• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penetapan Daerah Penelitian

Penetapan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling), purposive maksudnya dalam hal ini pengambilan daerah penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu (Sudjana, 2005). Penelitian dilakukan di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga. Alasan memilih daerah penelitian ini karena merupakan salah satu sentra produksi dan pemasaran ikan asin terbesar di Kota Sibolga dengan jumlah produsen ikan asin terbanyak.

Tabel 3.1 Jumlah Produsen Ikan Asin di Kota Sibolga per Kecamatan

No. Kecamatan Kelurahan Jumlah Produsen

1. Sibolga Kota Pasar Belakang 15

2. Sibolga Sambas Pancuran Bambu 2

3. Sibolga Selatan Aek Habil 5

Sumber: Data Primer, 2017

3.2 Metode Penetapan Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah produsen ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga. Berdasarkan hasil penelitian dalam penetapan subjek penelitian, peneliti menggunakan metode sensus yaitu seluruh produsen ikan asin dijadikan responden dalam penelitian, karena jumlah populasi hanya sedikit. Seluruh populasi yang ada di daerah penelitian dijadikan subjek penelitian. Jumlah populasi sebagai responden dalam penelitian ini adalah 15 produsen ikan asin.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara langsung dengan produsen ikan asin yang

(2)

19

berpedoman pada daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah dan literatur yang mendukung penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk membuktikan hipotesis 1, terdapat proses produksi yang sederhana dengan menggunakan tenaga kerja dan biaya produksi ikan asin, digunakan analisis deskriptif, yaitu dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara produsen ikan asin didaerah penelitian.

Untuk membuktikan hipotesis 2, terdapat pendapatan bersih produsen ikan asin di daerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimum Regional Kota Sibolga digunakan analisis pendapatan. Menurut Soekartawi (2003), pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, yaitu dengan rumus:

I = TR – TC dimana,

I (Income) = Pendapatan (Rp) TR (Total Revenue) = Total penerimaan (Rp) TC (Total Cost) = Total biaya (Rp)

Menurut Suratiyah (2009), penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TR = P x Q dimana,

TR (Total Revenue) = Penerimaan total (Rp) P (Price) = Harga (Rp)

Q (Quantity) = Jumlah Produksi (Kg) I = TR – TC

(3)

Kriteria pengujian:

Jika I > UMK Sibolga maka pendapatan produsen ikan asin tinggi

Jika I < UMK Sibolga maka pendapatan produsen ikan asin rendah

Untuk membuktikan hipotesis 3, ada viabilitas finansial usaha produsen ikan asin di daerah penelitian, digunakan analisis viabilitas finansial. Ainsworth dan Danies (2010) menggunakan persamaan berikut:

I ≥ K + C dimana, I (Income) = Pendapatan (Rp) K (Capital) = Modal (Rp) C (Consumption) = Konsumsi (Rp) Kriteria pengujian:

I ≥ K + C maka usaha produsen ikan asin viabel

I< K + C maka usaha produsen ikan asin tidak viabel

Apabila pendapatan (income) lebih besar atau sama dengan modal (kapital) dan biaya konsumsi (comsumption) maka dikatakan viabel. Apabila pendapatan lebih kecil dari modal (kapital) dan biaya konsumsi (comsumption) maka dikatakan tidak viabel.

(4)

21

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Produsen ikan asin adalah orang yang melakukan kegiatan mengolah dan memproduksi ikan menjadi barang yang lebih tinggi nilainya seperti ikan asin dengan maksud untuk dijual.

2. Usaha ikan asin adalah usaha rumah tangga yang melakukan kegiatan mengolah dan memproduksi ikan asin untuk dijual, dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang dan yang paling banyak 19 orang termasuk pengusaha.

3. Proses produksi ikan asin merupakan suatu kegiatan yang mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang ada untuk menghasilkan produk ikan asin.

4. Biaya produksi adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi dihitung dalam satuan Rp/kg.

5. Output adalah jumlah akhir yang dihasilkan dari proses produksi.

6. Penerimaan adalah jumlah yang diperoleh dari penjualan output dihitung dalam satuan Rp/kg.

7. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya produksi di hitung dalam satuan Rp/kg.

8. Konsumsi adalah suatu kegiatan mengurangi atau menghabiskan nilai guna barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan, baik secara berangsur-angsur maupun sekaligus.

9. Viabilitas finansial adalah kemampuan penyedia keuangan mikro untuk menutupi seluruh biaya yang diperlukan.

(5)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara.

