• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGARUH KELOMPOK TIANG TERHADAP GERUSAN THE EFFECT OF PIER GROUPS ON SCOUR STUDY HAMZAH AL IMRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENGARUH KELOMPOK TIANG TERHADAP GERUSAN THE EFFECT OF PIER GROUPS ON SCOUR STUDY HAMZAH AL IMRAN"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGARUH KELOMPOK TIANG TERHADAP GERUSAN

THE EFFECT OF PIER GROUPS ON SCOUR STUDY

HAMZAH AL IMRAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

(2)

STUDI PENGARUH KELOMPOK TIANG TERHADAP GERUSAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Teknik Sipil

Disusun dan Diajukan Oleh

HAMZAH AL IMRAN Kepada PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

(3)
(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hamzah Al Imran

Nomor Mahasiswa : P2301210007 Program Studi : Teknik Sipil

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 14 Mei 2013 Yang menyatakan,

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala dengan selesainya tesisi ini.

Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil pengamatan kejadian runtuhnya suatu bangunan jembatan disebabkan oleh pilar jembatan yang roboh karena terjadi gerusan di sekitar pilar tersebut sehingga penulis melakukan penelitian di laboratorium sungai untuk menganalisis pengaruh kelompok tiang terhadap gerusan, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya.

Banyak kendala yang di hadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan tesis ini, berkat bantuan berbagai pihak maka tesis ini dapat selesai. Dalam kesempatan ini penulis denga tulus menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh. Saleh Pallu, M.Eng sebagai Ketua Komisi Penasihat dan Bapak Dr. Eng. Mukhsan Putra Hatta, ST., MT. Sebagai Anggota Komisi Penasihat atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian ini, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan tesis ini. Terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. H. Irwan Akib, M. Pd, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar atas bantuan, perhatian dan dorongannya. Rekan seperjuangan Lutfi Hair Djunur, Yuni Damayanti yang memberikan perhatian dan bantuannya.

(6)

Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil Konsentrasi Keairan angkatan 2010. Ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada orang tua tercinta, saudara-saudara penulis atas do’a dan dorongan moril yang telah diberikan. Ucapan terimakasihku yang tak terhingga untuk istriku tercinta Nenny, ST., MT dan anak-anakku Ahmad Fauzan Fathurrahman, Nurul Miftahul Qalbi dan Ahmad Maula Ifdhal Rahman atas segala kesabarannya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan digunakan untuk pengembangan wawasan serta peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua termasuk penelitian lebih lanjut.

Makassar, 14 Mei 2013

(7)

ABSTRAK

HAMZAH AL IMRAN. Studi Pengaruh Kelompok Tiang Terhadap Gerusan (dibimbing oleh Muh. Saleh Pallu dan Mukhsan Putra Hatta).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan pada kelompok tiang dan pengaruh jarak antar tiang terhadap kedalaman gerusan yang terjadi.

Penelitian ini adalah penelitian experimental di laboratorium dengan tiga variasi, yaitu debit pengaliran (Q), kecepatan aliran (V), dan waktu (t), serta tiga model kelompok tiang berbentuk heksagonal.

Tipe I jarak antara tiang 1,4.L, tipe II jarak antara tiang 1,0.L dan tipe III jarak antara tiang 0,6.L

Melalui penelitian dengan waktu pengaliran 60 menit dan debit 0,0118 m3/dtk diperoleh hasil bahwa volume gerusan untuk kelompok tiang tipe I adalah 17.242,40 cm3 atau 41,16%, kelompok tiang tipe II adalah 18.942,90 cm3 atau 46,44%, dan kelompok tiang tipe III adalah 21.925,89 cm3 atau 53,73%.

Model kelompok tiang yang efektif dari tiga kelompok tiang adalah tipe I karena volume gerusan lebih kecil.

(8)

ABSTRACT

HAMZAH AL IMRAN. The effect of Pier Groups on Scour Study (Supervised by Muh. Saleh Pallu and Mukhsan Putra Hatta).

This aims of study is to find out the velocity effect at the pier groups with a different pier distance toward the botlom scour depth.

It is a laboratory experimental research with three variations with drainage discharge, velocity, and length of flow time. Three hexagonal pier groups type were utilized. Type I with 1,4.L pier distance, Type II with 1,0.L pier distance, and Type III with 0,6.L pier distance.

The results revealed that with a time 60 minutes and discharge runoff of 0.0118m3/sec, the scour volumes were 17242.40 cm3 or 41.16% (for type I pier group); 18942.90 cm3 or 46.44% (for type II pier group), and 21925.89 cm3 or 53.73% (for type III pier group).

The effective distance between pier occured in type I pier group, as indicated by small volume of scour.

(9)
(10)
(11)

DAFTAR ISI halaman PRAKATA v ABSTRAK vii ABSTRACT viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 4 C. Tujuan Penelitian 4 D. Manfaat Penelitian 4 E. Batasan Masalah 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya 6

B. Landasan Teori 9

1. Konsep Dasar Gerusan 9

2. Aliran Melalui Saluran Terbuka 12

(12)

4. Ukuran Pilar dan Ukuran Butir Material Dasar 21

C. Hipotesis 26

D. Kerangka Pikir Penelitian 28

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 29

B. Jenis Penelitian dan Sumber Data 29

C. Pencatatan Data 30

D. Bahan dan Peralatan Penelitian 33

E. Variabel yang Diteliti 35

F. Perancangan Model Penelitian 35

G. Diagram Alur Penelitian 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Bilangan Froude 41

B. Perhitungan Bilangan Reynold 43

C. Perhitungan Koefisien Chezy 45

D. Perubahan Dasar Saluran 49

E. Data Hasil Penelitian dan Pembahasan 52 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 71

B. Saran 72

DAFTAR PUSTAKA 73

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

1. Koefisien koreksi untuk bentuk penampang pilar 26 2. Koefisien koreksi untuk arah datang aliran air 27 3. Rancangan simulasi percobaan 35 4. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran

20 menit semua tipe kelompok tiang 41 5. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran

40 menit semua tipe kelompok tiang 42 6. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran

60 menit semua tipe kelompok tiang 42 7. Hasil perhitungan bilangan Reynod (Re) untuk pengaliran

20 menit semua tipe kelompok tiang 43 8. Hasil perhitungan bilangan Reynod (Re) untuk pengaliran

40 menit semua tipe kelompok tiang 44 9. Hasil perhitungan bilangan Reynod (Re) untuk pengaliran

60 menit semua tipe kelompok tiang 44 10. Hasil perhitungan koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran

20 menit semua tipe kelompok tiang 45 11. Hasil perhitungan koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran

40 menit semua tipe kelompok tiang 46 12. Hasil perhitungan koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran

60 menit semua tipe kelompok tiang 46

13. Kedalaman aliran 47

14. Kecepatan aliran 48

(14)
(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1. Pola penjalaran gelombang di saluran terbuka 14

2. Distribusi kecepatan aliran pada saluran terbuka 17

3. Kedalaman gerusan setimbang di sekitar pilar fungsi ukuran butir relatif untuk kondisi aliran air bersih 19

4. Koefisien baku (Kσ) fungsi standar deviasi geometri ukuran butir 19

5. Diagram shields, hubungan tegangan geser kritis dengan bilangan reynolds 21

6. Hubungan kedalaman gerusan seimbang (yse) dengan ukuran butir relatif (b/d50) untuk kondisi aliran air bersih dan bersedimen 25

7. Hubungan koefisien reduksi ukuran butir relatif K(b/d50) untuk kondisi aliran air bersih dan bersedimen 25

8. Sketsa bentuk penampang pilar 26

9. Kerangka pikir penelitian 28

10. Grafik analisa saringan material pembentukan dasar saluran 34

11. Diagram alur penelitian 37

12. Susunan model kelompok tiang tipe 1 38

13. Susunan model kelompok tiang tipe 2 38

14. Susunan model kelompok tiang tipe 3 38

15. Denah dan penampang melintang model saluran 39

(16)

