• Tidak ada hasil yang ditemukan

Runtuhnya Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pancasila. Dosen Pengampu DR. Abidarin Rosyidi, Mma.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Runtuhnya Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pancasila. Dosen Pengampu DR. Abidarin Rosyidi, Mma."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Runtuhnya Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pancasila

Dosen Pengampu DR. Abidarin Rosyidi, Mma.

Disusun oleh:

Taufiq Hidayat

11-11-5357

PRODI TEKNIK INFORMATIKA S1

FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA S1

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

(2)

1. Latar Belakang

Pada jaman modern saat ini,globalisasi mengambil peran penting dalam berbagai hal dalam hidup kita. Mulai dari cara bersikap, perilaku, gaya berbicara, berpakaian sampai dalam hal pergaulan. Termasuk dalam hal sikap bernegara dan bermasyarakat.

Pancasila khususnya sila ke 1 sebagai substansi negara Indonesia,dasar negara ini semestinya menjadi acuan dalam pelaksanaan bernegara dan bermasyarakat,namun dalam kenyataannya telah terjadi lunturnya penghayatan masyarakat terhadap sila Ketuhanan yang Maha Esa itu sendiri.

Pengaruh dari Globalisasi sangat berperan penting dalam kaitannya terhadap melunturnya penghayatan masyarakat terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa,contohnya sikap arogan terhadap pemimpin masyarakat,berkurangnya

sikap saling tolong menolong didalam masyarakat,berkurangnya rasa

persaudaraan antar kelompok masyarakat. Dimana hal-hal tersebut sebagai bukti/dampak dari pengaruh globalisasi termasuk menurunnya pengamalan nilai-nilai luhur pancasila dalam masyarakat kita.

2. Rumusan Masalah

Dapatkah pelaksanaan pengamalan nilai-nilai luhur Pancasila khususnya sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat membantu mengurangi penyimpangan-penyimpangan sikap atau perilaku masyarakat ataupun kelompok masyarakat.

(3)

3. Pendekatan

Historis:

Dasar pemikiran kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa dijadikan sila pertama dari Pancasila dikarenakan pencetus ide Pancasila – Bung Karno – mempunyai keyakinan bahwa masyarakat bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, mayoritas bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan satu dan lain cara menghayati kehidupan beragama sejak dia masih lahir sampai dewasa yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan keseharian mereka. Bahkan sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia sudah beragama secara traditional yang sudah mengenal Tuhan Yang Maha Esa walaupun dengan sebutan yang beraneka ragam. Kemudian kedatangan Islam dan Kristen makin membuat keanekaan ragaman agama bangsa Indonesia. Pada umumnya bangsa Indonesia menerima kedatangan agama-agama dengan damai baik itu Hindu, Budha, Islam dan Kristen bahkan budaya yang dikembangkan cenderung budaya sinkretis yang merupakan perpaduaan budaya local yang berumur sangat tua berbaur dengan budaya yang dibawa oleh pengaruh agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Oleh karena itu berkembang adanya aliran kepercayaan yang sebetulnya berasal dari kepercayaan lama sebelum kedatangan agama besar Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Sebagai contoh ketika penulis masih kecil pernah diajarkan oleh almarhumah ibu saya tentang doa-doa yang sepenuhnya dalam bahasa Jawa (bukan terjemahan doa-doa dari agama yang ada kemudian Hindu, Budha, Islam atau Kristen), seperti doa mau tidur, doa mau pergi, doa mau makan dsb. Tuhan disebut sebagai Gusti Pangeran kemudian dengan pengaruh Islam menjadi Gusti Allah.

(4)

adalah disarikan dari hakekat kehidupan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke bahwa bangsa Indonesia pada hakekatnya adalah bangsa yang religius apapun agamanya, apapun kepercayaannya semua

mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa.

Ketuhanan Yang Maha Esa adalah realitas dalam kehidupan bermasyarakat dengan keragaman agama dan kepercayaan tapi masih tetap bisa hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati satu sama lain, bahkan bisa berhasil secara bersama-sama mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(5)

4. PEMBAHASAN

Kembali ke pertanyaan awal apakah Ketuhanan Yang Maha Esa masih menjadi kerangka berpikir dan bertindak bangsa Indonesia dalam menghadapi keragaman beragama di Indonesia (dalam kata lain apakah masih percaya pada dasar negara Pancasila dengan sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa).

