• Tidak ada hasil yang ditemukan

Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana FORMALISASI SATLINMAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana FORMALISASI SATLINMAS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BULETIN SIAGA

Info Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana

2 6 J U N E 2 0 0 9 V O L U M E 1

FORMALISASI SATLINMAS

Satuan Perlindungan Masyarakat Penanganan Banjir dan Pengungsi (SATLINMAS PBP) dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 96 tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Berdasarkan Bab V SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta tersebut, SATLIMAS PBP adalah unsur pelaksana penanggulangan bencana pada tingkat kelurahan, namun optimalisasi SATLINMAS PBP masih dirasa kurang, dikarenakan beberapa hal antara lain ; Pemahaman yang keliru mengenai SATLIMAS PBP, penanggulangan bencana yang selama ini terfokus pada pemerintah dan ketua-ketua RW, serta masyarakat yang belum dilibatkan secara maksimal.

Untuk mewujudkan SATLINMAS PBP yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya, maka ACF mencoba memfasilitasi 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan untuk memiliki gerakan penanggulangan bencana yang terlembaga dan mampu melakukan kegiatan secara terencana, terpadu dan menyeluruh dengan cara penguatan kepada SATLINMAS PBP di masing-masing kelurahan tersebut. Sedangkan dengan kesepakatan bersama, Kelurahan Cipinang Besar Utara membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Bencana kelurahan CBU, disingkat dengan STPB-CBU.

Pelatihan, workshop, FGD, dan berbagai kegiatan penguatan kapasitas lainnya di fasilitasi oleh ACF untuk mencapai visi dan misi SATLINMAS PBP dan STPB-CBU. Adapun visi daripada SATLINMAS PBP adalah untuk dapat melakukan penanggulangan bencana secara terpadu, sedangkan misi yang diusung meliputi ; Penyelamatan masyarakat dari bencana, meminimalisir resiko bencana, peduli terhadap warga dan lingkungan, mengelola bencana, serta menyelamatkan pengungsi. Kedepannya diharapkan organisasi penanganan bencana yang telah terbentuk di 3 Kelurahan tersebut dapat mandiri dan melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai garda terdepan dalam menghadapi bencana dengan maksimal.

(2)

ACF Memasuki Masa Akhir Program Kerja

Kegiatan ACF dalam mendampingi Satlinmas melalui penguatan organisasi dan peningkatan kapasitas manajemen bencana berlangsung dari tahun 2007 sampai pada saat ini. Misi ini akan berakhir pada pertengahan November 2009, oleh karena itu, setahap demi setahap ACF mulai menyerahkan kendali program kepada Satlinmas dan masyarakat di tiga kelurahan dampingan ACF, yaitu Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan Penjaringan. Di kemudian hari Satlinmas diharapkan untuk dapat menyokong kegiatan-kegiatan Pengurangan Risiko Bencana di kelurahnnya masing-masing.

Indikasi keberhasilan Satlinmas sebagai suatu organisasi masyarakat yang swadaya dapat dilihat dari keberhasilan pemimpin-pemimpinnya. Pengurus Satlinmas yang telah dibekali dengan kemampuan dasar manajemen bencana adalah para motivator yang akan terus membangkitkan

anggota-anggotanya. Tidak hanya pengurus, anggota-anggota Satlinmas yang merupakan orang-orang unggulan masyarakat juga turut berperan dalam ketahanan masyarakat terhadap bencana di tingkat lokal. Satlinmas yang digolongkan berhasil juga mampu mempromosikan dirinya sendiri sehingga mendapat dukungan penuh dari pemerintah lokal dan masyarakat. Relasi dengan beberapa organisasi dan institusi lain juga penting untuk dijaga dan diperluas; ACF hanyalah salah satu dari banyaknya organisasi yang bergerak dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB).

Kegiatan yang di-inisiasikan oleh Satlinmas merupakan kegiatan-kegiatan bakti dan jasa bagi masyarakat, kampanye-kampanye waspada bencana dan kebersihan, serta peduli terhadap lingkungan hidup merupakan beberapa dari tugas Satlinmas.

