• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MEMONITOR EFEK DELTAMETRIN PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MEMONITOR EFEK DELTAMETRIN PADA EKOSISTEM TERESTRIAL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MEMONITOR

EFEK DELTAMETRIN PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

GEMA SAPARINI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

GEMA SAPARINI. Uji Lengos Cacing Tanah untuk Memonitor Efek Deltametrin pada Ekosistem Terestrial. Dibimbing oleh TARUNI SRI PRAWASTI dan TRI HERU WIDARTO.

Metode yang komprehensif diperlukan untuk mendeteksi dan memonitor efek polutan terhadap lingkungan. Dalam penelitian ini dikaji penggunaan metode uji lengos dua jenis cacing tanah (Eisenia foetida dan Lumbricus rubellus) terhadap deltametrin. Pengamatan dilakukan setelah 24, 48, dan 72 jam pada konsentrasi 0, 1.3, 2.6, 3.9, dan 5.2 ppm. E. foetida dapat merespon kehadiran deltametrin dalam waktu 72 jam pada konsentrasi 1.3 ppm, 66 % cacing ditemukan berada di media tanpa deltametrin. L. rubellus dapat merespon kehadiran deltamerin dalam waktu 24 jam pada konsentrasi 2.6 ppm, 64 % cacing ditemukan berada di media tanpa deltametrin. Semakin tinggi dan semakin lama paparan konsentrasi deltametrin semakin tinggi rata-rata jumlah kematian cacing. Konsentrasi dan lama pemaparan berpengaruh terhadap respon menghindar cacing. Lebih banyak cacing yang berpindah ke media tanpa deltametrin. Kedua cacing mempunyai sensitifitas yang relatif sama sehingga dapat dijadikan hewan uji pada uji lengos terhadap polutan di ekosistem terestrial.

ABSTRACT

GEMA SAPARINI. Earthworms Avoidance Test for Monitoring Deltamethrin Effect in Terrestrial Ecosystem. Supervised by TARUNI SRI PRAWASTI and TRI HERU WIDARTO.

A comprehensive method is needed for detecting and monitoring pollutant effect to environment. This research studied avoidance test method using two species of earthworms (Eisenia foetida and Lumbricus rubellus). Organisms were exposed during 24, 48, and 72 hours to five consentrations of deltamethrin (0, 1.3, 2.6, 3.9, dan 5.2 ppm). E. foetida detected deltamethrin presence at 1.3 ppm after 72 hours exposure, 66 % earthworms were found in non-deltamethrin media. L. rubellus detected deltamethrin presence at 2.6 ppm after 24 hours exposure, 64 % earthworms were found in non-deltamethrin media. Number of earthworms mortality increased in higher consentration and longer exposure period. Consentration and exposure period influenced earthworms avoidance respons. Both of species had similar sensitivity, so they could be used as test animals in avoidance test to pollutant in terrestrial ecosystem.

(3)

UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MEMONITOR

EFEK DELTAMETRIN PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

GEMA SAPARINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(4)

Judul

:

Uji Lengos Cacing Tanah untuk Memonitor Efek Deltametrin

pada Ekosistem Terestrial

Nama

: Gema Saparini

N I M

: G34102068

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dra. Taruni Sri Prawasti

Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc.

NIP 131284837

NIP 131663018

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP 131578806

(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberi rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007 di Laboratorium Zoologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Taruni Sri Prawasti dan Bapak Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc. selaku pembimbing, serta kepada Ibu Dr. Ir. Nampiah Sukarno selaku penguji. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Bapak drh. Djoko Waluyo, M.S., Bapak Djoko ‘peternak cacing’, keluarga besar Zoologi, cacingers 39 (Ucil, Dq, Bi), dan teman-teman Biologi 39. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungannya, Ria, Noni, Ankga, Bian, Iqbal, Poo, Ammay, Dendi, Linda, Susi. Ucapan terima kasih khusus kepada Ibu, Bapak, adik-adik dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayang yang telah diberikan.

Semoga laporan ini bermanfaat.

