• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I. Pendahuluan. Pariwisata merupakan salah satu pintu gerbang masuknya pembangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I. Pendahuluan. Pariwisata merupakan salah satu pintu gerbang masuknya pembangunan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu pintu gerbang masuknya pembangunan dan pengembangan suatu daerah atau bahkan suatu negara. Pengembangan di sektor ini sangat tidak terlepas dari perkembangan yang nantinya akan terus terjadi di masa yang akan datang. Pariwisata pada esensinya sangat kompleks, sehingga sangat erat kaitannya dengan interaksi aspek-aspek lainnya, seperti aspek sosial, budaya, ekonomi, agama atau kepercayaan, hingga aspek politik, yang secara keseluruhan membutuhkan suatu gerakan yang bersifat dinamis bukan statis.

Interaksi yang ditimbulkan oleh pariwisata juga akan melibatkan tidak hanya satu kebudayaaan saja namun bisa bermacam-macam kebudayaan (lintas budaya/cross cultural) yang akan dipertemukan dalam satu aktivitas yang bernama „pariwisata‟. Keuntungan yang mampu diberikan oleh sektor pariwisata sangat bervariasi dan memberikan nilai tambah (value added) yang sangat luar biasa. Disebutkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UU No 10 Tahun 2009) menyebutkan bahwa ada 13 jenis usaha

(2)

yang diberi keleluasaan oleh pemerintah dalam pengembangan kepariwisataan1, yaitu:

1. Daya tarik wisata 2. Kawasan pariwisata 3. Jasa transportasi wisata 4. Jasa perjalanan wisata 5. Jasa makanan dan minuman 6. Penyediaan akomodasi

7. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi

8. Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran (MICE)

9. Jasa informasi wisata 10. Jasa konsultan wisata 11. Jasa pramuwisata 12. Wisata tirta, dan 13. Spa.

Pengembangan sektor ini, memiliki potensi untuk menjadi solusi bagi persoalan-persoalan yang terkait dengan kemiskinan, kesejahteraan masyarakat, maju dan tidaknya suatu daerah bahkan sampai masalah politik. Hal ini yang menyebabkan program-program yang dibentuk oleh pemerintah yang terkait dengan sektor pariwisata akan berimbas kepada sektor-sektor lainnya. Sedangkan untuk realisasi dari berbagai program pengembangan sektor pariwisata bisa membawa dampak yang mampu mendorong masyarakat untuk lebih berdaya, berbudaya dan sadar akan potensi yang dimiliki oleh daerahnya.

1

(3)

Yogyakarta hingga saat ini menjadi salah satu kawasan industri pariwisata yang menjadi kebanggaan Indonesia. Industri pariwisata yang dimiliki kota ini cukup berpotensi tinggi dan memiliki bargainning position yang cukup kuat pada level nasional, regional bahkan mencapai level internasional. Yogyakarta telah terbukti sebagai salah satu destinasi wisata yang banyak dijadikan referensi oleh berbagai kalangan. Penawaran objek wisata yang cukup beragam di kota ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan lokal/nusantara (wisnus) maupun mancanegara (wisman). Yogyakarta memiliki berbagai potensi wisata, antara lain wisata alam seperti gunung, bukit atau perbukitan, dan sudah sangat dikenal di Indonesia bahkan di dunia, yaitu Gunung Merapi yang merupakan salah satu gunung aktif di dunia, pegunungan karst, wisata gua, wisata pantai yang cukup beragam; wisata budaya seperti Kasultanan atau Pura Pakualaman, museum, kota tua; wisata kuliner; wisata pendidikan ke Kampus PT yang menjadi trend di kalangan siswa SMA/SMK/MAN yang akan melanjutkan ke PT di Yogyakarta, hingga wisata religi memiliki faktor penarik destinasi wisata di Yogyakarta. Termasuk pariwisata yang bersinggungan dengan kegiatan-kegiatan pemerintah, instansi ataupun perusahaan, berupa kegiatan Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition (MICE) yang semakin marak diselenggarakan Yogyakarta. Peningkatan industri wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta terus terjadi dan menjadi salah satu concern bagi seluruh stakeholder di bidang pariwisata, terutama pemerintah daerah. Dalam upaya pengembangan dan kerja keras pada sektor ini telah terbukti, yaitu dengan adanya data

