• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. V.1 Kesimpulan. 1. Pemberian ekstrak kulit pisang kepok dosis 16 g/kgbb (ekuivalen 5-HTP 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. V.1 Kesimpulan. 1. Pemberian ekstrak kulit pisang kepok dosis 16 g/kgbb (ekuivalen 5-HTP 3"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

63 BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN V.1 Kesimpulan

1. Pemberian ekstrak kulit pisang kepok dosis 16 g/kgBB (ekuivalen 5-HTP 3 mg/kgBB) menyebabkan imunoreaktivitas serotonin yang lebih tinggi di sel epitel mukosa kolon kolon pada tikus Wistar jantan.

2. Pemberian ekstrak kulit pisang kepok tidak menyebabkan perubahan konsistensi feses.

V.2 Saran

1. Penelitian imunoreaktivitas serotonin pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode stereologi yang lebih akurat

2. Pemunculan imunoreaktivitas yang lebih spesifik pada sel enterokromaffin akan lebih jelas dengan pengecatan kromogranin, sehingga disarankan metode ini pada penelitian selanjutnya.

3. Penelitian ini telah dapat memunculkan perbedaan bermakna imunoreaktivitas serotonin dengan pemberian ekstrak kulit pisang dosis tertinggi. Intervensi tertentu dapat diberikan dalam rangka menstimulasi pelepasan serotonin sehingga dampak serotonin di saluran cerna terlihat lebih kuat.

4. Penelitian lanjutan dengan dosis ekstrak kulit pisang mulai dosis 16 g/kgBB dapat disarankan untuk melihat potensi ekstrak kulit pisang secara dose-dependent.

(2)

V.3 Ringkasan

V.3.1 Latar Belakang

Sistem pencernaan merupakan salah satu sistem dalam tubuh manusia yang menjalankan fungsi digesti, absorbsi dan defekasi. Tubuh mempunyai serangkaian mekanisme pengaturan agar sistem ini senantiasa berfungsi baik, salah satunya pengaturan motilitas. Motilitas yang baik diperlukan agar proses digesti, absorbsi dan defekasi berjalan baik. Motilitas saluran cerna merupakan salah satu faktor yang menentukan bowel transit time yang menggambarkan seberapa lama makanan berada dalam saluran cerna (Ganong, 2005). Bowel transit time merefleksikan regulasi aktivitas otot polos saluran cerna yang terintegrasi baik. Adanya perubahan transit time dapat dilihat dengan menilai konsistensi feses (Degen & Philips, 1996; Russo et al., 2013).

Serotonin atau 5-Hydroxytryptamine (5-HT) merupakan monoamine neurotransmitter yang berperan penting dalam berbagai fungsi fisiologis tubuh, terutama di sistem saraf pusat dan sistem pencernaan (O’Connel, 2006; Hansen, 2008; Mawe, 2013). Pada saluran cerna, kadar serotonin yang cukup diperlukan untuk fungsi sekresi, motilitas (Hansen et al., 2008) dan sensitivitas viseral (Cirillo, et al., 2011).

Serotonin berasal dari metabolisme bahan makanan yang mengandung asam amino triptofan. Sebagian besar serotonin tubuh disintesis dan disimpan dalam sel

enterokromafin di saluran cerna. Fungsi serotonin pada sistem gastrointestinal yaitu

(3)

serta menghantarkan sinyal sinaps di enteric nervous system (ENS) (Gershon & Tack, 2007). Serotonin yang disekresikan dari sel enterokromafin menginisiasi refleks peristaltik, sekresi, vasodilatasi, nosiseptif dan vagal (Crowell, 2004). Pemberian serotonin secara intraperitoneal menyebabkan terjadinya diare pada mencit dalam 60 menit (Hagbom et al., 2011). Penelitian yang dilakukan Hansen et al., 2006, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kontraktilitas usus setelah pemberian serotonin intravena. Perubahan motilitas usus akan berpengaruh pada bowel transit time dan pada akhirnya mempengaruhi konsistensi feses (Ganong, 2005).

5-Hydroxytryptophan (5-HTP) merupakan metabolit intermediate dari triptofan dalam proses biosintesis serotonin (Birdsall, 1998). Keseluruhan 5-HTP akan diubah menjadi serotonin. Penelitian yang dilakukan Lyn-Bullock et al. (2004) menunjukkan bahwa pemberian dosis tunggal 5-HTP secara oral dapat meningkatkan imunoreaktivitas neuron serotonergik di otak tikus. Pemberian 5-HTP juga terbukti menurunkan asupan makan pada tikus yang diinduksi stress (Amer et al., 2003).

