• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengkajian Kelembagaan UPJA, Distribusi dan Pemasaran Jagung di Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengkajian Kelembagaan UPJA, Distribusi dan Pemasaran Jagung di Kalimantan Selatan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Pengembangan agribisnis jagung di Kalimantan Selatan merupakan strategi yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan petani. Unsur utama agribisnis dapat dike-lompokan menjadi sistem produksi, sistem pengolahan dan sistem distribusi pemasaran (Himpunan Alumni IPB, 1992). Faktor yang sangat nyata berpengaruh dalam sistem pro-duksi dan sistem pengolahan, selain sistem distribusi dan pemasaran dan faktor sosial ekonomi tetapi juga faktor kelembagaan (Tampubolon, 1991).

Faktor sosial ekonomi seperti permodalan, pengetahuan, teknologi, tenaga kerja, prasa-rana fisik atau fasilitas lainnya sangat nyata berpengaruh (Austin, 1981). Sedangkan faktor kelembagaan seperti keberadaan lembaga pen -dukung (saprotan, pemasaran, keuangan dan pengolahan), hubungan antar lembaga dan keterkaitan antara lembaga dan petani akan mewarnai bentuk kelembagaan sistem pro-duksi dan distribusi (Schmid, 1972).

Di kawasan unit pengembangan ag-ribisnis dan kawasan sentra produksi jagung di lahan kering Kalimantan Selatan, subsistem budidaya berkembang pesat tetapi subsistem

Pengkajian Kelembagaan UPJA, Distribusi dan

Pemasaran Jagung di Kalimantan Selatan

Rosita Galib

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jln. Panglima Batur Barat No: 4 Banjarbaru Kalimantan Selatan Telp : 0511-4772346 Fax : 0511- 781810 E-mail : rosita1411@gmail.com Abstrak

Keberhasilan pengembangan agribisnis jagung di daerah Kalimantan Selatan ini sangat diten-tukan oleh sistem produksi, pengolahan hasil dan distribusinya serta ketersediaan alat mesin penunjang penyelenggaraan usaha pertanian.Disamping sub sistem budidaya, sub sistem penyediaan sarana produksi (bibit,benih ,obat-obatan ) sub sistem pengolahan hasil dan subsistem pemasaran merupakan bagian dari unsur pokok simpul-simpul agribisnis yang harus berfungsi secara optimal dan dalam kondisi tersedia. Sistem produksi, distribusi dan pemasaran adalah salah satu bagian dari unsur pokok penentu tingkat produksi dan pendapatan petani Jagung. Oleh karena itu aspek ekonomi dan kelembagaan yang sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk kedua sistem diatas (produksi,distribusi dan pemasaran) perlu dikaji secara lebih teliti

Tujuan Pengkajian adalah untuk mengetahui keragaan kelembagaan sistem produksi (termasuk penerapan teknologi produksi)dan sistem distribusi dan pemasaran jagung dan kelembagaan UPJA untuk mendukung agribisnis jagung di lahan kering Kalimantan Selatan. Pengkajian dilakukan pada musim tanam 2007 di lokasi sentra jagung propinsi Kalimantan Selatan dan pengumpulan data dilakukan melalui survey dengan teknik wawancara terhadap petani dan kelompok tani, pelaku pemasaran jagung dan UPJA. Hasil pengkajian menunjukan bahwa distribusi dan pemasaran jagung berjalan lancar cuma belum efisien dilihat dari fluktuasi harga yang diterima pada saat panen raya dan beberapa bulan sesudahnya. Kondisi UPJA memperihatinkan, hasil kerja dan jam kerja per tahun masih rendah, penambahan alat baru sebagai hasil usaha UPJA belum ada, biaya tidak tetap relatif tinggi, belum dikelola seperti unit usaha yang menguntungkan, alsintan yang dikelola UPJA, rata-rata sudah rusak dan menjalani perbaikan sehingga kondisinya tidak optimal lagi.

(2)

lainnya (pengolahan, pemasaran, penyediaan sarana produksi dan jasa alsintan) belum berkembang secara maksimal. Efisiensi pro-duksi jagung belum tercapai, sehingga daya saing komoditas jagung di wilayah ini masih rendah. Hal ini diduga karena kelembagaan pertanian yang ada masih lemah dan belum mampu menolong petani dalam penyediaan jasa alsintan, untuk mengurangi curahan tena-ga kerja dan modal usahatani jagung yang mu-rah, adil dan menguntungkan petani.

Bahan dan Metode

Pengkajian menggunakan pendekatan Survei dan desk study diharapkan dapat men-gidentifikasi masalah dan keragaan kelemba-gaan UPJA di kawasan pengembangan ko-moditas jagung di lahan kering Kalimantan Selatan. Berdasarkan informasi diatas, dapat dipakai sebagai panduan bagi penentu kebija-kan untuk mempertahankebija-kan keberlanjutan agribisnis jagung di lahan kering Kalimantan Selatan.

Pengkajian dilakukan di kawasan pengembangan agribisnis jagung di lahan ker-ing Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kaliman-tan SelaKaliman-tan, MT 2007. Wilayah ini merupakan kawasan unit pengembangan agribisnis (UPA) dan pengembangan kawasan sentra produksi (P-KSP) jagung di lahan kering Kalimantan Selatan.

Analisis kelembagaan dilakukan se-cara diskriptif, dan kelayakan lembaga UPJA dianalisa dengan analisis finansial. Untuk dis-tribusi dan pemasaran dilakukan penggalian informasi mengenai marjin tata niaga, struk-tur pasar, dan pola pemasaran yang sedang berlangsung

Hasil dan Pembahasan

Kelembagaan UPJA

Penggunaan Alsintan dengan Sistem UPJA di Kawasan Sentra Produksi Jagung. Alsintan berperan bukan hanya untuk mening-katkan luas garapan dan intensitas tanam, tetapi juga untuk meningkatkan produktivias dan efisiensi usahatani, menekan kehilangan hasil dan meningkatkan mutu dan nilai tam-bah produk pertanian serta memperluas ke-sempatan kerja di pedesaan melalui tercip-tanya sistem agribisnis terpadu, yang pada akhirnya akan memacu kegiatan ekonomi di pedesaan (Manwan dan Ananto, 1994)

Pada kondisi petani yang memiliki mo-dal terbatas serta keterampilan dan tingkat pendidikan yang juga terbatas, pengadaan ba-rang modal seperti alsintan tidak akan efisien. Oleh sebab itu, pengusahaan alsintan lebih diarahkan kepada sistem usaha pelayanan jasa sewa (UPJA) dan bukan pemilikan perora-ngan, sehingga petani cukup menyewa tanpa harus menanggung resiko investasi. Dengan demikian pengembangan alsintan diharapkan dapat mendukung perluasan areal tanam dan mendorong peningkatan intensitas tanam dan produktivitas untuk peningkatan produksi dan nilai tambah serta mendorong kegiatan agribisnis di perdesaan melalui kegiatan agro-industri, jasa alsintan, dan perbengkelan.

Untuk pengembangan agribisnis ja-gung di lahan kering Kalimantan Selatan, per-anan alsintan dalam kaitannya dengan sumber pertumbuhan dengan sasaran untuk pening-katan produktivitas dapat difungsikan kegu-naannya yang bertujuan untuk kesejahteraan petani. Ekosistem lahan kering di Kalimantan Selatan merupakan lahan pertanian yang

(3)

cu-ngan populasi penduduk yang masih rendah. Penggunaan alsintan di lahan kering ini selain berperan penting untuk meningkatkan luas garapan juga dapat mengatasi keterbatasan tenaga kerja di daerah setempat. Pengemban-gan agribisnis jagung di lahan kering dihadap-kan pada terbatasnya tenaga kerja sehingga kemampuan menggarap petani rendah. Indi-kasi ini terlihat dari rasio luas lahan dengan jumlah petani di daerah pemukiman yang ber-kisar antara 2,0 ha – 5,7 ha, sedangkan daya garap satu keluarga tani dengan jumlah ang-gota keluarga 4 orang sekitar 1,2 ha (Rosita, 1992). Sebagai areal pertanian yang mempu-nyai “manland ratio” yang rendah, bantuan alsintan akan meningkatkan kemampuan pe-tani memperluas usahape-taninya, dan dengan masuknya alsintan di wilayah ini maka diha-rapkan pemanfaatan lahan untuk usahatani jagung semakin luas.