(4)

pertumbuhan kunjungan wisata dari tahun ke tahun seperti yang tertera pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.1

Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan Tahun 2008-2012 Tahun Wisatawan Mancanegara Pertum -buhan (%) Wisatawan Nusantara Pertum -buhan (%) Wisatawan Mancanegara dan Nusantara Pertum-buhan (%) 2008 128.660 24,64 1.156.097 0,86 1.284.757 2,83 2009 139.492 8,42 1.286.565 11,29 1.426.057 11,00 2010 152.843 9,57 1.304.137 1,37 1.456.980 2,17 2011 169.565 10,94 1.438.129 10,27 1.607.694 10,34 2012 197.751 16,62 2.162.422 50,36 2.360.173 46,80 2013 202.518 2,41 2.260.953 4,55 2.463.471 4,37

Sumber: Data Statistik Kepariwisataan 2012-2013

Terlihat dari tabel diatas, bahwa pariwisata di Yogyakarta, yang dapat dilihat dari kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara, pada masa periode 2008 hingga 2013 mengalami pergerakan yang fluktuatif. Peluang yang dimiliki pariwisata merupakan salah satu sektor yang akan memberikan pengaruh juga terhadap sektor-sektor lainnya. Lonjakan yang cukup besar terjadi pada tahun 2011 ke tahun 2012. Namun secara keseluruhan, dari tahun 2008 hingga tahun 2013, pertumbuhan kunjungan wisatawan bergerak secara positif dan tidak menunjukkan adanya penurunan. Hal tersebut membuktikan bahwa Yogyakarta

(5)

tetap menjadi salah satu daerah yang tidak kehilangan pesonanya di mata para wisatawan. Baik dari segi atraksi, amenitas maupun aksesibilitas, Yogyakarta ternyata mampu menunjukkan kekuatan dalam mempertahankan kinerja pada ketiga sisi tersebut. Sehingga secara langsung maupun tidak langsung, pencapaian pada aspek tersebut bisa membuahkan hasil pada aspek-aspek lain.

Berawal dari kondisi tersebut, penyerapan Sumber Daya Manusia (SDM) mulai terjadi, baik yang berada pada taraf profesional hingga masyarakat awam di sekitar daerah tujuan wisata. Hal ini menunjukkan bahwa pembukaan lapangan kerja yang baru dapat terwujud dan pemberdayaan masyarakat terhadap potensi pariwisata yang dimiliki di daerahnya dapat terjadi. Kegiatan perdagangan pasti akan menggeliat ketika pariwisata telah masuk di daerah tersebut, misalnya kuliner, pemanfaatan rumah untuk penginapan, industri rumah tangga, pengisi acara, seperti kesenian tradisional, penyedia transportasi lokal, menjadi pemandu wisata, penyedia jasa, seperti tukang foto, tukang parkir, keamanan, pengojek payung, menyewakan kuda, bendi atau andong adalah beberapa contoh yang akan ikut mengalami perkembangan dan mendorong roda perekonomian masyarakat di daerah wisata. Kreativitas dan inovasi masyarakat pun semakin terpacu untuk bersaing seiring dengan kompetensi yang terjadi didalamnya serta kesempatan-kesempatan yang muncul. Oleh sebab itulah, tidak heran apabila Pendapatan Asli Daerah DIY juga meningkat, seperti terlihat pada tabel 1.3.