17. Titik pengamatan untuk kelompok tiang tipe 1 50

18. Titik pengamatan untuk kelompok tiang tipe 2 50

19. Titik pengamatan untuk kelompok tiang tipe 3 51

20. Gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 1 51

21. Gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 2 52

22. Gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 3 52

23. Grafik pengaruh waktu (t) pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q1=0,0063 m3/dtk 53

24. Grafik pengaruh waktu (t) pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q2=0,0092 m3/dtk 54

25. Grafik pengaruh waktu (t) pengaliran terhadap kedalaman gerusan untuk Q3=0.0118 m3/dtk 54

26. Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe-1 56

27. Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe-2 56

28. Hubungan kedalaman gerusan dengan variasi debit (Q) pada kelompok tiang tipe-3 57

29. Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 5 dan 6 58

30. Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 9,11 dan 12 59

31. Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kolompok tiang pada pias 14, 15 dan 17 59

32. Perubahan dasar saluran akibat jarak antara tiang pada semua tipe kelompok tiang pada pias 20 dan 21 60

33. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe kelompok tiang untuk t=20 menit 64

(17)

34. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe

kelompok tiang untuk t=40 menit 64 35. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan

aliran untuk semua variasi debit pada semua tipe

kelompok tiang tiang untuk t=60 menit 65 36. Hubungan antara volume gerusan dengan kecepatan

aliran untuk semua tipe kelompok tiang 67 37. Hubungan antara kecepatan aliran dengan persentase

kedalaman gerusan untuk semua variasi waktu pada

semua tipe kelompok tiang 68

38. Pola dan arah aliran 69

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor halaman

1. Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 1 (1,4.L) 75

2. Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 1 (1,4.L) 76

3. Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 1 (1,4.L) 77

4. Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 1 (1,4.L) 78

5. Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 2 (1.L) 79

6. Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 2 (1.L) 80

7. Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 2 (1.L) 81

8. Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 2 (1.L) 82

9. Grafik profil memanjang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 3 (0,6.L) 83

10. Grafik profil melintang pengaruh waktu pengaliran terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang

(19)

11. Grafik profil memanjang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang

tipe 3 (0,6.L) 85

12. Grafik profil melintang pengaruh debit terhadap Kedalaman gerusan di sekitar kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) 86

13. Pola dan arah gerusan model kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) 87

14. Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) 88

15. Pola dan arah gerusan model kelompok tiang tipe 2 (1.L) 89

16. Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 2 (1.L) 90

17. Pola dan arah gerusan model kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) 91

18. Isometri dan 3 dimensi model kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) 92

19. Data pengamatan model kelompok tiang tipe 1 (1,4.L) 93

20. Data pengamatan model kelompok tiang tipe 2 (1.L) 95

21. Data pengamatan model kelompok tiang tipe 3 (0,6.L) 97

(20)

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN Lambang/singkatan Arti dan keterangan

A Luas penampang basah

b Lebar dasar saluran

C Koefisien Chezy

D Jarak antar tiang

D* Partikel parameter

Ds Diameter butiran sedimen

d50 Diameter median material

F* Dimensi tegangan geser

Fr Bilangan Froude

g Gravitasi

h Kedalaman aliran

l Kemiringan dasar saluran

L Lebar tiang P Keliling basah Q Debit pengaliran U0 Kecepatan aliran u* Kecepatan geser R Jari-jari hidrolis

ρw kerapatan massa air

τc Tegangan geser kritis

(21)

γs Berat jenis butiran sedimen

γ Berat jenis air

Ʋ viskositas kinematik

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sungai sejak jaman purba menjadi suatu unsur alam yang sangat berperan di dalam membentuk corak kebudayaan suatu bangsa. Ketersediaan airnya, lembahnya yang subur, dan lain-lain potensinya menarik manusia untuk bermukim disekitarnya. Kehidupan sehari-hari mereka tidak akan lepas dari memanfaatkan sungai dengan konsekuensi manusia akan melakukan terhadapnya yang perlu untuk lebih banyak dapat mengambil manfaat darinya. Tetapi kesadaran datang terlambat, bahwa manusia harus melakukannya secara bersahabat, agar tidak timbul dampak yang akan merugikan dikemudian hari.

Dalam melakukan tindakan rekayasa terhadap sebuah sungai agar kita dapat mengambil manfaat darinya, kita harus mengetahui sifat-sifat alamiah dan menyesuaikan tindakan-tindakan kita secara bersahabat kepada sifat-sifat itu agar kesetimbangan alam tidak akan terganggu.

Aliran yang terjadi pada suatu sungai seringkali di sertai dengan angkutan sedimen dan proses gerusan. Proses gerusan akan terbentuk secara alamiah karena adanya pengaruh morfologi sungai atau karena adanya struktur yang menghalangi aliran sungai.

Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang biasanya terjadi pada dasar sungai yang terdiri dari material alluvial

(23)

namun terkadang dapat juga terjadi pada sungai yang keras. Gerusan dapat menyebabkan terkikisnya tanah di sekitar pondasi dari sebuah bangunan yang terletak pada aliran air. Gerusan biasanya terjadi sebagai bagian dari perubahan morfologi dari sungai dan perubahan akibat bangunan artificial (Breusers & Raudkivi, 1991)

Perubahan morfologi sungai di ikuti dengan perubahan karakteristik sungai yang dapat menyebabkan perubahan pola aliran. Bila di tengah sungai terdapat bangunan berupa pilar jembatan maka akan mengakibatkan terjadinya gerusan lokal (local scouring) dan penurunan elevasi dasar (degradasi) di sekitar pilar jembatan tersebut.

Proses gerusan di mulai pada saat partikel yang terbawa bergerak mengikuti pola aliran bagian hulu kebagian hilir saluran. Pada kecepatan yang lebih tinggi, partikel yang terbawa akan semakin banyak dan lubang gerusan akan semakin besar, baik ukuran maupun kedalamannya bahkan kedalaman gerusan maksimum akan di capai pada saat kecepatan aliran mencapai kecepatan kritik. Lebih jauh lagi ditegaskan bahwa kecepatan gerusan relatif tetap meskipun terjadi peningkatan kecepatan yang berhubungan dengan transpor sedimen baik yang masuk ataupun yang keluar lubang gerusan, jadi kedalaman rata-rata terjadi pada kondisi equilibrium scour depth.( Chabert dan Engal Dinger, 1956 dalam Breuser dan Raudkiv,1991).

Sungai-sungai di Indonesia terutama di daerah hulu, sangat sensitif terhadap terjadinya degradasi. Selain itu akibat kehadiran

(24)

beberapa tiang di dalam sungai akan mempengaruhi pola aliran, sehingga terjadi kontraksi aliran pada bagian penampang dan peningkatan turbulensi aliran di sekitar tiang.

Dalam bidang Teknik Sipil digunakan metode eksperimental untuk mengkaji berbagai macam fenomena, baik fenomena fisik saluran, fenomena pengaliran maupun fenomena akibat adanya tiang di sungai. maka perlu diadakan penelitian terhadap saluran terbuka dari tanah yang diatasnya diletakkan beberapa tiang, dan selanjutnya di uji dengan model tes fisik di laboratorium teknik sungai.

Maksud dari penulisan ini ialah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kelompok tiang terhadap gerusan yang akan terjadi pada dasar sungai.

Adapun judul dari penelitian ini adalah: Studi Pengaruh Kelompok Tiang Terhadap Gerusan.

(25)

B. Rumusan Masalah

Masalah yang di bahas dalam penelitian ini dapat dijabarkan dalam rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan pada kelompok tiang.

2. Bagaimana pengaruh jarak antar tiang terhadap kedalaman gerusan yang terjadi.

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui besaran kecepatan aliran terhadap gerusan pada kelompok tiang.

2. Untuk menganalisis pengaruh jarak antar tiang terhadap kedalaman gerusan yang terjadi.

D. Manfaat Penelitian

Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan informasi para peneliti dalam mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan gerusan, yang diakibatkan oleh adanya kelompok tiang di sungai.

(26)

E. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat berjalan efektif dan mencapai sasaran yang ingin di capai maka penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini dilaksanakan pada laboratorium Teknik sungai Universitas Hasanuddin.

2. Skala yang digunakan pada model tiang adalah 1 : 10

3. Material yang digunakan sebagai bahan dasar saluran adalah pasir. 4. Fluida yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tawar.

5. Bentuk kelompok tiang yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tiang berbentuk segi enam (hexagonal) di simulasi dalam 3 tipe. 6. Saluran berbentuk trapesium dengan lebar dasar saluran (b) : 50 cm,

tinggi saluran (h) : 20 cm dan panjang saluran (L) : 200 cm .