2. Subjek penelitian adalah seluruh produsen ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga.

(6)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga dan yang menjadi daerah penelitian adalah Kelurahan Pasar Belakang. Berikut deskripsi daerah penelitian:

4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis

Kelurahan Pasar Belakang berada di Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga, Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah seluas 1,08 km2. Jarak kelurahan Pasar Belakang dengan Kecamatan Sibolga Kota adalah 0,6 km. Secara administrasi Kecamatan Sibolga Kota mempunyai batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sibolga Utara. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sibolga Sambas. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah. 4. Sebelah Barat berbatasan Dengan Kecamatan Sibolga Utara.

Iklim di kelurahan ini dipengaruhi oleh iklim musim yaitu, musim hujan dan musim kemarau dengan suhu udara antara 18oC-35oC. Musim hujan biasanya terjadi pada bulan Agustus hingga Desember setiap tahun dengan curah hujan terbanyak pada bulan September dan Oktober.

(7)

4.1.2 Keadaan Penduduk

a. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Penduduk di Kelurahan Pasar Belakang berjumlah 5.315 jiwa dengan 1.185 KK rumah tangga yang tersebar di setiap lingkungan. Jumlah penduduk Kelurahan Pasar Belakang berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Pasar Belakang Tahun 2016

Jenis Kelamin

Penduduk (Jiwa) Jumlah Persentase (%)

Laki-Laki Perempuan 2.743 2.572 51,61 48,39 Total 5.315 100,00

Sumber: Kantor Kelurahan Pasar Belakang, 2017

Dari Tabel 4.1 penduduk di Kelurahan Pasar Belakang pada tahun 2016 berjumlah

5.315 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.743 jiwa (51,61%) dan penduduk perempuan sebanyak 2.572 jiwa (48,39%).

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Dilihat dari kelompok umur ternyata kelompok umur usia produktif di Kelurahan Pasar Belakang cukup besar. Berikut gambaran jumlah penduduk menurut kelompok umur di Kelurahan Pasar Belakang:

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kelurahan Pasar Belakang Tahun 2016

Kelompok Umur

(Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

>60 16-60 5-15 0-4 690 2.188 1.581 856 12,98 41,16 29,75 16,11 Total 5.315 100,00

(8)

25

Tabel 4.2 di atas menjelaskan bahwa kelompok umur yang mempunyai jumlah paling besar adalah kelompok umur 16-60 tahun yaitu dengan jumlah 2.188 jiwa (41,16%) dari total 5.315 jiwa penduduk. Sementara itu, Jumlah yang paling sedikit berada pada kelompok umur >60 tahun yaitu sebesar 690 jiwa (12,98%).

c. Jumlah Penduduk Menurut Agama

Jumlah penduduk menurut agama di Kelurahan Pasar Belakang dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kelurahan Pasar Belakang Tahun 2016

Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Islam Kristen Protestan Katolik Hindu Buddha 4.800 120 45 0 350 90,31 2,25 0,85 0 6,59 Total 5.315 100,00

Sumber: Kantor Kelurahan Pasar Belakang, 2017

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa penduduk di Kelurahan Pasar Belakang mayoritas beragama islam dengan jumlah 4.800 jiwa (90,31 %). Beragama Kristen Protestan sebanyak 120 jiwa (2,25 %), Katolik sebanyak 45 jiwa (0,85 %), Hindu sebanyak 0 jiwa (0 %) dan Buddha sebanyak 350 jiwa (6,59 %).

d. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata penduduk di Kelurahan Pasar Belakang hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Berikut tabel jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Pasar Belakang:

(9)

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pasar Belakang Tahun 2016

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

Belum Sekolah TK Tidak Tamat SD SD SLTP SLTA Diploma Sarjana 312 513 259 1.025 1.223 1.540 297 146 5,87 9,65 4,87 19,28 23,01 28,97 5,59 2,76 Total 5.315 100,00

Sumber: Kantor Kelurahan Pasar Belakang, 2017

Dari Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk yang paling banyak adalah tamatan SLTA yaitu sebesar 1.540 Jiwa (28,97 %).

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di suatu kelurahan sangat dibutuhkan demi perkembangannya. Untuk mencapai kelurahan ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua. Di Kelurahan Pasar Belakang, sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk penduduk seperti sarana ibadah, kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain-lain telah tersedia. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(10)

27

Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana Kelurahan Pasar Belakang Tahun 2016

No Sarana dan Prasarana Jumlah Satuan

1 Pendidikan a. TK b. SD c. SMP d. SMA 1 3 1 2 Unit Unit Unit Unit 2 Kesehatan a. Puskesmas b. Balai Pengobatan/Klinik c. Posyandu d. Apotek/Toko Obat - 1 7 - Unit Unit Unit Unit 3 Rumah Ibadah a. Masjid b. Mushola c. Gereja d. Vihara 3 - 1 4 Unit Unit Unit Unit 4 Transportasi a. Jalan Tanah b. Jalan Berbatu c. Jalan Aspal 1.300 2.800 5.000 Meter Meter Meter