Grafik 1.1

(6)

Sumber: Bappeda Provinsi DIY Tahun 2013

Grafik PAD tersebut sebagai satu catatan bagi pemerintah Yogyakarta, khususnya bagi para pemangku kebijakan dan pelaku industri pariwisata bahwa sektor pariwisata terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. PAD menjadi salah satu indikator keberhasilan program-program yang telah dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan oleh para stakeholder yang berkepentingan di dalamnya. Ketika PAD bisa mengalami peningkatan, maka kegiatan seperti penajaman promosi, peningkatan aksesibilitas, kemudahan transportasi, meningkatnya local support dan inovasi-inovasi kegiatan lain telah membuahkan suatu hasil yang signifikan.

Salah satu karakter yang spesifik dari pariwisata adalah in-situ2, yang memiliki arti untuk dapat menkonsumsi suatu produk kepariwisataan yang ditawarkan oleh suatu destinasi, industri ini mengharuskan konsumennya (wisatawan) untuk berkunjung mendatangi lokasi dimana produk pariwisata itu berada (dihasilkan). Dari satu karakter itu saja, sudah dapat tergambarkan bahwa

2

Sunaryo, Bambamg. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta. Gava Media

0 50 100 150 200 2010 2011 2012 2013 95.68 106.21 153.17 188.84 PAD

(7)

pariwisata mampu mendatangkan keuntungan-keuntungan yang berasal dari wisatawan-wisatawan saat wisatawan tersebut berada pada saat perjalanan atau berada di lokasi wisata, yaitu akan mengeluarkan biaya-biaya keperluan wisatanya. Pengeluaran tersebut antara lain: penginapan, makan dan minum, trasportasi, biro perjalanan, jasa pramuwisata, hingga kerajinan untuk buah tangan akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat pada daerah destinasi wisata. Pertumbuhan pendapatan ini pun akan berimbas pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

PAD yang meningkat juga mampu membuat kemudahan bagi pemerintah untuk melakukan berbagai kegiatan pemeliharaan dan pengembangan fasilitas pariwisata di Yogyakarta. Hal tersebut menjadi hal yang sangat crucial untuk dilakukan agar menjaga kestabilan kualitas pariwisata yang telah dicapai oleh Yogyakarta. Penglokasian dana PAD untuk berbagai langkah strategi, misalnya untuk program-program kepariwisataan selanjutnya juga harus terus dilaksanakan serta diawasi pelaksanaannya agar tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan sektor ini.

Sektor pariwisata tidak dapat dipungkiri lagi keberadaannya sebagai penggerak ekonomi yang cukup diandalkan. Bahkan saat terjadi „gonjang-ganjing‟ faktor ekonomi di Indonesia bahkan dunia, salah satu sektor yang hampir tidak terkena imbas secara signifikan adalah sektor pariwisata. Berdasarkan banyaknya jenis wisata yang ditawarkan di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) menjadi salah satu wisata yang menjadi primadona saat ini. data

(8)

berikut ini menunjukkan perkembangan wisata MICE di Daerah Istimewa Yogyakarta yang semakin berkembang dari waktu ke waktu.

Grafik 1.2

Perkembangan Jumlah Penyelenggaraan MICE Tahun 2009-2013

Sumber: Lakip Dinas Pariwisata DIY 2011-2013

Berdasar grafik diatas, dapat terlihat bagaimana pergerakan perkembangan industri wisata MICE di Yogyakarta pada periode 2011 ke 2012 dan tergambarkan pula bahwa ada pergerakan yang terjadi pada industri wisata ini. Lebih dari 100 persen realisasi yang diperoleh dari target yang telah ditentukan. Tentu saja, hasil ini juga mampu membuat reputasi dan citra Yogyakarta menjadi meningkat dimata nasional, regional bahkan di dunia internasional. Pertumbuhan wisata MICE di Yogyakarta ini memang cukup mencengangkan. Realisasinya bisa menembus angka 13.000 lebih selama satu tahun event yang tercatat berhasil terselenggarakan di berbagai tempat di Yogyakarta. Bisa dibayangkan apabila selama satu tahun kegiatan yang terselenggara mencapai 13.000 lebih, maka akan berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dan industri-industri lain yang