Kelangkaan tenaga kerja di lahan ke-ring Kalimantan Selatan mendorong petani untuk menggunakan alsintan seperti traktor, corn sheller (pemipil), pengering (dryer) da-lam upaya meningkatkan produksi dan kualitas hasil jagung. Alsintan berperan pen-ting dalam meningkatkan intensitas pernaman karena proses pengolahan tanah, ta-nam, panen dan penanganan pasca panen da-pat berlangsung lebih ceda-pat dengan curahan tenaga kerja manusia sedikit. Budidaya jagung di lahan kering yang mempunyai tingkat kesuburan rendah ini memerlukan masukan sarana produksi tinggi untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik dan perbaikan produktivitas lahan. Masa panen jagung yang bersamaan dengan musim hujan sering diha-dapi petani sehingga keterbatasan tenaga

kerja dan kurangnya alsintan untuk panen dan pasca panen menyebabkan proses penge-ringan dan pemipilan menjadi faktor pemba-tas dalam mempertahankan mutu hasil. Untuk mengatasi tertundanya proses pasca panen (pengeringan dan pemipilan) perlu keter-sediaan alsintan corn sheller dan dryer agar kehilangan hasil dapat ditekan. Tingginya ting-kat kehilangan hasil dan turunnya mutu ja-gung disebabkan oleh tertundanya proses penanganan pasca panen ini mengakibatkan susut hasil 5,2% dan mutu 6% - 10% (Liptan, 2000). Perbaikan penanganan panen dan pasca panen dapat mendorong perkembangan agribisnis jagung di lahan kering sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani mela-lui peningkatan nilai tambah. Peran alsintan dalam menunjang budidaya jagung ditekan-kan pada peningkatan skala usaha, efisiensi dan penanganan pasca panen. Walaupun penggunaan alsintan tidak selalu dapat mene-kan biaya tenaga kerja, tetapi dapat mening-katkan kualitas hasil kerja (dan ini yang lebih penting), sehingga akan memberikan penda-patan usaha yang lebih tinggi. Hal ini ditun-jukkan oleh hasil analisis usahatani terhadap usahatani jagung yang menggunakan traktor dibanding usahatani jagung yang tidak meng-gunakan traktor, dapat dilihat pada Tabel 1. Meskipun biaya usahatani untuk usahatani jagung yang menggunakan traktor lebih tinggi dibanding usahatani jagung yang tidak meng-gunakan traktor, tetapi pendapatan yang diperoleh juga lebih tinggi. Disamping itu luas garapan rata-rata petani yang memakai traktor lebih luas dibanding tanpa mengguna-kan traktor.

(4)

Berdasarkan informasi petani, ka-pasitas rata-rata traktor pada lahan kering untuk usahatani jagung ini 0,9 – 1,2 ha/hari

dan pada Tabel 2 dapat dilihat hasil analisis traktor sebagai berikut.

Tabel 1. Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung di kecamatan Panyipatan dengan menggunakan traktor, ternak sapi dan tenaga manusia

Sumber : 1) Laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Selatan, 2000. 2) Kasus di desa Bumi Asih dan Sukaramah

Uraian Usahatani

1 )

Dengan traktor Usahatani

2 ) Dengan ternak sapi Usahatani ) 2 Dengan tenaga manusia Biaya sarana produksi (Rp/ha) -,919.500 -,570.000 440.000,- Biaya tenaga kerja (Rp/ha) -,1.428.000 -,980.000 -,1.32.000 Total biaya produksi (Rp/ha) -,2.347.500 -,1.550.000 -,1.472.000

Produksi (t/ha) 5,9 3,5 2,9

Nilai produksi (Rp/ha) -,4.720.000 -,2.800.000 -,2.320.000 Pendapatan bersih (Rp/ha) -,2.373.500 -,1.250.000 -,848.000

R/C 1,011 1,806 0,576

Rata-rata luas garapan (ha) 5,7 3,25 2,0

Tabel 2. Analisa ekonomi traktor roda dua

No. Uraian Kapasitas/nilai Keterangan

1

. Harga awal Rp.15.000.000,- Umur mesin 5 tahun

2 . Bunga bank % 20 3 . Perbaikan % 10 4 . Tenaga mesin 8,5 HP 5 . Konsumsi BBM 1,5 l/jam 6 . Harga BBM / liter Rp.2.000,- 7 . Olie (liter/jam) 0,009 8