Pisang kepok (Musa balbisiana) merupakan jenis pisang olahan yang paling sering dikonsumsi. Kandungan gizi dalam pisang cukup lengkap, dari karbohidrat, protein B6, B3, B5 (USDA, 2015), vitamin, dan mineral (Emaga et al., 2007). Hasil

samping dari pengolahan pisang adalah limbah berupa kulit yang bila tidak diperhatikan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Limbah kulit pisang sangat memungkinkan untuk diolah lebih lanjut karena ketersediaannya yang juga melimpah. Jika dihitung beratnya, maka berat kulit pisang sekitar 40% dari total

(4)

berat pisang. Selain itu, kulit pisang ternyata memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan bagian daging buahnya, yaitu memiliki kadar phytoserotonin 170.000 ng/g. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan daging buahnya yang memiliki kadar phytoserotonin 35.000 ng/g (Rayne, 2010). Kadar mineral dalam kulit buah pisang jenis plantain mencapai 1910 mg/kg (Emaga et al., 2007). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pisang ternyata mengandung kadar triptofan 2,5 mg/kg, serotonin 0,8 mg/kg (Ohla et al., 2010) dan 5-HTP 1,0 µmol/kg (Kema et al., 1992). Triptofan dan 5-HTP merupakan prekursor pembentukan serotonin.

Salah satu cara untuk meningkatkan kadar serotonin dalam tubuh adalah dengan mengkonsumsi prekursornya. Kulit Pisang kepok dengan potensi kandungan prekursor serotonin dapat menjadi bahan alami untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak kulit pisang kepok terstandar 5-HTP terhadap imunoreaktivitas serotonin di epitel mukosa kolon dan konsistensi feses pada tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan.

V.3.2 Tinjauan Pustaka

Sistem pencernaan atau gastrointestinal merupakan sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna keluar dari tubuh. Dinding traktus gastrointestinal dari luar ke dalam terdiri atas 4 lapisan, yaitu lapisan serosa, lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler, lapisan submukosa dan lapisan mukosa (Guyton,

(5)

2011). Fungsi sistem gastrointestinal diatur secara ketat untuk memaksimalkan fungsi digesti dan absorbsi makanan. Ada 4 faktor yang terlibat dalam regulasi ini, yaitu fungsi otot polos otonom, pleksus saraf intrinsik, saraf ekstrinsik dan hormon gastrointestinal (Sherwood, 2006). Pleksus saraf intrinsik berperan dalam koordinasi aktivitas lokal pada saluran cerna. Sedangkan saraf ekstrinsik yang berasal dari sistem saraf otonom mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran cerna dengan mempengaruhi aktivitas pleksus saraf intrinsik, hormon gastrointestinal dan dapat pula beraksi langsung pada otot polos dan kelenjar (Sherwood, 2006).

Kolon terdiri atas 3 bagian, yaitu kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden. Pada akhir kolon desenden, terdapat bagian yang berbentuk S dan disebut kolon sigmoid (Sherwood, 2006). Fungsi utama kolon ada 2, yaitu yang pertama absorbsi air dan elektrolit dari kimus untk membentuk feses yang solid. Yang kedua menyimpan massa feses sampai saatnya dikeluarkan. Pada bagian proksimal kolon berfungsi untuk absorbsi dan bagian distal untuk penyimpanan (Guyton, 2011).

Bowel transit time menggambarkan berapa lama makanan berada di usus sampai dengan saat dikeluarkan melalui proses defekasi. Transit time merefleksikan regulasi aktivitas otot polos saluran cerna yang terintegrasi baik

(Degen & Philips, 1996). Peningkatan bowel transit time akan menyebabkan feses

menjadi lebih lunak, akibat waktu absorbsi air di kolon menjadi berkurang. Sebaliknya, pemanjangan transit time akan menyebabkan feses menjadi keras.

(6)

Lewis & Houton (1997), mengembangkan suatu stool scale form untuk menilai melihat adanya perubahan intestinal transit time pada manusia secara tidak langsung yang disebut Bristol Stool Form Scale (BSFS). Pada BSFS terdapat 7 tipe konsistensi feses pada manusia. Tipe 4 merupakan tipe normal dengan variasi diameter antara 1 cm sampai 2 cm.

Pada penelitian menggunakan tikus, skala penilaian feses yang dikembangkan oleh Pokkunuri et al. (2012) yang merupakan modifikasi dari Bristol Stool Chart. Penilaian yang digunakan menggunakan 3 skor, meliputi skor 1 untuk feses normal, 2 untuk feses lembek dan tidak berbentuk, 3 untuk feses berair.

Serotonin merupakan indolamine yang berasal dari metabolisme asam amino esensial triptofan. Sintesis serotonin melalui dua tahap reaksi enzimatis. Tahap pertama, hidroksilasi triptofan oleh enzim tryptophan hydroxylase yang merupakan rate-limiting enzyme, menghasilkan 5-hydroxytryptophan (5-HTP). Tahap kedua, dekarboksilasi 5-HTP oleh enzim aromatic L-amino acid decarboxylase menghasilkan serotonin . Dalam jaringan, serotonin dimetabolisme dengan cepat, terutama oleh aktivitas enzim monoamine oksidase (MAO). Di ginjal dan liver, enzim MAO dan aldehide dehidrogenase mengubah HT menjadi 5-hydroxyindole acetic acid (5-HIAA) yang dikeluarkan dari tubuh melalui urin (Kim & Camilleri, 2000).

Lebih dari 95% serotonin tubuh diproduksi di usus. Kurang lebih 90% dihasilkan oleh sel enterokromafin dan 10% oleh saraf enterik. Kadar serotonin yang ada dalam darah semuanya berasal dari saluran pencernaan. Otak harus

(7)

mensintesis serotonin sendiri, sebab serotonin dari sirkulasi tidak dapat menembusi sawar otak (Kim & Camilleri, 2000).

Sel enterokromafin terdistribusi sepanjang traktus gastrointestinal, dari kardia lambung sampai dengan anus. Sel enterokromafin mensintesis, menyimpan dan melepaskan serotonin (Hansen et al., 2008). Pada manusia, frekuensi terbanyak di duodenum (Wheatcroft et al., 2005).

Di dalam sel enterokromafin, Serotonin yang baru terbentuk berada di vesicular monoamine transporter 1 (VMAT1), dan dilepaskan terutama dari granul yang berada di dekat basal border sel enterokromafin. Setelah dilepaskan, serotonin ditransport ke sel epitel di sekelilingnya oleh SERT dan didegradasi menjadi 5-HIAA oleh monoamine oksidase yang terletak di mitokondria (Bertrand & Bertrand, 2010).

Serotonin berperan penting pada fungsi sekresi dan motilitas saluran cerna. Serotonin mengaktivasi saraf intrinsik dan ekstrinsik aferen, berturut-turut, menginisiasi refleks peristaltik dan sekresi serta menghantarkan informasi ke sistem

saraf pusat (Gershon & Tack, 2007). Serotonin yang disekresikan dari sel

enterokromafin menginisiasi refleks peristaltik, sekresi, vasodilatasi, nosiseptif dan vagal. Disebutkan bahwa serotonin dapat mempengaruhi fungsi sekresi dan motorik

saluran cerna, dan abnormalitasnya menyebabkan konstipasi atau diare (Crowell,

2004).

Stimulus yang menyebabkan sel enterokromafin melepaskan serotonin meliputi stimulus mekanik (Hansen et al., 2008), stimulasi kimia seperti peubahan

(8)

pH, asam empedu dan glukosa (Smith et al., 2006). Stimuli mekanik secara langsung di mukosa usus akan memicu pelepasan serotonin ke lumen yang akan meningkatkan peristaltik (O’Hara et al., 2004). Sel enterokromafin dapat memantau kadar serotonin dalam darah dan melepaskan serotonin sesuai kebutuhan, melalui mekanisme SERT (Chen et al., 1998).

Serotonin yang dilepaskan dari granul di basal border sel enterokromafin

masuk ke lamina propria dan berinteraksi dengan terminal saraf, sel imun dan dapat pula di uptake oleh trombosit ke aliran darah. Untuk dapat mempengaruhi terminal saraf, serotonin harus dilepaskan secara paracrine manner. Serotonin pada konsentrasi tinggi dapat mengaktivasi sensor intrinsik dan ekstrinsik terminal saraf

melalui reseptor 5-HT3 (Bertrand et al., 2000). Sementara jika kadarnya rendah

akan mengaktivasi reseptor 5-HT4 atau 5-HT1P (Pan & Gershon, 2000).

Gershon & Tack (2007) menjelaskan bahwa kerja serotonin pada dinding

usus dimulai ketika sel enterokromafin mensekresikan serotonin akibat adanya

suatu stimulus. Serotonin akan menstimulasi saraf ekstrinsik dan intrinsic primary afferen neurons (IPANs) yang berada di pleksus submukosa dan pleksus

myenterikus. Reseptor 5HT1P mengaktivasi IPANs submukosa sedangkan reseptor

5HT3 mengaktivasi IPANs myenterikus. Setelah teraktivasi, IPANs mengeluarkan

asetilkolin. Selain itu, IPANs submukosa juga mengeluarkan CGRP. Pelepasan

asetilkolin dan CGRP diamplifikasi oleh reseptor 5HT4 yang bersifat presinaptik.

IPANs submukosa banyak dikaitkan dengan refleks peristaltik dan sekresi, sedangkan IPANs myenterikus banyak dikaitkan dengan giant migrating

(9)

contractions ( Gershon & Tack, 2007). Kerja serotonin diterminasi dengan melalui SERT ke sel epitel (Martel et al., 2003).

5-HTP merupakan prekursor intermediate dalam biosintesis serotonin (Birdsall, 1998). Dalam saluran cerna, 5-HTP diabsorbsi dengan baik, dengan prosentase kadarnya dalam darah mencapai 70% (Magnussen et al., 1980). Penggunaan 5-HTP dalam terapi memotong jalur perubahan triptofan ke 5HTP yang mana melibatkan enzim tryptophan hydroxylase yang bersifat terbatas (rate-limiting).

Pisang kepok (Musa balbisiana) merupakan jenis pisang olahan yang paling sering diolah digoreng, dibuat aneka olahan tradisional, dan tepung. Kandungan karbohidrat yang tinggi menjadikan pisang dapat digunakan sebagai alternatif pangan pokok.

Kandungan gizi pisang kepok cukup lengkap, dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Penelitian menunjukkan bahwa pisang mengandung serotonin (Ramakrishna et al., 2011) dan prekursor serotonin, yaitu triptofan dan 5-HTP (Kema et al.,1992). Hasil kuantifikasi yang dilakukan Ohla et al. (2010), menunjukkan bahwa pisang mengandung kadar triptofan, 2,5 mg/kg, serotonin 0,8 mg/kg. Kema et al. (1992) melakukan penelitian menggunakan beberapa buah tropis dan mendapatkan bahwa dalam pisang terdapat kadar triptofan 54,8 µmol/kg, 5-HTP 1,0 µmol/kg, dan serotonin 66,5 µmol/kg (Kema et al., 1992).

Pisang kepok memiliki kulit yang sangat tebal dengan warna kuning kehijauan dan kadang bernoda cokelat, serta daging buahnya manis. Prosentase

(10)

kadar kulit mencapai 40% dari berat total pisang. Emaga et al. (2007) menyebutkan bahwa pisang mempunyai kandungan mineral pada bagian daging sebanyak 370 mg/kg dan pada bagian kulit sebanyak 1910 mg/kg.

V.3.3 Cara Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimental dengan rancangan post test only controlled group design. Penelitian ini menggunakan hewan coba berupa tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang diperoleh dari LPPT UGM. Tikus yang akan digunakan adalah tikus berusia 6-8 minggu dan berat badan 100-150 gram. Perhitungan besar sampel penelitian menggunakan rumus Federer (David & Arkeman, 2008).

Subjek penelitian dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan secara random. Kelompok perlakuan terdiri atas kelompok kontrol negatif (KN, n=5), kontrol positif (KP, n=5), ekstrak kulit pisang dosis 4 g/kgBB (EP1, n=5), ekstrak kulit pisang dosis 8 g/kgBB (EP2, n=5) dan ekstrak kulit pisang dosis 16 g/kgBB (EP3, n=5).

Ekstrak kulit pisang dibuat dengan metode yang dikembangkan oleh Tee & Hassan (2011). Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar 5-HTP dalam ekstrak dengan metode spektrofometri menggunakan standar 5-HTP (H9772 Sigma-Aldrich). Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 348 nm menggunakan kurva standar.

