• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME GERUSAN LOKAL DENGAN VARIASI BENTUK PILAR (EKSPERIMEN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEKANISME GERUSAN LOKAL DENGAN VARIASI BENTUK PILAR (EKSPERIMEN)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 MEKANISME GERUSAN LOKAL DENGAN VARIASI BENTUK PILAR

(EKSPERIMEN)

Sarra Rahmadani, Ir. Terunajaya, M.Sc

Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

Email : rahmadani.sarra@yahoo.co.id

Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan

ABSTRAK

Pilar merupakan bagian struktur bawah jembatan yang keberadaannya menyebabkan perubahan pola aliran sungai. Perubahan pola aliran tersebut mengakibatkan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bentuk pilar terhadap potensi gerusan lokal yang terjadi di sekitar pilar tersebut. Penelitian dilakukan pada kondisi aliran seragam permanen dengan variasi bentuk pilar. Model fisik pilar yang digunakan adalah bentuk pilar persegi (rectangular) dan bentuk persegi dengan sisi depang miring (rectangular with wedge shape nose). Penelitian gerusan di sekitar pilar dilakukan di Laboratorium Hidraulika Teknik Sipil USU, menggunakan alat flume dengan panjang 8 m, tinggi 0.3 m dan lebar 0.076 m. Penelitian dilakukan dengan pengukuran pola dan kedalaman gerusan disekitar pilar dengan debit aliran 1,0 lt/det. Material yang digunakan berupa pasir yang lolos saringan No.8 dan tertahan saringan No.100 dengan nilai d50 = 0.45 mm. Model diuji selama 250 menit untuk setiap kali berlangsung (running). Hasil eksperimen yang telah dilakukan diperoleh penambahan kedalaman gerusan pada menit-menit awal terjadi sangat cepat dengan kedalaman gerusan bertambah seiring lama waktu pengamatan dan selanjutnya besanya penambahan kedalaman gerusan semakin kecil setelah mendekati kondisi kesetimbangan (equilibrium scour depth).Nilai kedalaman gerusan maksimum pada pilar persegi (rectangular) adalah 30 mm, dan nilai kedalaman gerusan maksimum pada pilar persegi dengan sisi depan miring (rectangular widge shape nose) adalah 39 mm.

Kata Kunci: Gerusan lokal, bentuk pilar dan arah aliran

ABSTRACT

Pillar is a part under the bridge structure which caused the changed of the river flow patterns. The changed of flow pattern causes the local scour around the pillar. This research aims to know the influence of the shape of the pillars to the local scour happening around the pillars. Research was done in permanent uniform flow conditions with variation of a pillars. The model of pillar physical used are pillar rectangular and rectangular with widge shape nose. Research scour around pillars was done in Civil Engineering USU Hydraulics Laboratory, that used flume with a length of 8 m, height 0.3 m and a width of 0.076 m. The research was done by measuring the pattern and depth of scour around the pillars

(2)

2 by flow discharge 1.0 lt / sec. The used materials are the slip sand through sieve No. 8 sieve and retained 100 with a value of d50 = 0,45 mm. Model tested for 250 minutes for every running. The results of the conducted experiments was found that depth addition of scour happened very quickly with the depth of scour addited by the long time observation and the big addition of the scour depth is smaller after near equilibrium scour depth. Maximum scour depth value on rectangular pillars is 30 mm and maximum scour depth value on rectangular with widge shape nose is 39 mm.

Keyword: local scour, pillar shape dan streamline

PENDAHULUAN

Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi karena faktor alam dan manusia seperti halnya pembuatan bangunan-bangunan air seperti pilar, abutmen, bendung dan sebagainya. Pilar merupakan bagian dari struktur bawah jembatan yang keberadaannya menyebabkan perubahan pola aliran sungai dan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar. Pilar jembatan mempunyai berbagai macam bentuk seperti silinder, persegi, persegi dengan ujung setengah lingkaran, persegi dengan sisi depan miring, lenticular maupun ellips yang dapat memberikan pengaruh terhadap pola aliran air. Aliran yang terjadi pada sungai biasanya disertai proses penggerusan / erosi dan endapan sedimen / deposisi.