. Harga olie per liter Rp.15.000,- 9

. Jam kerja per hari 8 jam

10 . Sewa per ha Rp.450.000,- 11 . Operator per ha Rp.135.000,- 12 . Kapasitas 16 jam/ha 13

. Hasil kerja per tahun 40 ha

14

. Biaya tetap Rp.5.850.000,- Penyusutan + bunga modal + perawatan

15

. Biaya tidak tetap Rp.184.440,- BBM + olie + operator 16

(5)

Penggunaan traktor dalam penyiapan lahan mengakibatkan penanaman dan pema-nenan jagung berjalan lebih serempak dan sebagai konsekwensinya adalah kebutuhan tenaga panen meningkat. Oleh karena itu penggunaan alat mesin pertanian pada proses penanganan pasca panen sangat diperlukan. Kerusakan jagung sering terjadi di lapangan akibat tertundanya pengeringan manakala ja-gung terlanjur dipanen sedangkan alat penge-ring dan pemipil tidak memadai. Penggunaan alat pemipil dan pengering jagung yang ku-rang sesuai dengan kondisi jagung dapat menurunkan mutu hasil. Kegiatan penanganan pasca panen jagung di tingkat petani, tahapan kegiatan yang kritis adalah pada saat pemi-pilan. Hal ini terlihat dari besarnya kehilangan hasil pada tahap pemipilan, yaitu sebesar 4% atau sekitar 80% dari total kehilangan hasil (5,2%). Dalam Tabel 3 dapat dilihat besarnya kehilangan hasil masing-masing tahapan kegi-atan dalam penanganan pasca panen jagung.

Pemipilan jagung amerupakan kegia-tan yang banyak memerlukan tenaga dan membosankan. Beban kerja petani akan ber-tambah seiring meningkatnya perolehan hasil

budidaya jagung meningkat. Apabila pening-katan hasil jagung tersebut tidak diikuti de-ngan perbaikan cara pemipilan dan bantuan teknologi dan alat maka curahan tenaga kerja untuk pemipilan menjadi bertambah

Pemipilan jagung juga merupakan salah satu faktor penentu mutu jagung selama penyimpanan. Kesalahan dalam cara pemipi-lan dapat menimbulkan kerusakan fisik biji sehingga memudahkan serangan hama gu-dang. Akibatnya total kehilangan hasil jagung dapat mencapai 20%. Disamping itu untuk jagung yang disimpan dalam keadaan basah (berkadar air tinggi), kerusakan mekanis pada saat pemipilan menyebabkan tingginya kadar aflatoksin.

Pemipilan jagung dapat dilakukan de-ngan cara tradisional dan dede-ngan mesin. Cara pemipilan tradisional dilakukan petani antara lain; pemipilan dengan tangan, memipil de-ngan cara memasukkan dalam karung ke-mudian dipukul (digeblok). Tenaga kerja un-tuk memipil sebagian besar adalah tenaga ke-luarga atau gotong royong. Cara pemipilan jagung dengan mesin pemipil jagung memer-lukan sewa/upah sebesar Rp.30,-/kg. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat analisis finan-sial dan kebutuhan investasi ( modal ) untuk satu unit Corn Sheller lokal.

Perkembangan luas areal tanam jagung di Kabupaten Tanah Laut mulai tampak sekitar sepuluh tahun terakhir, tetapi pening-katan luas areal tanam dan produksi yang di-capai masih jauh dari kebutuhan, terutama untuk bahan baku pakan ternak yang diperkirakan sebesar 60.000 t/tahun dan diperkiraka terus meningkat.

Tabel 3. Kehilangan hasil jagung di tingkat Petani

Sumber : I.K. Tantra, 1991

No. Uraian Susut tercecer (%)

1. Panen 0,1 2. Pengangkutan 0,1 3. Pengeringan tongkol 0,5 4. Pemipilan 4,0 5. Pengeringan pipilan 0,5 Jumlah 5,2

(6)

Pada perhitungan biaya dan peneri-maan alat pengering jagung seperti tabel beri-kut dapat dilihat bahwa operasional alat pengering dalam satu musim dapat memberi-kan laba sebesar Rp.7.820.000.-/musim/unit.

