• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ambarwati, et al, Verifikasi Desa ODF (Open Defecation Free) Pasca Pemicuan (Studi di Kelurahan...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ambarwati, et al, Verifikasi Desa ODF (Open Defecation Free) Pasca Pemicuan (Studi di Kelurahan..."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Verifikasi Desa ODF (Open Defecation Free) Pasca Pemicuan (Studi Di Kelurahan

Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan Desa Wringin Telu Kecamatan Puger

Kabupaten jember)

(The Verification of Open Defecation Free (ODF) Village in Post-triggering

Period)

(A Study in Banjar Sengon Village of Patrang Sub-district and Wringin Telu

Village of Puger Sub-district, Jember)

Ela Ambarwati, Anita Dewi Moelyaningrum, Khoiron

Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember

Jalan Kalimantan 37, Jember 68121 e-mail korespondensi: ella.iio.ella@gmail.com

Abstract

Abstrak

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, diketahui bahwa desa yang ditetapkan sebagai ODF yakni Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu masih terdapat masyarakat yang BAB sembarangan meskipun desa tersebut sudah dilakukan pemicuan. Padahal, menurut Kemenkes (2013) parameter desa ODF adalah semua masyarakat BAB hanya dijamban yang sehat. Oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi desa ODF untuk mengetahui kebenaran informasi data desa ODF di kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan di desa Wringin Telu Kecamatan Puger Kabupaten Jember dengan kejadian dilapangan dan melihat faktor apa saja yang mempengaruhinya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hasil verifikasi desa ODF pasca pemicuan di Kelurahan Banjar Sengon dan desa Wringin Telu dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Bapak atau Ibu Rumah Tangga yang berjumlah 104 orang. Berdasarkan kriteria syarat desa ODF, kelurahan Banjar Sengon seluruh kriteria tidak memenuhi syarat. Sedangkan, Desa Wringin Telu terdapat 4 kriteria yang tidak memenuhi syarat dan 1 kriteria yang telah memenuhi syarat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu tidak termasuk desa atau kelurahan ODF

Kata kunci: STBM, Desa ODF, Verifikasi, Pasca Pemicuan

Based on the result of previous study, it is known that the villages which are chosen as ODF villages are Banjar Sengon and Wringin Telu village. Those villages are proven that there still live the societies who open defecation although the villages are given a triggering or CLTS (Community Lead Total Sanitation). Whereas, according to Ministry Of Health (2013) the parameter of ODF village is the whole society defecate only in healthy closet. Therefore, it needs to do verification of ODF villages to know information validity of ODF villages’ data in Banjar Sengon village, Patrang district, and Wringin Telu, Puger sub-district, Jember, by observing the actual activity and seeing the factors that affect it. Objective of this study was purposed to descrip the verification result of ODF villages in the post-triggering period in Banjar Sengon and Wringin Telu village by using descriptive method. The respondents of this study are 104 house-husbands or wives. Based on the criteria of ODF villages, Banjar Sengon village did not fulfill the ODF villages' criteria. Whereas, Wringin Telu village fulfilled only 1 criteria while 4 criteria were inappropriate. Thus, it was concluded that Banjar Sengon and Wringin Telu village did not include to ODF village.

(2)

Pendahuluan

Indonesia telah menerapkan STBM pada pertengahan 2005. Jawa Timur merupakan provinsi dengan pelaksanaan program STBM terbanyak yakni 3.618 desa atau kelurahan sejak pada tahun 2013 [1]. Salah satu kabupaten di Jawa Timur yang menerapkan program STBM adalah Kabupaten Jember dengan kemajuan akses menuju ODF masih sebesar 67,71% belum mencapai 100%. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan, diketahui bahwa desa atau kelurahan di Kabupaten yang sudah ditetapkan sebagai ODF masih terdapat masyarakat yang BAB sembarangan meskipun desa atau kelurahan tersebut sudah dilakukan pemicuan. Padahal, parameter desa atau kelurahan ODF adalah semua masyarakat BAB hanya dijamban yang sehat dan buang tinja atau kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat [2]. Oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi desa ODF untuk mengetahui kebenaran informasi data desa ODF di kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan di desa Wringin Telu Kecamatan Puger Kabupaten Jember dengan kejadian dilapangan dan melihat faktor apa saja yang mempengaruhinya.

