• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGARUH KONVERSI LAHAN TERHADAP BURUH TAN

Perubahan Pola Kerja

Hasil penelitian memberikan data mengenai jumlah dan presentase rumah tangga buruh tani di Desa Cimanggu Satu tentang perubahan pola kerja yang terjadi setelah konversi lahan. Perubahan pola kerja yang dimaksud adalah perubahan jam kerja yang dilakukan disektor pertanian, setelah konversi lahan terjadi penurunan jam kerja pada buruh tani. Awalnya buruh tani mampu bekerja dilahan pertanian sampai sore hari, namun setelah konversi lahan buruh tani hanya mampu bekerja sampai siang hari. Perubahan tersebut disebabkan karena bekurangnya lahan pertanian. Berikut dijelaskan pada Tabel perubahan pola kerja sebelum dan sesudah konversi lahan terjadi.

Tabel 15 Jumlah dan persentase perubahan pola kerja sebelum dan sesudah konversi lahan Pola kerja Jumlah RT Sebelum Sesudah n % n % Rendah 1 2.5 10 25.0 Sedang 26 65.0 24 60.0 Tinggi 13 32.5 6 15.0 Total 40 100.0 40 100.0

Desa Cimanggu Satu, tahun 2014

Tabel 15 menunjukkan bahwa terjadi perubahan jumlah dan presentase pola kerja antara sebelum dan sesudah konversi lahan. perubahan tersebut terlihat pada pola kerja kategori rendah yang mengalami peningkatan yang signifikan dari 2,5 persen orang buruh tani menjadi 25 persen orang buruh tani. Hal tersebut menandakan bahwa setelah konversi lahan semakin banyak buruh yang memiliki jam kerja disektor pertanian pertanian dan semakin banyak pula buruh tani yang beralih ke sektor non pertanian. Kondisi berbeda pada jumlah dan presentase pola kerja kategori sedang dan tinggi yang mengalami penurunan. Pada kategori sedang sebanyak 65 persen menurun pola kerjanya menjadi 60 persen, sedangkan pada kategori tinggi dari 32 persen menurun pola kerjanya menjadi 15 persen . Hal tersebut menunjukan bahwa semakin sedikit buruh tani yang tetap bertahan pada sektor pertanian dan semakin sedikit jam kerja yang dilakukan pada sektor pertanian.

Dengan menggunakan uji statistik T-test Paired atau uji beda yang berhubungan maka digunakan perangkat lunak SPSS dimana variabel pengaruhnya adalah konversi lahan dan variabel terpengaruhnya adalah pemanfaatan sumber nafkah. Kemudian melalui T-test Paired akan dilihat

seberapa besar pengaruh konversi lahan terhadap perubahan pola kerja (sebelum dan sesudah adanya konversi lahan).

Tabel 16 Hasil uji T-test paired perubahan pola kerja di Desa Cimanggu Satu

Mean N Correalation sig T

pola kerja sebelum & pola kerja sesudah 2.30 40 0.094 0.002 3.252 1.90 40 T Tabel : 2,331

Berdasarkan Tabel 16 maka dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) pola kerja sebelum dan sesudah mengalami penurunan dari 2.30 menjadi 1.90 dengan jumlah sampel (N)=40. Penurunan pola kerja tersebut terjadi karena menyempitnya lahan pertanian akibat konversi lahan. Berkurangnya lahan pertanian tersebut menimbulkan penurunan jam kerja, awalnya buruh tani bekerja dilahan pertanian sampai sore hari tapi setelah konversi lahan buruh tani hanya mampu bekerja hanya sampai siang hari.

Berdasarkan aturan, jika Sig > 0.05 maka tidak ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Sebaliknya jika Sig < 0.05 maka ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Berdasarkan Tabel diatas maka didapatkan nilai sig 0.002 yang berarti < 0.05 maka terdapat hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Selanjutnya jika correlation (r) dikuadratkan maka menunjukan konversi lahan terhadap pola kerja. Terlihat bahwa konversi terhadap perubahan pola kerja adalah 0.0942 = 0.0088 (0.88 persen). Artinya sebanyak 0.88 persen terjadi perununan pola kerja dikarenakan konversi lahan dan sisanya sebanyak 99.12 persen disebabkan oleh faktor lain.

