• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pendahuluan. pendapatan nasional, dalam penyediaan lapangan kerja (employment), maupun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I Pendahuluan. pendapatan nasional, dalam penyediaan lapangan kerja (employment), maupun"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 Bab I

Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Indonesia. Sektor

pertanian mendapat prioritas utama karena sektor ini memang merupakan sektor

dominan dalam ekonomi nasional, baik ditinjau dari kontribusinya dalam

pendapatan nasional, dalam penyediaan lapangan kerja (employment), maupun

sebagai sumber devisa. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Arifin

(2005:25-26) dimana di tingkat teoritis dan empiris, para ahli ekonomi pertanian pun

sepakat bahwa sektor pertanian telah terbukti menjadi pengganda pendapatan

(income multiplier) dan pengganda tenaga kerja (employment multiplier) yang berkontribusi pada pembangunan suatu bangsa. Jika dilihat dari Produk Domestik

Bruto (PDB) Indonesia pada triwulan III-2014 atas dasar harga berlaku yang

dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2014), sektor pertanian menyumbang

pemasukan sebanyak 398,4 triliun rupiah terhadap PDB nasional. Atas dasar

berbagai hal tersebut, maka Indonesia harus terus menerus melakukan

pembangunan di sektor pertanian.

Terdapat tantangan tersendiri untuk membangun sektor pertanian.Pertama,

jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1990

jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 179.378. 946 jiwa, pada tahun 2000

sebanyak 206.264.585 jiwa, dan pada tahun 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa

(Badan Pusat Statistik, 2010).Adanya peningkatan jumlah penduduk tersebut

(2)

2 kebutuhan penduduk Indonesia dalam hal pangan. Kedua, kecenderungan yang

terjadi adalah semakin sedikit masyarakat di Indonesia yang mau bekerja sebagai

petani. Ditambah lagi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2013) jumlah

rumah tangga usaha pertanian pada tahun 2013 semakin menurun jika

dibandingkan dengan tahun 2003, yaitu sebagai berikut:

Grafik 1.1: Grafik Rumah Tangga Usaha Pertanian 2003 dan 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tidak hanya sampai disitu saja, jika dilihat dari sisi petani, juga terdapat

tantangan-tantangan untuk membangun sektor pertanian. Pertama, biaya yang

dikeluarkan petani untuk memproduksi hasil pertanian semakin mahal. Hal

tersebut dikarenakan adanya kebijakan pemerintah tentang pencabutan subsidi

pupuk (Sunartiningsih (ed.), 2004). Selain itu, penggunaan mesin pertanian dapat

menambah biaya produksi hasil pertanian yang dilakukan oleh pertani. Hal

tersebut diperkuat dengan pernyataan Salikin (2003) yaitu mekanisasi di bidang

pertanian banyak menimbulkan akibat buruk, salah satunya adalah memerlukan

(3)

3 variabilitas produksi pertanian. Sudaryanto dan Rusastra (2006) menyebutkan

terdapat tantangan dan hambatan internal dalam perumusan reorientasi arah dan

penyesuaian kebijakan usaha tani tanaman padi, salah satunya adalah peningkatan

variabilitas produksi sebagai akibat makin rentannya usaha tanu padi terhadap

perubahan iklim dengan tingkat ancaman yang semakin meningkat dan tidak

menentu. Terakhir, semakin sedikitnya lahan yang dapat ditanami oleh petani. Hal

tersebut terjadi karena adanya alih fungsi lahan pertanian. Badan Pusat Statistik

menunjukkan di Pulau Jawa setiap tahun telah terjadi alih fungsi lahan pertanian

seluas 27.000 hektar, sedangkan secara nasional mencapai 100.000 hingga

110.000 hektar pertahun (Suardana, 2011).

Saat ini, perencanaan pembangunan pertanian dilakukan secara bottom-up.

Program pembangunan pertanian dijabarkan dalam bentuk kegiatan dengan

memperhatikan resource endowment (sumber daya alam, manusia, kapital,

teknologi, kondisi internal dan eksternal peraturan, perkembangan, keterbatasan

peran dan kewenangan) (Mayrowani, 2012:36). Salah satu strategi pembangunan

pertanian yang gencar dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah melalui

pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian. Sesuai dengan Undang-Undang

No. 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani, penguatan

kelembagaan petani merupakan salah satu strategi pemberdayaan petani. Wujud

dari kelembagaan petani di level desa adalah gabungan kelompok tani (gapoktan).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.82 tahun 2013 tentang

Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani, gabungan

(4)

