Bab I Pendahuluan
Pada bagian ini diuraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian.
I.1 Latar belakang
Industri Pulp dan Kertas Indonesia merupakan industri yang mempunyai kontribusi yang signifikan dalam penerimaan devisa negara dari sektor non-migas. Pada saat ini Indonesia menduduki peringkat ke 9 sebagai produsen pulp dunia dengan pangsa pasar sebesar 2,4% terhadap dunia dan sementara itu sebagai produsen kertas Indonesia menduduki peringkat ke 12 dengan pangsa pasar sebesar 2,2% terhadap dunia. Pada tahun 2004 Indonesia tercatat memiliki 80 pabrik pulp dan kertas dengan jumlah kapasitas 10 juta ton per tahun kertas dan 6,3 juta ton per tahun pulp (Mansur, 2004).
Teknologi industri pulp dan kertas terus mengalami perkembangan terutama teknologi yang berwawasan lingkungan. Usaha yang dilakukan diantaranya mengurangi limbah yang dihasilkan. Pemakaian bahan kimia dalam industri pulp dan kertas tidak dapat dihindarkan mengingat kelangsungan proses yang kontinyu harus terjaga dengan baik (Haroen, 2004).
Pada saat ini telah dikembangkan proses bioteknologi dalam industri pulp dan kertas. Enzim dapat digunakan pada beberapa proses pembuatan pulp dan kertas seperti pada pemasakan (cooking), reduksi pitch, pemutihan (bleaching) dan deinking. Pemakaian enzim memiliki banyak keunggulan seperti menghemat energi, mengurangi kebutuhan bahan kimia dan meningkatkan kekuatan pulp dan kertas. Namun dibandingkan dengan proses kimia atau mekanis, penggunaan enzim dalam pembuatan pulp dan kertas membutuhkan waktu yang lama. Hal ini mengakibatkan aplikasinya dalam industri masih sangat jarang (Kirk dkk., 1996). Penelitian penggunaan enzim pada proses pembuatan pulp dan kertas dapat dilihat pada tabel I.1.
Pada proses pembuatan pulp putih maka proses pulping dan pemutihan merupakan proses utama. Pulping merupakan proses penghilangan lignin (delignifikasi) untuk mendapatkan serat murni. Pulping terdiri atas metode mekanis dan kimia atau kombinasinya untuk membuat pulp dengan karakteristik yang diinginkan. Pulping mekanis menggunakan energi listrik yang banyak sedangkan pulping kimiawi melibatkan bahan kimia untuk mendegradasi dan melarutkan lignin dari dinding sel (Smook, 1992). Penggunaan enzim pada proses pulping mampu mengurangi energi dan bahan kimia serta meningkatkan kekuatan lembaran pulp dan kertas yang dihasilkan (Akhtar dkk., 1998).
Tabel I.1. Penelitian penggunaan enzim pada proses pembuatan pulp dan kertas (Kirk dan Jeffries, 1996)
Tahun Pengembangan Peneliti
1959 Fibrilasi Pulp dengan selulase Bolaski dan Gallatin 1970 Biopulping menggunakan jamur pelapuk putih Lawson dan Still
1984 Beating menggunakan xylanase Comtat, Nora dan Nóe
1984 Penghilangan hemiselulosa dalam disolving
pulp menggunakan xylanase
Paice dan Jurasek
1984 Prebleaching menggunakan xylanase Viikari, Ranua, Kantelinen,
Sandquist dan Linko 1988 Drainage menggunakan selulase Fuentes dan Robert
1989 Depitching menggunakan lipase Irie, Matsukara dan Hata
1991 Deinking menggunakan selulase dan xylanase Kim, Ow dan Eom
1993 Delignifikasi Pulp menggunakan lakase Call dan Mulke 1996 Pemutihan menggunakan manganese
peroksidase
Harazono, Kondo dan Sakai
Proses pemutihan konvensional masih menggunakan klor atau senyawa klor yang dapat menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Pemutihan merupakan proses lanjutan untuk menghilangkan sisa lignin dalam pulp. Penggunaan enzim dari jamur pelapuk putih mampu menghasilkan derajat putih yang tinggi tanpa menggunakan klor. Bila diinginkan derajat putih yang lebih tinggi dapat dilanjutkan dengan tahap pemutihan menggunakan Oksigen (O2) atau
I.2 Perumusan Masalah
Tujuan utama dari proses pemutihan adalah untuk meningkatkan derajat putih, sehingga pulp tersebut sesuai untuk dibuat kertas dengan jenis tertentu. Proses pemutihan pulp tidak hanya membuat pulp menjadi lebih putih atau cerah, tetapi juga membuatnya stabil sehingga tidak menguning atau kehilangan kekuatan dan derajat putih selama penyimpanan (Sjöström, 1995).
