunyi atau suara yang ada dalam taman. Aromatik diperlukan untuk menentukan kualitas aroma terhadap indera penciuman bagi kenyamanan pengunjung taman. Data ini diambil berdasarkan observasi lapang, yaitu dengan pengamatan langsung yang didukung dengan studi pustaka dan wawancara/kuesioner pengunjung untuk mendapatkan persepsi. 3.3.2.4 Elemen (Hard Materials dan Soft Materials)

Data ini diperlukan untuk menentukan jenis bahan yang dipergunakan, desain yang diterapkan dan fungsinya pada taman. Data tersebut kemudian disesuaikan dengan standar yang sudah ditentukan dari kriteria desain Marcus (2000), Marcus dan Barnes (2008), McDowell dan McDowell (2008), dan Stigsdotter dan Grahn (2002) yang sesuai dengan batasan studi yang dilakukan. Data ini diambil berdasarkan observasi lapang, studi pustaka, dan informasi dari pihak pengelola

3.3.2.5 Fasilitas dan utilitas

Data ini terdiri dari data penerangan, tempat pembuangan sampah, pedagang, jalur jalan, dan saluran air. Data tersebut diperlukan untuk menentukan kesesuaian fungsi taman berdasarkan konsep taman, kemudian diterapkan berdasarkan standar dan kriteria desain untuk fungsi terapi pada taman. Data ini diambil berdasarkan observasi lapang, wawancara/ kuesioner, serta dari pihak pengelola.

3.3.2.6 Jalur Jalan dan Aksesibilitas

Data ini untuk mengetahui jalan masuk-keluar taman tersebut dengan kemudahan dan kenyamanan pengunjung taman untuk akses menuju taman ini.

(32)

Data ini diukur berdasarkan kriteria desain Marcus (2000), Marcus dan Barnes (2008), McDowell dan McDowell (2008), dan Stigsdotter dan Grahn (2002.

3.3.2.7 Pengunjung

Data ini untuk mengetahui pengetahuan, identitas, jumlah dan jenis pengunjung dengan aktivitas dan pola perilaku pengunjung. Data mengenai pengetahuan, identitas, jumlah, dan jenis pengunjung diambil dengan wawancara/kuesioner sederhana dengan serangkaian pertanyaan mengenai taman dan fungsi terapi bagi pengunjung. Hasilnya dianalisis untuk mengetahui seberapa penting fungsi terapi yang diperlukan oleh pengunjung.

Data mengenai pola perilaku pengunjung diambil untuk mengetahui pergerakan dan aktivitas pengunjung di dalam taman. Pengamatan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari agar dapat diketahui jumlah terbanyak pengunjung didalam taman. Pengamatan ini dilakukan dengan cara pemetaan pergerakan tiap pengunjung dan pemetaan aktivitas tiap pengunjung. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah aktivitas dan pergerakan pengunjung yang dominan didalam taman tersebut sehingga diketahui konsentrasi pergerakan dan aktivitas pengunjung taman. Konsentrasi tersebut dipetakan kembali dalam bentuk peta zonasi pergerakan dan aktivitas pengunjung secara keseluruhan. Pengamatan ini dilakukan dengan observasi lapang dan dilakukan beberapa kali agar didapatkan data yang akurat dan sesuai.

Cara pengambilan contoh responden untuk kuesioner dilakukan berdasarkan waktu kedatangan pengunjung. Waktu kedatangan yang ditentukan untuk pengambilan data, yaitu pukul 07.00-17.00 WIB dengan selang waktu tiap satu jam untuk masing-masing kategori pengunjung. Pengunjung tersebut dibagi dalam tiga kategori, yaitu anak-anak/remaja, dewasa dan orang tua, dan tiap kategori memiliki perbedaan waktu 30 menit untuk dilakukan pengambilan contoh kuesioner. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi subyektivitas pengunjung dalam pengambilan data. Selain itu, pengambilan data ini dilakukan dalam beberapa hari agar didapatkan data yang akurat dan sesuai.

3.3.2.8 Pemilik/Pengelola

Data ini untuk mengetahui persepsi keberadaan taman dan program kebijakan yang ditentukan sehingga dapat menetukan keinginan pemilik/pengelola

(33)

taman. Informasi ini didapatkan dari Dinas Pertamanan selaku pemilik dan pengelola taman.