7. Variabel penelitian adalah debit (Q), kecepatan (V), tinggi muka air (h), kedalaman gerusan (Ds), serta jarak antar tiang (l).

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Sebelumnya

1. Jazaul Ikhsan & Wahyudi Hidayat Rawiyah.(2006). Dengan judul penelitian: Pengaruh bentuk pilar jembatan terhadap potensi gerusan lokal. Hasil penelitian mereka adalah perubahan debit aliran (Q), sangat berpengaruh terhadap kedalaman gerusan, semakin besar debit yang digunakan, maka kedalaman gerusan yang terjadi juga akan semakin besar pula, pada pengujian dengan debit aliran Q1 = 361 cm3/dtk. gerusan maksimum yang terjadi sebesar (ds) = 2,03 cm untuk pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds) = 1,7 cm untuk pilar dengan bentuk persegi dan (ds) = 1,53 cm untuk pilar dengan bentuk bulat, Q2= 848 cm3/dtk, (ds) = 2,87 cm untuk pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds) = 2,8 cm pilar dengan bentuk persegi dan (ds) = 2,33 cm untuk pilar dengan bentuk bulat, Q3 = 1087 cm3/dtk (ds) = 3,0 cm untuk pilar dengan bentuk jajaran genjang, (ds) = 3,0 cm untuk pilar dengan bentuk persegi dan (ds) = 3,0 cm untuk pilar dengan bentuk bulat. Pilar yang paling baik digunakan untuk pilar jembatan adalah pilar dengan bentuk bulat, Jika dibandingkan dengan pilar dengan bentuk persegi dan jajaran genjang.

2. Anid Supriyadi, Bambang Agus Kironoto dan Bambang Yulistyanto (2007). Judul penelitian: Tingkat efektifitas penanganan gerusan pada

(28)

pilar silinder dengan tirai dan plat. Dari penelitian yang mereka lakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : tirai (screen) mampu mereduksi kedalaman gerusan maksimum di sekitar pilar lebih dari 40 %. Model tirai dengan satu baris jari-jari, bentuk paling sederhana, pemakaian plat datar kaku hanya mampu memberikan reduksi kedalaman gerusan maksimum sebesar 20,39 %, untuk bentuk plat penuh mengelilingi pilar model P1, pemakaian tirai memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan dengan pemakaian plat datar untuk melindungi gerusan yang terjadi disekitar pilar.

3. Cahyono Ikhsan dan Solichin (2008). Dengan judul penelitian : Analisis susunan tirai optimal sebagai proteksi pada pilar jembatan dari gerusan lokal. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut yaitu: Pola aliran yang terjadi di tengah saluran yang terdapat penghalang berupa pilar maka akan mengakibatkan terjadinya gerusan lokal (local scouring) dan penurunan elevasi dasar (degradasi) di sekitar pilar jembatan tersebut. Gerusan lokal di sekitar pilar merupakan akibat langsung dari interaksi antar pilar, aliran sungai, dan material sedimen dasar sungai. Nilai reduksi yang paling besar terjadi pada pilar segiempat ujung bulat, dengan proteksi susunan tirai tipe zig-zag yaitu sebesar 31,5561 %, Sedangkan nilai reduksi yang paling besar pada pilar silinder dengan proteksi susunan tirai tipe zig-zag sebesar 38,5323 %. Nilai reduksi yang paling besar pada pilar segiempat ujung bulat, dengan proteksi jarak tirai 2d yaitu sebesar 28.1770 %,

(29)

Sedangkan nilai reduksi yang paling besar pada pilar silinder dengan proteksi jarak tirai 2d sebesar 32.7189 %.

4. Muhammad Yunus Ali (2004). Dengan judul penelitian: Studi pengaruh bentuk pilar jembatan terhadap potensi gerusan, kesimpulan yang di dapat berdasarkan hasil percobaan memperlihatkan bahwa kedalaman gerusan untuk pilar ujung segi empat = 0.0790 m, pilar ujung bulat = 0.0620 dan pilar ujung segi tiga = 0.0700 m.

5. Nur Qudus dan Asih Suprapti Agustina (2007). Dengan judul penelitian: Mekanisme perilaku gerusan lokal pada pilar tunggal dengan variasi diameter. Dari hasil penelitian yang mereka lakukan dapat di simpulkan sebagai berikut: Kedalaman gerusan mengalami pertambahan dengan cepat pada menit-menit awal dan perubahan kedalaman semakin mengecil hingga mendekati keseimbangan. Posisi kedalaman gerusan maksimum pada samping pilar, hal ini terjadi karena dominasi penyempitan aliran, semakin sempit aliran maka kecepatan semakin besar. Kedalaman gerusan maksimum yang terjadi pada masing-masing pilar semakin meningkat seiring dengan peningkatan variasi diameter pilar, dalam penelitian ini terjadi dua macam gerusan, yaitu gerusan lokal disekitar model pilar yang terjadi karena pola aliran di sekitar model dan gerusan dilokalisir di alur sungai yang terjadi karena penyempitan alur sungai sehingga aliran menjadi lebih terpusat.

(30)

B. Landasan Teori

1. Konsep Dasar Gerusan

Dasar sungai yang tersusun dari endapan material sungai adalah akibat dari suatu proses erosi dan deposisi yang dihasilkan oleh perubahan pola aliran pada sungai alluvial. Berubahnya pola aliran dapat terjadi karena terdapat halangan/rintangan pada sungai, berupa pilar jembatan, krib sungai, spur dikes, abutmen jembatan, dan sebagainya. Bangunan semacam ini di pandang dapat mengubah geometri alur serta pola aliran, yang selanjutnya di ikuti dengan terjadi gerusan lokal di dekat bangunan tersebut (Legono 1990) dalam Rinaldi (2002:5).

Gerusan (scouring) merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai atau adanya bangunan air. Morfologi sungai merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses terjadinya gerusan, hal ini disebabkan oleh aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas. Kondisi aliran saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan permukaan bebasnya cenderung berubah sesuai ruang dan waktu, disamping itu ada hubungan antara kedalaman aliran, debit air, kemiringan dasar saluran dan permukaan bebas saluran itu sendiri.

Menurut Laursen (1952) dalam Mulyandari (2010), gerusan adalah pembesaran dari suatu aliran yang disertai oleh pemindahan material melalui aksi gerak fluida. Sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :

(31)

1. Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang diangkut keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut masuk kedalam daerah gerusan.

2. Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan bertambah. Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi suatu keadaan gerusan yang di sebut gerusan batas, besarnya akan asimtotik dengan waktu.

Bresuers dan Raudviki (1991) dalam Mulyandari (2010), membagi gerusan yang terjadi pada suatu struktur berdasarkan dua kategori yaitu :

1. Tipe dari gerusan

a. Gerusan umum (general scour), gerusan umum ini merupakan suatu proses alami yang terjadi pada sungai.

b. Gerusan di lokalisir (contriction scour) gerusan ini terjadi akibat penyempitan di alur sungai sehingga aliran menjadi terpusat. c. Gerusan lokal (local scour), gerusan lokal ini pada umumnya

diakibatkan oleh adanya bangunan air misalnya; tiang, pilar jembatan, dan lain-lain.

2. Gerusan dalam perbedaan kondisi angkutan

a. Kondisi clear water scour di mana gerusan dengan air bersih terjadi jika material dasar sungai di sebelah hulu gerusan dalam keadaan diam atau tidak terangkut.

b. Kondisi live bed scour di mana gerusan yang di sertai dengan angkutan sedimen material dasar.

(32)

1.1. Mekanisme dan Proses Penggerusan

Gerusan yang terjadi di sekitar tiang merupakan akibat dari adanya

sistem pusaran (vortex system) yang terjadi di sekitar tiang. Sistem-sistem pusaran ini merupakan mekanisme dasar dari penggerusan setempat. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : Struktur-struktur pusaran air terdiri dari sebagian atau seluruhnya dari tiga sistem dasar, yaitu :

a. Sistem pusaran sepatu kuda (Horseshoe-Vortex Sistem). b. Sistem pusaran baling-baling (Wake-Vortex sistem). c. Sistem pusaran menggulung (Trailin-Vortex Sistem).