4749 4950 8693 12904 13965 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 2009 2010 2011 2012 2013

Perkembangan Penyelenggaraan MICE di DIY Tahun 2009-2013

(9)

terkena dampaknya. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap event MICE cukup berbeda dengan tenaga kerja di kegiatan wisata yang lain. Sebagai contoh adalah di setiap event MICE, pasti membutuhkan jasa Professional Conference Organizer (PCO) atau Event Organizer (EO) dan juga Tour and Travel Agency yang merupakan orang-orang yang berkompeten atau qualified labor di bidang tersebut. Bukan perkara mudah dalam hal penanganan penyelenggaraan setiap kegiatan MICE. Dibutuhkan kualifikasi tertentu agar dapat terpilih sebagai organizer suatu event meeting/conference, terlebih lagi yang bertaraf internasional. Lain halnya dengan event pameran atau exhibition yang sifat kegiatannya lebih informal namun selalu membutuhkan man power dalam jumlah cukup besar. Hal lain yang ikut terkena dampak dari penyelenggaraan kegiatan MICE adalah Convention Center, misalnya JEC dan hotel-hotel yang telah mempunyai fasilitas sebagai persyaratan penyelenggaraan meeting/conference. Industri kuliner yang juga otomatis akan terpengaruh dari setiap kehadiran para wisatawan MICE. Hingga industri kerajinan yang ikut ramai di setiap adanya kegiatan MICE. Oleh sebab itulah, multiplier effect yang dibawa oleh MICE mendatangkan magnet tersendiri bagi industri wisata di Yogyakarta khususnya.

Fenomena tersebut tentu dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya yang menjadi push factor kemajuan wisata MICE di Yogyakarta, berdasarakan penelitian pada beberapa pemberitaan di media dan wawancara dengan pihak yang terkait, seperti Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta dan PHRI chapter DIY, antara lain:

(10)

1. Pembangunan berbagai fasilitas pendukung. Yogyakarta termasuk daerah yang sangat pesat pengembangan fasilitas pendukung pariwisata, seperti hotel berbintang, hotel melati, maupun berbagai usaha kecil atau perorangan yang menyediakan penginapan, fasilitas perbelanjaan, pusat informasi wisata hingga jasa penyedia perjalanan wisata merupakan suatu upaya pemerintah daerah Yogyakarta dan sebagai bukti kesiapan pemerintah untuk menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai destination MICE setelah Bali dan Jakarta. Terlebih lagi semenjak tahun 2002, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki salah satu Convention Centre yang menjadi salah satu icon kebanggaan rakyat Yogyakarta. Dengan daya tampung yang mencapai sekitar 3000 orang, yaitu Jogja Expo Center (JEC) hadir untuk menambah aset daerah yang memiliki daya tarik bagi industri wisata MICE. Hotel-hotel berbintang, khususnya hotel berbintang 4 dan 5 yang sudah mendeklarasikan diri sebagai hotel convention, dengan kepemilikian ballroom maupun meeting room yang memiliki kapasitas cukup banyak, juga menjadi salah satu indikasi mengapa industri wisata MICE mengalami pertumbuhan yang tinggi.

2. Dibukanya akses jalur penerbangan dari berbagai wilayah ke Yogyakarta. Bahkan saat ini jumlah penerbangan ke Ibu Kota bisa dilakukan beberapa kali dalam sehari hingga penerbangan langsung (direct flight) dari beberapa negara tetangga juga sudah dapat diakses. Akses jalan darat dan kereta api pun juga telah mampu memberikan option bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke Yogyakarta. Di samping itu kesadaran pemerintah daerah untuk membuka

