• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tekanan darah adalah pengaturan tekanan pada dari arteri rata-rata untuk mengontrol curah jantung, resistensi perifer total dan volume darah. Tekanan darah arteri rata-rata (Mean Arterial Pressure) merupakan gaya utama yang digunakan untuk mendorong darah ke seluruh tubuh. Tekanan ini harus cukup tinggi untuk mendorong darah ke jaringan, tekanan yang tinggi darah tidak dapat mengalir ke otak dan organ-organ vital dan mengakibatkan hipoksia. Namun, tekanan ini juga tidak boleh terlalu tinggi kerana dapat menimbulkan beban kerja jantung dan meningkat resiko rupture pembuluh darah kecil (Gerard J, et all,2006).

Tekanan arteri rata-rata dikonrol oleh baroreseptor yang tedapat di sistem sirkulasi. Apabila baroreseptor mendeteksi tekanan yang abnormal, ia akan mengaktivasi sistem respon reflex untuk memulihkan tekanan arteri ke nilai normal. Sistem saraf otonom yang mensarafi jantung, vena dan arteriol akan diaktivasi unutk mengubah curah jantung dan resistensi perifer total. Sistem saraf otonom akan bertindak dalam jangka pendek unutk mengontol tekanan darah. Penyesuaian jangka panjang melibatkan penyesuian volume darah total dengan mengawal keseimbangan garam dan air melalui pengaturan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Besarnya volume darah total, akan menimbulkan efek nyata pada curah jantung dan tekanan arteri rata-rata (Yogiantoro M, 2006). Menurut Joint National VII (JNC VII) hipertensi adalah tekanan darah yang berada diatas 140 mmHg untuk sistoliknya dan 90 mmHg untuk diastoliknya. (Cortas K, et al,2008).

(2)

2.2. Etiologi

Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Susalit E, et al).

2.2.1. Faktor genetik

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Wade, et al. 2003).

2.2.2. Umur

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45

(3)

tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Oktora R, 2007).

2.2.3. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. (Cortas,et all 2008) Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Oktora R, 2007)

2.2.4. Obesitas

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH, 1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)>30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk

(4)

wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus (Cortas K, et al, 2008).

2.2.5. Pola asupan garam dalam diet

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG (http://www.healthcommunities.com/high-blood-pressure/causes.shtml.).

2.2.6. Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian

(5)

kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Sharma S, 2008)

2.3. Klasifikasi

Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali pengukuran pada masing-masing kunjungan.

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII(2003) Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah

sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Pre hipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Hipertensi tahap I 140 – 159 Atau 90 – 99 Hipertensi tahap II ≥160 Atau ≥ 100 (sumber :Cortas K, et al,2008)

2.4. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

1. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah <130/80 mmHg.

2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. 3. Menghambat laju penyakit ginjal.

(6)

2.4.1. Non Farmakologis

Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebih, konsumsi alkohol berlebih, asupan garam dan asupan lemak, latihan fisik serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi. Meningkatkan aktifitas fisik orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi. Mengurangi asupan natrium Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi (Cortas K, et al, 2008)

2.4.2. Farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB) (Cortas K, et al, 2008)

2.5. BMI ( BODY MASS INDEX) = INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

2.5.1 Definisi

Obesitas atau kegemukan adalah akibat dari makan. Karena dari bahasa latin ob artinya akibat dari, dan esum diartikan sebagai makan, sehingga obesitas merupakan keadaan adanya kelebihan lemak dalam tubuh. Kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas didefinisikan sebagai lebihnya akumulasi lemak yang dapat mempengaruhi kesehatan individu (WHO). Pengukuran yang biasa

(7)

digunakan untuk menentukan obesitas adalah dengan mengira Body Mass Index (BMI) atau nama lainnya Indeks Massa Tubuh (IMT). Individu yang mempunyai BMI melebihi 30 dianggap sebagai obesitas apabila individu yang mempunyai BMI sama atau lebih 25 dianggap overweigth. Obesitas dapat juga didefenisikan sebagai ketidakseimbangan energi, dimana energi yang diambil berlebihan dibanding energi yang digunakan serta dengan dengan indeks massa tubuh (IMT) >30. Lemak tubuh diperlukan pada semua individu sebagai penyimpan energi, sebagai sumber panas, penyerapan getaran dan fungsi lainya. Tapi apabila lemak berlebihan ini akan mengakibatkan berbagai masalah kesehatan. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak berbanding pria. Perbandingan lemak normal antara lemak tubuh dengan berat badan sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Pada individu yang mengalami obesitas dapat dibedakan menurut distribusi lemak yaitu apple shape body (android) dan pear shape body (gynecoid). Apple shape adalah apabila lebih banyak lemak di bagian tubuh atas (dada dan pinggang) dan lebih beresiko untuk mengalami penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes dibandingkan dengan pear shape yang distribusi lemak lebih banyak di bagian bawah (pinggul dan paha). (Rosengren A et all.2008).

Obesitas secara langsung akan meningkatkan resiko terjadinya sejumlah penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus tipe 2, hipertensi, stroke, infark miokardium, gagal jantung, batu kandung kemih, arthritis gout, tidur apneu (kegagalan untuk bernafas secara normal ketika sedang tidur) dan Sindroma Pickwikian. (Kathryn L et al,2008).

Beberapa kajian telah dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya obesitas. Secara ilmiah obesitas terjadi akibat kelebihan asupan makanan atau energi didalam tubuh. Penyebab ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas, namun keadaan ini disertai oleh berbagai faktor yang dapat dihindari untuk menghindari obesitas. Faktor genetik merupakan faktor utama terjadinya obesitas. Obesitas diduga cenderung diturunkan kerana mempunyai penyebab genetik. Tetapi pola makanan dan kebiasaan gaya hidup turut mendorong kepada obesitas. Faktor genetik dan faktor

(8)

gaya hidup sangat sulit untuk dipisahkan. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

Faktor psikologis juga berperan penting didalam obesitas. Terdapat beberapa sumber mengatakan bahwa pola makan sangat dipengaruhi oleh emosi seseorang. Persepsi diri yang negatif merupakan salah satu daripada contoh bentuk gangguan emosi yang dapat meningkatkan pola makan individu.

