• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KONTAMINASI FUNGI Aspergillus sp. PADA BIJI JAGUNG DITEMPAT PENYIMPANAN DENGAN KADAR AIR YANG BERBEDA

Sri Wahyuni Budiarti1), Heni Purwaningsih1), dan Suwarti2) 1)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

2) Balai Penelitian Tanaman Serealia

ABSTRAK

Kontaminasi fungi terhadap biji-bijian selama penyimpanan adalah salah satu penyebab kerusakan pangan. Aspergillus sp. merupakan fungi yang mampu memproduksi mikotoksin. Mikotoksin merupakan senyawa metabolik yang bersifat toksik yang mengakibatkan kanker pada hewan dan manusia. Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui kontaminasi fungi

Aspergillus sp. pada varietas jagung Bisma selama penyimpanan dengan kadar air yang

berbeda. Pengamatan jenis dan populasi fungi Aspergillus sp. dilakukan pada penyimpanan 6 bulan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jenis fungi terbawa benih jagung pada penyimpanan 6 bulan tercatat ada 2 spesies yaitu Aspergillus sp. dan Aspergillus niger. Kontaminasi fungi Aspergillus sp. dan Aspergillus niger paling rendah yaitu pada perlakuan wadah simpan jerigen dengan kadar air 11% dan perlakuan wadah simpan kantong plastik dengan kadar air 12%.

Kata kunci: kontaminasi, Aspergillus sp., jagung, penyimpanan, aflatoksin

PENDAHULUAN

Salah satu penyebab kerusakan bahan pangan, khususnya biji-bijian adalah kontaminasi jamur selama penyimpanan (Handajani dan Purwoko 2008). Fungi

Aspergillus pada biji-bijian yang disimpan dapat mengakibatkan penurunan daya

kecambah bahan, perubahan warna bahan, kenaikan suhu dan kelembapan di dalam bahan, perubahan susunan kimia di dalam bahan dan produksi dan akumulasi mikotoksin didalam bahan (Sutjiati dan Saenong 2002).

Aspergillus sp. merupakan jamur yang mampu memproduksi aflatoksin. Fungi

ini mampu menghasilkan mikotoksin yang merupakan senyawa metabolik bersifat toksik yang mengakibatkan kanker pada hewan dan manusia (Menhan 1987). Mikotoksin yang umum mencemari biji-bijian adalah aflatoksin dan fumonisin. Selain itu, okratoksin dan patulin merupakan mikotoksin yang juga dapat mencemari biji-bijian. Sebanyak 72,2% biji jagung di Thailand terkontaminasi baik oleh fumonisin maupun aflatoksin (Yoshizawa et al. 1996).

Handajani et al. (2003) berhasil mengidentifikasi dan menyeleksi jamur penghasil afatoksin yang tumbuh pada beberapa merk petis udang komersial antara lain A. flavus, A. niger, A. wentii, A. melleus, dan Penicillium citrinum. Aflatoksin dapat

(2)

fermentasi seperti kecap dan oncom serta rempah-rempah (Makfoeld 1990). A. flavus biasanya mengkontaminasi biji jagung dan kacang tanah. Selain menghasilkan aflatoksin, A. flavus juga mampu menginfeksi manusia dan hewan, sehingga menghasilkan penyakit yang disebut aspergillosis. Aspergillus terreus dan A. niger merupakan jamur yang mampu memproduksi mikotoksin. A. terreus menghasilkan beberapa mikotoksin, yaitu aflatoksin, patulin, dan sitrinin. A. niger memproduksi okratoksin. A. terreus dan A. niger merupakan jamur yang dapat menimbulkan aspergillosis (Handajani dan Purwoko 2008). Aflatoksin dalam kadar tinggi (di atas 20 ppb) jika masuk kedalam tubuh manusia atau hewan bisa mengakibatkan kematian. Sementara kontaminasi aflatoksin dalam kadar rendah (di bawah 20 ppb) dalam jangka panjang bisa menyebabkan kanker hati atau kanker ginjal (Anonim 2002).