(11)

dan memperbanyak jalur penerbangan, menjadi kemudahan tersendiri bagi penyelenggara kegiatan untuk menjangkau Daerah Istimewa Yogyakarta. 3. Promosi yang berbasis teknologi juga terus dilakukan secara gencar untuk

menarik para wisatawan ke Yogyakarta oleh para pelaku usaha pariwisata. Operasionalisasi website yang bertajuk visitingjogja.com pun memberikan pengetahuan bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara tentang apa saja yang menjadi referensi tujuan wisata. Kegiatan promosi kepariwisataan dan meningkatkan kualitas pelayanan (service public) di bidang ini juga menjadi prioritas utama yang untuk selanjutnya diharapkan mampu memberikan kontribusi lebih pada pertumbuhan industri pariwisata di Yogyakarta.

4. Kondisi serta posisi Yogyakarta yang berada cukup strategis dan juga faktor keamanan, membuat para penyelenggara event MICE memiliki ketertarikan tersendiri untuk menyelenggarakan kegiatan mereka di Yogyakarta. Julukan kota pendidikan atau kota pelajar, kota budaya, kota perjuangan juga menjadi salah satu faktor pendukung perkembangan bisnis wisata ini. Dengan banyaknya perguruan tinggi di Yogyakarta, yaitu 5 PTN dan 100-an lebih PTS serta instansi pendidikan di Yogyakarta membuat MICE semakin menggeliat untuk diselenggarakan. Hal tersebut juga mempengaruhi pangsa pasar wisata ini, peminat yang ikut serta dalam setiap event MICE cukup besar, sehingga penyelenggara juga melihat hal ini sebagai nilai tambah tersendiri. Sejumlah kegiatan-kegiatan yang berskala besar menjadi salah satu bukti bahwa industri wisata ini sudah berhasil menarik perhatian berbagai kalangan, seperti Jogja

(12)

Air Show, Jogja Fashion Week, Fashion Carnaval, dan event-event meeting atau conference baik yang berskala nasional maupun internasional dibeberapa venue. Hal ini belum data yang berasal dari Perguruan Tinggi yang sering menyelenggarakan berbagai macam kegiatan semacam ini yang berskala nasional, regional dan internasional, kalau ini terdata dengan baik maka akan menunjukkan seberapa besar potensi wisata MICE yang dimiliki oleh Yogyakarta.

Faktor lain yang memengaruhi wisata MICE adalah aktor-aktor yang berada di balik layar untuk menjalankan seluruh kebijakan yang telah disepakati. Peran dari setiap aktor tentu memberikan kontribusi yang berbeda-beda. Pengembangan akan terlaksana apabila sebelumnya telah terbentuk suatu perencanaan yang matang dan terarah. Berdasarkan perencanaan tersebut akan menjadi sebuah strategi yang optimal apabila dilaksanakan sesuai dengan kewenangan dan kemampuan setiap stakeholder. Oleh sebab itulah, pemerintah yang bekerjasama dengan stakeholder lainnya, seperti Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi DIY, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), Association of The Indonesian Tour and Travel Agencies (ASITA) Provinsi DIY terus berupaya untuk membuat wisata MICE menjadi salah satu tujuan destinasi wisata yang tumbuh secara terus menerus dan berkesinambungan. Kerjasama ini pun telah tertuang pada Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Provinsi DIY periode 2012-2025. Semangat ini juga telah terbukti dengan penerimaan award dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Desember tahun 2013 lalu

(13)

sebagai: “The Most Popular MICE Destination dan The Best Achievement Tourism”3.

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terbutki mampu mengalahkan kota-kota lain yang ikut diseleksi dalam kompetisi tersebut, termasuk mengalahkan Bali dan Jakarta yang sudah sangat terkenal sebagai „surga‟- nya pagelaran MICE. Penghargaan tersebut merupakan pencapaian lain dan bukti penghargaan dari pihak luar yang patut dibanggakan. Keberhasilan aktor-aktor pariwisata untuk mempromosikan pariwisata Yogyakarta membuat daerah ini menjadi daerah yang disegani dan mampu disandingkan dengan kota-kota besar lainnya. Penghargaan tersebut juga menjadi bukti bahwa pariwisata Yogyakarta mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Baik yang bertujuan untuk leisure tourism hingga wisata dalam bentuk perjalanan bisnis atau pendidikan. Hal ini tentu juga menjadi titik tumpu dan dorongan bagi tidak hanya pemerintah saja namun seluruh pihak yang terlibat di dalamnya, termasuk masyarakat yang juga telah memiliki kesadaran akan potensi pariwisata yang semakin hari semakin diminati oleh para wisatawan dari berbagai penjuru daerah. Termasuk wisata MICE yang ikut menjadi salah satu wisata yang berkontribusi cukup besar dalam perkembangan insutri wisata di Yogyakarta.

Disisi lain, walaupun telah mengukir prestasi dengan menunjukkan eksistensinya di dunia pariwisata Yogakarta, namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa masih ada problematika yang terjadi di dalam perkembangan wisata MICE.

3

Anonymous. 2014. Gunung Kidul Pariwisata Primadona Yogyakarta , dikutip dari republika.co.id edisi 4 Januari 2014 di unduh pada 30 Juni 2013 pukul 13.30

(14)

Beberapa problematika yang ditemukan berdasarkan pra penelitian penulis pada Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, PHRI Provinsi DIY dan Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, diantaranya adalah:

- Belum adanya regulasi khusus tentang wisata MICE dan ketersediaan data yang masih bisa dikatakan minim. Bahkan Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta „justru mempertanyakan data yang bersumber dari Lakip Dinas Pariwisata itu sendiri‟. Hal ini menunjukkan bahwa belum adanya koordinasi dan sinergi yang baik antar instansi.

- Data yang minim juga dinyatakan oleh PHRI yang memang belum memiliki inisiatif untuk mencatat setiap penyelenggaraan kegiatan MICE di setiap hotel di Yogyakarta.

- Menurut Pusat Studi Pariwisata (Puspar), data yang sangat minim juga terjadi pada penyelenggaraan MICE di desa-desa wisata, bahkan Puspar menyebutkan bahwa kegiatan MICE cukup banyak terselenggara di desa wisata, namun belum ada inisiatif dari pihak manapun untuk mencatatnya.

- Belum adanya regulasi yang mengatur tentang standar Professional Conference Organizer (PCO) di Yogyakarta, sehingga beberapa EO dan Tour and Travel yang ingin meningkatkan kualifikasinya mengalami kesulitan. - Persoalan sinergitas yang belum optimal antara pemerintah yang berperan

besar sebagai regulator dengan aktor-aktor pelaku di bisnis wisata MICE, seperti event organizer dan tour and travel agencies. Karena pada RIPARDA hanya tertera koordinasi pemerintah daerah dengan PHRI saja, tidak dengan pihak yang lainnya yang berkepentingan dalam pengembangan wisata MICE.

(15)

- Kegiatan promosi kepariwisataan yang belum terintegrasi dengan seluruh aktor di bidang pariwisata, termasuk Badan Promosi Pariwisata Daerah DIY yang belum terbentuk.

Di samping itu Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta pun menggaris bawahi bahwa ada beberapa isu strategis dalam pengembangan pariwisata di DIY4, diantaranya:

- Kurangnya kemitraan antar usaha pariwisata, sehingga tidak tercipta rantai nilai (value chain) produk wisata yang dihasilkan.

- Belum terstandarisasinya kualitas berbagai produk kepariwisataan yang dihasilkan.

- Iklim persaingan usaha kepariwisataan yang cenderung mengarah kepada persaingan kurang atau bahkan tidak sehat.

- Rendahnya kesadaran kalangan industri pariwisata terhadap pengembangan daya tarik wisata dan tanggungjawab sosial korporasi (CSR).

