• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji lengos cacing tanah untuk mendeteksi imidakloprid pada ekosistem terestrial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji lengos cacing tanah untuk mendeteksi imidakloprid pada ekosistem terestrial"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MENDETEKSI

IMIDAKLOPRID PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

Oleh :

SULASTRI

G34101017

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

SULASTRI. Uji Lengos Cacing Tanah untuk Mendeteksi Imidakloprid pada Ekosistem Terestrial. Dibimbing oleh TRI HERU WIDARTO dan TARUNI SRI PRAWASTI.

Uji lengos adalah suatu uji yang digunakan untuk mendeteksi polutan di ekosistem terestrial dengan menggunakan perilaku menghindar hewan uji terhadap polutan. Perilaku menghindari polutan dari dua jenis cacing tanah yaitu Eisenia foetida dan Pheretima asiatica akan digunakan untuk mengevaluasi potensi uji lengos ini dengan imidakloprid sebagai polutan modelnya. Dengan kemoreseptornya yang terkonsentrasi di prostomium dan segmen anteriornya cacing tanah dapat mendeteksi senyawa kimia yang dijumpai di lingkungannya. Penelitian ini mengkaji pengaruh konsentrasi dan lama waktu pemaparan imidakloprid serta interaksinya terhadap perilaku menghindar kedua spesies cacing tersebut.

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan kotak kaca yang dibagi menjadi dua kamar dengan kaca pemisah. Satu kamar diisi dengan media kontrol dan kamar lainnya diisi dengan media perlakuan. Lalu kaca pemisah diangkat dan 10 cacing dewasa diletakkan diantara dua kamar tersebut. Setelah 12, 24, 48 dan 72 jam pemaparan jumlah cacing dihitung di setiap kamar. Konsentrasi yang digunakan adalah satu kontrol, tiga konsentrasi subletal, dan konsentrasi letal, yaitu 0, 0.5, 1, 1.5 dan 2 ppm untuk E. foetida dan 0, 2.2, 4.3, 6.5, dan 8.63 ppm untuk P. asiatica. Setiap perlakuan dilakukan lima ulangan.

Respon menghindari imidakloprid hanya tampak pada E. foetida. Spesies ini tidak menyukai kehadiran imidakloprid pada konsentrasi subletalnya dengan cara menghindar dari media yang mengandung imidakloprid ke media kontrol. Respon ini sudah terlihat dalam 24-48 jam. Respon menghindar ini tidak tampak jelas pada P. asiatica. Hal ini disebabkan oleh cara pergerakan P. asiatica yang sangat aktif dan tidak dapat diprediksi. Selain itu spesies ini juga kurang sensitif terhadap imidakloprid dibandingkan E. foetida. Oleh karena itu, P. asiatica tidak layak digunakan sebagai hewan uji. Meskipun hasil uji pada kedua spesies ini sangat berbeda, uji lengos ini masih berpotensi untuk dijadikan sebagai metode pendeteksi polutan di dalam tanah, terutama bila menggunakan E. foetida sebagai hewan ujinya.

ABSTRACT

SULASTRI. Earthworm Avoidance Test to Detect the Presence of Imidacloprid in Terrestrial Ecosystem. Supervised by TRI HERU WIDARTO and TARUNI SRI PRAWASTI.

Avoidance test is used to detect pollutant in terrestrial environment by using behaviour of test organism in detecting changes in physical and chemistry of their environment. Avoidance behaviour of two earthworm spesies (Eisenia foetida and Pheretima asiatica) will be used to evaluate the potency of the test with imidacloprid as pollutant model. With chemoreseptor on their prostomium and at anterior segment, earthworm can detect chemical compound in their environment. The influence of concentration and exposure duration of imidacloprid, and also their interaction to the earthworm behaviour in avoiding imidacloprid were studied in this research.

This experiment was conducted by using a box of glass divided into two chambers with a separator. One chamber was filled with control media and the other was filled with treatment media. After the separator was lifted out, ten adult earthworm were placed between two chambers. After 12, 24, 48 and 72 hours of exposure, the earthworms were counted in each chamber. One control, three subletal concentration, and letal concentration were applied for this experiment. They were 0, 0.5, 1, 1.5 and 2 ppm for E. foetida and 0, 2.2, 4.3, 6.5 and 8.63 ppm for P. asiatica. Each experiments were carried out with five replicates.

(3)

UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MENDETEKSI

IMIDAKLOPRID PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Sulastri

G34101017

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MENDETEKSI IMIDA-

KLOPRID PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

Nama : Sulastri

NRP :

G34101017

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc.

Dra.Taruni Sri Prawasti

NIP.131663018

NIP. 131284837

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP. 131473999

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkal pinang pada tanggal 06 Agustus 1983 dari ayah Suhadi Sadino dan ibu Husnah. Penulis merupakan putri terakhir dari empat bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cilegon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(6)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesabaran, kemudahan dan kekuatan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari bulan April sampai Agustus 2005, dengan judul Uji Lengos Cacing Tanah untuk Mendeteksi Imidakloprid pada Ekosistem Terestrial.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc. dan Dra.Taruni Sri Prawasti sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Ence Darmo Jaya S, M.Si. sebagai dosen penguji atas waktu diskusinya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drh. Djoko Waluyo, M.S dan Pak Nunu atas bantuannya, dan Fitri, Dutee, Rusdi, WT, Mbak Tini, Pak Joni, Zoologi 38, serta teman-teman Biologi 38 atas dukungan, persahabatan dan kebersamaannya selama penelitian, serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan karya ilmiah ini. Penghargaan terbesar penulis haturkan kepada orang tua dan keluarga serta sahabat (Rahmat, Aisyah, dan Jezy) atas hantaran doa dan kasih sayangnya.

Penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2005

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE Pemeliharaan Cacing ... 1

Media dan Prosedur Percobaan ... 2

HASIL Pengaruh Konsentrasi dan Lama Waktu Pemaparan serta Interaksinya ... 2

Perpindahan dan Kematian Cacing ... 3

PEMBAHASAN ... 3

SIMPULAN ... 5

SARAN ... 5

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Respon Eisenia foetida terhadap kehadiran imidakloprid di perlakuan dengan

pem-bongkaran ... 2 2 Respon Pheretima asiatica terhadap kehadiran imidakloprid di perlakuan dengan

pembongkaran ... 2 3 Respon Eisenia foetida terhadap lama waktu pemaparan imidakloprid di perlakuan

dengan pembongkaran ... 3 4 Respon Pheretima asiatica terhadap lama waktu pemaparan imidakloprid di perla-

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Metode yang komprehensif diperlukan untuk mendeteksi dan memonitor efek polutan terhadap lingkungan (Copewiez 2003). Sam-pai saat ini, metode baku yang digunakan adalah uji toksisitas akut, yaitu menentukan konsentrasi yang menyebabkan kematian or-ganisme sebesar 50% (LD50). Namun LD50 saja tidak cukup memadai untuk uji toksisitas suatu bahan kimia atau polutan, karena LD50 tidak dapat memperlihatkan efek subletalnya. Karena itu digunakan pula uji toksisitas sub-akut. Dengan uji ini efek subletal suatu po-lutan terhadap organisme non target dapat di-kaji. Sayangnya kedua jenis uji toksisitas tersebut membutuhkan waktu yang lama (7-21 hari dengan menggunakan cacing tanah) un-tuk mendapatkan hasilnya (ASTM 1997). Selain itu, jumlah polutan yang mencemari lingkungan terus bertambah dari waktu ke waktu. Karena itu, beberapa peneliti meng-kaji uji lengos sebagai suatu metode alternatif atau uji tambahan agar didapat gambaran yang lebih menyeluruh tentang kondisi suatu ling-kungan dengan lebih cepat (Schaefer 2003).

Uji lengos (avoidance test) adalah suatu metode pengujian yang memanfaatkan perila-ku hewan uji dalam merespon perubahan kon-disi fisik dan kimia lingkungan hidupnya. Respon perilaku yang ditunjukkan hewan da-pat memiliki implikasi ekologis (Hartwell et al. 1989; Wentsel & Guelta 1987). Misalnya, cacing tanah yang bermigrasi meninggalkan habitatnya dapat menurunkan kualitas tanah yang ditinggalkannya. Respon perilaku ini da-pat terlihat pada konsentrasi polutan dibawah konsentrasi subletal. Karena itu dengan uji lengos sensitifitas pengujian dapat diting-katkan (Greene et al. 1989). Uji lengos juga relatif lebih cepat menunjukkan hasil dan lebih mudah dilakukan (Yeardley et al. 1996).

Sebagian besar pencemaran lingkungan di-akibatkan oleh kegiatan manusia. Pencemaran ini menimbulkan berbagai dampak ekologis yang merugikan bagi lingkungan terestrial maupun akuatik. Salah satunya adalah pema-kaian pestisida dalam bidang pertanian. Pada lingkungan terestrial pestisida ini dapat meng-ganggu beberapa organisme tanah bahkan membunuhnya. Dalam hal ini cacing tanah adalah salah satu organisme tanah yang sering dirugikan.

Cacing memiliki kemampuan untuk men-deteksi dan merespon senyawa kimiawi yang ada di lingkungan hidupnya (Slimak 1997; Mather & Christensen 1998). Kemampuan ini

didukung oleh banyaknya kemoreseptor yang terkonsentrasi di daerah prostomium dan seg-men anterior serta yang tersebar di seluruh permukaan tubuhnya (Wallwork 1983). Di-samping itu cacing juga dapat menghindar (melengos) dari lingkungan yang merugikan-nya karena didukung oleh kemampuan loko-mosinya (Stephenson et al. 1998).

Pestisida yang berbahan aktif imidakloprid adalah sejenis insektisida yang banyak digu-nakan oleh petani dan sangat merugikan bagi cacing tanah. Imidakloprid merupakan insek-tisida yang berspektrum luas. Imidakloprid didaftarkan sebagai pestisida di U.S.A pada tahun 1994. Insektisida ini telah digunakan di 120 negara untuk melindungi 140 jenis tana-man (Cox 2001). Karena itu imidakloprid digunakan sebagai pestisida model pada pene-litian ini. Imidakloprid tergolong dalam ke-lompok nikotinoid. Imidakloprid merupakan insektisida sistemik yang menyerang sistem saraf dengan cara menghambat pelekatan ase-tilkolin pada reseptor sel saraf (Cox 2001), sehingga serangga menjadi lumpuh dan akhir-nya mati. Pada konsentrasi subletal (0.2 ppm), imidakloprid dapat menurunkan aktivitas en-zim selulase di lambung cacing (Cox 2001) dan meningkatkan perubahan bentuk sperma cacing (Luo 1999).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengkaji penggu-naan metode uji lengos dalam mendeteksi kehadiran senyawa kimia (polutan) di ling-kungan terestrial dengan menggunakan Eise-nia foetida dan Pheretima asiatica sebagai he-wan uji. Secara khusus penelitian ini bertu-juan melihat pengaruh konsentrasi imidaklo-prid dan lama waktu pemaparan serta interak-sinya terhadap perilaku menghindar kedua spesies cacing tersebut.

BAHAN DAN METODE

Pemeliharaan cacing

Eisenia foetida dan Pheretima asiatica berasal dari Tajur, Bogor. Cacing tersebut di-beri pakan secara adlibitum dengan kotoran sapi yang disterilisasi pada suhu 80oC di da-lam oven seda-lama dua jam. Pemanasan ini ber-tujuan mematikan kokon dan cacing lain yang tidak diinginkan.

