• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Padi merupakan makanan pokok yang masih sukar untuk diganti dengan bahan lain di Indonesia. Laju kenaikan produksi padi di Indonesia yang mengesankan terjadi pada periode 1967-1984. Pada periode 1969-1984, kenaikan produksi menanjak dengan laju 5,3% per tahun. Setelah itu (1984-2000) laju kenaikan produksi hanya 1,9% per tahun (Fagi et al., 2002). Penurunan laju kenaikan produksi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Penurunan luas lahan sawah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi padi. Hasil penelitian Sumaryanto (1995) terhadap lahan sawah di Jawa menunjukkan bahwa konversi lahan sawah di Jawa Barat dalam kurun waktu 1987-1991 mencapai 7.407 ha pertahun, dan di Jawa Tengah dalam kurun waktu 1989-1993 telah terjadi konversi sawah ke non pertanian sebesar 8.638 hektar per tahun. Selain disebabkan oleh penyusustan luas lahan sawah, penurunan laju produksi padi juga dipengaruhi oleh adanya kemarau panjang (El Nino) pada tahun 1987, 1991, 1994, dan 1997 dan karena dampak samping El Nino yang berupa gangguan hama dan penyakit (Fagi et al., 2002).

Salah satu hama utama tanaman padi yang menjadi kendala produksi padi adalah wereng batang coklat (WBC). WBC merupakan hama laten yang selalu ada setiap tahun, karena selalu ada tanaman padi di lapangan sebagai akibat tanam padi yang tidak serempak seperti yang terjadi di daerah segitiga produksi padi Klaten-Boyolali-Sukoharjo. Ledakan hama WBC di Indonesia terus berlangsung dari tahun ke tahun dan puncak serangan terjadi pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing mencapai 137.768 ha dan 218.060 ha (Baehaki dan Mejaya, 2014). Disamping WBC, wereng punggung putih (WPP), Sogatella furcifera Horvarth. juga menjadi masalah di beberapa daerah sentra produksi padi yang seringkali menyerang bersama-sama dalam satu pertanaman padi (Baehaki dan Mejaya, 2014). Dilaporkan bahwa WPP menyerang pertanaman padi seluas 528 ha pada tahun 1980, dan meningkat menjadi 1.166,5 ha pada tahun 1981 yang tersebar di tujuh provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah (Baehaki dan Widiarta, 2009). Baehaki (2008a) melaporkan bahwa selama kurun waktu 1998-2007 cenderung mengalami peningkatan populasi WPP di lapangan.

(2)

Akibat adanya perubahan iklim dewasa ini juga serangan hama tanaman padi diikuti oleh serangan virus tanaman padi yang ditularkannya, sehingga kerusakan yang ditimbulkan meningkat. Virus penyebab penyakit padi yang pada mulanya bukan merupakan virus penting menjadi penyakit penting, atau bahkan beberapa diantaranya merupakan virus yang baru muncul di suatu daerah/negara. Diantara virus pada padi, Rice Ragged Stunt Virus (RRSV) dan Rice Grassy Stunt

Virus (RGSV) akhir-akhir ini menjadi masalah di beberapa negara, seperti China,

Vietnam, Filipina, Indonesia, dan Thailan (Cabauatan et al. 2009; Du et al. 2007; Chiengwattana 2010; Rattanakarn and Pattawun 2010). Kedua virus tersebut ditularkan oleh WBC, Nilaparvata lugens. Di Cina dan Vietnam bahkan telah muncul penyakit baru Southern Rice Black-Streaked Dwarf Virus (SRBSDV) yang ditularkan oleh WPP (Heong and Choi, 2009). Virus SRBSDV telah menyerang sejak 2001 yang menyebar secara cepat dari Cina bagian selatan sampai Vietnam bagian utara dan menjadi patogen penting pada tanaman padi. Pada tahun 2009, virus ini telah menyerang 300.000 ha dan 15.000 ha pertanaman padi masing-masing di Cina dan Vietnam. Virus secara alami ditularkan oleh WPP dan dapat menginfeksi juga pada tanaman jagung (Zhou et al., 2010).

Di Indonesia, serangan virus padi yang ditularkan oleh WBC juga selalu ditemukan dari tahun 2005 sampai tahun 2010 dengan luas serangan fluktuatif (Ditlin, 2010). Secara umum, gejala yang nampak oleh adanya serangan virus yang mengikuti adanya serangan hama wereng pada beberapa tahun ini adalah pertanaman menjadi kerdil dan menguning. Cabunagan and Choi (2010) melaporkan bahwa penakit kerdil kuning tanaman padi di Sukamandi-Subang merupakan kompleks penyakit virus RRSV dan RGSV, sedangkan yang ditemukan di Klaten merupakan kompleks penyakit RRSV, RGSV, RTSV dan RTBV. Dari laporan ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di beberapa daerah endemis dan lebih detail tentang penyakit yang terjadi sebagai akibat adanya kompleks virus. Selain virus padi yang ditularkan WBC, perlu diwaspadai adanya potensi penularan virus padi yang dibawa oleh WPP di Indonesia, mengingat serangan WPP yang juga cukup tinggi di beberapa daerah sentra produksi padi.

Upaya pengendalian penyakit virus yang ditularkan WBC selama ini dilakukan terutama ditujukan pada pengendalian vektornya dengan insektisida. Padahal, pengendalian penyakit RRSV di daerah eksplosif penyakit dengan insektisida hanya berhasil jika dilakukan pada saat populasi WBC sangat rendah. Jika dilakukan pada saat ambang ekonomi atau saat ada gejala penyakit virus

(3)

tersebut, pengendalian tidak akan berhasil (Baehaki dan Kartohardjono, 2005). Bahkan pada beberapa kasus menunjukkan bahwa penggunaan insektisida dapat menimbulkan masalah baru. Matsumura dan Morimura (2010) melaporkan bahwa sejak tahun 2005, khusus ketahanan WBC terhadap imidakloprid berkembang di Asia Timur dan Indochina, sedangkan ketahanan WPP terhadap fipronil berkembang luas di antara Asia Timur dan Asia Tenggara. Di Vietnam Selatan (di Mekong Delta) terjadinya ledakan dua macam penyakit virus yang ditularkan WBC (RRSV dan RGSV) sejak tahun 2005 merupakan dampak dari penggunaan besar-besaran insektisida untuk mengendalikan WBC. Hasil studi selanjutnya diketahui bahwa LD50 populasi WBC di Vietnam Selatan menjadi lebih tinggi dibandingkan

lokasi lainnya terutama untuk BPMC, imidakloprid, dan fipronil (Matsumura et al. 2008). Di Indonesia, dilaporkan bahwa WBC di Jawa Tengah telah menjadi resisten terhadap insektisida berbahan aktif imidakloprid (Untung dan Trisyono, 2010). Adanya resistensi serangga terhadap insektisida diduga juga menjadi penyebab meningkatnya tingkat penularan penyakit yang dibawa serangga tersebut. Beberapa kasus pada serangga vektor penyakit manusia menunjukkan bahwa serangga yang tahan insektisida dapat meningkat kapasitasnya sebagai vektor penular penyakit yang ditunjukkan dengan meningkatnya penularan penyakit (Rivero et al. 2010). Namun demikian sampai saat ini belum ada informasi interaksi antara ketahanan serangga vektor terhadap insektisida dengan tingkat penularan penyakit virus pada tanaman.

Pada kasus penularan beberapa penyakit virus tanaman, ditemukan interaksi spesifik beberapa virus dalam serangga vektor. Sebagai contoh pada penyakit tungro padi yang disebabkan oleh komplek virus Rice tungro spherical

virus (RTSV) dan Rice tungro bacilliform virus (RTBV). RTBV hanya bisa ditularkan

atau dibawa oleh vektor wereng hijau (Nephotettix virescens) apabila wereng telah membawa RTSV (Cabauatan and Hibino, 1985). Padi varietas tahan wereng hijau, didominasi oleh infeksi RTBV sendiri, ketika ditulari dengan vektor viruliverus RTBV dan RTSV (Daquioag et al. 1984). Tetapi dalam kasus penyakit RRSV dan RGSV, kaitan dua macam virus tersebut dalam penularan oleh WBC apakah terjadi antagonisme atau sinergisme masih diperlukan banyak penelitian.

Pengendalian terhadap penyakit virus tanaman sulit dilakukan karena kompleksnya bioekologi dan penularan virus tanaman (Bos, 1990). Cara yang banyak dilakukan adalah melalui tindakan preventif seperti penggunaan tanaman bebas virus, menghindari terjadinya kontaminasi virus, menghindari sumber infeksi,

(4)

penggunaan tanaman resisten dan pengendalian terhadap vektornya (Bos, 1990). Berkaitan dengan biologi inang, ada tumbuhan yang lebih peka terhadap infeksi virus pada saat muda, tetapi ada yang sebaliknya. Perkembangan pertumbuhan inang kadangkala dikaitkan dengan perkembangan epidemi penyakit (Rivai, 2010). Umur sumber inokulum juga berpengaruh terhadap afektivitas penularan oleh vektor. Du et al. (2005) menyebutkan bahwa uji penularan yang melibatkan gejala yang muncul dari ratoon/singgang, recovery virus dari tanaman yang terinfeksi dan penularan ke bibit sehat perlu dilakukan untuk memahami epidemiologi penyakit kerdil kuning (yellowing syndrome) tanaman padi dan asosiasi antara virus teridentifikasi dengan penyakit dalam rangka untuk mencegah kemungkinan terjadinya outbreak penyakit tersebut.

Penyebaran penyakit virus RRSV dan RGSV dapat diminimalisir dengan pengendalian terhadap vektornya secara kimiawi menggunakan insektisida, dan sanitasi lahan segera setelah panen untuk menurunkan sumber inokulum. Tanaman padi merupakan sumber inokulum penyakit virus yang ditularkan WBC. Namun demikian, beberapa jenis gulma terbukti merupakan inang alternatif bagi WBC dan virus yang ditularkannya. Gupta (1984 dalam Pane dan Jatmiko, 2009) memberikan contoh beberapa spesies gulma yang menjadi tumbuhan inang WBC dan kerdil rumput ialah Cyperus iria L. (dekeng), Digitaria adcendens Henr. (jalamparang),

Echinochloa crusgalli (L.) Beauv. (jajagoan), Eleusine indica (L.) Gaertn. (lulangan),

dan Leersia hexandra Sw. (benta). Namun demikian Informasi tentang seberapa besar peranan gulma sebagai sumber inokulum bagi penyakit virus yang ditularkan WBC masih sangat terbatas.

Selain dilakukan sanitasi lahan terhadap keberadaan sumber inokulum, alternatif pengendalian lain adalah penggunaan varietas tahan (Nuque et al. 1982). Tetapi sampai saat ini informasi tentang varietas tahan terhadap penyakit RRSV dan RGSV di Indonesia masih sangat sedikit. Informasi varietas ataupun plasmanutfah padi tahan virus tersebut sangat diperlukan selain untuk pengendalian penyakit secara langsung, juga sebagai bahan tetua dalam perakitan varietas tahan. Beberapa varietas padi yang pernah dilaporkan bereaksi tahan terhadap virus kerdil rumput dan kerdil hampa adalah varietas lokal Sikembiri Putih dan Siansirnun (Satomi, 1972 dalam Muhsin dan Widiarta, 2009). Spesias padi liar, Oryza nivara dilaporkan tahan terhadap virus kerdil rumput yang dapat digunakan sebagai tetua tahan dalam pemuliaan untuk perakitan varietas (Khush and Ling, 1974). Namun demikian, beberapa varietas yang tidak menunjukkan gejala setelah diinfeksi virus

(5)

dapat juga menjadi sumber inokulum yang efektif, seperti yang terjadi pada varietas Memberamo yang menunjukkan gejala ringan ketika diinfeksi virus tungro tetapi hasil uji serologi menunjukkan adanya titer virus yang relatif tinggi yang kemudian digolongkan sebagai varietas yang toleran (Suswanto, 2005). Infeksi virus pada tanaman toleran menyebabkan terjadinya multiplikasi dan penyebaran virus secara sistemik, tetapi tanaman mampu menekan kerusakan akibat infeksi virus sehingga gejala yang muncul akan terlihat ringan atau bahkan tidak bergejala (Matthews, 1992). Varietas yang bersifat toleran tersebut di lapangan akan menjadi sumber inokulum yang potensial, hal ini perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pengendalian penyakit virus. Informasi tentang ketahanan varietas dan potensinya sebagai sumber inokulum sangat diperlukan.

2. Permasalahan

Seiring dengan adanya perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global dewasa ini, perkembangan WBC pada tanaman padi ternyata diikuti oleh adanya serangan virus yang ditularkannya. Karena perubahan lingkungan tersebut, virus penyebab penyakit padi yang pada mulanya bukan merupakan virus penting dapat menyebabkan penyakit penting, atau bahkan beberapa diantaranya merupakan virus yang baru muncul di suatu daerah/negara. Namun demikian sampai saat ini di Indonesia belum ada laporan secara pasti tentang macam virus yang menyerang pertanaman padi tersebut, apakah merupakan virus yang sudah ada sejak dulu dengan karakter biologi yang tetap, ataukah sudah mengalami perubahan karakter biologinya, atau bahkan ada virus baru yang sebelumnya belum pernah dilaporkan menyerang pertanaman padi di Indonesia.

Analisis spasial dan temporal penyakit virus dapat digunakan untuk menguji hipotesis dinamika sebaran virus, termasuk berhubungan dengan pentingnya inokulum primer dan mekanisme keterlibatannya dalam penyebaran patogen (Moreno et al. 2007). Ling (1972) menyatakan bahwa secara umum distribusi penyakit tanaman di lapangan adalah kunci dari penyakit tersebut. Pola penyebaran penyakit temporal berhubungan dengan perubahan insiden penyakit menurut waktu. Jumlah penyakit dan kecepatan menyebar terjadi selama masa hidup tanaman penting dalam menentukan kerugian yang disebabkan. Selain itu, data tersebut diperlukan dalam mengevaluasi efektivitas ketahanan tanaman inang dan pendekatan untuk mengendalikan (Thresh and Fargette. 2003). Di Indonesia, belum ada informasi tentang sebaran spasial dan temporal penyakit virus ‘kerdil kuning’

(6)

pada tanaman padi yang diperlukan untuk mempelajari dinamika sebaran virus tersebut.

Serangan virus pada tanaman padi dapat terjadi oleh satu macam virus ataupun oleh lebih dari satu virus secara bersama-sama. Karakteristik penularan virus secara individual ataupun multi virus tentu akan berbeda. Jika dalam kenyataannya ditemukan lebih dari satu macam virus, maka diperlukan pengkajian tingkat efektivitas penularannya.

Sebagai akibat banyaknya penggunaan insektisida dalam pengendalian wereng maupun hama lainnya yang dilakukan secara terus menerus, maka muncul populasi yang resisten terhadap insektisida dan menambah masalah baru. Adanya resistensi ini tentu berkontribusi dalam meningkatnya populasi wereng. Terkait dengan penyebaran virusnya, belum ada penelitian yang mengkaji efektivitas WBC resisten pestisida sebagai penular virus.

Sementara itu berkaitan dengan tanaman inang, sampai saat ini di Indonesia belum ada laporan tentang efektivitas berbagai stadia tanaman padi sebagai sumber inokulum virus. Selain itu, belum diketahui varietas padi yang tahan terhadap virus penyebab penyakit kerdil kuning yang ditularkan WBC, karena selama ini skrining ketahanan varietas padi hanya ditujukan untuk ketahanan terhadap WBC, bukan terhadap virus. Berkaitan dengan varietas padi, sampai saat ini juga belum ada informasi tentang peranan varietas sebagai sumber inokulum. Varietas tahan WBC maupun tahan virus dapat menjadi sumber inokulum virus yang efektif ditularkan oleh WBC. Berkaitan dengan inang, adanya inang alternatif di lapangan akan menyebabkan keberadaan virus yang terus menerus ada. Untuk itu kajian tentang inang alternatif bagi virus dan tingkat efektivitasnya sebagai sumber inokulum sangat diperlukan.

3. Tujuan Penelitian

Kegiatan penelitian yang dilakukan ini adalah untuk menjawab permasalahan yang ditemukan di atas, yaitu:

1) Mengetahui virus penyebab penyakit pertanaman padi yang ditularkan oleh vektor WBC di beberapa daerah.

2) Mengetahui pola pemencaran penyakit virus penyebab penyakit kerdil kuning (yellowing) pada tanaman padi

3) Mengetahui efektivitas WBC resisten dan non resisten pestisida sebagai penular virus

(7)

4) Mengetahui karakteristik penularan virus secara individual ataupun multi virus

5) Mengetahui efektivitas stadia tanaman sebagai sumber inokulum virus 6) Mengetahui inang alternatif virus dan efektivitasnya sebagai sumber

inokulum

7) Mengetahui ketahanan beberapa varietas padi terhadap virus dan efektivitasnya sebagai sumber inokulum

Manfaat dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi penting tentang bioekologi dari penyakit virus yang ditularkan oleh WBC yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan penyakit. Informasi tentang virus penyebab penyakit yang ditularkan oleh wereng batang coklat serta keragaman genetiknya dapat digunakan sebagai awal penentuan metode pengendalian yang harus dilakukan. Diketahuinya informasi tentang karakter interaksi antara virus penyebab penyakit dengan vektornya yang meliputi pola sebaran penyakit berkaitan dengan vektor, efektivitas WBC resisten pestisida sebagai penular virus padi, dan peranan WBC sebagai penular virus padi tunggal ataupun ganda dapat digunakan sebagai dasar pengendalian. Informasi yang diperoleh tentang karakter interaksi antara virus padi dengan inangnya yang meliputi efektivitas stadia tanaman padi, gulma inang alternatif, dan varietas padi tahan sebagai sumber inokulum dapat menjadi sumbangan tersendiri baik bagi ilmu pengetahuan maupun untuk dasar dalam pengelolaan penyakit, baik melalui pengelolaan vektor maupun pengelolaan terhadap tanaman inang sumber inokulum.

4. Kebaruan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka beberapa hal terkait kebaruan penelitian yang akan dilakukan ini adalah:

1) Belum pernah dikaji tentang penyakit padi disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh vektor WBC yang menyebabkan kerusakan parah pada pertanaman padi di beberapa daerah di Indonesia saat ini

2) Belum pernah dikaji tentang pola pemencaran penyakit virus penyebab penyakit ‘yellowing’ yang ditularkan WBC pada tanaman padi

3) Belum pernah dikaji efektivitas WBC resisten dan non resisten pestisida sebagai penular virus

4) Belum ada informasi karakteristik penularan virus secara individual ataupun multi virus

(8)

5) Belum pernah dikaji efektivitas stadia tanaman sebagai sumber inokulum 6) Belum pernah dikaji Inang alternatif virus dan efektivitasnya sebagai sumber

inokulum

7) Belum pernah dikaji ketahanan varietas padi di Indonesia terhadap virus yang ditularkan wereng batang coklat dan efektivitasnya sebagai sumber inokulum.

Referensi

Dokumen terkait

SNV mengembangkan teknologi mengubah limbah menjadi energi untuk industri kecil dan rumah tangga di sektor tahu, singkong, kelapa dan sawit.. SNV memperkenalkan teknologi ini

Penelitian dengan judul : Efektivitas Portal Web sebagai Media Pemasaran Sosial (Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Efektivitas Penyampaian Pesan Komunikasi dari Portal

P (Participants) P1 dalam dialog tersebut adalah Lorna yang sedang berbicara pada P2 yaitu James... 145 No

pendidikan rumah tangga miskin di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang, 2) Pekerjaan rumah tangga miskin di Kelurahan Binuang Kampung Dalam

Seseorang dikatakan memiliki psychological well being tinggi jika memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain, dapat mengembangkan diri sebaik

Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh populasi, yaitu:tokoh-tokoh adat Karo yang ada di Desa Seberaya Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo,seniman-seniman

Penelitian ini juga menggunakan analisis kuantitatif, dan analisis kuantitatif yang digunakan yaitu informasi akuntansi diferensial karena menghitung biaya produksi

Mekanika Lagrange W.S. Mekanika Lagrange W.S. Fisika Koloid Dasar Suparno, Ph.D. Fisika Koloid Dasar Suparno, Ph.D. Media Audio Visual *) Nur Kadarisman, M.Si. Mikroprosesor *)