• Tidak ada hasil yang ditemukan

Clipping Service. Anti Money Laundering 6 Juni Indeks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Clipping Service. Anti Money Laundering 6 Juni Indeks"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Clipping Service

Anti Money Laundering

6 Juni 2011

Indeks

1. Dugaan Korupsi

Duabelas kejanggalan pada vonis Agusrin

2. Dugaan Suap

Atasan Syarifuddin harus diperiksa

3. Kasus Dugaan Suap

Syafruddin bebaskan 39 terdakwa kasus korupsi

Cetak.kompas.com Senin, 6 Juni 2011 DUGAAN KORUPSI

12 Kejanggalan pada Vonis Agusrin

Jakarta, Kompas - Dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (5/6), Indonesia Corruption Watch merilis adanya 12 kejanggalan dalam putusan bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Gubernur Bengkulu (nonaktif) Agusrin M Najamudin. ICW menemukan ada pengabaian sejumlah fakta oleh majelis hakim yang dipimpin Syarifuddin Umar. Syarifuddin terbelit kasus dugaan suap dan kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.

(2)

Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah, peneliti hukum ICW Tama S Langkun dan Donal Fariz, Ahmad Wali (dosen Fakultas Hukum Universitas Bengkulu), serta Mustari (Aliansi Masyarakat Berantas Korupsi) menjadi pembicara dalam jumpa pers tersebut.

Adapun ke-12 kejanggalan itu antara lain tak dipertimbangkannya putusan terdahulu atas nama Chairudin (mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menyingkap kerja sama Agusrin dan Chaeruin terkait dengan pembukaan rekening khusus di BRI Bengkulu untuk menampung dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tahun 2006-2007. Dalam putusan itu diyakini tentang perbuatan melawan hukum di antara keduanya yang mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara.

Majelis hakim kasus Agusrin juga dinilai tidak memperhitungkan keterangan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan serta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan terkait kerugian negara senilai Rp 20,16 miliar.

Hakim juga dinilai tidak mempertimbangkan surat asli bernomor 900/2228/DPD.I bertanggal 22 Maret 2006 tentang pembukaan rekening tambahan kas daerah di BRI Bengkulu. Hakim justru menyimpulkan surat itu dipalsukan Chaeruddin dengan cara memindai tanda tangan Agusrin. Hal ini menjadi dasar membebaskan Agusrin. Majelis hakim, khususnya Syarifuddin, juga dinilai sering memotong upaya jaksa untuk membuktikan surat asli itu. Hakim sering marah dan memotong penjelasan jaksa.

Sebelumnya Agusrin di Bengkulu menegaskan, tidak ada kerugian negara dari kasus dugaan korupsi yang dituduhkan kepada dirinya. Tuduhan terhadap dirinya pun tidak terbukti.

”Tidak ada keterlibatan saya dalam kasus korupsi ini. Dari awal saya sudah bilang, saya tidak pernah melakukan perbuatan tercela itu,” tuturnya.

Junaidi Hamsyah, Pelaksana Tugas Gubernur Bengkulu, merespons pembebasan Agusrin dengan ingin mengajukan pengaktifan kembali Gubernur Bengkulu itu. Namun, jaksa mengajukan kasasi. (ana/adh)

Suarakarya-online.com Senin, 6 Juni 2011

(3)

DUGAAN SUAP

Atasan Syarifuddin Harus Diperiksa

JAKARTA (Suara Karya): Komisi III DPR meminta Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) agar meminta keterangan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Syahrial Sidik mengenai sepak terjang hakim Syarifuddin Umar yang tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga menerima suap. Langkah itu relevan karena Syahrial dinilai dekat dengan Syarifuddin.

"Menurut informasi yang beredar, hakim Syarifuddin adalah tangan kanan Ketua PN Jakarta Pusat. Karena itu, KPK perlu meminta keterangannya untuk mengetahui lebih mendetail kasus yang menimpa Syarifuddin," ujar anggota Komisi III DPR Herman Hery saat dihubungi wartawan kemarin di Jakarta.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat rekam jejak buruk kinerja Syarifuddin Umar. Catatan ICW menyebutkan, hakim pengawas kepailitan itu pernah menjatuhkan vonis bebas kepada 39 terdakwa kasus korupsi.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)

Jakarta, Hendrik D Sirait, mengatakan, setelah menangkap tangan hakim Syarifuddin, KPK diharapkan berani membuat terobosan dengan memeriksa kasus lain di PN Jakarta Pusat.

"Toh sudah ada alat bantu, yakni hakim Syarifuddin, untuk membongkar mafia hukum. Misalnya, kasus kandasnya gugatan Lily Wahid dan Effendi Choirie (Gus Choi) atas keputusan DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menarik mereka dari

keanggotaan di DPR yang ditangani Syarifuddin yang sempat dipertanyakan publik," ujarnya. Begitu juga dengan vonis bebas terdakwa korupsi gubernur nonaktif Bengkulu, Agusrin M Najamuddin.

Kasus lain soal gugatan perdata PKB kubu Dus Dur terhadap kepengurusan PKB pimpinan Muhaimin Iskandar. Gugatan itu diajukan pada tahun 2010. Kedua gugatan tersebut ditolak hakim Syarifuddin. "Jangan-jangan terkait putusan perkara itu juga ada suap-menyuap," kata Lily Wahid.

Menurut dia, kecurigaan itu muncul karena sejak awal dia melihat intervensi yang kuat dalam kasus gugatan yang diajukan kepada DPP PKB. DPP PKB pimpinan Muhaimin sejak awal yakin memenangi perkara.

"Hakim Syarifuddin juga dari awal tampak tidak bersahabat kepada kami selaku pihak penggugat. Dia juga terlihat jelas mempunyai pengaruh besar terhadap hakim-hakim lain yang menangani perkara saya," tutur Lily.

(4)

Karena itu, adik Gus Dur itu hendak melaporkan ke Komisi Yudisial tentang kejanggalan-kejanggalan persidangan tersebut.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah di Jakarta, Minggu, menyatakan, Syarifuddin diduga merupakan bagian mafia peradilan. "Fenomena hakim S (Syarifuddin) ada catatan soal ini. Dia terkait proses-proses sebelumnya. Kenapa hakim dari daerah bisa masuk ke pengadilan negeri di Jakarta? Ini bukan hal mudah," ujar Febri.

Dia mengatakan, Syarifuddin sebelumnya menjadi hakim di Makassar. Namun

belakangan, dia dipindahkan ke PN Jakarta Pusat. "Menurut info yang kami temukan, hakim sulit masuk pengadilan di Jakarta. Apalagi hakim S yang punya record yang dipertanyakan saat bertugas di Makassar, kenapa bisa masuk di PN Jakarta Pusat?," ujarnya.

Tahun 2009, Syarifuddin bahkan sempat diajukan sebagai hakim Tipikor karena dia memiliki sertifikat sebagai hakim tipikor.

"Mahkamah Agung (MA) harus introspeksi bener nggak hakim-hakim tipikor dan sertifikasinya itu? Karena, hakim S adalah seorang hakim bersertifikat hakim tipikor, tapi buktinya korupsinya tetap jalan," ucap Febri.

Dia menekankan, praktik mafia tidak boleh terulang lagi karena hakim-hakim sudah mendapatkan remunerasi. Praktik mafia peradilan, ujarnya, bukan hanya terjadi pada tahap beracara, melainkan juga dalam penempatan, penunjukan, promosi, hingga mutasi hakim.

"Ini semua merupakan PR (pekerjaan rumah) bagi KPK, MA, dan KY. KY berkewajiban dan harus memeriksa majelis hakim lain dan harus menyelidiki temuan tentang tata persidangan Gubernur nonaktif Bengkulu Agusrin dengan Ketua Majelis Hakim Syarifuddin," kata Febri.

Di samping itu, melihat jumlah uang yang dimiliki Syarifuddin, Febri menekankan bahwa KPK jangan hanya menerapkan undang-undang tipikor dalam kasus Syarifuddin. KPK, katanya, bisa menerapkan UU Pencucian Uang.

Dengan undang-undang itu, maka hakim memiliki cara untuk melakukan pembalikan pembuktian atas kekayaan yang dimiliki Syarifuddin. Dia wajib membuktikan asal-usul uang itu. Kalau tidak bisa dibuktikan, kata Febri, semua kekayaan Syarifuddin bisa dirampas negara.

"Tentu saja KPK harus bergandengan tangan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," tutur Febri. (Sugandi/Wilmar P)

(5)

Sabtu, 4 Juni 2011 KASUS DUGAAN SUAP

Syarifuddin Bebaskan 39 Terdakwa Kasus Korupsi

JAKARTA (Suara Karya): Tertangkapnya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar makin melengkapi potret buram dunia peradilan di negeri ini. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sedikitnya ada 39 terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan hakim Syarifuddin selama bertugas di Pengadilan Negeri Makassar dan Jakarta Pusat, termasuk kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Bengkulu Agusrin Najamuddin.

"Ditangkapnya Syarifuddin melengkapi potret suram dunia pengadilan di Indonesia. Hal ini sekaligus menunjukkan demikian lemahnya pengawasan di internal

pengadilan, khususnya Mahkamah Agung," ujar Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, Jumat (3/6).