Kecenderungan adanya teror dan kekerasan dengan motif berlatar belakang agama, tentu kita juga bertanya-tanya apakah para pelaku tidak pernah membaca Pancasila atau apakah mereka memang dengan sengaja tidak mengakui keberadaan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia? Berarti pula refleksi Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai kerangka berpikir dan bertindak dalam menyikapi dalam perbedaan keragaman beragama dan kepercayaan yang dari awal kemerdekaan Indonesia memang sudah ada tidak pernah terlintas dalam kerangka dan bertindak mereka. Jadi apa sebetulnya motif pelaku teror dan kekerasan dengan latar belakang agama?

Memang secara umum Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila mengalami berbagai tantangan dan kemerosotan penghayatan dikarenakan oleh:

1. Pengaruh budaya barat:

A. Berkembangnya paham atheisme atau tidak percaya akan adanya Tuhan. Biasanya seseorang tidak percaya adanya Tuhan berdasarkan pengalaman hidup seseorang yang sangat kecewa dengan kehidupan ini. Mungkin kecewa akan kegagalan dirinya sendiri ataupun kecewa dengan keadaan sekitarnya, keadaan masyarakat pada umumnya. Menurut logika mereka kalau Tuhan itu ada hal-hal yang membuat mereka kecewa itu tidak akan terjadi. Hal lain yang menyebabkan adanya paham atheisme adalah kemajuan ilmu fisika dan revolusi industri di Eropa dari tahun 1800 yang

(6)

rationalisme sangat mencuat dan manusia terlalu yakin bahwa tidak ada sesuatu yang tidak bisa dipikirkan, apa yang diluar penalaran tidak ada. Tuhan dianggap sesuatu yang diluar penalaran. Tapi paham atheisme ini pengaruhnya tidak terlalu besar di Indonesia untuk bisa melakukan perubahan terhadap Pancasila.

B. Berkembangnya paham pragmatisme yang bisa jadi berbahaya kalau orientasi seseorang menjadi kepada kebendaan semata karena harta benda (uang) yang paling berguna untuk menunjang kehidupan yang bisa menimbulkan kemunduran kehidupan spirituil keagamaan seseorang. Ini bisa menjadikan seseorang bertuhankan harta benda (uang) dan menghalalkan segala cara untuk mencari harta benda (uang) yang menimbulkan meluasnya tingkah laku korupsi di Indonesia. Paham ini juga sangat berbahaya apabila para pragmatis menganggap keberadaan Pancasila tidak ada gunanya jadi tidak perlu dipedulikan. Paham pragmatisme ini mula mencuat pada awal orde baru ketika pengaruh model perekonomian Amerika atau kapitalisme mulai merebak di Indonesia.

1. Pengaruh radikalisme agama: radikalisme agama berasal dari pemahamam tentang kebenaran agama dan kepercayaan masing-masing, sesuatu yang mereka pahami sebagai kebenaran yang bersifat mutlak sehingga apapun diluar jalur pemikiran mereka dianggap sebagai suatu tantangan yang harus diperangi. Jelas radikalisme agama adalah sangat berbahaya bagi kehidupan ber-Pancasila, karena kalau Pancasila ini bertentangan dengan kerangka berpikir mereka harus ditentang dan diperangi. Sedangkan Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan ruang kepada keragaman beragama menurut kepercayaan masing-masing tanpa harus melakukan intervensi kepada agama dan kepercayaan lain yang tercantum di UUD’45 pasal 29 ayat 2.