Gerusan merupakan fenomena alam yang akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin dalamnya dasar sungai di bawah elevasi permukaan alami (datum) karena interaksi antara aliran dengan material dasar sungai. Gerusan yang terjadi disekitar pilar adalah akibat sistem pusaran (vortex system) yang timbul karena aliran dirintangi pilar tersebut. Aliran mendekati pilar dan tekanan stagnasi akan menurun dan menyebabkan aliran kebawah (down flow) yaitu aliran dari kecepatan tinggi menjadi kecepatan rendah. Kekuatan down flow akan mencapai maksimum ketika berada tepat pada dasar saluran.

Gerusan lokal (local scouring) merupakan proses alamiah yang terjadi di sungai akibat pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air yang menghalangi aliran, misalnya pangkal jembatan, pilar jembatan, abutmen, krib sungai dll. Adanya bangunan air tersebut menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan aliran dan turbulensi, sehingga menimbulkan perubahan transpor sedimen dan terjadinya gerusan.

Pilar dengan bentuk persegi dan persegi sengan sisi depan miring adalah salah satu dari berbagai macam bentuk pilar yang dipakai dalam perencanaan pembangunan jembatan. Pilar dengan bentuk persegi ini cukup banyak ditemukan dalam perencanaan pembangunan jembatan yang melewati alur sungai. Hal ini dikarenakan dari bentuk pilar itu sendiri yang cukup mudah dalam pembuatannya. Secara teori, gerusan yang terjadi pada pilar tipe persegi ini lebih besar dibanding dengan tipe pilar yang memiliki sisi depan berbentuk datar.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari bentuk pilar terhadap gerusan lokal disekitar pilar, memperoleh gambaran proses perkembangan gerusan terhadap waktu dan mendapatkan pola gerusan disekitar

(3)

3 pilar.

TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Gerusan

Aliran yang terjadi pada sungai sering kali disertai dengan angkutan sedimen dan proses gerusan. Proses gerusan akan terbentuk secara alamiah karena pengaruh morfologi sungai atau karena adanya struktur yang menghalangi aliran sungai. Angkutan sedimen terjadi karena aliran air sungai mempunyai energi yang cukup besar untuk membawa sejumlah material.

Proses gerusan dimulai pada saat partikel yang terbawa bergerak mengikuti pola aliran bagian hulu kebagian hilir saluran. Pada kecepatan yang lebih tinggi maka partikel yang terbawa akan semakin banyak dan lubang gerusan akan semakin besar, baik ukuran maupun kedalamannya bahkan kedalaman gerusan maksimum akan dicapai pada saat kecepatan aliran mencapai kecepatan kritik. Lebih jauh lagi ditegaskan bahwa kecepatan gerusan relatif tetap meskipun terjadi peningkatan kecepatan yang berhubungan dengan transpor sedimen baik yang masuk maupun yang keluar lubang gerusan, jadi kedalaman rata-rata terjadi pada kondisi equilibrium scour depth (Chabert dan Engal Dinger, 1956 dalam Breuser dan Raudkiv, 1991).

Komponen-komponen dari pola aliran adalah Arus bawah didepan pilar, pusaran sepatu kuda (horse shoes vortex), pusaran yang terangkat (cast-off

vortices) dan menjalar (wake) dan punggung gelombang (bow wave).

Bila struktur ditempatkan pada suatu arus air, aliran air di sekitar struktur akan berubah dan gradien kecepatan vertikal (vertical velocity gradient) dari aliran akan berubah menjadi gradien tekanan (pressure gradient) pada ujung permukaan struktur tersebut. Gradien tekanan (pressure gradient) merupakan hasil dari aliran bawah yang membentur bed. Pada dasar struktur, aliran bawah ini membentuk pusaran yang pada akhirnya menyapu sekeliling dan bagian bawah struktur dengan memenuhi seluruh aliran (Miller 2003:6). Hal ini dinamakan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex), karena dilihat dari atas bentuk pusaran ini mirip tapal kuda.

Pada permukaan air, interaksi aliran dan struktur membentuk busur ombak (bow wave) yang disebut sebagai gulungan permukaan (surface roller). Pada saat terjadi pemisahan aliran pada struktur bagian dalam mengalami

wake vortices.

Gambar 1. Mekanisme gerusan akibat pola aliran air disekitar pilar

Faktor yang mempengaruhi kedalaman gerusan: (a) kecepatan aliran pada alur sungai; (b) gradasi sedimen; (c) ukuran pilar dan ukuran butir material dasar;

(4)

4 (d) kedalaman dasar sungai dari muka air; (e) posisi pilar; (f) bentuk pilar.

Kedalaman gerusan tergantung oleh beberapa variabel (lihat Breuser dan Raudkivi, 1991) yaitu karakteristik zat cair, material dasar, aliran dalam saluran dan bentuk pilar jembatan yang ditulis ys = f (ρ, v, g, d, ρs, yo, U,b). Pada kondisi clear-water untuk dalamnya penggerusan dapat dihitung melalui persamaan-persamaan Raudkivi (1991) yaitu:

yse = 2.3 Kσ Ks Kα Kdt Kd

Kd = faktor ketinggian aliran

Ks = faktor bentuk pilar

Kdt = faktor ukuran pilar

= faktor posisi pilar

Kσ = fungsi dari standar deviasi geometrik distribusi ukuran partikel α = sudut datang alir

Dalam Melville dan Satherland (1988) dijelaskan, bahwa kedalaman gerusan dari gerusan lokal, ys, pada pilar dapat ditulis dalam persamaan:

yse = KI Kσ Ks Kα Kdt Kd

Kd = faktor ketinggian aliran

KI = faktor intesitas aliran Ks = faktor bentuk pilar

= faktor posisi pilar [0,78(yo/b)0,225]

Kdt = faktor ukuran pilar

= fungsi dari standar deviasi geometrik distribusi ukuran partikel METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Jenis pengujian yang dilakukan adalah pengujian material dasar untuk mengetahui spesifikasi bahan yang digunakan serta pengujian aliran untuk mengetahui jenis aliran. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Hidraulika Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir, air dan kayu. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Recirculating sediment flume

Alat ini berukuran panjang 8 m, tinggi 0.30 m dan lebar 0.076 m, dilengkapi pompa dengan kapasitas 2.5 lt/s.

2. Point gauge digunakan untuk mengukur kedalaman aliran dan kedalaman gerusan disekitar pilar.

3. Pintu air untuk mengatur ketinggian muka air.

4. Stop watch untuk menentukan waktu pada pengambilan data kedalaman gerusan selama running berlangsung.

(5)

5 5. Model Pilar dengan dua bentuk yaitu Persegi dan persegi sisi depan miring 6. Kamera digunakan untuk dokumentasi percobaan.

7. Meteran dan penggaris untuk mengukur tinggi material dasar dan kedalaman aliran.

Prosedur Penelitian

1. Model pilar diletakkan di tengah flume kemudian diatur dengan material pasir yang telah dihamparkan sepanjang flume.

2. Pengaturan debit aliran yaitu 1 lt/s.

3. Pengamatan kedalaman gerusan, dicatat kedalaman gerusan dari awal running setiap selang waktu tertentu, yaitu 1 – 10 menit dicatat setiap selang waktu 1 menit, 10 – 40 menit dicatat setiap selang waktu 5 menit, 40 –70 menit dicatat setiap selang waktu 10 menit, 70 – 250 menit dicatat setiap selang waktu 15 menit. Pengamatan kedalaman gerusan dicatat terus menerus selama waktu kesetimbangan.

4. Pengambilan data kontur, data kontur gerusan di sekitar pilar diukur setelah running selesai, dengan memperkecil debit aliran secara perlahan agar gerusan di sekitar pilar tidak terganggu oleh adanya perubahan debit. 5. Setelah dilakukan pengukuran tiga dimensi, pasir diratakan kembali untuk

selanjutnya dilakukan running dengan pilar berikutnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pasir yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir lolos saringan ASTM no. 8 dan tertahan pada no.100 dengan Spesifik Grafity 2,65 serta kadar lumpur 3,5 % dan nilai d50 diperoleh dari pengujian analisa gradasi butiran sebesar 0,45 mm.

Tabel 1. Analisa Gradasi Butiran

(Sumber: Hasil penelitian)

Ayakan No. Ayakan (mm) Berat tertahan (gr) Berat lolos (gr) % berat lolos 2 9.52 0 1000 100 4 4.75 3 997 99.7 8 2.36 76 921 92.1 16 1.18 122 799 79.9 30 0.60 186 613 61.3 50 0.30 270 343 34.3 100 0.15 286 57 5.7 943

(6)

6

Gambar 2. Gradasi sedimen

Karakteristik Aliran

Dari hasil pengamatan diperoleh kecepatan aliran kritis atau yang dapat juga disebut dengan kecepatan pada saat butiran mulai bergerak, Uc = 0.25 m/s dengan kedalaman aliran yang terjadi pada saluran hcr = 70 mm, sehingga

debit kritik yang terjadi Qc = 1.330 lt/s. Dengan menggunakan debit aliran (Q) = 1 lt/s dan kedalaman aliran (h) = 120 mm, kecepatan aliran rata-rata (U) = 0.109 m/s, dengan kondisi aliran seragam (steady uniform).

Dari data dapat dihitung intensitas aliran (U/Uc) = 0.43 dan bilangan Froude (Fr) = 0.1005 serta angka Reynolds (Re) = 13080 seperti pada tabel berikut:

Tabel 2. Karakteristik Aliran Bentuk Pilar b H Q U d50 Qc Uc Fr Re Jenis Aliran (mm) (mm) (l/s) (m/s) (mm) (l/s) (m/s) Persegi 76 120 1.0 0.109 0.45 1.33 0.25 0.1005 13080 Turbulen Subkritis Persegi sisi depan miring 76 120 1.0 0.109 0.45 1.33 0.25 0.1005 13080 Turbulen Subkritis

(Sumber: Hasil penelitian)

Perkembangan Kedalaman Gerusan terhadap Waktu

Pengukuran kedalaman gerusan disekitar pilar dilakukan pada 8 titik pengamatan seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Posisi titik pengamatan masing-masing pilar

Pe rs en lo lo s (%) Diameter Butiran (mm)

(7)

7

Gambar 4. Perkembangan kedalaman gerusan terhadap waktu pilar persegi (rectangular)

Dari pola gerusan yang terjadi dapat dilihat bahwa gerusan yang terjadi hampir sama antara titik pengamatan yang saling berhadapan. Sebagai contoh titik pengamatan 3 dan 7. Ini terjadi karena faktor bentuk pilar yang simetris terhadap arah aliran. Sehingga kedalaman gerusan yang terjadi antara titik pengamatan yang berseberangan hampir sama.

Pada gambar 4 terlihat perkembangan gerusan terbesar tercapai pada titik pengamatan 1 pada sisi pilar bagian depan dan perkembangan gerusan terkecil tercapai pada titik pengamatan 5 pada pilar bagian belakang sehingga terjadi penumpukan paling besar dibanding dengan kondisi gerusan pada titik-titik pengamatan yang lainnya.

Gambar 5. Perkembangan kedalaman gerusan terhadap waktu pilar persegi sisi depan miring

(Rectangular Widge Shape Nose)

Pada gambar terlihat bahwa perkembangan gerusan terbesar tercapai pada titik pengamatan 1 dimana posisinya hampir sama dengan titik 3 yaitu pada sisi bagian depan pilar. Perkembangan gerusan terkecil tercapai pada titik pengamatan 6 yang terdapat dibelakang pilar, sehingga terjadi penumpukan material pasir.

(8)

8 Hal yang sama terjadi pada kedua bentuk pilar dimana pada sisi bagian depan pilar mengalami penggerusan terdalam karena pengaliran awalnya langsung mengenai titik bagian sisi depan pilar. Dan sebaliknya, sisi belakang pilar, akan terjadi penumpukan material pasir karena tidak terkena langsung pengaliran. Dari bagian sisi-sisi samping pilar pengalirannya membentuk penumpukan yang tepat menumpuk dibagian titik pengamatan belakang pilar.

Gambar 7. Perkembangan kedalaman gerusan maksimum terhadap waktu pada pilar persegi dan

persegi sisi depan miring. Pola gerusan di sekitar pilar

Gambar 8. Kontur Pola Gerusan

(9)

9 Secara umum, pola gerusan yang terjadi pada kedua bentuk pilar relatif sama. Berawal dari aliran yang berasal dari hulu yang terhalang dengan adanya pilar, dapat menyebabkan timbulnya pusaran yang terjadi akibat kecepatan aliran yang membentur pilar bagian depan menjadi gaya tekan pada permukaan pilar tersebut. Pusaran yang menggerus dari depan pilar kemudian menggerus samping pilar dan menyebabkan gerusan lokal (local scour) pada pilar.

Perhitungan

Kedalaman Gerusan Lokal Menurut Persamaan Raudkivi (1991) Pilar persegi

K = 0.8 ; Ks = 1.22 ; K = 1.0 ; Kdt = 1.0 ; Kd = 0.55 yse = 2.3 Kσ Ks Kα Kdt Kd

= 2.3 x 0.8 x 1.22 x 1.0 x 1.0 x 0.55 = 1.235

Pilar persegi dengan sisi depan miring

K = 0.8 ; Ks = 0.76 ; K = 1.0 ; Kdt = 1.0 ; Kd = 0.55 yse = 2.3 Kσ Ks Kα Kdt Kd

= 2.3 x 0.8 x 0.76 x 1.0 x 1.0 x 0.55 = 0.769

Kedalaman Gerusan Lokal Menurut Persamaan Melville dan Satherland (1998)

Pilar persegi

Karena nilai (U/Uc) 0.43

U/Uc < 1 maka nilai KI = 2.4 x (U/Uc) KI = 2.4 x 0.43 = 1.032

K = 0.8 ; Ks = 1.22 ; K = 1.0 ; Kdt = 1.0 ; Kd = 0.55

Yse = K1 K Kd Kdt Ks K

= 1.032 x 0.8 x 1.22 x 1.0 x 1.0 x 0.55 = 0.554

Pilar persegi dengan sisi depan miring Karena nilai (U/Uc) 0.43

U/Uc < 1 maka nilai KI = 2.4 x (U/Uc) KI = 2.4 x 0.43 = 1.032

(10)

10 K = 0.8 ; Ks = 1.22 ; K = 1.0 ; Kdt = 1.0 ; Kd = 0.55

Yse = K1 K Kd Kdt Ks K

= 1.032 x 0.8 x 0.76 x 1.0 x 1.0 x 0.55 = 0.345

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Proses gerusan yang terjadi pada menit-menit awal penelitian berlangsung sangat cepat. Kedalaman gerusan yang paling besar terjadi pada titik pengamatan bagian sisi samping pilar bagian depan.

2. Salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya gerusan di sekitar pilar adalah bentuk pilar. Perbedaan bentuk pilar menyebabkan perbedaan gerusan yang terjadi.

3. Gerusan lokal terbesar pada pilar dengan variasi bentuk pilar terjadi di bagian hulu pilar. Pada pilar persegi (rectangular), gerusan yang terbesar terjadi pada titik pengamatan 1. Dimana titik pengamatan 1 ini berada disisi depan bagian pilar. Sedangkan pada titik pengamatan 6 pada pilar persegi terjadi penumpukan material, karena titik pengamatan 6 terletak di bagian sisi belakang pilar. Pada pilar persegi dengan sisi depan miring (rectangular

widge shape nose) terjadi gerusan terbesar pada titik pengamatan 1 dan 3

dimana kedua titik pengamatan tersebut berada di bagian sisi depan pilar. Titik pengamatan 2 juga mengalami gerusan besar yang besarnya mendekati gerusan 1 dan 3, sebab 2 juga merupakan bagian sisi terdepan pilar.

4. Nilai kedalaman gerusan maksimum yang terjadi pada pilar persegi adalah 30 mm, dan untuk pilar persegi dengan sisi depan miring adalah 39 mm.

Saran

1. Penelitian ini merupakan langkah awal untuk mengkaji permasalahan ini, sehingga perlu kajian lebih lanjut dengan beberapa variabel tambahan.

2. Dalam perencanaan konstruksi disarankan agar bentuk pilar dirancang sebaik mungkin untuk memaksimalkan fungsi dan kemampuannya.

