PENGARUH KONVERSI LAHAN TERHADAP LIVELIHOOD ASSET DAN STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA BURUH TANI
TUTI ARTIANINGSIH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Livelihood Asset dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Tuti Artianingsih
ABSTRAK
TUTI ARTIANINGSIH. Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Livelihood Asset dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani. Dibawah Bimbingan HERU PURWANDARI
Konversi lahan merupakan perubahan penggunaan lahan dari (sektor) pertanian ke (sektor) non-pertanian. Konversi lahan yang terjadi di Desa Ciamanggu Satu menyebabkan perubahan pola kerja, perubahan tingkat pendapatan, perubahan luas lahan yang dikerjakan dan perubahan pendapatan. Dampak konversi lahan akan mempengaruhi strategi nafkah yang dilakukan buruh tani. Strategi nafkah yang gunakan oleh rumah tangga buruh tani tidak hanya pada sektor pertanian melainkan juga pada sektor non pertanian. Penerapan strategi nafkah yang dilakukan meliputi rekayasa sumber nafkah pertanian, pola nafkah ganda dan rekayasa spasial (migrasi). Bentuk strategi nafkah yang digunakan dipengaruhi oleh pemanfaatan sumber nafkah yang dimiliki rumah tangga buruh tani. Sumber nafkah tersebut terdiri dari pamanfaatan modal manusia, modal alam, modal fisik, modal finansial, dan modal sosial.
Kata kunci : Konversi Lahan, Aset Nafkah dan Strategi Nafkah.
ABTRACT
TUTI ARTIANINGSIH. Land Conversion Influence Against Hodge’s Livelihood Asset and Livelihood Strategies. Supervised by. HERU PURWANDARI.
Land conversion is land use change from agricultural (sector) to non-agricultural (sector). Land conversion that occurred in the Cimanggu Satu village caused work patterns change, revenue change levels, undertaken land area change, and income change. The impact of land conversion will affect the livelihood strategies that hodge attitude. Livelihood strategies applied by hodge household not only in the agricultural sector but also on non-agricultural sector. The application of livelihood strategies was conducted on the engineering of agricultural livelihoods, double livelihood patterns and spatial engineering (migration). Form of livelihood strategies that conducted are affected by the livelihood utilization of hodge household. Livelihoods consists of the utilization of human capital, natural capital, physical capital, financial capital and social capital.
PENGARUH KONVERSI LAHAN TERHADAP LIVELIHOOD ASSET DAN STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA BURUH TANI
TUTI ARTIANINGSIH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Livelihood Asset dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani.
Nama : Tuti Artianingsih
NIM : I34100102
Disetujui oleh
Heru Purwandari SP, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Untaian puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, yang masih memberikan nikmat jasmani dan rohani serta waktu yang bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Livelihood Asset dan Strategi Nafkah Rumah Tangga Buruh Tani “ dapat diselesaikan tanpa hambatan dan masalah yang berarti.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Almarhum Ayah Mista, Ibunda Titin, Kakak-kakak semuanya Mimin, Tati, Atma, Atam, Sumanta dan Rukanta, yang merupakan sumber motivasi penulis dalam segala hal.
2. Heru Purwandari SP, MSi, dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berarti selama penulisan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, MSc, dosen penguji utama pada ujian skripsi. 4. Ir. Sutisna Riyanto, MS, dosen penguji anggota pada ujian skripsi.
5. Dikti dan Kemendikbud yang telah memberikan beasiswa penuh selama kuliah serta Direktorat Kemahasiswaan yang telah membantu kelancaran kuliah serta atas semangat dan motivasi untuk berprestasi.
6. Teman-teman seperjuangan Zamaludin, Salis Rizka, Sari Lestari, Anjas, Saefihim, Mohamad Soleh, dan Saef Nurjaman atas semangat dan kebersamaan layaknya keluarga.
7. Keluarga Ibu Mimin dan warga Desa Cimanggu Satu atas dukungan, kerjasama serta kebersamaan layaknya keluarga selama penelitian.
8. PT. GC atas kerjasamanya selama penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan SKPM 47 atas semangat dan kebersamaan selama ini.
10.Semua pihak yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca dalam memahami lebih jauh tentang konversi lahan.
Bogor, Juli 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 3
Tujuan Penelitian 4
Kegunaan Penelitian 4
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Struktur Agraria dan Konversi Lahan 5
Strategi Nafkah 8
Hubungan Konversi Lahan dan Strategi Nafkah Petani 11
Kerangka Pemikiran 12
Hipotesis Penelitian 14
Definisi Operasional 15
PENDEKATAN LAPANG 23
Lokasi dan Waktu Penelitian 23
Metode Penelitian 23
Penentuan Responden dan Informan Penelitian 23
Teknik Pengumpulan Data 24
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 24
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25
Peta Sosial Desa Cimanggu Satu 25
Struktur Agraria Desa Cimanggu Satu 31
Ikhtisar 35
PENGARUH KONVERSI LAHAN TERHADAP BURUH TANI 38
Perubahan Pola Kerja 38
Perubahan Kesempatan Kerja 40
Perubahan Pendapatan 45
Ikhtisar 47
ANALISIS PENGARUH KONVERSI LAHAN 49
TERHADAP LIVELIHOOD ASSET 49
Modal Manusia 50
Modal Alam 52
Modal Fisik 54
Modal Finansial 56
Modal Sosial 58
Ikhtisar 60
ANALISIS STRATEGI NAFKAH BURUH TANI 63
Strategi Nafkah Berdasarkan Modal nafkah yang dimanfaatkan 65
Ikhtisar 68
ANALISIS DAMPAK LANJUTAN KONVERSI LAHAN TERHADAP BURUH
TANI 72
PENUTUP 76
Simpulan 76
Saran 77
DAFTAR PUSTAKA 78
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Definisi operasional dampak konversi lahan 15 Tabel 2 Definisi operasional dampak konversi lahan perubahan pola
kerja
16 Tabel 3 Definisi operasional dampak konversi lahan tingkat
kesempatan kerja
16 Tabel 4 Definisi operasional dampak konversi lahan tingkat
penguasaan lahan tempat bekerja
17 Tabel 5 Definisi operasional dampak konversi lahan tingkat
pendapatan
18
Tabel 6 Definisi operasional modal manusia 19
Tabel 7 Definisi operasional modal fisik 19
Tabel 8 Definisi operasional modal finansial 20
Tabel 9 Definisi operasional modal sosial 20
Tabel 10 Definisi operasional modal alam 21
Tabel 11 Luas dan presentase lahan menurut penggunaanya 27 Tabel 12 Jumlah dan presentase penduduk Desa Cimanggu Satu Tabel 15 Jumlah dan persentase perubahan pola kerja sebelum dan
sesudah konversi lahan
37 Tabel 16 Hasil uji T-test paired perubahan pola kerja di Desa Cimanggu
Satu
38 Tabel 17 Jumlah dan persentase perubahan kesempatan kerja sebelum
dan sesudah konversi lahan
40 Tabel 18 Hasil uji T-test paired perubahan kesempatan kerja di Desa
Cimanggu Satu
40 Tabel 19 Jumlah dan persentase perubahan pengusaan lahan tempat
bekerja sebelum dan sesudah konversi lahan
43 Tabel 20 Hasil uji T-test paired perubahan luas lahan di Desa Cimanggu
Satu
44 Tabel 21 Jumlah dan persentase perubahan pedapatan sebelum dan
sesudah konversi lahan
45 Tabel 22 Hasil uji T-test paired perubahan pendapatan di Desa
Cimanggu Satu
45 Tabel 23 Jumlah dan presentase tinggkat pemanfaatan livelihood asset 49 Tabel 24 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap
modal manusia
51 Tabel 25 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal
nafkah modal manusia
Tabel 26 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap modal alam
53 Tabel 27 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal
nafkah modal alam
53
Tabel 28 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap modal fisik
55 Tabel 29 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal
nafkah modal fisik
55 Tabel 30 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap
modal finansial
57 Tabel 31 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal
nafkah modal finansial
57 Tabel 32 Jumlah dan presentase pengaruh konversi lahan terhadap
modal sosial
59 Tabel 33 Hasil uji pengaruh variabel konversi lahan terhadap modal
nafkah modal sosial
59
Tabel 34 Jumlah dan presentase buruh tani berdasarkan strategi nafkah yang digunakan
64 Tabel 35 Strategi nafkah buruh tani sesuai dengan modal nafkah yang
dimanfaatkan
65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Analisis dampak konversi lahan terhadap
strategi nafkah buruh petani 14
Gambar 2
Sketsa konversi lahan di Desa Cimanggu satu PT. GC 33 Gambar 3 Grafik presentase rumah tangga buruh tani berdasarkan
strategi nafkah yang dilakukan setelah konversi lahan di Desa Cimanggu satu terjadi
65 Gambar 4 Jumlah rumah tangga usaha pertanian dan jumlah
perusahaan pertanian berbadan hukum pada tahun 2003 dan tahun 2013, Kabupaten Bogor
72 Gambar 5 Jumlah rumah tangga usaha pertanian dan jumlah
perusahaan pertanian berbadan hukum pada tahun 2003 dan tahun 2013, Kec. Cibunngbulang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana kegitan penelitian 79
Lampiran 2 Peta lokasi penelitian Desa Cimanggu Satu 80
Lampiran 3 Dokumentasi penelitian 81
Lampiran 4 Hasil uji statistik paired samples test 84 Lampiran 5 Hasil uji statistik regresi linear 86
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama khususnya di pedesaan. Pemanfaatan sumberdaya agraria merupakan satu upaya untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Lahan merupakan salah satu sumber utama dalam melaksanakan program pembangunan, oleh karena itu lahan disebut juga sebagai faktor penting dalam pembangunan. Pembangunan memang tidak lepas dari resiko, baik lingkungan fisik maupun pada lingkungan komunitas sosial. Pertumbuhan yang sangat pesat menyebabkan terjadinya konversi lahan secara besar-besaran di Indonesia. Konversi lahan menjadi pemukiman, perkantoran, industri maupun untuk infrastruktur pendukung semakin meningkat. Fenomena ini merupakan dampak proses transformasi struktur ekonomi dari pertanian keindustri.
Konversi Lahan adalah proses alih fungsi lahan khususnya dari lahan pertanian ke non-pertanian atau dari lahan non-pertanian ke lahan pertanian. Berdasarkan Sensus Pertanian (SP) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode 1983-1993 konversi lahan pertanian mencapai 1.280.268 hektar dan sebagian besar terjadi di Jawa. Sedangkan selama periode 1993-2003 konversi lahan pertanian sebesar 1.284.109 hektar terjadi di Sumatera, dalam rentang waktu tersebut di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia seperti, Jawa, Nusa Tenggara, Sumatera, Kalimantan, Maluku, dan Irian Jawa, terjadi penurunan luasan area lahan pertanian pangan. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004 menunjukkan bahwa besaran laju alih fungsi lahan pertanian dari lahan sawah ke non sawah sebesar 187.720 ha per tahun, dengan rincian bahwa alih fungsi ke non pertanian sebesar 110.164 ha per tahun dan alih fungsi ke pertanian lainnya sebesar 77.556 ha per tahun. Adapun alih fungsi lahan kering pertanian ke non pertanian sebesar 9.152 ha per tahun. Berdasarkan sintesis data dan informasi dari sejumlah hasil penelitian dan data yang dipublikasikan oleh sejumlah lembaga terkait, diperkirakan luas lahan sawah yang terkonversi tidak kurang dari 150.000 hektar/tahun.
berusaha mengikuti rencana yang telah dibuat serta proses penggandaan tanah, secara administratif mengikuti aturan, tetap mendahulukan pihak yang relatif lebih dominan.
Konversi lahan umumnya membawa dampak negatif bagi para petani, hasil penelitian Sumaryanto et al. (1995) dalam penelitianya menjelaskan bahwa alih fungsi lahan selain menyebabkan rusaknya jaringan irigasi, pencemaran air, dan rusaknya keseimbangan ekologi sawah. Konversi lahan berdampak pula pada hilangnya peluang atau kesempatan dalam memproduksi hasil pertanian yang terkonversi. Lebih lanjut, kerugian tersebut juga berdampak pada hilangnya peluang pendapatan dan kesempatan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) dari kegiatan ekonomi usahatani.
Konversi lahan tersebut membuat petani harus mampu beradaptasi terhadap perubahan agraria dengan cara merubah strategi nafkah yang dilakukan. Dharmawan (2007) mengungkapkan bahwa strategi nafkah dalam kehidupan sehari-hari direpresentasikan oleh keterlibatan individu-individu pada proses perjuangan untuk mendapatkan sesuatu jenis mata pencaharian atau bentuk pekerjaan produktif demi mempertahankan ataupun meningkatkan derajat kehidupannya. Widodo (2011) menjelaskan bahwa strategi nafkah adalah aspek pilihan atas beberapa modal nafkah yang ada di sekitar masyarakat.
Konversi lahan yang terjadi menyebabkan hilangnya beberapa atau seluruh modal nafkah yang ada. Perubahan modal nafkah ini akan mengakibatkan perubahan strategi nafkah petani. Perubahan terhadap strategi nafkah akan berdampak pada perubahan struktur nafkah dan tingkat pendapatan petani. Hal tersebut membuat petani harus mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada. Dharmawan (2007) menyatakan bahwa terdapat lima jenis livelihood Asset yang bisa dimanfaatkan untuk bertahan hidup atau sekedar untuk menghadapi krisis ekonomi serta mengembangan derajat kesejahteraan rumah tangga buruh tani petani yaitu : Modal manusia, modal alam, modal fisik, modal finansial dan modal sosial. Selain memanfaatkan modal nafkah yang dimiliki ada berbagai strategi nafkah yang mungkin dapat dilakukan oleh petani Scoones (1998) dalam Sumarti (2007) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga buruh tanipetani, yaitu: Rekayasa modal nafkah pertanian, pola nafkah ganda (diversifikasi), rekayasa spasial (migrasi).
Masalah Penelitian
Konversi lahan merupakan perubahan penggunaan lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Iqbal dan Soemaryanto (2007) menjelaskan pula bahwa istilah alih fungsi (konversi) lahan merupakan perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke penggunaan non pertanian. Konversi lahan yang terjadi umumnya membawa dampak negatif bagi para petani. Hasil penelitian Sumaryanto et al.(1995) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa alih fungsi lahan selain menyebabkan rusaknya jaringan irigasi, pencemaran air, dan rusaknya keseimbangan ekologi sawah. Konversi berdampak pula pada hilangnya peluang atau kesempatan dalam memproduksi hasil pertanian yang terkonversi. Lebih lanjut, kerugian tersebut juga berdampak pada hilangnya peluang pendapatan dan kesempatan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung ke depan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) dari kegiatan ekonomi usahatani. Konversi lahan tersebut membawa petani untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan agraria dengan cara memanfaatkan modal nafkah yang dimiliki. Menurut Dharmawan (2007) menyatakan bahwa terdapat lima jenis modal nafkah yang bisa dimanfaatkan untuk bertahan hidup atau sekedar untuk menghadapi krisis ekonomi serta mengembangan derajat kesejahteraan rumah tangga buruh tani petani yaitu : modal manusia, modal alam, modal sosial, modal finansial, modal fisik. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian bagaimana konversi lahan terhadap buruh tani dalam tingkat pemanfaatan livelihood asset?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh konversi lahan terhadap livelihood asset dan strategi nafkah rumah tangga buruh tani, sedangkan tujuan secara terperinci disebutkan sebagai berikut:
1. Menganalisis konversi lahan terhadap buruh tani dalam tingkat pemanfaatan livelihood asset.
2. Menganalisis perubahan strategi nafkah yang dilakukan setelah terjadi konversi lahan.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau sebagai pengenalan lebih lanjut mengenai pengaruh konversi lahan terhadap livelihood asset dan strategi nafkah rumah tangga buruh tani. Melalui penelitian ini, terdapat juga beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi akademisi, diharapkan tulisan ini menjadi referensi dalam melakukan penelitian-penelitian terkait konversi lahan.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai kondisi desa, serta memaparkan berbagai usaha yang dilakukan oleh masing-masing rumah tangga buruh tani dalam bertahan hidup, sehingga menjadi referensi bagi rumah tangga buruh tani lain untuk membangun penghidupan dengan potensi yang dimiliki masing-masing.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Struktur Agraria dan Konversi Lahan
Struktur Agraria
Konsep struktur agraria tidak hanya berbicara mengenai kepemilikan lahan melainkan bagaimana pola kebiasaan atau cara-cara yang melembaga untuk mengatur penguasaan atas sebidang tanah. Aktor yang mengambil peran dalam pola struktur agraria salah satunya adalah petani. Kebanyakan masyarakat memandang petani sebagai satu kesatuan yang bersifat homogen. Kenyataannya petani terdiri dari lapisan-lapisan masyarakat yang terstratifikasi. Sihaloho, et al.. (2007) menjelaskan bahwa perubahan struktur agraria lokal dalam hal pola penguasaan sumber daya agraria tanah dapat diketahui dari pemilik lahan dan bagaimana tanah tersebut bisa diakses oleh orang lain. Penguasaan lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu pemilik sekaligus penggarap dan pemilik yang mempercayakan pada penggarap. Pemilik penggarap umumnya dilakukan oleh petani berlahan sempit dan petani pemilik mempercayakan kepada penggarap dengan sistem bagi hasil. Sistem penggunaan tanah dapat dilihat dari bagaimana masyarakat dan pihak-pihak lain memanfaatkan sumberdaya agraria tersebut. Masyarakat memandang tanah sebagai bagian yang terpenting dari kehidupannya karena pemanfaatannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sihaloho et al.. (2007)menjelaskan kembali tentang pola hubungan agraria dapat dibagi tiga kategori. Pertama, masyarakat yang memiliki lahan luas dan menggarap sawahnya pada orang lain, pemilik tanah ini menerapkan sistem maro dan mertelu. Kedua, pemilik lahan sempit yang melakukan pekerjaan usahatani dengan tenaga kerja keluarga. Ketiga, pemilik lahan yang melakukan usahatani sendiri tetapi banyak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani. Pola nafkah agraria dikaji berdasarkan sistem mata pencaharian masyarakat dari hasil-hasil produksi pertanian dibanding dengan hasil dari non pertanian.
sumber-modal nafkah agraria yang makin menajam, dan hilangnya berbagai sumber-modal nafkah yang diikuti dengan terbentuknya tradisi struktur-struktur nafkah baru (non pertanian) yang tidak selalu memberikan kesempatan pada peningkatan kesejahteraan lapisan miskin. Keseluruhan proses transformasi pedesaan itu menghasilkan dampak lanjutan berupa derajat ketidaksamaan modal nafkah (degree of livelihood insecurity), serta lumpuhnya struktur-struktur kelembagaan jaminan nafkah asli yang telah mapan. Konsep struktur agraria dalam hal hubungan antar manusia dalam rangka pola penguasaan dan pemanfaatan lahan akan berdampak pada sistem penghidupan petani yaitu hilangnya modal nafkah, hilangnya kesempatan kerja dan perubahan struktur nafkah baru (non pertanian) tidak selalu meningkatkan kesejahteraan pada lapisan petani miskin.
Konversi Lahan
Iqbal dan Soemaryanto (2007) menjelaskan bahwa istilah alih fungsi (konversi) lahan merupakan perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke penggunaan non pertanian. Sihaloho et al. (2007) dalam penelitianya menjelaskan bahwa konversi lahan pertanian „diibaratkan‟ sebagai suatu perubahan sosial. Perubahan sosial terjadi pada suatu masyarakat seiring dengan perubahan ruang dan waktu konversi tetap akan terjadi, paling tidak karena pertambahan penduduk secara natural untuk kebutuhan pemukiman.
Faktor Pendorong Konversi Lahan Pertanian
Sihaloho (2007) menyatakan bahwa konversi lahan diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk yang kebutuhan lahan untuk pemukiman juga makin meningkat. Keterdesakan ekonomi, yang mendorong motivasi untuk berubah. Faktor luar, yang mendorong „motivasi mengikuti‟ bagi warga untuk menjual tanahnya. Intervensi pihak swasta, yang menawarkan membeli tanah dan jarang disertai dengan „paksaan‟ dan „iming-iming‟ pekerjaan. Proses alih hak milik atas tanah, yang menyebabkan perubahan orientasi pemanfaatan asset. Intervensi pemerintah, yang berusaha mengikuti rencana yang telah dibuat serta proses penggandaan tanah, secara administratif mengikuti aturan, tetap mendahulukan pihak yang relatif lebih dominan.
Pola Konversi Lahan
(population grouth driven land conversion), (4) konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land conversion), (5) konversi “Tanpa Beban” adalah keinginan untuk mengubah nasib hidup yang lebih baik, (6) konversi adaptasi agraris terjadi karena keterdesakan ekonomi, (7) konversi multi bentuk atau tanpa bentuk/pola merupakan konversi yang terjadi oleh beberapa faktor. Namun, secara khusus seperti perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris dijelaskan dalam konversi adaptasi demografi. Namun, secara khusus faktor yang di maksud adalah faktor peruntukan untuk perkantoran, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak spesifik di jelaskan dalam konversi adaptasi demografi. Berbeda dengan Soemaryanto, et al.(2001) memaparkan bahwa pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa aspek Pertama, menurut pelaku konversi, yang dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan dan 2) Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan.
Berbeda dengan Sumaryanto et al. (1995) menyatakan pola konversi lahan yang ditinjau menurut prosesnya terbagi menjadi dua yaitu gradual dan seketika. Alih fungsi secara gradual lazimnya disebabkan fungsi sawah tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Alih fungsi secara instant pada umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban, yakni berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri. Sumaryanto, et al. menjelaskan kembali pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa aspek. Menurut pelaku konversi, maka dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya, motif tindakan ada 3: (a) untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, (b) dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, (c) kombinasi dari (a) dan (b) seperti misalnya untuk membangun rumah tinggal yang sekaligus dijadikan tempat usaha. Pola konversi seperti ini terjadi disembarang tempat, kecil-kecil dan tersebar.
Konversi Lahan
mengakibatkan degradasi daya dukung ketahanan nasional, pendapatan pertanian menurun, dan meningkatnya kemiskinan, pemubajiran investasi.