3.3.2.9 Fasilitas Terapi

Informasi ini untuk mengetahui keberadaan fasilitas terapi pada taman tersebut. Informasi yang didapatkan berupa persepsi dari pengunjung dan keinginan pengunjung terhadap fasilitas tersebut. Pengambilan informasi ini dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara kepada pengunjung. Tabel 2 Jenis Data Berdasarkan Kondisi Aktual Beserta Kriteria Desain

Fungsional Taman Terapeutik

No Kriteria Desain Aspek yang dinilai pada taman aktual Sumber

1. Pintu masuk khusus yang mengundang dan mengajak pengunjung ke taman

Fisik (aksesibilitas)

McDowell dan McDowell

(2008) 2. Elemen air untuk efek psikologi, spiritual, dan

fisik

Elemen taman (elemen pendukung)

3. Penunjukan warna dan pencahayaan yang kreatif

Kualitas taman (pencahayaan dan warna)

4. Penekanan (emphasis) terhadap aspek alami Fisik (area), kualitas taman (pemandangan) 5. Penggabungan dengan seni Elemen taman (elemen pendukung)

1. Keragaman ruang Ruang-ruang taman (jenis/macam )

Marcus (2000), dan Marcus dan Barnes (2008) 2. Meratanya material hijau Fisik (area)

3. Mendukung aktifitas Sosial dan aktifitas (jenis aktifitas) 4. Menyediakan pengalihan yang positif Kualitas taman (pemandangan, penciuman,

pendengaran, perabaan) 5. Meminimalisasi gangguan Kualitas taman (keamanan) 6. Meminimalisasi ketidakjelasan(ambigu) Kualitas taman (kenyamanan) 7. Kesempatan untuk membuat pilihan dan

mencari ruang privasi

Ruang-ruang taman (jenis/macam)

8. Kesempatan yang mendukung untuk bersosialisasi

Ruang-ruang taman (jenis/macam)

9. Kesempatan untuk pergerakan fisik dan gerak tubuh

Ruang-ruang taman (jenis/macam)

10. Bersentuhan dengan alam Fisik (area) 11. Jarak penglihatan taman Fisik (luasan) 12. Aksesibilitas Fisik (aksesibilitas) 13. Rasa aman Kualitas taman (keamanan)

14. Kenyamanan fisiologis Kualitas taman (kenyamanan, keamanan) 15. Ketenangan Kualitas taman (kenyamanan)

16. Keakraban Kualitas taman (kenyamanan) 17. Desain yang jelas dan tidak abstrak Ruang-ruang taman (desain)

1. Mempertimbangkan siapa pengunjung utama dan tingkat kekuatan mentalnya

Pengguna dan aktivitas (pengunjung)

Stigsdotter dan Grahn (2002) 2. Menstimulasi kelima panca indra Kualitas taman (pemandangan, penciuman,

pendengaran, perabaan)

3. Mengakomodasi kegiatan aktif dan pasif Ruang-ruang taman (jenis/macam), Pengguna dan aktivitas (jenis aktivitas) 4. Berkomunikasi dengan pengunjung melalui

cara yang suportif dan positif

Ruang-ruang taman (desain area dan ruang), kualitas taman (pemandangan, penciuman, pendengaran, warna, keamanan,

kenyamanan) 5. Akses yang mudah dicapai Fisik (aksesibilitas)

(34)

Jenis data berdasarkan kondisi aktual yang disajikan dengan kriteria rujukan sebagai bahan pembanding dalam menentukan fungsi taman dan desain taman terapeutik yang tepat (Tabel 2).

3.3.3 Analisis

Data yang diperoleh hasil inventarisasi kemudian dianalisis untuk menilai fungsi terapi dan fungsionalisasi desain taman kota. Analisis yang dilakukan meliputi:

a. analisis deskriptif konsep desain dan implementasinya pada taman kota. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui fungsi dan aktivitas pengunjung yang diinginkan;

b. analisis deskriptif dan kualitatif karakteristik pengunjung untuk mengetahui karakter pengunjung berdasarkan asal, usia, jenis kelamin, dan aktivitas, serta persepsi pengunjung mengenai informasi taman, keindahan, kenyamanan, dan fungsi terapi terhadap kesehatannya;

c. analisis penilaian dengan metode Key Performance Index (KPI). Analisis ini untuk mengetahui fungsi taman sebagai taman terapeutik dan mengacu pada kriteria desain menurut Marcus (2000), Marcus dan Barnes (2008), McDowell dan McDowell (2008), dan Stigsdotter dan Grahn (2002).