Berdasarkan beberapa resiko akibat adanya kontaminasi aflatoksin oleh fungi

Aspergillus maka perlu dilakukan penanganan pasca panen yang mampu mendukung

ketahanan biji jagung terhadap pencemaran Aspergillus. Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui kontaminasi cendawan Aspergillus sp. pada varietas jagung Bisma selama penyimpanan dengan kadar air yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Kajian dilakukan di Laboratorium Pasca Panen BPTP Yogyakarta dari bulan Agustus 2011 - Februari 2012 terhadap jagung varietas Bisma. Rancangan kajian dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2x3, dengan 3 ulangan. Perlakuan yang dikaji adalah :

1. Wadah penyimpanan kantong plastik dengan kadar air 9% 2. Wadah penyimpanan kantong plastik dengan kadar air 11% 3. Wadah penyimpanan kantong plastik dengan kadar air 12% 4. Wadah penyimpanan jerigen plastik dengan kadar air 9% 5. Wadah penyimpanan jerigen plastik dengan kadar air 11% 6. Wadah penyimpanan jerigen plastik dengan kadar air 12%

Parameter yang diamati adalah jenis-jenis dan populasi jamur-jamur terbawa benih jagung setelah waktu penyimpanan 6 bulan. Identifikasi jamur terbawa benih pada biji jagung dilakukan dengan menumbuhkan biji pada medium PDA (Potato Dextrose Agar), dan kemudian diinkubasi selama 4-7 hari pada suhu kamar dengan ulangan tiga kali. Selanjutnya, miselia jamur yang tumbuh pada medium PDA di ambil dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40X.

(3)

Pengamatan kontaminasi cendawan Aspergillus dihitung dengan menggunakan rumus :

P = A x 100% B

Dimana :

P = Persentase biji yang ditumbuhi jamur A = Jumlah biji yang ditumbuhi jamur B = Jumlah biji yang diamati (sampel)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan dari 6 perlakuan pada medium PDA memperlihatkan ada 2 warna koloni fungi yaitu hitam dan hijau muda. Selanjutnya, berdasarkan pengamatan di bawah mikroskop menunjukkan bahwa warna koloni fungi warna hitam teridentifikasi sebagai fungi Aspergillus niger (Gambar 1), sedangkan warna koloni fungi hijau muda teridentifikasi sebagai fungi Aspergillus sp. (Gambar 2).

Gambar 1. Aspergillus niger Gambar 2. Aspergillus sp.

Menurut Handajani dan Purwoko (2008) menyebutkan bahwa salah satu penyebab kerusakan bahan pangan , khususnya biji-bijian adalah aflatoksin dan fumonisin. Aspergillus flavus, A. niger, dan A. terreus merupakan jamur yang dapat menimbulkan aspergillosis. Fungi-fungi tersebut dominan ditemukan pada jagung dalam penyimpanan (Muis et al. 2002). Infeksi awal terjadi pada fase silking di lapang, kemudian terbawa oleh benih ke tempat-tempat penyimpanan (Schutless et al. 2002). Patogen-patogen tersebut kemudian berkembang dan memproduksi mikotoksin, sehingga bahan pakan menjadi rusak dan bermutu rendah. Di daerah beriklim tropis, suhu, curah hujan, dan kelembaban yang tingi serta media penyimpanan tidak memadai, sangat mendukung perkembangan patogen-patogen tersebut. Jenis-jenis fungsi dan kontaminasi fungi Aspergillus sp selama penyimpanan seperti pada Tabel 1.