Lestari dan Dharmawan (2011) menjelaskan dampak lain dari konversi lahan yaitu : (1) perubahan penguasaan lahan dari perpindahan penguasaan lahan yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan penguasaan lahan rumah tangga buruh tanisetempat. Penguasaan lahan pertanian dikategorikan menjadi lima yaitu kategori tidak punya lahan, tumpang sari, bagi hasil, sewa dan milik. Perubahan penguasaan luas lahan terjadinya perubahan derajat penguasaan lahan berhubungan dengan seberapa luas lahan pertanian yang dikuasai oleh rumah tangga buruh tanidan bagaimana perubahan yang terjadi dari adanya penurunan derajat penguasaan lahan tersebut, (2) Persepsi atas kesempatan kerja, ketertarikan warga ibukota untuk melakukan investasi berupa villa dan gencarnya upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah mengakibatkan terjadinya perubahan dari berbagai aspek, termasuk kesempatan kerja (3) Pola pekerjaan berubah seiring dengan perubahan kesempatan kerja. Kebanyakan rumah tangga buruh tanisetempat bermatapencaharian dibidang luar pertanian. Sebagian besar lahan merupakan milik warga luar desa sehingga rumah tangga buruh tanisetempat mengalami kesulitan untuk masuk ke bidang pertanian, kalau ada lahan pertanian, rumah tangga buruh tanitersebut hanya berperan sebagai petani penggarap atau buruh tani, (4) Kondisi tempat tinggal dilihat berdasarkan status penguasaan tempat tinggal, kondisi fisik tempat tinggal dan jumlah alat elektronik yang dimiliki oleh satu keluarga dalam tempat tinggalnya. Secara umum, memiliki tempat tinggal milik pribadi, kemudian ada juga rumah tangga buruh taniyang menumpang pada sanak saudaranya, (5) Prostitusi, Perubahan peruntukkan lahan pertanian menjadi peruntukkan lahan non pertanian yang sebagian besar dialihkan menjadi villa, hotel, dan restoran mendukung kegiatan pariwisata, sehingga menarik para wisatawan untuk menghabiskan liburannya di kawasan ini. Akan tetapi, kondisi ini dijadikan kesempatan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan-kegiatan asusila.Penelitian-penelitian di atas membuktikan bahwa konversi lahan dari pertanian ke non pertanian menyebabkan rusaknya jaringan irigasi, pencemaran, rusaknya keseimbangan ekologi sawah, hilangnya peluang atau kesempatan dalam memproduksi hasil pertanian, hilangnya peluang pendapatan, hilangnya kesempatan kerja, degradasi daya dukung ketahanan nasional, pendapatan pertanian menurun, meningkatnya kemiskinan, pemubajiran investasi, perubahan penguasaan lahan, maraknya investasi berupa villa dan gencarnya upaya pembangunan, pola pekerjaan berubah seiring dengan perubahan kesempatan kerja bahkan terjadinya prostitusi. Dampak-dampak tersebut membuktikan bahwa dengan adanya konversi lahan dari pertanian ke non pertanian tidak membawa keuntungan dan kesejahteraan untuk masyarakat khususnya petani.
Strategi Nafkah
kumpulan dari strategi nafkah yang dibentuk oleh individu, kelompok maupun masyarakat disuatu lokalitas. Livelihood memiliki pengertian yang lebih luas dari pada means of living yang bermakna sempit sebagai mata pencaharian semata-mata. Kajian sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada livelihood strategy (strategi penghidupan) dari pada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelohood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar dari pada sekedar aktivitas mencari nafkah belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah bisa berarti cara bertahan hidup atau memperbaiki status penghidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh indivdu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Dharmawan (2007) menjelaskan kembali tentang memanfaatkan peluang nafkah, setiap individu atau rumah tangga buruh tani “memainkan” kombinasi “modal-keras” (tanah, finansial, dan fisik) dan “modal-lembut” berupa intelektualitas dan keterampilan sumberdaya manusia (SDM) yang tersedia, untuk menghasilkan sejumlah strategi-penghidupan (livelihoods strategies). Dinamika alokasi “modal keras” (hard capital) dan SDM atau soft-capital yang disertai perubahan strategi nafkah dibangun sedemikian rupa oleh pencari atau pelaku nafkah yang nantinya akan ditentukan oleh sistem sosial-budaya yang memelihara konstitusi entitas sosial sebuah desa.
Widodo (2011) menjelaskan strategi nafkah meliputi aspek pilihan atas beberapa modal nafkah yang ada disekitar masyarakat. Semakin beragam pilihan sangat memungkinkan terjadinya strategi nafkah. Secara jelas dalam bidang pertanian digambarkan dengan adanya pola intensifikasi dan diversifikasi. Strategi nafkah juga dapat ditinjau dari sisi ekonomi produksi melalui usaha cost minimization dan profit maximization. Selain adanya pilihan, strategi nafkah mengharuskan adanya sumber daya manusia dan modal. Pola hubungan sosial juga turut memberikan warna dalam strategi nafkah.
Bentuk Strategi Nafkah
Dharmawan (2007) menyatakan bahwa bentuk-bentuk strategi nafkah yang terbangun akan sangat ditentukan bagaimana petani dan rumah tangga buruh taninya “memainkan peran” kombinasi sumber daya nafkah (livelihood resources) yang tersedia bagi mereka. Dhramawan (2007) menyatakan bahwa pemilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh rasionalisme yang dianut oleh aktor-nafkah dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dihadapannya. Scoones (1998) dalam sumarti (2007) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga buruh tanipetani, yaitu:
1) Rekayasa modal nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi).
pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain di sektor pertanian sehingga memperoleh pendapatan.
3) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.
Menurut Dharmawan (2007), dua basis nafkah yang saling mengisi yaitu sektor pertanian dan non-pertanian menyebabkan keterlekatan warga komunitas pedesaan kepada dua sektor tersebut secara khas. Setiap lapisan menggandakan kegiatan ekonominya di dua sektor tersebut. Setiap individu, atau rumah tangga memiliki modal nafkah yaitu modal finansial, modal fisik, modal alam, modal manusia, dan modal sosial dalam memanfaatkan peluang nafkah.
1) Modal sumberdaya manusia meliputi jumlah (populasi manusia), tenaga kerja yang ada dalam rumah tangga buruh tani, tingkat pendidikan, pemanfaatan keterampilan.
2) Modal alam meliputi segala bentuk sumberdaya alam seperti air, tanah, hewan, udara, pepohonan yang menghasilkan pangan, dan sumberdaya lainnya yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya. 3) Modal sosial yakni berupa jaringan sosial dan lembaga sebagai pola
hubungan yang mengatur seorang untuk berpartisipasi dan memperoleh dukungan kerja untuk kelangsungan hidupnya.
4) Modal finansial merupakan saluran keuangan yang dapat dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan hidup, yakni berupa tabungan dan kredit dalam bentuk bantuan dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi
5) Modal fisik yaitu berbagai benda yang dimiliki untuk menunjang proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik lainnya.
Sumarti T. (2007) menjelaskan bahwa ketimpangan ekonomi dan sosial berimplikasi pada perilaku petani beragam lapisan dalam upaya mengatasi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidupmya. Petani kaya mengembangkan ragam nafkah dengan menggunakan tenaga kerja dalam rangka akumulasi modal serta pengembangan partisipasi kelembagaan, sedangkan pada petani miskin cenderung survival (bertahan hidup). Sihaloho (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pilihan lain bagi petani yang lahannya telah dikonversi adalah bekerja pada sektor non-pertanian dengan kebutuhan keahlian yang relatif rendah semisal bekerja di bengkel sepatu, tukang ojek, buka warung dan lain-lain. demikian konversi lahan menyebabkan makin sempitnya lahan pertanian dan implikasinya adalah semakin sulitnya buruh tani mendapatkan pekerjaan.
adalah sosial vertikal, strategi solidaritas horizontal, strategi berhutang, patronnase, strategi akumuasi, strategi akumulasi komuniditas strategi berbasis pada pemenuhan kebututuhan subsisten adalah strategi srabutan, strategi migrasi kotemporer, dan strategi produksi. Petani yang lahannya telah dikonversi umumnya bekerja pada sektor non-pertanian dengan kebutuhan keahlian yang relatif rendah semisal bekerja di bengkel sepatu, tukang ojek, buka warung dan lain-lain.