Tahap penilaian pada unsur terapeutik taman dilakukan pada desain, elemen taman, implementasi dan aktivitas pengunjung dengan mengkonfirmasikan aktivitas responden dan memverifikasi perilaku responden terhadap taman terapi. Cara penilaian adalah dengan membubuhkan tanda (√) pada kolom evaluasi nilai aktual yang sesuai dengan selang nilai 1 sampai 3, dengan nilai 1 berarti tidak sesuai menurut standar, nilai 2 berarti kurang sesuai dengan standar, dan nilai 3 berarti sesuai dengan standar. KPI ini diperoleh dari hasil perhitungan jumlah nilai aktual dibagi dengan jumlah nilai standar berdasarkan indikator penilaian. Nilai aktual ini didapatkan berdasarkan pengamatan lapang terhadap fungsi terapi pada taman pada setiap indikator. Sedangkan nilai standar didapatkan berdasarkan nilai maksimum yang terdapat pada setiap indikator. Berdasarkan nilai minimum tiap komponen sama dengan 1 dan nilai maksimum tiap komponen sama dengan 3, maka nilai KPI ini memiliki

(35)

nilai terendah 0.33 dan nilai tertinggi 1 pada setiap indikator. Nilai inilah yang akan menentukan penggambaran kualitas terapeutik pada taman tersebut. Secara rinci proses penilaian unsur terapi pada taman kota akan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Penilaian Unsur Terapeutik Taman Kota Aktual

No Komponen Indikator Pemantauan Kondisi Aktual Evaluasi Kualitas Standar Penilaian Nilai

Aktual Nilai Standar

KPI* 1 2 3

1. Fisik Aksesibiltas Kemudahan lokasi dan akses pintu masuk

Pintu masuk yang mengundang pengunjung Dapat dilalui oleh pengunjung dengan keterbatasan fisik

Sirkulasi Kondisi fisik jalur jalan dengan tekstur dan warna yang menarik

Lebar Jalur jalan sesuai intensitas dan fungsinya Area Penekanan (emphasis)

terhadap aspek alami Material hijau yang merata Jumlah

2. Kualitas taman Pemandangan Penekanan kesan alami

Menyediakan pengalihan yang positif dan menstimulasi indera dengan jarak pandang yang jelas Pencahayaan

dan Warna

Tidak gelap, sinar matahari cukup

Bayangan alami

Tidak monoton, perpaduan warna secara kreatif

Penciuman Menyediakan pengalihan yang positif dan menstimulasi indera dengan aroma wangi

Pendengaran Menyediakan pengalihan yang positif dan menstimulasi indera dengan suara alami

Perabaan Menyediakan pengalihan yang positif dan menstimulasi kelima panca indera dengan tekstur elemen Keamanan Memberikan rasa aman dan

tidak berbahaya pada elemen Bebas dan meminimalisasi gangguan vandalisme

Kenyamanan Kenyamanan suhu dan kenyamanan fisiologis

Desain (site furniture) jelas dan tidak abstrak/ambigu Jumlah

3. Ruang-ruang taman

Desain Terorientasi

Jenis/macam Kesempatan untuk membuat pilihan dan mencari ruang privasi, kesempatan yang mendukung untuk besosialisasi

Luasan Tidak sempit, nyaman Sirkulasi Nyaman, tidak panas Jumlah

(36)

4.