Satlinmas di tiga kelurahan juga telah berjasa dalam memberikan peringatan bencana kepada masyarakat agar masyarakat dapat segera bertindak menghindari bencana. Dalam satu tahun masyarakat menderita kerugian akibat banjir sebanyak tiga sampai empat kali, setinggi sampai setengah meter. Disinilah Satlinmas memberikan pelayanan respon bencana kepada masyarakat, tidak hanya membantu memberikan peringatan, tetapi juga dalam menanggulangi masalah kesehatan dampak banjir. Dengan melakukan antisipasi dan memperkuat kapasitas masyarakat terhadap bencana, Satlinmas membantu mengurangi kerentanan bencana masyarakat di daerahnya masing-masing. Dipercaya dalam siklus lima tahun sekali banjir besar akan melanda Jakarta, walaupun masyarakat dan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko ini, namun kenyataannya bencana banjir besar masih terjadi. Satlinmas menyatakan siap menghadapi banjir ini, pelatihan penyelamatan di air serta berbagai keahlian mendirikan tenda pengungsian, mendaftar pengungsi dan mendistribusikan bantuan telah mereka miliki.

Setelah masa tugas ACF berakhir untuk pendampingan tiga kelurahan tersebut, para Satlinmas akan terus menjalankan mandat sebagai pelayan masyarakat yang berbakti tanpa pamrih,

sebagai pemimpin-pemimpin masyarakat dalam penguatan terhadap bencana.

Di kemudian hari Satlinmas secara swadaya juga akan mencari pendanaan-pendanaan untuk tetap menghidupkan usaha PRB demi kebaikan seluruh masyarakat. Cara yang paling manjur untuk mencari pendanaan adalah dengan bertindak, melakukan, beraksi, merealisasikan, tidak sekedar membuat perencanaan. Program ke depan harus jelas dan memberi manfaat bagi orang banyak. Setelah hasil karya Satlinmas dikenal dan dipercaya, langkah Satlinmas menggandeng tangan organisasi/institusi atau bahkan perusahaan melalui kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan akan lebih lancar. Selain Satlinmas, penggerak masyarakat dalam usaha ketahanan terhadap bencana dan pengurangan risiko juga termasuk para guru. Sekolah sebagai institusi pendidikan bagi masyarakat memiliki peran besar dalam membangun moral dan mental masyarakat yang peduli lingkungan dan siaga bencana.

Mengetahui kekuatan sekolah dan terutama guru dalam penguranan risiko bencana, ACF memberikan pelatihan kepada guru-guru SD, SMP, dan SMA di tiga kelurahan dampingan ACF. Para guru dengan semangat tinggi berusaha menelurkan siswa-siswi yang dapat dijadikan tunas harapan dan penggerak bangsa.

Masyarakat dampingan ACF telah menorehkan bukti-bukti kepedulian dan keberhasilan mereka sendiri. ACF merasa terhormat dapat bekerja di tiga kelurahan tersebut, yang telah membuktikan bahwa masyarakat merupakan elemen yang sangat penting dan berdaya dalam usaha pengurangan risiko bencana dan mengantisipasi perubahan iklim dunia.

Masyarakat Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan Penjaringan telah memulai usaha PRB, melalui Satlinmas dan STPB, namun perjalanan masih panjang, masih banyak kendala yang harus diatasi. Sering kali penghambat utama keberhasilan organisasi masyarakat adalah terlalu sedikitnya pemimpin yang visioner, atau sedikitnya anggota yang benar-benar peduli nasib orang banyak. Terkadang organisasi masyarakat juga terlalu bergantung pada bantuan luar sehingga seolah-olah tidak berdaya dan hanya mengulurkan tangan menunggu sumbangan. Namun demikian, semangat Satlinmas dan STPB menumbuhkan harapan ACF bahwa organisasi masyarakat sedikit demi sedikit terlihat lebih kuat dan maju, sudah saatnya kita bertindak dan menjadi pelaku utama perubahan.

Di akhir program, ACF berharap masyarakat di tiga kelurahan dapat melanjutkan keberhasilan-keberhasilan mereka, dengan lebih terbuka lagi membantu kelurahan-kelurahan lain untuk juga menghasilkan pemimpin-pemimpin yang peduli bencana.