4 mulai dari sektor hulu sampai hilir secara komersial dan berorientasi pasar,

dimana gapoktan dapat memberikan pelayanan informasi, teknologi dan

permodalan kepada anggota kelompoknya serta menjalin kerjasama dengan pihak

lain. Didasarkan oleh hal tersebut, adanya gapoktan diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi petani dimana mereka akan mendapatkan kemudahan dalam

memperoleh sarana dan prasarana produksi, modal, informasi teknologi,

pemasaran dan lain-lain. Selain itu, diharapkan kelembagaan petani harus menjadi

soko guru bagi usaha-usaha menjaga keberlangsungan melalui peningkatan

partisipasi petani dalam berswadaya untuk melakukan rehabilitasi dan

memperluas jaringan petani, memecahkan persoalan yang berhubungan dengan

pertanian (Susesno dan Suyatna, 2006:113). Oleh karena itu, gapoktan harus tetap

berupaya untuk mencapai tujuan dibentuknya gapoktan, sehingga manfaat adanya

gapoktan dapat dirasakan oleh anggota/petani. Hal sebaliknya akan terjadi jika

gapoktan tidak berupaya untuk mencapai tujuannya.

Jika membahas mengenai pencapaian tujuan gapoktan, maka gapoktan perlu

untuk memperhatikan produktivitasnya. Hal tersebut dikarenakan produktivitas

berhubungan dengan seberapa baik gapoktan memanfaatkan sumber daya-sumber

daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan tertentu. Produktivitas terkait dengan

efektivitas dan efisiensi. Menurut Stoner (1982) efektivitas merupakan suatu

kunci dari kesuskesan organisasi. Di sisi lain, efisiensi merupakan cara terbaik

yang dilakukan untuk mencapai tujuan tanpa adanya pemborosan sumber daya

(5)

5 hanya memikirkan laba yang didapatkan, tetapi juga perencanaan jangka panjang

gapoktan agar tetap eksis.

Tanpa mengabaikan faktor lain salah satu faktor yang dapat dimanfaatkan

untuk mencapai tujuan gapoktan adalah modal sosial. Modal sosial merupakan

modal yang dimiliki oleh masyarakat sebagai hasil dari interaksi yang dilakukan

masyarakat itu sendiri. Terdapat tiga unsur dalam modal sosial yaitu kepercayaan,

norma, dan jaringan. Adanya kepercayaan (trust) membuat setiap orang menjadi

lebih dekat dan terjalin keakraban. Akibatnya, partisipasi masyarakat untuk

mencapai tujuan bersama akan meningkat. Untuk menjalin keakraban dan

mencapai tujuan bersama, dibutuhkan norma untuk membentuk perilaku

masyarakat dan sebagai batasan masyarakat dalam berperilaku. Terakhir,

masyarakat perlu untuk membentuk jaringan dengan pihak lain, sehingga

masyarakat dapat lebih berkembang.

Modal sosial di Indonesia sebenarnya menjadi suatu alternatif pembangunan

dan pemberdayaan masyarakat karena kondisi masyarakat yang sangat komunal

dan memiliki nilai-nilai yang sebenarnya sangat mendukung pengembangan dan

penguatan modal itu sendiri (Novita, 2008:1). Selanjutnya, menurut Mawardi

(2007:13) pemberdayaan masyarakat harus memasukkan dimensi modal sosial

sebagai salah satu komponennya dan pemberdayaan masyarakat akan mengalami

kegagalan tanpa menyadari pentingnya melibatkan dimensi kultural dan

mendayagunakan peran modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat dalam

mempercepat dan mengoptimalkan hasil dari proses pemberdayaan itu sendiri.

(6)

6 sehingga gapoktan dapat menjalankan fungsinya, menjaga eksistensinya dan

mencapai tujuan dibentuknya gapoktan.

Kabupaten Madiun merupakan salah satu kabupaten yang memiliki

konsentrasi pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang

menyumbang terbesar pada PDRB Kabupaten Madiun.

Tabel 1.1: PDRB Kabupaten Madiun Tahun 2010-2013 Berdasarkan Harga Berlaku (000.000 Rp.)

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Madiun

Petani di Kabupaten Madiun mempunyai andil besar dalam membantu

pemerintah menyediakan pangan bagi masyarakat, dimana petani Kabupaten

Madiun mampu meningkatkan hasil produksi padi rata-rata mencapai 5%

pertahunnya (Suparman, 2013). Salah satu faktor yang mendukung peningkatan

produksi adalah adanya peran aktif petani untuk ikut dalam kelembagaan petani.

