UPAYA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PADA INDUSTRI KECIL DI KOTA MALANG
Anis Artiyani
Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang Sujianto
Dosen JPBSI IKIP Budi Utomo Malang
ABSTRAKSI
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh produktifitas kerja yang optimal. Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui penerapan ergonomi diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan kerja (quality of working life), sehingga meningkatkan produktifitas kerja serta menurunkan prelavensi penyakit akibat kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja. Interaksi ini akan berjalan dengan baik apabila ketiga komponen tersebut dipersiapkan dengan baik dan saling menunjang, misalnya dengan menyesuaikan ukuran peralatan kerja dengan postur tubuh pekerja dan menilai kelancaran gerakan tubuh pekerja.
Perusahaan harus membuat aturan yang jelas dan tegas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, sehingga dapat membuat setiap pekerja memiliki tanggungjawab untuk menjaga diri mereka sendiri dan peralatan yang digunakan di lingkungan kerjanya serta menyediakan peralatan dan segala sesuatu yang diperlukan untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kecelakaan kerja.
Kata Kunci : Identifikasi K-3, Industri Kecil, Kota Malang.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan, sehingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal.
Industri kecil merupakan salah satu bidang yang mempunyai potensi sangat besar dalam pembangunan nasional. Hal ini disebabkan oleh kondisi dapat berfungsi sosial, dimana dapat menyerap tenaga kerja dan menekan angka pengangguran walaupun dalam linbgkungan yang kecil. Pada era globalisasi yang ditandai dengan makin ketatnya persaingan seperti
meningkatnya pendirian industri kecil di berbagai tempat, kebanyakan industri kecil hanya menitikberatkan perhatiannya dalam upaya mengatasi masalah manajemen dan pemasaran, disamping permodalan. Sedangkan seringkali yang dilupakan adalah masalah kondisi dan lingkungan kerja dimana pekerja melaksanakan ativitasnya.
Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung amat pesat, baik industri formal maupun industri rumahtangga, pertanian, perdagangan, dan perkebunan. Hal ini akan menimbulkan lapangan kerja baru dan menyerap tambahan angkatan kerja baru yang diperkirakan untuk tahun 2009 berjumlah 101 juta orang, sebagian besar (70-80%) berada di sektor informal. Semua industri, baik formal maupun informal, diharapkan dapat menerapkan K-3 (kesehatan dan keselamatan kerja).
Yang dimaksud dengan industri informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha di luar sektor formal yang mempunyai ciri sederhana, skala usaha relatif kecil, dan pada umumnya belum terorganisisr secara baik.
Ciri-ciri industri sektor informal adalah: (1) timbulnya risiko bahaya pekerjaan yang tinggi, (2) keterbatasan sumberdaya dalam mengubah lingkungan kerja dan menentukan pelayanan kesehatan kerja yang kuat, (3) rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor fisiko kesehatan kerja, (4) kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang berat, dan jam kerja yang panjang, (5) pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya pengawasan manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan, (6) anggota keluarga seringkali terpajan bahaya-bahaya akibat pekerjaan, (7) masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik, serta (8) kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, sosial (asuransi kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.
Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan melalui penerapan ergonomi diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan kerja (quality of
working life), sehingga meningkatkan produktifitas kerja dan menurunkan
prelavensi penyakit akibat kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja. Interaksi ini akan berjalan dengan baik bila ketiga komponen tersebut dipersiapkan dengan baik dan saling menunjang, misalnya menyesuaikan ukuran peralatan kerja dengan postur tubuh pekerja dan menilai kelancaran gerakan tubuh pekerja. Dalam penerapan ergonomi akan dipelajari cara-cara penyesuaian pekerjaan, alat kerja, dan lingkungan kerja dengan manusia dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia itu, sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia dan pekerjaannya yang akan meningkatkan kenyamanan kerja dan produktifitas kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat berperan dalam menjamin adanya perlindungan terhadap pekerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Perlindungan kesehatan dan keselamatan tersebut dilakukan agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya dengan kondisi kesehatannya yang baik untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. Dengan demikian, tenaga kerja memiliki hak untuk memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan dari berbagai resiko atau kemungkinan yang dapat menimpa dan menggangu tenaga kerja serta pelaksanaan pekerjaannya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya-upaya pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada Industri Kecil di Kota Malang.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (survey) dan melakukan wawancara terhadap pemilik industri kecil dan para pekerja. industri kecil yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah industri pembuatan tahu, makanan dan minuman, mebel, serta pemintalan benang.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Kesimpulan dan Saran
Studi Pustaka Identifikasi Masalah
Latar Belakang Penelitian
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data: Data Umum Perusahaan Data Penelitian
Usulan Perbaikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Lingkup Upaya Kesehatan Kerja
Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis, dalam hal metoda kerja, proses kerja, dan kondisi kerja yang bertujuan untuk:
Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya, baik secara fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya.
Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan kerjanya.
Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.
Kapasitas Kerja, Beban Kerja Dan Lingkungan Kerja
Kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik, seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima, diperlukan agar seseorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara baik. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat kimia, dan lainnya) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Berdasarkan pengamatan dan survei di lapangan, tingkat kecelakaan kerja yang bisa ditimbulkan di industri-industri kecil di kota Malang (berdasarkan beberapa industri yang dijadikan obyek pengamatan), adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengamatan di industri tahu “W”, maka kecelakaan kerja yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Industri Tahu
Tabel 1. Jenis Kecelakaan Kerja yang Sering Terjadi di Industri Tahu
No Jenis
Kecelakaan Penyebab Jumlah
1 Terpeleset Lantai Licin 46%
Lantai berlubang dan ketinggian tidak beragam
24%
Adanya hambatan yang tidak terlihat 6% 2 Keluhan sakit
yang dirasakan karyawan
Tidak ada alat pembantu yang dapat digunakan untuk mengangkat kedelai dari gudang ke tempat pencucian
17%
Tidak ada alat pelindung diri 7%
Sumber: Hasil Pengamatan
Sedangkan kondisi lingkungan kerja pembuatan tahu di industri ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Kondisi Lingkungan Kerja
No Aspek Kondisi
1 Lantai • Licin
• Permukaan lantai yang tidak rata, bahkan tidak
2 Pencahayaan Hanya mengandalkan sinar matahari yang masuk dari atap yang terbuka
3 Penataan Lingkungan Kerja
Terkesan semrawut, karena tata ruang yang tidak tertata sesuai urutan proses yang ada. 4 Peralatan Kerja
yang digunakan
Cenderung seadanya dan kurang memperhatikan aspek manusia sebagai penggunanya.
5 Ventilasi Sirkulasi udara yang tidak baik sehingga menyebabkan ruangan menjadi panas dan pengap.
Sumber: Hasil Pengamatan
Program perbaikan yang diusulkan diupayakan dapat dilakukan oleh para pengrajin mengingat keterbatasan dana yang dimilliki oleh pengrajin. Program perbaikan tersebut meliputi:
1. Memperbaiki permukaan lantai yang licin. 2. Menambah sumber penerangan.
4. Melakukan penataan lingkungan kerja. 5. Menyediakan alat bantu kerja.
Pabrik “Y” merupakan salah satu industri rumah tangga yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Produk akhirnya berupa minuman botol dengan beraneka ragam rasa dan warna. Terdapat 6 (enam) orang pekerja yang keseluruhannya adalah perempuan. Spesifikasi pekerjaan antara lain mencampur bahan dan mengolah “erta menyaringnya, memasukkan produk ke dalam wadah botol plastik dan menutupnya atau ke dalam wadah gelas plastik dan memberi label plastik penutup dengan menggunakan mesin, memberi label pada botol, serta mengemas produk tersebut dalam kardus.
Industri Minuman
Dari pengamatan yang dilakukan, seluruh pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti sarung tangan, penutup kepala, masker, bahkan pakaian pelindung – sehingga sangat memungkinkan produk dapat terkontaminasi kuman. Ventilasi cukup dan tersedia dua buah racun api. Air yang digunakan adalah air dari sumur bor yang disterilisasi dengan Aqua
UV, sedangkan pengawet yang digunakan adalah sodium benzoat.
Gambar 2. Proses Kerja di Industri Minuman
Dari pengamatan yang dilakukan, industri rumahtangga “Y” tidak memenuhi standar mutu yang diharapkan sekalipun dikatakan ’cukup’ oleh Balai POM. Namun, sikap kerja 5-S yang terdiri dari seiri (pemilahan), seiton (penataan), seiso (pembersihan), seiketsu (pemantapan), dan shitsuke (pembiasaan) tidak menjadi kerutinan bagi pekerja selama melakukan kerjanya. Osada (2002) mengatakan bahwa dari seluruh konsep kualitas hingga total quality management tidak akan pernah berhasil bila sikap kerja 5-S tidak diterapkan dalam proses kerja.
Kunci dasar terciptanya mutu produk bahkan mutu kerja yang baik akan tercermin bila tiga sikap (seiri, seiton dan seiso) terlaksana dengan baik dan dilakukan setiap hari, sehingga menjadi kebiasaan dalam industri
untuk menjaga dan menata dengan baik, bersih, dan hygiene. Dengan terlaksananya 5-S akan meningkatkan produktivitas dan mampu menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sikap kerja 5-S juga berperan besar dalam mendukung perbaikan sistem kerja dari suatu proses produksi. Prinsip ini dapat diterapkan dimana-mana – apakah industri kecil, menengah, ataupun besar – sebab 5-S ini telah tercipta dalam diri setiap orang atau pekerja, namun tidak semuanya menjadi kebiasaan yang dilakukan selama bekerja.
Dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sebuah industri rumahtangga sangat perlu diperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja. Disamping memperhatikan mutu dan kebersihan produk, industri “Y” perlu melakukan redesign tempat kerjanya agar memudahkan kelancaran proses kerja dan dapat meningkatkan produktivitas usahanya. Dari sistem kerja yang ada menunjukkan bahwa industri rumahtangga “Y” sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja seperti low back pain karena sikap duduk yang salah, tergelincir, jatuh, dan dermatitis serta efek samping dari bahan kimia yang digunakan. Hal ini tidak pernah diperhatikan karena sifat industri yang termasuk skala sektor informal yang tidak terlalu terjamah dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sekalipun begitu, bila prinsip 5-S (TQM) dilakukan dan menjadi kebiasaan sehari-hari, maka akan sangat membantu dalam menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat serta aman dan nyaman.
Industri “A” merupakan perusahaan pengolahan kayu yang menggunakan mesin-mesin pemotong dengan kekuatan tertentu. Mesin yang digunakan antara lain bench saw, planner, dan cross cut. Mengingat bahwa kecelakaan kerja yang terjadi tidak ditangani sesuai dengan peraturan Pemerintah yang berlaku, maka adalah sangat baik jika perusahaan tersebut bersedia untuk memperbaiki Sistem Manajemen K-3. Resiko terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan diharapkan dapat ditekan serendah mungkin dengan adanya sistem manajemen K-3, sehingga tidak terjadi pengorbanan-pengorbanan yang tidak perlu. Selain itu, pelaksanaan sistem manajemen K-3 juga merupakan bentuk pemenuhan dari perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER. 05/MEN/1996 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Hal terpenting dalam pelaksanaan sistem manajemen K-3 di suatu perusahaan adalah komitmen.
Industri “K” bergerak di bidang pemintalan benang dengan kapasitas produksi pada saat ini adalah 36.732 mata pintal dengan total produksi 17.023 bales benang tenun pertahun atau ± 45 bales per hari dengan nomor benang Ne 1-S, Ne 20-S s/d. Ne 42-Carded, Ne 40 s/d Ne 80-combed
(catatan: 1 bales = 6 karung dengan berat 181,4 kg). Disamping itu, juga
memproduksi benang double, terutama Ne 40/2 dan Ne 42/2 untuk melayani permintaan industri kecil.
Industri Pemintalan Benang
Untuk mencegah atau penanggulangan terhadap timbulnya kebakaran, industri “K” memiliki:
1. Sprinkler (sistem penyembur), ditempatkan di dalam ruang pabrik yang secara otomatis dapat pecah pada suhu tertentu bila ada panas/api akibat terbakar atau korsluiting listrik pada mesin-mesin pemintal kapas.
2. Hydrant box, ditempatkan di dalam ruang pabrik yang terdiri dari selang landas (landing valve), pipa kopel pemadam (copling fire
hose) dan pipa semprot (nozzle), atau kumparan selang (hose reel).