Bogor, April 2008

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 19 Mei 1984 dari ayah Djoko Suyono dan ibu Herdianawati. Penulis merupakan putri pertama dari tujuh bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari MA IGBS Darul Marhamah dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah tergabung dalam kepanitiaan Biologi Fotografi 2004 yang diselenggarakan oleh HIMABIO dan Pesta Sains 2004 yang diselenggarakan oleh BEM FMIPA. Penulis juga pernah menjabat sebagai koordinator perawatan Divisi Tanaman Hias dan Anggrek Bioworld pada periode 2004-2005. Tahun 2003-2006 penulis juga aktif sebagai pemain di Teater Garis FMIPA. Tahun 2006-sekarang penulis aktif sebagai pengajar di SDIT Ash-Shibgoh.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan 1

WAKTU DAN TEMPAT 1

BAHAN DAN METODE

Hewan Uji dan Pemeliharaannya 1

Media dan Prosedur Percobaan 2

Pengolahan Data 2

HASIL

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Waktu Pemaparan serta Interaksinya 2

Perpindahan dan Kematian Cacing 3

PEMBAHASAN 4

SIMPULAN 5

SARAN 5

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rata-rata jumlah cacing di media tanpa deltametrin pada masing-masing konsentrasi

dan lama pemaparan 3

2 Rata-rata jumlah kematian cacing pada masing-masing konsentrasi dan lama

pemaparan 3

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kotak kaca yang digunakan untuk uji lengos dengan (a) kaca pemisah; (b) kamar berisi media deltametrin; dan (c) kamar berisi media tanpa deltametrin 2 2 Respon Eisenia foetida dan Lumbricus rubellus terhadap lama pemaparan dan

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hampir setiap kegiatan manusia dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Salah satunya ialah aktifitas di bidang pertanian yang menggunakan pestisida untuk membasmi hama pertanian. Pen-cemaran pestisida menimbulkan berbagai dampak ekologis yang merugikan bagi lingkungan terestrial maupun akuatik.

Pada awalnya, pestisida digunakan oleh petani sebagai pengendali organisme peng-ganggu tanaman untuk meningkatkan pro-duksi pertanian. Namun penggunaan pesti-sida dapat menyebabkan kematian berbagai jenis hewan non-target seperti vertebrata, serangga berguna dan serangga predator. Selain itu, penggunaannya juga dapat menyebabkan resistensi hama akibat pema-kaian terus-menerus serta tidak adanya musuh alami dan rusaknya lingkungan karena pencemaran residu bahan kimia. Karena itu menurut Ramlan dan Noer (2002) penggunaan pestisida sintetis perlu diwas-padai.

Sebagai polutan, pestisida mencemari tanah pertanian secara langsung dan melalui transfer residu dari tanaman (Walker et al. 2001). Transfer residu ini terjadi akibat daun gugur yang terurai sehingga unsur hara dan residu dari daun tersebut masuk ke dalam tanah. Pada lingkungan pertanian (terrestri-al) pestisida dapat mengganggu beberapa organisme tanah bahkan membunuhnya. Cacing tanah adalah salah satu organisme yang sering dirugikan. Padahal cacing tanah dapat membantu menyuburkan tanah dengan cara menguraikan zat-zat organik dalam tanah, bahkan kascingnya dapat berfungsi sebagai pupuk alami.

Pestisida berbahan aktif deltametrin merupakan sejenis insektisida yang banyak digunakan oleh petani di wilayah Bogor. Insektisida deltametrin termasuk ke dalam golongan senyawa insektisida piretroid sin-tetik. Deltametrin menyerang serangga pada saluran sodium (Miller & Adams 1982) dan mempengaruhi sistem saraf pusat (Lund 1984) sehingga serangga kehilangan keseim-bangan dan pada akhirnya mati. Yajuan et al. (2007) menyatakan bahwa deltametrin berpengaruh terhadap pertumbuhan dan aktifitas enzim selulase di lambung cacing.

Menurut Copewiez et al. (2003) metode yang komprehensif diperlukan untuk mendeteksi dan memonitor efek polutan

terhadap lingkungan. Beberapa peneliti mengkaji uji lengos sebagai suatu metode alternatif atau uji tambahan agar didapat gambaran yang lebih menyeluruh tentang kondisi suatu lingkungan dengan lebih cepat (Schaefer 2003). Uji lengos (avoidance test) adalah suatu metode pengujian yang memanfaatkan perilaku hewan uji dalam merespon perubahan kondisi fisik dan kimia lingkungan hidupnya. Respon perilaku yang ditunjukkan hewan dapat memiliki implikasi ekologis (Hartwell et al. 1989).