Hubungan Konversi Lahan dan Strategi Nafkah Petani
Terbukti bahwa konversi lahan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan strategi nafkah. Strategi nafkah baru yang dilakukan petani sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan struktur agraria. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (2005) dalam penelitianya menjelaskan bahwa dalam Sensus Pertanian 2003 menunjukkan hasil yang cukup mengejutkan bahwa konversi lahan sawah selama tahun 2000 - 2002 mencapai 563.000 hektar atau rata-rata sekitar 188.000 hektar per tahun dengan luas sawah 7,75 juta hektar pada tahun 2002, pengurangan luas sawah akibat konversi lahan mencapai 7,27 persen selama 3 tahun atau rata-rata 2,42 persen pertahun. Keberadaan lahan sawah bermanfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat dikonversi kepenggunaan non pertanian akan mengurangi manfaat tersebut. Jika di kelompokkan dalam kelompok besar, manfaat lahan sawah dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, nilai penggunaan yang biasa pula disebut sebagai use values atau personaluse values. Manfaat ini dihasilkan dari kegiatan usaha tani yang dilakukan di lahan sawah. Kedua, manfaat bawaan atau intrinsic values, yaitu berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan usaha tani yang dilakukan oleh pemilik lahan. Lahan sawah yang sering menjadi sorotan masyarakat luas adalah terganggunya ketahanan pangan. Hal tersebut berkaitan dengan konversi lahan sawah terhadap masalah pangan lebih merugikan dibanding dampak faktor lainnya seperti kekeringan, banjir, dan serangan hama/penyakit. Pada peristiwa kekeringan, banjir, dan serangan hama/penyakit, masalah pangan yang ditimbulkan bersifat temporer, artinya masalah pangan hanya muncul ketika peristiwa tersebut terjadi. Namun pada peristiwa konversi lahan, masalah pangan yang ditimbulkan bersifat permanen atau tetap akan terasa dalam jangka panjang. Hasil penelitian Sihaloho (2007) menyebutkan bahwa konversi lahan pertanian berimplikasi pada perubahan atau struktur agraria yang menghasilkan ketimpangan struktur agraria lahan terhadap kehidupan masyarakat menyangkut perubahan pola penguasaan lahan, pola nafkah dan hubungan pola produksi.
pertanian, maka petanipun semakin menjauh dari sektor pertanian. Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa pada kenyataannya masyarakat lokal (pemilik tanah semula dan buruh tani) banyak sekali yang tak dapat menikmati kesempatan kerja dan pendapatan dari aktivitas ekonomi yang baru. Hal ini disebabkan adanya kesenjangan permintaan dan penawaran tenaga kerja karena kalah bersaing dengan pendatang.
Alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian selain mengakibatkan perubahan struktur agraria juga mengakibatkan “perubahan sosial” dengan kata lain konversi akan tetap terjadi karena pertumbuhan penduduk yang bertambah secara natural untuk kebutuhan pemukiman. Strategi nafkah merupakan cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status penghidupan. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh indivdu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku. Strategi nafkah yang berkelanjutan akan membuat masyarakat khususnya petani mampu beradaptasi terhadap shock dan tekanan, mampu memelihara kapabilitas dan aset-aset yang dimiliki, dan mampu menjamin penghidupan untuk generasi berikutnya. Dampak-dampak yang di timbulkan oleh alihfungsi lahandari pertanian ke non pertanian tersebut membuktikan bahwa dengan adanya konversi lahan dari pertanian ke non pertanian tidak membawa keuntungan dan kesejahteraan untuk masyarakat khususnya petani yang kehilangan lahan petani menjadi bertambah miskin petani kehilangan kemandirian dalam memperoleh pendapatan dan petani harus bergantung pada sektor non-pertanian. Bentuk-bentuk adaptasi yang mungkin dapat dilakukan petani yaitu: (1) Rekayasa modal nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi). (2) Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain di sektor pertanian sehingga memperoleh pendapatan. (3) Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.
Kerangka Pemikiran
yang tidak sejalan dengan peningkatan jumlah pendapatan semakin mempersulit keadaan ekonomi rumah tangga buruh tanipetani.
Gambar 1 Kerangka Analisis konversi lahan terhadap strategi nafkah buruh
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga, konversi lahan akan mempengaruhi buruh tani dalam memanfaatkan livelihood asset yang dimiliki yaitu : modal alam, modal manusia, modal sosial, modal fisik dan modl finansial.
2. Diduga, terdapat hubungan antara tingkat pemanfaatan modal nafkah dengan strategi nafkah yang dilakukan buruh tani setelah terjadi konversi
Konversi lahan : 3. Jaringan sosial di luar desa
Strategi Nafkah
a. Rekayasa sumber nafkah
pertaniaan.
b. Pola nafkah ganda
Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini antara lain:
1. Dampak konversi lahan pertanian adalah akibat dari adanya konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh rumah tangga buruh tani Buruh tani setelah terjadinya konversi yang menyebabkan adanya perubahan pada beberapa aspek, yaitu perubahan pola kerja, tingkat kesempatan kerja, tingkat penguasaan lahan garapan dan tingkat pendapatan. Dengan total skor dari seluruh pertanyaan dari masing-masing indikator yang telah distandarisasi, maka dapat dikategorikan kedalam tinggi, sedang, rendah. Dengan rincian sebagai berikut:
- Rendah : skor 1- 4 - Sedang : skor 5- 8 - Tinggi : skor 9-12
Tabel 1 Definisi operasional dampak konversi lahan
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis Data A Pola kerja Perubahan kesibukan
atau kegiatan
a. Perubahan pola kerja adalah perbedaan kesibukan atau kegiatan responden yang dilakukan setiap hari untuk mencari nafkah akibat konversi lahan pertanian, baik sebelum dan setelah terjadinya konversi.
Tabel 2 Definisi operasional dampak konversi lahan perubahan pola kerja
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis Data 1 Jenis pekerjaan Merupakan pekerjaan
yang dilakukan oleh
b. Tingkat kesempatan kerja adalah banyaknya sawah yang digarap oleh buruh tani untuk mendapatkan pekerjaan pada sektor pertanian atau non pertanian dalam waktu satu musim sebelum dan setelah terjadi konversi lahan pertanian. Pengukuran ini ditentukan secara partisipatif dengan perspektif lokal.
Tabel 3 Definisi operasional dampak konversi lahan tingkat kesempatan kerja No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis Data 1 Jumah sawah
2 Tawaran kerja Jumlah orang yang menawarkan yang dikuasai oleh Buruh tani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebelum dan setelah terjadinya konversi lahan pertanian.