(4)

Tabel 1. Jenis-jenis fungi dan persentase kontaminasi fungi Aspergillus sp. pada jagung setelah penyimpanan enam bulan

Perlakuan Warna koloni

fungi

Nama fungi Biji terkontaminasi fungi (%) Wadah simpan kantong plastik 9% Hijau muda Hitam Aspergillus sp. Aspergillus niger 30 40 Wadah simpan jerigen plastik 9% Hijau muda Hitam Aspergillus sp. Aspergillus niger 16,67 36,67 Wadah simpan kantong plastik 11% Hijau muda Hitam Aspergillus sp. Aspergillus niger 23,34 10 Wadah simpan jerigen 11% Hijau muda Hitam Aspergillus sp. Aspergillus niger 13,33 20 Wadah simpan kantong plastik 12% Hijau muda Hitam Aspergillus sp. Aspergillus niger 16,67 3,33 Wadah simpan jerigen plastik 12% Hijau muda Hitam Aspergillus sp. Aspergillus niger 26,67 16,67

Tabel 1 memperlihatkan bahwa setelah enam bulan penyimpanan biji jagung pada enam perlakuan sudah terkontaminasi oleh fungi Aspergillus niger dan

Aspergillus sp. dengan persentase kontaminasi yang berbeda. Pada pengamatan

enam bulan tingkat kontaminasi jagung oleh Aspergillus niger pada tiga perlakuan kadar air dengan wadah penyimpanan kantong plastik berkisar 3,33-40% dan wadah simpan jerigen plastik berkisar 16,67–36,67%, sedangkan kontaminasi jagung oleh

Aspergillus sp. dengan wadah penyimpanan kantong plastik berkisar 16,67–30% dan

wadah simpan jerigen plastik berkisar 13,33–26,67%. Penelitian yang dilakukan Eriska

et al. (2010) menemukan beberapa jenis cendawan yang mengkontaminasi biji jagung

adalah Aspergillus spp., Fusarium spp., dan Penicillium spp. Menurut Handajani dan Purwoko (2008), jamur dapat menyerang hewan dan manusia melalui dua cara, yaitu melalui produksi mikotoksin dan infeksi jamur. Pada umumnya Aspergillus mampu memproduksi mikotoksin. Bahkan A. niger yang bernilai ekonomis juga mampu memproduksi mikotoksin, karena memiliki gen yang mampu memproduksinya. Hasil penelitian Sutjianti dan Saenong (2002) memperlihatkan bahwa pada 16 varietas/galur jagung dengan umur 2 bulan penyimpanan sudah terinfeksi fungi Aspergillus sp. (tingkat infeksi 1,11–12,22%). Tingkat kontaminasi fungi Aspergillus sp. ternyata semakin meningkat pula setelah pengamatan selama 6 bulan dengan kisaran 1,11– 26,67%.

Setelah enam bulan penyimpanan kontaminasi tertinggi fungi Aspergillus niger pada perlakuan wadah simpan kantong plastik dengan kadar air 9% dan kontaminasi

Aspergillus sp. pada perlakuan wadah simpan jerigen dengan kadar air 9%.

(5)

simpan kantong plastik dengan kadar air 12% dan kontaminasi Aspergillus sp. pada perlakuan wadah simpan jerigen dengan kadar air 11%. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa persentase kontaminasi fungi tertinggi ditemukan pada penyimpanan dengan kadar air paling rendah yaitu 9%. Penelitian yang dilakukan oleh Aprianie (2009), diketahui juga bahwa kontaminasi fungi Aspergillus flavus pada tongkol jagung vaietas Bisma kadar air 11% yang disimpan selama 30 hari lebih tinggi populasinya dibandungkan pada kadar air 15% dan 19%. Hal ini bisa terjadi karena sedikit sekali mikroba yang mampu tumbuh pada penyimpanan dengan kadar air rendah (dibawah 13%), sehingga tidak terdapat kompetitor fungi yang lain maka A.

flavus mampu tumbuh dan berkembang biak dengan memanfaatkan nutrisi pada

bahan secara optimal. Sementara pada kadar air 11 dan 12% populasi Aspergillus mengalami lebih rendah pada penyimpanan 6 bulan dikarenakan semua jenis mikrobia mampu tumbuh lebih baik sehingga memungkinkan memungkinkan terjadi pencemaran oleh mikroba lain yang dapat menimbulkan kompetisi antar mikroba pencemar. Kompetisi ini menyebabkan mikroba yang tidak mampu berkompetisi mengalami kekalahan dan populasinya menurun seiring dengan berkurangnya nutrisi yang terdapat pada substrat (biji jagung)

KESIMPULAN

1. Jenis-jenis spesies fungi terbawa benih jagung pada penyimpanan 6 bulan tercatat ada 2 spesies yaitu Aspergillus sp. dan Aspergillus niger.