Cacing tanah merupakan salah satu hewan yang mampu mendeteksi dan memonitor kehadiran polutan di lingkungan sekitarnya. Kemampuan ini dimiliki karena adanya kemoreseptor pada segmen anterior dan prostomium cacing (Stephenson et al. 1998). Dengan kemampuan ini cacing menghindar (melengos) dari lingkungan yang merugikan (Stephenson et al. 1998).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengkaji peng-gunaan metode uji lengos dalam mendeteksi kehadiran senyawa kimia (polutan) di ling-kungan terestrial dengan menggunakan Eisenia foetida dan Lumbricus rubellus sebagai hewan uji.

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007 di Laboratorium Zoologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

BAHAN DAN METODE

Hewan Uji dan Pemeliharaannya

Penelitian ini menggunakan cacing tanah E. foetida dan L. rubellus sebagai hewan uji. Kedua jenis cacing didapat dari peternak cacing di Ciangsana, Bogor. Cacing dipelihara di dalam ember plastik yang berisi media untuk sarang cacing.

Cacing diberi pakan kotoran sapi yang dipanaskan pada suhu 800C di dalam oven

selama dua jam. Penelitian ini menggunakan cacing dewasa. Cacing dibersihkan dengan air kemudian ditimbang. Lalu dipilih cacing yang memiliki ketebalan klitelum dan bobot tubuh relatif sama. Kemudian cacing tersebut diadaptasikan di dalam media uji lengos selama dua hari.

(10)

Media dan prosedur percobaan

Media yang digunakan terdiri atas cam-puran satu sendok makan kotoran sapi dan 400 g tanah (bobot kering). Media tersebut dipanaskan pada suhu 800C selama dua jam

dan dihaluskan serta disaring (≤ 1.7 mm). Selanjutnya air destilata atau larutan deltametrin ditambahkan sebanyak 30% dari bobot kering tanah yaitu sebanyak 120 ml.

Alat yang digunakan ialah kotak kaca berukuran 20 x 20 x 10 cm (Gambar 1). Kotak ini dibagi menjadi dua kamar dengan pemisah kaca di tengahnya (Hund-Rinke & Wiechering 2001). Kamar sebelah kiri diisi media tanpa deltametrin dan kamar sebelah kanan diisi media dengan deltametrin. Setelah itu, pemisah kaca diangkat dan diletakkan 10 ekor cacing dewasa di antara kedua kamar tersebut. Selanjutnya kotak kaca ditutup dengan plastik hitam yang telah diberi lubang kecil-kecil untuk aerasi.

Berdasarkan LD5072jam, ditentukan lima

konsentrasi untuk melihat pengaruh konsentrasi subletal deltametrin terhadap respon cacing. LD5072jam adalah konsentrasi

letal dimana 50 % cacing tanah mengalami kematian. LD50 E. foetida sebesar 5.47 ppm dan L. rubellus 5.13 ppm (Adiantoro 2007, komunikasi pribadi). Pada penelitian ini konsentrasi yang digunakan ialah 0, 1.3, 2.6, 3.9, dan 5.2 ppm.

Perhitungan jumlah cacing di tiap kamar dilakukan pada saat pengamatan setelah pemaparan 24, 48, dan 72 jam pada kotak yang terpisah. Setiap perlakuan dilakukan lima kali ulangan.

Pengolahan data

Data yang diperoleh diolah dengan metode statistik two-way ANOVA

(konsen-trasi dan lama pemaparan) di dalam program Minitab 14. Data juga diuji dengan uji t satu sampel. Uji ini dilakukan untuk mengetahui beda nyata antara nilai rata-rata jumlah cacing di media tanpa deltametrin dengan 50 %. Untuk menarik kesimpulan nilai thitung

dibandingkan dengan ttabel menggunakan

tabel t-student dengan derajat bebas (4) dan tingkat signifikasi α (0.05).