Pada mulanya pemutihan pulp menggunakan klor (Cl2) karena sifatnya yang
reaktif, efektif dan menghasilkan pulp dengan sifat fisik dan derajat putih tinggi. Disamping itu harga klor yang relatif murah membuatnya sangat menarik dan sulit digantikan dengan bahan-bahan lainnya. Pemutihan dengan klor ternyata menimbulkan persoalan lingkungan yang sangat serius dan menjadi titik permasalahan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas. Penggunaan klor ini akan mengarah terbentuknya senyawa organik terklorinasi dalam air limbah (AOX). Halida yang terdapat dalam industri pulp dan kertas adalah klor dengan zat organik furan dan dioksin yang berbahaya bagi lingkungan (Dence dan Reeve, 1996).
Akibat limbahnya tersebut, proses pemutihan dikembangkan menjadi sistem Elemental Chlorine Free (ECF) dan Totally Chlorine Free (TCF). Pada proses ECF klor yang digunakan dalam bentuk klordioksida (ClO2). Sedangkan pada
proses TCF tidak menggunakan klor sama sekali. Tujuannya adalah mengurangi nilai Adsorbable Organic Halide (AOX) dalam limbah pemutihan (Dence dan Reeve, 1996).
Perkembangan bioteknologi memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas pulp dan kertas, mengurangi biaya, dan menciptakan produk yang bernilai tinggi. Penemuan baru tentang teknologi enzim dalam bidang pulp dan kertas dapat mengurangi masalah lingkungan. Penggunaan xylanase dapat memperbaiki ekstraksi lignin, dan mengurangi bahan kimia selama proses pemutihan (Kenealy dkk., 2003).
Selain xylanase ada pula enzim lain yang digunakan dalam proses pemutihan, Enzim ini menyerang komponen lignin pada serat karena bersifat oksidatif. Jamur pelapuk putih seperti Trametes versicolor dan Phanerochaete chrysosporium mendegradasi lignin dan meningkatkan derajat putih pulp. P. chrysosporium menghasilkan Manganese Peroksidase (MnP) dan Lignin Peroksidase (LiP). T. versicolor menghasilkan MnP, LiP dan Lakase. MnP dengan adanya H2O2 dapat
mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ yang dapat mengoksidasi unit fenol dalam lignin sehingga mampu menghilangkan sejumlah lignin dan modifikasinya. Penggunaan MnP diikuti dengan ekstraksi dengan NaOH dan tahap hidrogen peroksida dapat dikategorikan sebagai metode pemutihan TCF.
Lakase sebagai salah satu enzim pendegradasi lignin selain lignin peroksidase dan manganese peroksidase merupakan hasil metabolisme sekunder dari jamur pelapuk putih pada kondisi tertentu seperti nitrogen dan karbon yang terbatas (Ten Have dan Teunissen, 2001). Faktor lain yang mempengaruhi produksi enzim tersebut adalah pH, temperatur dan inducer. Penambahan senyawa yang memiliki struktur mirip dengan lignin dan senyawa fenol seperti xyledene dan veratryl alcohol dapat menginduksi produksi enzim (Van der Merwe, 2002). Kultivasi jamur pada kultur rendam dan penambahan inducer mampu menghasilkan aktivitas lakase yang tinggi (Tavares dkk., 2005). Menurut Ten Have dan Teunissen (2001), kultur agitasi lebih menghambat produksi enzim dari jamur pelapuk putih dibandingkan dengan kultur statis. Couto dkk. (2004) meneliti produksi enzim lakase dari Trametes hirsuta menggunakan bioreaktor imersi menghasilkan aktivitas enzim yang tinggi yaitu 5000 U/l.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa lakase mempunyai potensi untuk digunakan pada proses pemutihan pulp. Lakase dapat dihasilkan oleh jamur pelapuk putih seperti Trametes hirsuta, Trametes versicolor, dan Marasmius sp. Salah satu penghambat dalam memproduksi lakase adalah adanya tegangan geser (shear stress) yang dialami oleh kultur jamur. Bioreaktor imersi berkala (temporary immersion bioreactor) merupakan salah satu bioreaktor yang
dapat mengurangi adanya tegangan geser. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan sistem bioreaktor imersi berkala tersebut.