Berdasarkan aturan, jika t hitung > t Tabel maka terdapat perbedaan. Apabila melihat pada hasil uji t didapat nilai 3,252 yang artinya lebih besar dari pada 2.331 (karena nilai sig = 0.002 yang berarti ≤ 0.05 dimana terdapat perbedaan pola kerja sebelum dan sesudah konversi lahan) maka perbedaan pola kerja diterima. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka diketahui terdapat penurunan dan perbedaan pola kerja antara sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan. Perubahan pola kerja tersebut terjadi karena berkurangnya kegiatan yang dilakukan disektor pertanian dan lama kerja disektor pertanian pun menjadi berkurang atau lebih banyak beralih ke sektor non pertanian.

“ Sateuacana aya perumahan biasana bapak macul nepi ka sore,

aya tilu kotak mah anu ku bapa digawean, tapi tos aya perumahan mah bapak paling jago nepi ka zohor hungkul macul

teh. Eta ge dibatuan ku nu sanes” (Sebelum ada perumahan biasanya bapak mencangkul sampai sore hari, ada tiga kotak sawah yang sering bapak kerjakan, tapi setelah ada perumahan paling hebat bapak kerja macul sampai zuhur saja. Itupun dibantu oleh buruh lain). (MRHN, Buruh tani)

Pembahasan selanjutnya dijelaskan perubahan pola kerja berdasarkan indikator-indikator antara lain: pekerjaan tetap, lama bekerja disektor non pertanian, dan lama bekerja disektor non pertanian.

“Lamun bapak teu macul biasana bapak mah ngaji, ngriringan jarah sareng bapak-bapak nu lain, jarah na ge dibiayaan ku pangajian bapak mah tinggal ngiring hungkul” (Ketika tidak ada pekerjaan mencangkul bisanya bapak mengikuti kegiatan pengajian, jiarah pengajian dengan biaya ditanggung oleh pengajian dan bapak hanya ikut serta saja). (SL, Buruh tani )

Indikator pertama yaitu pekerjaan tetap, sebelum konversi lahan terjadi buruh tani merupakan pekerjaan tetap yang mereka lakukan, namun setelah konversi lahan sebagian buruh ada yang beralih ke sektor non pertanian dan ada yang tetap menjadi buruh tani dilahan yang belum terkonversi. Perubahan terjadi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: menyempitnya lahan pertanian akibat konversi, dan banyaknya persaingan antar buruh untuk berlomba-lomba disisa lahan yang belum terkonversi. Pada indikator kedua yaitu jumlah waktu untuk bekerja disektor pertanian, sebelum konversi lahan terjadi buruh tani khususnya kuli pacul bisa bekerja dari pagi sampai sore hari dan lahan yang dipaculpun sebanyak dua sampai tiga kotak sawah, namun setelah konversi lahan terjadi waktu bekerja disektor pertanian pun menjadi berkurang bahkan yang tadinya bekerja sampai sore hari kini sampai siang hari saja. Hal itu disebabkan oleh berkurangnya lahan tempat buruh bekerja dari tiga sampai dua lahan menjadi satu lahan saja yang mereka kerjakan. Indikator ke tiga adalah lama bekerja di sektor non pertanian, sebelum konversi lahan buruh tani hanya bekerja pada sektor pertanian, namun setelah konversi lahan hanya ada 2 buruh tani yang bekerja di sektor non pertanian, 38 buruh tani lainnya memanfaatkan waktu kosong mereka untuk berkumpul dengan keluarga dan mengikuti kegiatan sosial yang ada dimasyarakat misalnya pengajian.

Perubahan Kesempatan Kerja

Hasil penelitian memberikan data mengenai jumlah dan presentase rumah tangga buruh tani di Desa Cimanggu Satu tentang perubahan kesempatan kerja yang terjadi setelah konversi lahan. Perubahan kesempatan kerja yang dimaksud adalah perubahan tawaran kerja yang datang pada buruh tani serta peningkatan rekan satu profesi (buruh tani) yang masih bertahan pada sektor pertanian. Sebelum konversi lahan petani ditawari oleh tiga sampai empat orang pemilik lahan untuk selalu bekerja dilahan pemilik lahan tersebut, namun setelah konversi buruh tani hanya ditawari oleh satu orang pemilik lahan untuk bekerja dilahan yang belum dikonversi itu pun karena ada ikatan kekerabatan diantara buruh tani dan pemilik lahan. Berikut dijelaskan pada Tabel 11 perubahan kesempatan kerja sebelum dan sesudah konversi lahan terjadi.