Sumber:Kantor Kelurahan Pasar Belakang, 2017

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dimaksud adalah mengenai umur, jumlah tanggungan keluarga produsen, pengalaman berusaha dan jumlah produksi ikan asin yang dihasilkan. Adapun jumlah responden yang diperoleh dari data survei yaitu 15 produsen ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang. Berdasarkan hasil wawancara mengenai karakteristik responden di Kelurahan Pasar Belakang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Karakteristik Responden di Kelurahan Pasar Belakang

No Uraian Total Rataan 1 2 3 4 Umur (Tahun)

Jumlah Tanggungan (Jiwa) Lama Berusaha (Tahun) Jumlah Produksi Kering (Kg)

696 56 238 11.536 46 4 16 824

(11)

Dari Tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata umur produsen ikan asin yaitu 46 tahun, rata banyaknya jumlah tanggungan produsen ikan asin yaitu 4 jiwa, rata-rata lama berusaha ikan asin di daerah penelitian yaitu selama 16 tahun, dan jumlah produksi kering ikan asin di daerah penelitian adalah 11.536 Kg.

4.2.1 Umur Produsen Ikan Asin

Berdasarkan hasil wawancara terhadap produsen ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang diperoleh rata-rata umur produsen adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Tingkat Umur Produsen Ikan Asin

Kisaran Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentasi (%)

30-40 41-50 51-60 >60 6 1 6 2 40 6,7 40 13,3 Total 15 100,00 Sumber: Lampiran 1

Dari Tabel 4.7 menunjukkan bahwa produsen ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang yang berumur kisaran 30-40 dan 51-60 tahun yaitu sebesar 6 jiwa, umur >60 tahun yaitu sebanyak 2 jiwa sedangkan umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 1 jiwa.

4.2.2 Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan adalah orang yang berada di dalam keluarga atau rumah tangga yang masih ditanggung oleh kepala keluarga. Dapat diketahui pada Tabel 4.6 bahwa rata-rata jumlah tanggungan yang dimiliki produsen ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang adalah sebanyak 4 jiwa.

(12)

29

4.2.3 Pengalaman Berusaha

Tingkat pengalaman menggambarkan lamanya produsen ikan asin telah berkecimpung di usaha ikan asin. Berikut tabel lama pengalaman berusaha produsen ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 Lama Pengalaman Berusaha

Kisaran Pengalaman (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1-10 11-20 21-30 6 6 3 40 40 20 Total 15 100,00 Sumber: Lampiran 1

Tabel 4.8 Menunjukkan bahwa rata-rata lama berusaha yang dimiliki produsen ikan asin adalah 1-10 dan 11-20 tahun yaitu 6 jiwa dan 21-30 tahun yaitu 3 jiwa.

4.2.4 Jumlah Produksi Ikan Asin

Jumlah produksi menggambarkan banyaknya ikan asin yang dihasilkan dalam proses produksi yang dilakukan. Dapat diketahui pada Tabel 4.6 bahwa jumlah produksi kering ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang adalah 11.536 Kg yang terdiri dari berbagai jenis ikan.

(13)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Proses dan Biaya Produksi Usaha Ikan Asin

5.1.1 Hasil Uji Hipotesis 1. Terdapat proses produksi yang sederhana

dengan menggunakan tenaga kerja dan biaya produksi ikan asin di

daerah penelitian.

5.1.1.1 Proses Produksi Ikan Asin

Di daerah penelitian, mayoritas produsen ikan asin masih menggunakan tahapan proses produksi sederhana. Seluruh tahapan proses terangkai dalam satu kegiatan yang berkesinambungan dan membutuhkan waktu selama 1 atau 2 hari (apabila matahari normal). Tahapan paling penting dalam proses pembuatan ikan asin adalah penggaraman, kegiatan ini membutuhkan ketelitian dalam pengukuran bahan baku. Tahap penjemuran merupakan kegiatan yang bersifat depending, artinya kegiatan ini tidak dapat dikontrol produsen, dan sinar matahari merupakan satu-satunya faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembuatan ikan asin.

Pengolahan ikan basah segar di daerah penelitian membutuhkan proses yang relatif

panjang, yang terdiri dari 6 tahapan alur, diantara: 1) Pembelahan, 2) Pencucian pertama, 3) Penggaraman, 4) Pencucian kedua, 5) Penjemuran dan,

(14)

31

Berikut disajikan alur proses produksi pengolahan ikan basah segar menjadi ikan asin:

Gambar 5.1 Alur Proses Produksi Ikan Asin a.

a. Pembelahan Ikan

Kegiatan pembelahan ikan dalam proses pembuatan ikan asin merupakan kegiatan pertama dan sangat penting. Pembelahan ini dimaksudkan untuk memperbesar luas permukaan tubuh ikan sehingga penggaraman, pencucian dan pengeringan bisa berjalan secara efisien dan efektif. Kegiatan pembelahan ikan ini memerlukan input tenaga kerja yang cukup besar.

b. Pencucian Pertama

Ikan yang telah dibelah selanjutnya dimasukkan ke dalam keranjang dan dicuci sampai bersih. Mayoritas produsen ikan asin di daerah penelitian melakukan pencucian pertama dengan menggunakan air laut.

c. Proses Penggaraman Pembelahan Pencucian Pertama Penggaraman Pencucian Kedua Penjemuran Pengemasan

(15)

Kegiatan penggaraman merupakan kegiatan penambahan garam kepada bahan baku ikan basah segar. Penambahan garam ini dimaksudkan untuk memberikan daya tahan. Dengan kata lain, penggaraman bertujuan untuk mengawetkan daging ikan selama proses penyimpanan sampai ke konsumen akhir. Bahan dasar yang digunakan untuk kegiatan ini adalah berupa garam butiran biasa. Kebutuhan penggunaan garam berbeda-beda sesuai dengan ketebalan daging ikan. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata penggunaan garam dalam satu kali produksi adalah 430 Kg.

d. Pencucian Kedua

Setelah ikan mengalami proses penggaraman, maka selanjutnya dilakukan pencucian kedua. Pencucian ini tidak seintensif pada pencucian pertama, dimana tujuannya adalah hanya untuk membersihkan bahan baku dari kemungkinan kotoran-kotoran yang ada selama proses penggaraman.

e. Penjemuran

Penjemuran merupakan kegiatan yang sangat strategis dalam proses pembuatan ikan asin. Melalui penjemuran akan diperoleh ikan asin dengan tingkat kekeringan dengan kadar air mendekati 7%. Tingkat kadar air ini berbeda-beda menurut produsen. Kadar air yang mencapai 7% dimaksudkan agar struktur daging ikan tidak mengalami oksidasi selama proses penyampaian. Kegiatan penjemuran dengan matahari normal membutuhkan waktu 6-7 jam dan jika cuaca buruk maka penjemuran membutuhkan waktu 2-3 hari.

f. Pengemasan

Pengemasan adalah merupakan kegiatan akhir dari seluruh proses produksi pembuatan ikan asin. Pengemasan adalah merupakan kegiatan memasukkan ikan asin

(16)

33

yang sudah jadi kedalam goni bersih maupun karton besar guna dipasarkan keluar kota dan ada juga dikemas dalam plastik guna dipasarkan secara langsung atau dijajahkan pada kios-kios kecil penjual ikan asin.

5.1.1.2 Biaya Produksi Usaha Ikan Asin

Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha ikan asin selama satu bulan. Apabila biaya produksi yang dikeluarkan terlalu besar maka pendapatan yang diperoleh kecil. Begitu juga sebaliknya apabila biaya produksi yang dikeluarkan kecil maka pendapatan yang diperoleh besar.

Biaya dalam suatu usaha ikan asin dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Adapun biaya produksi yang ada pada usaha ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga yaitu:

5.1.2.1 Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan produsen ikan asin untuk sarana produksi dan berkali-kali digunakan. Komponen biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha ikan asin terdiri dari biaya penyusutan peralatan dan pajak. Yang rata-rata besar

komponen biaya tetap yaitu biaya penyusutan peralatan sebesar Rp 64.418,20/bulan/produsen dan biaya pajak sebesar Rp 3.800/bulan/produsen.

a. Biaya Penyusutan Alat

Pada Lampiran 22. dapat dilihat total biaya penyusutan alat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebesar Rp 343.205/bulan/produsen, yang terdiri dari: pisau yaitu

sebesar Rp 2.153/bulan/produsen, ember yaitu sebesar Rp 8.625/bulan/produsen, keranjang sebesar Rp 40.958,30/bulan/produsen,

(17)

Rp 58.889/bulan/produsen, tong plastik sebesar Rp 43.722,20/bulan/produsen,

rinti sebesar Rp 115.000/bulan/produsen, plastik sebesar Rp 35.069/bulan/produsen, tali sebesar Rp 992/bulan/produsen, dan timbangan

sebesar Rp 22.888,90/bulan/produsen.

Dimana dalam menghitung penyusutan peralatan didapat rumus sebagai berikut:

Keterangan:

P = Nilai Penyusutan (Rp) Hb = Harga pembelian alat (Rp) Hs = Harga sisa alat (Rp)

Lp = Lama penggunaan/ Umur ekonomis (Tahun) b. Pajak

Pajak yang berupa PBB yang rata-rata dikenakan pada usaha ikan asin di daerah penelitian yaitu sebesar Rp 3.800/bulan. Jumlah biaya yang dikenakan tiap tahunnya tergantung seberapa besar luas area yang digunakan dalam mengusahakan ikan asin di daerah penelitian.

5.1.2.2 Biaya Variabel

Pada daerah penelitian biaya variabel yang dikeluarkan adalah biaya garam, biaya ikan basah segar dan biaya tenaga kerja. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang.

a. Biaya Garam

Garam (NaCl) merupakan senyawa ionik sebagai bahan pendukung utama pada pembuatan ikan asin. Sistem penggaraman yang dilakukan di daerah penelitian yaitu

P=

Hb - Hs

(18)

35

dengan cara menyusun ikan yang telah dibelah di dalam tong kayu atau tong plastik, selanjutnya pada susunan ikan pertama ditaburi garam dan diberikan air lalu ditekan dengan batu besar, begitu selanjutnya. Dari hasil penelitian biaya garam yang

dikeluarkan produsen ikan asin yaitu Rp 150.000/sak, dimana 1 sak tersebut berisi 50 Kg garam. Semua produsen ikan asin mengaku mengeluh dengan tingginya harga

garam yang semakin melonjak.

b. Biaya Ikan Basah Segar

Dari hasil penelitian biaya ikan basah segar yang dikeluarkan produsen ikan asin berbeda-beda. Ada 19 jenis ikan yang diolah di daerah penelitian, diantaranya: Palu

belah yaitu berkisar Rp 8.000 – Rp 9.000/Kg, Perak yaitu berkisar Rp 7.000- Rp 9.000/Kg, Dendeng Jabung yaitu sebesar Rp 25.000/Kg, Tambun Asin yaitu

sebesar Rp 4.000/Kg, Kekek yaitu berkisar Rp 5.000 – Rp 6.000/Kg, Teri yaitu sebesar Rp 9.000/Kg, Beledang yaitu berkisar Rp 10.000 – Rp 12.000/Kg, Maco yaitu berkisar Rp 3.000 – Rp 8.000/Kg, Pinang yaitu sebesar Rp 6.000/Kg, Belato Aceh yaitu sebesar Rp 12.000/Kg, Aso-aso yaitu sebesar Rp 24.000/Kg, Tenggiri yaitu

sebesar Rp 28.000/Kg, Kapas yaitu sebesar Rp 23.000/Kg, Kerong yaitu sebesar Rp 5.000/Kg, Teter yaitu berkisar Rp 7.000 – Rp 9.000/Kg, Selar yaitu sebesar

Rp 8.000/Kg, Maning yaitu sebesar Rp 7.000/Kg, Tui yaitu sebesar Rp 6.000/Kg, dan Campur-campur yaitu sebesar Rp 6.000/Kg.

c. Biaya Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja luar keluarga yang semuanya dilakukan oleh pria ataupun wanita. Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja yang diupah umumnya untuk membelah ikan dan mengolah ikan. Untuk biaya/upah tenaga

(19)

berkisar Rp 50.000 – Rp 100.000/orang untuk sekali produksi, sedangkan untuk mengolah ikan berkisar Rp Rp 70.000 – Rp 150.000/orang untuk sekali produksi.

Berikut tabel analisis dari hasil uraian rincian biaya produksi usaha ikan asin: Tabel 5.1 Biaya Produksi Usaha Ikan Asin (1 Bulan)

No Jenis Biaya Rataan biaya (Rp/Bulan)

1 Biaya Tetap 1. Biaya Penyusutan a. Pisau b. Ember c. Keranjang d. Gerobak Sorong e. Tong Kayu f. Tong Plastik g. Rinti h. Plastik i. Tali j. Timbangan 2. PBB

Total Biaya Tetap

2.153 8.625 40.958,3 14.477,8 58.889 43.722,2 115.000 35.069 922 22.888,9 3800,0 346.872 2 Biaya Variabel 1. Garam

2. Ikan Basah Segar 3. Tenaga Kerja Total Biaya Variabel

11.060.000 116.436.667 10.280.000

137.776.667

Total Biaya 138.123.538

Sumber: Data diolah dari lampiran

Dari hasil analisis data primer pada Tabel 5.1 diperoleh rataan total biaya yang dikeluarkan oleh produsen ikan asin yaitu Rp 138.123.538/bulan.

Dengan demikian, hipotesis 1, terdapat proses produksi yang sederhana dengan menggunakan tenaga kerja dan produksi ikan asin di daerah penelitian diterima. 5.2. Pendapatan Usaha Ikan Asin

5.2.1 Hasil Uji Hipotesis 2. Terdapat pendapatan bersih produsen ikan asin di daerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimum Regional Kota Sibolga. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usaha dengan biaya produksi usaha ikan asin. Apabila selisih antara penerimaan dengan biaya produksi positif berarti usaha

(20)

37

ikan asin tersebut memperoleh keuntungan, sebaliknya apabila selisih antara penerimaan dengan biaya produksi negatif berarti usaha tersebut mengalami kerugian. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota diperoleh uraian penerimaan dan rataan pendapatan dari masing-masing usaha ikan asin dapat dilihat sebagai berikut ini:

5.2.1.1 Penerimaan Usaha Ikan Asin

Penerimaan usaha ikan asin merupakan total hasil yang diperoleh petani ikan asin dari usaha yang dilaksanakan. Penerimaan usaha ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga bersumber dari hasil penjualan ikan asin. Total rata-rata penerimaaan produsen ikan asin di daerah penelitian adalah sebesar Rp 160.650.667/bulan/produsen.

a. Penjualan Ikan Asin

Besarnya penerimaan tergantung pada banyaknya ikan asin yang diproduksi dan yang terjual. Dari hasil penelitian yang dilakukan, tingkat harga penjualan ikan asin berbeda-beda sesuai dengan jenis ikan, diantaranya: Palu Belah yaitu berkisar Rp 25.000 – Rp 32.000/Kg, Perak yaitu berkisar Rp 18.000 – Rp 21.000/Kg, Dendeng Jabung sebesar Rp 42.000/Kg, Tamban Asin sebesar Rp 13.000/Kg, Kekek sebesar Rp 15.000/Kg, Teri sebesar Rp 60.000/Kg, Maco yaitu berkisar Rp 9.000 – Rp 18.000/Kg, Beledang yaitu berkisar Rp 23.000 – Rp 33.000/Kg, Pinang yaitu berkisar Rp 11.000 - Rp 15.000/Kg, Belato Aceh sebesar Rp 24.000/Kg, Aso-Aso sebesar Rp 60.000/Kg, Tenggiri sebesar Rp 64.000/Kg, Kapas sebesar Rp 58.000/Kg, Kerong yaitu berkisar Rp 13.000 – Rp 17.000/Kg, Teter yaitu berkisar Rp 23.000 – Rp

(21)

30.000/Kg, Selar sebesar Rp 18.000/Kg. Maning sebesar Rp 20.000/Kg, Tui yaitu berkisar Rp Rp 14.000 – Rp 15.000/Kg, dan Campur-campur sebesar Rp 16.000/Kg.

Di antara 19 jenis ikan yang diolah menjadi ikan asin, ikan palu belah yang paling banyak diminati konsumen, selain itu juga dikarenakan permintaan konsumen yang cukup tinggi dan harganya masih terjangkau. Biasanya penjualan ikan asin dilakukan setiap hari. Sebagian besar ikan asin di jual ke luar kota (70%), di jual dengan meletakkannya di kios penjualan ikan asin (20%) dan sebagian kecil di jual pada masyarakat sekitar (10%).

5.2.2.2 Pendapatan

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan usaha dengan biaya produksi usaha ikan asin. Apabila selisih antara penerimaan dengan biaya produksi positif berarti usaha ikan asin tersebut memperoleh keuntungan, sebaliknya apabila selisih antara penerimaan dengan biaya produksi negatif berarti usaha tersebut mengalami kerugian. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh rataan pendapatan dari masing-masing usaha produsen ikan asin yaitu sebesar Rp 22.527.000/bulan.

(22)

39

Tabel 5.2 Pendapatan Usaha Produsen Ikan Asin

No Output dan Input Rataan (Rp/Bulan)

1 Penerimaan 160.650.667 2 Biaya Biaya Tetap 1. Biaya Penyusutan a. Pisau b. Ember c. Keranjang d. Gerobak Sorong e. Tong Kayu f. Tong Plastik g. Rinti h. Plastik i. Tali j. Timbangan 2. PBB

Total Biaya Tetap Biaya Variabel

1. Garam

2. Ikan Basah Segar 3. Tenaga Kerja Total Biaya Variabel Total Biaya 2.153 8.625 40.958,3 14.477,8 58.889 43.722,2 115.000 35.069 922 22.888,9 3800,0 346.872 11.060.000 116.436.666 10.280.000 137.776.667 138.123.538 Pendapatan 22.527.128

Sumber: Data diolah dari lampiran

Dari hasil perhitungan pendapatan pada Tabel 5.2 diperoleh rataan pendapatan yang diterima produsen ikan asin yaitu Rp 22.527.128/bulan/produsen.

Bila dibandingkan dengan UMK Sibolga yaitu sebesar Rp 2.057.000/bulan maka rata-rata pendapatan keluarga produsen ikan asin/bulan di daerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimun Kota (UMK) Sibolga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan bersih produsen ikan asin di daerah penelitian termasuk kategori pendapatan yang tinggi.

Dengan demikian, hipotesis 2, terdapat pendapatan bersih produsen ikan asin di daerah penelitian lebih tinggi dari Upah Minimum Regional Kota Sibolga diterima.

(23)

5.3. Viabilitas Finansial

5.3.1 Hasil Uji Hipotesis 3. Ada viabilitas finansial usaha produsen ikan asin di daerah penelitian.

Viabilitas finansial adalah keberlanjutan keuangan dimana produsen mampu memenuhi pengeluaran biaya produksi dan biaya pengeluaran konsumsi. Dikatakan viabel apabila penerimaan lebih besar atau sama dengan biaya produksi dan konsumsi. Sedangkan dikatakan tidak viabel apabila penerimaan lebih kecil dari biaya produksi dan konsumsi.

Biaya produksi yang dimaksud adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan dalam usaha ikan asin adalah sebagai berikut:

Tabel 5.3 Total Biaya Produksi Ikan Asin

No Jenis Biaya Rataan biaya (Rp/Bulan)

1 Biaya Tetap 346.872

2 Biaya Variabel 137.776.667

Total Biaya 138.123.538

Sumber: Data diolah dari lampiran

Biaya konsumsi meliputi biaya pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, transportasi, organisasi, kehidupan sosial dan pengeluaran lainnya. Berikut perincian biaya konsumsi produsen ikan asin di daerah penelitian:

Tabel 5.4 Total Biaya Konsumsi Produsen Ikan Asin

No Jenis Biaya Rataan biaya (Rp/Bulan)

1 Pangan 1.785.000 2 3 4 5 6 7 8 9 Sandang Papan Pendidikan Kesehatan Transportasi Organisasi Kehidupan Sosial Lain-lain 243.667 376.700 433.333 179.333 377.333 6.333 630.000 613.667 Total Biaya 4.645.367

(24)

41

Setelah mengetahui jumlah pendapatan, biaya produksi dan biaya konsumsi maka dapat dilakukan analisis viabilitas finansial. Hasil yang diperoleh dari analisis viabilitas finansial produsen ikan asin di Kelurahan Pasar Belakang, Kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 5.5 Viabilitas Finansial Produsen Ikan Asin No Sampel Penerimaan (Rp) Total Biaya Produksi (Rp) Pengeluaran Konsumsi (Rp) Viabilitas Finansial (Rp) 1 200.000.000 180.712.291 9.968.000 9.319.709 2 451.600.000 355.576.250 7.179.500 88.844.250 3 67.500.000 62.061.041 2.549.000 2.889.959 4 68.250.000 64.320.416 2.983.000 946.584 5 541.000.000 470.033.040 8.137.000 62.829.960 6 129.200.000 118.616.874 2.443.000 8.140.126 7 245.040.000 220.856.583 6.118.000 18.065.417 8 45.700.000 41.962.458 2.065.000 1.672.542 9 111.300.000 89.800.375 6.917.000 14.582.625 10 144.560.000 131.217.291 4.108.500 9.234.209 11 171.000.000 158.505.379 3.024.500 9.470.121 12 122.360.000 83.462.083 6.820.000 32.077.917 13 42.250.000 37.038.000 2.434.000 2.778.000 14 33.500.000 27.830.498 2.192.000 3.477.502 15 36.500.000 29.860.500 2.742.000 3.897.500 Total 2.409.600.000 2.071.853.074 69.680.500 268.226.421 Rataan 160.650.667 138.123.538 4.645.367 17.881.761 Sumber: Lampiran

Dengan demikian, hipotesis 3, ada viabilitas finansial usaha produsen ikan asin di daerah penelitian diterima.

Sesuai dengan teori viabilitas finansial yang bermakna kemampuan pendapatan untuk menutupi biaya produksi dan konsumsi secara keseluruhan, maka dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa usaha ikan asin di daerah penelitian memiliki tingkat viabilitas finansial yang cukup tinggi, dikarenakan kemampuan pendapatan produsen ikan asin dapat menutupi biaya produksi dan konsumsi secara keseluruhan. Adapun pendapatan yang diperoleh produsen ikan asin lebih tinggi dibandingkan UMK Kota Sibolga

(25)

sebesar Rp 2.057.000/bulan. Hal ini terlihat dari pengamatan visual pengkaji di daerah penelitian bahwa produsen ikan asin yang menjadi responden dalam penelitian ini sudah memiliki rumah sendiri yang layak dan memiliki paling sedikit 1 buah motor. Viabilitas finansial produsen ikan asin di daerah penelitian dikatakan viabel.