Bupati Madiun juga menyarankan bahwa petani ikut bergabung dalam kelompok

tani agar petani dapat lebih maju dan pengetahuan yang dimiliki petani dapat lebih

(7)

7 Madiun, jumlah kelompok tani di Kabupaten Madiun sebanyak 764 kelompok.

Selanjutnya, terdapat kelompok tani yang sudah tergabung dalam gapoktan

dimana jumlah gapoktan Kabupaten Madiun berjumlah 206 gapoktan, 140

diantaranya merupakan gapoktan produktif dan sisanya merupakan gapoktan yang

tidak produktif. Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Madiun menyebutkan

bahwa gapoktan dapat dikatakan produktif apabila gapoktan setidaknya

melaksanakan satu fungsi gapoktan. Sebaliknya, gapoktan dapat dikatakan tidak

produktif jika tidak/belum melaksanakan fungsi gapoktan.

Gapoktan Kenongorejo merupakan salah satu gapoktan yang produktif di

Kabupaten Madiun. Beberapa upaya yang dilakukan gapoktan untuk menjadikan

dirinya tetap produktif, yaitu: (1) gapoktan aktif melakukan kegiatan simpan

pinjam dan memberikan kemudahan bagi anggota untuk mengakses dana simpan

pinjam; (2) gapoktan memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh

anggota, seperti mengenai bantuan dari pemerintah maupun pengetahuan di

bidang pertanian; (3) gapoktan menjadikan dirinya sebagai sarana untuk

memasarkan hasil pertanian anggota; dan (4) gapoktan berupaya membangun

partisipasi serta kerjasama antar anggota gapoktan dalam menjalankan berbagai

usaha tani baik di tingkat gapoktan maupun kelompok tani. Berbagai upaya yang

telah disebutkan sebelumnya mengantarkan gapoktan menjadi gapoktan yang

berprestasi. Pada Tahun 2014, Gapoktan Kenongorejo mendapat penghargaan

juara 2 Gabungan Kelompok Tani Berprestasi Tingkat Provinsi Jawa Timur.

Di sisi lain, Gapoktan Sambirejo juga merupakan gapoktan yang produktif

(8)

8 menjadikan dirinya tetap produktif, yaitu: (1) gapoktan menjalani beberapa

kemitraan dengan pihak lain, sehingga gapoktan dapat membeli dan memasarkan

hasil pertanian petani; (2) gapoktan memberikan informasi bagi petani terkait

dengan pertanian; (3) gapoktan juga memberdayakan ibu-ibu Desa Sambirejo

dengan mengikutkan mereka dalam kegiatan gapoktan. Adanya upaya-upaya

tersebut membuat gapoktan dapat menjalankan lima unit usaha gapoktan. Pada

tahun 2013, Gapoktan Sambirejo mendapatkan penghargaan terbaik kedua

kategori pelaku pembangunan ketahanan pangan kegiatan pemberdayaan

masyarakat sesuai dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor

188/766/KPTS/013/2013 tentang Pemberian Penghargaan Adhikarya Pangan

Nusantara Provinsi Jawa Timur Tahun 2013. Selain itu, Gapoktan Sambirejo juga

mendapatkan penghargaan sebagai gapoktan berprestasi tingkat nasional tahun

2011 dalam kegiatan produksi pupuk organik dan produksi kopi susu kedelai,

juara 1 Lomba Gapoktan PUAP Tingkat Jawa Timur dalam rangka memperingati

Hari Krida Pertanian (HKP) ke 39 tahun 2011 dan juara 1 Lomba Agribisnis

Kedelai Tingkat Provinsi Jawa Timur dalam rangka memperingati Hari Krida

Pertanian (HKP) ke 39 tahun 2011. Akan tetapi, sayangnya pada tahun 2014

gapoktan mengalami collapse, sehingga aktivitas-aktivitas dalam gapoktan

dihentikan.

Berbagai prestasi telah didapatkan oleh Gapoktan Kenongorejo dan

Gapoktan Sambirejo. Maka, seharusnya modal sosial pada kedua gapoktan

tersebut telah dimanfaatkan untuk mencapai produktivitas gapoktan. Didasarkan

(9)

9 sosial dalam produktivitas gapoktan. Hal tersebut dilakukan guna melihat

kontribusi modal sosial dalam upaya pencapaian tujuan gapoktan.

1.2 Critical Review

Penelitian-penelitian mengenai modal sosial sebelumnya telah cukup

banyak dilakukan. Pertama, penelitian dilakukan oleh Budiono (2010) berjudul “Pengaruh Modal Sosial Terhadap Keberlanjutan Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Gunung Kidul”. Penelitian ini melihat bagaimana pengaruh modal sosial terhadap keberlanjutan kelompoktani serta faktor yang

mempengaruhi modal sosial dalam kelompok tani. Unsur modal sosial yang

ditekankan dalam keberlanjutan Kelompoktani Hutan Kemasyarakatan adalah

membangun jaringan antar sesama anggota. Hal tersebut dikarenakan, atas dasar

membangun jaringan itulah sesama anggota pada kelompok dapat menjadi akrab,

sehingga unsur yang lain akan terbangun.

Kedua, penelitian dilakukan oleh Ketaren (2010) berjudul “Pemanfaatan

Modal Sosial Petani Dalam Pertanian Berkelanjutan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Daerah, Studi Kasus Modal Sosial Petani di Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta”. Penelitian ini melihat pemanfaatan modal sosial dalam pembangunan pertanian. Unsur-unsur

modal sosial dalam masyarakat di optimalkan sehingga pembangunan pertanian

berkelanjutan terwujud, meskipun terdapat hambatan-hambatan yang nantinya

akan terjadi.

Ketiga, penelitian dilakukan olehWuysang (2014) berjudul “Modal Sosial

(10)

10 Pengembangan Usaha Kelompok Tani di Desa Tincep, Kecamatan Sonder)”. Penelitian ini melihat pemanfaatan modal sosial dalam pengembangan usaha

kelompok tani. Hasil dari penelitian yang dilakukan adalah modal sosial

kelompok tani turut menentukan aktivitas kelompok tani yang juga

memperngaruhi pendapatan petani.Oleh karena itu, semakin baiknya

pembentukan modal sosial dalam kelompok tani, maka semakin mempengaruhi

tingkat pendapatan petani.

Berdasarkan ketiga penelitian di atas, modal sosial dibutuhkan dalam

mendukung pembangunan dalam bidang pertanian. Jika dilihat dari sisi kelompok

tani, modal sosial dimanfaatkan untuk menjaga keberlanjutan serta

mengembangkan usaha tani suatu kelompok.Gapoktan merupakan suatu lembaga

di sektor pertanian, sebagai wadah petani untuk meningkatkan ekonomi dan

efisiensi usaha yang dilakukannya. Hal tersebut menjadi landasan penelitian “Peran Modal Sosial Dalam Produktivitas Gapoktan” dilakukan.Penelitian ini melihat modal sosial yang dimiliki oleh gapoktan. Selanjutnya, juga

dilihatbagaimanapemanfaatan dan peran modal sosial tersebut terhadap

produktivitas gapoktan, sehingga gapoktan dapat mencapai tujuannya. Penelitian

yang telah dilakukan diharapkan nantinya dapat memberikan penjelasan yang

lebih mendalam mengenai peran modal sosial terhadap produktivitas dalam

(11)

11 1.3 Rumusan Masalah

Untuk melihat peran modal sosial dalam produktivitas gapoktan, maka

rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran

modal sosial dalam produktivitas gapoktan?”. Peran modal sosial merupakan poin penting dalam penelitian ini.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk menjawab rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian yang

dilakukan adalah:

1. Untuk menganalisis modal sosial yang ada pada gapoktan di Kabupaten

Madiun

2. Untuk mengetahui peran modal sosial dalam produktivitas gapoktan di

Gambar

Grafik 1.1: Grafik Rumah Tangga Usaha Pertanian 2003 dan 2013
Tabel 1.1: PDRB Kabupaten Madiun Tahun 2010-2013 Berdasarkan Harga  Berlaku (000.000 Rp.)

Referensi

Dokumen terkait

Atas dasar uraian di atas, maka mendorong peneliti untuk memanfaatkan lendir bekicot sebagai salah satu bahan obat yang efektif untuk penyembuhan luka bakar dan

Tujuan yang ingin dicapai dari “Penciptaan Buku Ilustrasi Jajan Tradisional di Surabaya Untuk Anak-Anak Sebagai Upaya Pengenalan Warisan Kuliner Indonesia” adalah untuk

Langkah pertama, identifikasi fungsi-fungsi sebagai parameter perhitungan terhadap proyek dengan pendekatan Data Flow Diagram. Langkah kedua, mengklasifikasikan tipe fungsi

Selain karena faktor kontak langsung antar etnis, stereotype yang lebih positif ini didasarkan pada adanya kesamaan tujuan antara subjek penelitian dengan etnis

Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antar individu badak Sumatera dan spesies badak lain melalui penggunaan analisis perhitungan Pairwie Distance

Korelasi fenotipe antar karakter yang menunjukkan nilai negatif nyata dapat dilihat pada sifat tinggi tanaman dengan panjang tongkol, tinggi tanaman dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh total quality management dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan (studi kasus pada Bank BRI Syariah

Nongo and Iknanyon (2012) menyatakan bahwa budaya organisasi penting untuk meningkatkan komitmen karyawan, namun tidak semua aspek budaya organisasi dapat meningkatkan