Bioreaktor yang digunakan terdiri dari dua kompartemen. Masing-masing kompartemen diisi dengan kultur jamur dan pemindahan medium dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya dengan memanfaatkan beda ketinggian kompartemen. Pada saat kultur jamur terendam dengan medium Kirk maka kultur jamur dapat memanfaatkannya untuk pertumbuhan dan menghasilkan lakase. Pada saat pengosongan, kultur jamur dapat menggunakan oksigen dari udara dengan mudah karena hambatan transfer massa oksigen menjadi lebih rendah tanpa adanya medium cair (medium Kirk). Selain itu, agar kultur jamur tidak terbawa oleh medium Kirk pada saat pemindahan medium tersebut dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya maka kultur jamur Marasmius sp. diimobilisasi menggunakan media imobilisasi terpilih yaitu bulustru.
Oleh karena itu, produksi lakase pada penelitian ini dilakukan menggunakan bioreaktor imersi dengan sistem perendaman berkala dan jamur Marasmius sp. diimobilisasi pada media bulustru (luffa). Peneltian dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu imersi terhadap aktivitas lakase yang dihasilkan. Untuk mengetahui efektivitas lakase yang dihasilkan, maka dilakukan penelitian penggunaan enzim kasar lakase pada perlakuan awal (pretreatment) proses pemutihan pulp kimia.
I.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses produksi lakase menggunakan bioreaktor imersi berkala termodifikasi. Enzim yang dihasilkan digunakan sebagai agensia pada perlakuan awal proses pemutihan pulp kimia dan mengetahui efektivitasnya dalam mendegradasi lignin.
I.4 Ruang Lingkup
1. Pemilihan spesies jamur yang digunakan dalam produksi lakase
Spesies jamur yang digunakan pada pemilihan ini adalah Trametes hirsuta dan Marasmius sp. Pemilihan dilakukan berdasarkan :
a. uji laju pertumbuhan b. uji degradasi lignin
c. uji kualitatif sintesis enzim
Jamur terpilih pada penelitian ini adalah Marasmius sp. 2. Pemilihan bahan imobilisasi untuk kultur jamur terpilih
Bahan yang dipilih pada penelitian ini terdiri atas bahan sintetis yaitu bioball dan sabut penggosok dan media alami yaitu bulustru (luffa sponges). Pemilihan media imobilisasi berdasarkan pengamatan secara visual pertumbuhan jamur terpilih pada media imobilisasi. Media imobilisasi terpilih pada penelitian ini adalah bulustru.
3. Produksi lakase dalam bioreaktor
Kultur Marasmius sp. yang terimobilisasi pada bulustru digunakan untuk memproduksi lakase menggunakan bioreaktor imersi berkala termodifikasi. Produksi lakase dalam bioreaktor dilakukan dengan memvariasikan waktu imersi yaitu 15 menit, 12 jam dan 24 jam. Analisis yang dilakukan pada produksi lakase adalah :
a. aktivitas lakase (U/l) b. produktivitas lakase
c. aktivitas lakase (U/mg protein)
4. Penggunaan enzim kasar lakase untuk perlakuan awal (pretreatment) pemutihan pulp kimia.
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah : a. aktivitas lakase
b. derajat putih lembaran pulp c. distribusi panjang serat