Penilaian konsistensi feses dilakukan hari ke-0 sampai hari ke-3. Penilaian konsistensi feses mengacu pada penelitian Pokkunuri et al. (2012), menggunakan

(11)

skor konsistensi feses. Skor 1 untuk feses normal, skor 2 untuk feses lembek, dan skor 3 untuk feses cair.

Setelah 3 hari perlakuan, dilakukan dekapitasi tikus dari semua kelompok. Segmen kolon diambil dan kemudian difiksasi dengan larutan formalin buffer, selanjutnya dilakukan pembuatan blok parafin. Jaringan yang telah dibuat blok parafin diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE).

Imunoreaktivitas serotonin di epitel mukosa kolon enterokromafin ditentukan dengan metode semikuantitatif dengan melihat serapan warna. Jumlah sel dihitung dalam bentuk prosentasi dikalikan intensitasnya ditambah 1 sehingga didapatkan hasil berupa angka histoscore (H-score) menggunakan rumus dari McCarty et al. (1986) : H-Score= (i+1) Pi. Keterangan : Pi= prosentase sel yang terwarnai positif (0-100%). i= skor 0, 1, 2, 3. Hasil penghitungan akan

menunjukkan angka minimal 100 dan maksimal 400. Penghitungan sel dilakukan

dengan menggunakan perangkat lunak Image Raster.

Data yang akan dikumpulkan ditabulasi dan disajikan dalam bentuk grafik. Data numerik disajikan dengan bentuk rerata±SD. Data parameter ini diuji normalitas dengan uji Saphiro-wilk dan diuji homogenitas dengan Levene test. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka dilakukan uji One Way Anova dan dilanjutkan dengan uji post hoc LSD. Jika data tidak terdistribusi normal atau homogen, maka dilakukan uji non parametrik yaitu Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji post hoc Mann Whitney. Nilai p < 0,05 digunakan sebagai kriteria signifikansi.

(12)

V.3.4 Hasil Penelitian Dan Kesimpulan

V.3.4.1 Kadar 5-HTP Pada Kulit Pisang

Nilai kadar 5-HTP dalam ekstrak etanol kulit pisang kepok kuning yang diukur dengan metode spektrofotometri didapatkan sebesar 0,98 mg/g ekstrak. Dengan menghitung jumlah bahan kulit pisang yang digunakan dan volume residu, didapatkan bahwa tiap 100 g kulit pisang segar mengandung 0,38 mg 5-HTP.

V.3.4.2 Penilaian Imunoreaktivitas Serotonin di Epitel Mukosa Kolon

Pada penelitian ini didapatkan rerata H-score kelompok KN (199,91 ± 20,75), KP (235,42 ± 90,65), EP1 (258,12 ± 53,60) , EP2 (250,13 ± 44,87) dan EP3 (307,34 ± 69,22). Uji one way ANOVA terhadap kelompok KP, EP1, EP2 dan EP3 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,384). Ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit pisang mampu menimbulkan imunoreaktivitas serotonin yang setara dengan 5-HTP. 5-HTP merupakan substansi yang telah terbukti dapat meningkatkan imunoreaktivitas serotonin (Lyn-bullock et al., 2004; Baumann et al., 2011; Hranilovick et al. 2011). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa dalam kulit pisang mengandung substansi yang berpotensi meningkatkan serotonin, antara lain triptofan, 5-HTP, vitamin B6

dan magnesium (Kema et al., 1992; Emaga et al., 2007; USDA, 2015).

Uji one way ANOVA kelompok KN, EP1, EP2 dan EP3 menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (p=0,031). Uji post hoc LSD pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok EP1 dan EP2 yaitu dosis 4 g/kgBB dan 8 g/kgBB menunjukkan nilai p=0,086 dan p=0,134. Keduanya tidak menunjukkan perbedaan

(13)

yang bermakna. Sebaliknya pada kelompok EP3 dengan dosis 16 g/kgBB didapatkan nilai p= 0,04 dibandingkan kelompok kontrol (KN).

Rerata H-score kelompok EP1 dan EP2 lebih tinggi dibandingkan kelompok KN, tetapi pada uji statistik tidak terdapat perbedaan bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan sudah dapat memberikan efek namun belum signifikan. Penyebab mengapa tidak ada perbedaan signifikan ini mungkin disebabkan karena dosis yang kurang optimal. Dosis yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan standar suplemen makanan dari EFSA yang dikonversikan ke dosis pada tikus yaitu yaitu 1,5 mg/kgBB. Dosis ini dipilih dengan harapan bahwa konsumsi jangka panjang pada individu sehat akan mendapatkan efek positif tanpa takut akan toksisitasnya.

Kelompok EP3 memiliki rerata H-score paling tinggi dibandingkan kelompok KN dengan nilai p <0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit pisang dosis 16 g/kgBB dapat menyebabkan imunoreaktivitas yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol. Hasil ini merupakan temuan baru karena belum pernah diteliti sebelumnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa ekstrak kulit pisang merupakan bahan yang mengandung substansi yang berpotensi meningkatkan serotonin, antara lain triptofan, 5-HTP, vitamin B6 dan magnesium. Pada penelitian terdahulu suplementasi menggunakan

5-HTP sintetis telah terbukti dapat meningkatkan imunoreaktivitas serotonin di otak (Lyn-bullock et al., 2004; Baumann et al., 2010), dan di jaringan perifer (Hranilovic et al., 2011). Suplementasi menggunakan triptofan juga sudah terbukti dapat

(14)

meningkatkan imunoreaktivitas serotonin di otak (Sarwar, 2001; Coskun et al., 2005; Musumeci et al., 2014).

Kadar 5-HTP pada ekstrak kulit pisang yang diberikan kelompok EP3 ekuivalen dengan 5 HTP 3 mg/kgBB. Kadar ini jauh lebih kecil dibandingkan dosis 5-HTP pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian Lyn-bullock et al. (2004) menggunakan dosis 10 mg/kgBB, Baumann et al. (2010), dosis 10 mg/kgBB dan 30 mg/kgBB. Penelitian lainnya adalah oleh Hranilovic et al. (2011) menggunakan 5-HTP dosis 10 mg/kgBB. Ada dua kemungkinan alasan yang menjadi penyebab mengapa hal ini bisa terjadi. Alasan pertama adalah bahwa ekstrak kulit pisang tidak hanya memiliki kandungan 5-HTP, tetapi juga triptofan, vitamin B6 dan

mineral (Emaga et al., 2007)yang diperlukan dalam sintesis serotonin. 5-HTP dan triptofan merupakan prekursor serotonin yang sudah terbukti dapat meningkatkan imunoreaktivitas serotonin. Vitamin B6 berperan sebagi kofaktor enzim dalam

pembentukan serotonin, yaitu dalam reaksi perubahan 5-HTP menjadi serotonin (Hartvig et al., 1995). Mineral, khususnya magnesium merupakan kofaktor dalam biosintesis dopamin dan serotonin (Szewczyk et al., 2008).

Pemberian ekstrak kulit pisang ini menyebabkan peningkatan bahan prekursor dan koenzim yang digunakan untuk pembentukan serotonin. Triptofan dari kulit ekstrak pisang akan dikonversi menjadi 5-HTP oleh enzim tryptophan hidroxylase. Selanjutnya 5-HTP dikonversi menjadi 5-HT oleh enzim L-amino acid decarboxylase. 5-HTP dari ekstrak kulit pisang akan langsung dikonversi menjadi serotonin. Serotonin yang baru terbentuk berada di vesicular monoamine transporter 1 (VMAT1) di sitoplasma enterokromafin.

(15)

Alasan yang kedua adalah bahwa bahwa efektivitas penyerapan zat nutrisi akan lebih baik jika dalam bentuk food matrix dibandingkan jika dalam bentuk komponen nutrisi tunggal. Kandungan nutrisi berupa karbohidrat, lemak, protein, serat, mineral dan nutrisi lain dalam ekstrak pisang akan membuat sinergi sehingga meningkatkan bioavailability zat-zat tersebut (Jacobs et al., 2009).

Bahan makanan yang berasal dari alam memiliki konstituen biologik yang terkoordinasi baik (Jacobs et al., 2009) sehingga menghasilkan sinergi. Konstituen biologik yang terkoordinasi baik ini dikarenakan tumbuhan sebagai sumber makanan mempunyai mekanisme homeostasis dan imunitas seperti halnya pada hewan. Sinergi yang dihasilkan dari food matrix berkaitan dengan efek pelambatan absorbsi, sehingga terhindar dari efek bolus. Selain itu, aspek lain dari sinergi adalah adanya efek peningkatan absorbsi nutrisi oleh nutrisi yang lain, misalnya vitamin C dapat meningkatkan absorbsi zat besi (Lee et al., 2007). Kandungan nutrisi dan adanya matrix menyebabkan kulit pisang pada kelompok EP3 mempunyai potensi yang sama kuat dalam meningkatkan imunoreaktivitas serotonin dibandingkan dengan 5-HTP yang dosisnya jauh lebih tinggi.