Hal ini didukung dengan Samir Yasif (2015), bahwa pendapatan bersih usahatani ubi kayu di daerah penelitian cukup besar, dapat menutupi biaya produksi dan konsumsi secara keseluruhan, dengan tingkat viabilitas yang cukup tinggi. Pendapatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Serdang Bedagai sebesar Rp 1.496.000/bulan. Viabilitas finansial petani ubi kayu di daerah penelitian dikatakan viabel.

Selain itu menurut Herlina Aritonang (2017), bahwa tingkat viabilitas finansial yang diperoleh di daerah penelitian tidak terlalu tinggi, namun sebagian besar peternak dapat menutupi biaya produksi dan konsumsi secara keseluruhan. Pendapatan bersih usaha ternak sapi potong tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Upah Minimun Kabupaten (UMK) Deli Serdang sebesar Rp 2.246.000/bulan. Viabilitas finansial usaha ternak sapi potong di derah penelitian dapat dikatakan viabel.

Sedangkan menurut Jufrianto (2014), pendapatan keluarga petani salak lebih rendah bila dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Tapanuli Selatan sebesar Rp.1.496.000/bln. Dikarenakan pendapatan keluarga petani di daerah penelitian sangat kecil dan tidak mampu menutupi biaya produksi dan konsumsi secara keseluruhan, maka kehidupan masyarakat petani di Desa Siuhom Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan tergolong miskin. Usaha Petani Salak Padangsidimpuan Di Kab. Tapanuli Selatan adalah tidak viabel.

(26)

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Dari analisis yang dilakukan terhadap usaha produsen ikan asin di daerah penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Proses produksi usaha ikan asin di daerah penelitian adalah proses produksi sederhana dengan menggunakan tenaga kerja dan biaya produksi pada usaha ikan asin cukup tinggi.

2. Pendapatan bersih produsen ikan asin lebih tinggi dibandingkan dengan Upah Minimun Kota (UMK) Sibolga.

3. Viabilitas finansial usaha produsen ikan asin di daerah penelitian sangat tinggi dan berjalan viabel.

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah: 6.2.1. Kepada Produsen Ikan Asin

Kepada produsen ikan asin sebaiknya tetap menjalankan usaha ikan asin tersebut karena dari hasil penelitian usaha ikan asin ini menguntungkan dan untuk meningkatkan pendapatannya sebaiknya produsen ikan asin di daerah penelitian harus meningkatkan lagi jumlah produksinya.

6.2.2. Kepada Pemerintah

Pemerintah disarankan memberikan bantuan berupa penyediaan penyuluh dan pendanaan kepada nelayan, petani ikan dan produsen ikan asin dan membuat kebijakan dalam strategi pengembangan usaha dan peningkatan pendapatan untuk

(27)

6.2.3. Kepada Peneliti Selanjutnya

Agar peneliti selanjutnya meneliti tentang bagaimana strategi usaha mencapai viablitas finansial ikan asin di Kota Sibolga dan meneliti tentang peran pemerintah dalam meningkatkan produksi dan pendapatan produsen ikan asin di Kota Sibolga.

Gambar

Gambar 5.1 Alur Proses Produksi Ikan Asin  a.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap area pelayanan yang memenuhi standar kualitas air minum (drinkable) antara bulan Januari 2016 dan Maret 2016 di wilayah barat, terdapat

Perhitungan rencana anggaran biaya dari tahap pembangunan jaringan sistem penyaluran air buangan offsite sanitasi kawasan di Kota Solok dapat dilihat dalam tabel

untuk Pembunuhan Massal terhadap kaum komunis Indonesia demi satu tujuan tertentu. Karena, jika Jenderal Soeharto mudah memerintahkan bawahannya untuk “membereskan”

2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah Ketenagaan Penyuluhan Pertanian yang Ditingkatkan Kualitas dan Kuantitasnya(Orang) Persentase (%) Jumlah Kegiatan yang

Secara rinci, pada tahap perencanaan ini, prosedur tindakan yang dilakukan peneliti adalah (1) membagi guru dalam beberapa kelompok kecil, (2) peneliti memberikan

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Riau tahun 2015, Industri Pengolahan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 0,99 persen,

Dengan demikian norma yang diatur dalam Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dimaksudkan harus dikesampingkan dan oleh karena itu jelas bahwa Ketua Umum MUI

Untuk menentukan aturan pengelompokan dan mengelompokkan objek-objek yang baru dari kedua spesies ini digunakan Quadratic Discriminant Analysis (QDA), karena kedua sampel