Berawal dari situasi yang menggambarkan potensi maupun problematika dalam perkembangan wisata MICE yang telah dipaparkan sebelumnya, maka limitasi penelitian ini adalah untuk memberikan potret atau gambaran mengenai apa yang terjadi pada wisata MICE di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

4

Paparan Dinas Pariwisata DIY pada Forum SKPD, 25 Maret 2014 dikutip dari bappeda.jogjaprov.go.id diunduh pada 30 Juni 2014 pukul 13:38

(16)

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan sebuah rumusan masalah dengan pertanyaan besar dalam penelitian ini, yaitu “Problematika apa saja yang menjadi kendala dalam perkembangan wisata MICE di Daerah Istimewa Yogyakarta dan upaya apa saja yang bisa ditempuh untuk mengembangkan wisata MICE menjadi wisata andalan di Daerah Istimewa Yogyakarta?”

1.3 Tujuan

Memberikan potret atau gambaran secara umum mengenai wisata MICE di Daerah Istimewa Yogyakarta dan mengidentifikasi persoalan-persoalan yang menjadi hambatan dalam perkembangan wisata MICE di Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan rekomendasi yang dapat menjadi pilihan untuk dilakukan oleh seluruh stakeholder yang berhubungan dengan wisata MICE di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.4. Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, akan memberikan gambaran serta informasi mengenai perkembangan wisata MICE di

(17)

Yogyakarta yang dapat berguna dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan wisata MICE di Yogyakarta.

2. Bagi pihak swasta, seperti PHRI, ASITA, event organizer dan tour and travel agencies, penelitian ini dapat memberikan referensi mengenai perkembangan wisata MICE di Yogyakarta.

3. Bagi masyarakat, baik yang berada di wilayah Yogyakarta maupun yang berada di luar wilayah Yogyakarta, penelitian ini bisa digunakan untuk melihat potensi dan aset yang dimiliki oleh Yogyakarta untuk selanjutnya diharapkan partisipasi dan kesadaran akan Sapta Pesona dari masyarakat mampu tergali lebih dalam.

4. Bagi penulis, penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang gambaran mengenai pariwisata, terutama pada segmen MICE di Yogyakarta.

5. Bagi peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam mengangkat masalah yang berfokus sama beserta pemecahannya.

Gambar

Grafik  PAD  tersebut  sebagai  satu  catatan  bagi  pemerintah  Yogyakarta,  khususnya  bagi  para  pemangku  kebijakan  dan  pelaku  industri  pariwisata  bahwa  sektor  pariwisata  terus  mengalami  perkembangan  dari  waktu  ke  waktu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar 4.39 diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai kualitas suatu sistem (quality) maka kinerja sistem tersebut semakin baik, semakin tinggi

Hasil penelitian: mengungkapkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik pada nilai rerata VO 2 maks pada laki – laki antara pekerja kantoran

Hal ini menunjukkan varietas PAC 105, BS 0214, dan BS 0314 yang mempunyai kriteria ketahanan tahan, dengan nilai kandungan klorofil yang tinggi; dibanding- kan dengan varietas

Analisis studi gerakan dan waktu dengan Menggunakan Toyota Production System dilakukan di assembly shop, pada line Trimming 1, proses persiapan booster, karena

Sebelum mendapatkan pendidikan kesehatan tentang demam diketahui bahwa pengetahuan ibu dalam pengelolaan demam pada balita pada sebagian besar responden ibu

Berdasarkan pada perhitungan data hasil penelitian yang dilaksanakan di SMK Negeri 1 Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi dan berdasarkan pada hasil perhitungan pengujian

Untuk menentukan penyelesaian persamaan linear satu variabel, kita gunakan aturan persamaan yang setara, yaitu kedua ruas ditambah, dikurangi, dikalikan, atau dibagi

Biasanya manifestasi klinis yang terlihat pada kulit pasien kusta memberikan gambaran yang menakutkan, manifestasi klinis tersebut akan menimbulkan perasaan malu, rendah diri,