Soft manetrial Jenis Tanaman lokal, keragaman

spesies

Bentuk Ornamental/dapat dibentuk dan tidak abstrak

Pertumbuhan Sepanjang tahun

Keamanan Tidak toksik, tidak berduri Kesesuaian

lokasi/fungsi

Sesuai dengan lokasi/ fungsinya

Pemeliharaan Mudah dipelihara Jumlah

Hard material Jenis Jalur jalan dan site furniture

(bangku taman, signboard,

signage, tempat sampah,

bangunan peneduh, dll)

Bentuk Ornamental/memiliki bentuk beragam, bertekstur

Keamanan Tidak licin dan dilengkapi aspek keselamatan

Bahan Tidak memantulkan cahaya panas, tidak mudah pecah Kondisi Berfungsi dengan baik Jumlah

Elemen Pendukung

Elemen Elemen air untuk efek psikologi, spiritual dan fisik. Bentuk Penggabungan dengan nilai

seni, dan menyediakan habitat tumbuhan/hewan Visual Adanya dinamika/pergerakan

air dan refleksi langit-langit Jumlah

5. Pengunjung dan aktivitas

Pengunjung Semua golongan umur Jenis Aktivitas Mendukung aktivitas aktif

dan pasif

Aktivitas sesuai dengan fungsi ruang dan elemen Jumlah

Jumlah total *KPI : Key Performance Index

KPI= Nilai aktual Nilai Standar

Keterangan : 1 = tidak sesuai dengan standar, 2= kurang sesuai dengan standar, 3= sesuai dengan standar

Sumber: Arifin et. al. (2008), Marcus (2000) dan Marcus dan Barnes (2008), McDowell dan McDowell (2008), dan Stigsdotter dan Grahn (2002)

3.3.4 Evaluasi

Tahapan ini yaitu melakukan evaluasi hasil dari penilaian unsur terapeutik pada taman kota berdasarkan kriteria desain menurut Marcus (2000), Marcus dan Barnes (2008), McDowell dan McDowell (2008), dan Stigsdotter dan Grahn (2002). Evaluasi ini dilakukan untuk merekapitulasi nilai KPI yang terdapat pada Tabel 3 dengan konfirmasi aktivitas pengunjung terhadap penilaian fungsi terapi pada taman tersebut. Konfirmasi ini akan menetukan desain dan fasilitas yang dibutuhkan oleh pengunjung, sehingga fungsionalitas taman dapat ditentukan.

(37)

Selanjutnya dilakukan verifikasi perilaku pengunjung dengan melihat pergerakan pengunjung didalam taman. Verifikasi ini akan menentukan pergerakan dominan yang dilakukan pengunjung. Akhir penilaian inilah akan didapatkan suatu kesimpulan mengenai ada atau tidaknya pengaruh fungsi terapi dari taman tersebut terhadap pengunjungnya.

3.3.5 Sintesis

Tahapan ini memberikan suatu kesimpulan mengenai hubungan taman kota terhadap fungsi terapi bagi pengunjungnya, terutama dalam menunjang fungsi terapi seperti fungsi sebagai rekreasi rehabilitasi bagi pengunjung. Kesimpulan diperoleh berdasarkan hasil analisis dan evaluasi terhadap penilaian kriteria standar desain fungsional taman terapeutik, sosial dan aktivitas yang diperoleh dari hasil pengamatan dan kuesioner, serta data dari aspek terapi. Berdasarkan kesimpulan tersebut, jika kondisi taman sesuai dengan kriteria desain fungsional atau memiliki nilai KPI=1, dilakukan implementasi pengelolaan berlanjut pada taman tersebut, dan jika taman tersebut tidak sesuai dengan kriteria desain fungsional (KPI<1), diusulkan rekomendasi fungsional taman kota sebagai taman terapeutik yang ditunjanng berdasarkan data dari konfirmasi responden dan verifikasi pengamatan perilaku pengunjung.

(38)

4.1 Lokasi dan Aksesibilitas

Taman Cilaki Atas (TCA) berlokasi di Kecamatan Bandung Wetan, Wilayah Pengembangan Cibeunying, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat (Gambar 4). Taman ini secara umum berada pada ketinggian 791 m diatas permukaan air laut (Bappeda, 2004) dengan suhu rata-rata 22.80 C (BPS, 2005) dan secara keseluruhan memiliki luas 16,620 m2 dengan panjang keliling taman 642.5 m (Dinas Pertamanan, 2009). Bentuk taman ini yaitu memanjang organik dengan sungai kecil yang tepat membelah dua taman menjadi bagian barat dan timur, serta didominasi oleh tegakan pohon-pohon besar.

