• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS BALAI LATIHAN KERJA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEKTIVITAS BALAI LATIHAN KERJA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS BALAI LATIHAN KERJA

DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA

Studi kasus: Siswa BLK Yogyakarta Jl. Kyai Mojo No.5

Tahun 2003-2005

SKRIPSI

Disusun oleh : Asti Vitaningrum

031324012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Asti Vitaningrum Nomor Mahasiswa : 031324012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

EFEKTIVITAS BALAI LATIHAN KERJA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA

Studi kasus: Siswa BLK Yogyakarta Jl. Kyai Mojo No.5 Tahun 2003-2005

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 22 September 2008

Yang menyatakan

(6)
(7)
(8)

vii ABSTRAK

EFEKTIVITAS BALAI LATIHAN KERJA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA Studi kasus: Siswa BLK Yogyakarta Jl. Kyai Mojo No.5

Tahun 2003-2005 Asti Vitaningrum Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2008

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui waktu bagi lulusan untuk mendapatkan pekerjaan pertama, (2) untuk mengetahui kesesuaian program pelatihan dengan bidang kerja lulusan, (3) untuk mengetahui kelayakan gaji yang didapatkan oleh para lulusan, (4) untuk mengetahui pandangan atau penilaian para pengusaha terhadap kompetensi yang dimiliki para lulusan BLK.

Jenis penelitian ini adalah analisis deskriptif dan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, surat menyurat dan wawancara kepada 157 alumni BLK dan 7 pengusaha yang menjalin kerjasama dengan BLK. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa:

1. Dari 157 responden, persentase mendapat pekerjaan pada 3 bulan pertama 28 (17,8%), jangka waktu 4-6 bulan 34 (21,7%), jangka waktu 7-12 bulan 46 (29,3%), dan lebih dari 1 tahun 49 (31,2%).

2. Dari 157 responden, persentase mendapat pekerjaan sesuai dengan bidang yang diambil selama pelatihan 112 (71,3%), mendapat pekerjaan tidak sesuai dengan bidang yang diambil selama pelatihan 45 (28,7%).

3. Kelayakan gaji di sini diasumsikan sebesar UMP. Dari 157 responden persentase mendapat gaji di bawah UMP 67 (42,7%), mendapat gaji UMP 62 (39,5%), gaji di atas UMP 28 (17,8%).

(9)

viii ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF JOB TRAINING CENTRE IN STAFFING A case study: The student of Yogyakarta Job Training Centre,

Kyai Mojo Street, No. 5 2003-2005 Asti Vitaningrum Sanata Dharma University

Yogyakarta 2008

The aims of this research are to know: (1) the time for the graduate to get the first job, (2) the compatibility of training program with graduate’s job, (3) the elegibility of the sallary earned by the graduates, (4) the entepreneur’s view or assesment towards the competence of the graduates of Job Training Centre.

The kind of this research is a descriptive analysis. The techniques collecting the data are documentation, correspondence and interview. There were 157 graduates and 7 entrepreneurs who become a partner of Job Training Centre interviewed. The technique of data analysis was a qualitative descriptive analysis. The results of data analysis are:

1. From 157 of respondents, the percentage of getting the job in the first three months is 28 (17,8%), the duration of 4-6 months is 34 (21,7%), the duration of 7-12 months is 46 (29,3%), and more than 1 year is 49 (31,2%). 2. From 157 of respondents, the percentage of getting the job which is

compatibility with the field that taken during the training is 112 (71,3%), getting the job that did not conform with the field have been taken during the training is 45 (28,7%).

3. This elegibility of the sallary was asumed as big as the Province Minimum Wage. From 157 of responders, the percentage to get the sallary under the Province Minimum Wage is 67 (42,7%), getting the Province Minimum Wage’s sallary is 62 (39,5%), the sallary above the Province Minimum Wage is 28 (17,8%).

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang senantiasa memberikan rahmat, hidayah dan petunjuk sehingga atas

karunia-Nya pula penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata

Dharma.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan tenaga yang diberikan

oleh beberapa pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata

Dharma.

2. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan

Sosial Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku pembimbing I yang telah dengan

sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si., selaku pembimbing II yang telah dengan

sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Y.M. Vianey Mudayen, S.Pd., yang telah membantu dan memberikan

dorongan dalam penulisan skripsi.

7. Bapak Drs. Haryoto, selaku Kepala Balai Latihan Kerja Yogyakarta yang

telah memberikan ijin penelitian.

8. Segenap dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

9. Masyarakat Yogyakarta yang telah bersedia membantu dalam pengumpulan

data.

10. Bapak, Ibu, kakak, dan adik yang telah memberikan dorongan dan doa sampai

(11)

x

11. Teman-teman penulis, Meyta Diah Sukmawati, Widyaningsih, Eka Yulianti,

C. Yuyun K. dan Alexius Indro Bawono atas bantuan dan dorongannya.

12. Teman-teman Pendidikan Ekonomi Angkatan 2003.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin,

namun penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan ada saran dan kritik yang bersifat membangun

dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang

memerlukannya.

Yogyakarta, September 2008

(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D.Tujuan Penelitian... 6

E. Manfaat Penelitian... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia... 7

B. Masalah Ketenagakerjaan di DIY ... 11

C. Teori Human Capital... 13

D. Peran Balai Latihan Kerja Dalam Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan ... 19

E. Penelitian Yang Relevan ... 21

F. Kerangka Pemikiran ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN... 26

(13)

xii

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 27

D. Subjek, dan Objek Penelitian ... 29

E. Variabel Penelitian ... 30

F. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 30

G. Teknik Analisis Data... 32

BAB IV. TEMUAN LAPANGAN... 34

A. Gambaran Umum Balai Latihan Kerja Yogyakarta... 34

B. Visi, Misi, dan Tujuan Balai Latihan Kerja Yogyakarta ... 36

C. Tugas, dan Fungsi Balai Latihan Kerja Yogyakarta ... 37

D. Struktur Organisasi Balai Latihan Kerja Yogyakarta ... 40

E. Sumber Daya Manusia Balai Latihan Kerja Yogyakarta... 41

F. Program Pelatihan ... 41

G. Sistem Pelatihan dan Syarat Peserta Pelatihan... 43

H. Jenis-Jenis Kejuruan ... 44

I. Fasilitas Umum dan Pendukung ... 47

J. Kegiatan Kerjasama ... 47

K. Diskripsi Responden ... 48

BAB V. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Analisis Data ... 51

B. Pembahasan... 55

BAB. VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Daftar Gambar

Gambar II.1. Alur Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui

Balai Latihan Kerja ... 23

Gambar IV.1. Bagan Struktur Organisasi BLK Yogyakarta ... 40

Daftar Tabel

Tabel II.1. Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka ... 7

Tabel II.2. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tinggi Tahun

2007 ... 8

Tabel II.3. Status Pekerja Formal dan Informal ... 10

Tabel II.4. Jumlah Penduduk dan Tingkat Pengangguran Terbuka di

DIY ... 11

Tabel II.5. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan

Tertinggi Yang Ditamatkannya di Propinsi DIY Tahun 2004 12

Tabel IV.1. Jumlah Pegawai BLK Yogyakarta ... 41

Tabel IV.2. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

Tabel IV.3. Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 49

Tabel IV.4. Jumlah Responden Berdasarkan Kejuruan Yang Mereka

Ambil Selama Pelatihan ... 50

Tabel V.1. Waktu Yang Dibutuhkan Lulusan Untuk Mendapatkan

Pekerjaan ... 51

Tabel V.2. Kesesuaian Pelatihan Dengan Bidang Kerja Yang

Didapatkan ... 52

Tabel V.3. Gaji Yang Didapatkan Lulusan BLK... 53

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. PedomanWawancara ... 77

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian ... 78

Lampiran 3. Daftar Responden ... 80

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi yang tinggi pada dasarnya didukung oleh adanya

Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Untuk bisa membangun suatu negara

dibutuhkan manusia-manusia yang berkualitas yang mampu mengolah dan

memanfaatkan sumber daya yang ada sehingga dapat lebih memajukan

keadaan negara tersebut. Dalam rangka memerangi kemiskinan dengan

upaya-upaya seperti meningkatkan kesempatan kerja, memenuhi kebutuhan dan

mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan serta meningkatkan

produktivitas kelompok miskin, pada dasarnya pengembangan sumber daya

manusia merupakan cara utama untuk mencapai tujuan-tujuan di atas (World

Bank, 1980:46). Dalam hal itu maka pendidikan harus menjadi komponen

yang penting, dengan kata lain peningkatan dalam bidang pendidikan dapat

mengentaskan penduduk dari kemiskinan langsung ataupun tidak langsung

yaitu melalui perbaikan pendapatan, kesejahteraan, nutrisi dan pengurangan

rata-rata jumlah anggota keluarga, yang kesemuanya sebagai buah keuntungan

dari investasi di bidang pendidikan (Psacharopoulos 1985:228)

Pendidikan

memegang

peranan

yang penting dalam meningkatkan mutu

sumber daya manusia dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berbagai

upaya dari pemerintah sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan mutu

sumber daya manusia di Indonesia, seperti membangun sarana-sarana

(17)

pendidikan, lembaga-lembaga pelatihan dan ketrampilan, dan mengeluarkan

berbagai macam kebijakan. Salah satunya ialah kebijakan untuk mengatasi

masalah kelompok tenaga terdidik yang belum/sulit mendapatkan lapangan

kerja karena kurang serasinya ketrampilan yang dimiliki dan kebutuhan pasar

kerja pada waktu tertentu (Repelita III, 1979:286), dengan usaha tersebut

diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang tangguh, berbudi luhur,

cakap, dan terampil. Dengan adanya pendidikan dan berbagai latihan kerja,

adalah salah satu cara untuk meningkatkan ketrampilan seseorang yang pada

akhirnya akan mengarah pada peningkatan produktivitas kerja. Jadi tujuan dari

peningkatan sumber daya manusia ini adalah merubah sumber daya manusia

yang potensial yang banyak terdapat di Indonesia menjadi tenaga kerja yang

produktif.

Di DIY angka pengangguran terbuka pada tahun 2004 mencapai angka

113. 560 jiwa atau sebesar 4,49%. Dari angkatan kerja sebanyak 1, 815 juta

jiwa tersebut sebanyak 50,82% merupakan angkatan kerja dengan tingkat

pendidikan sekolah dasar ke bawah. yang memiliki tingkat keterampilan yang

rendah. Sebagian besar dari angkatan kerja tersebut merupakan pekerja anak

yang mengalami putus sekolah sebagai akibat dari kurangnya kemampuan

orang tua mereka untuk membayar biaya sekolah. Anak-anak putus sekolah di

usia dini menyebabkan timbulnya pekerja anak dan sisanya menjadi

penganguran usia muda yang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan

cukup untuk bersaing di bursa tenaga kerja apalagi untuk mendapatkan

(18)

Banyaknya anak lulus sekolah umum juga turut ambil bagian dalam

menciptakan pengangguran-pengangguran baru. Dari lulusan sekolah

menengah tingkat atas sebanyak 20% berasal dari lulusan sekolah umum dan

hanya 8% saja yang berasal dari sekolah kejuruan. Para lulusan sekolah umum

ini tentu tidak memiliki bekal keterampilan untuk memasuki pasar kerja,

karena kita tahu bahwa sekolah umum tidak mempersiapkan para lulusannya

untuk bekerja, melainkan untuk masuk ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi

lagi. Akan tetapi dari banyaknya lulusan sekolah umum hanya sebagian saja

yang kemudian melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi lagi, sedangkan

sisanya tidak melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi karena terbentur pada

biaya pendidikan yang relatif mahal.

Sebagai bentuk dari realisasi kebijakan untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia di Indonesia yaitu dengan menyelenggarakan suatu

lembaga, seperti BLK (Balai Latihan Kerja), yang berfungsi untuk

memperbaiki kemampuan dan mutu tenaga kerja, yang dilakukan dengan cara

peningkatan keterampilan. Dengan adanya BLK, diharapkan para tenaga kerja

yang dihasilkan nantinya dapat mempunyai bekal yang cukup untuk

memasuki pasar kerja dan tepat sasaran, dalam artian memperoleh pekerjaan

sesuai tingkat pendidikan dan bidang yang mereka kuasai, yang pada akhirnya

dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia. Selain itu

BLK berupaya untuk mempertemukan antara pengusaha sebagai penerima

(19)

diharapkan masyarakat pencari kerja akan lebih kompetitif yaitu memiliki

keterampilan yang tinggi yang dibutuhkan oleh para penerima pekerja

Pada kenyataannya BLK di Indonesia baik yang dikelola oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah sebagian besar berada dalam kondisi yang

memprihatinkan, dari 152 BLK hanya 11 BLK yang memadai sedang sisanya

141 BLK berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Selain itu terdapat

beberapa faktor yang mengakibatkan BLK tidak berjalan secara optimal

terutama terkait dengan sumber daya manusia dan pengawasan program BLK.

Hal ini berakibat pada kemampuan BLK untuk melaksanakan pelatihan

berbasis kompetensi menjadi terbatas, padahal kualitas dan produktivitas

tenaga kerja sangat ditentukan oleh kompetensi tenaga kerja. Selain itu

pengelolaan untuk pelatihan dan produktivitas melalui kebijakan Otoda yang

diharapkan dapat mendayagunakan dan mengoptimalkan BLK sehingga

berfungsi sebagai pelatihan kerja dan peningkatan produktivitas yang cukup

memadai di daerah, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Karena pada

kenyataannya banyak lembaga-lembaga pelatihan tersebut tidak berfungsi

sebagaimana mestinya, dan hanya sebatas melihat jumlah aset yang dimiliki

saja tanpa melihat kepentingan yang mendasar.

Belum adanya standar kompetensi kerja nasional di berbagai bidang

profesi untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kerja

berbasis kompetensi mengakibatkan penyusunan dan penerapan kurikulum

berbasis kompetensi masih menemui banyak kendala. Di samping itu tidak

(20)

penyusunan standar kompetensi kerja nasional di berbagai sektor. Sebagai

akibat dari belum adanya standar kompetensi kerja nasional di berbagai

bidang profesi untuk mendukung penyelenggaraaan pendidikan dan pelatihan

kerja berbasis kompetensi mengakibatkan kemampuan lulusan BLK masih

belum diakui oleh banyak pihak, bahkan di luar negeri lulusan BLK kalah

bersaing dengan tenaga kerja luar negeri. Hal ini berakibat pada rendahnya

minat tenaga kerja muda untuk menjadi peserta pelatihan di BLK, karena

mereka beranggapan bahwa lulus dari BLK belum tentu akan menjamin

mereka untuk memperoleh pekerjaan. Berdasarkan latar belakang di atas,

peneliti tertarik dan ingin meneliti seberapa besar efektivitas BLK dalam

penempatan tenaga kerja.

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis hanya akan membahas dan menganalisis

seberapa efektif BLK dalam penempatan tenaga kerja.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah para lulusan BLK langsung mendapatkan pekerjaan pada 3(tiga)

bulan pertama?

2. Apakah pekerjaan yang didapatkan para lulusan BLK sesuai dengan

bidang yang mereka ambil selama mengikuti pelatihan?

3.

Apakah lulusan BLK mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan tingkat

(21)

4.

Bagaimana pandangan atau penilaian para pengusaha terhadap kompetensi

yang dimiliki para tenaga kerja lulusan BLK?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui para lulusan BLK langsung mendapatkan pekerjaan

pada 3 (tiga) bulan pertama atau tidak.

2. Untuk mengetahui pekerjaan yang didapatkan para lulusan BLK sesuai

dengan bidang yang mereka ambil selama mengikuti pelatihan atau tidak.

3.

Untuk mengetahui para lulusan BLK mendapatkan gaji yang layak sesuai

dengan tingkat pendidikan yang mereka miliki atau tidak.

4.

Untuk mengetahui pandangan atau penilaian para pengusaha terhadap

kompetensi yang dimiliki para lulusan BLK.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi BLK Tempat Penelitian

Agar BLK dapat mengetahui efektivitas program pelatihan yang ada

dalam penempatan tenaga kerja.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bacaan dan

dapat menambah pengetahuan mengenai Balai Latihan Kerja.

3. Bagi Penulis

Agar dapat menambah pengetahuan tentang Balai Latihan Kerja

(22)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia

Data menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia berkembang

sangat pesat. Mulai tahun 2002 angkatan kerja di Indonesia telah mencapai

lebih dari 100 juta jiwa, dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2007 jumlah angkatan kerja mencapai 108,13 juta jiwa, dari

jumlah tersebut penduduk yang bekerja hanya berjumlah 96,66 juta jiwa. Ini

berarti terdapat pengangguran sebanyak 11,47 juta jiwa.

Tabel II.1

Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka

Tahun Jumlah

Angkatan Kerja (juta) Jumlah Orang Yang Bekerja (juta) Pengangguran Terbuka (juta) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 95,65 98,81 100,78 100,32 103,97 105,80 106,28 108,13 89,84 90,81 91,65 90,78 93,72 94,95 95,18 96,66 5,81 8,00 9,13 9,53 10,25 10,85 11,10 11,47 Sumber: Sakernas. BPS, 2007

Pengangguran terjadi karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih

kecil dari jumlah pencari kerja. Selain itu juga karena kompetensi/kemampuan

yang dimiliki para pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja.

Pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya Pemutusan Hubungan

(23)

bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif,

peraturan yang menghambat investasi serta adanya hambatan dalam proses

ekspor impor.

Dari tabel II.2 dapat kita lihat bahwa berdasarkan tingkat pendidikan,

angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 108,3 juta jiwa, dan

sebagian dari jumlah tersebut sebanyak 101,48 hanya lulusan SMU ke bawah,

bahkan 52,4% diantaranya atau sebanyak 56,70 juta jiwa hanya merupakan

lulusan SD ke bawah.

Tabel II.2

Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tinggi Tahun 2007

Struktur Angkatan Kerja Struktur Pekerja Pengangguran Terbuka No Tingkat

Pendidikan

Juta % Juta % Juta %

1. 2. 3. 4. 5. >SD SLTP SMU Diploma/ Akademi Universitas 56,70 22,43 22,35 2,76 3,89 52,4% 20,7% 20,7% 2,6% 3,6% 53,28 19,79 18,60 2,43 3,48 54,6% 20,3% 19,1% 2,5% 3,6% 3,42 2,64 3,75 0,33 0,41 32,4% 25% 35,5% 3,1% 3,9% Jumlah 108,13 100% 97,58 100% 10,55 100% Sumber: Sakernas. BPS, 2007

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1998, cukup banyak

berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat memperoleh penghasilan di

masa sekarang maupun di masa depan, terutama kaum miskin karena

hambatan dalam pendidikan. Dampak dari krisis ekonomi tersebut adalah

banyak keluarga miskin yang cenderung menarik anak-anaknya dari sekolah

karena problem pendapatan sehingga mereka tidak mampu lagi membayar

uang sekolah/biaya sekolah yang lain. Anak-anak pada usia kerja dihadapkan

(24)

dan menghasilkan uang. Sehingga banyak anak-anak yang berhenti sekolah

bahkan sebelum mereka menyelesaikan pendidikan sesuai dengan program

wajib belajar 9 tahun.

Rata-rata jumlah anak putus sekolah dasar pada kelas 1-3 sekitar 200.000

sampai 300.000 orang setiap tahun. Jumlah anak putus sekolah ini termasuk

pada kelompok penduduk buta aksara yang banyaknya sekitar 17,7 juta jiwa

(Fasli Jalal, 2001). Dengan tingkat pendidikan yang rendah ini sudah dapat

dipastikan bahwa mereka tidak memiliki keterampilan dan kemampuan yang

memadai untuk memasuki pasar kerja, kalaupun mereka bekerja mereka hanya

akan bekerja seadanya saja sehingga tingkat produktivitas merekapun rendah

Hal ini berarti bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.

Pengangguran tidak hanya terjadi pada tenaga kerja dengan tingkat

pendidikan rendah tetapi juga pada tenaga kerja dengan tingkat pendidikan

tinggi. Dapat kita lihat bahwa pengangguran dengan tingkat pendidikan tinggi

mencapai 7% atau sebanyak 0,74 juta jiwa. Implikasi dari pengangguran

terdidik tidak sesederhana dibandingkan dengan dampak dari pengangguran

yang tidak terdidik. Pengangguran terdidik memiliki ekspektasi, aspirasi yang

relatif lebih tinggi. Implikasinya pengangguran terdidik ini selain dapat

menimbulkan dampak ekonomi seperti tidak digunakannya sumber daya

secara optimal, juga memiliki dampak politik dan keamanan. Sebagai akibat

dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 banyak tenaga kerja yang

mengalami PHK, terutama para tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang

(25)

karena tidak mempunyai keterampilan yang memadai untuk memasuki sektor

informal.

Masalah lain yang juga dihadapi adalah sedikitnya kesempatan kerja

formal, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dapat kita lihat pada tabel II.3

jumlah pekerja formal hanya mengalami kenaikan sebesar 0,5 juta jiwa dari

tahun 2002 yang sebesar 29,2 juta jiwa menjadi 29,7 juta jiwa pada tahun

2007. Sementara jumlah pekerja di sektor informal terus meningkat dari 62,4

juta jiwa pada tahun 2002 menjadi 67,9 juta jiwa pada tahun 2007. Ini berarti

bahwa lebih dari separuh angkatan kerja di Indonesia bekerja di sektor

informal, padahal sektor ini umumnya tidak cukup menjanjikan kesejahteraan

yang cukup. Hal ini menunjukkan bahwa kita telah mengalami penurunan

kualitas lapangan pekerjaan dari tahun ke tahun.

Tabel II.3

Status Pekerja Formal dan Informal

No. Status Pekerjaan Tahun 2002

(juta, orang) Tahun 2007 (juta, orang) 1. 2. Pekerja Formal a. Buruh/karyawan

b. Berusaha dibantu buruh tetap Pekerja Informal

a. Berusaha sendiri

b. Berusaha dibantu anggota keluarga / buruh tidak tetap

c. Pekerja bebas pertanian d. Pekerja bebas non pertanian e. Pekerja tak dibayar

29,2 26,2 3,0 62,4 19,1 18,0 4,2 3,3 17,9 29,7 26,9 2,8 67,9 18,7 20,8 6,3 4,3 17,8

Total Pekerja 91,6 97,6

(26)

B. Masalah Ketenagakerjaan di DIY

Berdasarkan data di BPS, jumlah penduduk di DIY terus bertambah dari

tahun ke tahun. Dari tabel II.4 dapat kita lihat pada tahun 2005 jumlah

penduduk di DIY mencapai 3.281.800 juta jiwa, dengan angkatan kerja

mencapai 1.851.209 juta jiwa. Dari angkatan kerja tersebut sebanyak

1.757.702 juta jiwa merupakan penduduk yang bekerja sedangkan sisanya

atau sebesar 93.507 merupakan penganggur terbuka. Tingkat pengangguran

terbuka di DIY tidak mengalami penaikan yang signifikan dari tahun ke tahun,

seperti kita lihat pada tahun 2003 jumlah penganggur terbuka mengalami

penurunan dari 128.634 juta jiwa menjadi 98.559 juta jiwa, dan kembali

mengalami penaikan yang cukup besar menjadi 113.560 juta jiwa di tahun

2004.

Tabel II.4

Jumlah Penduduk dan Tingkat Pengangguran Terbuka di DIY

Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Angkatan Kerja Jumlah Orang Yang Bekerja Pengangguran Terbuka

2001 3.327.954 1.699.175 1.645.799 53.376 2002 3.360.345 1.739.164 1.610.530 128.634 2003 3.207.385 1.756.662 1.658.103 98.559 2004 3.220.808 1.815.362 1.701.802 113.560 2005 3.281.800 1.851.209 1.757.702 93.507 Sumber: Sakernas, BPS Propinsi DIY

Dari tabel II.5 dapat kita amati bahwa angkatan kerja di DIY sebesar

44,02% didominasi oleh tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah

yaitu SD ke bawah. Sebagian dari mereka merupakan pekerja anak yang

termasuk dalam anak-anak putus sekolah, dan meskipun mereka mampu

(27)

tersebut lepas dari lingkaran kemiskinan, sebab pendapatan yang mereka

peroleh tidak akan cukup untuk mencapai kehidupan yang layak karena

terbatasnya pengetahuan dan kemampuan mereka.

Tabel II.5

Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertingi Yang Ditamatkannya di Propinsi DIY

Tahun 2004

Jenis Kelamin No. Pendidikan

Tertinggi yang Ditamatkan

Laki-Laki Perempuan

Jumlah %

1. Tidak/Belum Sekolah

93.165 244.302 337.467 13,37

2. Tidak Tamat SD 129.645 134.893 264.532 10,48

3. SD 248.552 260.409 508.961 20,17

4. SLTP 249.299 223.711 473.01 18,74

5. SLTA 274.066 234.290 508.356 20,14

6. SMK 126.316 86.64 212.956 8,44

7. DI-DII 12.504 20.336 32.87 1,30

8. Akademi/DIII 28.339 26.080 54.419 2,16

9. DIV/SI/DiplomaIV 66.816 56.011 122.827 4,87

10. S2/S3/Master 6.689 1.723 8.412 0,33

Jumlah 1.235.391 1.288.425 2.523.816 100,00

Sumber : Susenas, BPS Propinsi DIY

Selain itu jumlah angkatan kerja di DIY juga banyak didominasi oleh para

lulusan sekolah menegah atas yaitu sebanyak 20,14% dari sekolah umum dan

8,44% merupakan lulusan sekolah kejuruan, sedang sisanya hanya sebagian

kecil saja yang merupakan lulusan dari tingkat yang lebih tinggi. Para lulusan

sekolah ini tentunya menjadi tenaga kerja yang kurang terampil dan tidak

(28)

C. Teori Human Capital

Teori Human Capital dikembangkan pertama kali oleh Theodore W.

Schultz pada awal tahun 60-an. (Sutrisno R, 1992) Teori ini memandang

setiap usaha yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk meningkatkan

kapasitas produktifnya dianggap sebagai usaha investasi dalam diri manusia.

Alasannya adalah bahwa usaha tersebut membutuhkan biaya baik langsung

maupun tidak langsung, dan setelah selesai akan menghasilkan manfaat yang

sifatnya ekonomis maupun nonekonomis di masa mendatang.

1. Pengertian Human Capital

Pembentukan modal manusia adalah proses memperoleh dan

meningkatkan jumlah orang yang mempunyai keahlian, pendidikan, dan

pengalaman yang menentukan bagi pembangunan ekonomi dan politik

suatu negara. Pembentukan modal manusia karenanya dihubungkan pada

investasi pada manusia dan pengembangannya sebagai suatu sumber

kreatif dan produktif. Menurut Schultz terdapat lima pengembangan

sumber daya manusia yakni: (a)Fasilitas dan pelayanan kesehatan, pada

umumnya diartikan mencakup semua pengeluaran yang mempengaruhi

harapan hidup, kekuatan dan stamina, tenaga serta vitalitas rakyat;

(b)Latihan jabatan, termasuk magang model yang diorganisasikan oleh

perusahaan; (c)Pendidikan yang diorganisasikan secara formal pada

tingkat dasar, menengah dan tinggi; (d)Program studi bagi orang dewasa

yang tidak diorganisasikan oleh perusahan, termasuk program extension

(29)

menyesuaikan diri dengan kesempatan kerja yang selalu berubah.

(Jinghan, 2004:414).

Dalam pengertian luas, investasi human capital berarti pengeluaran

di bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sosial pada umumnya; dan

dalam pengertian sempit; investasi human capital berarti berarti

pengeluaran di bidang pendidikan dan latihan (Jinghan, 2004:414).

Investasi human capital memiliki sejumlah pengaruh antara lain perbaikan

kualitas pekerjaan dan perbaikan fungsi institusi-institusi. Karena itu,

investasi pendidikan pada umumnya dihubungkan dengan efisiensi pasar

(Evenson, 1993:273).

2. Pentingnya Modal Manusia

Dalam proses pertumbuhan ekonomi, orang lebih menekankan

pada akumulasi modal fisik, namun sekarang makin disadari bahwa

pertumbuhan persediaan modal nyata sampai batas-batas tertentu

tergantung pada pembentukan modal manusia, yaitu “proses peningkatan

pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan seluruh rakyat suatu negara“.

Para ekonom berpendapat, langkanya investasi pada modal manusia

merupakan penyebab lambannya pertumbuhan negara terbelakang. Tanpa

mengembangkan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan dan

menaikkan tingkat ketrampilan dan efisiensi fisik rakyat, maka

produktivitas modal fisik akan merosot.

Modal fisik menjadi lebih produktif jika negara mempunyai modal

(30)

dengan tingkat modal fisik merupakan penyebab rendahnya daya serap

(absorbsi) modal fisik, oleh karena itu kebutuhan investasi pada modal

manusia menjadi amat penting. Prof. Ajit Dasgupta mengatakan “teori

investasi optimum berkenaan dengan alokasi sumber daya dari waktu ke

waktu: sumber yang dialokasikan pada pendidikan membantu

meningkatkan kapasitas produktif sehingga menaikkan output dan

konsumsi di masa datang, karena itu pilihan yang berkaitan dengan

pendidikan atau jenis prasarana sosial lainnya merupakan bagian dari teori

investasi.” (Jinghan, 2004:417).

3. Pembentukan Modal Manusia

Komponen utama dari human capital ialah tubuh pengetahuan

(body of knowledge) penduduk dan kapasitas penduduk untuk

menggunakan body of knowledge tersebut secara efektif. Investasi human

capital termasuk meliputi pengerahan sumber daya untuk pendidikan (baik

formal maupun nonformal, pelatihan dan perluasan jasa-jasa) dan

kesehatan (meningkatkan kekuatan, stamina, vitalitas dan usia panjang)

dari angkatan tenaga kerja.

a. Pendidikan

Human capital yang dibentuk melalui pendidikan formal (dasar,

menengah dan tinggi) maupun nonformal (pelatihan dan magang)

dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan. Tanpa

(31)

menaikkan tingkat ketrampilan dan efisiensi fisik rakyat maka

produktivitas modal kapital akan merosot.

Perluasan kesempatan pendidikan dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi melalui:

1) Terciptanya angkatan kerja yang lebih produktif karena bekal

pengetahuan dan ketrampilan yang lebih baik.

2) Tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas.

3) Terciptanya suatu kelompok pemimpin yang terdidik untuk

mengisi berbagai lowongan.

4) Tersedianya berbagai program pendidikan dan pelatihan, mulai

dari yang bertujuan untuk memberantas buta huruf, memberi

ketrampilan dasar, dan membina sikap-sikap modern.

b. Kesehatan dan Gizi

Peningkatan kesehatan dan gizi merupakan bagian dari investasi

human capital karena kesehatan dan gizi memberikan sumbangan yang

tinggi bagi produktivitas buruh, juga kualitas hidup buruh dan warga

negara umumnya. Oleh karena itu peningkatan kesehatan suatu

masyarakat memegang peran penting dalam upaya meningkatkan

produktivitas, pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.

4. Problem Pembentukan Modal Manusia

Problem utama pembentukan modal di negara terbelakang adalah:

(32)

b. Pengangguran yang meningkat di sektor perekonomian modern dan

meluasnya pengangguran pada pertanian tradisional

c. Langkanya tenaga manusia dengan ketrampilan dan pengetahuan kritis

yang diperlukan bagi pembangunan nasional yang efektif

d. Organisasi dan lembaga yang tidak memadai dan terbelakang untuk

memobilisasi usaha manusia

e. Kurangnya rangsangan bagi orang untuk melibatkan diri pada kegiatan

tertentu yang amat penting bagi pembangunan nasional

5. Kriteria Investasi Pada Modal Manusia

Salah satu problem yang paling menggelitik adalah masalah

perkiraan produktivitas investasi di bidang pembentukan modal manusia,

khususnya pendidikan. Para ahli ekonomi menyarankan kriteria berikut:

a. Kriteria Tingkat Pengembalian

Asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat

meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap

tambahan satu tahun sekolah di satu pihak meningkatkan kemampuan

kerja dan tingkat penghasilan seseorang, akan tetapi di pihak lain

menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun sekolah. Selain

itu seseorang yang melanjutkan sekolah harus membayar biaya secara

langsung seperti uang sekolah, pembelian buku-buku dan alat-alat

sekolah, tambahan uang transport dan lain-lain.

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan memutuskan

(33)

sekarang dari arus penghasilan seumur hidup apabila ia melanjutkan

sekolah dikurangi biaya selama sekolah lebih besar dari nilai sekarang

dari arus penghasilan seumur hidup bila ia tidak melanjutkan sekolah.

Biaya sekolah yang dikeluarkan secara langsung dinamakan biaya

langsung, sedangkan penghasilan yang dikorbankan untuk melanjutkan

sekolah dinamakan opportunity cost atau biaya tidak langsung dari

melanjutkan sekolah.

b. Kriteria Sumbangan Pendidikan Pada Pendapatan Nasional Bruto

Menurut kriteria ini, investasi di bidang pendidikan ditentukan oleh

sumbangannya dalam menaikkan pendapatan nasional bruto atau

pembentukan modal fisik dalam satu periode. Investasi di bidang

pendidikan menyumbang 3,5 kali lebih banyak pada kenaikan

pendapatan nasional bruto daripada investasi di bidang modal fisik.

Perkiraan ini mengukur dampak investasi pendidikan pada

perekonomian yang didasarkan pada biaya alternatif pendidikan yaitu

pendapatan yang hilang selama di sekolah, akademi dan universitas

dan biaya yang dikeluarkan pada pendidikan formal setelah

memperhitungkan biaya penyusutan

c. Kriteria Faktor Residual

Solow, Kendrick, Denison, Jorgenson, dan Griliches, Kuznets, dan

ahli ekonomi lainnya telah mencoba ” mengukur seberapa besar

proporsi kenaikan Produk Nasional Bruto, dalam satu periode, dapat

(34)

seberapa proporsi kenaikan Pendapatan Nasional Bruto dapat dianggap

berasal dari faktor lain, yang seringkali dikelompokkan sebagai

“residual”. Yang terpenting dari faktor residual ini adalah pendidikan,

penelitian, latihan, skala ekonomi dan faktor lain yang mempengaruhi

produktivitas manusia.” (Jinghan, 2004:423).

D. Peran Balai Latihan Kerja Dalam Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan Kenyataan menunjukkan bahwa selama ini banyak lulusan pendidikan

yang tidak tertampung di dalam dunia kerja, dan jumlahnya terus bertambah

dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena adanya kesenjangan antara jenis

pengetahuan akademik maupun keahlian/keterampilan yang dimiliki lulusan

pendidikan dengan kemampuan kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Oleh

karena itu untuk menciptakan sumber daya manusia yang sesuai dengan

permintan pasar maka pemerintah berusaha memberikan pelatihan-pelatihan

keterampilan melalui departemen-departemen, seperti Departemen Tenaga

Kerja, Pertanian, Perindustrian dan Perdagangan, dan beberapa Departemen

lain.

BLK berperan dalam menyelenggarakan suatu pendidikan dan pelatihan

bagi para calon tenaga kerja sehingga nantinya dapat menciptakan tenaga

kerja yang berkualitas dan berkompetensi tinggi yang sesuai dengan

kebutuhan pengguna tenaga kerja baik di dalam maupun luar negeri atau yang

memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dan berusaha secara

(35)

penawaran dan permintaan tenaga kerja sehingga tidak terjadi kesenjangan

antara permintaan dan penawaran.

Berdasarkan Kepmenaker No. Kep. 88/MEN/1997, tanggal 20 Mei 1997

dan Kepmenaker No. Kep. 4546/M/SJ/1997, tanggal 16 Oktober 1997 fungsi

dan sasaran yang ingin dicapai dengan adanya BLK adalah sebagai berikut.

a. Menyusun rencana dan program, pendayagunaan fasilitas dan kerja sama

pelatihan.

b. Pelaksana pelatihan, penyelenggaraan uji keterampilan dan sertifikasi.

c. Pemasaran program, fasilitas, produksi, jasa dan hasil pelatihan sera

pelayanan informasi pelatihan.

d. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga

e. Memberikan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja

dalam berbagai kejuruan melalui pelatihan institusional. Pemagangan dan

pelatihan produksi baik dengan dukungan dana APBN maupun swadana.

Sasaran yang akan dicapai BLK adalah sebagai berikut.

a. Para lulusan lebih mudah mendapatkan pekerjaan baik dalam jabatan

hubungan kerja maupun madiri, bukan hanya untuk daerah setempat tetapi

juga daerah lain dan luar negeri

b. Meningkatkan kegiatan unit swadana

Selain itu tujuan dari BLK adalah untuk memberikan keterampilan dan

keahlian pada peserta pelatihan di berbagai kejuruan supaya dapat mengisi

lowongan kerja sesuai kebutuhan pasar kerja ataupun peserta mampu

(36)

E. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian oleh Raharjo

Penelitian yang relevan denagn karya tulis ini berjudul

“PENGARUH PELATIHAN KETERAMPILAN DAN SIKAP MANDIRI

TERHADAP MINAT BEKERJA LEPAS SISWA BALAI LATIHAN

KERJA INDUSTRI SURAKARTA. Karya tulis tersebut ditulis oleh

Raharjo dari Universitas Muhamadiyah Surakarta, tahun penelitian 2006.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang

signifikan antara pelatihan keterampilan dan sikap mandiri terhadap minat

bekerja lepas siswa Balai Latihan Kerja Industri Surakarta.

Penelitian ini merupakan diskriptif kuantitatif. Teknik

pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner. Sampel menggunakan

40 responden atau 5% dari jumlah populasi yang berjumlah 800 orang.

Tekniknya menggunakan Quota Proporsional Random Sampling. Analisis

datanya menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, uji regresi linier

berganda dan uji t serta uji F.

Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat

pengaruh yang signifikan antara pelatihan keterampilan dan sikap mandiri

terhadap minat bekerja lepas siswa Balai Latihan Kerja Industri Surakarta,

dan telah terbukti dan dapat diterima secara empiris.

2. Penelitian oleh Sudirman

Penelitian yang relevan dengan karya tulis ini berjudul “DAMPAK

(37)

LULUSAN PELATIHAN”. Studi Kasus : Proses dan Pengaruh Pelatihan

Teknis Pertamanan di Balai Latihan Kerja Khusus Pertanian Lembang.

Karya tulis tersebut disusun oleh Sudirman dari Universitas Pendidikan

Indonesia, tahun penelitian 2006.

Penelitian tersebut difokuskan pada dampak dari hasil pelatihan

teknis pertamanan terhadap lulusan dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor serta peningkatan pendapatan. Selain itu juga untuk

mengidentifikasi pengetahun dan ketrampilan para lulusan yang

dibandingkan dengan sebelum pelatihan, serta penerapan dan pemanfaatan

hasil pelatihan dalam kehidupan.

Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi pasif, observasi

partisipatif, wawancara dengan lulusan teknik pertamanan, serta

dokumentasi dari lulusan pelatihan di luar responden dan karyawan dinas

setempat.. Sampel yang diambil ada dua yaitu subyek sebagai sumber

informasi atau sampel yang diambil secara purposive dari lulusan

pelatihan lain diluar sampel.

Dari hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan, bahwa dampak

pelatihan teknik pertamanan ternyata efektif dalam merubah perilaku dan

mampu meningkatkan pendapatan lulusannya. Hal ini terlihat dari perilaku

mereka di kehidupan sehari-hari seperti adanya dorongan yang kuat untuk

berbuat sesuai pengetahuan yang ditunjukkan dengan kesediaan dan

(38)

serta disiplin dalam bekerja. Selain itu dari 20 orang yang dilatih

semuanya dinyatakan lulus dan sudah bekerja pada instansi pengirimannya

masing-masing.

F. Kerangka Pemikiran

Gambar II.1

Alur Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Balai Latihan Kerja

melalui

sehingga

Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini berarti bahwa tiap-tiap orang

berhak untuk bekerja dan mendapatkan pekerjaan yang nantinya akan

membuat hidup mereka manjadi lebih baik. Sebagai negara berkembang Balai Latihan Kerja

• Terbatas sarana dan prasarana

• Tidak adanya sertifikasi Efektivitas BLK

dipertanyakan

• Pelaksanaan pelatihan terhambat

• Lulusan BLK belum diakui banyak perusahaan Indonesia

adalah negara berkembang

• SDM rendah • Tenaga kerja

kurang terampil

Pendidikan dan latihan

(39)

Indonesia belum mampu menyediakan lapangan kerja bagi para angkatan

kerja, hal ini terlihat dari masih banyaknya jumlah pengangguran. Angkatan

kerja di Indonesia sebagian besar terdiri dari tenaga kerja dengan tingkat

pendidikan yang rendah dan hanya sebagian kecil saja yang memiliki tingkat

pendidikan yang tinggi. Sebagian besar dari mereka merupakan pekerja anak

yang mengalami putus sekolah dan para lulusan sekolah menengah atas.

Dengan tingkat pendidikan yang rendah tentu saja mereka tidak memiliki

keterampilan dan kemampuan yang memadai untuk bersaing di bursa tenaga

kerja bahkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

Balai Latihan Kerja merupakan lembaga pelatihan yang didirikan sebagai

bagian dari upaya pemerintah untuk melatih para pencari kerja agar memiliki

keterampilan yang memadai. Tujuan dari BLK adalah memberikan

keterampilan dan keahlian pada peserta pelatihan dari berbagai kejuruan

supaya dapat mengisi lowongan kerja sesuai kebutuhan pasar kerja ataupun

peserta mampu menciptakan lapangan kerja secara mandiri.

Pada kenyataannya BLK masih belum dapat menjalankan tugas dan

fungsinya dengan baik karena keterbatasan sarana, prasarana, dan sumber

daya manusia, sehingga kemampuan BLK untuk melaksanakan pelatihan

berbasis komptensi menjadi terbatas. Tidak adanya standar sertifikasi

pelatihan-pelatihan profesi sebagai akibat dari belum adanya standar

kompetensi kerja nasional di berbagai bidang profesi untuk mendukung

penyelenggaraaan pendidikan dan pelatihan kerja berbasis kompetensi

(40)

Oleh karena itu penulis bermaksud meneliti seberapa efektif BLK dalam

penempatan tenaga kerja, dilihat dari waktu yang dibutuhkan para lulusan

untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus dari BLK, kesesuaian pekerjaan

dengan bidang yang mereka ambil selama mengikuti pelatihan, kesesuaian

gaji yang didapatkan dengan tingkat pendidikan dan keterampilan mereka, dan

pandangan para pengusaha terhadap kompetensi yang dimiliki para lulusan

(41)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan studi kasus.

Teknik analisis deskriptif adalah teknik analisis data yang terbatas pada usaha

mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga

hanya bersifat sekedar mengungkapkan fakta atau suatu penelitian yang

bertujuan untuk melukiskan atau memanfaatkan peristiwa dari objek

penelitian dengan tidak menambah atau mengurangi hasil penelitian.

Penelitian ini mengambil suatu tempat tertentu yang telah ditentukan

sebelumnya sebagai subjek penelitian dan hasil yang diperoleh hanya berlaku

pada subjek yang diteliti, sehingga tidak bisa digeneralisasikan pada kasus lain

di luar kasus tersebut.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di BLK Yogyakarta Jalan

Kyai Mojo No.5 Yogyakarta, karena merupakan BLK tingkat propinsi dan

para peserta pelatihannya berasal dari seluruh daerah di Yogyakarta.

(42)

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang

memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah lulusan BLK Yogyakarta angkatan

tahun 2003-2005, dan perusahaan-perusahaan yang menjalin kerjasama

dengan BLK Yogyakarta.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut.

a. Lulusan BLK

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar 10% dari

jumlah lulusan BLK pada tiap-tiap angkatan. Sampel diambil 10%

dengan beberapa pertimbangan yaitu kemampuan peneliti dilihat dari

segi waktu, tenaga serta dana. Selain itu sampel tersebut bersifat

homogen karena sifat-sifat atau ciri-ciri yang dikandung dalam subjek

penelitian dalam populasi adalah sama (Arikunto, 1989:107).

Untuk lulusan BLK terdapat 157 populasi yang terdiri dari 3 angkatan

yaitu:

1) Angkatan tahun 2003 sebanyak 351 orang

2) Angkatan tahun 2004 sebanyak 353 orang

(43)

Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 10% dari jumlah

lulusan di tiap-tiap angkatan.

b. Perusahaan yang menjalin kerjasama dengan BLK

Perusahaan yang menjalin kerjasama dengan BLK terdapat 23

populasi. Di sini peneliti menggunakan data perusahaan yang

bekerjasama dengan BLK dari tahun 2006 – 2008 karena tidak

tersedianya data perusahaan yang bekerjasama dngan BLK dari tahun

2003 – 2005. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar

20% dari jumlah perusahaan yang ada. Sampel diambil 20% dengan

beberapa pertimbangan yaitu kemampuan peneliti dilihat dari segi

waktu, tenaga serta dana.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitin ini teknik sampling yang dipergunakan adalah

Simple Random Sampling. Simple Random Sampling merupakan teknik

pengambilan sampel yang diperoleh secara acak tanpa memperhatikan

strata, anggota populasi diagram homogen. Teknik ini dipergunakan untuk

menentukan sampel lulusan BLK dan menentukan sampel

(44)

Adapun cara penentuan sampelnya adalah:

a. Untuk lulusan BLK

1) Tahun 2003 = 10% x 351 orang = 35,1 => 35 orang

2) Tahun 2004 = 10% x 353 orang = 35 => 35 orang

3) Tahun 2005 = 10% x 866 orang = 87 => 87 orang +

Jadi jumlah sampel = 157 orang alumni

b. Untuk Perusahaan yang menjalin kerjasama dengan BLK Yogyakarta

20% x 23 Perusahaan = 4,6 => 5 perusahaan

D. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pemberi atau sumber informasi yang

berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Subjek penelitiannya

adalah lulusan BLK Yogyakarta angkatan tahun 2003-2005, serta

perusahaan-perusahaan yang menjalin kerjasama dengan BLK

Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Objek penelitiannya adalah efektivitas BLK dalam penempatan

tenaga kerja, dilihat dari segi waktu perolehan pekerjaan, kesesuaian

pekerjaan dengan pelatihan yang diikuti, kelayakan gaji yang diterima, dan

(45)

E. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek

pengamatan/faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang

diteliti. Adapun variabel yang diteliti adalah:

1. Waktu yang dibutuhkan para lulusan untuk mendapatkan pekerjaan setelah

lulus dari BLK.

2. Kesesuaian pekerjaan dengan bidang yang mereka ambil selama mengikuti

pelatihan.

3. Kesesuaian gaji yang didapatkan dengan tingkat pendidikan dan

keterampilan mereka.

4. Pandangan para pengusaha terhadap kompetensi yang dimiliki para

lulusan BLK.

F. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber data

a. Data Primer

Data primer adalah data-data atau keterangan yang diperoleh dari

subyek penelitian, diperoleh dengan cara wawancara secara langsung

kepada responden. Data yang dicari yaitu waktu yang dibutuhkan para

lulusan BLK untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus, kesesuaian

pekerjaan yang didapatkan dengan program pelatihan yang mereka

(46)

bekerja, dan ketertarikan pengusaha terhadap kompetensi/kemampuan

yang dimiliki para lulusan BLK.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur-literatur dan

sumber-sumber tertulis yang relevan, kemudian diolah sesuai dengan

keperluan. Data yang dicari yaitu data profil orang-orang yang pernah

mengikuti pelatihan di BLK serta nama-nama perusahaan yang

menjalin kerjasama denagn BLK Yogyakarta.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara

langsung kepada subyek yang di teliti. Wawancara dilakukan kepada

para alumni dari BLK dan para pengusaha. Data yang dicari dari para

alumni BLK adalah data mengenai waktu yang dibutuhkan para

lulusan BLK untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus, kesuaian

pekerjaan dengan program pelatihan yang mereka ambil, dan

kelayakan gaji yang diterima para lulusan BLK sewaktu bekerja. Dari

pengusaha akan dicari data tentang penilaian atau pandangan para

pengusaha terhadap para lulusan BLK.

b. Surat Menyurat

Surat menyurat adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

(47)

ini dilakukan untuk melengkapi data yang tidak bisa didapatkan

melalui wawancara.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memperoleh data dari sumber data atau dari BLK itu sendiri.

Contohnya adalah data mengenai profil orang-orang yang pernah

mengikuti pelatihan di BLK serta nama-nama perusahaan yang

menjalin kerjasama dengan BLK Yogyakarta.

G. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis deskriptif kualitatif

yaitu teknik analisis data dengan memberikan gambaran secara terperinci

terhadap gejala-gejala subjek penelitian dan memberikan penafsiran. Teknik

analisis data melalui alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi

data, penyajian data dan penarikan ksimpulan (Miles dan Huberman, 1992).

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus

menerus selama penelitian berlangsung sampai laporan akhir tersusun.

Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi

selanjutnya seperti membuat ringkasan, mengkode dan menulis memo

(48)

merupakan bagian dari analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan sedemikian rupa sehingga kesimpulan final dapat ditarik dan

diverifikasi untuk keperluan penelitian.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Dengan melihat

penyajian data yang terkumpul, maka peneliti dapat memahami apa yang

terjadi dan menganalisisnya. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk

teks naratif, hal tersebut ditujukan agar peneliti tidak kesulitan dalam

penguasaan informasi baik secara keseluruhan maupun terpisah-pisah dari

data yang telah terkumpul.

3. Kesimpulan

Data terkumpul kemudian diambil kesimpulan yang terus menerus

selama penelitian berlangsung guna menjamin keabsahan dan objektivitas

data sehingga kesimpulan akhir bisa dipertanggungjawabkan. Menarik

kesimpulan dengan melihat kembali pada reduksi data maupun penyajian

data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari data yang

(49)

34 BAB IV

HASIL TEMUAN LAPANGAN

A. Gambaran Umum Balai Latihan Kerja Yogyakarta 1. Data Identitas Balai Latihan Kerja Yogyakarta

a. Nama Instansi : UPTD BALAI LATIHAN KERJA

YOGYAKARTA

b. Alamat : Jln. Kyai Mojo No. 5 Yogjakarta 55231

c. Status Instansi : Lembaga Pemerintah, dibawah Depnakertrans DIY

d. No. Telepon : (0274) 512619

e. No. Faximil : (0274) 512619

f. Website : http://www.nakertrans.pemda-diy.go.id

2. Sejarah Berdirinya Balai Latihan Kerja Yogyakarta

Balai Latihan Kerja Yogyakarta didirikan pada tahun 1948 sebagai

bagian dari upaya pemerintah untuk melatih para pencari kerja, mantan

pejuang (veteran) dan pegawai dari instansi lain agar memiliki

keterampilan yang memadai. Program pelatihan yang dilaksanakan BLK

sampai dengan dekade 1960-an dititikberatkan pada bidang industri

terutama untuk jenis ketrampilan bangunan, radio, dan listrik. Oleh

karena jumlah kelompok sasaran yang akan dilatih masih relatif sedikit,

memungkinkan program pelatihan dilaksanakan secara intensif yaitu

(50)

Perkembangan BLK Yogyakarta pada periode 1970-an ditandai

dengan penambahan jenis keterampilan seperti Otomotif, Teknologi

Mekanik, Tata Niaga, dan Aneka Kerajinan Tangan. Program pelatihan

yang dilaksanakan BLK pada periode 1970-an relatif kurang intensif (480

jam latihan). Hal tersebut disebabkan oleh jumlah kelompok sasaran yang

mengikuti pelatihan lebih banyak, sehingga untuk memenuhi azas

pemerataan, maka aspek kuantitas lebih diutamakan dari aspek

kualitasnya. Pada periode 1970-an pula dikembangkan unit pelatihan

keliling atau Mobile Training Unit (MTU) untuk menjangkau kelompok

sasaran yang jauh dan terpencil di daerah pedesaan.

Pada awal tahun 1990-an BLK Yogyakarta memasuki era baru yang

ditandai dengan perubahan orientasi dari pola pelatihan yang didasarkan

pada orientasi “supply driven” menjadi “demand driven”. Disamping itu

BLK Yogyakarta didirikan untuk menyelenggarakan pelatihan dengan

jenis kejuruan tertentu saja dengan tingkat keterampilan yang lebih tinggi

kompetensinya, sebagaimana halnya pelatihan kejuruan pariwisata dan

perhotelan yang pada saat itu dijadikan primadona/unggulan untuk

memenuhi kebutuhan tenaga kerja bagi hotel-hotel yang ada pada saat itu

banyak berdiri di Jogjakarta.

Bergulirnya waktu sampai dengan memasuki Era Otonomi Dearah

maka berdasarkan Perda Nomor 7 tahun 2002 BLK Jogjakarta diresmikan

menjadi lembaga yang berfungsi sebagai Unit Pelaksana Teknis pada

(51)

Yogyakarta yang bertugas melaksanakan pelatihan institusional

pemagangan sesuai dengan SK Gubernur No. 53 / 2004.

3. Dasar Hukum Balai Latihan Kerja Yogyakarta

a. Undang-Undang RI No. 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan

b. Perda Prop. DIY No. 5/2001 Tentang: Pembentukan dan Organisasi

Dinas Daerah di Lingkungan Pem. Prop. DIY

c. Perda Prop. DIY No. 7/2002 Tentang: Pembentukan dan Organisasi

Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Daerah di Lingkungan Pem.

Prop. DIY

d. Keputusan Gubernur DIY No.162/2002 Tentang: Uraian Tugas dan

Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas di Lingkungan Disnakertrans

Prop. DIY

B. Visi, Misi. dan Tujuan Balai Latihan Kerja Yogyakarta 1. Visi Balai Latihan Kerja Yogyakarta

Visi Balai Latihan Kerja Yogyakarta adalah: ”Menciptakan tenaga

kerja yang terampil, ahli, produktif dan kompetitif yang mampu

memasuki pasar kerja nasional dan internasional.”

2. Misi Balai Latihan Kerja Yogyakarta

a. Meningkatkan kualitas aparatur melalui peningkatan pendidikan dan

(52)

b. Meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan

di berbagai jenis keterampilan dan keahlian dengan memanfaatkan

sarana dan prasarana yang tersedia.

c. Meningkatkan relevansi dan efisiensi program pelatihan sesuai

kebutuhan yang dinamis

3. Tujuan Balai Latihan Kerja Yogyakarta

Tujuan BLK Yogyakarta adalah memberikan keterampilan dan

keahlian pada peserta pelatihan di berbagai kejuruan supaya dapat mengisi

lowongan kerja sesuai kebutuhan pasar kerja ataupun peserta mampu

menciptakan lapangan kerja secara mandiri.

C. Tugas, dan Fungsi Balai Latihan Kerja Yogyakarta 1. Tugas Balai Latihan Kerja Yogyakarta

a. Menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja tingkat ahli

b. Menyelenggarakan pelatihan di bidang tertentu sesuai job order dari

pengguna tenaga kerja

c. Menyelenggarakan pelatihan institusional dan perekayasaan

perkembangan teknologi

d. Menyelenggarakan kerjasama pelatihan

e. Mendayagunakan fasilitas pelatihan

(53)

2. Fungsi Balai Latihan Kerja Yogyakarta

Berdasarkan Kepmenaker No. Kep. 88/MEN/1997, tanggal 20 Mei

1997 dan Kepmenaker No. Kep. 4546/M/SJ/1997, tanggal 16 Oktober

1997 fungsi dan sasaran yang ingin dicapai dengan adanya BLK adalah

sebagai berikut.

a. Menyusun rencana dan program, pendayagunaan fasilitas dan kerja

sama pelatihan.

b. Pelaksana pelatihan, penyelenggaraan uji keterampilan dan sertifikasi.

c. Pemasaran program, fasilitas, produksi, jasa dan hasil pelatihan sera

pelayanan informasi pelatihan.

d. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga

e. Memberikan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap

kerja dalam berbagai kejuruan melalui pelatihan institusional.

Pemagangan dan pelatihan produksi baik dengan dukungan dana

APBN maupun swadana.

Sasaran yang akan dicapai BLK adalah sebagai berikut.

a. Para lulusan lebih mudah mendapatkan pekerjaan baik dalam jabatan

hubungan kerja maupun mandiri, bukan hanya untuk daerah setempat

tetapi juga daerah lain dan luar negeri

b. Meningkatkan kegiatan unit swadana.

Di samping sebagai institusi penyelenggara latihan kerja BLK

(54)

a. Sebagai percontohan (Centre of Exelent) bagi lembaga latihan lain

(terutama bagi lembaga latihan swasta) baik dari segi program

latihan, metode latihan maupun perlatan yang digunakan untuk

latihan.

b. Sebagai unit produksi dari beberapa kejuruan yang menghasilkan

barang dan jasa kebutuhan lokal meskipun dalam jumlah terbatas.

c. Sebagai BLK tipe tingkat provinsi, BLK Yogyakarta bisa melatih

lulusan dari BLK kabupaten kota dan merupakan BLK yang

mempunyai paling banyak instruktur daripada BLK Kabupaten kota.

d. Sebagai Pembina (koordinasi) dari BLK Kabupaten kota.

(55)

D. Struktur Organisasi Balai Latihan Kerja Yogyakarta

Bagan struktur organisasi BLK Yogyakarta berdasarkan Perda. DIY No.

7/2002 adalah sebagai berikut.

Gambar IV.1

Bagan Struktur Organisasi BLK Yogyakarta

KEPALA

DRS. HARYOTO NIP. 160034915

KASI LATIHAN KERJA Djamil Ismail, ST

NIP. 160020714

KA. SUBBAG TU Amirul Musthofa, SH.

NIP. 160029893 KELOMPOK

JABATAN FUNGSIONAL

KASI PEMASARAN Drs. Bambang Effendi

(56)

E. Sumber Daya Manusia Balai Latihan Kerja Yogyakarta Tabel IV.1

Jumlah pegawai BLK Yogyakarta

S2 S1 D III D II SLTA SLTP SD Jumlah

Struktural - 4 - - - 4

Staff - 8 2 - 21 5 3 39

Instruktur 3 30 11 3 11 - - 58

Jumlah 3 42 13 3 32 5 3 101

F. Program Pelatihan

1. Program Pelatihan Institusional

Program pelatihan institusional bertujuan untuk melatih para pencari

kerja dan pekerja dalam berbagai kejuruan yang terdapat di BLK

Jogjakarta. Program pelatihan institusional dilaksanakan di dalam

kampus/area BLK Yogyakarta. Pada program pelatihan institusional

peserta mendapatkan keterampilan tunggal (single skill) untuk mengisi

lowongan jabatan pekerjaan yang ada di masyarakat. Kualifikasi

keterampilan dibagi dalam tiga tingkatan yaitu dasar, menengah, dan atas.

Kandungan materi yang disajikan mencangkup 70 % praktik dan 30 %

teori dengan lama latihan yang bervariasi yaitu 480 jam – 1000 jam.

Peserta pelatihan diwajibkan melakukan On the Job Training (OJT) di

dunia usaha atau dunia industri selama sekurang-kurangnya 25 % dari

(57)

2. Program Pelatihan Non Institusional (MTU=Mobil Training Unit) Program pelatihan MTU bertujuan untuk peningkatan keterampilan

kerja bagi para angkatan kerja yang belum memenuhi prasyarat jabatan

agar dapat bekerja lebih produktif. Program pelatihan MTU dilaksanakan

di luar kampus/area BLK Yogyakarta yaitu latihan keliling di pedesaan

dan pinggiran kota untuk menjangkau peserta yang jauh dari kampus/area

BLK Yogyakarta.

3. Program Pemagangan

Program pemagangan bertujuan untuk melatih pencari kerja dalam

beberapa bidang keterampilan (multi skill) di lingkungan kerja nyata pada

perusahaan. Lama program magang maksimum 3 (tiga) tahun.

Tahun pertama, peserta memperoleh materi dasar dan teori di BLK

selama 4 (empat) bulan. Setelah itu, selama 7 (tujuh) bulan peserta

bekerja di perusahaan, dan kembali ke BLK selama 1 (satu) bulan untuk

diuji keterampilan lokal.

Tahun kedua, peserta mendapatkan materi lanjutan di BLK selama 3

(tiga) bulan. Dilanjutkan dengan 8 (delapan) bulan bekerja di perusahaan

dan kembali ke BLK selama 1 (satu) bulan untuk persiapan dan diuji

keterampilan nasional tingkat 3 (tiga).

Tahun ketiga, peserta mendapatkan materi lanjutan atas di BLK

selama 2 (dua) bulan. Kemudian dilanjutkan bekerja di perusahaan selama

9 (sembilan) bulan dan kembali lagi ke BLK untuk persiapan dan uji

(58)

4. Program Pelatihan Pesanan (Tailor Made Training)

Program pelatihan pesanan bertujuan untuk melatih pekerja atau

kelompok sasaran tertentu dalam berbagai kejuruan sesuai dengan

kebutuhan yang diminta oleh perusahaan dan atau instansi tertentu untuk

meningkatkan keterampilan pekerjanya. Kualifikasi keterampilan yang

dihasilkan disesuaikan dengan permintaan dari pihak pemesan. Demikian

pula materi pelatihan disesuaikan dengan kualifikasi keterampilan yang

hendak dihasilkan.

G. Sistem Pelatihan dan Syarat Peserta Pelatihan 1. Sistem Pelatihan

Kegiatan pelatihan diselenggarakan mengacu pada Pola Standar

Latihan Kerja dengan sistem Jam Latihan (JL). Jumlah jam latihan yang

diberikan sesuai dengan Surat Perjanjian. Setelah berhasil menyelesaikan

studi dan dinyatakan lulus dalam evaluasi akhir maka kepada peserta akan

diberikan Sertifikat BLK Yogyakarta.

2. Syarat Peserta

Adapun syarat peserta yang mau mengikuti pelatihan di BLK

Yogyakarta adalah sebagai berikut.

a. Pelatihan Tingkat Dasar dan Pelatihan Non Berjenjang, bebas

persyaratan.

b. Pelatihan Tingkat Menengah

(59)

2) Lulusan SMK (sesuai kejuruan)

3) Mempunyai sertifikat pelatihan tingkat dasar (160 JL) atau

mempunyai pengalaman kerja minimal 6 bulan

c. Pelatihan Tingkat Atas:

1) Pendidikan serendah-rendahnya SLTP

2) Mempunyai sertifikat pelatihan tingkat menengah (480 JL) atau

mempunyai pengalaman kerja minimal 1 tahun

H. Jenis-Jenis Kejuruan 1. Kejuruan Otomotif

Adapun jenis – jenis pelatihan yang diselenggarakan oleh kejuruan

otomotif adalah sebagai berikut.

a. Motor Bakar Tingkat Dasar e. Sepeda Motor Spesial

b. Motor Bakar Tingkat Menengah f. Mobil Bensin

c. Motor Bakar Tingkat Atas g. Mobil Diesel

d. Sepeda Motor h. Ketok Duco/Body Repair

2. Kejuruan Teknologi Mekanik

Adapun jenis – jenis pelatihan yang diselenggarakan oleh kejuruan

teknologi mekanik adalah sebagai berikut.

a. Mesin Logam Tingkat Dasar f. Las Listrik Tingkat Atas

b. Mesin Logam Tingkat Menengah g. Las Karbit

c.

Gambar

Tabel II.1
Tabel II.2
Tabel II.3
Tabel II.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suatu foto udara diambil dari ketinggian 6000 ft di atas permukaan rata-rata dengan fokus kamera 6 in (152.4 mm) dan format ukuran 9 in (23 cm).. INTERPRETASI FOTO UDARA.  Definisi

Semasa pemain daripada pasukan lawan yang dibenarkan berada dalam kawasan itu membuat hantaran percuma, bola tidak boleh dibaling melebihi kawasan gelanggang

Contoh: Amir dan Usamah telah mempraktikkan ilmu yang dipelajari di politeknik untuk menghasilkan projek mesin 2 dalam 1 bagi membajak tanah pertanian untuk

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Salah satu asas penting yang wajib diperhatikan adalah bahwa hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut

2. Pendingin diperlukan untuk meredam suhu dan membersihkan kotoran selama proses penggerindaan pada saat putaran roda gerinda yang sangat tinggi memerlukan langkah

Ketidakbermaknaan korelasi tingkat gejala adiksi internet dengan aktivitas yang dilakukan jika tidak tersedia dana, dapat dijelaskan karena sebagian besar

Menutup kegiatan pembelajaran dengan berdo’a bersama V Alat/Bahan/Sumber Belajar:.. A Kerja logam,