Sistem-sistem pusaran ini merupakan bagian integral dari struktur aliran dengan pengaruh yang besar pada komponen yang vertikal dari kecepatan aliran di sekitar tiang. Dengan adanya ujung tumpul pada tiang maka timbul daerah tekanan di mana di daerah tersebut terjadi pemusatan aliran. Jika daerah tekanan ini cukup kuat, maka akan menyebabkan pemisahan-pemisahan tiga dimensi dari lapisan-lapisan batas yang berputar, bergulung di depan pilar, membentuk sistem saluran sepatu kuda. Suatu ujung tumpul dari tiang menyebabakan pemusatan tekanan yang cukup besar untuk menimbulkan sistem di atas. Tiang-tiang yang berujung tajam tidak menimbulkan pusaran sepatu kuda, meskipun kenyataannya pusaran-pusaran tersebut lambat laun akan terjadi juga di sekitar tiang walaupun relatif kecil.

(33)

Jika penggerusan diakibatkan dari kecepatan aliran (energi kinetik) berarti kecepatan tersebut cukup kuat untuk menggerakkan partikel-partikel sedimen, penggerusan akan di mulai pada inti pusaran.

2. Aliran Melalui Saluran Terbuka

Aliran air dalam suatu saluran terbuka merupakan aliran bebas (free flow) yang di pengaruhi oleh tekanan udara. Pada semua titik di sepanjang saluran, tekanan udara di permukaan air adalah sama, yang biasanya adalah tekanan atmosfir (Triatmodjo, 2008).

Chow (1989), menyatakan saluran terbuka sebagai saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas yang dapat berupa saluran alam dan saluran buatan, saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat di bumi secara alamiah, mulai dari saluran kecil, sungai kecil di pegunungan sampai sungai besar yang bermuara dilaut

2.1. Klasifikasi Aliran

Aliran pada saluran terbuka dapat di tinjau dari beberapa hal. Bila di tinjau berdasarkan perubahan kedalaman dan kecepatan aliran sesuai dengan ruang dan waktu maka dibedakan menjadi aliran tunak/tetap (steady flow) dan aliran tidak tunak/tidak tetap (unsteady flow). Aliran tetap terjadi apabila kedalaman, luas penampang, kecepatan dan debit di setiap penampang saluran adalah sama selama jangka waktu tertentu. Sedangkan aliran tidak tetap terjadi apabila kedalaman atau kecepatan aliran yang terjadi selalu berubah. Pada kedua keadaan aliran ini berlaku hukum kontinuitas.

(34)

Aliran tetap dan aliran tidak tetap memiliki sifat aliran seragam yaitu terjadi bila kecepatan aliran tidak berubah dan kedalaman saluran sama pada setiap penampang. Menurut Chow (1989), aliran seragam adalah aliran yang mempunyai kecepatan konstan terhadap jarak, garis aliran lurus dan sejajar, dan distribusi tekanan adalah hidrostatis serta luas penampang tidak berubah terhadap ruang, baik besar maupun arahnya. Sebaliknya bila kedalaman tidak sama pada setiap penampang di sebut aliran tidak seragam. Menurut Triatmodjo (2008), aliran di sebut tidak seragam apabila variabel aliran seperti kedalaman, penampang basah, kecepatan di sepanjang saluran tidak konstan.

Berdasarkan pengaruh gaya gravitasi maka aliran dapat di bagi menjadi aliran sub kritis, aliran kritis dan aliran superkritis. Aliran di sebut sub kritis apabila terjadi gangguan di suatu titik pada aliran dapat menjalar ke hulu. Aliran kritis di pengaruhi oleh kondisi hilir. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran di sebut super kritis.

Parameter yang membedakan ketiga aliran tersebut adalah parameter yang tidak berdimensi yang di kenal dengan angka Froude (Fr) yaitu angka perbandingan antara gaya kelembaman dan gaya grafitasi, di rumuskan dengan :

(1)

Dimana:

(35)

Ū = kecepatan rata-rata aliran (m/det) L = panjang karateristik aliran (m)

g

= Gaya Gravitasi

Sehingga jika :

Fr >1, maka Aliran bersifat superkritis Fr = 1, maka Aliran bersifat Kritis Fr < 1, maka Aliran bersifat subkritis

Gambar 1 menunjukkan perbandingan antara kecepatan aliran dan kecepatan rambat gelombang karena adanya gangguan. Pada gambar 1a gangguan pada air diam (v = 0) akan menimbulkan gelombang yang merambat ke segala arah, gambar 1b menunjukkan aliran sub kritis di mana gelombang masih bisa menjalar ke arah hulu. Pada kondisi ini bilangan Froude Fr < 1, gambar 1c adalah aliran kritis di mana kecepatan aliran sama dengan kecepatan rampat gelombang.

(36)

Dalam keadaan ini Fr = 1, sedangkan gambar 1d adalah aliran super kritir di mana gelombang tidak bisa merambat ke hulu karena kecepatan aliran lebih besar dari kecepatan rambat gelombang atau Fr > 1.

Pada dasarnya tipe aliran pada saluran terbuka ditentukan oleh pengaruh kekentalan (viscosity) dan gravitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran. Berdasarkan pengaruh kekentalan ini aliran dibedakan menjadi aliran laminer, aliran turbulen dan aliran transisi. Aliran bersifat laminer apabila gaya kekentalan relatif besar dibandingkan dengan gaya kelembaban/inersia sehingga pengaruh kekentalan sangat besar terhadap sifat aliran, dalam aliran ini partikel-partikel air seolah-olah bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur. Aliran turbulen dapat terjadi bila gaya kekentalan relatif kecil dibandingkan dengan gaya kelembabannya, pada aliran turbulen partikel-partikel air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur, tidak lancar dan tidak tetap, walaupun partikel-partikel dalam aliran tersebut secara keseluruhan tetap menunjukkan gerakan maju. Aliran di sebut transisi (peralihan) apabila keadaan aliran bersifat suatu campuran antara keadaan laminer dan turbulen. Pengaruh kekentalan terhadap kelembaban dinyatakan dengan bilangan Reynolds (Re).

Reynolds menerapkan analisa dimensi pada hasil percobaannya dan menyimpulkan bahwa perubahan dari aliran laminer ke aliran turbulen terjadi suatu harga yang di kenal dengan angka Reynold (Re). Angka ini menyakatan perbandingan antara gaya kelembaman dengan gaya-gaya kekentalan yaitu:

(37)

(2)

Dimana: Re = angka Reynold

Ū = kecepatan rata-rata aliran (m/det) L = panjang karateristik aliran (m)

= kekentalan (viscositas) kinematik cairan (m2/det). Aliran melalui saluran terbuka akan turbulen apabila angka Reynolds Re > 1000 dan aliran laminer apabila angka Re < 500. Dalam hal ini panjang karakteristik yang ada pada angka Reynolds adalah jari-jari hidraulis, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara luas penampang basah dan keliling basah. (Triatmodjo, 2008).

2.2. Distribusi Kecepatan Aliran

Dalam aliran melalui saluran terbuka, distribusi kecepatan aliran tergantung pada banyak faktor seperti bentuk saluran, kekasaran dinding, kekasaran dasar dan juga debit aliran. Distribusi kecepatan aliran tidak merata di setiap titik pada tampang melintang.

Pada gambar 2 menunjukkan distribusi kecepatan aliran pada tampang melintang saluran dengan berbagai bentuk saluran, yang digambarkan dengan garis kontur kecepatan, terlihat bahwa kecepatan minimum terjadi di dekat dinding batas (dasar dan tebing saluran) dan bertambah besar dengan jarak menuju ke permukaan.

Garis kontur kecepatan maksimum terjadi di tengah-tengah lebar saluran dan sedikit dibawah permukaan, hal ini terjadi karena adanya gesekan antara zat cair dan tebing saluran dan juga karena adanya

(38)

gesekan dengan udara pada permukaan. Untuk saluran yang sangat lebar distribusi kecepatan aliran di sekitar bagian tengah lebar saluran adalah sama, hal ini disebabkan karena sisi-sisi saluran tidak terpengaruh pada daerah tersebut, sehingga saluran di bagian itu di anggap 2 dimensi (vertikal). Keadaan ini akan terjadi apabila lebar saluran lebih besar dari 5 – 10 kali kedalaman aliran yang tergantung pada kekasaran dinding.