Di Kecamatan Panyipatan ini dryer yang digunakan umumnya untuk pengeringan padi

pengeringan jagung sehingga hasilnya kurang memuaskan. Biaya pengeringan rata-rata se-besar Rp.80,-/kg selama 8 – 12 jam dan ka-pasitas alat berkisar 3 – 4 ton. Pada tabel beri-kut ini dapat dilihat analisis finansial dari alat pengering jagung tersebut. Keberadaan dryer sangat bermanfaat bagi petani, terutama jika

Tabel 4. Hasil jagung dan Kebutuhan tenaga pemipil cara tradisional No. Tahun Hasil (t/ha) Curahan tenaga kerja (orang/

ha)

1. 1967 0,93 8

2. 1977 1,22 10

3. 1987 1,96 16

4. 1997 3,5 23

Tabel 5. Analisa finansial corn sheller buatan bengkel Budi

Uraian Harga / nilai (Rp)

Corn sheller 1 unit 16 PK 10.000.000 / 5 tahun

Bunga bank 20% 10.000.000 / 5 tahun

Perbaikan 10% 5.000.000 / 5 tahun

Umur mesin 5 tahun

-BBM 1 liter/jam @ Rp2.000,- 16.000 / hari

Olie 0,006 liter/jam @ Rp.10.000,- 480 / hari

Jam kerja / hari 8 jam

Operator 5 orang/hari @ Rp.40.000,0 200.000 / hari

Hari kerja/tahun, 45 hari 43.200.000 / tahun

Kapasitas 4 t/jam @ Rp.30.000,- 960.000 / hari

Biaya investasi/tahun 5.000.000 Biaya operasional/tahun 741.600 Biaya operator/tahun 9.000.000 Total biaya/tahun 14.741.600 Penerimaan/tahun 43.200.000 Laba/tahun 28.458.400 (77.968/hari)

(7)

dryer berperan penting untuk mengatasi keru-sakan jagung dan dapat dilakukan dengan be-berapa cara yaitu : 1) pengeringan dengan si-nar matahari, 2) pengeringan dengan asap, 3) pengeringan dengan aerasi.

Volume kerja untuk traktor roda-2 adalah 40 ha/unit/tahun, sedangkan untuk power thresher adalah 60 ha/unit/tahun dan untuk pengembangan UPJA untuk mencapai

volume kerja alsintan per tahun yang ideal, maka hal-hal yang perlu dibenahi antara lain : 1).Pembenahan UPJA dengan meningkatkan kemampuan organisasi maupun kemampuan personal seluruh anggota kelompok dalam bidang teknis dan ekonomis, 2).Pembenahan untuk meningkatkan kemampuan manajemen kelompok yang terdiri atas manajemen, kerja-sama, pemasaran jasa, administrasi keuangan, Tabel 6. Perkembangan areal tanam dan produksi jagung di Kabupaten Tanah Laut

No Tahun Luas tanam

(ha) Luas panen(ha) Produksi(ton) Produktivitas (ton/ha) Keterangan

1. 1994 5.255 5.083 9.566 1,882 2. 1995 6.479 5.887 11.332 1,925 3. 1996 6.762 6.027 15.343 2,546 4. 1997 5.757 5.358 14.634 2,700 Kemarau 5. 1998 8.519 9.254 36.731 3,969 6. 1999 8.762 9.087 39.776 4,247 7. 2000 7.630 9.428 40.291 4,276 8. 2001 8.959 7.222 34.486 4,775 9. 2002 10.509 8.379 38.756 4,675

Tabel 7. Analisis finansial alat pengering jagung di Kecamatan Panyipatan

No Uraian Harga (Rp)

1 Dryer 1 unit 1,5 – 2,5 HP, umur mesin 5 tahun

10.000.000,-2 Bunga Bank 20% / tahun

10.000.000,-3 Perbaikan 10% / tahun

5.000.000,-4 Gudang 30 m2 @ Rp.1.000.000,- dengan umur gudang

15 tahun

30.000.000,-5 BBM : - Minyak tanah 5 liter / jam @ Rp.