“Ben, Satlinmas ini milik s a y a d a n o r a n g Penjaringan. Terima kasih ACF sudah membantu meningkatkan kapasitas kita, tetapi kalau ACF ngga ada bukan berarti kita bubar!” (Darwis, Satlinmas Penjaringan, kepada Ben, CO Penjaringan, Juni, 2009)

(3)

PETA RISIKO

V O L U M E 1

Pemetaan Risiko Berbasis Masyarakat

Masyarakat yang siaga terhadap bencana merupakan masyarakat yang siap dan mampu mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kapasitas terhadap risiko bencana yang dihadapi. Dalam membangun kesiapsiagaan terhadap bencana, peningkatan pengetahuan dan pengenalan terhadap karakteristik ancaman perlu dilakukan, selain itu pengenalan masyarakat akan raung atau wilayah tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan akan wilayahnya sendiri sebenarnya telah ada dan berkembang seiring dengan kehidupan mereka yang selalu dinamis atau beraktivitas di dalam atau disekitar wilayahnya. Untuk meningkatkan pemahaman menyeluruh dan lebih waspada terhadap daerah yang lebih rentan dari pada daerah lain, diperlukan sebuah media berupa peta yang mudah dibaca dan ditafsirkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Ketersediaan peta risiko bencana di tingkat pemerintahan administrasi Kelurahan biasanya sedikit jumlahnya bahkan tidak ada dan kurang akurat serta kurang update. Disamping itu peta tersebut kurang mengenai sasaran, oleh karena itu diperlukan suatu Peta Resiko Bencana yang sederhana dan mudah dibaca. Dengan inisiatif ini, ACF mendukung kegiatan pembuatan peta risiko bencana di tiga kelurahan, Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu, dan Penjaringan.

Peran anggota masyarakat dalam pemetaan partisipatif sangatlah penting. Masyarakat menjadi pelaku pemetaan dan informasi yang disajikan bersumber dari informasi masyarakat sendiri. Masyarakat mengidentifikasi, mengumpulkan, memproses, dan menyajikan data yang berkaitan dengan ancaman / bahaya di lingkungannya menjadi sebuah sistem informasi. Semakin banyak masyarakat yang terlibat dalam proses pemetaan akan semakin mendalam informasi yang diperoleh. Masyarakat akan semakin mengenali wilayah tempat tinggalnya dan dapat mengenali ancaman/bahaya yang sewaktu -waktu dapat mangancam kehidupan.

Dalam pembuatan peta risiko, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa komponen-komponen yang mempengaruhi risiko. Berikut penjabarannya:

Semakin besar potensi ancaman, semakin tinggi kerentanan, dan rendah kapasitas yang dimiliki komunitas, maka semakin besar pula risiko bencana yang akan dihadapi sebuah komunitas. Pada tahun 2007, Action Contre la Faim (ACF) melakukan pemetaan resiko bencana di tiga Kelurahan yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Kemudian pada bulan April-Mei 2009, ACF bersama KERTAKAYU memperbaharui peta risiko banjir di tiga kelurahan tersebut. Berikut adalah hasilnya (Laporan Kegiatan Kertakayu, 2009):

Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Cipinang Besar Utara mencapai 26% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 29% tingkat resiko sedang, dan 45% tingkat resiko rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko berubah menjadi 55% tingkat resiko sedang dan 45%

tingkat resiko rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Cipinang Besar Utara telah berkurang

Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Penjaringan mencapai 21% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 41% tingkat resiko sedang, 36% tingkat resiko rendah, dan 2% tingkat resiko sangat rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko berubah menjadi 62% tingkat resiko sedang, 36% tingkat resiko rendah, dan 2% tingkat resiko sangat rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Penjaringan telah berkurang

Pada tahun 2007, tingkat resiko banjir di Kelurahan Kampung Melayu mencapai 46% tingkat resiko tinggi dan sangat tinggi, 39% tingkat resiko sedang, dan 15% tingkat resiko rendah. Pada tahun 2009, tingkat resiko berubah menjadi 85% tingkat resiko sedang, 15% tingkat resiko rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa resiko bencana banjir di Kelurahan Kampung Melayu telah berkurang

Daerah yang semula pada tahun 2007 tingkat resikonya sangat tinggi, saat ini pada tahun 2009 telah berubah tingkat resikonya menjadi tingkat resiko sedang. Sebagian daerah tersebut tingkat resikonya berubah dikarenakan saat ini terdapat Tiang Pancang, Sirine, Signboard, Sensor Air didaerah tersebut, dan terdapatnya kapasitas organisasi penanggulangan bencana.