1. Rendah : skor 1 2. Sedang : skor 2 3. Tinggi : skor 3
Tabel 4 Definisi operasional dampak konversi lahan tingkat penguasaan lahan tempat bekerja
d. Tingkat pendapatan adalah total pendapatan yang diterima oleh responden dari hasil pengolahan sawah yang ditambah dengan pendapatan lain (selain
No Variabel Definisi
Operasional Indikator Jenis Data
sawah) yang dihitung dalam satu musim tanam. Kategori tingkat pendapatan responden dilihat sebagai berikut :
1. Rendah : skor 1 2. Sedang : skor 2 3. Tinggi : skor 3
Tabel 5 Definisi operasional dampak konversi lahan tingkat pendapatan
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis Data
2. Modal nafkah adalah sumberdaya yang dimanfaatkan dalam penerapan strategi nafkah. Kelima modal tersebut antara lain:
a. Modal manusia dapat dilihat dari pendidikan dan keterampilan yang dimiiki
Tingkat pendidikan dan jumlah tenaga kerja 1.Rendah : skor 1- 5
Tabel 6 Definisi operasional modal manusia
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis Data produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrumen dan berbagai benda fisik lainnya dapat dilihat dari kepemilikan aset produksi, pemilikan rumah dan barang berharga lain:
1. Rendah : skor 1- 3 2. Sedang : skor 4-6 3. Tinggi : skor 7-10
Tabel 7 Definisi operasional modal fisik
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis
Data
c. Modal finansial saluran keuangan yang dapat dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan hidup, yakni berupa tabungan dan kredit dalam bentuk bantuan dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi dapat dilihat dari penggunaan tabungan, investasi, dan modal usaha dan lainnya
Tabel 8 Definisi operasional modal finansial
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis
Data hubungan yang mengatur seorang untuk berpartisipasi dan memperoleh dukungan kerja untuk kelangsungan hidupnya. Modal sosial juga diartikan sebagai pemanfaatan hubungan-hubungan sosial yang dibangun dan dipelihara oleh rumah tangga buruh taniuntuk memperoleh pekerjaan maupun bantuan-bantuan lain. Rumah tangga buruh tanidapat memanfaatkan berbagai modal sosial, terdiri dari:
1. Rendah : skor 1- 3 2. Sedang : skor 4-6 3. Tinggi : skor 7-10
Tabel 9 Definisi operasional modal sosial
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis
Data
e. Modal sumberdaya alam adalah potensi sumberdayayang tekandung didalam bumi,air dan diantaranya yang dapat didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kategori modal sumberdaya alam dapat dilihat sebagai berikut.
2. Sedang : skor 4-6 3. Tinggi : skor 7-10
Tabel 10 Definisi operasional modal alam
No Variabel Definisi Operasional Indikator Jenis
Data
1 Modal Alam
potensi sumberdayayang tekandung didalam bumi,air dan diantaranya yang dapat
didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia
1. Pemanfaatan sungai 2. Pemanfaatan kayu 3. Pemanfaatan
bentang alam
ordinal
3. Strategi nafkah adalah cara-cara yang dilalukan suatu rumah tangga buruh taniuntuk memenuhi kebutuhan hidup. Scoones (1998) membagi tiga klasifikasi strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga buruh tanipetani, yaitu:
a. Rekayasa modal nafkah pertanian, yang dilakukan dengan memanfaatkan sektor pertanian secara efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi).
b. Pola nafkah ganda (diversifikasi), yang dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah dengan cara mencari pekerjaan lain selain pertanian untuk menambah pendapatan, atau dengan mengerahkan tenaga kerja keluarga (ayah, ibu dan anak) untuk ikut bekerja selain di sektor pertanian sehingga memperoleh pendapatan.
keanekaragaman pola nafkah
PENDEKATAN LAPANG
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Cimanggu Satu, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Desa Cimanggu I merupakan desa pertanian yang sebagian lahan pertanian sudah terkonversi menjadi komplek perumahaan. Petani yang lahannya terkonversi banyak beralih profesi kepada sektor lain. Sebelum menentukan lokasi penelitian, peneliti melakukan observasi melalui penelusuran hasil penelitian dari beberapa peneliti terdahulu. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu 6 bulan, terhitung mulai bulan Januari 2014 sampai dengan Juni 2014. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dan didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan survey yang menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang utama (Singarimbun dan Effendi 2008). Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview) terhadap informan yang dipilih melalui metode snowball dengan menggunakan panduan wawancara Kedua pendekatan tersebut juga dilengkapi dengan penelusuran literatur untuk memperoleh data sekunder.
Penentuan Responden dan Informan Penelitian
terkonversi menjadi perumahan, selanjutnya diambil sampel sebanyak 40 rumah tangga buruh tani.
Teknik Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data dan informasi di lokasi penelitian adalah pendekatan kuantitafif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang utama (Singarimbun dan Efendi 2008). Selain itu, data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi langsung. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman pertanyaan kepada informan yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya. Observasi langsung dilakukan untuk memperoleh gambaran keadaan desa dan masyarakat secara langsung serta untuk kebutuhan dokumentasi.
Selain data primer, peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dan sudah diolah oleh pihak lain. Data sekunder ini diperoleh melalui kajian pustaka dan analisis berbagai literatur yang terkait dengan kondisi desa, peta lokasi penelitian, penguasaan lahan/tanah, dan dokumen tertulis lainnya. Selain itu, peneliti juga membuat catatan harian selama proses pengumpulan data di lapangan untuk melengkapi bagian yang kurang pada data primer dan data sekunder. Kemudian, data primer dan data sekunder digunakan untuk saling mendukung satu sama lain dan menyempurnakan hasil penelitian.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Pada bagian ini akan dibahas mengenai lokasi penelitian yang akan memberikan gambaran umum mengenai peta sosial Desa Cimanggu Satu dan perubahan struktur agraria Desa Cimanggu Satu. Gambaran umum mengenai kondisi wilayah dihantarkan dalam lingkup kecamatan terlebih dulu kemudian akan mengerucut pada lingkup desa setelah itu akan dikerucutkan kembali kepada wilayah yang terkonversi. Hal ini dilakukan untuk mempertajam pemahaman mengenai lokasi penelitian.
Peta sosial desa menggambarkan kondisi georafis, kondisi demografi, dan kondisi sosial masyarakat desa dan buruh tani. Kondisi geografi menggambarkan luas wilayah, bentuk wilayah, akses transportasi dan penggunaan lahan, kondisi demografi desa menggambarkan jumlah penduduk, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan. Kondisi sosial menggambarkan keadaan penduduk dan buruh tani diwilayah desa berdasarkan aspek sosial. Perubahan struktur agraria menggambarkan sumberdaya agraria, penguasaan lahan (sumberdaya agraria), hubungan antar subyek agraria, budaya bagi hasil, konversi lahan dan pola konversi yang terjadi di Desa Cimanggu Satu.
Peta Sosial Desa Cimanggu Satu
Kondisi Geografis
Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor. Kecamatan ini termasuk salah satu wilayah pengembangan Kabupaten Bogor. Akses yang cukup mudah untuk mencapai pusat kota memberi peluang bagi Kecamatan Cibungbulang untuk dilakukan berbagai pembangunan. Salah satu pembangunan yang gencar dilakukan adalah pembangunan perumahan. Pembangunan ini merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pihak luar sebagai salah satu cara untuk melakukan perkembangan ekonomi wilayah. Secara geografis, Kecamatan Cibungbulang berbatasan dengan beberapa kecamatan lain yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pamijahan, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pamijahan dan Tenjolaya, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ciampea, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan leuwiliang (Sumber: monografi Kecamatan Cibungbulang 2014).
sarana kesehatan, pasar, kantor pemerintahan, dan pemanfaatan lain. Banyaknya perumahan dan pemukiman yang dibangun mengakibatkan konversi lahan pertanian terjadi secara terus menerus di wilayah kecamatan Cibungbulang. Beberapa desa di Kecamatan Cibungbulang juga banyak terjadi konversi lahan. Kondisi ini dipengaruhi oleh maraknya pembangunan yang dilakukan oleh berbagai pihak. Salah satu desa yang menarik untuk diteliti adalah Desa Cimanggu Satu karena adanya perubahan struktur agraria yang terjadi setelah konversi lahan yang lakukan oleh PT. GC, serta penduduk desa tersebut mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani. Mulai tahun 2009 hingga saat ini konversi lahan pertanian terus dilakukan dalam skala besar. Walaupun lahan sawah banyak yang terkonversi, namun masih banyak petani yang ditemukan di desa ini. Berikut adalah peta lokasi penelitian yaitu Desa Cimanggu satu.
Desa Cimanggu satu merupakan desa yang terletak di kecamatan cibungbulang kabupaten bogor, dengan luas wilayah 170 Ha, diatas permukaan laut 240 dan tiggi curah hujan 236 mm3. Suhu rata-rata 20 - 32 yang terbagi dalam empat dusun, sembilan Rukuun Warga (RW) dan tiga puluh satu Rukun Tetangga (RT). Batas wilayah Desa Cimanggu Satu adalah sebagai berikut:
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang.
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cijujung Kecamatan Cibungbulang.
- Sebelah Selatan berbatsan dengan Desa Cimanggu Dua Kecamatan Cibungbulang.
- Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cimanggu Dua Kecamatan Cibungbulang.
Tabel 11 Luas dan presentase lahan menurut penggunaanya
Sumber : Profil Desa Cimanggu Satu, tahun 2014
Desa Cimaggu satu masih memiliki potensi cukup besar dalam pertanian. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka penggunaan lahan untuk persawahan sebesar 52.30 persen. Lahan sawah yang luas dapat ditemukan di RW 03 bagian dalam desa yang merupakan ujung batas desa dengan Desa Cimanggu Satu berbatasan dengan desa cijujung. Sementara luas sawah lainnyaa terletak di wilayah RW 01 berbatasan dengan desa cibatok. Kebun yang dimiliki petani biasanya ditanami oleh palawija yang tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak dan tidak membutuhkan perawatan yang rumit. Kebutuhan air untuk irigasi di desa ini tergolong cukup karena desa ini memiliki sembilan sumber air. Sumber air ini dapat membantu pengairan sawah di desa lain. Namun kondisi iklim yang tidak menentu ternyata mempengaruhi kuantitas sumber air ini, sehingga saat musim hujan banyak sawah yang tergenang air dan tanamanpunmenjadi rusak.
Hampir sebanding dengan lahan sawah, luas lahan untuk pemukiman menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 44.11 persen. Kebutuhan untuk tempat tinggal tidak dapat dihindari seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kondisi pemukiman yang ada di Desa Cimanggu Satu didominasi oleh keberadaan perumahan yang dibangun oleh para pengembang maupun orang luar desa. Kepadatan rumah terlihat pada bagian desa yang dekat dengan jalan raya. Kondisi Demografi
Desa Cimanggu Satumemiliki jumlah penduduk yang tercatat sekitar 9.607 jiwa dengan Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2.562. Proporsi penduduk Desa Cimanggu Satu didominasi oleh perempuan yaitu sekitar 4.812 jiwa dan sisanya laki-laki sebanyak 4.795 jiwa. Jumlah penduduk Desa Cimanggu Satumenurut usia dan jenis kelamin. Penduduk desa terdiri dari penduduk asli dan penduduk pendatang. Sebagian besar penduduk pendatang berada di wilayah perumahan, sementara penduduk asli tersebar di seluruh RW. Penduduk pendatang yang bertempat tinggal di perumahan merupakan orang luar yang tidak
No Jenis Penggunaan lahan Luas
(Ha/m2)
Persen (%)
1 Pemukiman 75.00 44.11
2 Persawahan 89.00 52.30
3 Perkebunan - -
4 Kuburan 1.50 0.88
5 Pekarangan - -
6 Taman - -
7 Perkantoran 0.20 0.11
8 Prassarana Umum Lainnya 4.30 2.50
memiliki keluarga dan ikatan darah dengan penduduk asli. Klasifikasi jumlah dan penduduk menurut struktur umur
Tabel 12 Jumlah dan presentase penduduk Desa Cimanggu Satu berdasarkan kelompok umur
No Kelompok Umur ( Tahun) Perempuan (jiwa)
Laki-laki (jiwa)
1 0-4 368 266
2 5-14 989 894
3 15-29 1257 1342
4 30-59 1890 1850
5 ≥ 60 291 460
Total 4795 4812
Sumber : Profil Desa Cimanggu Satu, tahun 2014
Tabel 12 menunjukkan bahwa usia produktif (usia kerja) di Desa Cimanggu Satu lebih banyak. Rusli (1995) menyatakan bahwa usia kerja yang dimakud yakni antar 10 sampai 64 tahun. Sebagian besar penduduk berada pada rentang usia kerja tersebut.namun tidak semua termasuk dalam usia kerja tergolong dalam angkattan kerja yang aktif secara ekonomi.
Tabel 13 Jumlah dan presentase penduduk Desa Cimanggu satu berdasarkan jenis pekerjaan
No Jenis pekerjaan Jumlah
(orang)
Persen (%)
1 Petani 217 18.23
2 Buruh tani 465 39.07
3 PNS 17 1.42
4 Pengrajin industrii perumahan 21 1.76
5 Pedagang keliling 63 5.29
6 Montir 22 1.84
7 Dokter swasta 2 0.16
8 Bidan swasta 1 0.08
9 Perawat swasta 3 0.25
10 Pembantu rumah tangga 15 1.26
11 TNI 6 0.50
12 POLRI 1 0.08
13 Pensiunana PNS/TNI/POLRI 9 0.75
14 Dukun kampung terlatih 3 0.25
15 Dosen Swasta 2 0.16
16 Karyawan Swasta 331 27.81
17 Karyawan perussahaan pemerintah 12 1.00
Total 1.190 100.00
Sumber : Profil Desa Cimanggu Satu, tahun 2014
Tabel 14 Jumlah dan Presentase penduduk Desa Cimanggu Satu berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
Sumber : Profil Desa Cimanggu Satu, tahun 2014
Tabel 14 menunjukkan jumlah terbesar penduduk Desa Cimanggu Satu berada pada tingkat pendididkan Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah dan Tamat SMP Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan karena keterbatasan ekonomi dan keinginan orang tua serta anak untuk melanjutkan sekolah padahal sarana dan prasarana pendidikan lengkap di Desa Ciamanggu Satu.
Kondisi Sosial
ini masyarakat dan pemerintah desa dapat berjalan beiringan menuju Desa Cimanggu Satu yang baik. Secara umum kondisi sosial politik serta ketentraman dan ketertiban diwilayah Desa Cimanggu Satu secara umum cukup aman dan terkendali. Seiring dengan adanya bantuan dana stimulan bagi RT dan RW maka telah dilaksanakan piket desa, yang diikuti oleh perangkat desa secara bergiliran, langkah ini dapat diambil untuk menunjukan bahwa fungsi desa bagi masyarakat harus siaga selama 24 jam serta mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi dan meningkatkan pelayanan bagi masyarakat jika terjadi bencana alam, kebakaran dan pelayanan kesehatan malam haripun bisa terlayani dengan cepat. Berkaitan dengan masalah keamanan dan ketertiban, dapat disampaikan bahwa situasi di Desa Cimanggu Satu, masih terbilang aman dan kondusif.
Kondisi sosial yang terdapat pada buruh tani dilihat dari hubungan kekerabatan yang terjadi antara buruh tani dan masyarakat memudahkan buruh tani dalam beradaptasi terhadap struktur agraria baru. Kondisi kekrabatan tersebut memudahkan buru tani dalam memanfaatkan modal nafkah yang mereka miliki. Modal nafkah yang dimanfaatkan dengan baik akan mempermudah buruh tani dalam beradaptasi setelah konversi lahan, sehingga buruh tani mampu membentuk strategi nafkah baru seagai bentuk pertahaan hidup yang dilakukan.