- Solar 8 liter / jam @ - Olie 0,006 / jam @

65.000,- / 12 jam 16.000,- / 12 jam 1.080,-/ 12 jam 6 Tenaga kerja 2 orang/hari @ Rp. 20.000,- dengan jam

kerja 8 jam / hari

80.000,-7 Biaya investasi / tahun

7.000.000,-8 Biaya operasional / tahun

9.180.000,-9 Biaya tenaga kerja / tahun

8.000.000,-10 Penerimaan / tahun

(8)

7.820.000,-dan lain-lain, 3). Pembenahan untuk mening-katkan kemampuan jenis pelayanan jasa yang meliputi jasa prapenen dan pasca panen, se-hingga diharapkan kelompok UPJA dapat be-kerjasama sepanjang tahun secara berke-sinambungan, 4). Pembenahan untuk mening-katkan pola operasional jasa, termasuk pola pemasaran dan meningkatkan kemampuan migratori alsintan.

Dalam operasionalnya kelembagaan UPJA ini dapat menemui hambatan berupa kendala teknis, sosial ekonomi dan sarana pe-nunjang lainnya. Kendala teknis dapat berupa : a). Kurang sesuainya peralatan de-ngan kondisi lokasi, b). Kurangnya dukude-ngan tenaga profesional dilokasi pengembangan (operator dan manajer pengelola), c). Masih belum operasionalnya bengkel di Kabupaten, sering kendala teknis di lapangan,d).Kurang memperhatikan kemampuan teknis peralatan, e). Kurangnya minat dari petani untuk me-makai mekanisasi pertanian. Kendala sosek berupa : a). Harga alsintan relatif mahal se-hingga sewa alsintan menjadi tinggi. Dengan modal terbatas, pembayaran sewa dilakukan setelah panen. b). Modal/uang tunai terbatas. Untuk mengembangkan usahatani seluas 1 ha sulit bagi petani untuk memperoleh uang tunai, apalagi bila saat panen harga hasil usa-hatani rendah, c). Dengan tingkat pendidikan dan keterampilan petani (transmigran) yang relatif rendah, maka kemampuan teknis maU-pun manajerial pengelolaan alsintan menjadi rendah. Kendala sarana penunjang : Hampir semua lahan kering, terutama daerah trans-migrasi, belum memiliki lembaga keuangan yang dapat melayani petani, sehingga mobili-sasi dana atau modal sulit berkembang.

munculan usaha yang bersifat individu/pe-ngusaha lokal sebagai perantara (subdealer) dan berani memberi kredit pembelian alsintan kepada petani setempat.

Distribusi dan pemasaran jagung

Pemasaran jagung yang dilakukan pet-ani pada umumnya hanya terbatas pada fungsi pertukaran saja, sementara perubahan bentuk fisik relatif kecil sekali. Harga jual pada tingkat petani pada saat yang sama relatif ti-dak bervariasi, tetapi harga dari bulan ke bu-lan mengalami fluktuasi yang cukup besar berkisar antara 10 – 60 %. Sistem pemasaran yang banyak ditemui di lokasi pengkajian ada 2 macam yaitu:

1. Petani pedagang pengumpul desa konsumen

2. Petani pedagang pengumpul anggota APPJATA konsumen

Petani pada umumnya menjual men-jual jagungnya dalam bentuk tongkol kupasan atau pipilan kering, harga pada saat panen raya (bulan Januari/Februari) berkisar Rp 775,-/kg – Rp 800,-/kg. Pada bulan Maret harga jagung meningkat menjadi Rp 950,-/kg, dan pada bulan Oktober mencapai Rp 1.200,-/ kg – Rp 1.300,-/kg.

Besarnya margin tataniaga berkisar antara 10 – 20 %, merupakan selisih antara harga yang diterima petani sebagai produsen dengan harga yang dibayar konsumen dan merupakan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang dan penerimaan pedagang pe-ngumpul. Ongkos yang dikeluarkan pedagang pengumpul berkisar antara 44 – 60 % dari

(9)

Kesimpulan

1. Kelangkaan tenaga kerja di lahan kering telah mendorong petani untuk mengguna-kan alsintan seperti traktor, thresher, dan mesin penggiling gabah.

2. Beberapa alsintan yang telah dihasilkan memiliki kapasitas dan efisiensi yang cu-kup tinggi dengan mutu sesuai standar, sehingga dapat dikembangkan dalam sis-tem UPJA.

3. Usaha pelayanan jasa alsintan sebaiknya dilakukan kelompok tani atau KUD secara komersial dan mandiri dengan memper-hatikan kemampuan petani setempat. 4. Untuk dapat disebut sebagai usaha

pe-layanan jasa alsintan (UPJA) maka terda-pat beberapa syarat yaitu; (a) ada pelaku yaitu manajer dan operator atau paling tidak ada pemilik dan beberapa orang op-erator alsintan; (b) ada sarana yang berupa alsintan; (c) telah digunakan untuk melayani petani lainnya secara sewa (meskipun dalam jumlah sedikit).

5. Kegiatan membangun kelompok UPJA di-lakukan sistem pendekatan, dengan meli-batkan seluruh subsistem yang ada, yaitu subsistem perbengkelan, pemberi jasa, pengguna jasa, dan permodalan. Keseluru-han subsistem tersebut memiliki saling keterkaitan yang harus selalu ditumbuh-kan agar semua subsistem tersebut mam-pu menjalankan fungsinya dalam menum-buhkan UPJA.

6. Distribusi dan pemasaran jagung berjalan lancar cuma belum efisien dilihat dari fluk-tuasi harga yang diterima pada saat panen raya dan beberapa bulan sesudahnya.

Daftar Pustaka

Austin, Jones E. 1981. Agroindustrial Project Analysis, EDI Series In Economic Development, Washington D.C.

Baharsyah, S. 1991. Kebijaksanaan Pengem-bangan Agribisnis di Indonesia. Maka-lah Seminar Peranan Swasta dalam Pe-ngembangan Agribisnis di Daerah Transmigrasi. Departemen Transmi-grasi dan PT. Inacon Luhur Pertiwi. Jakarta.

Balai Informasi Pertanian Banjarbaru, 2000. Bercocok tanam jagung . LIPTAN. Banjarbaru.

Diperta Kalimantan Selatan. 2000. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan 1999.

Himpunan Alumni-IPB. 1992. Pokok-pokok Pikiran Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor tentang Perspektif Pembangunan Pertanian dalam Era Industrialisasi di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Pembangunan Per-tanian, 17 Oktober 1992.

Manwan,I dan E. E. Ananto. 1994. Strategi Penelitian dan Pengembangan Meka-nisasi Pertanian Tanaman Pangan. Dalam Ananto et al, (eds). Prospek mekanisasi pertanian tanaman pa-ngan. Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Pangan. Bogor.

(10)

Rosita Galib.1992. Profil Usahatani Jagung di Lahan Kering Kalimantan Selatan. Prosiding Nasional Pertanian Lahan Kering dan Lahan Rawa, Puslitbang Sosek Pertanian, BPTP Kalimantan

Selatan.Banjarbaru. Schmid, A. A. 1972. Analytical Institutional

Economics; Challenging Problems in the Economics of Resources at a New Environment. Amer. J. Agric. Econo-mics, Dec., PP.893-901.

Tampubolon, SMH. 1991. Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis di Daerah Transmigrasi (Mencari Alternatif Bi-dang Partisipasi Swasta). Dep. Trans-migrasi R.I. bekerjasama dengan PT. Inacon Luhur Pertiwi. Jakarta.

Gambar

Tabel 5. Analisa finansial corn sheller buatan bengkel Budi

Referensi

Dokumen terkait

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang terdiri atas, 2 pimpinan tertinggi perusahaan swasta nasional untuk menggali informasi bagaimana kreatifitas,

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Bauran promosi menurut Menurut Kotler dan Armstrong (2008:408) adalah Bauran promosi adalah alat komunikasi dalam promosi untuk menyampaikan produk yang dihasilkan

Dan Katalog Buku toko dapat di sesuai dengan Produk yang di tawarkan jadi membuat kepercayaan dari Konsumen, Seperti itu halnya Sales Promotion Sebaik nya Memberikan

Secara singkat, faktor yang dapat menjadi daya tarik pusat kota bagi masyarakat untuk memilih tinggal di pusat kota tersebut yang dapat menyebabkan permukiman tumbuh

suku cadang pada mesin induk terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai bentuk, struktur, ukuran, dan sifat yang berbeda. Bagian-bagian tersebut dikonstruksi atau

Semi blocking : ada iklan produk lain di dalam acara 6.. Waktu talkshow disesuaikan dengan jadwal program

Bogdan dan Taylor, dalam Moleong (2007:248) menyebutkan bahwa “analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasi data,