HASIL

Pengaruh konsentrasi dan lama waktu pemaparan serta interaksinya

Konsentrasi deltametrin berpengaruh nyata terhadap respon menghindar E. foetida (p = 0.054) dan L. rubellus (p = 0.019) (Gambar 2). Pada 0 ppm, cacing menyebar secara acak sebanyak 54% dan 46%. Pada perlakuan 2.6, 3.9, dan 5.2 ppm lebih dari 60% kedua jenis cacing berada di media tanpa deltametrin (Gambar 2). Sedangkan pada perlakuan 1.3 ppm 58% E. foetida dan 57.33% L. rubellus berada di media tanpa deltametrin.

Lama pemaparan deltametrin juga mempengaruhi respon menghindar cacing (Gambar 2). Pada E. foetida sebanyak 52%, 56%, dan 66% cacing berada di media tanpa deltametrin setelah terpapar berturut-turut selama 24, 48, dan 72 jam pada konsentrasi 1.3 ppm. Jumlah cacing yang berada di media tanpa deltametrin terus meningkat seiring dengan pertambahan konsentrasi yang diberikan. Peningkatan ini sangat terlihat pada konsentrasi 3.9 ppm, sedangkan pada konsentrasi 5.2 ppm peningkatannya terlihat menurun. Sementara itu pada L. rubellus, sebanyak 56% cacing berada di media tanpa deltametrin setelah terpapar selama 24 dan 48 jam pada konsentrasi 1.3 ppm. Sedangkan setelah terpapar selama 72 jam 60% cacing berada di media tanpa deltametrin. Jumlah ini terus meningkat hingga mencapai 74% pada konsentrasi 5.2 ppm setelah terpapar selama 72 jam. a

b c

Gambar 1 Kotak kaca yang digunakan untuk uji lengos dengan (a) kaca pemi-sah; (b) kamar berisi media delta-metrin; dan (c) kamar berisi me-dia tanpa deltametrin

Interaksi antara konsentrasi dan lama pemaparan tidak mempengaruhi jumlah cacing di media tanpa deltametrin (p = 0.883 untuk E. foetida dan p = 0.989 untuk L. rubellus).

Sebanyak 74% (p = 0.009) E. foetida berada di media tanpa deltametrin setelah terpapar selama 24 jam pada konsentrasi 3.9 ppm (Tabel 1). Pada konsentrasi 1.3 dan 3.9 ppm setelah terpapar selama 72 jam, masing-masing sebanyak 66% dan 78% cacing berada di media tanpa deltametrin.

(11)

Tabel 1 Rata-rata jumlah cacing di media tanpa deltametrin pada masing-masing konsentrasi dan lama pemaparan

Rata-rata Jumlah Cacing di Media Tanpa Deltametrin (%) Jenis

Cacing

Konsentrasi Media Perlakuan

(ppm) 24 jam 48 jam 72 jam

E. foetida 0 52 ± 1.30 52 ± 1.64 58 ± 0.84 1.3 52 ± 1.30 56± 1.52 66 ± 0.89 * (p=0.016) 2.6 64 ± 1.52 62 ± 1.30 68 ± 1.92 3.9 74 ± 1.14 * (p=0.009) 62 ± 2.59 78 ± 1.79 * (p=0.025) 5.2 64 ± 1.52 66 ± 2.07 60 ± 2.12 L. rubellus 0 52 ± 1.64 50 ± 1.58 54 ± 1.14 1.3 56 ± 1.14 56 ± 1.14 60 ± 1.00 2.6 64 ± 0.55 * (p=0.005) 60 ± 1.00 70 ± 2.00 3.9 64 ± 1.14 66 ± 0.89 * (p=0.016) 68 ± 1.64 5.2 60 ± 1.87 64 ± 1.14 74 ± 1.67 * (p=0.033)

* = signifikan pada level 0.05

Data adalah rata-rata dari lima ulangan, masing-masing ulangan menggunakan 10 ekor cacing

Tabel 2 Rata-rata jumlah kematian cacing pada masing-masing konsentrasi dan lama pemaparan

Rata-rata Jumlah Kematian Cacing (%) Jenis Cacing Konsentrasi Media

Perlakuan (ppm)

24 jam 48 jam 72 jam

E. foetida 0 0 0 0 1.3 4 8 10 2.6 10 10 12 3.9 10 12 16 5.2 20 22 26 L. rubellus 0 0 0 0 1.3 4 6 10 2.6 10 10 10 3.9 14 18 18 5.2 22 22 24

Data adalah rata-rata dari lima ulangan, masing-masing ulangan menggunakan 10 ekor cacing

Berbeda dengan E. foetida, sebanyak 64% (p = 0.005) L. rubellus berada di media tanpa deltametrin setelah terpapar selama 24 jam pada konsentrasi 2.6 ppm (Tabel 1). Pada konsentrasi 3.9 dan 5.2 ppm setelah terpapar masing-masing selama 48 dan 72 jam sebanyak 66% dan 74% cacing berada di media tanpa deltametrin.

Konsentrasi dan lama pemaparan tidak menunjukkan respon yang signifikan. Tetapi

pada umumnya jumlah cacing yang berada di media tanpa deltametrin lebih banyak.

Perpindahan dan kematian cacing

Jumlah cacing yang berada di media tanpa deltametrin lebih banyak daripada sebaliknya (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak cacing yang berpindah ke media tanpa deltametrin dan tetap tinggal di sana sampai akhir percobaan.

(12)

30 40 50 60 70 80 0 1.3 2.6 3.9 5.2 6.5 Konsentrasi deltametrin (ppm) Ju m lah caci ng d i m ed ia t an pa d el tam et ri n ( % 30 40 50 60 70 80 0 24 48 72 96

Lama pemaparan (jam)

Ju m lah caci ng d i m ed ia t an pa d el tam et ri n ( % ) )

Eisenia foetida Eisenia foetida

Lumbricus rubellus Lumbricus rubellus

Gambar 2 Respon Eisenia foetida dan Lumbricus rubellus terhadap lama pemaparan dan konsen-trasi deltametrin

Rata-rata jumlah kematian kedua cacing tidak terlalu berbeda (Tabel 2). Pada konsentrasi 1.3 ppm setelah terpapar berturut-turut selama 24, 48, dan 72 jam masing-masing sebanyak 4%, 8%, dan 10% E. foetida mengalami kematian. Pada L. rubellus jumlahnya tidak berbeda, hanya pada pemaparan 48 jam sebanyak 6% cacing mengalami kematian. Pada konsentrasi 5.2 ppm deltametrin, setelah pemaparan 72 jam kematian E. foetida mencapai 26 % sedang-kan L. rubellus mencapai 24 %.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi dan lama pemaparan deltametrin sangat berpengaruh terhadap respon cacing. Namun demikian respon kedua jenis cacing terhadap konsentrasi dan lama pemaparan agak berbeda. E. foetida dapat merespon kehadiran deltametrin dalam waktu 72 jam pada konsentrasi 1.3 ppm (Tabel 1). Sedangkan L. rubellus dapat merespon kehadiran deltametrin dalam waktu 24 jam pada konsentrasi 2.6 ppm (Tabel 1). Cacing menghindar dari media perlakuan dan memilih tinggal di media tanpa deltametrin. Pada konsentrasi 2.6 ppm setelah terpapar selama 24 jam, jumlah E. foetida dan L. rubellus di media tanpa deltametrin adalah sama. Namun dari hasil uji t satu sampel hasil yang signifikan hanya tampak pada L. rubellus (Tabel 1). Meskipun dari hasil uji t

satu sampel lebih banyak hasil yang tidak menunjukkan respon signifikan tetapi lebih banyak cacing yang memilih tinggal di media tanpa deltametrin (Tabel 1). Respon yang nampak ini mungkin karena kemampuan cacing mendeteksi kehadiran polutan (deltametrin) di sekitarnya. Cacing memiliki kemoreseptor pada segmen anterior dan prostomium (Stephenson et al. 1998).

Rata-rata jumlah kematian cacing di media deltametrin terus bertambah seiring dengan semakin tinggi dan semakin lamanya paparan konsentrasi yang diberikan (Tabel 2). Semakin tinggi dan semakin lama paparan konsentrasi deltametrin semakin tinggi rata-rata jumlah kematian cacing. Hal ini mungkin disebabkan cacing yang berada di media deltametrin menjadi sangat lemah karena sebagian besar energinya sudah teralokasi untuk menetralisir racun yang masuk ke tubuh mereka seperti yang dikemukakan oleh Gibbs et al. (1996). Selain itu, kematian mungkin juga dise-babkan oleh aktifitas pencernaan cacing yang terganggu akibat paparan deltametrin. Yajuan et al. (2007) menyatakan bahwa pada pemaparan subakut deltametrin mem-pengaruhi bobot tubuh dan aktifitas enzim selulase di lambung cacing. Namun bebe-rapa cacing yang ditemukan di media tanpa deltametrin pun pergerakannya tidak terlalu aktif dan tampak sangat lemas. Kondisi tersebut disebabkan cacing sudah terpapar oleh deltametrin dan berusaha untuk

(13)

berpindah ke media tanpa deltametrin. Hal ini terlihat dari kondisi fisik cacing yang lemas, kurang aktif, dan sedikit lendir yang keluar dari hasil sekresi karena cacing berusaha menetralisir paparan deltametrin pada kulitnya.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa uji lengos terhadap deltametrin dapat memberikan hasil setelah 24-72 jam pemaparan (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan laporan Stephenson (1998) bahwa uji lengos lebih menghemat waktu (7-72 jam) dibandingkan dengan uji akut dan (7-14 hari).

Penelitian ini menunjukkan bahwa respon menghindar terhadap deltametrin ditunjukkan oleh E. foetida dan L. rubellus. Hal ini terlihat dari jumlah cacing yang berada di media tanpa deltametrin lebih banyak daripada sebaliknya (Tabel 1). Yeardley et al. (1996) menggunakan hewan uji E. foetida dengan polutan yang berbeda, yaitu KCl, NH4Cl, dan dua jenis tanah dari

kawasan pertambangan yang sudah tercemar oleh logam (mangan, zink, besi, dan tembaga). Pada semua perlakuan tersebut, E. foetida menunjukkan respon menghindar yang nyata. Respon menghindar pada penelitian ini sudah dapat terdeteksi setelah satu hingga dua hari. Stephenson et al. (1998) memodifikasi uji lengos cacing tanah (E. foetida) dengan menggunakan Plexiglas bulat yang dibagi menjadi enam kamar. Polutan yang digunakan adalah campuran minyak bumi yang dihasilkan dari proses pemisahan gas alam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa E. foetida sudah dapat menghindar dari tanah tersebut setelah 24 jam. Schaefer (2003) membandingkan metode dua kamar dan enam kamar dengan polutan yang berbeda, yaitu 2,4,6-trinitrotoluena (TNT) dan minyak mentah. Kedua metode tersebut memberi hasil yang sama, yaitu 90% atau lebih E. foetida menghindar dari tanah tersebut dalam waktu 48 jam. Sissino et al. (2005) juga melakukan percobaan uji lengos E. foetida dengan menggunakan polutan berupa tanah yang tercemar oleh mercuri. Hasilnya adalah 100% cacing menghindar dari tanah tersebut dalam waktu 48 jam.

Penelitian uji lengos terhadap delta-metrin ini juga menunjukkan bahwa uji lengos berpotensi untuk memonitor dan mendeteksi polutan lain (pestisida). Sulastri (2005) melakukan uji lengos untuk mendeteksi efek kehadiran imidakloprid.

Dua jenis cacing, E. foetida dan Pheretima asiatica, digunakan untuk membandingkan sensitifitasnya. Hasilnya E. foetida lebih sensitif daripada P. asiatica, lebih dari 70% cacing menghindar dari media polutan dalam waktu 12 jam. Loureiro et al. (2005) juga melakukan uji lengos pada cacing tanah (Eisenia andrei). Polutan yang digunakan adalah carbendazim, benomyl, dimethoate dan tembaga sulfat. Hasilnya adalah 80% atau lebih E. andrei menghindar dari media polutan. Namun pada media tembaga sulfat, pada konsentrasi di bawah 320 mg/Kg hanya kurang dari 80% cacing berada di media tanpa polutan.

Penelitian uji lengos ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa uji lengos berpotensi untuk dijadikan metode pendeteksi polutan di lingkungan terestrial. Baik E. foetida maupun L. rubellus dapat dijadikan hewan uji pada uji lengos karena memiliki sensitifitas yang relatif sama.

SIMPULAN

Pada konsentrasi subletalnya, konsen-trasi dan lama waktu pemaparan deltametrin berpengaruh terhadap respon menghindar cacing tanah. E. foetida dan L. rubellus memiliki sensitifitas yang relatif sama terhadap deltametrin. Berdasarkan respon yang ditunjukkan oleh kedua cacing, uji lengos masih berpotensi untuk dijadikan metode pendeteksi kehadiran polutan di lingkungan terestrial dalam waktu yang lebih cepat.

SARAN

Uji lengos ini perlu dikaji lebih lanjut dengan menggunakan polutan lain agar validitas dan efektifitasnya meningkat sehingga metode ini dapat dibakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Copewiez Y, Rault M, Mazzia C, Belzunces L. 2003. Earthworm behaviour as a biomarker - a case study using imida-cloprid. Pedobiologia 47(56):542-547. Gibbs MH, Wickler LF, Stewart AJ. 1996. A

method for assessing sublethal effects of contaminants in soils to earth-worms, Eisenia foetida. Environ Toxicol Chem 15:360-368.

(14)

Hartwell SI, Jin JH, Cherry Ds, Cairns JJr. 1989. Toxicity versus avoidance res-ponses of golden shiner, Notemigonus crysoleucas, to five metals. J Fish Biol 35:447-243.

Hund-Rinke K, Wiechering H. 2001. Earthworm avoidance test for soil assessment. J Soils Sediments 1:15-20. Loureiro S, Soares AMVM, Nogueira AJA.

2005. Terrestrial avoidance behaviour tests as screening tool to assess soil contamination. Environ Pollut 138:121-131.

Lund AE. 1984. Pyrethroid modification of sodium channel: current concepts. Pestic Biochem Physiol 22:161-168. Miller TA, Adams ME.1982. Mode of action

pyrethroids. Di dalam: Coats JR, editor. Insecticide mode of action. New York: Academic Pr.

Ramlan A, Noer IS. 2002. Eksplorasi informasi keanekaragaman jenis, poten-si dan pemanfaatan tumbuhan bahan pestisida alami di propinsi Jawa Barat dan Banten. Berita Biologi 6 (3):393-400.

Schaefer M. 2003. Behavioural endpoints in earthworm ecotoxicology: evaluation of different test system in soil toxicity assessment. J Soils Sediments 3 (2):79-84.

Sisinno C, Bulus M, Rizzo A, Moreira J. 2005. Avoidance test using earthworm as a complement for metal contaminated

site evaluation: preliminary results. Di dalam: Trindade RBE et al. Procee-dings of International Conference on Heavy Metals in the Environment; Rio de Janeiro, 5-9 Juni 2005. Rio de Janeiro: Center for Mineral Technology. hlm 1-3.

Stephenson G et al. 1998. Use of an avoidance-respon test to assess the toxicity of contaminated soils to earthworms. Di dalam: Sheppard S et al., editor. Advances in earthworm eco- toxicology. Pensacola: SETAC Pr. hlm 67-81.

Sulastri. 2005. Uji Lengos Cacing Tanah untuk Mendeteksi Imidakloprid pada Ekosistem Terestrial [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Walker CH, Hopkin SP, Sibly RM, Peakall DB. 2001. Principles of Ecotoxicology. Ed ke-2. London: Taylor & Francis. Yajuan S, Yajing S, Xin W, Yonglong

L, Shifa Y. 2007. Comparative effects of lindane and deltamethrin on mortality, growth, and cellulase activity in earthworms (Eisenia fetida). Pestic Biochem Physiol 89 (1):31-38.

Yeardley RB, Lazorchak JM, Gast LC. 1996. The potential of an earthworm avoi-dance test for evaluation of hazardous waste sites. Environ Eco-toxicol Chem 15 (9):1532-15.

(15)

Gambar

Tabel 1 Rata-rata jumlah cacing di media tanpa deltametrin pada masing-masing konsentrasi dan  lama pemaparan
Gambar 2  Respon Eisenia foetida dan Lumbricus rubellus terhadap  lama pemaparan  dan  konsen- konsen-trasi deltametrin

Referensi

Dokumen terkait