Tepian batas taman dikelilingi oleh jalan perkotaan. Batas sekeliling taman tersebut yaitu sebelah barat dengan jalan Cilaki, sebelah utara dengan jalan Diponegoro, sebelah timur dengan jalan Cisangkuy dan sebelah selatan dengan jalan Cimanuk. Di antara beberapa ruas jalan tersebut, Jalan Diponegoro merupakan salah satu jalan protokol di kota Bandung, sehingga taman ini berada dikawasan pusat kota Bandung. Daerah sekitar taman ini terdiri dari struktur tebangun seperti permukiman penduduk yang mendominasi area ini, serta terdapat beberapa gedung pemerintahan dan gedung perkantoran diantaranya yaitu Museum Kantor Pos, Gedung Sate yang dijadikan sebagai kantor Gubernur Jawa Barat dan pemerintahan Provinsi Jawa Barat, dan kantor Museum Geologi. Dengan kondisi demikian, taman ini memiliki letak yang strategis dan memiliki kemudahan dalam mengaksesnya. Karena letaknya berbatasan dengan jalan protocol tersebut, taman ini dikategorikan sebagai taman prioritas utama Kota Bandung yang dapat mencerminkan wajah Kota Bandung. Pengelompokkan sebagai taman prioritas ini dicerminkan dari tingkat rutinitas pengelolaannya yang dibawahi dan diatur oleh Dinas Pertamanan Kota Bandung.

(39)

Gambar 4 Lokasi TCA Bandung (Sumber: Googlemaps, 2009)

Aksesibilitas menuju TCA dapat dicapai dari beberapa arah melalui jaringan jalan yang mengelilingi taman. Jaringan jalan tersebut dapat dicapai baik dengan kendaraan bermotor yang bersifat pribadi atau umum, serta dapat ditempuh dengan berjalan kaki melalui trotoar yang tersedia disepanjang jalan raya. Taman ini juga ditunjang dengan sarana transportasi umum yang melewatinya, seperti angkutan kota (Angkot) dan bus kota. Sarana transportasi umum tersebut diantaranya Angkot dengan jurusan Dago–Riung Bandung, Cicaheum–Ledeng, Sadang Serang–Stasiun Hall Bandung, dan Dago–Ciwastra, serta Bus Damri jurusan Dipatiukur–Jatinangor. Pengguna kendaraan pribadi dapat secara langsung mengunjungi taman dengan lahan parkir yang tersedia pada salah satu ruas jalan, yaitu pada ruas Jalan Cisangkuy dan Jalan Cilaki.

4.2 Fasilitas dan Utilitas

TCA merupakan salah satu taman di Kota Bandung yang ramai dikunjungi oleh warga masyarakat terutama untuk kegiatan rekreasi keluarga dan rekreasi olahraga. Fasilitas yang nyaman merupakan suatu hal utama yang diperlukan dalam suatu taman. Fasilitas taman tersebut, yaitu:

1. Jalur pejalan kaki/jogging

Jalur ini merupakan jalur utama pejalan kaki untuk sirkulasi pengunjung dalam taman. Jalur ini banyak digunakan sebagai jalur jogging, sehingga jalur

U

Tanpa Skala Kompleks Gedung Sate Taman Cilaki Atas

(40)

ini mempunyai dua fungsi yaitu sebagai sirkulasi pejalan kaki, dan sebagai aktivitas jogging. Pada jalur ini disediakan beberapa spot tempat duduk sebagai tempat istirahat. Intensitas pada jalur ini cukup tinggi terutama pada pagi hari sebagai jam aktivitas jogging. Akan tetapi, lebar jalur kurang mengakomodasi terhadap intensitas pengguna, sehingga sering terjadi ketidaknyamanan akibat sempitnya jalur seperti terjadinya tabrakan antar pengguna jalur (Gambar 5). Oleh karena itu, perlu adanya pemisahan antara jalur pejalan kaki dan jalur jogging dengan lebar jalur yang sesuai.

(a) (b)

Gambar 5 Fasilitas Jalur Pejalan kaki/Jogging (a. Kondisi; b. Aktivitas) (Sumber: Survei, Juli 2009)

2. Fasilitas toilet

Fasilitas toilet ini merupakan fasilitas penting yang dibutuhkan oleh pengunjung. Awal mula pembangunannya atas dasar keinginan pengunjung. Toilet ini dijaga setiap hari dan dibuka dari pagi hingga sore hari. Kebersihan toilet dijaga setiap waktu oleh petugas kebersihan sehingga kebersihannya terus terpantau dan bersifat insidental. Akan tetapi, lokasi toilet ini kurang strategis, kurang menarik dan sulit diakses oleh pengunjung berkebutuhan khusus (Gambar 6). Oleh karena itu, perlu penyediaan fasilitas jalur akses toilet yang lebih mudah digunakan oleh semua golongan umur dan fisik pengunjung taman.