Distribusi kecepatan aliran pada arah vertikal dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran pada berbagai kedalaman, semakin banyak titik pengukuran akan memberikan hasil yang semakin baik.

Gambar 2. Distribusi kecepatan aliran pada saluran terbuka 2.3 . Debit Pengaliran

Debit pengaliran pada saluran dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Bambang Triadmodjo,2003):

Q = V . A (3)

(39)

Q = Debit aliran (m3/dt) V = Kecepatan aliran (m/dt) A = Luas penampang aliran (m2)

2.4 . Perhitungan Koefisien Chezy

Perhitungan koefisien Chezy menggambarkan tingkat kekasaran dari saluran dengan menggunakan formula Van Rijn dari Stickler.

Perhitungan dengan rumus Van Rijn

       ks h C1 18log 12 (4)

dimana ks = 3. d90 (untuk saluran pasir)

Perhitungan dengan rumus Stikler

6 / 1 2 25       ks R C (5) 3. Gradasi Sedimen

Gradasi sedimen dari sedimen transpor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kedalaman gerusan pada kondisi air bersih (clear water scour). Dari Gambar 3 kedalaman gerusan (ys/b) tak berdimensi

sebagai fungsi dari karakteristik gradasi sedimen material dasar (σ/d50).

Dimana σ adalah standar deviasi untuk ukuran butiran dan d50 adalah

ukuran partikel butiran rerata. Nilai kritikal dari σ/d50 untuk melindunginya

hanya dapat di capai dengan bidang dasar, tetapi tidak dengan lubang gerusan di mana kekuatan lokal pada butirannya tinggi yang disebabkan

(40)

meningkatnya pusaran air. Dengan demikian nilai koefisien simpangan baku geometrik (σg) dari distribusi gradasi sedimen akan berpengaruh

pada kedalaman gerusan air bersih dan dapat ditentukan dari nilai grafik seperti pada Gambar 4.

Gambar 3.Kedalaman gerusan setimbang di sekitar pilar fungsi ukuran butir relatif untuk kondisi aliran air bersih (Sumber: Breusers dan Raudkivi, 1991 : 66)

Gambar 4.koefisien simpangan baku (Kσ) fungsi standar deviasi

geometri ukuran butir

(41)

Estimasi kedalaman gerusan dikarenakan adanya pengaruh distribusi material dasar mempunyai nilai maksimum dalam kondisi setimbang pada aliran air bersih (clear water) menurut Breuser dan Raudviki (1991:67) adalah sebagai berikut :

yse (σ)/b = Kd.yse/b (6)

3.1. Awal Gerak Butiran

Akibat adanya aliran air, timbul gaya-gaya yang bekerja pada material sedimen.Gaya-gaya tersebut mempunyai kecenderungan untuk menggerakkan atau menyeret butiran material sedimen. Pada waktu gaya-gaya yang bekerja pada butiran sedimen mencapai suatu harga tertentu, sehingga apabila sedikit gaya di tambah akan menyebabkan butiran sedimen bergerak, maka kondisi tersebut di sebut kondisi kritik. Parameter aliran pada kondisi tersebut, seperti tegangan geser dasar (τo), kecepatan aliran (U) juga mencapai kondisi kritik (Kironoto, (1997) dalam Sucipto (1994:36)).

Garde dan Raju (1977) dalam Sucipto (2004:36) menyatakan bahwa yang dikatakan sebagai awal gerakan butiran adalah salah satu dari kondisi berikut :

1. Satu butiran bergerak

2. Beberapa (sedikit) butiran bergerak

3. Butiran bersama-sama bergerak dari dasar

4. Kecenderungan pengangkutan butiran yang ada sampai habis. Tiga faktor yang berkaitan dengan awal gerak butiran sedimen yaitu :

(42)

1. Kecepatan aliran dan diameter/ukuran butiran

2. Gaya angkat yang lebih besar dari gaya berat butiran 3.2. Gaya geser kritis

Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada material butiran di dasar sungai, gaya geser yang terjadi pada dasar sungai dirumuskan sebagai persamaan berikut (Masloman, 2006) :

= pw RS (7)

Dimana: = gaya geser dasar (N/m2) pw = Rapat massa air (kg/m3)

= Percepatan gravitasi (m/det2) R = Jari-jari hidrolis (m)

S = Kemiringan dasar sungai

Gambar 5. Diagram Shields, hubungan Tegangan Geser Kritis dengan Bilangan Reynolds

(43)

3.3. Angkutan Dasar (Bed Load Transport)

Menurut Saleh Pallu (2007), Angkutan dasar terjadi apabila gerakan partikel sedimen terguling, tergelincir, atau kadang-kadang meloncat sepanjang dasar, hal ini disebut angkutan dasar (bed load transport). Pada umumnya, besar angkutan dasar pada sungai adalah berkisar 5 – 25% dari angkutan melayang. Material kasar tinggi persentasenya menjadi angkutan dasar.

4. Ukuran Pilar dan Ukuran Butir Material Dasar

Kedalaman gerusan maksimum pada media alir clear water scour sangat dipengaruhi adanya ukuran butiran material dasar relatif b/d50 pada

sungai alami maupun buatan. Untuk sungai alami umumnya koefisien ukuran butir relatif b/d50 pada kecepatan relatif U/Uc= 0,90 pada kondisi clear water dan umumnya kedalaman gerusan relatif ys/b tidak dipengaruhi oleh besarnya butiran dasar sungai selama b/d50 > 25.

Ukuran pilar mempengaruhi waktu yang diperlukan bagi gerusan lokal pada kondisi clear-water sampai kedalaman terakhir, tidak dengan jarak relatif (ys/b), jika pengaruh dari kedalaman relatif (y0/b) dan butiran

relatif (b/d50) pada kedalaman gerusan ditiadakan, maka nilai aktual dari

(ys/b) juga tergantung pada peningkatan dari bed material. Pada kasus

gerusan yang mengangkut sedimen (live bed), waktu diberikan untuk mencapai keseimbangan gerusan dan tergantung pada rasio dari tekanan dasar ke tekanan kritikal.

(44)

(Breuser 1971, Akkerman 1976, Konter 1976, 1982, Nakagawa dan Suzuki 1976) melakukan percobaan-percobaan untuk mempraktekkan pendekatan yang sama terhadap proses gerusan di sekitar pilar jembatan. Hasil dari percobaan-percobaan tersebut diantaranya pada kolom dengan ukuran kecil dimana (b/h0< 1) kedalaman maksimum gerusan dapat

digambarkan dengan persamaan berikut yang berlaku pada seluruh fase dari proses gerusan asalkan ym,e>b :

= 1 – e [t - ][ ]γ (8)

Dimana :

b = lebar pilar jembatan (m)

h0 = kedalaman aliran mula-mula (m) t = waktu (s)

t1 = waktu ketika ym= b (s)

ym = kedalaman maksimum gerusan pada saat t (m)

ym,e = kedalaman gerusan maksimum pada saat setimbang (m)

Pada fase perluasan (development phase), untuk t < t1, persamaan di atas

menjadi:

[ ]

γ (9)

Menurut Nakagawa dan Suzuki (1976) dalam Miller (2003) dalam Okki (2007:31) nilai γ = 0.22-0.23dan t1 bisa ditulis sebagai berikut :

(45)

Dimana :

b = lebar pilar jembatan (m) d50 = diameter rata-rata partikel (m) Uc = kecepatan kritis rata-rata (m/s) U0 = kecepatan rata-rata (m/s), dengan U0 = Q/A

Q = debit (m³/s)

A = luas penampang (m²) Δ = berat jenis relatif (-)

Berdasarkan data Laursen dan Toch (1956) dalam Breuser dan Raudkivi(1971) menemukan persamaan untuk pilar bulat jembatan yaitu :

ym,e= 1,35 Kib0.7h0.3 (11)

Dimana :

b = lebar pilar jembatan (m) h0 = kedalaman aliran (m)

Ki = faktor koreksi (untuk pilar bulat Ki = 1,0) ym,e = kedalaman gerusan saat setimbang (m)

Volume lubang gerusan di bentuk untuk mengelilingi pilar dan berbanding diameter kubik dari pilar itu sendiri, berarti semakin lebar pilar semakin banyak gerusan dan semakin banyak pula waktu yang diperlukan untuk melakukan penggerusan. Koefisien pengaruh ukuran pilar dan ukuran butir material dasar (Kdt) ini menurut Ettema (1980) dalam Breuser (1991:68) dapat pula untuk live bed scour.