ODF (Open Defecation Free) atau Stop BAB sembarangan adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarang yang berpotensi menyebarkan penyakit [3]. Verfikasi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengetahui kebenaraninformasi atas laporan yang disampaikan serta memberikan pernyataan atas keabsahan dari laporan tersebut [4]. Verifikasi tidak dilakukan oleh masyarakat pada komunitas yang mendeklarasikan ODF tersebut, tetapi sebaiknya dilakukan oleh komunitas lain untuk melakukan dan atau pihak lain dari luar komunitas tersebut [5].

Monitoring pasca pemicuan merupakan hal yang sangat penting untuk melihat kemajuan suatu program kegiatan. Bila hal ini tidak dilakukan oleh fasilitaor ataupun petugas lain yang terkait dengan program akan dapat menimbulkan masalah, karena masyarakat akan menurun kembali semangatnya dalam pelaksanaan rencana kegiatan. Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat atau desa akan bertumpu kepada indikator monitoring yang mudah dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat sendiri.

Berdasarkan pendekatan teori Lawrence Green yang dikutip, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk BAB dijamban dalam pencapaian ODF adalah faktor predisposis yang meliputi pengetahuan dan sikap. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu [6]. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek [6].

Faktor pemungkin meliputi kepemilikan jamban, jarak rumah ke tempat BAB selain jamban, pendanaan masyarakat dan material masyarakat. Fasilitas utama dalam

STBM adalah kepemilikan jamban dan sebagai indikator keberhasilan STBM. Berdasarkan hasil penelitian Qudsiyah menyatakan bahwa faktor yang memiliki hubungan paling erat dengan tinggi angka OD (Open Defecation) [7]. Pendanaan masyarakat diperlukan dalam rencana tindak lanjut STBM yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut. Akan tetapi perencanaan anggaran harus realistis untuk kegiatan yang benar-benar membutuhkan dana, artinya tidak mengada-ada. Harus memperhatikan dan mempertimbangkan kegiatan yang memerlukan dana tetapi dapat digabung pelaksanaannya dengan kegiatan lain yang dananya telah tersedia. Rencana anggaran adalah uraian tentang biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan, mulai dari awal sampai selesai [8]. Sumber daya alam merupakan salah satu potensi masyarakat. Masing-masing daerah atau tempat memiliki sumber daya alam yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan [6]. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa material masyarakat yang berasal dari sumber daya alam yang dimiliki memiliki pengaruh dalam pembangunan fasilitas kesehatan sehingga masyarakat dapat meningkatkan derajat kesehatannya.

Faktor penguat merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor penguat tersebut meliputi dukungan keluarga, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan. Menurut Bailon dan Maglya keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan. Masyarakat Indonesia masih paternalistik atau masih berpola (menganut) kepada seseorang atau sosok tertentu di masyarakat yakni tokoh masyarakat. Apapun yang dilakukan pemimpin masyarakat akan diikuti ataua dianut oleh masyarakat. Sebagai petugas kesehatan harus memanfaatkan para tokoh masyarakat sebagai potensi yang harus dikembangkan pemberdayaan masyarakat [6]. Faktor pendorong yang mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku BAB di jamban pasca pemicuan STBM yaitu dorongan keluarga dan petugas kesehatan [9]. Petugas kesehatan adalah fasilitator yang pada saat STBM fasilitator tidak memberikan solusi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan hasil verifikasi desa ODF pasca pemicuan di Kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan desa Wringin Telu serta menggambarkan faktor yang mempengaruhinya yang meliputi faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.

(3)

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga September 2015 di Kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan Desa Wringin Telu Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga yang ada di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu sebesar 7.341 jiwa sedangkan sampel pada penelitian ini adalah Kepala Keluarga sebanyak 104 jiwa.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi dokumentasi, observasi dan wawancara. Studi dokumentasi digunakan data jumlah populasi Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu Kecamatan Puger serta data masyarakat yang menggunakan jamban. Studi observasi digunakan untuk melihat ketersediaaan jamban yang ada di setiap keluarga serta adanya perilaku masyarakat yang kemungkinan masih BAB sembarangan. Wawancara digunakan memperoleh data dai responden terkait faktor predisposisi, faktor pemungkin, faktor penguat.

Hasil Penelitian

Gambaran Faktor Predisposisi Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap di Kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan Desa Wringin Telu Kecamatan PugerKabupaten Jember

Tabel 1. Gambaran Faktor Predisposisi di Kelurahan Banjar sengon dan Desa Wringin Telu

Banja

r Sengon Wringin Telu Faktor

Predisposisi Jumlah Presentase Jumlah Presentase

Pengetahuan rendah Pengetahuan sedang Pengetahuan tinggi 1 16 17 2,94 47,06 50,00 0 28 42 00,00 40,00 60,00 Jumlah 34 100 70 100 Sikap Sikap negatif sikap positif 2113 61,76%38,24% 1753 24,28%75,72% Jumlah 34 100 34 100

Berdasarkan Tabel 1 menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu berpengetahuan tinggi yakni sebesar 17

responden dan 42 responden.

Gambaran Faktor Pemungkin Berdasarkan Kepemilikan Jamban, Jarak Rumah dengan Tempat BAB Selain Jamban, Pendanaan Masyarakat dan Material Masyarakat di Kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan Desa Wringin Telu Kecamatan Puger Kabupaten Jember

Tabel 2. Gambaran Faktor pemungkin di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu

Banja r Sengon Wring in Telu Faktor

Pemungkin Jumlah Presentase Jumlah Presentase Kepemilikan Jamban Ya Tidak 2311 67,6532,35 5812 82,8617,14 Jumlah 34 100 70 100 Jarak Rumah dengan Tempat BAB selain Jamban Dekat Sedang Jauh 13 20 1 38,24 58,82 2,94 27 28 15 38,57 40,00 21,43 Jumlah 34 100 70 100 Pendanaan Masyarakat Dana BOK Koperasi Dana CSR Arisan Dana Pribadi Lain-lain 0 0 0 0 20 14 0 0 0 0 58,82 41,18 0 0 0 0 58 12 0 0 0 0 82,86 17,14 Jumlah 34 100 70 100 Material Masyarakat Air Pasir Batu Kayu Semen Lain-lain 34 0 0 0 0 0 100,00 0 0 0 0 0 70 0 0 0 0 0 100,00 0 0 0 0 0 Jumlah 34 100 70 100

(4)

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin telah memiliki jamban yakni sebesar 23 responden dan 58 responden. Jarak rumah dengan tempat BAB selain jamban menujukkan hasil bahawa sebagian besar responden di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin memiliki jarak sedang yakni sebesar 20 responden dan 28 responden. Pendanaan masyarakat menujukkan hasil bahwa sebagian responden memiliki pendanaan pribadi di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin telah yakni sebesar 20 responden dan 58 responden. Sedangkan material masyarakat menujukkan hasil bahwa secara keseluruhan semua responden menggunakan material berupa air saja.

Gambaran Faktor Penguat Berdasarkan Dukungan Keluarga, Dukungan Tokoh Masyarakat dan Dukungan Petugas Kesehatan di Kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan Desa Wringin Telu Kecamatan Puger Kabupaten Jember

Tabel 3. Gambaran Faktor penguat di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu

Banjar Sengon Wring in

Telu Faktor

Penguat Jumlah Presentase Jumlah Presentase Dukungan Keluarga Rendah Cukup Baik 6 8 20 17,65 23,53 58,82 22 9 39 31,43 12,86 55,71 Jumlah 34 100 70 100 Dukungan Tokoh Masyarakat Rendah Cukup Baik 25 6 3 73,53 17,65 8,82 66 4 0 94,29 5,71 00,00 Jumlah 34 100 70 100 Dukungan Petugas Kesehatan Rendah Cukup Baik 31 2 1 91,18 5,88 2,94 59 11 0 84,29 15,71 00,00 Jumlah 34 100 70 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa hasil penlelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dukungan keluarga baik di Kelurahan Banjar Sengon maupun Desa Wringin Telu yakni sebesar 20 responden dan 39 responden. Dukungan tokoh masyarakat menunjukkan

sebagian besar adalah rendah di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu yakni sebesar 25 responden dan 66 responden. Sedangkan, dukungan petugas kesehatan sebagian besar adalah rendah di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu yakni sebesar 31 responden dan 59 responden.

Gambaran Hasil Verifikasi Desa ODF Kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan Desa Wringin Telu Kecamatan Puger Kabupaten Jember

Penentuan hasil verifikasi berdasarkan skor lembar pengamatan jamban pada setiap rumah tangga yang selanjutnya dilakukan rekapitulasi berdasarkan kriteria ODF dan diberi tanda centang. Berdasarkan hasil verifikasi kelurahan Banjar Sengon seluruh kriteria tidak terpenuhi sebagai desa ODF. Hal ini dibuktikan dengan adanya masyarakat yang masih BAB disungai pada saat observasi tanggal 20 Agustus 2015 dan ditemukan adanya tinja disungai pada saat observasi tanggal 20 Agustus 2015. Selain itu, berdasarkan wawancara ke responden penerapan sangsi, peraturan untuk tidak BAB disungai dan mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat masih belum ada.

Berdasarkan Tabel 4 dan 5 menyatakan bahwa hasil verifikasi desa Wringin Telu terdapat 4 kriteria yang tidak memenuhi syarat dan 1 kriteria yang telah memenuhi syarat. Hal ini dibuktikan dengan adanya masyarakat yang masih BAB disungai pada saat observasi tanggal 28 Agustus 2015. Selain itu, berdasarkan wawancara ke responden penerapan sangsi, peraturan untuk tidak BAB disungai dan mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat belum ada. Berikut adalah hasil verifikasi desa ODF di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu.

Tabel 4. Format Rekapitulasi hasil verifikasi desa ODF Kelurahan Banjar Sengon

Kriteria ODF Beri

Tanda √ tambahanCatatan 1.Semua masyarakat telah

BAB hanya di jamban yang sehat dan membuang kotoran bayi hanya ke jamban - Terdapat masyarakat yang BAB sembarnga n 2. Tidak terlihat tinja atau

kotoran manusia di lingkungan sekitar.

3. Ada penerapan sangsi, peraturan upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah

- Tidak ada penerapan sangsi dan

(5)

kejadiaan BAB di sembarang

tempat peraturan

4. Ada mekasnisme monitoring umum yang dibuat oleh masyarakat untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat

- Tidak ada mekanisme monitoring

5. Ada upaya strategi yang jelas

untuk mencapai Sanitasi Total - Tidak ada upaya strategi

Tabel 5. Format Rekapitulasi hasil verifikasi desa ODF Desa Wringin Telu

Kriteria ODF Beri

Tanda √ tambahanCatatan 1.Semua masyarakat telah BAB

hanya di jamban yang sehat dan membuang kotoran bayi hanya ke jamban

- Terdapat masyarakat

yang BAB sembarngan 2. Tidak terlihat tinja atau

kotoran manusia di lingkungan sekitar.

- Terdapat tinja dilingkungan

sekitar 3. Ada penerapan sangsi,

peraturan upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadiaan BAB di sembarang tempat

- Tidak ada penerapan sangsi dan peraturan 4. Ada mekasnisme monitoring

umum yang dibuat oleh masyarakat untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat

- Tidak ada mekanisme monitoring

5. Ada upaya strategi yang jelas

untuk mencapai Sanitasi Total - Tidak ada upaya strategi

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan responden adalah tinggi sedangkan sikap sebagian besar adalah negatif di Kelurahan Banjar Sengon dan sebagian besar positif di Desa Wringin Telu. Hal ini sesuai dengan penelitian Nielsen menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan dan sikap yang tinggi dalam menjaga kesehatan dan kebersihan. Tetapi pengetahuan yang tinggi tersebut percuma jika penerapan pengetahuan yang tinggi akan pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan tidak

diterapkan secara maksimal, maka akan wajar bila kondisi sanitasi di beberapa wilayah masih juga belum berjalan baik [10]. Kesesuaian teori dan hasil dikarenakan adanya sebagian besar pengetahuan responden tinggi dan terdapat sikap positif tetapi dalam kenyataan dilapangan masih terdapat kebiasaan masyarakat untuk BAB sembarangan. Penyediaan dan pemeliharaan sarana jamban keluarga merupakan kebutuhan dasar setiap rumah tangga dan setiap kepala rumah tangga atau anggota keluarga memiliki tanggung jawab dalam pemenuhannya. Tingkat pengetahuan dan sikap dari kepala keluarga dapat mempengaruhi perilaku buang air besar seluruh anggota keluarga. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lingkungan yang cukup baik akan tidak optimal jika tidak dibuktikan dengan tindakan yang nyata dimana masyarakat seharusnya BAB di jamban bukan di sembarangan tempat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu telah memiliki jamban. Penelitian Fatmawati juga menyatakan bahwa dari 95 responden yang memiliki jamban sebanyak 80 responden (84,2%), sedangkan yang tidak memiliki jamban sebanyak 15 responden (15,78%) [16]. Hal ini sesuai dengan penelitian ini dimana sebagian besar masyarakat telah memiliki jamban. Pada penelitian ini masih ditemukan praktek BAB sembarangan oleh masyarakat. Meskipun terdapat bantuan sarana tempat BAB atau WC umum tetapi tidak menghentikan kebiasaan masyarakat untuk BAB sembarangan. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Waspola yang menyatakan bahwa masyarakat sebagai penerima manfaat sarana yang dibangun merasa bahwa pembangunan bukanlah miliknya. Pendekatan semacam ini terbukti kurang berhasil mempertahankan keberlanjutan fasilitas yang telah dibangun, fasilitas banyak yang tidak terpelihara bahkan rusak [11]. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya pendekatan lain selain pemberian jamban yakni dengan pendekatan pada perubahan perilaku.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jarak sedang antara rumah ke tempat BAB selain jamban. Penelitian Qudsiyah menyatakan bahwa faktor yang memiliki hubungan paling erat dengan tinggi angka OD (Open Defecation) adalah jarak rumah ke tempat BAB [7]. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana jarak sedang merupakan jarak yang masih dapat ditempuh dengan waktu yang tidak terlalu lama menuju tempat BAB selain jamban. Hasil penelitian Suherman yang menyatakan bahwa ketidakmauan menggunakan jamban keluarga bukan karena ada atau tidaknya fasilitas jamban keluarga, melainkan belum memahami manfaat dari buang air besar di

(6)

jamban serta belum dirasakannya kenyamanan membuang air di jamban keluarga [12].

Hasil peneilitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden baik di Kelurahan Banjar Sengon maupun di Desa Wringin Telu menggunakan pendanaan untuk pembuatan secara pribadi. Simbolan menyatakan bahwa sikap ibu terhadap penggunaan jamban adalah setuju jika diiringi dengan faktor ekonomi dan lahan yang tersedia [17]. Kegiatan penciptaan lingkungan yang mendukung adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penciptaan dan penguatan lingkungan pendukung, salah satunya adalah dengan adanya pendanaan [8]. Hasil penelitian tersebut selaras dengan penelitian ini dimana masyarakat menggunakan dana pribadi untuk membuat jamban. Pada waktu wawancara dengan tokoh masyarakat menyatakan bahwa masyarakat sebagian besar sebenarnya mampu untuk membuat jamban jika mau menyicil sedikit demi sedikit dananya tetapi masyarakat lebih memilih mementingkan kebutuhan yang lain terlebih dahulu daripada jamban yang seharusnya menjadi kebutuhan pokok rumah tangga.