3. Jalur refleksi pijat kaki

Jalur ini dibuat untuk menunjang kegiatan olah raga pada taman ini. Pembangunan ini didasarkan atas keinginan masyarakat dan secara langsung

(41)

masyarakat yang membuatnya atas dasar perizinan dari Dinas Pertamanan Kota Bandung. Selain itu, jalur refleksi ini difungsikan untuk pengunjung terutama pengunjung lanjut usia agar dapat berekreasi pijat kaki. Kondisi jalur ini kurang terawat dengan susunan batu refleksi yang kurang teratur dan kurang tertata dengan baik (Gambar 7). Oleh karena itu, perlu perbaikan pada susunan batu dan fasilitas pelengkap lainnya, seperti handrails dan papan interpretasi, agar pengunjung lebih merasa nyaman dan mengerti pentingnya fasilitas ini bagi kesehatannya.

(a) (b)

Gambar 6 Fasilitas Toilet (a. Kondisi Bangunan; b. Kondisi Kebersihan) (Sumber: Survei, Juli 2009)

(a) (b)

Gambar 7 Fasilitas Jalur Refleksi Pijat Kaki (a. Aktivitas; b. Kondisi Batuan) (Sumber: Survei, Juli 2009)

4.3 Pengelolaan

Dinas Pertamanan Kota Bandung merupakan pihak yang merencanakan, merancang dan mengelola TCA ini. Perencanaan taman ini ditujukan untuk menunjang aktivitas ruang luar bagi masyarakat kota. Konsep yang dikembangkan

(42)

dalam pembuatannya yaitu sebagai taman aktif untuk rekreasi terutama rekreasi olahraga. Untuk akhir pekan, taman ini merupakan taman arahan untuk menunjang aktivitas olahraga dan rekreasi dari lapangan Gazibu. Karena lapangan Gazibu mengalami perubahan penggunaan menjadi pasar pagi pada hari minggu.

Desain aktual TCA menyerupai sebagai hutan kota. Keadaan ini terlihat dari pepohonan yang tinggi mendominasi lahan taman yang memberikan naungan cukup tinggi dan cukup lembab. Hamparan rumput yang tumbuh didalam taman tidak merata dengan baik akibat adanya kompetisi unsur hara dalam tanah, sehingga masih terlihat hamparan tanah yang cukup luas dan tidak termanfaatkan dengan baik.

Kebijakan yang dilakukan untuk pengelolaan taman yaitu renovasi taman dan perawatan taman. Pengelolaan ini dilakukan dengan pendekatan aspek pertahanan tanpa merubah fungsi elemen taman. Permasalahan utama dalam perawatan taman yaitu erosi tanah pada bagian barat taman akibat tidak tumbuhnya rumput, sampah daun, sampah aktivitas perdagangan dan gelandangan serta pengamen. Banyak upaya yang telah dilakukan agar taman tampak fungsional dan estetik. Permasalahan dalam penjagaan kebersihan yaitu kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan taman.

(43)

5.1 Analisis

5.1.1 Analisis Fisik

Akses menuju taman dilengkapi dengan beberapa pintu masuk. Pintu masuk ini terdiri dari dua pintu masuk utama, dan dua pintu masuk alternatif. Akses pintu masuk tidak dapat digunakan oleh pengunjung berkebutuhan khusus/handicap, dikarenakan tidak disediakannya ram dan pintu dilengkapi dengan bollard. Selain itu, terdapat beberapa jalan masuk tidak resmi, yakni jalan masuk yang dimanfaatkan dari rusaknya pagar pembatas taman, dan jalan dengan penggunaan dari sisa penebangan pohon pada tepi taman, yaitu sisa pohon diantara pagar-pagar pembatas taman. Kondisi ini menyebabkan banyaknya jumlah jalan masuk ke taman tanpa melewati pintu resmi. Akses pintu tidak resmi sebaiknya ditutup agar pengunjung dapat dikendalikan dan mendapatkan akses yang lebih mudah, yaitu pada pintu resmi.