Apakah kondisi masyarakat Indonesia sudah membahayakan keberadaan Pancasila melihat keadaan tersebut diatas? Menurut pendapat penulis sebetulnya

(7)

tidak ada yang perlu dikhawatirkan bahwa ada pihak-pihak yang akan merubah konsep Ketuhanan Yang Maha Esa secara formal juridis dikarenakan:

1. Memang masyarakat Indonesia dari dulu sudah mempratekkan toleransi beragama dengan baik. Kecenderungan budaya sinkretik yang bisa menerima agama dan budaya apa saja menyebabkan secara umum bangsa Indonesa adalah berjiwa moderat. Sesuatu yang bersifat radikal atau ekstrem dengan sendirinya akan mendapatkan perlawanan mayoritas masyarakat. Kekuatan ekstrem selalu tersingkir dalam kehidupan bangsa seperti kekuatan komunis, DI/TII, dan militer pada masa orde baru.

2. Pergantian haluan Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa harus melalui proses amandemen UUD ’45 yang harus disetujui mayoritas anggota MPR yang terdiri dari DPR dan DPD dan ini bukan proses yang mudah.

Kalaupun kelihatannya ada peningkatan aktifitas Islam radikal akhir-akhir ini, menurut pendapat penulis disebabkan oleh:

1. Meningkatkan suhu politik menjelang pemilu 2009, kalangan Islam radikal yang mecoba melakukan test case, seberapa dukungan yang mereka dapat dari berbagai kalangan maupun partai politik yang mana saja yang kira-kira cenderung pada gerakan Islam radikal.

2. Setiap menjelang Pemilu, issue gender, agama, Pancasila, negara Islam vs Negara Sekuler selalu dihembuskan oleh partai politik tertentu untuk mendapatan dukungan dari berbagai kalangan.

Peningkatan aktifitas kekerasan dari para pengikut Islam radikal sebetulnya malahan merugikan mereka dalam proses demokrasi dan Pemilu 2009. Kalau sifat kekerasan dan tidak menghargai hukum ini berlanjut, rakyat akan berpikir dua kali untuk mendukung atau memilih partai-partai politik berhaluan keras yang tanpa terasa mereka sudah mencuat kepermukaan, maksudnya untuk mendapatkan dukungan lebih luas tapi akibatnya malahan terbalik yang akan menimbulkan

(8)

antipati dari masyarakat pada umumnya yang akan bisa menyurutkan penghasilan suara kalangan partai politik Islam yang dianggap masyarakat luas berhaluan keras. Karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah massa mengambang yang bersifat moderat dan bukan aktivis partai.

Sebetulnya pemerintah tidak sulit untuk mengendalikan Islam radikal yaitu dengan:

1. Konsistensi dalam penerapan hukum terhadap pelaku kekerasan dan premanime. Apabila setiap kekerasan yang dilakukan dihukum setimpal dengan perbuatannya lama-lama mereka akan kapok melakukan kekerasan. Setiap pembiaran hanya akan merugikan pemerintah sendiri yang bisa memperluas gerakan Islam radikal yang sama saja pemerintah membiarkan mereka menyusun kekuatan untuk mendirikan negara Islam. Sudah bisa dipastikan muara dari gerakan Islam radikal adalah untuk mendirikan Negara Islam yang tidak sesuai dengan semangat Pancasila. 2. . Pemerintah bisa melakukan operasi intelejen untuk melakukan mapping

pesantren atau organisasi radikal Islam maupun partai-partai politik pendukungnya sehingga gerakan mereka bisa diawasi agar tidak meluas menjadi gerakan yang bersifat makar. Kenapa sampai sekarang Polri tidak berhasil menangkap Noordin M. Top, karena banyak pesantren-pesantren kecil yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan juga diluar Jawa yang dengan sukarela memberikan perlindungan kepadanya karena punya haluan yang sama yaitu haluan Islam radikal.

Ini adalah kegagalan intelejen melakukan mapping kekuatan pendukung Islam radikal. Hal yang sama terjadi ketika Polri tidak berhasil menemukan Munarman – Panglima Laskar Islam FPI ketika menghilang waktu mau ditangkap.

3. Pemerintah harus konsisten dan taat kepada UUD ’45 yang berkaitan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa dan kebebasan masyarakat

(9)

menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing tanpa harus melakukan intervensi dalam koridor ini.

Bisa disimpulkan bahwa mayoritas bangsa Indonesia menurut pendapat penulis masih berhaluan moderat yang Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pegangan yang memang sudah hidup lama dikalangan masyarakat Indonesia dalam menyikapi keragaman dalam beragama dan berkepercayaan. Memang ada akses pengaruh budaya Barat maupun Islam radikal dengan adanya globalisasi, tapi pengaruh ini tidak akan mudah menghilangkan begitu saja sifat dasar bangsa Indonesia yang cenderung sinkretik dan moderat yang sikap ekstrem tidak terlalu mendapat tempat dan akan tetap memakai Pancasila sebagai kerangka dasar bernegara dan berbangsa.

Justru yang berbahaya adalah berkembangnya paham pragmatisme dalam masyarakat yang sudah mentuhankan harta benda (uang) yang secara praktis memang paling berguna untuk menunjang kehidupan. Jadi pemahaman Ketuhanan Yang Maha Esa atau beragama dalam bentuk ketaatan dengan etika dan moral yang baik tidak tercermin dalam tingkah laku sehari-hari yang mayoritas bangsa Indonesia begitu mudahnya melakukan perilaku korupsi yang merugikan mayoritas masyarakat lainnya terutama lapisan bawah sehingga bangsa Indonesia sulit untuk menghilangkan sesama bangsa Indonesia lainnya yang berada dalam kehidupan dibawah garis kemiskinan. Jadi agama dijalankan secara formal ceremonial tanpa terkait dengan hakekat pendalaman agama atau Ketuhanan Yang Maha Esa dengan berperilaku terpuji dengan etika dan moral yang baik, penuh kasih sayang kepada sesamanya, dan tidak merugikan siapapun juga.

Bentuk kemerosotan penghayatan Ketuhanan Yang Maha Esa seperti saya sebutkan diatas yang sedang melanda bangsa Indonesia, baik pemerintahnya maupun rakyatnya saat ini, sehingga sepertinya Pancasila memang secara formal juridis tetap sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi dalam realitas sehari-hari mayoritas bangsa Indonesia dalam menghayati pelaksanaan

(10)

Ketuhanan Maha Esa atau berperilaku beragama baru sebatas formal ceremonial tanpa harus mentaati etika dan moral yang diajarkan oleh agama-agama.

(11)

5. KESIMPULAN

Penyebab dari lunturnya penghayatan masyarakat terhadap sila ke 1 pancasila adalah karena adanya masyarakat yang memiliki pandangan sendiri terhadap nilai ajaran agamanya. Serta adanya suatu kelompok yang menginkan suatu gagasan/pandangan dari kelompok itu sendiri.

Jadi pemerintah Indonesia harus mengambil jalan keluar dari adanya pandangan-pandangan dari sekelompok/masayarakat yang menginkan suatu gagasan baru itu dengan car memusyawarahkan secara nasional apa yang perlu dirubah dari butir-butir atau inti dari sila ke 1 pancasila yaitu Ketuhan Yang Maha Esa.

(12)

6. REFERENSI

Referensi

Dokumen terkait

Sedimen yang diambil saat kondisi pasang membuat pola persebaran sedimen suspensi yang memiliki nilai yang tinggi di muara sungai Kalimas, dan konsentrasi dari arah laut

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara penggunaan media sosial dengan kualitas tidur, kestabilan emosi dan kecemasan sosial pada

Dari hasil penelitian pertumbuhan Styloshantes guianensis dengan pemberian fosfor dengan level berbeda dan tanpa diberikan pupuk diperoleh kesimpulan bahwa tidak

Peradaban Islam sering difahami segolongan besar umat Islam sebagai fakta-fakta sejarah tentang kegemilangan umat Islam pada masa silam. Oleh itu ia memberikan indikasi yang

Objek kajian Schimmel dalam memahami Islam dengan menggunakan pendekatan fenomenologis adalah seluruh apa yang terdapat di alam ini yang terdiri dari sesuatu yang

Sehingga permasalahan mengenai eksponen dari sebuah digraph dwiwarna sama saja dengan permasalahan memangkatkan matriks tak negatif ( R, B ) orde n sejumlah ( g, h ) kali hingga