Tabel 17 Jumlah dan persentase perubahan kesempatan kerja sebelum dan sesudah konversi lahan

Kesempatan Kerja Jumlah RT Sebelum Sesudah n % n % Rendah 4 10.0 10 25.0 Sedang 8 20.0 11 27.5 Tinggi 28 70.0 19 47.5 Total 40 100.0 40 100.0

Desa Cimanggu Satu, Tahun 2014

Tabel 17 menunjukan bahwa terjadi perubahan jumlah dan presentase perubahan kesempatan kerja antara sebelum dan sesudah konversi lahan. perubahan tersebut terlihat pada kesempatan kategori tinggi yang mengalami penurunan yang signifikan dari 70 persen menurun menjadi 47,5 persen. Hal tersebut disebabkan kurangnya lahan pertanian, kurangnya tawaran kerja disektor pertanian, dan banyaknya saingan satu profesi (buruh tani) yang menjadi pesaing dibidang pekerjaan pertanian. Berbeda halnya pada kategori rendah dan sedang mengalami peningkatan. Untuk kategori kesempatan kerja rendah sebanyak 10 persen meningkat menjadi 25 persen dan untuk kategori sedang sebanyak 20 persen meningkat menjadi 27.5 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin banyak buruh tani yang kehilangan pekerjaan disektor pertanian akibat kurangnya tawaran kerja dan banyaknya pesaing yang bertahan pada sektor pertanian.

Dengan menggunakan uji statistik T-test Paired atau uji beda yang berhubungan maka digunakan perangkat lunak SPSS dimana variabel pengaruhnya adalah konversi lahan dan variabel terpengaruhnya adalah pemanfaatan sumber nafkah. Kemudian melalui T-test Paired akan dilihat seberapa besar pengaruh konversi lahan terhadap perubahan kesempatan kerja (sebelum dan sesudah adanya konversi lahan).

Tabel 18 Hasil uji T-test paired perubahan kesempatan kerja di Desa Cimanggu Satu

Mean N Correalation sig T

kesempatan kerja sebelum & kesempatan kerja sesudah 2.60 40 -0.248 0.054 1.990 2.23 40 T Tabel : 2.331

Berdasarkan Tabel 18 maka dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) kesempatan kerja sebelum dan sesudah mengalami penurunan dari 2.60 menjadi 2.23 dengan jumlah sampel (N)= 40. Hal tersebut disebabkan berkurangnya tawaran kerja dan semakin banyaknya rekan satu profesi (buruh tani) yang membutuhkan lahan pertanian.

Berdasarkan aturan, jika Sig > 0.05 maka tidak ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Sebaliknya jika Sig < 0.05 maka ada

hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Berdasarkan Tabel diatas maka didapatkan nilai sig 0.054 yang berarti > 0.05 maka terdapat hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Selanjutnya jika correlation (r) dikuadratkan maka menunjukkan perubahan kesempatan kerja. Terlihat bahwa perubahan kesempatan kerja adalah 0.2482 = 0.06 (6.1 persen). Artinya sebanyak 6.1 persen penurunankesempatan kerja dikarenakan konversi lahan dan sisanya sebanyak 93.8 persen disebabkan oleh faktor lain.

Berdasarkan atura pada hasil uji t didapat nilai 1.990 yang artinya lebih kecil daripada 2.331 (karena nilai sig = 0.054 yang berarti > 0.05 dimana tidak ada perbedaan kesempatan kerja sebelum dan sesudah konversi lahan) makakesempatan kerja ditolak.

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka diketahui terdapat penurunan kesempatan kerja antara sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan. Perubahan pola kerja tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jumlah dan luas sawah yang dikerjakan, jumlah orang yang menawarkan pekerjaan serta jumlah rekan satu profesi yang menjadi saingan.

“Sateuacan aya perumahan mah bapak bisa ngagawean tilu kotak sawah ku bapak hungkul, tapi ayeuna mah ngagawean sa kotak ge biasa ku duaan atawa tiluan, bagi-bagi rezeki” ( Sebelum ada perumahan biasanya mengerjakan tiga kotak sawah sendiri, namun setelah adanya konversi lahan hanya mengerjakan satu kotak saja dibantu oleh dua atau tiga buruh tani lainnya, berbagi rezeki saja). (MRHN. Buruh tani )