Gambar 8 Aksesibilitas dan Kondisi Aktual TCA

(Sumber: Digitasi Peta Dinas Pertamanan Kota Bandung, Googlemaps, dan Survei, Juli 2009)

(44)

Taman ini berada pada jalur persimpangan lalu lintas yang padat (Gambar 8). Kepadatan ini terjadi terutama pada Jalan Diponegoro (Utara) yang memiliki kerawanan kecelakaan cukup tinggi, terutama pada saat pengunjung yang menyebrang jalan dengan kendaraan atau berjalan kaki. Persimpangan lainnya yang dianggap rawan kecelakaan yaitu persimpangan pada Jalan Cimanuk (Selatan), karena pada daerah itu terdapat dua persimpangan yang dekat dengan pintu masuk utama taman, serta adanya persatuan arus kendaraan dari perumahan menuju kawasan bangunan Gedung Sate (Gambar 9). Oleh karena itu, perlu pemindahan lokasi pintu masuk untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan bagi pengunjung taman.

(a) (b)

Gambar 9 Daerah Persimpangan Jalan (a. Utara; b. Selatan) (Sumber: Survei, Juli 2009)

Kendala yang dihadapi pintu masuk taman yaitu pintu yang kurang mengundang pengunjung. Pintu ini tanpa adanya ciri penanda pintu masuk taman. McDowell dan McDowell (2008) menyatakan pintu masuk khusus yang menarik dan mengajak pengunjung ke taman merupakan salah satu elemen desain bagi taman terapeutik, karena memberikan efek fleksibilitas pada pengunjung yang hendak mengunjungi taman (Gambar 10). Oleh karena itu, perlu pembuatan signage yang tepat untuk menarik atau mengundang perhatian pengunjung taman. Disamping itu, perlu adanya penempatan yang tepat tanpa membuat kondisi lalu lintas kendaraan menjadi terhambat atau macet.

(45)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 10 Akses Masuk Taman (a. Pintu Masuk Utama; b. Pintu Masuk Alternatif Utara; c. Pintu Masuk Alternatif Timur; d. Pintu Masuk Tidak Resmi) (Sumber: Survei, Juli 2009)

5.1.2 Analisis Ruang-Ruang Taman

TCA memiliki bentuk memanjang dengan Kali Cilaki yang tepat membelah taman tersebut. Ruang pada saat ini berupa ruang penerimaan, ruang utama utara, ruang transisi, ruang utama selatan dan ruang refleksi (Gambar 11). Ruang utama utara berfungsi sebagai ruang aktif yang dimanfaatkan pengunjung untuk aktivitas berolah raga seperti jogging, dan jalan santai, serta untuk area piknik bagi keluarga. Ruang transisi digunakan sebagai titik akses pemandangan taman dan sebagai aktivitas peregangan otot. Ruang utama selatan banyak dimanfaatkan sebagai ruang untuk aktivitas pasif seperti berdiskusi dan foto-foto, dan ruang refleksi dimanfaatkan sebagai ruang terapi refleksi pijat kaki (Tabel 4).

Keragaman ruang pada saat ini terlihat berbeda antara penggunaannya pada saat hari kerja atau pada saat akhir pekan. Penggunaan pada saat hari kerja, ruang utama lebih didominasi oleh pengunjung umum dan staf perkantoran, sedangkan penggunaan pada akhir pekan, penggunaan ruang taman lebih beragam

(46)

yakni dijadikan sebagai area komersial dengan aktivitas jual-beli atau perdagangan dengan intensitas pengunjung yang lebih banyak dan lebih beragam. Ruang-ruang pada taman ini secara umum tidak terlihat jelas, sehingga penggunaannya kadang tidak sesuai dengan fungsi ruang. Maka perlu adanya fungsi ruang yang jelas baik untuk aktivitas pergerakan fisik maupun untuk psikis.