Sumber daya alam merupakan salah satu potensi masyarakat. Masing-masing daerah atau tempat memiliki sumber daya alam yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan [6]. Sumber daya alam yang dimiliki dapat berupa semen, pasir, batu, air, kayu dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan responden hanya menggunakan material masyarakat berupa air saja. Tersedianya air bersih sangatlah penting guna keberhasilan program jamban keluarga. Pemanfaatan jamban keluarga tergantung dari ketersediaan air bersih untuk membersihkan kotoran. Penelitian yang mendukung juga dinyatakan oleh Pramudhy bahwa terdapat penurunan angka kejadian diare pada balita setelah pembangunan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan di desa penelitiannya. Varibel yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadiaan diare yaitu sarana membuang air besar dan mencuci tangan setelah membersihkan balita dari buang air besar [13].

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringi Telu sebagian besar memiliki dukungan keluarga yang baik, dukungan tokoh masyarakat dan petugas kesehatan rendah. Meskipun dukungan keluarga baik tetapi masih ditemukan pada keluarga yang tidak memiliki jamban. Hal ini sesuai dengan penelitian Nielsen yang mengatakan bahwa belum maksimalnya kondisi sanitasi dikarenakan masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa jamban bukanlah satu sarana penting yang harus dimiliki tiap keluarga. Bahkan, bila ada tambahan penghasilan, jamban juga belum dinilai sebagai kebutuhan utama. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga yang rendah akan mempengaruhi kondisi sanitasi di tiap keluarga. Sedangkan dukungan tokoh masyarakat dan petugas kesehatan masih rendah [8]. Hal ini selaras dengan peenlitian Mukhreje pada penelitian kualitatif bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan keberhasilan desa ODF setelah dilakukan pemicuan

STBM di Jawa Timur adalah karena adanya kegiatan sosial kemasyarakatan yang baik yakni pemimpin yang terpercaya, adanya gotong–royong dan kebersamaan [14]. Sesuai dengan teori L Green yang menyatakan bahwa keterlibatan tokoh masyarakat merupakan faktor pendorong untuk terjadinya perubahan perilaku kesehatan. Tokoh masyarakat merupakan panutan bagi masyarakat di sekitarnya, sehingga peran mereka sangat diharapkan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan.

Pada penelitian ini masih terdapat masyarakat yang melakukan BAB sembarangan salah satu faktornya adalah karena kurangnya dukungan dari petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan Mukhrejee bahwa tidak adanya sangsi sosial di masyarakat menjadi salah satu faktor kegagalan suatu daerah untuk menjadi daerah bebas BAB sembarangan serta didukung kurangnya monitoring pasca pemicuan CLTS [14]. Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan yang menyatakan bahwa mereka melakukan monitoring pada saat setelah pemicuan tetapi hanya beberapa kali tidak secara terus menerus sehingga perubahan perilaku masyarakat yang sudah baik atau BAB dijamban kembali lagi untuk BAB sembarangan karena tidak adanya monitoring yang berkelanjutan.

Kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang ditetapkan sebagai desa ODF pada tanggal 25 Februari 2015, sedangkan Desa Wringin Telu Kecamatan Puger pada tanggal 26 Februari 2015. Verifikasi perlu dilakukan sebelum dan sesudah ditetapkan 100% bebas BAB ke seluruh desa atau dusun, sehingga terdapat kepastian apakah masyarakat masih berperilaku BAB di jamban atau tidak. Keberadaan jamban di masing-masing rumah tidak menjamin masyarakat sudah berperilaku BAB di jamban. Seringkali jamban sudah terbangun, tetapi kebiasaan BAB yang lama kembali di lakukan [15].