Pembahasan selanjutnya dijelaskan perubahan kesempatan kerja berdasarkan indikator-indikator antara lain: jumlah dan luas sawah yang dikerjakan, jumlah orang yang menawarkan pekerjaan serta jumlah rekan satu profesi yang menjadi saingan. Indikator pertama yaitu luas lahan yang dikerjakan dalam satu musim, sebelum konvesi lahan buruh tani bisa mengerjakan dua sampai tiga kotak sawah sendiri dengan sistem bagi hasil bawon. Setelah konversi lahan buruh tani hanya mengerjakan satu kotak sawah saja dalam satu musim. Hal tersebut disebabkan menyempitnya lahan akibat knversi lahan pertanian ke non pertanian. Indikator yang kedua jumlah orang yang menawarkan pekerjaan. Sebelum konversi lahan buruh tani memiliki lahan tempat bekerja masing-masing , namun setelah terjadi konversi lahan tempat bekerja pun menjadi hilang. Buruh tani biasanya kewalahan dengan tawaran-tawaran pekerjaan yang ada namun setelah konversi lahan kini buruh tani yang harus meminta langsung pekerjaan kepada pemilik lahan yang lahannya belum terkonversi.

“Biasana sok aya bae anu ka bumi ngajakan nandur, ngarambet,

babut jeung lianna. Tos aya perumahan mah boro-boro, ieu ge

ibu ngan disawah pa dadi hunggul dan dulur tea” (Biasanya sering ada tawaran kerumah untuk nandur, ngaramber, babut dan lainya. Setelah ada perumahan tidak ada lagi yang menawarkan pekerjaan ke rumah, sekarang ibu hanya bekerja di sawah pa dadi saja itupun karena masih ada ikatan saudara). (AR, Buruh tani)

Indikator yang ketiga yaitu jumlah rekan satu profesi sebelum konversi lahan terjadi para buruh tani memiliki lahan tempat bekerja masing-masing, namun setelah konversi lahan para buruh tani pun bersaing unntuk tetap bisa bertahan dan bekerja dilahan yang belum dikonversi. Hal tersebut disebabkan buruh tani tidak memiliki keahlian lain kecuali hanya disektor pertanian.

“Ema mah ngan bisa tani hunggul teu bisa nu lian mah, ai

pepelakan ema bisa neng, salian ti kitu ge ema mah tos

kolot teu kuat rek gawe oge” ( Ema hanya bisa bertani tidak bisa yang lain, tanaman apapun bisa ema tanam, namun untuk mengerjakan yang lain ema tidak bisa dan tidak kuat lagi karena umur ema yang sudah tua). (IKH, Buruh tani) Pernyataan lainnya

“Sateuacan aya perumahan mah bapak bisa ngagawean tilu

kotak sawah ku bapak hungkul, tapi ayeuna mah ngagawean sa kotak ge biasa ku duaan atawa tiluan, bagi-bagi rezeki” (MRHN, Buruh tani . (Sebelum ada perumahan biasanya mengerjakan tiga kotak sawah sendiri, namun setelah adanya konversi lahan hanya mengerjakan satu kotak saja dibantu oleh dua atau tiga buruh tani lainnya, berbagi rezeki saja). (MRHN. Buruh tani )

Perubahan Penguasaan Lahan Tempat Bekerja

Hasil penelitian memberikan data mengenai jumlah dan presentase rumah tangga buruh tani di Desa Cimanggu Satu tentang perubahan luas lahan tempat bekerja yang terjadi setelah konversi lahan. Perubahan luas lahan tempat bekerja yang dimaksud adalah perubahan total luas lahan yang dikerjakan sebelum dan sesudah konversi lahan. Sebelum konversi lahan petani biasanya mengerjakan tiga sampai empat kotak sawah selama satu musim tanam, namun setelah konversi buruh hanya bekerja pada satu kotak sawah selama satu musim tanam. Berikut dijelaskan pada Tabel perubahan kesempatan kerja sebelum dan sesudah konversi lahan terjadi.

Tabel 19 Jumlah dan persentase perubahan pengusaan lahan tempat bekerja sebelum dan sesudah konversi lahan

Penguasaan Lahan Jumlah RT Sebelum Sesudah n % n % Rendah 22 55.0 11 27.5 Sedang 0 0 21 52.5 Tinggi 18 45.0 8 20.0 Total 22 100.0 40 100.0

Tabel 19 menunjukan terjadinya perubahan jumlah dan presentase dan perubahan penguasaan lahan tempat bekerja antara sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan. Perubahan tersebut terlihat pada penguasaan lahan tempat bekerja yang meningkat secara signifikan dari 0 persen yang bekerja pada lahan sedang meningkat menjadi 21 persen. Hal tersebut terjadi akibat konversi lahan yang membuat laha pertanian menjadi berkurang. Kondisi berbeda pada kategori rendah dan tinggi yang mengalami penurunan. Untuk kategori rendah dari 55 persen menurun menjadi 27,5 persen dan pada kategori tinggi dari 45 persen menurun menjadi 20 persen yang mengalami penurunan luas lahan. Hal tersebut disebabkan buruh tani tidak memiliki kontrol terhadap sumberdaya khususnya lahan pertanian yang telah berkurang akibat konversi lahan.