3. Alat pemadam kebakaran dengan jenis serbuk kering (dry chemical), gas (CO2), dan busa.
4. Tower untuk menampung air dan memudahkan penyemprotan air. Dari hasil observasi lapangan dapat disimpulkan bahwa:
1. Suhu lingkungan kerja melebihi ambang batas kenyamanan kerja. 2. Penerangan di ruang kerja masih kurang dari yang disyaratkan,
terutama untuk pekerjaan yang memerlukan penglihatan obyek yang jelas.
3. Tingkat kebisingan melebihi ambang batas kebisingan yang terjadi pada mesin speed dan spinning dengan finishing.
4. Konsentrasi paparan debu kapas terbanyak pada pekerjaan
blowing.
5. Sanitasi lingkungan kerja telah terlaksana dengan baik. 6. Kejadian kecelakaan kerja tidak ada (zero accident).
7. Tidak didapati adanya kasus penyakit akibat kerja, terutama
byssinosis.
Industri “H” adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan
bedroom set. Perusahaan ini ingin meningkatkan keselamatan dan
kesehatan kerja pada karyawannya dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja, terutama di bagian pembahanan. Jenis kecelakaan yang sering terjadi pada bagian ini adalah tangan operator sering terluka karena pada bagian ini terdapat mesin potong, seperti mesin cut arm saw dan mesin cross cut. Dengan demikian, dalam ruang ini diperlukan fasilitas yang memenuhi
keselamatan kerja, dimana harus memperhatikan keinginan operator, sehingga suasana nyaman dan aman dapat tercipta.
Permasalahan yang timbul di perusahaan ini adalah sering terjadinya kecelakaan kerja pada operator, khususnya yang ada di bagian pembahanan, dan tidak seimbangnya pembagian waktu masing–masing operasi yang ada (pengalokasian jumlah operator pada tiap–tiap operasi atau sistem kerjanya) – sehingga menjadi tidak efektif dan efisien yang membuat pembagian beban kerja yang tidak merata pada bagian produksi.
Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pengawasan bahaya kerja secara komprehensif mencakup identifikasi bahaya perkiraan akibat bahaya organisasi dan sarana pengawasan operasional, perencanaan tindakan darurat, penyebarluasan informasi kepada Pemilik atau Manajemen Perusahaan yang diperkirakan potensial menimbulkan bahaya, serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat sekitar mengenai kecenderungan timbulnya bahaya. Beberapa metode yang digunakan untuk menganalisis sumber-sumber bahaya yang ada dalam perusahaan industri adalah:
Pengawasan Bahaya Kerja
• Critical Incident Technique: metode yang efisien yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang segala hal yang berbahaya atau tidak aman menurut pengalaman operator dan teknisi sesuai dengan kondisi kerja di lapangan. Hal ini berguna untuk menyelidiki hubungan operasional antar manusia dan mesin dan akan di gunakan untuk memperbaiki mesin atau peralatan serta proses operasional. Teknik ini dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan para pekerja mengenai kecelakaan-kecelakaan yang hampir terjadi, kesulitan yang dihadapi serta kondisi kerja lain yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
• Fault Tree Analysis: metode yang menggambarkan hubungan antara peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu sistem yang akan menghasilkan suatu peristiwa utama yang hendak diselidiki. Metode ini memiliki kemampuan dan fleksibilitas untuk masuknya suatu pemikiran baru yang dinamis ke dalam proses dari sistem tersebut.
Pencatatan kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan, khususnya untuk kecelakaan-kecelakaan kecil seringkali tidak dijelaskan secara detail. Untuk itu digunakan metode critical insident technique. Metode ini dipakai untuk mengumpulkan informasi mengenai segala sesuatu yang berbahaya
atau tidak aman menurut pengalaman kerja yang terjadi di lapangan. Berikut adalah data kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan.