Hasil verifikasi selanjutnya dikategorikan menjadi ODF dan tidak ODF. Penentuan hasil verifikasi berdasarkan skor lembar pengamatan jamban pada setiap rumah tangga yang selanjutnya dilakukan rekapitulasi berdasarkan 5 kriteria ODF. Hasil verifikasi di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu dinyatakan sebagai desa atau kelurahan tidak ODF. Berdasarkan Sekretariat STBM dinyatakan bahwa syarat untuk desa ODF adalah memenuhi 5 syarat [5]. Hal ini tidak sejalan dengan hasil verifikasi pada penelitian ini dimana desa tersebut tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh sekretariat STBM dimana terdapat kriteria syarat desa ODF yang tidak terpenuhi. Keriteria tersebut diantaranya yakni kriteria pertama di kelurahan Banjar Sengon dan desa Wringin Telu tidak memenuhi syarat karena masih terdapat beberapa masyarakat yang BAB di sembarang tempat atau sungai serta kotoran bayi masih terdapat yang

(7)

dibuang dihalaman rumah, tempat sampah dan sungai . Kriteria kedua di kelurahan Banjar Sengon tidak memenuhi syarat karena terdapat bukti hasil observasi ditemukan kotoran atau tinja di sungai dekat rumah warga, sedangkan di desa Wringin Telu telah memenuhi syarat karena tidak ditemukan hasil observasi kotoran atau tinja di lingkungan sekitar. Kriteria ketiga di kelurahan Banjar Sengon dan desa Wringin Telu tidak memenuhi syarat karena tidak terdapat penerapan sangsi, peraturan upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadiaan BAB di sembarang tempat sehingga masyarakat bisa bebas untuk BAB sembarangan. Sangsi atau peraturan perlu diterapkan agar memberikan dampak untuk tidak mengulangi kebiasaan BAB sembarangan kembali. Kriteria ke empat di kelurahan Banjar Sengon dan desa Wringin Telu tidak memenuhi syarat karena tidak terdapat mekanisme monitoring umum yang dibuat oleh masyarakat untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat sehingga tidak ada upaya dari masyarakat untuk mempunyai jamban sehat.Kriteria ke lima di kelurahan Banjar Sengon dan desa Wringin Telu tidak memenuhi syarat karena upaya strategi yang jelas untuk mencapai Sanitasi Total.

Simpulan dan Saran

Tingkat pengetahuan responden di Kelurahan Banjar Sengon dan Desa Wringin adalah sebagian besar tinggi, sedangkan sikap responden di Kelurahan Banjar Sengon sebagian besar radalah negatif dan di Desa Wringin Telu sebagian besar adalah positif. Responden sebagia besar telah memiliki jamban. Jarak rumah ke tempat BAB selain jamban sebagian besar memiliki jarak rumah ke tempat BAB selain jamban berjarak sedang. Pendanaan yang dimiliki masyarakat untuk membangun jamban sebagian besar adalah dana secara pribadi. Material yang dimiliki masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam pembangunan jamban secara keseluruhan hanya memiliki air dalam membantu pembangunan jamban. Dukungan keluarga sebgaian besar adalah baik, sedangkan dukungan tokoh masyarakat dan petugas kesehatan sebagian besar adalah rendah.

Dinas kesehatan kabupaten jember diharapkan segera melakukan pemantauan dan monitoring ke desa ODF secara rutin serta pembentukkan tim khusus untuk melakukan verifikasi ulang di desa yang telah di tetapkan sebagai ODF lainnya. Perlu dilakukan juga pengulangan pelatihan dan pendampingan bagi fasilitator guna mengembalikan daya ingat serta semangat dalam mendukung dan membantu dalam keberlangsungan program STBM untuk mencapai desa ODF di Kabupaten Jember. Bagi puskesmas Patrang dan Kasyan untuk lebih aktif melakukan pemicuan diseluruh dusun yang ada di desa atau kelurahan wilayah kerja puskesmas dalam mendukung capaian desa ODF di Kabupaten Jember.

Daftar Pustaka

[1] Indonesia. Peran pendekatan dan Strategi STBM Mendukung PAMSIMAS. Jakarta: Kemenkes RI; 2014.

[2] Indonesia. Road Map Percepatan Program STBM 2013-2015. Jakarta: Kemenkes RI; 2013. [3] Indonesia. Kurikulum dan Modul pelatihan

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Bagi Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.