Dengan menggunakan uji statistik T-test Paired atau uji beda yang berhubungan maka digunakan perangkat lunak SPSS dimana variabel pengaruhnya adalah konversi lahan dan variabel terpengaruhnya adalah pemanfaatan sumber nafkah. Kemudian melalui T-test Paired akan dilihat seberapa besar pengaruh konversi lahan terhadap perubahan penguasaan lahan tempat bekerja (sebelum dan sesudah adanya konversi lahan).

Tabel 20 Hasil uji T-test paired perubahan luas lahan di Desa Cimanggu Satu

Mean N Correalation Sig T

Luas lahan sebelum & Luas lahan sesudah 2.45 40 -0.194 0.001 3.557 1.93 20 T Tabel : 2.331

Berdasarkan Tabel 20 maka dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) pengusaan lahan tempat bekerja sebelum dan sesudah mengalami penurunan dari 2.45 menjadi 1.93 dengan jumlah sampel (N)= 40. Penurunan terjadi disebabkan oleh konversi lahan yang awalnya lahan sawah menjadi perumahan dan buruh tani tidak memiliki kontrol untuk akses terhadap sumberdaya khususnya lahan setelah konversi lahan.

Berdasarkan aturan, jika Sig > 0.05 maka tidak ada hubungan antara sebelum dan sesudah konversi lahan. Sebaliknya jika Sig < 0.05 maka ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Berdasarkan Tabel diatas maka didapatkan nilai sig 0.001 yang berarti < 0.05 maka terdapat hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Selanjutnya jika correlation (r) dikuadratkan maka perubahan luas lahan tempat bekerja setelah konversi lahan terjadi. Terlihat perubahan luas lahan tempat bekerja setelah konversi lahan terjadi adalah 0.1942 = 0.037 (3.7 persen). Artinya sebanyak 3.7 persen penurunanluas lahan tempat bekerja dikarenakan konversi lahan dan sisanya sebanyak 96,3 persen disebabkan oleh faktor lain.

Berdasarkan aturan, jika melihat pada hasil uji t didapat nilai 3.557 yang artinya lebih besar dari pada 2.331 (karena nilai sig = 0.001 yang berarti ≤ 0.05 dimana terdapat perbedaan luas penguasaan lahan sebelum dan sesudah konversi lahan) maka perbedaan luas penguasaan lahan diterima.

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka diketahui terdapat penurunan luas lahan yang dikerjakan antara sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan. Perubahan luas lahan tersebut disebabkan oleh faktor koversi lahan yang dilakukan PT. GC. Namun lahan pertanian tidak semua dikonversi masih ada lahan-lahan pertanian yang bertahan dan pemilik lahannya masih mempertahannkan lahan sawah mereka untuk investasi masa depan. Kini buruh tani beralih ke lahan-lahan yang belum dikonversi tersebut, tidak menutup kemungkinan ketika pemilik lahan tersebut menjual tanahnya dan menjadikan area perumahan buruh-buruh tani tersebut akan kehilangan mata pencaharian mereka secara menyeluruh disektor pertanian.

Perubahan Pendapatan

Hasil penelitian memberikan data mengenai jumlah dan presentase rumah tangga buruh tani di Desa Cimanggu Satu tentang perubahan pendapatan yang terjadi setelah konversi lahan. Perubahan pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan yang diterima oleh responden dari hasil pengolahan sawah yang ditambah dengan pendapatan lain (selain sawah) yang dihitung dalam satu musim tanam) sebelum dan sesudah konversi lahan terjadi. Sebelum konversi lahan buruh tani mendapatkan hasil berupa bawon atau uang sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan oleh buruh tani dan pemilik lahan. namun setelah konversi lahan pendapatan petani bergantung sektor diluar pertanian seperti kiriman dari anak, atau usaha lain yang mendukung pendapatan agar tetap stabil.