(46)

Dari uraian di atas lebih jelas dapat di lihat pada Gambar 6 dan Gambar 7 yang memperlihatkan korelasi antara nilai kedalaman gerusan relative dengan ukuran butir relatif U/Uc dengan ukuran butir relatif.

Gambar 6.Hubungan kedalaman gerusan seimbang (yse) dengan

ukuran butir realtif (b/d50) untuk kondisi aliran air bersih

dan bersedimen

(Sumber : Breuser dan Raudkivi 1991:69)

Gambar 7.Hubungan koefisien reduksi ukuran butir relatif K(b/d50)

dengan ukuran butir relatif (b/d50) untuk kondisi aliran air

bersih dan bersedimen

(47)

4.1. Bentuk Pilar

Pengaruh bentuk pilar berdasarkan potongan horizontal dari pilar telah di teliti oleh Laursen dan Toch (1956), Neil (1973) dan Dietz (1972). Bentuk potongan vertikal pilar juga dapat dijadikan dasar untuk menentukan faktor koreksi.

Bentuk pilar akan berpengaruh pada kedalaman gerusan lokal, pilar jembatan yang tidak bulat akan memberikan sudut yang lebih tajam terhadap aliran datang yang diharapkan dapat mengurangi gaya pusaran tapal kuda sehingga dapat mengurangi besarnya kedalaman gerusan. Hal ini juga tergantung pada panjang dan lebar (l/b) masing-masing bentuk pilar mempunyai koefisien faktor bentuk K1 menurut Dietz (1971) dalam

Breuser dan Raudkivi (1991:73) ditunjukkan dalam tabel 1. Tabel. 1 Koefisien koreksi untuk bentuk penampang pilar

Bentuk Ujung Pilar K1

Persegi 1,1

Bulat 1.0

Lingkaran Silinder 1,0

Kumpulan Silinder 1,0

Tajam 0,9

(48)

Tabel. 2 Koefisien koreksi untuk arah datang aliran air

θ L/a=4 L/a=8 L/a=12

0o 1,0 1,0 1,0

15o 1,5 2,0 2,5

30o 2,0 2,75 3,5

45o 2,3 3,3 4,3

90o 2,5 3,9 5,0

θ = sudut kemiringan aliran L = panjang pilar (m)

C. Hipotesis

Diperkiran keberadaan kelompok tiang akan sangat berpengaruh terhadap gerusan yang akan terjadi. Bentuk dan dimensi dari kelompok tiang serta jarak antar tiang akan sangat berpengaruh terhadap gerusan di sekitar kelompok tiang.

(49)

D. Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 9. Kerangka pikir penelitian Masalah

1. Pengaruh kecepatan aliran terhadap gerusan pada kelompok tiang.

2. Pengaruh jarak antara tiang terhadap kedalaman gerusan

1. Kajian Pustaka 2. Kecepatan Aliran 3. Gerusan dasar

sungai

4. Jarak antar tiang

Bentuk model kelompok tiang

Hipotesis : diperkiran bentuk model dari kelompok tiang akan sangat berpengaruh terhadap gerusan yang akan terjadi pada dasar sungai

Uji Model Fisik

1. Pengaruh kelompok tiang terhadap gerusan dapat di ketahui.

2. Volume gerusan dapat diketahui dari Model kelompok tiang

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Sungai di Gedung Pusat Kegitan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin dengan waktu penelitian selama 2,5 bulan.

B

. Jenis Penelitian dan Sumber Data

Jenis penelitian yang digunakan adalah Eksperimental, dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada literatur - literatur yang berkaitan dengan penelitian tersebut, serta adanya kontrol, dengan tujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat, dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan.

Pada penelitian ini akan menggunakan dua sumber data yakni : 1. Data primer yakni data yang diperoleh langsung dari simulasi model

fisik di laboratorium.

2. Data Sekunder yakni data yang diperoleh dari literatur dan hasil penelitian yang sudah ada, baik yang telah dilakukan di Laboratorium maupun dilakukan di tempat lain, yang berkaitan dengan penelitian pengaruh gerusan pada sungai terhadap kelompok tiang.

(51)

C. Pencatatan Data

Pencatatan data dilakukan pada setiap kondisi, yaitu awal sebelum running, pada saat running, dan setelah running.

1. Sebelum pengaliran

1. Kondisi awal sungai, elevasi dan kemiringan sungai tiap seksi yang ditinjau.

2. Pantauan debit aliran melalui tinggi air pada alat ukur debit Thomson (hT). Rumus debit air (Q), diukur dengan menggunakan

pengukur debit Thomson, dengan rumus debit:

(12)

Dimana:

Q = debit aliran (m3/dt) Cd= koefisien debit G = grafitasi bumi (m/dt2)

H = kedalaman air pada bak pengukur debit (m)

Gambaran gerusan yang ada pada tikungan diperoleh dari model hidrolik ini, merupakan gerusan rerata dari beberapa pengujian secara umum.

Kalibrasi terhadap alat ukur debit Thompson, yaitu untuk menen- tukan koefisien debit Cd berdasarkan rumus debit pada persamaan 12.

Untuk menentukan nilai Cd dari persamaan diatas, harus diketahui besarnya tinggi aliran (ht) pada alat ukur debit. Agar diperoleh hasil Cd

(52)

Dari hasil pengkalibrasian diperoleh koefisien debit Cd rata-rata yang dipergunakan dalam penelitian ini.

Dimensi model dan kemampuan pompa menentukan debit maksimum yang dapat dialirkan. Debit maksimum diperoleh pada tinggi air pada alat ukur debit Thompson (ht). Dalam pengaliran ini dilakukan 3 (tiga)

variasi tinggi aliran (ht)

1. Ketinggian air h (m)

Kalibrasi kedalaman aliran (h) dilakukan agar diperoleh kedalaman aliran. Kedalaman aliran diukur pada saat pengaliran air, untuk mendapatkan aliran rata-rata (ht) yang terjadi dilakukan dengan

menggunakan mistar.

2. Kecapatan aliran air V (m/det)

Kecepatan aliran (V) adalah kecepatan aliran air yang terjadi di sungai saat dilakukan pengujian. Kecepatan aliran diukur dengan alat pengukuran kecepatan aliran curren meter dengan rumus kecepatan:

(13)

dimana:

V= Kecepatan aliran (m/dt) n= Jumlah putaran (dtk)

Pelaksanaan pengukuran kecepatan dilaksanakan di 3 (tiga) posisi yaitu: di tepi kiri, di tegah saluran, dan di tepi kanan dengan

(53)

perletakan alat ukur flowacth 0, 61 h1 dari dasar saluran untuk

pengukuran satu titik.

3. Waktu running t (menit), diukur dengan menggunakan stop watch. Pelaksanaan running dengan mengalirkan air ke model saluran dengan menggunakan pompa. Pengaliran air melalui pipa sirkulasi ke bak penenang dan melalui alat ukur debit Thompson terus masuk ke saluran pengamatan.

2. Saat pengaliran data yang diambil

1. Ketinggaian aliran ditempat yang ditinjau (awal, tengah serta akhir dari saluran)

2. Pengaturan kecepatan dengan alat ukur kecepatan flowacth didepan bangunan, tengah bangunan dan bagian akhir bangunan yang ditinjau dengan 3 tempat pengukuran kecepatan tiap potongan melintang.

3. Sesudah pengaliran data yang diambil

Untuk pengaliran selama 20, 40 dan 60 menit, data elevasi tiap tinjauan potongan melintang diambil sepanjang 100 cm sesudah bangunan kelompok tiang.

(54)

D. Bahan dan Peralatan Penelitian

1. Penyusunan model saluran untuk penelitian

Saluran yang digunakan dalam penelitian ini adalah saluran pasir dengan penampang bentuk trapesium. Bentuk geometris dari saluran adalah saluran lurus dengan dinding permanen, lebar dasar saluran 0,50 m, tinggi saluran 0,20 m dan panjang saluran percobaan 15 m.

Saluran ini dilengkapi dengan bak penampungan air dan bak pengaliran air yang berkapasitas 12 m3, dengan dimensi panjang dan lebar bak air 3 m dan tinggi 1 m, serta dilengkapi mesin pompa air dengan kran pengatur aliran (debit) yang dibutuhkan untuk mengalirkan air ke bak pengaliran.

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :

a. Tiang berbentuk segi enam (Hexagonal) dengan 3 model kelompok tiang yang mempunyai jarak antar tiang bervariasi.

b. Saluran yang dibuat dari bahan pasir yang berasal dari sungai, yang telah di saring.

c. Material pembentuk dasar sungai adalah material tidak berkohesi, dalam hal ini digunakan pasir sedang dengan diameter dominan 0,47 mm, yang diperoleh dari hasil analisa saringan terhadap material tersebut, berikut disajikan grafik analisa saringan material pembentuk sungai seperti pada gambar 10 berikut:

(55)

Gambar 10 .Grafik analisa saringan material pembentukan dasar saluran

3. Alat ukur yang akan digunakan antara lain : a. Flow watch untuk mengukur kecepatan aliran. b. Stopwatch.

c. Mistar ukur untuk mengukur kedalaman air, kedalaman gerusan dan elevasi dasar saluran sebelum dan setelah pengaliran.

d. Pintu air berfungsi untuk mengalirkan air.

e. Benang nilon yang berfungsi sebagai grid yang dipasang baik arah vertikal maupun arah longitudinal saluran.

f. Mesin pompa air yang digunakan untuk sirkulasi air berkapasitas 1.050 ltr/menit.

g. Kamera dan peralatan lainnya yang digunakan untuk merekam dan pengambilan gambar untuk dokumentasi.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 110.00 0.01 0.1 1 10 P e rs e n L o lo s (% ) Diameter (mm) No. 4

(56)

E. Variabel yang Diteliti

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka variabel yang diteliti adalah: debit (Q), waktu pengaliran(t), kecepatan aliran (V), gerusan saluran akibat adanya kelompok tiang.

F. Perancangan Model Penelitian

Pada penelitian ini digunakan 3 buah model kelompok tiang dengan spesifikasi adalah :

Tipe 1. Susunan tiang terdiri dari 3 baris, tiap baris terdapat 4 buah tiang dengan jarak antar tiang 1,4.L (gambar 12).

Tipe 2. Susunan tiang terdiri dari 3 baris, tiap baris terdapat 5 buah tiang dengan jarak antar tiang 1.L (gambar 13).

Tipe 3. Susunan tiang terdiri dari 3 baris, tiap baris terdapat 6 buah tiang dengan jarak antar tiang 0,6.L (gambar 14).

Model tiang berbentuk segi enam (Hexagonal) dengan ukuran: Lebar 5 cm, Panjang 10 cm dan tinggi 40 cm.

Tabel 3. Rancangan Simulasi Percobaan

No Debit (m3/det) Variasi Waktu (t) Tipe Kelompok Tiang Jumlah Percobaan 1 Q1, Q2, Q3 t1 = 20 menit t2 = 40 menit t3 = 60 menit Percobaan tanpa model kelompok tiang 9 x percobaan

(57)

Lanjutan tabel 3. No Debit (m3/det) Variasi Waktu (t) Tipe Kelompok Tiang Jumlah Percobaan 2 Q1 t1 = 20 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t2 = 40 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t3 = 60 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan 3 Q2 t1 = 20 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t2 = 40 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t3 = 60 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan 4 Q3 t1 = 20 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t2 = 40 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan t3 = 60 menit MKT. 1, 2, 3 3 x percobaan Keterangan : MKT : Model Kelompok Tiang.

(58)

G. Diagram Alur Penelitian

Gambar 11. Diagram alur penelitian Mulai

Studi Literatur

Perancangan dan Pembuatan Model Tiang Bentuk Hexagonal

Uji Model/ Simulasi

Metode Analisis

Persiapan Alat & Bahan Penelitian

Pengamatan dan pengambilan data

Hasil Akhir

(59)

Gambar 12. Model kelompok tiang tipe 1

Gambar 13. Model kelompok tiang tipe 2

(60)
(61)

Model saluran

Peralatan penelitian

(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Bilangan Froude

Jenis aliran yang terjadi dalam proses pengaliran dalam flume dapat dijabarkan berdasarkan bilangan Froude sebagai berikut :

Dalam penelitian ini kondisi aliran dalam keadaan sub kritis yaitu bilangan Froude lebih kecil dari satu (Fr <1). Hasil perhitungan bilangan Froude untuk variasi debit Q1, Q2, Q3 dapat dilihat pada tabel 4, 5 dan 6. Tabel 4. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 20

menit semua tipe kelompok tiang

No. Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar Saluran

(b) Luas (A) Fr Keterangan

m³/dt. m/dt. M m m² - Tipe I 1 0,0063 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis Tipe II 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis Tipe III 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis

(63)

Lanjutan Tabel 4 No. Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar Saluran

(b) Luas (A) Fr Keterangan

m³/dt. m/dt. M m m² -

3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis

Tabel 5. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang

No. Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar

Saluran Luas (A) Fr Keterangan

m³/dt. m/dt. M m m² - Tipe I 1 0,0063 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,2057 Sub Kritis Tipe II 1 0,0063 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,2057 Sub Kritis Tipe III 1 0,0063 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,1480 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,2057 Sub Kritis

Tabel 6. Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang

No. Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar

Saluran Luas (A) Fr Keterangan

m³/dt. m/dt. M m m² -

Tipe I

1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis

(64)

Lanjutan tabel 6. No. Debit (Q) Kecepatan (V) Kedalaman (H) Lebar

Saluran Luas (A) Fr Keterangan

m³/dt. m/dt. M m m² - 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis Tipe II 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis Tipe III 1 0,0063 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,1481 Sub Kritis 2 0,0092 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,1806 Sub Kritis 3 0,0118 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,2059 Sub Kritis

B. Perhitungan Bilangan Reynold

Tabel 7. Hasil perhitungan bilangan Reynold (Re) untuk pengaliran 20 menit semua tipe kelompok tiang

No. Kecepat an (V) TMA (h) Lebar Saluran (b) Luas Penampang Basah (A) Keliling Basah (P) Jari-jari

hidrolis (R) Reynolds Ket.

m/dtk m m m² m m Re Tipe I 1 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10538,51422 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen 3 0,3278 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 13368,99434 Turbulen Tipe II 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10545,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 18598,76365 Turbulen Tipe III 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10545,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 18598,76365 Turbulen

(65)

Tabel 8. Hasil perhitungan bilangan Reynold (Re) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang

No. Kecepat an (V) TMA (h) Lebar Saluran (b) Luas Penampang Basah (A) Keliling Basah (P) Jari-jari

hidrolis (R) Reynolds Ket.

m/dtk m m m² m m Re Tipe I 1 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10538,51422 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen 3 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 18580,63620 Turbulen Tipe II 1 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10538,51422 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen 3 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 18580,6362 Turbulen Tipe III 1 0,3278 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10538,51422 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen 3 0,4556 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 18580,6362 Turbulen

Tabel 9. Hasil perhitungan bilangan Reynold (Re) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang

No. Kecepat an (V) TMA (h) Lebar Saluran (b) Luas Penampang Basah (A) Keliling Basah (P) Jari-jari hidrolis (R) Reynolds Ket. m/dtk m m m² m m Re Tipe I 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10545,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 18598,76365 Turbulen Tipe II 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10545,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen

(66)

Lanjutan tabel 9. No. Kecepat an (V) TMA (h) Lebar Saluran (b) Luas Penampang Basah (A) Keliling Basah (P) Jari-jari

hidrolis (R) Reynolds Ket.

m/dtk m m m² m m Re 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 18598,76365 Turbulen Tipe III 1 0,3280 0,0361 0,5 0,0194 0,6021 0,032151399 10545,65897 Turbulen 2 0,4000 0,0422 0,5 0,0229 0,6194 0,036959955 14783,98215 Turbulen 3 0,4560 0,0472 0,5 0,0258 0,6336 0,040786762 18598,76365 Turbulen

C. Perhitungan Koefisien Chezy

Tabel 10. Hasil perhitungan Koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 20 menit semua tipe kelompok tiang

No. Debit (Q) TMA (h) Lebar Saluran (b) d90 Jari-jari hidrolis (m) C1 C2 C

m3/det m M m R m1/2/det m1/2/det m1/2/det

Tipe I 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758 2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719 3 0,0118 0,0361 0,5 0,0002 0,0408 51,4561 60,6534 56,0547 Tipe II 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758 2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719 3 0,0118 0,0472 0,5 0,0002 0,0408 53,5532 60,6534 57,1033 Tipe III 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758 2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719 3 0,0118 0,0472 0,5 0,0002 0,0408 53,5532 60,6534 57,1033

(67)

Tabel 11. Hasil perhitungan Koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 40 menit semua tipe kelompok tiang

No. Debit (Q) TMA (h)

Lebar Saluran (b) d90 Jari-jari hidrolis (m) C1 C2 C

m3/det m M m R m1/2/det m1/2/det m1/2/det

Tipe I 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758 2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719 3 0,0118 0,0472 0,5 0,0002 0,0408 53,5532 60,6534 57,1033 Tipe II 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758 2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719 3 0,0118 0,0472 0,5 0,0002 0,0408 53,5532 60,6534 57,1033 Tipe III 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758 2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719 3 0,0118 0,0472 0,5 0,0002 0,0408 53,5532 60,6534 57,1033

Tabel 12. Hasil perhitungan Koefisien Chezy (Ch) untuk pengaliran 60 menit semua tipe kelompok tiang

No. Debit (Q) TMA (h) Lebar Saluran (b) d90 Jari-jari hidrolis (m) C1 C2 C

m3/det m M m R m1/2/det m1/2/det m1/2/det

Tipe I

1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758

2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719

3 0,0118 0,0472 0,5 0,0002 0,0408 53,5532 60,6534 57,1033

(68)

Lanjutan tabel 12. No. Debit (Q) TMA (h) Lebar Saluran (b) d90 Jari-jari hidrolis (m) C1 C2 C

m3/det m M m R m1/2/det m1/2/det m1/2/det 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758 2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719 3 0,0118 0,0472 0,5 0,0002 0,0408 53,5532 60,6534 57,1033 Tipe III 1 0,0063 0,0361 0,5 0,0002 0,0322 51,4561 58,2955 54,8758 2 0,0092 0,0422 0,5 0,0002 0,0370 52,6783 59,6655 56,1719 3 0,0118 0,0472 0,5 0,0002 0,0408 53,5532 60,6534 57,1033 1. Kedalaman Aliran

Kedalaman aliran (h) pada saat simulasi tanpa menggunakan kelompok tiang di ukur menggunakan meteran di sepanjang saluran. Hasil dari pengukuran kedalaman aliran ini terlihat seperti pada tabel 13.

Tabel 13. Kedalaman Aliran

Debit (cm3/dt.) Elevasi Saluran (cm) Elevasi Muka Air (cm) Tinggi Aliran (cm) 0,63 20 16,39 3,61 0,92 20 15,78 4,22 1,18 20 15,28 4,72 2. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran dalam penelitian ini di ukur dengan menggunakan alat ukur Flow Watch. Pengukuran dilakukan sepanjang saluran area penelitian pada tiga bagian yaitu bagian kiri saluran, tengah saluran dan

(69)

tepi kanan saluran, hasil dari ketiga bagian pengukuran kemudian di rata-ratakan untuk memperoleh kecepatan aliran rata-rata. Data selengkapnya terlihat pada tabel 14.

Tabel 14. Kecepatan Aliran

Debit Kecepatan Aliran (U0) Kecepatan

Rata-rata (U0)

Kiri Tengah Kanan

( m3/dtk ) ( m/dtk ) ( m/dtk) (m/dtk) ( m/dtk)

0,0063 0,3 0,383 0,3 0,3280

0,0092 0,383 0,433 0,383 0,4000

0,0118 0,45 0,467 0,45 0,4560

3. Debit Aliran

Debit aliran yang di peroleh dari penelitian ini adalah hasil perkalian antara luas penampang basah saluran ( A ) dengan kecepatan aliran ( U0

), perhitungan debit aliran seperti pada tabel 15. Tabel 15. Debit Aliran

Tinggi Aliran ( m ) Luas Penampang Basah ( A ) (m2) Kecepatan Rata-rata ( U0 ) (m/dt.) Debit ( Q ) (m3/dt.) 0,036 0,0194 0,3280 0,0063 0,042 0,0229 0,4000 0,0092 0,047 0,0258 0,4560 0,0118 4. Klasifikasi Aliran

Aliran pada saluran terbuka di sebut turbulen apabila angka Reynold Re > 1000, dan laminer apabila Re < 500. Sedangkan aliran di sebut kritis

(70)

jika Fr = 1, Sub kritis Fr < 1 dan super kritis apabila Fr > 1. Hasil perhitungan pada tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa tipe aliran dalam penelitian ini adalah turbulen dan sub kritis. Tegangan geser dasar saluran sebesar 1,828 N/m2, di mana 1,828 m/s > 0,639 m/s ( U*c > U*

maka butiran bergerak) berdasarkan persamaan 3.

D. Perubahan Dasar Saluran

Perubahan dasar saluran dapat di analisis dengan pengukuran kedalaman gerusan di sekitar pilar setelah selesai di lakukan pengaliran dan dilakukan pada tiga bagian yaitu bagian depan, samping dan bagian belakang pilar dengan menggunakan mistar untuk mendapatkan data kontur yang akurat, jumlah titik pengamatan di buat sebanyak 1.150 titik pengamatan, yaitu 46 grid benang dibentangkan melintang di atas model saluran yang telah di buat dan di beri tanda untuk memudahkan pengukuran sebanyak 25 titik dengan jarak antar titik dua centimeter. Titik pengamatan di sekitar pilar dan jarak penempatan pilar dapat di lihat pada gambar 17, 18 dan 19.

(71)

Gambar 17.Titik pengamatan untuk tipe 1

(72)

Gambar 19.Titik pengamatan untuk tipe 3

Pembentukan horseshoe vortek ini diakibatkan oleh tekanan air yang cukup kuat sehingga terjadi gerusan yang membentuk lubang kearah sisi-sisi tiang dengan kedalaman yang berbeda. Formasi pusaran air ini merupakan hasil dari penumpukan air pada hulu dan akselerasi aliran di sekitar bagian depan tiang.

(73)

Gambar 21. Gerusan di sekitar model kelompok tiang tipe 2

Gambar 22. Gerusan di sekitar model kelompok tiang tipe 3

E. Data hasil Penelitian dan Pembahasan

Data utama yang di peroleh pada percobaan yang dilakukan di laboratorium adalah data kedalaman gerusan. Data-data tersebut akan

Gambar

Gambar 4.koefisien simpangan baku (K σ ) fungsi standar deviasi  geometri ukuran butir
Gambar 6.Hubungan kedalaman gerusan seimbang (y se ) dengan  ukuran butir realtif (b/d 50 ) untuk kondisi aliran air bersih  dan bersedimen
Tabel 4.    Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 20   menit semua tipe kelompok tiang
Tabel 6.    Hasil perhitungan bilangan Froude (Fr) untuk pengaliran 60   menit semua tipe kelompok tiang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan aspek positif atau reaching out adalah mampu memelihara sikap positif, percaya diri untuk menerima tanggung jawab, tidak malu unutk memulai percakapan

Pada matakuliah keterampilan berbicara baik tingkat dasar maupun tingkat lanjut mahasiswa diharapkan mampu mengungkapkan ide/pikiran/pendapat secara lisan dalam bahasa

[r]

If an incoming request uses an HTTP method that the matching RequestHandler doesn’t define (e.g., the request is POST but the handler class only defines a get method), Tornado

Peneliti tertarik dan terkesan setiap datang ke Desa Sambirejo. Peneliti melihat ibu-ibu tua masih tetap bersemangat dan bekerja agar tetap bertahan hidup tanpa

Eprints, DSpace dan Ganesha Digital Library (GDL) adalah perangkat lunak untuk mengelola koleksi digital yang banyak digunakan oleh perpustakaan perguruan tinggi di

Maka sukalah saya menyarankan kepimpinan BKSU untuk turut memberi komitmen berterusan terhadap inisiatif sokongan seperti acara pada petang ini yang menyumbang

Kewajiban imbalan pensiun merupakan nilai kini kewajiban imbalan pasti pada tanggal pelaporan dikurangi dengan nilai wajar aset program serta penyesuaian atas biaya