Emerson mengatakan, penangkapan hakim Syarifuddin menambah panjang daftar hakim yang tersangkut tindak pidana. Menurut catatan ICW, sebelum kasus

Syarifuddin, sedikitnya ada tiga hakim yang sudah terlebih dahulu diproses hukum. Para hakim itu adalah hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Ibrahim yang diduga menerima suap dari DL Sitorus, Muhtadi Asnun yang disuap oleh Gayus Tambunan, dan Herman Alositandi yang disuap untuk mengamankan kasus korupsi Jamsostek.

Banyaknya hakim yang terlibat dalam kasus suap, menurut Emerson, menunjukkan pengawasan yang lemah di internal pengadilan, khususnya sistem pengawasan dari Mahkamah Agung (MA).

"Selain itu, sanksi atau hukuman MA terhadap hakim nakal atau menerima suap hanya sanksi administratif (umumnya mutasi atau non-job atau penundaan kenaikan pangkat dalam periode tertentu). Hal ini tidak memberikan efek jera maupun shock terapy bagi hakim," kata Emerson.

Bukan hanya pengawasan internal, fungsi pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial (KY) pun berarti belum optimal. KY belum menjadi lembaga yang menakutkan hakim. Kewenangan berdasarkan Undang-Undang KY masih terbatas, bersifat rekomendasi, dan tidak menjerakan. Terakhir, terlalu ringannya hukuman terhadap hakim yang dijatuhkan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang terdiri dari gabungan KY dan MA. MKH umumnya menjatuhkan hukuman berupa dua tahun dan tidak menangani perkara bagi hakim yang terbukti menerima suap. Padahal, seharusnya hakim yang bersangkutan dijatuhi pidana karena sebagai penyelenggara negara menerima suap.

(6)

Dengan penangkapan hakim Syarifuddin, Emerson mendesak agar remunerasi yang diberikan kepada hakim harus diikuti dengan penguatan fungsi pengawasan internal maupun eksternal dan memperkuat mekanisme pemberian reward and punishment. Khusus dalam kasus Syarifuddin, Emerson menganjurkan agar KPK tidak

melimpahkannya kepada penegak hukum lain, kejaksaan, atau kepolisian. Hal tersebut untuk menutup peluang kolusi dan cepat penanganan kasusnya.

KPK sebaiknya mengembangkan dugaan suap yang melibatkan hakim Syarifuddin Umar tidak saja dalam kasus kepailitan, tetapi juga dalam kasus yang lain,

khususnya semua kasus korupsi yang pernah diperiksa dan diputus oleh hakim Syarifuddin.

Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar mengatakan, pihaknya akan mempelajari dugaan pelanggaran yang dilakukan hakim Syarifuddin Umar dalam kasus lain, termasuk soal vonis bebas Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin.

"Kami akan menelusuri dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim Syarifuddin dalam menjatuhkan vonis bebas Agusrin. Kami sempat menurunkan tim saat sidang pemeriksaan kasus Agusrin berlangsung di PN Jakpus," katanya.

Sementara itu, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tidak memiliki rekam jejak hakim Syarifuddin secara detail. Padahal, selaku lembaga pengawas hakim pengadilan negeri di DKI, PT DKI seharusnya punya data detail setiap hakim di bawahnya. (Sugandi/Nefan Kristiono/Wilmar P)

Humas PPATK

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC)

(P) +62-21-3850455/3853922

(F) +62-21-3856809/3856826

(E)

humas-ppatk@ppatk.go.id

DISCLAIMER:

Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya

dan digunakan khusus untuk PPATK dan pihak-pihak yang

memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan

pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media

massa.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris

100% 100% Persentase ibu nifas yang mendapat pelayanan sesuai standar 107.24% 100% Indikator merupakan indikator SPM Tambahan dengan penetapan target sesuai dengan

Berbagai inovasi dan terobosan terus dilakukan oleh Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi salah satunya dalam penjaminan mutu penyelenggaraan pelatihan

baik dan buruknya suatu perbuatan, terdakwa juga dapat mengetahui dan dapat membedakan suatu perbuatan yang termasuk perbuatan malawan hukum dan perbuatan mana yang tidak

Dengan ditemukann- ya sejumlah sampel ikan telah terpapar logam berat Hg, As, dan senyawa Sianida (CN) yang relatif tinggi maka dapat diduga hewan laut di Perairan

Berdasarkan hasil penelitian, setelah diuji menggunakan uji regresi sederhana pada pengaruh pola asuh otoriter terhadap kecenderungan cyberbullying yang dimediasi

kebenaran dugaan tersebut dengan cara membandingkan baris- baris sekar macapat durma wantah laras pelog pathet barang dengan kalimat lagu gendhing kemanak Aanglirmendhung laras

Penelitian terdahulu yang ketiga, dilakukan Oleh Geneti, Dhita (2014) yang membahas mengenai Prosedur Permohonan Pemindahbukuan atas Kesalahan Pengisian Data E-Billing pada