Tabel 21 Jumlah dan persentase perubahan pedapatan sebelum dan sesudah konversi lahan Pendapatan Jumlah RT Sebelum Sesudah n % N % Rendah 15 37,5 10 25,0 Sedang 16 40.0 24 60.0 Tinggi 9 22.5 6 15,0 Total 40 100.0 40 100.0

Desa Cimanggu Satu, Tahun 2014

Tabel 21 menunjukkan terjadinya perubahan jumlah dan presentase perubahan pendapatan antara sebelum dan sesudah konversi lahan. Perubahan tersebut terlihat pada peningkatan pendapatan yang meningkat pada kategori sedang dari 40 persen menjadi 60 persen. Hal tersebut terjadi karena buruh tani mampu memanfaatkan tenaga kerja keluarga untuk membantu dalam pemenuhan kebutuhan dan peningkatan ekonomi rumah tangga. Kondisi berbeda terlihat pada kategori rendah dan tinggi yang mengalami penurunan untuk kategori rendah sebanyak 37,5 persen menurun menjadi 25 persen. Pada kategori tinggi dari 22.5 persen menurun menjadi 15 persen mengalami penurunan pendapatan. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin menurunnya pendapatan buruh tani setelah

konversi lahan, adapun peningkatan pendapatan yang terjadi bukan hasil dari bekerja disektor pertanian melainkan dari pemanfaatan tenaga kerja keluarga yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dan peningkatan pendapatan.

Uji statistik T-test Paired atau uji beda yang berhubungan maka digunakan perangkat lunak SPSS dimana variabel pengaruhnya adalah konversi lahan dan variabel terpengaruhnya adalah pemanfaatan sumber nafkah. Kemudian melalui T-test Paired akan dilihat seberapa besar pengaruh konversi lahan terhadap perubahan pendapatan (sebelum dan sesudah adanya konversi lahan).

Tabel 22 Hasil uji T-test paired perubahan pendapatan di Desa Cimanggu Satu

Mean N Correalation sig t

Pendapatan sebelum & Pendapatan sesudah 1.85 40 0.284 0.711 -0.374 1.90 40 T Tabel : 2.331

Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa rata-rata (mean) pendapatan sebelum dan sesudah mengalami penurunan dari 1.85 menjadi 1.90 dengan jumlah sampel (N)= 40. Hal tersebut di sebabkan sebelum konversi lahan buruh tani mendapatkan hasil berupa bawon atau uang sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan oleh buruh tani dan pemilik lahan, namun setelah konversi lahan pendapatan petani bergantung sektor diluar pertanian seperti kiriman dari anak, atau usaha lain yang mendukung pendapatan agar tetap stabil

Berdasarkan aturan, jika Sig > 0.05 maka tidak ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Sebaliknya jika Sig < 0.05 maka ada hubungan antara sebelum dan sesudah konversi lahan. Berdasarkan Tabel diatas maka didapatkan nilai sig 0.711 > 0.05 yang berarti tidak ada hubungan antara sebelum dan sesudah adanya konversi lahan. Selanjutnya jika correlation (r) dikuadratkan maka menunjukan perubahan pendapatan setelah terjadinya konversi lahan. Terlihat bahwa perubahanp pendapatan setelah konversi lahan adalah 0.2842 = 0.08 (8 persen). Artinya sebanyak 8 persen peningkatan pendapatan dikarenakan konversi lahan dan sisanya sebanyak 92 persen disebabkan oleh faktor lain.

Berdasarkan aturan, jika melihat pada hasil uji t didapat nilai -0.374 yang artinya lebih kecil dari pada 2.331 (karena nilai sig = 0.711 yang berarti ≥ 0.05 dimana tidak terdapat perbedaan pendapatan sebelum dan sesudah konversi lahan) maka perbedaan pendapatan ditolak.

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka diketahui tidak terdapat penurunan pendapatan antara sebelum dan sesudah terjadinya konversi lahan. Pendapatan tersebut mampu tertutupi karena buruh tani memiliki anak dan anak tersebut yang memenuhi kebutuhan sehari-hari buruh tani tersebut.

“Alhamdullah anak bapak tos lulus sakola sadayana, tos gawe sadayana. bapak jarang ka sawah ge alhamdullah anak mah mere wae, da emang niat bapak investasi nah kana anak. Berjuang bapa mah nyakolakeun anak nepi sakuhur-luhur na” (Alhamdullah anak bapak sudah lulus sekolah semuanya, sudah

Dokumen terkait