[4] Indonesia. Peraturan Meteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat; 2013.

[5] Indonesia. Direktorat Jenderal PP dan PL tentang Panduan Pelaksanaan Verifikasi. Jakarta: Sekretariat STBM; Tanpa Tahun. [6] Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu

Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2007.

[7] Qudsiyah A W. Faktor-Fakor yang Berhubungan dengan Tingginya Angka Open Defecation (OD) di Kabupaten Jember (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Kalisat). Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember; 2014.

[8] Indonesia. Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator. Jakarta: Kemenkes RI; 2014.

[9] Tustanti A A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku BAB dijamban Pasca Pemicuan CLTS.[Tidak Dipublikasikan] Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember; 2011.

[10] Nielsen. Mengembangkan Kampanye Strategi Komunikasi dengan Memahami Perilaku Sanitasi Masyarakat. Indonesia: WSP-World Bank; 2014. http://stbm-indonesia.org/dkconten.php?id=8350

[11] Waspola. Stop Buang Air Besar Sembarangan. Jakarta: Waspola Faacility; 2011.

[12] Suherman F. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketidakmaua Menggunakan Jamban Keluarga pada Lingkungan Perumahan Penduduk di Kecamatan Walantaka Kabupaten Serang Tahun 2001.Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2002.

[13] Pramudhy R. Hubungan Pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan Terhadap Peningkatan Derajat Kesehatan (Studi Kasus di Desa Jambearjodan Desa Klampok Kabupaten Malang). Tesis. Depok: Universitas; 2006. [14] IMukherjee N. Factors Associated with

Achieving and Sustaining Open Defecation Free Communities: Learning from East Java. Water and Sanitation Program; 2001. (ww.wsp.org) [15] Pamsimas. Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis

(8)

Masyrakat dalam Program Pamsimas. Jakarta: Sekretariat Pamsimas; Tanpa Tahun (www.pamsimas.org)

[16] Rahmwati A T. Hubungan Kepemilikan Jamban dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Jatisobo Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamaadyah Surakarta; 2012.

[17] Simbolon A.C. Perilaku Buang Air Besar Pada Ibu Rumah Tangga yang Tidak Memiliki Jamban Keluarga Di Kecamtan Sukaresmi Kabupaten Garut tahun 2009. Skripsi. Depok: FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2009.

Gambar

Tabel 2. Gambaran Faktor pemungkin di Kelurahan  Banjar Sengon dan Desa Wringin Telu
Tabel  3. Gambaran  Faktor  penguat  di  Kelurahan  Banjar  Sengon dan Desa Wringin Telu
Tabel 5. Format Rekapitulasi hasil verifikasi desa ODF  Desa Wringin Telu

Referensi

Dokumen terkait

Edema paru adalah akumulasi cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravascular. Edema paru terjadi

Klakah Jumlah dokumen rencana kerja anggaran (RKA) SKPD yang disusun 1 Dokumen 4 Program Penyelenggaraan Penerintahan Kecamatan Peningkatan Pelayanan Administrasi Pada

Boediharti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Kue D’Wonk di Jakarta Pusat”, hasil penelitiannya menyatakan bahwa berdasarkan matriks IFE diketahui

Lemak (minyak) hewani dan nabati merupakan campuran dari gliserida dan komponen- komponen yang lain, sehingga tidak mempunyai titik cair yang tepat, tetapi mencair

pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang dibutuhkan dalam melakukan rekonstruksi sesuai dengan kondisi terakhir pada kegiatan pemugaran Bangunan dan/atau Struktur

Alokasi waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran olahraga permainan Bocce untuk mengembangkan dan melatih Gross Motor Skills pada peserta didik tunagrahita adalah

Perusahaan pertambangan merupakan salah satu sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perkembangan industri pertambangan begitu pesat saat ini

Penggunaan bahan campuran garam dapur (NaCl) sebagai bahan stabilisasi pada tanah lempung Ekspansif mampu menurunkan kadar air dari tanah asli sebesar 15,73% menjadi 4,63%