V.3.4.3 Penilaian Konsistensi Feses

Berdasarkan hasil pengamatan konsistensi feses menggunakan skor konsistensi feses diperoleh data bahwa rerata skor konsistensi feses sebelum perlakuan pada kelompok KN (1,00 ± 0), KP (1,00 ± 0), EP1 (1,00±0), EP2 (1,0 ± 0), dan EP3 (1,00 ± 0). Rerata skor konsistensi feses setelah hari ke-3 perlakuan pada kelompok KN (1,00 ± 0), KP (1,00 ± 0), EP1 (1,33 ± 0,51), EP2 (1,00 ± 0),

(16)

dan EP3 (1,50 ± 0,54). Uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal (p<0,05). Setelah dilakukan transformasi data masih tidak terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji nonparametrik. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antar kelompok perlakuan (p=0,077).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian 5-HTP yang terbukti menyebabkan peningkatan imunoreaktivitas serotonin tetapi tidak menyebabkan perubahan transit time. Alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi adalah bahwa peningkatan imunoreaktivitas ini tidak selalu diikuti dengan peningkatan pelepasan serotonin. Pelepasan serotonin dari sel enterokromafin distimulasi oleh berbagai stimulus antara lain stimulus mekanik, kimiawi dan osmotik (Hansen et al., 2008). Stimulus kimiawi seperti peubahan pH, asam empedu, glukosa, asam lemak rantai pendek atau panjang, peptida, akan menyebabkan pelepasan serotonin dari sel enterokromafin (Bertrand & Bertrand, 2003; Gershon & Tack, 2007).

Serotonin disimpan dalam vesikel-vesikel di dalam sel enterokromafin

sampai saatnya dilepaskan. Sel enterokromafin dapat memantau kadar serotonin dalam darah dan melepaskan serotonin sesuai kebutuhan, melalui mekanisme SERT (Chen et al., 1998). Dengan meningkatnya jumlah simpanan serotonin di sel enterokromafin, maka akan dapat memberi efek perlindungan ketika ada kebutuhan tubuh akan zat tersebut. Cadangan serotonin yang cukup akan berguna untuk mengoptimalkan motilitas usus. Dengan motilitas yang optimal maka proses pencernaan, penyerapan dan pembuangan zat sisa dapat berjalan baik.

Referensi

Dokumen terkait

ТРАНСФОРМАЦИОНО ЛИДЕРСТВО И СОЦИЈАЛНО ПОНАШАЊЕ УЧЕНИКА - МОДЕРАТОРСКИ ЕФЕКАТ КОЛЕКТИВНЕ ЕФИКАСНОСТИ НАСТАВНИКА Kако би се установило да ли природа

Perlakuan konsentrasi penambahan kapur (K) memberikan pengaruh yang sangat nyata (α=0,01) terhadap kadar gula reduksi gula merah.. Pembuatan Carang Mas. Skripsi Jurusan

KJG1/BA.Eva.Spl.I/PL/PP-JT/IV/2012 tanggal 23 April 2012 untuk Pekerjaan Pengawasan/Supervisi Pembangunan Jalan Dan Jembatan Kereta Api Untuk Jalur Ganda di Km 126+100 s/d

Langkah awal yang harus dilakukan adalah pemilihan kandidat karyawan yang akan kita proses dan nantinya akan menentukan kandidat mana yang cocok untuk menduduki

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku apoteker dalam monitoring efek samping obat, serta mengetahui pengaruh antara pengetahuan dan sikap

Hasil pengujian angka lempeng total memperoleh hasil memuaskan bahwa kontaminasi sirup parasetamol yang disimpan di Puskesmas Kabupaten Purbalingga sangat rendah adapun

Tidak ada profilaksis rutin untuk tipe muntah akut atau tertunda dibutuhkan untuk agen kemoterapi yang berhubungan dengan muntah resiko minimal.. 5-HT 3

Dari perolehan data pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keterampilan mengelompokan dan penguasaan konsep pada materi asam basa yang dibelajarkan dengan model