Sedangkan daerah yang semula pada tahun 2007 tingkat resikonya sedang dan rendah pada tahun 2009 tingkat resikonya tidak berubah, tetapi hanya mengalami peningkatn nilai kapasitas dengan adanya kapasitas organisasi penanggulangan bencana di wilayah Kelurahan Kampung Melayu.

Ternyata teknologi canggih yang disebut teknik Penginderaan Jauh dengan interpretasi/penafsiran citra satelit dan Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan masyarakat, yang penting adalah masyarakat dapat memanfaatkan hasil-hasilnya dengan baik, sehingga meningkatkan pengetahuan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk mengurangi risiko bencana di wilayah tmpat tinggalnya.

RISIKO = Ancaman x Kerentanan Kapasitas 2 36 41 21 2 36 62 0 0 50 100 T in g k a t R is ik o B a n ji r ( % )

Penjaringan

2007 2009 15 39 46 15 85 0 0 50 100 T in g k a t R is ik o B a n ji r (% )

Kampung Melayu

2007 2009 45 29 26 45 55 0 0 10 20 30 40 50 60

rendah sedang tinggi/sangat

tinggi Ti n g ka t R is ik o B a n jir ( % )

Cipinang Besar Utara

2007 2009

(4)

PERTEMUAN PRA—BANJIR

Nama Monika yang indah merupakan sebuah singkatan, yaitu Alat Monitor Informasi Ketinggian Air. Alat ini dipasang di bendungan Katulampa, Bogor pada bulan April 2008 lalu. Monika memiliki peran penting dalam kesiapsiagaan bencana, teknologi canggih ini digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi air di Katulampa, sehingga warga dapat mengantisipasi terjadinya banjir.

Pembuat Monika Ahmad Witjaksono dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menjelaskan cara kerja Monika. Sistem Monika melibatkan pemasangan sensor air di bendungan, sensor ini berwarna biru, untuk mengetahui level siaga (siaga empat sampai siaga satu). Info ini akan masuk ke komputer, yang akan mengirimkan signal ke kelurahan, satlinmas, dan media massa. Untuk kelurahan dan media massa, pihaknya akan memberikan informasi gratis. Pihak kelurahan dan media massa dapat mengirimkan nomor HP yang akan disimpan pada data base Monika. Mereka selanjutnya akan mendapat informasi mengenai ketinggian air secara otomatis. Sedangkan bagi warga lain di DKI Jakarta yang memerlukan info ketinggian air, dapat mengirimkan SMS dengan mengetik Monika ke sebuah nomor telepon, yang kemudian akan dijawab oleh sistem komputer otomatis SMS info ketinggian air. (Harian Umum Pelita, Juni 09)

Pada saat ini Sistem Monika sedang tidak berfungsi akibat sambaran petir beberapa waktu lalu. Tidak hanya Monika, sistem lain di DKI juga ikut terkena imbas sambaran petir ini. Menurut keterangan penjaga pintu air, Andi Sudirman, alat ini sedang diperbaiki dan akan kembali berfungsi pada bulan September 2009. Diharapkan sistem ini dapat berfungsi kembali dan memberikan manfaat bagi warga sekitar.

Pertemuan pra-banjir yang diadakan di Kampung Melayu, Penjaringan, dan Cipinang Besar Utara dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat dalam menangani banjir yang wajib datang setiap tahun. Pertemuan ini ditujukan untuk melihat kembali dan mengukur kesiapan Satlinmas/STPB dan masyarakatnya dalam menghadapi banjir. Untuk menghadapi banjir, idealnya Satlinmas/STPB dan masyarakat telah mempunyai tim yang kompeten, peralatan yang cukup, dan prosedur tetap yang siap untuk dipakai.