2. Kontaminasi fungi Aspergillus sp. dan Aspergillus niger paling rendah yaitu pada perlakuan wadah simpan jerigen dengan kadar air 11% dan perlakuan wadah simpan kantong plastik dengan kadar air 12%.

3. Keberadaan jamur Aspergillus sp., Aspergillus niger perlu diwaspadai terhadap kemampuan menghasilkan toksin selama penyimpanan yang membahayakan kesehatan untuk keperluan konsumsi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002. Aflatoxin contamination. United Stated Department of Agricultura-Agriculturai Research Service. USA.

Aprianie, V. 2009. Pengaruh kadar air dan metode penyimpanan tongkol jagung terhadap perttumbuhan Aspergillus flavus dan pembentukan aflatoksin. Skripsi. Handajani N.S., R. Setyaningsih, dan T. Widiyani. 2003. Deteksi Aflatoksin B1 pada

(6)

Handajani, N.S. dan T. Purwoko. 2008. Aktivitas ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia

galanga) terhadap pertumbuhan jamur Aspergillus spp. penghasil aflatoksin dan Fusarium moniliforme. BIODIVERSITAS. 9(5): 161-164.

Makfoeld, D. 1990. Mikotoksin Pangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Muis, A., S. Pakki, dan A.H. Talanca. 2002. Inventarisasi dan identifikasi cendawan yang menyerang biji jagung di Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit, Balitsereal, Maros. p. 21-30.

Menhan, VK. 1987. The aflatoxin contamination problem in groundnut control with emphasis on host plant resistance. The Regional plant protection group meeting horate Zimbabwe. February. Pp. 12-15.

Schutless, F., K.F. Cardwell, and S. Gounou. 2002. The effect of endhophytic Fusarium verticilliodes on investasion of two maize variety by lepidoptera stemborer and coleoptera grain feeders. The American Phytophatologycal Society.

Sutjiati, M. dan M.S. Saenong. 2002. Infeksi cendawan Aspergillus sp. pada beberapa varietas/galur jagung hibrida umur dalam. Proseding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI dan HPTI XV Sul-Sel. Maros, 29 Oktober 2002. Yoshizawa, T., A. Yamashita, and N. Chokethaworn. 1996. Occurrence of fumonisins

and aflatoxins in corn from Thailand. Food Additive and Contamination 13:163-168.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini juga terjadi dalam kasus penelitian ini peneliti menemukan fakta bahwa seorang yang mengkonsumsi pakaian sisa import ini melakukan kompromi diri terhadap

Metode ini dipilih karena pada tahap ini akan dilakukan uji coba model pencitraan korporasi dan pangsa pasar dalam persepektif corporate social responsibility, customer

akibat pandemi yang melanda Indonesia di tahun 2020 ini maka kegiatan pengabdian masyarakat dilakukan secara online melalui diskusi dengan bertajuk rembug wisata

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut

terancam secara global. Selama melakukan migrasi, burung air sangat bergantung pada rangkaian lahan basah yang sangat produktif untuk keperluan beristirahat dan makan,

Pada sistem empat logam pada logam bermassa sama dan bermolaritas sama diketahui bahwa Pb(II) lebih banyak teradsorpsi dibandingkan dengan Hg(II), Cu(II) dan

Program bantuan bidikmisi disusun untuk memberikan kesempatan dan harapan kepada masyarakat yang kurang mampu dan memiliki keterbatasan ekonomi dan mempunyai kemampuan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan permaslahan yang dihadapi yaitu : Menganalisa penyusutan produk penutup spion dari bahan ebonit dan