3. Meningkatkan kualitas penelitian pada gerusan lokal disekitar pilar dan usaha mengurangi kedalaman gerusan lokal tersebut, sehingga akan diperoleh data yang lebih banyak lagi. Dengan demikian akan lebih bermanfaat dikemudian hari.

4. Menggunakan peralatan yang lebih modern sebagai alat ukur kedalaman gerusan, agar hasil data yang diperoleh lebih baik.

(11)

11 DAFTAR PUSTAKA

Triatmodjo, Bambang.1993. Hidraulika I. Beta Offset. Yogyakarta. Triatmodjo, Bambang.1993. Hidraulika II. Beta Offset. Yogyakarta. Chow, V.T. 1985. Hidraulika Saluran Terbuka. Jakarta : Erlangga

Pamularso, A. 2006. Pengaruh Bentuk Pilar Terhadap Perilaku Gerusan Lokal. Skripsi. Semarang : UNNES.

Ikhsan, Jazaul dan Hidayat Wahyudi. 2006. Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan

Terhadap Potensi Gerusan Lokal. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, Vol.

132 9, No. 2, 2006: 124 – 132. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Wibowo, Oki Martanto. 2007. Pengaruh arah aliran terhadap gerusan lokal

disekitar pilar jembatan. Tugas Akhir, Semarang: UNNES.

Qudus, Nur dan Asih Suprapti Agustina. 2007. Mekanisme Perilaku Gerusan

Lokal pada Pilar Tunggal dengan Variasi Diameter. Jurnal no 2 volume

9, Departemen Teknik Sipil dan Perncanaan, Fakultas Teknik, Semarang: UNNES.

Aisyah, S. 2004. Pola Gerusan Lokal di Berbagai Bentuk Pilar Akibat Adanya

Variasi Debit. Tugas Akhir. Yogyakarta: UGM

Breuser. H.N.C. and Raudkivi. A.J. 1991. Scouring. IAHR Hydraulic Structure Design Manual. Rotterdam: AA Balkema.

Garde, R. J and Raju K.G.R.1997.Mechanics Of Sediment Transportation and

Alluvial Stream Problem. New Delhi : Willy Limited.

Gunawan, H.A. 2006. Pengaruh Lebar Pilar Segiempat Terhadap Perilaku

Gerusan Lokal. Skripsi. Semarang: UNNES.

Miller,W. 2003. Model For The Time Rate Of Local Sediment Scour At A Cylb

indrical Structure. Disertasi. Florida: PPS Universitas Florida.

Rangga Raju, K.G. 1986.Aliran Melalui Saluran Terbuka. Jakarta : Erlangga. Setianingrum, R. M. 2003. Efektifitas Penanganan Gerusan Lokal di Sekitar

Gambar

Gambar 1. Mekanisme gerusan akibat pola aliran air disekitar pilar
Tabel 1. Analisa Gradasi Butiran
Tabel 2. Karakteristik Aliran
Gambar 5. Perkembangan kedalaman gerusan terhadap waktu pilar persegi sisi depan miring  (Rectangular Widge Shape Nose)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan aspek positif atau reaching out adalah mampu memelihara sikap positif, percaya diri untuk menerima tanggung jawab, tidak malu unutk memulai percakapan

Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan latar belakang masalah tersebut, yang menggambarkan bahwa pengeluaran orang tua untuk biaya sekolah anaknya masih terbilang

[r]

Rangkaian ini dibantu dengan dua buah IC1 dan IC2 adalah sebagai Timer dan Penggerak, untuk menggerakkan LED ia membutuhkan trimpot (P1) dengan menggunakan obeng untuk

[r]

Rangkaian ini memiliki output berupa LED yang berjalan dengan menampilkan bentuk berupa tulisan baik iklan, pengumuman, dan lain-lain. Kelebihan dari rangkaian ini adalah dalam

Phenotyping of peripheral blood mononuclear cells during acute dengue illness demonstrates infection and increased activation of monocytes in severe cases compared to classic

Dick dan Carey mengatakan bahwa strategi pembelajaran adalah komponen-komponen dari suatu set materi termasuk aktifitas sebelum pembelajaran, dan partisipasi peserta didik