Gambar11 Ruang Eksisting dan Sirkulasi Ruang Pengguna TCA

(Sumber: Digitasi Peta Dinas Pertamanan, Citra Satelit Googlemaps, dan Survei, Juli 2009)

Ruang diluar batas TCA sudah banyak dimanfaatkan masyarakat dan pengunjung sebagai bagian dari aktivitas taman. Ruang tersebut diantaranya yaitu ruang kuliner dan ruang parkir kendaraan. Ruang kuliner berlokasi di jalur trotoar jalan raya, sedangkan ruang parkir berlokasi di ruas jalan raya tersebut. Hal ini menyebabkan estetika taman tidak terlihat dengan baik dari luar taman, dan perlu dilakukan alokasi ruang taman untuk memenuhi aktivitas ruang-ruang tersebut.

A

B

C

D

E

F

(47)

Tabel 4 Ruang Taman, Aktivitas, dan Fasilitas Pendukung Eksisting

Ruang Luas dan persentase terhadap luas total Aktivitas Fasilitas dan Utilitas Penerimaan utama/ 338.34 m2 Masuk taman Gerbang utama,

Zona A (2.04%) Bollard,

Lampu taman, dan

Tanaman berbunga.

Penerimaan 688.39 m2 Masuk taman Pintu,

Alternatif/ Zona B (4.14%) Bollard,

Lampu taman, Planter box, dan

Papan nama taman.

Refleksi/ Zona C 360.50 m2

(2.16%)

Refleksi pijat kaki Jalur refleksi, Bangku taman, dan

Lampu taman.

Transisi/ Zona D 574 m2

(3.45%) Foto-foto Jembatan, Peregangan otot Planter box tangga, dan

Utama 1 10812.13 m2

(65.07%)

Duduk Bangku taman,

(Utara)/ Zona E Jalan santai Lampu taman,

Jogging Jalur pedesrian

Foto-foto Hamparan rumput, dan

Piknik Toilet.

Bersosialisasi

Utama 2 3846.64 m2

(23.14%) Duduk Bangku taman,

(Selatan)/ Zona F Jalan santai Lampu taman, dan

Jogging Jalur Pejalan kaki Foto-foto

*Sumber: Survei, Juli (2009)

5.1.3 Analisis Kualitas Taman

Kualitas taman yang diidentifikasi di TCA terdiri dari kualitas visual, kualitas akustik, dan kualitas aromatik. Kualitas pandangan taman secara umum mempunyai jarak pandang yang jelas. Good view terlihat diseluruh sudut taman (Gambar 12), sedangkan bad view terlihat disepanjang Kali Cilaki.

(a) (b)

Gambar 12 Visual Bayangan Taman (a. Siang Hari; b. Sore Hari) (Sumber: Survei, Juli 2009)

Gambar

Gambar 1 perumusan kerangka pikir studi ini disajikan berikut
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: www.worldatlas.com dan  Googlemaps, 2009)
Gambar 3 Tahapan Penelitian
Tabel 1 Jenis, Interpretasi, dan Sumber Data yang Diperlukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Radikal bebas merupakan senyawa yang bersifat sangat reaktif dan memiliki pasangan elektron bebas, oleh karena itu diperlukan antioksidan yang bertujuan untuk

Semakin meningkatnya konsentrasi jamur entomopatogen dan semakin banyak konidia yang menempel pada tubuh serangga, maka semakin cepat proses infeksi yang membuat

(2) Besaran tarif pelayanan medik gigi dan mulut rawat jalan untuk tindakan kecil/ sederhana, sedang, besar, canggih dan khusus ditetapkan oleh Direksi Rumah Sakit sesuai

Hubungan Kadar Timbal Dalam Darah dengan Kelelahan Kerja pada Pedagang Buku di Pasar Busri Surakarta, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran,

androcles lebih banyak dijumpai di areal wisata Pattunuang (45 ekor) yang memiliki tumbuhan inangsebanyak 5 individu, dibandingkan dengan areal wisata Bantimurung

Sehingga pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbasis website ini akan menjadi bahan ajaran tambahan dimana sisi dari visual siswa tersebut dapat

Baja merupakan alternative bahan bangunan tahan gempa yang sangat baik, karena jika dibandingkan dengan struktur beton, baja dinilai memiliki sifat daktilitas

Masyarakat Desa Tambong Wetan sebenarnya sangat mengerti mana yang merupakan tingkah laku normal dan mana yang merupakan tingkah laku abnormal, begitu pula dengan