Terdapat juga beberapa faktor kesehatan yang bisa mengakibatkan obesitas. Hipotiroidisme merupakan penyakit yang ditandai dengan berkurangnya hormon tiroid di dalam tubuh. Pada orang dewasa hipotiroid dapat mengakibatkan cepat lelah, penambahan berat badan dan turunnya denyut nadi. Selain ini kebanyakkan hormon kortrikosteroid juga dapat mengakibatkan obesitas. Keadaan ini dinamakan sindroma Cushing yang disebabkan stimulasi berlebihan pada kelenjar adrenal oleh hormon ACTH. Sindrom ini juga mengakibatkan peningkatan berat badan dan berperan langsung dalam menentukan BMI individu. Pengambilan obat-obat tertentu seperti steroid dan anti-depresi juga berperanan untuk terjadinya obesitas. Faktor perkembangan dan aktivitas fisik juga sangat berperanan dalam obesitas. Dari hasil beberapa penelitian, penderita obesitas mengalami penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh (Volek JS et al, 2005).

Obesitas biasanya terjadi pada masa kanak-kanak lagi dan bisa memiliki sel lemak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Obesitas yang terjadi pada anak mempunyai resiko yang besar unutk menghadapi obese pada waktu dewasa (Barnes LA et al, 2007).

Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel. Berkurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat terutama pada negara

(9)

berkembang. Aktivitas fisik dapat meningkatkan penggunaan kalori yang berlebihan didalam tubuh namun pada orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Selain daripada faktor genetik, faktor-faktor lain yang menyebabkan obesitas dapat dielakkan untuk mencegah kejadian obesitas di kalangan masyarakat. Namun tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahayanya obesitas masih lagi dalam keadaan membimbangkan. Masyarakat tidak mengambil perhatian terhadap masalah ini dan berhubung ke dokter apabila masalah ini telah menimbulkan pelbagai penyakit yang lain. Faktor makanan yang mengandung banyak lemak juga merupakan salah satu faktor penyebab. Anak-anak sebagian besar menyukai makanan cepat saji atau fast food. Padahal makanan seperti ini umumnya mengandung lemak dan gula yang tinggi yang menyebabkan obesitas. Orang-tua yang sibuk sering menggunakan makanan cepat saji yang praktis dihidangkan untuk diberikan pada anak mereka, walaupun kandungan gizinya buruk untuk anak. Makanan cepat saji tidak memiliki kandungan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Itu sebabnya makanan cepat saji sering disebut dengan istilah junk food atau makanan sampah. Selain itu, kesukaan anak-anak pada makanan ringan dalam kemasan atau makanan manis menjadi hal yang perlu diperhatikan

Istilah “normal”, “overweight” dan “obese” dapat berbeda-beda, masing-masing negara dan budaya mempunyai kriteria sendiri-sendiri, oleh karena itu, WHO menetapkan suatu pengukuran / klasifikasi obesitas yang tidak bergantung pada bias-bias kebudayaan. Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan untuk mengukur tingkat obesitas adalah BMI (Body Mass Index), yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter) BMI = BB(kg)/TB(m). Nilai BMI yang didapat tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin.

(http://www.obesitas.web.id/bmi%28i%29.html)

(10)

Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi: • Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan • Wanita hamil

• Orang yang sangat berotot, contohnya atlet

BMI dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat terkena resiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya. Seseorang dikatakan obese dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai BMI di atas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB sebanyak 20%.

2.5.2. Klasifikasi BMI

Table 2.2 Klasifikasi BMI penduduk Asia menurut (IOTF, WHO 2000)

Kategori BMI (kg/m2) Risk of Co-morbidities

Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)

Batas Normal 18.5 - 22.9 kg/m2 Rata rata Overweight: > 23

At Risk 23.0 – 24.9 kg/m2 Meningkat Obese I 25.0 - 29.9kg/m2 Sedang Obese II > 30.0 kg/m2 Berbahaya (sumber : Barnes LA, et al,2007)

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut  JNC VII(2003)  Klasifikasi tekanan darah  Tekanan darah
Table 2.2 Klasifikasi BMI penduduk Asia menurut (IOTF, WHO 2000)   Kategori  BMI (kg/m2)  Risk of Co-morbidities

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang diperoleh kesimpulan bahwa mengenai hubungan waktu akan diketahui dari perhitungan nilai Indeks Kinerja Jadwal dan Biaya dimana pada

Dalam mengukur kepatuhan pemerintah Suriah terhadap penerapan RtoP sebagai norma hukum internasional maka peneliti akan menganalisinya melalui segala kebijakan,

Ketersediaan varietas ubikayu genjah sebagai bahan baku pangan dan industri dengan potensi hasil tinggi dan karakteristik kimia maupun fisik umbi yang sama dengan ubikayu umur

Iris mata merupakan salah satu bagian tubuh manusia yang memiliki tingkat pembeda yang cukup baik untuk mengklasifikasikan tiap individu, karena pola iris mata memiliki

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Disini kami memiliki keinginan untuk dapat menyelenggarakan kegiatan MENTION yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya dan kami ingin merealisasikan setiap konten

589 Selanjutnya di wilayah kelurahan Pekajangan kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Propinsi Jawa Tengah – tetangga/ sebelah kelurahan Bligo, juga ada

Lusi Fausia, M.Ec yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak