EFEKTIVITAS BALAI LATIHAN KERJA
DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA
Studi kasus: Siswa BLK Yogyakarta Jl. Kyai Mojo No.5Tahun 2003-2005
SKRIPSI
Disusun oleh : Asti Vitaningrum
031324012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Asti Vitaningrum Nomor Mahasiswa : 031324012
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
EFEKTIVITAS BALAI LATIHAN KERJA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA
Studi kasus: Siswa BLK Yogyakarta Jl. Kyai Mojo No.5 Tahun 2003-2005
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 22 September 2008
Yang menyatakan
vii ABSTRAK
EFEKTIVITAS BALAI LATIHAN KERJA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA Studi kasus: Siswa BLK Yogyakarta Jl. Kyai Mojo No.5
Tahun 2003-2005 Asti Vitaningrum Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2008
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui waktu bagi lulusan untuk mendapatkan pekerjaan pertama, (2) untuk mengetahui kesesuaian program pelatihan dengan bidang kerja lulusan, (3) untuk mengetahui kelayakan gaji yang didapatkan oleh para lulusan, (4) untuk mengetahui pandangan atau penilaian para pengusaha terhadap kompetensi yang dimiliki para lulusan BLK.
Jenis penelitian ini adalah analisis deskriptif dan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, surat menyurat dan wawancara kepada 157 alumni BLK dan 7 pengusaha yang menjalin kerjasama dengan BLK. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa:
1. Dari 157 responden, persentase mendapat pekerjaan pada 3 bulan pertama 28 (17,8%), jangka waktu 4-6 bulan 34 (21,7%), jangka waktu 7-12 bulan 46 (29,3%), dan lebih dari 1 tahun 49 (31,2%).
2. Dari 157 responden, persentase mendapat pekerjaan sesuai dengan bidang yang diambil selama pelatihan 112 (71,3%), mendapat pekerjaan tidak sesuai dengan bidang yang diambil selama pelatihan 45 (28,7%).
3. Kelayakan gaji di sini diasumsikan sebesar UMP. Dari 157 responden persentase mendapat gaji di bawah UMP 67 (42,7%), mendapat gaji UMP 62 (39,5%), gaji di atas UMP 28 (17,8%).
viii ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF JOB TRAINING CENTRE IN STAFFING A case study: The student of Yogyakarta Job Training Centre,
Kyai Mojo Street, No. 5 2003-2005 Asti Vitaningrum Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
The aims of this research are to know: (1) the time for the graduate to get the first job, (2) the compatibility of training program with graduate’s job, (3) the elegibility of the sallary earned by the graduates, (4) the entepreneur’s view or assesment towards the competence of the graduates of Job Training Centre.
The kind of this research is a descriptive analysis. The techniques collecting the data are documentation, correspondence and interview. There were 157 graduates and 7 entrepreneurs who become a partner of Job Training Centre interviewed. The technique of data analysis was a qualitative descriptive analysis. The results of data analysis are:
1. From 157 of respondents, the percentage of getting the job in the first three months is 28 (17,8%), the duration of 4-6 months is 34 (21,7%), the duration of 7-12 months is 46 (29,3%), and more than 1 year is 49 (31,2%). 2. From 157 of respondents, the percentage of getting the job which is
compatibility with the field that taken during the training is 112 (71,3%), getting the job that did not conform with the field have been taken during the training is 45 (28,7%).
3. This elegibility of the sallary was asumed as big as the Province Minimum Wage. From 157 of responders, the percentage to get the sallary under the Province Minimum Wage is 67 (42,7%), getting the Province Minimum Wage’s sallary is 62 (39,5%), the sallary above the Province Minimum Wage is 28 (17,8%).
ix
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang senantiasa memberikan rahmat, hidayah dan petunjuk sehingga atas
karunia-Nya pula penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata
Dharma.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan tenaga yang diberikan
oleh beberapa pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata
Dharma.
2. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
4. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku pembimbing I yang telah dengan
sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si., selaku pembimbing II yang telah dengan
sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Y.M. Vianey Mudayen, S.Pd., yang telah membantu dan memberikan
dorongan dalam penulisan skripsi.
7. Bapak Drs. Haryoto, selaku Kepala Balai Latihan Kerja Yogyakarta yang
telah memberikan ijin penelitian.
8. Segenap dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
9. Masyarakat Yogyakarta yang telah bersedia membantu dalam pengumpulan
data.
10. Bapak, Ibu, kakak, dan adik yang telah memberikan dorongan dan doa sampai
x
11. Teman-teman penulis, Meyta Diah Sukmawati, Widyaningsih, Eka Yulianti,
C. Yuyun K. dan Alexius Indro Bawono atas bantuan dan dorongannya.
12. Teman-teman Pendidikan Ekonomi Angkatan 2003.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin,
namun penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan ada saran dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukannya.
Yogyakarta, September 2008
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah... 1
B. Batasan Masalah... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D.Tujuan Penelitian... 6
E. Manfaat Penelitian... 6
BAB II. LANDASAN TEORI ... 7
A. Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia... 7
B. Masalah Ketenagakerjaan di DIY ... 11
C. Teori Human Capital... 13
D. Peran Balai Latihan Kerja Dalam Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan ... 19
E. Penelitian Yang Relevan ... 21
F. Kerangka Pemikiran ... 23
BAB III. METODE PENELITIAN... 26
xii
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 27
D. Subjek, dan Objek Penelitian ... 29
E. Variabel Penelitian ... 30
F. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 30
G. Teknik Analisis Data... 32
BAB IV. TEMUAN LAPANGAN... 34
A. Gambaran Umum Balai Latihan Kerja Yogyakarta... 34
B. Visi, Misi, dan Tujuan Balai Latihan Kerja Yogyakarta ... 36
C. Tugas, dan Fungsi Balai Latihan Kerja Yogyakarta ... 37
D. Struktur Organisasi Balai Latihan Kerja Yogyakarta ... 40
E. Sumber Daya Manusia Balai Latihan Kerja Yogyakarta... 41
F. Program Pelatihan ... 41
G. Sistem Pelatihan dan Syarat Peserta Pelatihan... 43
H. Jenis-Jenis Kejuruan ... 44
I. Fasilitas Umum dan Pendukung ... 47
J. Kegiatan Kerjasama ... 47
K. Diskripsi Responden ... 48
BAB V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Analisis Data ... 51
B. Pembahasan... 55
BAB. VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
xiii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Daftar Gambar
Gambar II.1. Alur Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui
Balai Latihan Kerja ... 23
Gambar IV.1. Bagan Struktur Organisasi BLK Yogyakarta ... 40
Daftar Tabel
Tabel II.1. Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka ... 7
Tabel II.2. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tinggi Tahun
2007 ... 8
Tabel II.3. Status Pekerja Formal dan Informal ... 10
Tabel II.4. Jumlah Penduduk dan Tingkat Pengangguran Terbuka di
DIY ... 11
Tabel II.5. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan
Tertinggi Yang Ditamatkannya di Propinsi DIY Tahun 2004 12
Tabel IV.1. Jumlah Pegawai BLK Yogyakarta ... 41
Tabel IV.2. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48
Tabel IV.3. Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 49
Tabel IV.4. Jumlah Responden Berdasarkan Kejuruan Yang Mereka
Ambil Selama Pelatihan ... 50
Tabel V.1. Waktu Yang Dibutuhkan Lulusan Untuk Mendapatkan
Pekerjaan ... 51
Tabel V.2. Kesesuaian Pelatihan Dengan Bidang Kerja Yang
Didapatkan ... 52
Tabel V.3. Gaji Yang Didapatkan Lulusan BLK... 53
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. PedomanWawancara ... 77
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian ... 78
Lampiran 3. Daftar Responden ... 80
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi yang tinggi pada dasarnya didukung oleh adanya
Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Untuk bisa membangun suatu negara
dibutuhkan manusia-manusia yang berkualitas yang mampu mengolah dan
memanfaatkan sumber daya yang ada sehingga dapat lebih memajukan
keadaan negara tersebut. Dalam rangka memerangi kemiskinan dengan
upaya-upaya seperti meningkatkan kesempatan kerja, memenuhi kebutuhan dan
mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan serta meningkatkan
produktivitas kelompok miskin, pada dasarnya pengembangan sumber daya
manusia merupakan cara utama untuk mencapai tujuan-tujuan di atas (World
Bank, 1980:46). Dalam hal itu maka pendidikan harus menjadi komponen
yang penting, dengan kata lain peningkatan dalam bidang pendidikan dapat
mengentaskan penduduk dari kemiskinan langsung ataupun tidak langsung
yaitu melalui perbaikan pendapatan, kesejahteraan, nutrisi dan pengurangan
rata-rata jumlah anggota keluarga, yang kesemuanya sebagai buah keuntungan
dari investasi di bidang pendidikan (Psacharopoulos 1985:228)
Pendidikan
memegang
peranan
yang penting dalam meningkatkan mutu
sumber daya manusia dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berbagai
upaya dari pemerintah sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan mutu
sumber daya manusia di Indonesia, seperti membangun sarana-sarana
pendidikan, lembaga-lembaga pelatihan dan ketrampilan, dan mengeluarkan
berbagai macam kebijakan. Salah satunya ialah kebijakan untuk mengatasi
masalah kelompok tenaga terdidik yang belum/sulit mendapatkan lapangan
kerja karena kurang serasinya ketrampilan yang dimiliki dan kebutuhan pasar
kerja pada waktu tertentu (Repelita III, 1979:286), dengan usaha tersebut
diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang tangguh, berbudi luhur,
cakap, dan terampil. Dengan adanya pendidikan dan berbagai latihan kerja,
adalah salah satu cara untuk meningkatkan ketrampilan seseorang yang pada
akhirnya akan mengarah pada peningkatan produktivitas kerja. Jadi tujuan dari
peningkatan sumber daya manusia ini adalah merubah sumber daya manusia
yang potensial yang banyak terdapat di Indonesia menjadi tenaga kerja yang
produktif.
Di DIY angka pengangguran terbuka pada tahun 2004 mencapai angka
113. 560 jiwa atau sebesar 4,49%. Dari angkatan kerja sebanyak 1, 815 juta
jiwa tersebut sebanyak 50,82% merupakan angkatan kerja dengan tingkat
pendidikan sekolah dasar ke bawah. yang memiliki tingkat keterampilan yang
rendah. Sebagian besar dari angkatan kerja tersebut merupakan pekerja anak
yang mengalami putus sekolah sebagai akibat dari kurangnya kemampuan
orang tua mereka untuk membayar biaya sekolah. Anak-anak putus sekolah di
usia dini menyebabkan timbulnya pekerja anak dan sisanya menjadi
penganguran usia muda yang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan
cukup untuk bersaing di bursa tenaga kerja apalagi untuk mendapatkan
Banyaknya anak lulus sekolah umum juga turut ambil bagian dalam
menciptakan pengangguran-pengangguran baru. Dari lulusan sekolah
menengah tingkat atas sebanyak 20% berasal dari lulusan sekolah umum dan
hanya 8% saja yang berasal dari sekolah kejuruan. Para lulusan sekolah umum
ini tentu tidak memiliki bekal keterampilan untuk memasuki pasar kerja,
karena kita tahu bahwa sekolah umum tidak mempersiapkan para lulusannya
untuk bekerja, melainkan untuk masuk ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi
lagi. Akan tetapi dari banyaknya lulusan sekolah umum hanya sebagian saja
yang kemudian melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi lagi, sedangkan
sisanya tidak melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi karena terbentur pada
biaya pendidikan yang relatif mahal.
Sebagai bentuk dari realisasi kebijakan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia di Indonesia yaitu dengan menyelenggarakan suatu
lembaga, seperti BLK (Balai Latihan Kerja), yang berfungsi untuk
memperbaiki kemampuan dan mutu tenaga kerja, yang dilakukan dengan cara
peningkatan keterampilan. Dengan adanya BLK, diharapkan para tenaga kerja
yang dihasilkan nantinya dapat mempunyai bekal yang cukup untuk
memasuki pasar kerja dan tepat sasaran, dalam artian memperoleh pekerjaan
sesuai tingkat pendidikan dan bidang yang mereka kuasai, yang pada akhirnya
dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia. Selain itu
BLK berupaya untuk mempertemukan antara pengusaha sebagai penerima
diharapkan masyarakat pencari kerja akan lebih kompetitif yaitu memiliki
keterampilan yang tinggi yang dibutuhkan oleh para penerima pekerja
Pada kenyataannya BLK di Indonesia baik yang dikelola oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah sebagian besar berada dalam kondisi yang
memprihatinkan, dari 152 BLK hanya 11 BLK yang memadai sedang sisanya
141 BLK berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Selain itu terdapat
beberapa faktor yang mengakibatkan BLK tidak berjalan secara optimal
terutama terkait dengan sumber daya manusia dan pengawasan program BLK.
Hal ini berakibat pada kemampuan BLK untuk melaksanakan pelatihan
berbasis kompetensi menjadi terbatas, padahal kualitas dan produktivitas
tenaga kerja sangat ditentukan oleh kompetensi tenaga kerja. Selain itu
pengelolaan untuk pelatihan dan produktivitas melalui kebijakan Otoda yang
diharapkan dapat mendayagunakan dan mengoptimalkan BLK sehingga
berfungsi sebagai pelatihan kerja dan peningkatan produktivitas yang cukup
memadai di daerah, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Karena pada
kenyataannya banyak lembaga-lembaga pelatihan tersebut tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, dan hanya sebatas melihat jumlah aset yang dimiliki
saja tanpa melihat kepentingan yang mendasar.
Belum adanya standar kompetensi kerja nasional di berbagai bidang
profesi untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kerja
berbasis kompetensi mengakibatkan penyusunan dan penerapan kurikulum
berbasis kompetensi masih menemui banyak kendala. Di samping itu tidak
penyusunan standar kompetensi kerja nasional di berbagai sektor. Sebagai
akibat dari belum adanya standar kompetensi kerja nasional di berbagai
bidang profesi untuk mendukung penyelenggaraaan pendidikan dan pelatihan
kerja berbasis kompetensi mengakibatkan kemampuan lulusan BLK masih
belum diakui oleh banyak pihak, bahkan di luar negeri lulusan BLK kalah
bersaing dengan tenaga kerja luar negeri. Hal ini berakibat pada rendahnya
minat tenaga kerja muda untuk menjadi peserta pelatihan di BLK, karena
mereka beranggapan bahwa lulus dari BLK belum tentu akan menjamin
mereka untuk memperoleh pekerjaan. Berdasarkan latar belakang di atas,
peneliti tertarik dan ingin meneliti seberapa besar efektivitas BLK dalam
penempatan tenaga kerja.
B. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis hanya akan membahas dan menganalisis
seberapa efektif BLK dalam penempatan tenaga kerja.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah para lulusan BLK langsung mendapatkan pekerjaan pada 3(tiga)
bulan pertama?
2. Apakah pekerjaan yang didapatkan para lulusan BLK sesuai dengan
bidang yang mereka ambil selama mengikuti pelatihan?
3.
Apakah lulusan BLK mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan tingkat
4.
Bagaimana pandangan atau penilaian para pengusaha terhadap kompetensi
yang dimiliki para tenaga kerja lulusan BLK?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui para lulusan BLK langsung mendapatkan pekerjaan
pada 3 (tiga) bulan pertama atau tidak.
2. Untuk mengetahui pekerjaan yang didapatkan para lulusan BLK sesuai
dengan bidang yang mereka ambil selama mengikuti pelatihan atau tidak.
3.
Untuk mengetahui para lulusan BLK mendapatkan gaji yang layak sesuai
dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki atau tidak.
4.
Untuk mengetahui pandangan atau penilaian para pengusaha terhadap
kompetensi yang dimiliki para lulusan BLK.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi BLK Tempat Penelitian
Agar BLK dapat mengetahui efektivitas program pelatihan yang ada
dalam penempatan tenaga kerja.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bacaan dan
dapat menambah pengetahuan mengenai Balai Latihan Kerja.
3. Bagi Penulis
Agar dapat menambah pengetahuan tentang Balai Latihan Kerja
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia
Data menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia berkembang
sangat pesat. Mulai tahun 2002 angkatan kerja di Indonesia telah mencapai
lebih dari 100 juta jiwa, dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2007 jumlah angkatan kerja mencapai 108,13 juta jiwa, dari
jumlah tersebut penduduk yang bekerja hanya berjumlah 96,66 juta jiwa. Ini
berarti terdapat pengangguran sebanyak 11,47 juta jiwa.
Tabel II.1
Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka
Tahun Jumlah
Angkatan Kerja (juta) Jumlah Orang Yang Bekerja (juta) Pengangguran Terbuka (juta) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 95,65 98,81 100,78 100,32 103,97 105,80 106,28 108,13 89,84 90,81 91,65 90,78 93,72 94,95 95,18 96,66 5,81 8,00 9,13 9,53 10,25 10,85 11,10 11,47 Sumber: Sakernas. BPS, 2007
Pengangguran terjadi karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih
kecil dari jumlah pencari kerja. Selain itu juga karena kompetensi/kemampuan
yang dimiliki para pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja.
Pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya Pemutusan Hubungan
bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif,
peraturan yang menghambat investasi serta adanya hambatan dalam proses
ekspor impor.
Dari tabel II.2 dapat kita lihat bahwa berdasarkan tingkat pendidikan,
angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 108,3 juta jiwa, dan
sebagian dari jumlah tersebut sebanyak 101,48 hanya lulusan SMU ke bawah,
bahkan 52,4% diantaranya atau sebanyak 56,70 juta jiwa hanya merupakan
lulusan SD ke bawah.
Tabel II.2
Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tinggi Tahun 2007
Struktur Angkatan Kerja Struktur Pekerja Pengangguran Terbuka No Tingkat
Pendidikan
Juta % Juta % Juta %
1. 2. 3. 4. 5. >SD SLTP SMU Diploma/ Akademi Universitas 56,70 22,43 22,35 2,76 3,89 52,4% 20,7% 20,7% 2,6% 3,6% 53,28 19,79 18,60 2,43 3,48 54,6% 20,3% 19,1% 2,5% 3,6% 3,42 2,64 3,75 0,33 0,41 32,4% 25% 35,5% 3,1% 3,9% Jumlah 108,13 100% 97,58 100% 10,55 100% Sumber: Sakernas. BPS, 2007
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998, cukup banyak
berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat memperoleh penghasilan di
masa sekarang maupun di masa depan, terutama kaum miskin karena
hambatan dalam pendidikan. Dampak dari krisis ekonomi tersebut adalah
banyak keluarga miskin yang cenderung menarik anak-anaknya dari sekolah
karena problem pendapatan sehingga mereka tidak mampu lagi membayar
uang sekolah/biaya sekolah yang lain. Anak-anak pada usia kerja dihadapkan
dan menghasilkan uang. Sehingga banyak anak-anak yang berhenti sekolah
bahkan sebelum mereka menyelesaikan pendidikan sesuai dengan program
wajib belajar 9 tahun.
Rata-rata jumlah anak putus sekolah dasar pada kelas 1-3 sekitar 200.000
sampai 300.000 orang setiap tahun. Jumlah anak putus sekolah ini termasuk
pada kelompok penduduk buta aksara yang banyaknya sekitar 17,7 juta jiwa
(Fasli Jalal, 2001). Dengan tingkat pendidikan yang rendah ini sudah dapat
dipastikan bahwa mereka tidak memiliki keterampilan dan kemampuan yang
memadai untuk memasuki pasar kerja, kalaupun mereka bekerja mereka hanya
akan bekerja seadanya saja sehingga tingkat produktivitas merekapun rendah
Hal ini berarti bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.
Pengangguran tidak hanya terjadi pada tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan rendah tetapi juga pada tenaga kerja dengan tingkat pendidikan
tinggi. Dapat kita lihat bahwa pengangguran dengan tingkat pendidikan tinggi
mencapai 7% atau sebanyak 0,74 juta jiwa. Implikasi dari pengangguran
terdidik tidak sesederhana dibandingkan dengan dampak dari pengangguran
yang tidak terdidik. Pengangguran terdidik memiliki ekspektasi, aspirasi yang
relatif lebih tinggi. Implikasinya pengangguran terdidik ini selain dapat
menimbulkan dampak ekonomi seperti tidak digunakannya sumber daya
secara optimal, juga memiliki dampak politik dan keamanan. Sebagai akibat
dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 banyak tenaga kerja yang
mengalami PHK, terutama para tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang
karena tidak mempunyai keterampilan yang memadai untuk memasuki sektor
informal.
Masalah lain yang juga dihadapi adalah sedikitnya kesempatan kerja
formal, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dapat kita lihat pada tabel II.3
jumlah pekerja formal hanya mengalami kenaikan sebesar 0,5 juta jiwa dari
tahun 2002 yang sebesar 29,2 juta jiwa menjadi 29,7 juta jiwa pada tahun
2007. Sementara jumlah pekerja di sektor informal terus meningkat dari 62,4
juta jiwa pada tahun 2002 menjadi 67,9 juta jiwa pada tahun 2007. Ini berarti
bahwa lebih dari separuh angkatan kerja di Indonesia bekerja di sektor
informal, padahal sektor ini umumnya tidak cukup menjanjikan kesejahteraan
yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kita telah mengalami penurunan
kualitas lapangan pekerjaan dari tahun ke tahun.
Tabel II.3
Status Pekerja Formal dan Informal
No. Status Pekerjaan Tahun 2002
(juta, orang) Tahun 2007 (juta, orang) 1. 2. Pekerja Formal a. Buruh/karyawan
b. Berusaha dibantu buruh tetap Pekerja Informal
a. Berusaha sendiri
b. Berusaha dibantu anggota keluarga / buruh tidak tetap
c. Pekerja bebas pertanian d. Pekerja bebas non pertanian e. Pekerja tak dibayar
29,2 26,2 3,0 62,4 19,1 18,0 4,2 3,3 17,9 29,7 26,9 2,8 67,9 18,7 20,8 6,3 4,3 17,8
Total Pekerja 91,6 97,6
B. Masalah Ketenagakerjaan di DIY
Berdasarkan data di BPS, jumlah penduduk di DIY terus bertambah dari
tahun ke tahun. Dari tabel II.4 dapat kita lihat pada tahun 2005 jumlah
penduduk di DIY mencapai 3.281.800 juta jiwa, dengan angkatan kerja
mencapai 1.851.209 juta jiwa. Dari angkatan kerja tersebut sebanyak
1.757.702 juta jiwa merupakan penduduk yang bekerja sedangkan sisanya
atau sebesar 93.507 merupakan penganggur terbuka. Tingkat pengangguran
terbuka di DIY tidak mengalami penaikan yang signifikan dari tahun ke tahun,
seperti kita lihat pada tahun 2003 jumlah penganggur terbuka mengalami
penurunan dari 128.634 juta jiwa menjadi 98.559 juta jiwa, dan kembali
mengalami penaikan yang cukup besar menjadi 113.560 juta jiwa di tahun
2004.
Tabel II.4
Jumlah Penduduk dan Tingkat Pengangguran Terbuka di DIY
Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Angkatan Kerja Jumlah Orang Yang Bekerja Pengangguran Terbuka
2001 3.327.954 1.699.175 1.645.799 53.376 2002 3.360.345 1.739.164 1.610.530 128.634 2003 3.207.385 1.756.662 1.658.103 98.559 2004 3.220.808 1.815.362 1.701.802 113.560 2005 3.281.800 1.851.209 1.757.702 93.507 Sumber: Sakernas, BPS Propinsi DIY
Dari tabel II.5 dapat kita amati bahwa angkatan kerja di DIY sebesar
44,02% didominasi oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah
yaitu SD ke bawah. Sebagian dari mereka merupakan pekerja anak yang
termasuk dalam anak-anak putus sekolah, dan meskipun mereka mampu
tersebut lepas dari lingkaran kemiskinan, sebab pendapatan yang mereka
peroleh tidak akan cukup untuk mencapai kehidupan yang layak karena
terbatasnya pengetahuan dan kemampuan mereka.
Tabel II.5
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertingi Yang Ditamatkannya di Propinsi DIY
Tahun 2004
Jenis Kelamin No. Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan
Laki-Laki Perempuan
Jumlah %
1. Tidak/Belum Sekolah
93.165 244.302 337.467 13,37
2. Tidak Tamat SD 129.645 134.893 264.532 10,48
3. SD 248.552 260.409 508.961 20,17
4. SLTP 249.299 223.711 473.01 18,74
5. SLTA 274.066 234.290 508.356 20,14
6. SMK 126.316 86.64 212.956 8,44
7. DI-DII 12.504 20.336 32.87 1,30
8. Akademi/DIII 28.339 26.080 54.419 2,16
9. DIV/SI/DiplomaIV 66.816 56.011 122.827 4,87
10. S2/S3/Master 6.689 1.723 8.412 0,33
Jumlah 1.235.391 1.288.425 2.523.816 100,00
Sumber : Susenas, BPS Propinsi DIY
Selain itu jumlah angkatan kerja di DIY juga banyak didominasi oleh para
lulusan sekolah menegah atas yaitu sebanyak 20,14% dari sekolah umum dan
8,44% merupakan lulusan sekolah kejuruan, sedang sisanya hanya sebagian
kecil saja yang merupakan lulusan dari tingkat yang lebih tinggi. Para lulusan
sekolah ini tentunya menjadi tenaga kerja yang kurang terampil dan tidak
C. Teori Human Capital
Teori Human Capital dikembangkan pertama kali oleh Theodore W.
Schultz pada awal tahun 60-an. (Sutrisno R, 1992) Teori ini memandang
setiap usaha yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk meningkatkan
kapasitas produktifnya dianggap sebagai usaha investasi dalam diri manusia.
Alasannya adalah bahwa usaha tersebut membutuhkan biaya baik langsung
maupun tidak langsung, dan setelah selesai akan menghasilkan manfaat yang
sifatnya ekonomis maupun nonekonomis di masa mendatang.
1. Pengertian Human Capital
Pembentukan modal manusia adalah proses memperoleh dan
meningkatkan jumlah orang yang mempunyai keahlian, pendidikan, dan
pengalaman yang menentukan bagi pembangunan ekonomi dan politik
suatu negara. Pembentukan modal manusia karenanya dihubungkan pada
investasi pada manusia dan pengembangannya sebagai suatu sumber
kreatif dan produktif. Menurut Schultz terdapat lima pengembangan
sumber daya manusia yakni: (a)Fasilitas dan pelayanan kesehatan, pada
umumnya diartikan mencakup semua pengeluaran yang mempengaruhi
harapan hidup, kekuatan dan stamina, tenaga serta vitalitas rakyat;
(b)Latihan jabatan, termasuk magang model yang diorganisasikan oleh
perusahaan; (c)Pendidikan yang diorganisasikan secara formal pada
tingkat dasar, menengah dan tinggi; (d)Program studi bagi orang dewasa
yang tidak diorganisasikan oleh perusahan, termasuk program extension
menyesuaikan diri dengan kesempatan kerja yang selalu berubah.
(Jinghan, 2004:414).
Dalam pengertian luas, investasi human capital berarti pengeluaran
di bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sosial pada umumnya; dan
dalam pengertian sempit; investasi human capital berarti berarti
pengeluaran di bidang pendidikan dan latihan (Jinghan, 2004:414).
Investasi human capital memiliki sejumlah pengaruh antara lain perbaikan
kualitas pekerjaan dan perbaikan fungsi institusi-institusi. Karena itu,
investasi pendidikan pada umumnya dihubungkan dengan efisiensi pasar
(Evenson, 1993:273).
2. Pentingnya Modal Manusia
Dalam proses pertumbuhan ekonomi, orang lebih menekankan
pada akumulasi modal fisik, namun sekarang makin disadari bahwa
pertumbuhan persediaan modal nyata sampai batas-batas tertentu
tergantung pada pembentukan modal manusia, yaitu “proses peningkatan
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan seluruh rakyat suatu negara“.
Para ekonom berpendapat, langkanya investasi pada modal manusia
merupakan penyebab lambannya pertumbuhan negara terbelakang. Tanpa
mengembangkan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan dan
menaikkan tingkat ketrampilan dan efisiensi fisik rakyat, maka
produktivitas modal fisik akan merosot.
Modal fisik menjadi lebih produktif jika negara mempunyai modal
dengan tingkat modal fisik merupakan penyebab rendahnya daya serap
(absorbsi) modal fisik, oleh karena itu kebutuhan investasi pada modal
manusia menjadi amat penting. Prof. Ajit Dasgupta mengatakan “teori
investasi optimum berkenaan dengan alokasi sumber daya dari waktu ke
waktu: sumber yang dialokasikan pada pendidikan membantu
meningkatkan kapasitas produktif sehingga menaikkan output dan
konsumsi di masa datang, karena itu pilihan yang berkaitan dengan
pendidikan atau jenis prasarana sosial lainnya merupakan bagian dari teori
investasi.” (Jinghan, 2004:417).
3. Pembentukan Modal Manusia
Komponen utama dari human capital ialah tubuh pengetahuan
(body of knowledge) penduduk dan kapasitas penduduk untuk
menggunakan body of knowledge tersebut secara efektif. Investasi human
capital termasuk meliputi pengerahan sumber daya untuk pendidikan (baik
formal maupun nonformal, pelatihan dan perluasan jasa-jasa) dan
kesehatan (meningkatkan kekuatan, stamina, vitalitas dan usia panjang)
dari angkatan tenaga kerja.
a. Pendidikan
Human capital yang dibentuk melalui pendidikan formal (dasar,
menengah dan tinggi) maupun nonformal (pelatihan dan magang)
dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan. Tanpa
menaikkan tingkat ketrampilan dan efisiensi fisik rakyat maka
produktivitas modal kapital akan merosot.
Perluasan kesempatan pendidikan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi melalui:
1) Terciptanya angkatan kerja yang lebih produktif karena bekal
pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik.
2) Tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas.
3) Terciptanya suatu kelompok pemimpin yang terdidik untuk
mengisi berbagai lowongan.
4) Tersedianya berbagai program pendidikan dan pelatihan, mulai
dari yang bertujuan untuk memberantas buta huruf, memberi
ketrampilan dasar, dan membina sikap-sikap modern.
b. Kesehatan dan Gizi
Peningkatan kesehatan dan gizi merupakan bagian dari investasi
human capital karena kesehatan dan gizi memberikan sumbangan yang
tinggi bagi produktivitas buruh, juga kualitas hidup buruh dan warga
negara umumnya. Oleh karena itu peningkatan kesehatan suatu
masyarakat memegang peran penting dalam upaya meningkatkan
produktivitas, pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
4. Problem Pembentukan Modal Manusia
Problem utama pembentukan modal di negara terbelakang adalah:
b. Pengangguran yang meningkat di sektor perekonomian modern dan
meluasnya pengangguran pada pertanian tradisional
c. Langkanya tenaga manusia dengan ketrampilan dan pengetahuan kritis
yang diperlukan bagi pembangunan nasional yang efektif
d. Organisasi dan lembaga yang tidak memadai dan terbelakang untuk
memobilisasi usaha manusia
e. Kurangnya rangsangan bagi orang untuk melibatkan diri pada kegiatan
tertentu yang amat penting bagi pembangunan nasional
5. Kriteria Investasi Pada Modal Manusia
Salah satu problem yang paling menggelitik adalah masalah
perkiraan produktivitas investasi di bidang pembentukan modal manusia,
khususnya pendidikan. Para ahli ekonomi menyarankan kriteria berikut:
a. Kriteria Tingkat Pengembalian
Asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat
meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap
tambahan satu tahun sekolah di satu pihak meningkatkan kemampuan
kerja dan tingkat penghasilan seseorang, akan tetapi di pihak lain
menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun sekolah. Selain
itu seseorang yang melanjutkan sekolah harus membayar biaya secara
langsung seperti uang sekolah, pembelian buku-buku dan alat-alat
sekolah, tambahan uang transport dan lain-lain.
Teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan memutuskan
sekarang dari arus penghasilan seumur hidup apabila ia melanjutkan
sekolah dikurangi biaya selama sekolah lebih besar dari nilai sekarang
dari arus penghasilan seumur hidup bila ia tidak melanjutkan sekolah.
Biaya sekolah yang dikeluarkan secara langsung dinamakan biaya
langsung, sedangkan penghasilan yang dikorbankan untuk melanjutkan
sekolah dinamakan opportunity cost atau biaya tidak langsung dari
melanjutkan sekolah.
b. Kriteria Sumbangan Pendidikan Pada Pendapatan Nasional Bruto
Menurut kriteria ini, investasi di bidang pendidikan ditentukan oleh
sumbangannya dalam menaikkan pendapatan nasional bruto atau
pembentukan modal fisik dalam satu periode. Investasi di bidang
pendidikan menyumbang 3,5 kali lebih banyak pada kenaikan
pendapatan nasional bruto daripada investasi di bidang modal fisik.
Perkiraan ini mengukur dampak investasi pendidikan pada
perekonomian yang didasarkan pada biaya alternatif pendidikan yaitu
pendapatan yang hilang selama di sekolah, akademi dan universitas
dan biaya yang dikeluarkan pada pendidikan formal setelah
memperhitungkan biaya penyusutan
c. Kriteria Faktor Residual
Solow, Kendrick, Denison, Jorgenson, dan Griliches, Kuznets, dan
ahli ekonomi lainnya telah mencoba ” mengukur seberapa besar
proporsi kenaikan Produk Nasional Bruto, dalam satu periode, dapat
seberapa proporsi kenaikan Pendapatan Nasional Bruto dapat dianggap
berasal dari faktor lain, yang seringkali dikelompokkan sebagai
“residual”. Yang terpenting dari faktor residual ini adalah pendidikan,
penelitian, latihan, skala ekonomi dan faktor lain yang mempengaruhi
produktivitas manusia.” (Jinghan, 2004:423).
D. Peran Balai Latihan Kerja Dalam Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini banyak lulusan pendidikan
yang tidak tertampung di dalam dunia kerja, dan jumlahnya terus bertambah
dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena adanya kesenjangan antara jenis
pengetahuan akademik maupun keahlian/keterampilan yang dimiliki lulusan
pendidikan dengan kemampuan kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Oleh
karena itu untuk menciptakan sumber daya manusia yang sesuai dengan
permintan pasar maka pemerintah berusaha memberikan pelatihan-pelatihan
keterampilan melalui departemen-departemen, seperti Departemen Tenaga
Kerja, Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, dan beberapa Departemen
lain.
BLK berperan dalam menyelenggarakan suatu pendidikan dan pelatihan
bagi para calon tenaga kerja sehingga nantinya dapat menciptakan tenaga
kerja yang berkualitas dan berkompetensi tinggi yang sesuai dengan
kebutuhan pengguna tenaga kerja baik di dalam maupun luar negeri atau yang
memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dan berusaha secara
penawaran dan permintaan tenaga kerja sehingga tidak terjadi kesenjangan
antara permintaan dan penawaran.
Berdasarkan Kepmenaker No. Kep. 88/MEN/1997, tanggal 20 Mei 1997
dan Kepmenaker No. Kep. 4546/M/SJ/1997, tanggal 16 Oktober 1997 fungsi
dan sasaran yang ingin dicapai dengan adanya BLK adalah sebagai berikut.
a. Menyusun rencana dan program, pendayagunaan fasilitas dan kerja sama
pelatihan.
b. Pelaksana pelatihan, penyelenggaraan uji keterampilan dan sertifikasi.
c. Pemasaran program, fasilitas, produksi, jasa dan hasil pelatihan sera
pelayanan informasi pelatihan.
d. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
e. Memberikan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja
dalam berbagai kejuruan melalui pelatihan institusional. Pemagangan dan
pelatihan produksi baik dengan dukungan dana APBN maupun swadana.
Sasaran yang akan dicapai BLK adalah sebagai berikut.
a. Para lulusan lebih mudah mendapatkan pekerjaan baik dalam jabatan
hubungan kerja maupun madiri, bukan hanya untuk daerah setempat tetapi
juga daerah lain dan luar negeri
b. Meningkatkan kegiatan unit swadana
Selain itu tujuan dari BLK adalah untuk memberikan keterampilan dan
keahlian pada peserta pelatihan di berbagai kejuruan supaya dapat mengisi
lowongan kerja sesuai kebutuhan pasar kerja ataupun peserta mampu
E. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian oleh Raharjo
Penelitian yang relevan denagn karya tulis ini berjudul
“PENGARUH PELATIHAN KETERAMPILAN DAN SIKAP MANDIRI
TERHADAP MINAT BEKERJA LEPAS SISWA BALAI LATIHAN
KERJA INDUSTRI SURAKARTA. Karya tulis tersebut ditulis oleh
Raharjo dari Universitas Muhamadiyah Surakarta, tahun penelitian 2006.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang
signifikan antara pelatihan keterampilan dan sikap mandiri terhadap minat
bekerja lepas siswa Balai Latihan Kerja Industri Surakarta.
Penelitian ini merupakan diskriptif kuantitatif. Teknik
pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner. Sampel menggunakan
40 responden atau 5% dari jumlah populasi yang berjumlah 800 orang.
Tekniknya menggunakan Quota Proporsional Random Sampling. Analisis
datanya menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, uji regresi linier
berganda dan uji t serta uji F.
Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara pelatihan keterampilan dan sikap mandiri
terhadap minat bekerja lepas siswa Balai Latihan Kerja Industri Surakarta,
dan telah terbukti dan dapat diterima secara empiris.
2. Penelitian oleh Sudirman
Penelitian yang relevan dengan karya tulis ini berjudul “DAMPAK
LULUSAN PELATIHAN”. Studi Kasus : Proses dan Pengaruh Pelatihan
Teknis Pertamanan di Balai Latihan Kerja Khusus Pertanian Lembang.
Karya tulis tersebut disusun oleh Sudirman dari Universitas Pendidikan
Indonesia, tahun penelitian 2006.
Penelitian tersebut difokuskan pada dampak dari hasil pelatihan
teknis pertamanan terhadap lulusan dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor serta peningkatan pendapatan. Selain itu juga untuk
mengidentifikasi pengetahun dan ketrampilan para lulusan yang
dibandingkan dengan sebelum pelatihan, serta penerapan dan pemanfaatan
hasil pelatihan dalam kehidupan.
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi pasif, observasi
partisipatif, wawancara dengan lulusan teknik pertamanan, serta
dokumentasi dari lulusan pelatihan di luar responden dan karyawan dinas
setempat.. Sampel yang diambil ada dua yaitu subyek sebagai sumber
informasi atau sampel yang diambil secara purposive dari lulusan
pelatihan lain diluar sampel.
Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan, bahwa dampak
pelatihan teknik pertamanan ternyata efektif dalam merubah perilaku dan
mampu meningkatkan pendapatan lulusannya. Hal ini terlihat dari perilaku
mereka di kehidupan sehari-hari seperti adanya dorongan yang kuat untuk
berbuat sesuai pengetahuan yang ditunjukkan dengan kesediaan dan
serta disiplin dalam bekerja. Selain itu dari 20 orang yang dilatih
semuanya dinyatakan lulus dan sudah bekerja pada instansi pengirimannya
masing-masing.
F. Kerangka Pemikiran
Gambar II.1
Alur Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Balai Latihan Kerja
melalui
sehingga
Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini berarti bahwa tiap-tiap orang
berhak untuk bekerja dan mendapatkan pekerjaan yang nantinya akan
membuat hidup mereka manjadi lebih baik. Sebagai negara berkembang Balai Latihan Kerja
• Terbatas sarana dan prasarana
• Tidak adanya sertifikasi Efektivitas BLK
dipertanyakan
• Pelaksanaan pelatihan terhambat
• Lulusan BLK belum diakui banyak perusahaan Indonesia
adalah negara berkembang
• SDM rendah • Tenaga kerja
kurang terampil
Pendidikan dan latihan
Indonesia belum mampu menyediakan lapangan kerja bagi para angkatan
kerja, hal ini terlihat dari masih banyaknya jumlah pengangguran. Angkatan
kerja di Indonesia sebagian besar terdiri dari tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan yang rendah dan hanya sebagian kecil saja yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi. Sebagian besar dari mereka merupakan pekerja anak
yang mengalami putus sekolah dan para lulusan sekolah menengah atas.
Dengan tingkat pendidikan yang rendah tentu saja mereka tidak memiliki
keterampilan dan kemampuan yang memadai untuk bersaing di bursa tenaga
kerja bahkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
Balai Latihan Kerja merupakan lembaga pelatihan yang didirikan sebagai
bagian dari upaya pemerintah untuk melatih para pencari kerja agar memiliki
keterampilan yang memadai. Tujuan dari BLK adalah memberikan
keterampilan dan keahlian pada peserta pelatihan dari berbagai kejuruan
supaya dapat mengisi lowongan kerja sesuai kebutuhan pasar kerja ataupun
peserta mampu menciptakan lapangan kerja secara mandiri.
Pada kenyataannya BLK masih belum dapat menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik karena keterbatasan sarana, prasarana, dan sumber
daya manusia, sehingga kemampuan BLK untuk melaksanakan pelatihan
berbasis komptensi menjadi terbatas. Tidak adanya standar sertifikasi
pelatihan-pelatihan profesi sebagai akibat dari belum adanya standar
kompetensi kerja nasional di berbagai bidang profesi untuk mendukung
penyelenggaraaan pendidikan dan pelatihan kerja berbasis kompetensi
Oleh karena itu penulis bermaksud meneliti seberapa efektif BLK dalam
penempatan tenaga kerja, dilihat dari waktu yang dibutuhkan para lulusan
untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus dari BLK, kesesuaian pekerjaan
dengan bidang yang mereka ambil selama mengikuti pelatihan, kesesuaian
gaji yang didapatkan dengan tingkat pendidikan dan keterampilan mereka, dan
pandangan para pengusaha terhadap kompetensi yang dimiliki para lulusan
26 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan studi kasus.
Teknik analisis deskriptif adalah teknik analisis data yang terbatas pada usaha
mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga
hanya bersifat sekedar mengungkapkan fakta atau suatu penelitian yang
bertujuan untuk melukiskan atau memanfaatkan peristiwa dari objek
penelitian dengan tidak menambah atau mengurangi hasil penelitian.
Penelitian ini mengambil suatu tempat tertentu yang telah ditentukan
sebelumnya sebagai subjek penelitian dan hasil yang diperoleh hanya berlaku
pada subjek yang diteliti, sehingga tidak bisa digeneralisasikan pada kasus lain
di luar kasus tersebut.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di BLK Yogyakarta Jalan
Kyai Mojo No.5 Yogyakarta, karena merupakan BLK tingkat propinsi dan
para peserta pelatihannya berasal dari seluruh daerah di Yogyakarta.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang
memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah lulusan BLK Yogyakarta angkatan
tahun 2003-2005, dan perusahaan-perusahaan yang menjalin kerjasama
dengan BLK Yogyakarta.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut.
a. Lulusan BLK
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar 10% dari
jumlah lulusan BLK pada tiap-tiap angkatan. Sampel diambil 10%
dengan beberapa pertimbangan yaitu kemampuan peneliti dilihat dari
segi waktu, tenaga serta dana. Selain itu sampel tersebut bersifat
homogen karena sifat-sifat atau ciri-ciri yang dikandung dalam subjek
penelitian dalam populasi adalah sama (Arikunto, 1989:107).
Untuk lulusan BLK terdapat 157 populasi yang terdiri dari 3 angkatan
yaitu:
1) Angkatan tahun 2003 sebanyak 351 orang
2) Angkatan tahun 2004 sebanyak 353 orang
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 10% dari jumlah
lulusan di tiap-tiap angkatan.
b. Perusahaan yang menjalin kerjasama dengan BLK
Perusahaan yang menjalin kerjasama dengan BLK terdapat 23
populasi. Di sini peneliti menggunakan data perusahaan yang
bekerjasama dengan BLK dari tahun 2006 – 2008 karena tidak
tersedianya data perusahaan yang bekerjasama dngan BLK dari tahun
2003 – 2005. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar
20% dari jumlah perusahaan yang ada. Sampel diambil 20% dengan
beberapa pertimbangan yaitu kemampuan peneliti dilihat dari segi
waktu, tenaga serta dana.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitin ini teknik sampling yang dipergunakan adalah
Simple Random Sampling. Simple Random Sampling merupakan teknik
pengambilan sampel yang diperoleh secara acak tanpa memperhatikan
strata, anggota populasi diagram homogen. Teknik ini dipergunakan untuk
menentukan sampel lulusan BLK dan menentukan sampel
Adapun cara penentuan sampelnya adalah:
a. Untuk lulusan BLK
1) Tahun 2003 = 10% x 351 orang = 35,1 => 35 orang
2) Tahun 2004 = 10% x 353 orang = 35 => 35 orang
3) Tahun 2005 = 10% x 866 orang = 87 => 87 orang +
Jadi jumlah sampel = 157 orang alumni
b. Untuk Perusahaan yang menjalin kerjasama dengan BLK Yogyakarta
20% x 23 Perusahaan = 4,6 => 5 perusahaan
D. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah pemberi atau sumber informasi yang
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Subjek penelitiannya
adalah lulusan BLK Yogyakarta angkatan tahun 2003-2005, serta
perusahaan-perusahaan yang menjalin kerjasama dengan BLK
Yogyakarta.
2. Objek Penelitian
Objek penelitiannya adalah efektivitas BLK dalam penempatan
tenaga kerja, dilihat dari segi waktu perolehan pekerjaan, kesesuaian
pekerjaan dengan pelatihan yang diikuti, kelayakan gaji yang diterima, dan
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek
pengamatan/faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang
diteliti. Adapun variabel yang diteliti adalah:
1. Waktu yang dibutuhkan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan setelah
lulus dari BLK.
2. Kesesuaian pekerjaan dengan bidang yang mereka ambil selama mengikuti
pelatihan.
3. Kesesuaian gaji yang didapatkan dengan tingkat pendidikan dan
keterampilan mereka.
4. Pandangan para pengusaha terhadap kompetensi yang dimiliki para
lulusan BLK.
F. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber data
a. Data Primer
Data primer adalah data-data atau keterangan yang diperoleh dari
subyek penelitian, diperoleh dengan cara wawancara secara langsung
kepada responden. Data yang dicari yaitu waktu yang dibutuhkan para
lulusan BLK untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus, kesesuaian
pekerjaan yang didapatkan dengan program pelatihan yang mereka
bekerja, dan ketertarikan pengusaha terhadap kompetensi/kemampuan
yang dimiliki para lulusan BLK.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur dan
sumber-sumber tertulis yang relevan, kemudian diolah sesuai dengan
keperluan. Data yang dicari yaitu data profil orang-orang yang pernah
mengikuti pelatihan di BLK serta nama-nama perusahaan yang
menjalin kerjasama denagn BLK Yogyakarta.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara
langsung kepada subyek yang di teliti. Wawancara dilakukan kepada
para alumni dari BLK dan para pengusaha. Data yang dicari dari para
alumni BLK adalah data mengenai waktu yang dibutuhkan para
lulusan BLK untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus, kesuaian
pekerjaan dengan program pelatihan yang mereka ambil, dan
kelayakan gaji yang diterima para lulusan BLK sewaktu bekerja. Dari
pengusaha akan dicari data tentang penilaian atau pandangan para
pengusaha terhadap para lulusan BLK.
b. Surat Menyurat
Surat menyurat adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
ini dilakukan untuk melengkapi data yang tidak bisa didapatkan
melalui wawancara.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memperoleh data dari sumber data atau dari BLK itu sendiri.
Contohnya adalah data mengenai profil orang-orang yang pernah
mengikuti pelatihan di BLK serta nama-nama perusahaan yang
menjalin kerjasama dengan BLK Yogyakarta.
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif
yaitu teknik analisis data dengan memberikan gambaran secara terperinci
terhadap gejala-gejala subjek penelitian dan memberikan penafsiran. Teknik
analisis data melalui alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan ksimpulan (Miles dan Huberman, 1992).
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus
menerus selama penelitian berlangsung sampai laporan akhir tersusun.
Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi
selanjutnya seperti membuat ringkasan, mengkode dan menulis memo
merupakan bagian dari analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan sedemikian rupa sehingga kesimpulan final dapat ditarik dan
diverifikasi untuk keperluan penelitian.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Dengan melihat
penyajian data yang terkumpul, maka peneliti dapat memahami apa yang
terjadi dan menganalisisnya. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk
teks naratif, hal tersebut ditujukan agar peneliti tidak kesulitan dalam
penguasaan informasi baik secara keseluruhan maupun terpisah-pisah dari
data yang telah terkumpul.
3. Kesimpulan
Data terkumpul kemudian diambil kesimpulan yang terus menerus
selama penelitian berlangsung guna menjamin keabsahan dan objektivitas
data sehingga kesimpulan akhir bisa dipertanggungjawabkan. Menarik
kesimpulan dengan melihat kembali pada reduksi data maupun penyajian
data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari data yang
34 BAB IV
HASIL TEMUAN LAPANGAN
A. Gambaran Umum Balai Latihan Kerja Yogyakarta 1. Data Identitas Balai Latihan Kerja Yogyakarta
a. Nama Instansi : UPTD BALAI LATIHAN KERJA
YOGYAKARTA
b. Alamat : Jln. Kyai Mojo No. 5 Yogjakarta 55231
c. Status Instansi : Lembaga Pemerintah, dibawah Depnakertrans DIY
d. No. Telepon : (0274) 512619
e. No. Faximil : (0274) 512619
f. Website : http://www.nakertrans.pemda-diy.go.id
2. Sejarah Berdirinya Balai Latihan Kerja Yogyakarta
Balai Latihan Kerja Yogyakarta didirikan pada tahun 1948 sebagai
bagian dari upaya pemerintah untuk melatih para pencari kerja, mantan
pejuang (veteran) dan pegawai dari instansi lain agar memiliki
keterampilan yang memadai. Program pelatihan yang dilaksanakan BLK
sampai dengan dekade 1960-an dititikberatkan pada bidang industri
terutama untuk jenis ketrampilan bangunan, radio, dan listrik. Oleh
karena jumlah kelompok sasaran yang akan dilatih masih relatif sedikit,
memungkinkan program pelatihan dilaksanakan secara intensif yaitu
Perkembangan BLK Yogyakarta pada periode 1970-an ditandai
dengan penambahan jenis keterampilan seperti Otomotif, Teknologi
Mekanik, Tata Niaga, dan Aneka Kerajinan Tangan. Program pelatihan
yang dilaksanakan BLK pada periode 1970-an relatif kurang intensif (480
jam latihan). Hal tersebut disebabkan oleh jumlah kelompok sasaran yang
mengikuti pelatihan lebih banyak, sehingga untuk memenuhi azas
pemerataan, maka aspek kuantitas lebih diutamakan dari aspek
kualitasnya. Pada periode 1970-an pula dikembangkan unit pelatihan
keliling atau Mobile Training Unit (MTU) untuk menjangkau kelompok
sasaran yang jauh dan terpencil di daerah pedesaan.
Pada awal tahun 1990-an BLK Yogyakarta memasuki era baru yang
ditandai dengan perubahan orientasi dari pola pelatihan yang didasarkan
pada orientasi “supply driven” menjadi “demand driven”. Disamping itu
BLK Yogyakarta didirikan untuk menyelenggarakan pelatihan dengan
jenis kejuruan tertentu saja dengan tingkat keterampilan yang lebih tinggi
kompetensinya, sebagaimana halnya pelatihan kejuruan pariwisata dan
perhotelan yang pada saat itu dijadikan primadona/unggulan untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi hotel-hotel yang ada pada saat itu
banyak berdiri di Jogjakarta.
Bergulirnya waktu sampai dengan memasuki Era Otonomi Dearah
maka berdasarkan Perda Nomor 7 tahun 2002 BLK Jogjakarta diresmikan
menjadi lembaga yang berfungsi sebagai Unit Pelaksana Teknis pada
Yogyakarta yang bertugas melaksanakan pelatihan institusional
pemagangan sesuai dengan SK Gubernur No. 53 / 2004.
3. Dasar Hukum Balai Latihan Kerja Yogyakarta
a. Undang-Undang RI No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan
b. Perda Prop. DIY No. 5/2001 Tentang: Pembentukan dan Organisasi
Dinas Daerah di Lingkungan Pem. Prop. DIY
c. Perda Prop. DIY No. 7/2002 Tentang: Pembentukan dan Organisasi
Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Daerah di Lingkungan Pem.
Prop. DIY
d. Keputusan Gubernur DIY No.162/2002 Tentang: Uraian Tugas dan
Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Disnakertrans
Prop. DIY
B. Visi, Misi. dan Tujuan Balai Latihan Kerja Yogyakarta 1. Visi Balai Latihan Kerja Yogyakarta
Visi Balai Latihan Kerja Yogyakarta adalah: ”Menciptakan tenaga
kerja yang terampil, ahli, produktif dan kompetitif yang mampu
memasuki pasar kerja nasional dan internasional.”
2. Misi Balai Latihan Kerja Yogyakarta
a. Meningkatkan kualitas aparatur melalui peningkatan pendidikan dan
b. Meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan
di berbagai jenis keterampilan dan keahlian dengan memanfaatkan
sarana dan prasarana yang tersedia.
c. Meningkatkan relevansi dan efisiensi program pelatihan sesuai
kebutuhan yang dinamis
3. Tujuan Balai Latihan Kerja Yogyakarta
Tujuan BLK Yogyakarta adalah memberikan keterampilan dan
keahlian pada peserta pelatihan di berbagai kejuruan supaya dapat mengisi
lowongan kerja sesuai kebutuhan pasar kerja ataupun peserta mampu
menciptakan lapangan kerja secara mandiri.
C. Tugas, dan Fungsi Balai Latihan Kerja Yogyakarta 1. Tugas Balai Latihan Kerja Yogyakarta
a. Menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja tingkat ahli
b. Menyelenggarakan pelatihan di bidang tertentu sesuai job order dari
pengguna tenaga kerja
c. Menyelenggarakan pelatihan institusional dan perekayasaan
perkembangan teknologi
d. Menyelenggarakan kerjasama pelatihan
e. Mendayagunakan fasilitas pelatihan
2. Fungsi Balai Latihan Kerja Yogyakarta
Berdasarkan Kepmenaker No. Kep. 88/MEN/1997, tanggal 20 Mei
1997 dan Kepmenaker No. Kep. 4546/M/SJ/1997, tanggal 16 Oktober
1997 fungsi dan sasaran yang ingin dicapai dengan adanya BLK adalah
sebagai berikut.
a. Menyusun rencana dan program, pendayagunaan fasilitas dan kerja
sama pelatihan.
b. Pelaksana pelatihan, penyelenggaraan uji keterampilan dan sertifikasi.
c. Pemasaran program, fasilitas, produksi, jasa dan hasil pelatihan sera
pelayanan informasi pelatihan.
d. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
e. Memberikan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
kerja dalam berbagai kejuruan melalui pelatihan institusional.