(10)

Konsentrasi imidakloprid (ppm)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Ju m lah c ac in g di m edia ko ntrol (%) 20 40 60 80

Konsentrasi imidakloprid (ppm)

0 2 4 6 8 10

Jumla h ca cin g di med ia ko ntro l (%) 20 40 60 80

berkisar 280-310 mg sedangkan P. asiatica berkisar 180-210 mg. Setelah itu cacing terse-but diadaptasikan di dalam media uji lengos selama dua hari.

Media dan prosedur percobaan

Media yang digunakan terdiri dari cam-puran satu sendok makan kotoran sapi dan 400 g tanah (bobot kering) yang telah disteri-lisasi pada suhu 80oC selama dua jam dan dihaluskan serta disaring (≤ 1.7 mm). Selan-jutnya air destilata atau larutan imidakloprid ditambahkan sebanyak 30% dari bobot kering tanah yaitu 120 ml. Karakteristik tanah yang digunakan adalah sebagai berikut : 21% pasir, 40% debu dan 39% liat, 1.06% bahan organik, 16.10 cmol/Kg kapasitas tukar ion, dan pH (H2O) sebesar 6.6.

Alat yang digunakan adalah kotak kaca berukuran 20 x 20 x 10 cm. Kotak ini dibagi menjadi dua kamar (chamber) dengan pemi-sah kaca (Hund-rinke&Wiechering 2001). Ka-mar sebelah kiri diisi media kontrol dan ka-mar sebelah kanan diisi media perlakuan. Setelah itu, pemisah kaca diangkat, dan dile-takkan 10 ekor cacing dewasa diantara kedua kamar tersebut. Selanjutnya kotak kaca ditu-tup dengan plastik hitam yang telah dilubangi. Berdasarkan LD5072 jam, tiga konsentrasi

sub-letal, satu konsentrasi sub-letal, dan kontrol digu-nakan untuk melihat pengaruhnya terhadap respon cacing. Konsentrasi letal E. foetida se-besar 2.21 ppm dan P. asiatica sebesar 8.63 ppm (Feriza 2005, komunikasi pribadi). Kon-sentrasi subletal yang digunakan adalah 0.5, 1, 1.5 ppm untuk E. foetida dan 2.2, 4.3, 6.5 ppm untuk P. asiatica.

Perhitungan jumlah cacing di tiap kamar dilakukan pada saat pengamatan setelah pe-maparan selama 12, 24, 48, dan 72 jam pada kotak yang sama, perlakuan ini disebut perla-kuan dengan pembongkaran. Pengamatan juga dilakukan pada pemaparan selama 24 dan 48 jam di kotak yang terpisah dengan satu kon-sentrasi subletal, perlakuan ini disebut perla-kuan tanpa pembongkaran. Setiap perlaperla-kuan dilakukan lima kali ulangan.

Data yang diperoleh diolah dengan metode statistik two-way ANOVA (konsentrasi dan lama waktu pemaparan) di dalam program Systat 10.

HASIL

Pengaruh konsentrasi dan lama waktu pemaparan serta interaksinya

Konsentrasi imidakloprid berpengaruh sa-ngat nyata (p < 0.01) terhadap jumlah cacing

tanah yang berpindah ke media kontrol (Gambar 1 dan 2). Pada 0 ppm, cacing menye-bar secara acak, yaitu 48% dan 52% pada kedua media. Untuk perlakuan 0.5, 1, dan 2 ppm, lebih dari 70% E. foetida berada pada media kontrol (Gambar 1). Sedangkan untuk perlakuan 1.5 ppm, 56 % cacing berada di media kontrol. Pada P. asiatica untuk konsen-trasi 2.2 dan 4.3 ppm, jumlah cacing yang berada di media kontrol tidak berbeda dengan 0 ppm (Gambar 2). Sedangkan pada dua konsentrasi tertinggi, jumlah cacing yang berada di media kontrol jauh berada di bawah 50 %.

Gambar 1 Respon Eisenia foetida terhadap kehadiran imidakloprid di perla- kuan dengan pembongkaran.

Gambar 2 Respon Pheretima asiatica terha- dap kehadiran imidakloprid di per- lakuan dengan pembongkaran.

(11)

UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MENDETEKSI

IMIDAKLOPRID PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

Oleh :

SULASTRI

G34101017

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

SULASTRI. Uji Lengos Cacing Tanah untuk Mendeteksi Imidakloprid pada Ekosistem Terestrial. Dibimbing oleh TRI HERU WIDARTO dan TARUNI SRI PRAWASTI.

Uji lengos adalah suatu uji yang digunakan untuk mendeteksi polutan di ekosistem terestrial dengan menggunakan perilaku menghindar hewan uji terhadap polutan. Perilaku menghindari polutan dari dua jenis cacing tanah yaitu Eisenia foetida dan Pheretima asiatica akan digunakan untuk mengevaluasi potensi uji lengos ini dengan imidakloprid sebagai polutan modelnya. Dengan kemoreseptornya yang terkonsentrasi di prostomium dan segmen anteriornya cacing tanah dapat mendeteksi senyawa kimia yang dijumpai di lingkungannya. Penelitian ini mengkaji pengaruh konsentrasi dan lama waktu pemaparan imidakloprid serta interaksinya terhadap perilaku menghindar kedua spesies cacing tersebut.