Struktur Agraria Desa Cimanggu Satu
Struktur agraria pada subbab ini menjelaskan mengenai sumberdaya agraria, penguasaan lahan (sumberdaya agraria), hubungan antar subyek agraria, dan budaya bagi hasil. Sumberdaya agraria adalah sumberdaya yang digunakan oleh subyek agraria dalam kegiatan pertanian. Subyek agraria dalam hal ini adalah petani dan buruh tani yang bekerja atau memanfaatkan sumberdaya agraria sebagai sumber penghasilan. Struktur agraria menjadi penting untuk dipahami karena lokasi penelitian memiliki keunggulan dalam bidang pertanian. Sumberdaya agraria yang diunggulkan dalam aktivitas pertanian adalah padi.
Pada penguaasaan lahan, terdapat hubungan antar subyek agraria yang ditandai dengan hubungan kerjasama yang dilakukan oleh petani pemilik dengan petani penggarap/penyewa, petani pemilik dengan buruh tani, dan petani penggarap/penyewa dengan buruh tani. Hubungan kerjasama antara petani pemilik dengan penggarap/penyewa biasanya diadakan kesepakatan mengenai pembayaran sewa atau kontrak atas sawah yang digarap. Pembayaran tersebut disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak. Biasanya biaya sistem sewa atau kontrak dibayar dalam waktu satu tahun. Biaya yang dibayar dapat berupa hasil padi dalam hitungan bawon atau berupa jumlah uang yang telah disepakati. Sementara hubungan pemilik dengan buruh tani dan penggarap/penyewa dengan buruh tani hanya sebatas kerjasama dalam mengerjakan sawah sesuai tugas yang diberikan oleh pemilik atau penggarap/penyewa kepada buruh tani. Upah yang dibayar dapat dihitung harian maupun berdasarkan borongan. Borongan adalah sistem pengerjaan sawah yang dilakukan oleh beberapa orang buruh tani (biasanya dua hingga tiga orang) dalam luasan sawah yang telah ditentukan. Upah borongan diberikan kepada buruh tani setelah lahan yang dikerjakan selesai. Biasanya sistem borongan selesai dalam waktu tiga hingga lima hari, tergantung pada rajinnya buruh tani dan kekuatan buruh tani.
Sumberdaya agraria yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh para subyek agraria akan merubah struktur agraria yang ada. Hal tersebut dapat dilihat ketika konversi lahan yang terjadi di Desa Cimanggu satu. Konversi lahan pertanian merupakan salah satu fenomena perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat pertanian. Perubahan merupakan suatu proses dinamis yang didalamnya terdapat usaha untuk mencapai kondisi baru. Dahulu, kehidupan masyarakat masih bergantung pada alam karena belum muncul teknologi dan ilmu pengetahuan baru. Namun sekarang, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan baru semakin pesat, pertumbuhan penduduk semakin meningkat, akibatnya kebutuhanpun semakin meningkat. Bentangan alam yang dipadati dengan lahan produktif mulai terkikis dengan adanya bangunan-bangunan untuk menunjang aktivitas manusia. Perubahan memang diperlukan, namun perlu pengawasan dan pembatasan dalam prosesnya agar tidak mengganggu pemanfaatan lahan (pertanian) yang telah ada sebelumnya.
Konversi lahan di Desa Cimanggu Satu
2009 nomer 591.3/171/KPTS/SP/Huk/2009. Adapun luas tanah yang diadikan area perumahan adalah 17.805,00 M2. Dengan luas efektif kavling 9.785,00 m2. Fasum 2.415,00 m2, jalan 5.605 m2
Ketika ada beberapa petak sawah yang belum terbeli, investor melakukan paksaan terhadap petani untuk segera menjual sawahnya. Paksaan tersebut dilakukan dengan cara menutup jalan atau akses masuk ke sawah serta menghambat aliran irigasi. Keadaan inilah yang memaksa pemilik lahan untuk menjual lahannya. Taktik lain yang digunakan oleh investor melalui calo adalah mengiming- imingi pemiliki lahan dengan harga jual lahan tinggi. Kasus-kasus konversi lahan seperti ini sering terjadi di wilayah yang memiliki akses cukup mudah untuk mencapai pusat keramaian. Beberapa kasus yang diteliti dapat menggambarkan proses konversi lahan pertanian mulai dari faktor penyebab konversi lahan, dan dampak yang dirasakan oleh petani dan buruh tani. Konversi lahan yang terjadi pada tahun 2006 diawali dengan pemiliki lahan lahan yang menjual lahannya dan menutup jalan atau akses masuk ke sawah serta menghambat aliran irigasi, karena lahan-lahan yang lain sulit mendapatkan aliran air irigasi maka banyak pemilik lahan yang terpaksa menjual lahan mereka. berikut adalah sketsa gambaran konversi lahan yang terjadi di Desa Cimanggu satu.
Gambar 2 Sketsa konversi lahan tata ruang komplek perumahan PT. GCdi Desa Cimanggu satu
terkonversi. Kini lahan pertanian tersebut berubahan menjadi komplek perumahan. Sekitar 140 unit rumah yang terbangun di atas lahan-lahan pertanian tersebut.
Faktor Penyebab Konversi Lahan
Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian tidak mungkin terjadi begitu saja. Banyak hal yang menjadi faktor penyebab perubahan penggunaan lahan tersebut. Hasil penelitian menunjukan faktor penyebab konversi lahan yang terjadi di Desa Cimanggu Satu sejalan dengan Sihaloho (2007) menyatakan bahwa konversi lahan diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk yang kebutuhan lahan untuk pemukiman juga makin meningkat. Keterdesakan ekonomi, yang mendorong motivasi untuk berubah. Faktor luar, yang mendorong „motivasi mengikuti‟ bagi warga untuk menjual tanahnya. Intervensi pihak swasta, yang menawarkan membeli tanah dan jarang disertai dengan „paksaan‟ dan „iming-iming‟ pekerjaan. Faktor internal terdiri dari keterdesakan ekonomi, motivasi, pendidikan dan pengalaman kerja pada sektor petanian sedangkan, faktor eksternal terdiri dari intervensi pihak swasta, intervensi pemerintah, dan calo. Sejalan pula dengan hasil penelitian Sumaryanto et al.l Pada kasus koversi lahan di Desa Cimanggu Satu faktor yang mendorong konversi lahan terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu Keterdesakan ekonomi, yang mendorong motivasi untuk berubah menjaadi lebih baik dengan cara menjual lahan. Faktor ekternal adanya pihak pengembang dalam mendapatkan tanah masyarakat adalah salah satunya melalui calo dan diselingi paksaan dan iming-imingan harga lahan yang tinggi.
Faktor internal dibuktikan dengan disetujuinya pembangunan komplek perubahan oleh bupati dengan nomer 591.3/171/KPTS/SP/Huk/2009 dengan alasan pertumbuhan penduduk yang kebutuhan lahan untuk pemukiman makin meningkat. Lahan warisan keluarga yang dimiliki pemilik lahan didukung dengan munculnya keterdesakan ekonomi mendorong para pemilik lahan untuk menjual lahan demi adanya peningkatan taraf hidup. Sedangkan Faktor luar, yang mendorong „motivasi mengikuti‟ bagi warga untuk menjual tanahnya dibuktikan dengan para pemilik yang lahannya sulit mendapatkan air irigasi dan sulit untuk mengolah lahan maka ikut menjual lahan sawah mereka. intervensi pihak swasta dibutikan dengan adanya calo atau makelar tanahh yang membujuk pemilik lahan ntuk menjual lahan mereka lahan dengan harga jual lahan tinggi
Pola Konversi Lahan