Pemagangan dan pelatihan produksi baik dengan dukungan dana
APBN maupun swadana.
Sasaran yang akan dicapai BLK adalah sebagai berikut.
a. Para lulusan lebih mudah mendapatkan pekerjaan baik dalam jabatan
hubungan kerja maupun mandiri, bukan hanya untuk daerah setempat
tetapi juga daerah lain dan luar negeri
b. Meningkatkan kegiatan unit swadana.
Di samping sebagai institusi penyelenggara latihan kerja BLK
a. Sebagai percontohan (Centre of Exelent) bagi lembaga latihan lain
(terutama bagi lembaga latihan swasta) baik dari segi program
latihan, metode latihan maupun perlatan yang digunakan untuk
latihan.
b. Sebagai unit produksi dari beberapa kejuruan yang menghasilkan
barang dan jasa kebutuhan lokal meskipun dalam jumlah terbatas.
c. Sebagai BLK tipe tingkat provinsi, BLK Yogyakarta bisa melatih
lulusan dari BLK kabupaten kota dan merupakan BLK yang
mempunyai paling banyak instruktur daripada BLK Kabupaten kota.
d. Sebagai Pembina (koordinasi) dari BLK Kabupaten kota.
D. Struktur Organisasi Balai Latihan Kerja Yogyakarta
Bagan struktur organisasi BLK Yogyakarta berdasarkan Perda. DIY No.
7/2002 adalah sebagai berikut.
Gambar IV.1
Bagan Struktur Organisasi BLK Yogyakarta
KEPALA
DRS. HARYOTO NIP. 160034915
KASI LATIHAN KERJA Djamil Ismail, ST
NIP. 160020714
KA. SUBBAG TU Amirul Musthofa, SH.
NIP. 160029893 KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
KASI PEMASARAN Drs. Bambang Effendi
E. Sumber Daya Manusia Balai Latihan Kerja Yogyakarta Tabel IV.1
Jumlah pegawai BLK Yogyakarta
S2 S1 D III D II SLTA SLTP SD Jumlah
Struktural - 4 - - - 4
Staff - 8 2 - 21 5 3 39
Instruktur 3 30 11 3 11 - - 58
Jumlah 3 42 13 3 32 5 3 101
F. Program Pelatihan
1. Program Pelatihan Institusional
Program pelatihan institusional bertujuan untuk melatih para pencari
kerja dan pekerja dalam berbagai kejuruan yang terdapat di BLK
Jogjakarta. Program pelatihan institusional dilaksanakan di dalam
kampus/area BLK Yogyakarta. Pada program pelatihan institusional
peserta mendapatkan keterampilan tunggal (single skill) untuk mengisi
lowongan jabatan pekerjaan yang ada di masyarakat. Kualifikasi
keterampilan dibagi dalam tiga tingkatan yaitu dasar, menengah, dan atas.
Kandungan materi yang disajikan mencangkup 70 % praktik dan 30 %
teori dengan lama latihan yang bervariasi yaitu 480 jam – 1000 jam.
Peserta pelatihan diwajibkan melakukan On the Job Training (OJT) di
dunia usaha atau dunia industri selama sekurang-kurangnya 25 % dari
2. Program Pelatihan Non Institusional (MTU=Mobil Training Unit) Program pelatihan MTU bertujuan untuk peningkatan keterampilan
kerja bagi para angkatan kerja yang belum memenuhi prasyarat jabatan
agar dapat bekerja lebih produktif. Program pelatihan MTU dilaksanakan
di luar kampus/area BLK Yogyakarta yaitu latihan keliling di pedesaan
dan pinggiran kota untuk menjangkau peserta yang jauh dari kampus/area
BLK Yogyakarta.
3. Program Pemagangan
Program pemagangan bertujuan untuk melatih pencari kerja dalam
beberapa bidang keterampilan (multi skill) di lingkungan kerja nyata pada
perusahaan. Lama program magang maksimum 3 (tiga) tahun.
Tahun pertama, peserta memperoleh materi dasar dan teori di BLK
selama 4 (empat) bulan. Setelah itu, selama 7 (tujuh) bulan peserta
bekerja di perusahaan, dan kembali ke BLK selama 1 (satu) bulan untuk
diuji keterampilan lokal.
Tahun kedua, peserta mendapatkan materi lanjutan di BLK selama 3
(tiga) bulan. Dilanjutkan dengan 8 (delapan) bulan bekerja di perusahaan
dan kembali ke BLK selama 1 (satu) bulan untuk persiapan dan diuji
keterampilan nasional tingkat 3 (tiga).
Tahun ketiga, peserta mendapatkan materi lanjutan atas di BLK
selama 2 (dua) bulan. Kemudian dilanjutkan bekerja di perusahaan selama
9 (sembilan) bulan dan kembali lagi ke BLK untuk persiapan dan uji
4. Program Pelatihan Pesanan (Tailor Made Training)
Program pelatihan pesanan bertujuan untuk melatih pekerja atau
kelompok sasaran tertentu dalam berbagai kejuruan sesuai dengan
kebutuhan yang diminta oleh perusahaan dan atau instansi tertentu untuk
meningkatkan keterampilan pekerjanya. Kualifikasi keterampilan yang
dihasilkan disesuaikan dengan permintaan dari pihak pemesan. Demikian
pula materi pelatihan disesuaikan dengan kualifikasi keterampilan yang
hendak dihasilkan.
G. Sistem Pelatihan dan Syarat Peserta Pelatihan 1. Sistem Pelatihan
Kegiatan pelatihan diselenggarakan mengacu pada Pola Standar
Latihan Kerja dengan sistem Jam Latihan (JL). Jumlah jam latihan yang
diberikan sesuai dengan Surat Perjanjian. Setelah berhasil menyelesaikan
studi dan dinyatakan lulus dalam evaluasi akhir maka kepada peserta akan
diberikan Sertifikat BLK Yogyakarta.
2. Syarat Peserta
Adapun syarat peserta yang mau mengikuti pelatihan di BLK
Yogyakarta adalah sebagai berikut.
a. Pelatihan Tingkat Dasar dan Pelatihan Non Berjenjang, bebas
persyaratan.
b. Pelatihan Tingkat Menengah
2) Lulusan SMK (sesuai kejuruan)
3) Mempunyai sertifikat pelatihan tingkat dasar (160 JL) atau
mempunyai pengalaman kerja minimal 6 bulan
c. Pelatihan Tingkat Atas:
1) Pendidikan serendah-rendahnya SLTP
2) Mempunyai sertifikat pelatihan tingkat menengah (480 JL) atau
mempunyai pengalaman kerja minimal 1 tahun
H. Jenis-Jenis Kejuruan 1. Kejuruan Otomotif
Adapun jenis – jenis pelatihan yang diselenggarakan oleh kejuruan
otomotif adalah sebagai berikut.
a. Motor Bakar Tingkat Dasar e. Sepeda Motor Spesial
b. Motor Bakar Tingkat Menengah f. Mobil Bensin
c. Motor Bakar Tingkat Atas g. Mobil Diesel
d. Sepeda Motor h. Ketok Duco/Body Repair
2. Kejuruan Teknologi Mekanik
Adapun jenis – jenis pelatihan yang diselenggarakan oleh kejuruan
teknologi mekanik adalah sebagai berikut.
a. Mesin Logam Tingkat Dasar f. Las Listrik Tingkat Atas
b. Mesin Logam Tingkat Menengah g. Las Karbit
c.