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan kotak kaca yang dibagi menjadi dua kamar dengan kaca pemisah. Satu kamar diisi dengan media kontrol dan kamar lainnya diisi dengan media perlakuan. Lalu kaca pemisah diangkat dan 10 cacing dewasa diletakkan diantara dua kamar tersebut. Setelah 12, 24, 48 dan 72 jam pemaparan jumlah cacing dihitung di setiap kamar. Konsentrasi yang digunakan adalah satu kontrol, tiga konsentrasi subletal, dan konsentrasi letal, yaitu 0, 0.5, 1, 1.5 dan 2 ppm untuk E. foetida dan 0, 2.2, 4.3, 6.5, dan 8.63 ppm untuk P. asiatica. Setiap perlakuan dilakukan lima ulangan.

Respon menghindari imidakloprid hanya tampak pada E. foetida. Spesies ini tidak menyukai kehadiran imidakloprid pada konsentrasi subletalnya dengan cara menghindar dari media yang mengandung imidakloprid ke media kontrol. Respon ini sudah terlihat dalam 24-48 jam. Respon menghindar ini tidak tampak jelas pada P. asiatica. Hal ini disebabkan oleh cara pergerakan P. asiatica yang sangat aktif dan tidak dapat diprediksi. Selain itu spesies ini juga kurang sensitif terhadap imidakloprid dibandingkan E. foetida. Oleh karena itu, P. asiatica tidak layak digunakan sebagai hewan uji. Meskipun hasil uji pada kedua spesies ini sangat berbeda, uji lengos ini masih berpotensi untuk dijadikan sebagai metode pendeteksi polutan di dalam tanah, terutama bila menggunakan E. foetida sebagai hewan ujinya.

ABSTRACT

SULASTRI. Earthworm Avoidance Test to Detect the Presence of Imidacloprid in Terrestrial Ecosystem. Supervised by TRI HERU WIDARTO and TARUNI SRI PRAWASTI.

Avoidance test is used to detect pollutant in terrestrial environment by using behaviour of test organism in detecting changes in physical and chemistry of their environment. Avoidance behaviour of two earthworm spesies (Eisenia foetida and Pheretima asiatica) will be used to evaluate the potency of the test with imidacloprid as pollutant model. With chemoreseptor on their prostomium and at anterior segment, earthworm can detect chemical compound in their environment. The influence of concentration and exposure duration of imidacloprid, and also their interaction to the earthworm behaviour in avoiding imidacloprid were studied in this research.

This experiment was conducted by using a box of glass divided into two chambers with a separator. One chamber was filled with control media and the other was filled with treatment media. After the separator was lifted out, ten adult earthworm were placed between two chambers. After 12, 24, 48 and 72 hours of exposure, the earthworms were counted in each chamber. One control, three subletal concentration, and letal concentration were applied for this experiment. They were 0, 0.5, 1, 1.5 and 2 ppm for E. foetida and 0, 2.2, 4.3, 6.5 and 8.63 ppm for P. asiatica. Each experiments were carried out with five replicates.

(13)

UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MENDETEKSI

IMIDAKLOPRID PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Sulastri

G34101017

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul : UJI LENGOS CACING TANAH UNTUK MENDETEKSI IMIDA-

KLOPRID PADA EKOSISTEM TERESTRIAL

Nama : Sulastri

NRP :

G34101017

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc.

Dra.Taruni Sri Prawasti

NIP.131663018

NIP. 131284837

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP. 131473999

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkal pinang pada tanggal 06 Agustus 1983 dari ayah Suhadi Sadino dan ibu Husnah. Penulis merupakan putri terakhir dari empat bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cilegon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(16)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahiim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesabaran, kemudahan dan kekuatan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari bulan April sampai Agustus 2005, dengan judul Uji Lengos Cacing Tanah untuk Mendeteksi Imidakloprid pada Ekosistem Terestrial.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Tri Heru Widarto, M.Sc. dan Dra.Taruni Sri Prawasti sebagai pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Ence Darmo Jaya S, M.Si. sebagai dosen penguji atas waktu diskusinya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drh. Djoko Waluyo, M.S dan Pak Nunu atas bantuannya, dan Fitri, Dutee, Rusdi, WT, Mbak Tini, Pak Joni, Zoologi 38, serta teman-teman Biologi 38 atas dukungan, persahabatan dan kebersamaannya selama penelitian, serta semua pihak yang telah membantu menyelesaikan karya ilmiah ini. Penghargaan terbesar penulis haturkan kepada orang tua dan keluarga serta sahabat (Rahmat, Aisyah, dan Jezy) atas hantaran doa dan kasih sayangnya.

Penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2005

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE Pemeliharaan Cacing ... 1

Media dan Prosedur Percobaan ... 2

HASIL Pengaruh Konsentrasi dan Lama Waktu Pemaparan serta Interaksinya ... 2

Perpindahan dan Kematian Cacing ... 3

PEMBAHASAN ... 3

SIMPULAN ... 5

SARAN ... 5

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Respon Eisenia foetida terhadap kehadiran imidakloprid di perlakuan dengan

pem-bongkaran ... 2 2 Respon Pheretima asiatica terhadap kehadiran imidakloprid di perlakuan dengan

pembongkaran ... 2 3 Respon Eisenia foetida terhadap lama waktu pemaparan imidakloprid di perlakuan

dengan pembongkaran ... 3 4 Respon Pheretima asiatica terhadap lama waktu pemaparan imidakloprid di perla-

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Metode yang komprehensif diperlukan untuk mendeteksi dan memonitor efek polutan terhadap lingkungan (Copewiez 2003). Sam-pai saat ini, metode baku yang digunakan adalah uji toksisitas akut, yaitu menentukan konsentrasi yang menyebabkan kematian or-ganisme sebesar 50% (LD50). Namun LD50 saja tidak cukup memadai untuk uji toksisitas suatu bahan kimia atau polutan, karena LD50 tidak dapat memperlihatkan efek subletalnya. Karena itu digunakan pula uji toksisitas sub-akut. Dengan uji ini efek subletal suatu po-lutan terhadap organisme non target dapat di-kaji. Sayangnya kedua jenis uji toksisitas tersebut membutuhkan waktu yang lama (7-21 hari dengan menggunakan cacing tanah) un-tuk mendapatkan hasilnya (ASTM 1997). Selain itu, jumlah polutan yang mencemari lingkungan terus bertambah dari waktu ke waktu. Karena itu, beberapa peneliti meng-kaji uji lengos sebagai suatu metode alternatif atau uji tambahan agar didapat gambaran yang lebih menyeluruh tentang kondisi suatu ling-kungan dengan lebih cepat (Schaefer 2003).

Uji lengos (avoidance test) adalah suatu metode pengujian yang memanfaatkan perila-ku hewan uji dalam merespon perubahan kon-disi fisik dan kimia lingkungan hidupnya. Respon perilaku yang ditunjukkan hewan da-pat memiliki implikasi ekologis (Hartwell et al. 1989; Wentsel & Guelta 1987). Misalnya, cacing tanah yang bermigrasi meninggalkan habitatnya dapat menurunkan kualitas tanah yang ditinggalkannya. Respon perilaku ini da-pat terlihat pada konsentrasi polutan dibawah konsentrasi subletal. Karena itu dengan uji lengos sensitifitas pengujian dapat diting-katkan (Greene et al. 1989). Uji lengos juga relatif lebih cepat menunjukkan hasil dan lebih mudah dilakukan (Yeardley et al. 1996).

Sebagian besar pencemaran lingkungan di-akibatkan oleh kegiatan manusia. Pencemaran ini menimbulkan berbagai dampak ekologis yang merugikan bagi lingkungan terestrial maupun akuatik. Salah satunya adalah pema-kaian pestisida dalam bidang pertanian. Pada lingkungan terestrial pestisida ini dapat meng-ganggu beberapa organisme tanah bahkan membunuhnya. Dalam hal ini cacing tanah adalah salah satu organisme tanah yang sering dirugikan.

Cacing memiliki kemampuan untuk men-deteksi dan merespon senyawa kimiawi yang ada di lingkungan hidupnya (Slimak 1997; Mather & Christensen 1998). Kemampuan ini

didukung oleh banyaknya kemoreseptor yang terkonsentrasi di daerah prostomium dan seg-men anterior serta yang tersebar di seluruh permukaan tubuhnya (Wallwork 1983). Di-samping itu cacing juga dapat menghindar (melengos) dari lingkungan yang merugikan-nya karena didukung oleh kemampuan loko-mosinya (Stephenson et al. 1998).

Pestisida yang berbahan aktif imidakloprid adalah sejenis insektisida yang banyak digu-nakan oleh petani dan sangat merugikan bagi cacing tanah. Imidakloprid merupakan insek-tisida yang berspektrum luas. Imidakloprid didaftarkan sebagai pestisida di U.S.A pada tahun 1994. Insektisida ini telah digunakan di 120 negara untuk melindungi 140 jenis tana-man (Cox 2001). Karena itu imidakloprid digunakan sebagai pestisida model pada pene-litian ini. Imidakloprid tergolong dalam ke-lompok nikotinoid. Imidakloprid merupakan insektisida sistemik yang menyerang sistem saraf dengan cara menghambat pelekatan ase-tilkolin pada reseptor sel saraf (Cox 2001), sehingga serangga menjadi lumpuh dan akhir-nya mati. Pada konsentrasi subletal (0.2 ppm), imidakloprid dapat menurunkan aktivitas en-zim selulase di lambung cacing (Cox 2001) dan meningkatkan perubahan bentuk sperma cacing (Luo 1999).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengkaji penggu-naan metode uji lengos dalam mendeteksi kehadiran senyawa kimia (polutan) di ling-kungan terestrial dengan menggunakan Eise-nia foetida dan Pheretima asiatica sebagai he-wan uji. Secara khusus penelitian ini bertu-juan melihat pengaruh konsentrasi imidaklo-prid dan lama waktu pemaparan serta interak-sinya terhadap perilaku menghindar kedua spesies cacing tersebut.

BAHAN DAN METODE

Pemeliharaan cacing

Eisenia foetida dan Pheretima asiatica berasal dari Tajur, Bogor. Cacing tersebut di-beri pakan secara adlibitum dengan kotoran sapi yang disterilisasi pada suhu 80oC di da-lam oven seda-lama dua jam. Pemanasan ini ber-tujuan mematikan kokon dan cacing lain yang tidak diinginkan.

(20)

Konsentrasi imidakloprid (ppm)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

Ju m lah c ac in g di m edia ko ntrol (%) 20 40 60 80

Konsentrasi imidakloprid (ppm)

0 2 4 6 8 10

Jumla h ca cin g di med ia ko ntro l (%) 20 40 60 80

berkisar 280-310 mg sedangkan P. asiatica berkisar 180-210 mg. Setelah itu cacing terse-but diadaptasikan di dalam media uji lengos selama dua hari.

Media dan prosedur percobaan

Media yang digunakan terdiri dari cam-puran satu sendok makan kotoran sapi dan 400 g tanah (bobot kering) yang telah disteri-lisasi pada suhu 80oC selama dua jam dan dihaluskan serta disaring (≤ 1.7 mm). Selan-jutnya air destilata atau larutan imidakloprid ditambahkan sebanyak 30% dari bobot kering tanah yaitu 120 ml. Karakteristik tanah yang digunakan adalah sebagai berikut : 21% pasir, 40% debu dan 39% liat, 1.06% bahan organik, 16.10 cmol/Kg kapasitas tukar ion, dan pH (H2O) sebesar 6.6.

Alat yang digunakan adalah kotak kaca berukuran 20 x 20 x 10 cm. Kotak ini dibagi menjadi dua kamar (chamber) dengan pemi-sah kaca (Hund-rinke&Wiechering 2001). Ka-mar sebelah kiri diisi media kontrol dan ka-mar sebelah kanan diisi media perlakuan. Setelah itu, pemisah kaca diangkat, dan dile-takkan 10 ekor cacing dewasa diantara kedua kamar tersebut. Selanjutnya kotak kaca ditu-tup dengan plastik hitam yang telah dilubangi. Berdasarkan LD5072 jam, tiga konsentrasi

sub-letal, satu konsentrasi sub-letal, dan kontrol digu-nakan untuk melihat pengaruhnya terhadap respon cacing. Konsentrasi letal E. foetida se-besar 2.21 ppm dan P. asiatica sebesar 8.63 ppm (Feriza 2005, komunikasi pribadi). Kon-sentrasi subletal yang digunakan adalah 0.5, 1, 1.5 ppm untuk E. foetida dan 2.2, 4.3, 6.5 ppm untuk P. asiatica.

Perhitungan jumlah cacing di tiap kamar dilakukan pada saat pengamatan setelah pe-maparan selama 12, 24, 48, dan 72 jam pada kotak yang sama, perlakuan ini disebut perla-kuan dengan pembongkaran. Pengamatan juga dilakukan pada pemaparan selama 24 dan 48 jam di kotak yang terpisah dengan satu kon-sentrasi subletal, perlakuan ini disebut perla-kuan tanpa pembongkaran. Setiap perlaperla-kuan dilakukan lima kali ulangan.

Data yang diperoleh diolah dengan metode statistik two-way ANOVA (konsentrasi dan lama waktu pemaparan) di dalam program Systat 10.

HASIL

Pengaruh konsentrasi dan lama waktu pemaparan serta interaksinya

Konsentrasi imidakloprid berpengaruh sa-ngat nyata (p < 0.01) terhadap jumlah cacing

tanah yang berpindah ke media kontrol (Gambar 1 dan 2). Pada 0 ppm, cacing menye-bar secara acak, yaitu 48% dan 52% pada kedua media. Untuk perlakuan 0.5, 1, dan 2 ppm, lebih dari 70% E. foetida berada pada media kontrol (Gambar 1). Sedangkan untuk perlakuan 1.5 ppm, 56 % cacing berada di media kontrol. Pada P. asiatica untuk konsen-trasi 2.2 dan 4.3 ppm, jumlah cacing yang berada di media kontrol tidak berbeda dengan 0 ppm (Gambar 2). Sedangkan pada dua konsentrasi tertinggi, jumlah cacing yang berada di media kontrol jauh berada di bawah 50 %.

Gambar 1 Respon Eisenia foetida terhadap kehadiran imidakloprid di perla- kuan dengan pembongkaran.

Gambar 2 Respon Pheretima asiatica terha- dap kehadiran imidakloprid di per- lakuan dengan pembongkaran.

(21)

Lama waktu pemaparan (jam)

0 20 40 60 80

Jum lah cacing di m edia kontrol (%) 10 20 30 40 50 60 70 80

Lama waktu pemaparan (jam)

0 20 40 60 80

Ju m lah ca cin g d i m edia ko ntro l (%) 20 40 60 80

Lama waktu pemaparan (jam)

10 20 30 40 50

Ju m lah cacin g di media kon trol (%) 20 40 60 80 100

E. foetida (1.5 ppm)

P. asiatica (2.2 ppm)

4). Semakin lama terpapar, jumlah cacing yang berada di media kontrol semakin berku-rang. Pada 12 jam pemaparan, 72.4% E. foeti-da berada di media kontrol. Jumlahnya terus berkurang hingga 56.8% di 72 jam pemaparan. Sedangkan pada P. asiatica, hanya 48.4% cacing berada di media kontrol di 12 jam pemaparan, dan terus berkurang hingga 26% di 72 jam pemaparan. Hasil ini khususnya dicatat dari perlakuan dengan pembongkaran.

Gambar 3 Respon Eisenia foetida terhadap la- ma waktu pemaparan imidakloprid di perlakuan dengan pembongkaran.

Gambar 4 Respon Pheretima asiatica terha- dap lama waktu pemaparanimida- kloprid di perlakuan dengan pem- bongkaran.

Pengamatan pada perlakuan tanpa pem-bongkaran menunjukkan hasil yang berbeda, khususnya pada E. foetida yang terpapar imi-dakloprid dengan konsentrasi 1.5 ppm. Pada E. foetida sebanyak 66%, 92%, dan 90% cacing berada di media kontrol setelah terpapar berturut-turut selama 12, 24, dan 48 jam. Sementara itu pada P. asiatica, 58%, 28%,

dan 56 % cacing yang berada di media kontrol setelah terpapar berturut-turut selama 12, 24 dan 48 jam (Gambar 5). Jumlah cacing di 12 jam pemaparan pada perlakuan ini diperoleh dari hasil perlakuan dengan pembongkaran.

Interaksi antara konsentrasi dan lama wak-tu pemaparan tidak mempengaruhi jumlah ca-cing di media kontrol (p = 0.817 untuk E. foetida dan p = 0.658 untuk P. asiatica).

Gambar 5 Respon cacing terhadap kehadiran imidakloprid di perlakuan tanpa pembongkaran.

Perpindahan dan kematian cacing

Jumlah cacing yang berpindah dari media kontrol menuju ke media berimidakloprid le-bih banyak daripada sebaliknya. Jumlah ca-cing yang berpindah ke imidakloprid semakin banyak dengan bertambahnya waktu pemapa-ran (Gambar 3 dan 4).

E. foetida sudah ada yang mati sebesar 12.2% di konsentrasi 1.5 ppm dan 12.05% di konsentrasi 2 ppm setelah 72 jam pemaparan. Sedangkan P. asiatica yang mati baru mulai ditemukan di konsentrasi 4.3 ppm sebesar 6% setelah 48 jam pemaparan dan 16% setelah 72 jam pemaparan. P. asiatica yang mati sebesar 10%, 6%, 52% di konsentrasi 6.5 ppm, dan 8%, 36%, dan 32% di konsentrasi 8.6 ppm setelah terpapar berturut-turut selama 24, 48, 72 jam.

PEMBAHASAN

(22)

merespon kehadiran imidakloprid di media perlakuan dalam waktu 12 jam. Lebih dari 70% cacing menghindar dari media tersebut dan memilih tinggal di media kontrol. Namun respon ini tidak tampak di konsentrasi 1.5 ppm, sedangkan di konsentrasi 2 ppm respon ini kembali terlihat. Hal ini sulit untuk dije-laskan. Oleh karena itu dilakukan percobaan tambahan untuk konsentrasi 1.5 ppm. Tujuan dari percobaan ini adalah ingin melihat berapa besar pengaruh pembongkaran terhadap res-pon cacing. Untuk menghindari pembongka-ran, maka pengamatan dilakukan pada kotak yang terpisah. Pengamatan tersebut menun-jukkan bahwa lebih dari 90% cacing berada di media kontrol setelah dipapar dengan imida-kloprid selama 24 dan 48 jam. Nilai ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan respon ca-cing pada perlakuan dengan pembongkaran (56%).

Pembongkaran menyebabkan cacing kehi-langan orientasinya. Lubang-lubang galian yang dibuat menjadi rusak sehingga cacing tidak dapat berbalik arah. Padahal penggunaan kembali lubang galian oleh E. foetida cukup tingi sebesar 40-70% (Feriza 2005, komuni-kasi pribadi). Disamping itu pembongkaran juga menyebabkan cacing terganggu, sehing-ga cacing bergerak secara acak untuk mening-galkan tempat tinggalnya, dan harus beradap-tasi kembali dari awal.

Jumlah cacing yang meninggalkan media kontrol lebih banyak daripada jumlah cacing yang meninggalkan media imidakloprid (Gambar 3 dan 4). Perpindahan ini disebabkan cacing yang berada di media kontrol masih sehat, sehingga kemampuan lokomosinya le-bih baik daripada cacing yang berada di media imidakloprid. Cacing yang berada di media imidakloprid menjadi sangat lemah, mungkin karena sebagian besar energinya sudah ter-alokasi untuk menetralisir racun yang masuk ke tubuh mereka (Gibbs et al. 1996). Cacing ini tetap berada di media berimidaklorpid dan akhirnya mati di akhir percobaan.

Dari hasil pengamatan dengan perlakuan tanpa pembongkaran terlihat pula bahwa uji lengos sudah dapat memberikan hasil setelah 24 jam pemaparan. Respon menghindar ca-cing sudah dapat terlihat dan nilainya tidak banyak berubah setelah 48 jam. Jadi uji ini lebih menghemat waktu dibandingkan uji akut dan subakut. Lamanya waktu yang dibutuhkan oleh uji ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Yeardley et al. (1996), bahwa uji lengos hanya membutuhkan waktu sekitar satu atau dua hari.

Namun demikian, hasil seperti di atas tidak terlihat ketika menggunakan P. asiatica sebagai hewan uji. P. asiatica tidak menun-jukkan respon menghindar dari imidakloprid. Respon yang muncul di 2.2 dan 4.3 ppm tidak berbeda dengan respon yang ditunjukkan di konsentrasi 0 ppm. Cacing bergerak secara acak baik di perlakuan dengan pembongkaran maupun tanpa pembongkaran. Hal ini dise-babkan oleh pergerakan mereka yang sangat aktif dan sensitifitasnya yang rendah diban-dingkan E. foetida. Rendahnya sensitifitas P. asiatica dapat dilihat dari nilai LD50. LD50 P .asiatica lebih tinggi dibandingkan E. foeti-da. Semakin tinggi nilai LD50nya maka ca-cing tersebut semakin kurang sensitif.

P. asiatica di konsentrasi 2.2 ppm masih bisa berpindah-pindah karena pada konsen-trasi ini mereka tidak terpengaruh, seperti yang ditunjukkan oleh hasil perlakuan tanpa pembongkaran. Sementara itu di dua konsen-trasi tertinggi, mereka memberikan respon yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan se-telah 12 jam pemaparan sebagian besar cacing yang berada di media imidakloprid sudah teracuni dan menjadi lemah. Mereka menjadi sulit bergerak dan menghindar dari imi-dakloprid dan akhirnya mati. Disamping itu pembongkaran juga menyebabkan cacing yang berada di media kontrol terganggu, membuat cacing berlokomosi secara acak untuk pindah. Akibatnya semakin lama waktu pemaparan, jumlah cacing di media kontrol semakin menurun.

Penelitian ini menunjukkan bahwa respon menghindar hanya tampak pada E. foetida saja. Yeardley et al. (1996) juga mengguna-kan hewan uji yang sama dengan polutan yang berbeda yaitu, tiga polutan (KCl, NH4Cl, dan

2-chloroacetamide) dan dua jenis tanah dari kawasan pertambangan yang sudah ter-cemar oleh logam (mangan, zink, besi, dan tembaga). Pada semua perlakuan tersebut, E. foetida menunjukkan respon menghindar yang nyata kecuali pada 2-chloroacetamide yang hingga saat ini belum diketahui alasannya. Senyawa ini memiliki efek narkotik tetapi bukan termasuk komponen narkotik. Respon menghindar pada penelitian ini sudah dapat terdeteksi setelah satu hingga dua hari.

(23)

dari tanah tersebut setelah 24 jam. Kemudian Schaefer (2003) membandingkan metode dua kamar dan enam kamar dengan jenis cacing yang sama tetapi polutannya berbeda, yaitu tanah yang dicemari oleh 2,4,6-trinitrotoluena (TNT) dan minyak mentah. Kedua metode tersebut memberi hasil yang sama, yaitu 90% atau lebih E. foetida menghindar dari tanah tersebut dalam waktu 48 jam.

Penelitian ini menunjukkan bahwa P. asiatica memperlihatkan respon yang tidak konsisten dan sulit diprediksi. Meskipun de-mikian uji lengos masih berpotensi untuk dijadikan metode pendeteksi polutan di ling-kungan terestrial. Dalam hal ini E. foetida lebih tepat dijadikan hewan uji pada uji lengos karena E. foetida lebih sensitif dibandingkan P. asiatica.

SIMPULAN

Konsentrasi dan lama waktu pemaparan imidakloprid berpengaruh terhadap respon menghindar cacing tanah. E. foetida memiliki sensitifitas terhadap imidakloprid lebih tinggi dibandingkan P. asiatica. Berdasarkan respon yang ditunjukkan oleh E. foetida, uji lengos masih berpotensi untuk dijadikan metode pen-deteksi kehadiran polutan di lingkungan teres-trial dengan waktu yang lebih cepat diban-dingkan uji akut dan subakut.

SARAN

Uji lengos ini perlu dikaji lebih lanjut dengan menggunakan teknik tanpa pembong-karan dan spesies serta polutan lain agar vali-ditas dan efektifitasnya meningkat sehingga metode ini dapat dibakukan.

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing and Material. 1997. Standard guide for con-ducting a laboratory soil toxicity test with lumbricid earthworm Eisenia foetida. Revi-si dari E1676-95 ASTM Standard. Philadel-phia: ASTM

Capowiez Y, Rault M, Mazzia C, Belzunces L. 2003. Earthworm behaviour as a biomarker – a case study using imidacloprid. Pedo-biologia 47 (56): 542-547.

Cox C. 2001. Insecticide factsheet / imidaclo-prid. J PesticRef 21 (1): 15-21.

Gibbs MH, Wickler LF, Stewart AJ. 1996. A method for assessing sublethal effects of contaminants in soils to earthworms, Eise-nia foetida. Environ Toxicol Chem 15: 360–368.

Greene JC et al. 1989. Protocols for short term toxicity screening of hazardous waste sites. EPA/600/3-88/09. U.S. Environ-mental Protection Agency, Corvalis, OR.

Hartwell SI, Jin JH, Cherry DS, Cairns JJr. 1989. Toxicity versus avoidance responses of golden shiner, Notemigonus crysoleucas, to five metals. J Fish Biol 35: 447-243.

Hund-Rinke K, Wiechering H. 2001. Earth-worm avoidance test for soil assessment. JJS – J soils & Sediments 1: 15-20.

Luo Y. 1999. Toxicology study of two novel pesticides on earthworm, Eisenia foetida. Chemosphere 39: 2347-2356.

Mather JG, Christensen OM. 1998. Earth-worm surface migration in the field: in-fluence of pesticides using benomyl as test chemical. Di dalam: Sheppard CS et al., editor. Advances in earthworm ecotoxi-cology. Pensacola: SETAC Pr. hlm 327-340.

Schaefer M. 2003. Behavioural endpoints in earthworm ecotoxicology: evaluation of different test system in soil toxity assess-ment. JSS-J Soils & sediments 3 (2): 79-84.

Slimak KM. 1997. Avoidance response as a sublethal effect of pesticides on Lumbricus terrestris (Oligochaeta). Soil Biol Biochem 29 : 713-715.

Stephenson G et al. 1998. Use of an avoidance-respon test to assess the toxicity of contaminated soils to earthworms. Di dalam: Sheppard CS et al., editor. Advances in Earthworm Ecotoxicology. Pensacola: SETAC Pr. hlm 67-81.

Wallwork JA. 1983. Earthworm Biology. Studies in Biology No. 161. Southhampton: Camelot Pr.

(24)

earth-worm, Lumbricus terrestris. Environ Toxi-col Chem 7; 241-243.

Gambar

Gambar 1 Respon Eisenia foetida terhadap
Gambar 1 Respon Eisenia foetida terhadap
Gambar 5 Respon                   imidakloprid di perlakuan tanpa                    pembongkaran

Referensi

Dokumen terkait

diharapkan program aplikasi ini dapat dikembangkan lebih lanjut, seperti penambahan perintah- perintah yang biasanya ditampilkan pada menu utama maupun menu popup, misalnya menu

Kesamaan lainnya dengan penemuan di Waroeng Group adalah pada saat melakukan kegiatan perusahaan, karyawan diajarkan untuk dapat meneladani ilmu-ilmu yang diberikan

Distribusi Frekuensi hasil kinerja karyawan bagian produksi PT. Patria Prima Jaya Tugu bagian produksi yang berjumlah 55 karyawan diperoleh hasil sebesar 45,5%

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui waktu bagi lulusan untuk mendapatkan pekerjaan pertama, (2) untuk mengetahui kesesuaian program pelatihan dengan

Further purification of the ethyl acetate fraction obtained a pure compound of white solid (20 mg) with a melting point of 288-289 °C and provides a triterpenoid

Kebahagiaan di akhirat bergantung pada hidup baik menjalin persatuan umat Islam di dunia dengan cara melaksanakan salat berjamaah.. dengan baik ialah dengan

[r]

Pada Tabel 2 dari hasil perhitungan container yang positif pupa dan jentik, didapatkan jumlah dengan kepadatan jentik tertinggi terdapat pada jenis container ember