Masing – masing pertemuan yang diadakan di tiap kelurahan membawa agenda yang berbeda. Pertemuan pra-banjir yang diadakan di Penjaringan bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan Satlinmas terhadap bencana, meningkatkan koordinasi di setiap pelaku masyarakat, dan mengidentifikasi kebutuhan untuk strategi penanganan banjir tahun 2009. Pertemuan ini menghasilkan struktur baru Satlinmas PBP Penjaringan yang lebih efektif sehingga setiap unit Satlinmas PBP mempunyai rencana kerja yang jelas untuk kesiapsiagaan banjir. Untuk itu, Satlinmas PBP bermaksud untuk mengadakan pertemuan bulanan yang diadakan pada minggu ketiga setiap bulannya. Empat RW di Penjaringan juga telah bersedia untuk berkoordinasi dalam penanganan banjir.

Di Cipinang Besar Utara, agenda pertemuan pra-banjir fokus pada 4 hal yaitu: keterkaitan sistem penanganan bencana yang sudah ada dengan Protap, kapasitas masyarakat untuk menolong dirinya sendiri sewaktu terjadi bencana, kecukupan peralatan, dan koordinasi di antara pelaku penanganan bencana. Hasilnya STPB bersama dengan Kelurahan dan RT/RW akan berkoordinasi bersama untuk mengurangi risiko bencana. Kelurahan juga telah membangun pusat banjir dan mengadakan gerakan kebersihan di setiap RW. Sebagai upaya penanganan banjir juga, sistem peringatan dini akan disebarkan melalui ulama dan RT/RW. Lain halnya dengan Cipinang Besar Utara dan Penjaringan, pertemuan pra-banjir yang diadakan di Kampung Melayu diawali dengan mendiskusikan struktur Satlinmas yang baru dan kemudian mendiskusikan peran – peran setiap unit yang ada di Satlinmas dalam penanganan banjir.

(5)

SEMINAR GURU

V O L U M E 1

Siswa di sekolah merupakan salah satu kelompok yang paling rentan sewaktu bencana terjadi. Bencana bukan saja menyebabkan kerugian harta benda dan kehilangan akses kepada pendidikan tapi juga menyebabkan hilangnya nyawa siswa di sekolah. Karena alasan itulah pendidikan pengurangan risiko bencana untuk guru dan siswa menjadi hal yang sangat penting.

Seminar guru yang diadakan oleh ACF mengundang 20 guru dari 10 sekolah di 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Dalam seminar ini, guru diajak untuk berpartisipasi bersama dalam mengembangkan aksi pengurangan risiko bencana dan turut menggandakan hasil terbaik pengurangan risiko bencana dari sekolah lain. Seminar ini menghasilkan desain tindakan pengurangan risiko bencana yang dapat dilakukan di tingkat sekolah sebelum, saat, dan setelah terjadinya bencana yang terdiri dari daftar masalah yang teridentifikasi, solusi alternatif, Siapa melakukan Apa, jadwal, dan sumber dana dari setiap sekolah.

tang Jakarta sebagai pusat

pemban-gunan nasional yang memberikan

pen-garuh positif dan negatif, kedua adalah

kampanye masyarakat mengenai

kesa-daran terhadap tata ruang kota.

Diskusi radio tahap pertama

membi-carakan tentang tata kota vs banjir

per-kotaan di DKI Jakarta. Topik ini diangkat

untuk melihat pengaruh perkembangan

kota Jakarta sebagai pusat

pemban-gunan nasional terhadap banjir

perko-taan dan antisipasi yang telah

dipersiap-kan oleh pemerintah DKI Jakarta. Dalam

diskusi yang diadakan di Radio Sonora

ini, ACF mengundang narasumber dari

BAPPEDA DKI Jakarta sebagai pakar

pembangunan perkotaan.

Diskusi ini mencakup dua topik besar,

yang

pertama

adalah

mendidik

masyarakat melalui materi diskusi

ten-Karena keterbatasan waktu, tidak semua

pembahasan topik kedua terselesaikan.

Namun tanggapan dari masyarakat cukup

baik terhadap kedua topik di atas. Hal ini

menandakan bahwa masih ada masyarakat

yang peduli dan ingin mengubah keadaan

lingkungan sekitarnya.

mempraktekkan hasil pelatihannya dengan menjadi pasukan yang terlibat aktif dalam kegiatan – kegiatan sebelum, saat, dan sesudah bencana.

Proses pelatihan respon tanggap darurat pun berjalan dengan baik dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Para peserta menjalani pelatihan dengan semangat tinggi sehingga tidak merasa lelah. Kerja sama antar tim yang dilakukan oleh peserta juga berjalan dengan baik dan peserta terlihat kompak dalam menjalankan tugas – tugasnya selama pelatihan berlangsung.

ACF mengadakan program pelatihan respon tanggap darurat dalam rangka melatih pasukan siap siaga menangani bencana banjir yang terjadi di 3 kelurahan, yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan. Sebelum program pelatihan respon tanggap darurat dilaksanakan, ACF terlebih dahulu melakukan perekrutan para peserta yang dapat mengikuti program pelatihan ini.

Tujuan dari perekrutan ini adalah untuk menyaring peserta pelatihan yang mempunyai komitmen kuat untuk membantu masyarakat dalam kesiapsiagaan dan berbadan sehat serta masih muda. Peserta yang telah terrpilih untuk mengikuti program ini diharapkan dapat

PELATIHAN RESPON TANGGAP DARURAT

RADIO TALK SHOW TAHAP 1

”Dinas tata kota telah melakukan pemeliharaan serta pengembangan sarana dan prasarana drainase dan pengendali banjir, namun ada kendala seperti hunian liar di bantaran sungai dan waduk-waduk” (Bappeda, 2009)

(6)

ACTION CONTRE LA FAIM—MISI INDONESIA PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA

BULETIN SIAGA #1

TIM PENYUSUN :

Nina Rossiana, Fredy Chandra, Patricia Dwi Wulandari, Ervin Ayu, Putri Sortaria

KONTAK KAMI : Jl. Dharmawangsa IX no. 120 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, 12160 Tel. +62 21 7257 320, 7220 775 Fax. +62 21 7248 768 Email : acf.dpi.asst@gmail.com www.actioncontrelafaim.org www.drracfjktind.wordpress.com www.drracfjkteng.wordpress.com ACF Internasional

Action contre la Faim (ACF) adalah organisasi non pemerintah yang didirikan di Perancis untuk memberikan bantuan kepada negara-negara di seluruh dunia. Sasaran ACF adalah melawan kelaparan dan penyakit yang mengancam hidup manusia.

Dalam menjalani setiap kegiatan, ACF menghormati prinsip-prinsip: kebebasan, netral, non diskriminasi, akses bebas dan langsung kepada korban, profesionalisme, dan transparansi.

ACF di Indonesia

ACF – Indonesia berdiri sejak tahun 1998 atas permintaan dari Menteri Kesehatan kepada ACF – Perancis untuk meningkatkan akses air bersih dan gizi di Irian Jaya. Sejak itu, ACF – Indonesia menyediakan bantuan kepada lebih dari 350.000 orang yang terkena dampak krisis kemanusiaan di daerah Maluku, Aceh, Jawa, dan Sumatra.

ACF – Indonesia menjalankan programnya di 4 bidang yaitu gizi, ketahanan pangan, air dan sanitasi, dan pengurangan risiko bencana. Di wilayah DKI Jakarta, ACF menjalankan program pengurangan risiko bencana.

Latar Belakang Berdirinya ACF di DKI Jakarta

Jakarta merupakan wilayah yang rawan banjir karena adanya sejumlah sungai yang melintasi kota Jakarta dan karena ada sebagian wilayah Jakarta yang permukaannya rendah. Di samping itu, perilaku manusia dan pengaturan tata air yang kurang baik juga merupakan penyebab utama banjir ini.

Akibat paling buruk yang pernah dialami Jakarta adalah banjir yang terjadi tahun 2002 dan 2007. Kerugian yang dialami saat banjir tahun 2002 adalah sebesar Rp. 9.9 triliun dan pada banjir tahun 2007 adalah sebesar Rp. 8.8 triliun.

ACF Indonesia 2002—2007

Untuk menindaklanjuti banjir tahun 2002, ACF dengan memperoleh dana dari DIPECHO melaksanakan program kesiapsiagaan bencana di Kampung Melayu yang saat itu dinilai rawan terhadap banjir.

Pada tahun 2006, ACF melakukan perpanjangan program hingga tengah tahun 2008 dan memilih tiga kelurahan yaitu Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara,

dan Penjaringan sebagai wilayah dampingannya.

ACF Indonesia 2008—sekarang

Menjelang berakhirnya program di tengah tahun 2008, ACF telah melakukan survey lebih lanjut dalam rangka perpanjangan program. Survey tersebut menghasilkan program yang dimulai dari tengah tahun 2008—sekarang. Judul Program

Memperkuat integrasi pengurangan risiko bencana tingkat lokal di kelurahan Kampung Melayu, Cipinang Besar Utara, dan Penjaringan.

Tujuan Program

Berkontribusi dalam pengurangan kerentanan bahaya dari masyarakat yang tinggal di daerah perkampungan DKI Jakarta melalui sistem penanggulangan bencana yang terintegrasi.

Jangkauan Program

· Meningkatkan efektivitas penanggulangan risiko bencana pada tingkat lokal melalui perencanaan/pengamatan & evaluasi yang lebih baik

Mempromosikan pengetahuan mengenai risiko & kesadaran masyarakat menuju kapasitas respon banjir & bahaya lainnya yang lebih baik

Meningkatkan keamanan masyarakat & mengurangi kerugian pada level komunitas melalui sistim peringatan dini yang terintegrasi

Hasil Program

Menguatnya sistem pengurangan risiko bencana tingkat lokal di 3 kelurahan

Meningkatnya pengetahuan risiko tingkat lokal (institusi dan populasi) di 3 kelurahan

Meningkatnya kemitraan/koordinasi dan bantuan dari pemerintah lokal, daerah, dan pemerintah terhadap inisiatif pengurangan risiko bencana tingkat lokal

Meningkatnya keamanan dan kesiapsiagaan masyarakat di 3 kelurahan

KOMISI

BANTUAN

KEMANUSIAAN

UNI

EROPA (ECHO)

Komisi Bantuan Kemanusiaan Uni Eropa

(ECHO) mendanai kegiatan bantuan untuk

korban bencana alam dan konflik di luar Uni

Eropa. Bantuan disalurkan secara tidak

berpihak, langsung kepada korban, tidak

memandang ras, kelompok etnis, jenis

kelamin, usia, kebangsaan atau paham politik.

Uni Eropa adalah pendonor terbesar untuk

p e n d a n a a n

o p e r a s i o n a l

b a n t u a n

kemanusiaan.

Publikasi ini diterbitkan

dengan

bantuan

Uni

Eropa. Isi dari publikasi

ini tidak merefleksikan

pandangan Uni Eropa.

Referensi

Dokumen terkait

Dari pelaksanaan kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan PPL dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam

untuk dapat meningkatkan efisiensi Perputaran Modal kerja dan struktur modal (DER) merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan perusahaan. Dalam mengelola modal

Dengan dikembangkannya jaringan jalan untuk lajur pesepeda di Kota Semarang diharapkan dapat mendukung implementasi program pembangunan transportasi kendaraan tidak

Pemerintah Indonesia bersedia untuk melalui perundingan dengan negara yang bersangkutan menetapkan suatu garis batas sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan

Pola pertumbuhan ikan lemuru ( Amblygaster sirm ) jantan dan betina di perairan Selat Sunda adalah isometrik, nilai faktor kondisi ikan lemuru meningkat pada bulan Mei dan Juli,

Dokumen Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) berfungsi sebagai dokumen kerja Kepala SKPD untuk masa kerja lima tahun mendatang, Kepala

Jumhur ulama sepakat tentang batas aurat, menurut jumhur semua badan adalah aurat, selain muka dan dua telapak tangannya, berdasarkan ayat di atas, “Dan janganlah mere ka

Perolehan skor yang didapat menunjukkan bahwa kinerja operasional perusahaan sudah dilakukan dengan baik, hampir seluruh aspek indikator penilaian yang terdiri dari