Tabel 3. Data Kecelakaan Kerja pada Tiap Proses Produksi
No Proses Resiko
Bahaya Uraian
1 Pembahanan Terluka Pekerja dapat mengalami tangan terluka karena mesin berkecepatan tinggi Tergores Pekerja dapat mengalami tangan tergores
karena mesin berkecepatan tinggi 2 Proses Terluka Pekerja dapat mengalami tangan terluka
karena bahan baku yang terbalik atau mesin yang berkecepatan tinggi
Tergores Pekerja dapat mengalami tangan tergores karena mesin spindel
3 Assembling Terinjak Pekerja dapat menginjak paku atau benda tajam lain yang berserakan di lantai 4 Finishing Iritasi Pekerja dapat mengalami iritasi mata akibat
percikan cat
Tersemprot Pekerja dapat mengalami luka mata akibat tersemprot cat atai thinner
Sumber: Hasil Analisis
Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kerja dan kecelakaan kerja dapat diuraikan dengan menggunakan Fault Tree Analysis. Kecelakaan kerja yang dianalisis dalam Fault Tree Analysis dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu:
Faktor Pengaruh Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja karena tersengat listrik.
Jenis kecelakaan kerja ini terjadi karena kurang lengkapnya tanda-tanda peringatan. Kecelakaan kerja yang termasuk di dalamnya adalah kecelakaan akibat kerusakan saklar. Kecelakaan ini disebabkan karena kesalahan prosedur pengoperasian dan terjadinya hubungan singkat (korsluiting).
Kecelakaan kerja karena terluka atau tergores.
Kecelakaan kerja ini disebabkan kurang lengkapnya tanda-tanda peringatan, kurang hati-hati (sembrono) dan para pekerja tidak memakai alat pelindung.
Kecelakaan kerja karena tertimpa benda-benda berat.
Kecelakaan kerja yang termasuk di dalamnya adalah kecelakaan yang disebabkan kurang lengkapnya tanda-tanda peringatan bahaya dan banyak bahan baku yang tidak tersusun rapi.
Kecelakaan kerja karena kebakaran.
Jenis kecelakaan kerja ini disebabkan karena pekerja kurang hati-hati (sembrono) dan bahan baku yang mudah terbakar (kayu).
Kecelakaan kerja yang mengakibatkan kaki pekerja terluka.
Jenis kecelakaan kerja ini disebabkan material yang tajam seperti paku dan benda tajam lainnya. Penyebab yang lain karena pekerja kurang hati-hati (sembrono) dan tidak memakai alat pelindung.
Perbaikan yang dilakukan meliputi perbaikan lingkungan kerja (suhu, kebisingan, dan debu/kotoran), pencegahan kecelakaan kerja, serta perlengkapan kerja. Rekapitulasi perbaikan pada lingkungan kerja dapat dilihat pada tabel berikut.
Usulan Perbaikan untuk Keselamatan Kerja
Tabel 4. Rekapitulasi Pengolahan Data dan Analisis Hasil
Masalah Usulan Perbaikan
Lingkungan Kerja
Temperatur/suhu ruangan
Pemasangan peralatan AC central yang disalurkan ke seluruh ruang kerja. Pemasangan standing ventilator. Pemasangan ceiling ventilator. Kebisingan Pemasangan peredam suara pada
sumbernya.
Perbaikan dan perawatan mesin secara berkala.
Debu Pemakaian masker.
Pemasangan alat penghisap debu. Pemakaian filtrasi.
Kotor Penyediaan tempat sampah.
Sumber: Hasil Analisis
KESIMPULAN
Langkah-langkah yang dapat digunakan untuk mencegah kecelakaan kerja antara lain adalah sebagai berikut:
Lingkungan tempat kerja
Harus dibuat suatu tingkat keamanan tersendiri pada lingkungan kerja pada industri kecil tersebut, baik itu pada mesin atau peralatan dengan melengkapi berbagai alat proteksi, serta tempat dengan kondisi bangunan yang memenuhi syarat sehingga semaksimal mungkin dapat mencegah kecelakaan kerja.
Sasarannya pekerja
Perusahaan harus membuat aturan yang jelas dan tegas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K-3), sehingga dapat membuat setiap pekerja memiliki tanggungjawab untuk menjaga diri mereka sendiri dan peralatan yang digunakan, baik untuk dirinya sendiri
maupun lingkungan kerjanya, serta menyediakan peralatan dan segala sesuatu yang diperlukan untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kecelakaan kerja.
PUSTAKA ACUAN
Manuaba, A. 1993. Ergonomi Sektor Informal.Upaya Kesehatan Sektor Informal di Indonesia. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Nurmianto, Eko. 2003. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna
Widya.
Suma’mur, P.K. 1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung.