• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARATIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT TERHADAP SISTEM BUWUHAN PADA PERNIKAHAN DI DESA GESIKAN KECAMATAN GRABAGAN KABUPATEN TUBAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARATIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT TERHADAP SISTEM BUWUHAN PADA PERNIKAHAN DI DESA GESIKAN KECAMATAN GRABAGAN KABUPATEN TUBAN."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPARATIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT TERHADAP SISTEM BUWUHAN PADA PERNIKAHAN DI DESA

GESIKAN KECAMATAN GRABAGAN KABUPATEN TUBAN

SKRIPSI

Oleh:

AYU MUFTIATIN RODHIYAH

NIM. C02212006

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)

SURABAYA

(2)

STUDI KOMPARATIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT TERHADAP SISTEM BUWUHAN PADA PERNIKAHAN DI DESA GESIKAN

KECAMATAN GRABAGAN KABUPATEN TUBAN

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh:

AYU MUFTIATIN RODHIYAH

NIM. C02212006

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “ Studi Komparasi Hukum Islam Dan Hukum Adat Terhadap Sistem Buwuhan Pada Pernikahan Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan

Kabupaten Tuban” adalah hasil penelitian lapangan (field research) untuk menjawab

pertanyaan tentang bagaimana praktik sistem buwuhan pada pernikahan di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan, dan bagaimana analisis hukum Islam dan hukum adat tentang sistem buwuhan di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

Data yang diperlukan dalam penelitian dikumpulkan dengan teknik wawancara (interview) dan observasi. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif komparatif. Maksudnya pembahasan dimulai dengan mengumpulkan data yang telah diperoleh dari lapangan tentang praktik sistem buwuhan, kemudian dianalisis dengan cara membandingkan dua pendapat antara hukum Islam dan hukum adat terhadap sistem buwuhan pada pernikahan di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

Dari hasil penelitian, peneliti memperoleh beberapa sistem praktik buwuhan pada pernikahan yang ada di Desa Gesikan. Dimana sistem buwuhan pada pernikahan di desa ini adanya keharusan atau kewajiban untuk mengembalikan suatau sumbangan tersebut. Dengan adanya sistem tersebut penulis menyimpulkan bahwa sitem buwuhan pada pernikahan di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban ditinjau dari hukum Islam sama halnya dengan Al-wad<iah (barang titipan) yang sunatkan secara tolong menolong antara sesama manusia tanpa adanya pamrih.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Kajian Pustaka ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II KONSEP WADI’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUWUHAN HUKUM ADAT . ... 21

A. Definisi Wadi’ah ... 22

B. Dasar Hukum Wadi’ah ... 23

C. Rukun-Rukun dan Syarat Wadi’ah ... 24

D. Hukum Menerima Barang Titipan ... 25

(9)

BAB III TRADISI BUWUHAN DALAM PERNIKAHAN DI DESA

GESIKAN MENURUT HUKUM ISLAM ... 45

A. Deskripsi Umum Desa Gesikan ... 45

B. Praktik Tradisi Buwuhan Dalam Pernikahan Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban ... 52

BAB IV ANALISIS SISTEM BUWUHAN PADA PERNIKAHAN DALAM HUKUM ADAT DAN HUKUM ISLAM ... 62

A. Analisis Hukum Islam Dan Hukum Adat Tentang Buwuhan Pada Pernikahan di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban ... 62

B. Analisis Praktik Buwuhan Pada Pernikahan di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban ... 64

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur hubungan antara Allah

Swt dengan hamba-hambaNya saja, akan tetapi juga mengatur hubungan antara

manusia dengan sesamanya. Oleh karena itu berbagai macam hukum ditetapkan

dalam rangka mengatur kehidupan manusia di dunia ini. Islam merupakan agama

yang syarat akan manfaat dan maslahat baik bagi individu maupun sosial. Islam

adalah agama yang senantiasa mengajarkan untuk memberikan manfaat dan

maslahat kepada sesama manusia maupun sesama ciptaan Allah Swt.1

Arti tolong menolong dalam Islam berasal dari bahasa arab ta'<awun

berasal dari bahasa Arab yang artinya tolong-menolong. menurut istilah dalam

ilmu aqidah dan akhlak, pengertian ta'<awun adalah sifat tolong-menolong

diantara sesama manusia dalam hal kebaikan dan taqwa. Tolong-menolong

memang telah menjadi satu bagian yang tidak dapat dihilangkan dari ajaran

Islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling menolong satu dengan yang lain.

Segala bentuk perbedaan yang mewarnai keidupan manusia merupakan salah satu

isyarat kepada umat manusia agar saling membantu satu sama lain sesuai dengan

ketetapan Islam.

Agama Islam merupakan sebuah ajaran Robbani yang berisikan

hukum-hukum dan aturan-aturan. Maka apa yang telah diajarkan di dalam Islam pun

1

(11)

2

tidak dapat dilakukan dengan semaunya sendiri, hendaknya umat Islam juga

harus mengerti benar mengenai tolong-menolong yang diajarkan didalam Islam

tersebut.2 Aturan untuk menggunakan atau menjalankan ajaran untuk saling

tolong-menolong ini tentu saja hanya terdapat didalam Al-quran dan hadis,

karena Islam adalah agama yang sumber utama ajarannya adalah Al-quran dan

hadis.

Dalam ajaran Islam sifat ta'<awun ini sangat diperhatikan aturan untuk

melaksanakan ajaran saling ta'<awun atau tolong-menolong yang terdapat di

dalam Al-quran diantaranya adalah sebagai berikut:





































Artinya : “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat

menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. al-’Ashr: 1-3)3

Islam juga memberikan keterangan tambahan untuk dapat menjalankan

perintah saling tolong-menolong tersebut dengan benar yang terdapat didalam

hadits Rasulullah Saw sebagai berikut:

ع

أ

ب

ي

ر

ري

ى ض ر

ل

ع

ق

ق

ر

س

ل

ص

ي

ل

ي ع

س

ف

س

ع

ك

بر

ك

ر

ا

ي

ف

س

ل

ع

ك

بر

ك

ر

ي

ق ا

ي

رَس ي

ى ع

ل رَس ي ر س ع

ي ع

ي ف

ا

ي

خآا

ر

س ر ت س

ر ت س

ل

ف

ي

ي ا

ر خآا

ل

ي ف

ع

ع ا

2Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 58.

(12)

3

ك

ع ا

ي ف

ع

أ

خ

ي

س

ك

ط

ر

قي

ي

ت

س

ف

ي

ع

س

ل

ب

ط

ر

قي

ى

ج ا

َ

ا

تج

ع

ق

ف

ي

ب

ي

ب

ي

ل

ي

ت

ك ت

ل

ي

ت

را

س

ب

ي

َّ

ز

ع

ي

َس ا

ي

غ

ش

ي ت

َر ا

ح

ح

ف ت

ا

ل

ئ

رك

ل

ي ف

ع

أ ط ب

ب

ع

ي

س

ر

ع

ب

س

Artinya : Dari Abu Hurairoh beliau berkata: bersabda Rosulullah Saw:

“Barangsiapa yang melepaskan dari seorang mu’min suatu kesusahan

dari kesusahan-kesusahan dunia maka Allah ta’ala akan melepaskan

darinya kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barangsiapa yang meringankan atas seorang yang kesulitan maka Allah ta’ala akan memudahkan atasnya didunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang menutup (aib) seorang muslim maka Allah SWT

ta’ala akan menutup (aibnya) di dunia dan di akhirat. Allah ta’ala

akan menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya. Dan barang siapa yang menempuh suatu jalan yang dia mencari ilmu padanya maka Allah SWT ta’ala akan memudahkannya

dengannya jalan menuju surga. Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah dari rumah-rumah Allah yang mana mereka membaca kitabullah dan mereka saling mempelajarinya diantara mereka kecuali akan turun atas mereka ketenangan dan mereka akan diliputi rohmah dan malaikat akan menaungi mereka serta Allah akan menyebut mereka pada siapa yang ada disisi-Nya. dan barangsiapa yang lambat amalannya maka tidak akan dipercepat oleh nasabnya.”(HR.

muslim).4

Dalam hadis yang mulia ini Rosulullah Saw menjelaskan kepada kita

berbagai jalan kebaikan, diantaranya tolong menolong dalam kebaikan. Tolong

menolong telah menjadi komponen yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran

Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk saling tolong menolong satu dengan

yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai kehidupan manusia

merupakan salah satu isyarat kepada umat manusia untuk saling membantu satu

sama lain sesuai dengan ketetapan Islam. Allah Swt memerintahkan

(13)

4

hamba-Nya yang beriman supaya saling tolong-menolong dan bekerjasama,

dengan syarat mestilah atas dasar kebenaran dan ketaqwaan, dan melarang

mereka untuk tolong-menolong dan bekerja sama dalam perkara yang haram dan

pencabulan. Maka apa yang telah diajarkan di dalam Islam pun tidak dapat

dilakukan dengan semaunya sendiri, melainkan ada ketentuan-ketentuan yang

menjadi dasar pijakan dalam melakukan amal tersebut. Ketentuan-ketentuan

hukum Islam untuk melaksanakan ajaran saling tolong menolong yang di

antaranya adalah sebagai berikut:



















Artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Q.S. al-Ma>idah : 2).5

Tolong menolong telah menjadi satu bagian yang tidak dapat dihilangkan

dari ajaran Islam. Islam mewajibkan umatnya untuk saling tolong menolong

dengan yang lain. Segala bentuk perbedaan yang mewarnai kehidupan manusia

merupakan salah satu isyarat kepada umat manusia agar saling membantu satu

sama lain sesuai dengan ketetapan Islam.

Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban, masyarakat

yang mengadakan hajatan seperti pernikahan akan mengundang kerabat keluarga

untuk menghadiri ke acara yang dilakukan oleh s{oh{ib al-h{a>jat . Namun dalam

kehadirannya para tamu undangan ini tidak hanya hadir dengan tangan kosong.

(14)

5

Akan tetapi biasanya dengan membawa uang atau bahan makanan pokok. Tradisi

ini yang disebut masyarakat sebagai Buwuhan.

Sumbangan atau Buwuhan dalam hajatan Di Desa Gesikan Kecamatan

Grabagan Kabupaten Tuban telah berjalan lama sejak zaman nenek moyang

sampai sekarang tetap ada dan masih dilestarikan sebagai suatu tradisi tolong

menolong yang diwariskan. Sumbangan-Sumbangan yang ada dalam masyarakat

tersebut terdapat dua jenis Sumbangan yaitu: Buwuhan dan Souveniran.6

Buwuh merupakan tradisi yang dilakukan oleh warga masyarakat dalam

rangka berpartisipasi dalam hajatan yang diselenggarakan oleh salah satu warga

masyarakat setempat. Wujud partisipasinya selain bisa berupa uang tunai juga

bisa berupa barang (beras dan mie suun, minyak goreng, kue kering & basah,

gula, rokok, dan lain sebagainya). Nilainya beragam, mulai dari yang senilai 20

ribu sampai dengan tak terhingga, tergantung tingkat kemampuan

masing-masing individu, dan tergantung status sosial individu tersebut dalam

masyarakat. Semakin tinggi status sosialnya, maka jumlah Buwuhannya semakin

besar.

Buwuhan adalah istilah masyarakat setempat untuk Sumbangan yang

dilakukan atau diberikan kepada orang lain yang sedang melakukan hajatan,

meskipun S{oh{ib al-h{a>jat ini bukan keluarga atau tetangga dekat. Buwuhan ini

dibedakan menjadi dua yaitu buwuhan lanang dan buwuhan wadon, buwuhan

lanang adalah sumbangan yang dilakukan oleh pihak laki-laki dan di atas

namakan kepadanya dalam bentuk uang, buwuhan wadon adalah: sumbangan

(15)

6

yang dilakukan oleh pihak perempuan dan di atas namakan kepadanya bentuk

sumbangan berupa beras dan makanan pokok lainya.

Souveniran adalah sumbangan yang diberikan oleh teman sejawat atau

sepermainan kepada pasangan pengantin dalam bentuk uang atau kado, namun

kebanyakan memilih uang sebagai sarana menyumbang karena dinilai praktis dan

memberikan pilihan kepada pengantin untuk menggunakan uang tersebut sesuai

kebutuhannya.

Fenomena Sumbangan atau buwuhan di atas ada satu hal yang menarik

yaitu tentang adanya timbal balik atau kewajiban mengembalikan dimana orang

yang telah menyumbang ke S{oh{ib al-h{a>jat berhak menarik kembali apa yang

disumbangkan pada saat orang tersebut punya h{a>jat, hal tersebut bertentangan

dengan semangat tolong menolong. Namun dari kedua jenis Sumbangan di atas

penulis hanya akan mengkaji lebih lanjut mengenai Buwuhan yang ada Di Desa

Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

Bagi masyarakat setempat tentu tidak asing lagi dengan tradisi Buwuhan,

tradisi Buwuhan biasanya dilakukan dengan membantu keluarga kerabat, dan

tetangga yang sedang melakukan h{a>jat. Baik yang pertama kali menggelar

hajatan atau yang sudah berkali kali. Buwuhan ini selalu dinantikan oleh S{oh{ib

al-h{a>jat karena dipandang sangat membantu S{oh{ib al-h{a>jat dalam mengelar

hajatan. Namun tidak sedikit masyarakat yang terbebani oleh sistem Buwuhan

ini pada saat mengembalikannya.7

(16)

7

Buwuhan bukan hanya melibatkan masyarakat yang status ekonominya

tinggi namun orang yang masuk dalam kategori tidak mampu pun terlibat di

dalamnya, hal ini yang menjadikan ketidak seimbangan sosial dimana

masyarakat atau keluarga yang tidak mampu terbebani oleh kewajiban untuk

mengembalikan Sumbangan yang diterimanya pada saat menyelenggarakan

hajatan, ditambah ketika orang yang menyumbang tadi melakukan hajatan pada

waktu yang sama karena tidak menutup kemungkinan akan terjadi dalam satu

waktu bisa dua sampai tiga orang yang melakukan hajatan.8 Ketidak seimbangan

sosial inilah yang merupakan pemicu lahirnya konflik antar masyarakat setempat

karena pengembalian Sumbangan yang tidak sama sesuai yang disumbangkan.

Semula buwuhan sebagai suatu yang bernilai agung, wujud solidaritas

masyarakat guna mengurangi beban warga yang sedang hajatan. Ketika ada

tetangga, kerabat, saudara yang sedang melakukan hajatan, rekan dan keluarga

secara sukarela membantunya. Sehingga warga yang melakukan hajatan tidak

terlalu terbebani dalam modal. Akan tetapi yang terjadi sekarang S{oh{ib al-h{a>jat

mencatat apa saja yang disumbangkan dari orang lain yang datang kerumahnya.

Ini bertujuan sebagai acuan besar sumbangan atau buwuhan yang akan

dikembalikan jika seorang yang menyumbang tadi melakukan hajatan. Dan s{oh{ib

al-h{a>jat menyediakan kembalian bagi penyumbang yang datang dengan

Sumbangan yang lebih besar dari yang di sumbangkan oleh s{oh{ib al-h{a>jat .9

Masyarakat merupakan suatu sitem sosial yang menjadi wadah dari

pola-pola interaksi sosial atau hubungan interpersonal maupun hubungan antar

(17)

8

kelompok sosial. Begitu pula dengan hukum adat yang merupakan suatu hukum

yang tidak tertulis didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat dan

berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta memperlancar proses

interaksi tersebut.10

Adat yang berkembang ditengah masyarakat ada yang baik dan ada pula

yang buruk. Dalam teori hukum Islam, adat yang diterima hanyalah adat yang

baik sedangkan adat yang buruk harus ditolak atau bahkan dihilangkan.11

Abdul Wahhab Khallaf mengatakan bahwa adat yang baik adalah adat

yang tidak bertentangan dengan dalil-dalil syara, serta tidak menghalalkan yang

haram dan tidak pula menggugurkan kewajiban, sedangkan adat yang buruk

adalah sebaliknya.12

Dengan demikian adat istiadat seperti adanya tradisi buwuhan pada

pernikahan yang dapat diterapkan sebagai hukum adalah suatu prinsip yang

berjalan lurus dengan syariat agama. Sebagaimana dalam kaidah fiqhiyah:

ةداعلا

مكحم

ة

13

Jadi dengan kaidah tersebut dapat dipahami bahwa ketika tradisi

buwuhan di perbolehkan, maka perbuatan ini sah untuk direalisasikan dengan

catatan selama tidak menghadirkan penderitaan bagi diri sendiri maupun orang

lain. Segala aspek budaya Islam dapat dikenal dalam kancah sejarah dan sudah

10 Soejono Soekamto, Hukum Adat Indonesia, cet. Ke-11, (Jakarta: Raja Grafika Persada, 2011),

36.

11 Umar Syihab, Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran,(Semarang: Bina Utama, 1996), 32. 12 Abdul wahhab Khallaf, Ilm Ushul Fiqh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), 89.

(18)

9

menjadi paradigm baru dalam menilai sebuah fakta dan ini dikenal dengan

sebutan ‘urf.

Kata ‘urf berasal dari arafa (فرع), yarifu (فرعي) dan sering diartikan

maruf (فورعم) dengan arti sesuatu yang dikenal. Kata ‘urf juga berarti kebajikan

(berbuat baik).

Berdasarkan fenomena di atas, Sumbangan atau Buwuhan pada hajatan

merupakan topik yang menarik untuk diadakan penelitian karena pertama,

aktivitas Sumbangan telah menjadi sebuah keharusan yang memaksa masyarakat

untuk melakukan tradisi tersebut, sekalipun dalam kondisi ekonomi terbatas.

Kedua, adanya perubahan nilai, Sumbangan yang dulu benar-benar Sumbangan

merupakan kegiatan tolong menolong menjadi sebuah aktivitas investasi atau

hutang piutang. Ketiga, adanya sistem kembalian dari s{oh{ib al-h{a>jat apabila

Sumbanganya lebih besar. Dari uraian di atas penyusun tertarik untuk meneliti

permasalahan ini dengan judul “Studi Kompartif Hukum Islam Dan Hukum Adat

Terhadap Sistem Buwuhan Pada Pernikahan Di Desa Gesikan Kecamatan

Grabagan Kabupaten Tuban”

B. Identifikasidan Batasan Masalah

Berdasar latar belakang masalah di atas terdapat beberapa masalah dalam

penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai

berikut:

1. Praktik sistem Buwuhan pada Pernikahan Di Desa Gesikan Kecamatan

(19)

10

2. Akad yang dilakukan pada saat Buwuhan pada Pernikahan Di Desa Gesikan

Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

3. Tinjaun Hukum Islam terhadap sistem Buwuhan pada Pernikahan Di Desa

Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

4. Tinjaun Hukum adat terhadap sistem Buwuhan pada Pernikahan Di Desa

Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

Agar kajian ini bisa tuntas, maka masalah-masalah yang akan dikaji

adalah sebagai berikut:

1. Praktik sistem Buwuhan pada Pernikahan Di Desa Gesikan Kecamatan

Grabagan Kabupaten Tuban.

2. Tinjaun Hukum Islam dan Hukum Adat terhadap sistem Buwuhan pada

Pernikahan Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana praktik sistem buwuhan pada Pernikahan Di Desa Gesikan

Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban?

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan sistem buwuhan pada pernikahan Di

Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban menurut hukum Islam

(20)

11

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini berisi tentang uraian sistematis mengenai hasil-hasil

penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh penulis terdahulu dan

memiliki ketertarkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, Dalam penelitian

ini penyusun mengangkat tema sistem buwuhan pada hajatan, setelah mencari

referensi terkait tema di atas. Maka sebagai bahan pembanding. Sebagai dasar

keaslian penelitian, dan juga pembeda antara penelitian dan penyusun dalam

penelitian yang sudah ada penyusun menemukan beberapa karya ilmiah yang

berkaitan dengan tema Buwuhan pada hajatan diantaranya. Penelitian yang

berjudul “Kondangan sistem narik ginting perspektif sosiologi hukum Islam

(Studi kasus di desa citrajaya kec. Binong kab. Subang)” melalui pendekatan

sosiologi menyimpulkan bahwa tradisi tersebut merupakan kesepakatan yang

disepakati oleh warga masyarakat dan tidak ditemukan adanya keterpaksaan

masyarakat desa Citrajaya untuk melakukan tradisi tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Kurnata Wijaya secara umum ada sedikit

kesamaan yaitu mengkaji mengenai Sumbangan pada pelaksanaan hajatan, akan

tetapi apa yang dilakukan oleh Kurnata fokus pada sumbangan kondangan

dengan sistem narik gintingan dilihat dari sudut pandang sosiologi, berbeda

(21)

12

dari sudut normatif hukum Islam dan hukum adat, dimana konsentrasi objek

kajianya adalah akad yang digunakan dalam Sumbangan tersebut.14

Penelitian yang dilakukan oleh Fawari pada tahun 2010, dengan judul “Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Sumbangan Dalam Hajatan Walimah Dalam

Perkawinan”. Dalam penelitian ini penulis mengkaji bahwa dalam masyarakat

desa Rima Balai pada praktiknya pelaksanaan Sumbangan dalam hajatan

memakai sistem lelang yaitu melalui penawar dengan tawaran tertinggi adalah

pemenangnya dan perbuatan ini adalah manifestasi dari tradisi tolong menolong

dalam masyarakat. Penelitian Fawari hanya terfokus pada sistem Sumbangan

yang ada pada masyarakat Rima Balai, Fawari tidak menyentuh sama sekali

mengenai komparasi dari hukum adat dan hukum Islam dalam sumbangan

tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan ini, inilah

yang membedakan dengan penulis.15

Berdasarkan hasil tinjauan teori sebelumnya penulis tidak mendapati

penelitian yang benar-benar sama secara keseluruhan. Walaupun sama-sama

membahas Sumbang-menyumbang dalam hajatan.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, tujuan yang ingin penulis

capai dalam penelitian ini adalah:

14KurnataWijaya, Kondangan sistem narik ginting perspektif sosiologi hukum Islam (Studi

kasus di desa citrajaya kec. Binong kab. Subang)” (Skripsi—UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009), 3-4.

15Fawari, Hukum Islam Terhadap Sumbangan Dalam Hajatan Walimah Dalam Perkawinan di

(22)

13

1. Menjelaskan proses tradisi Buwuh pada pernikahan yang terjadi di Desa

Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

2. Mengetahui Analisis Hukum Islam dan Hukum Adat tentang sistem

Buwuhan Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah:

1. Secara akademik penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah

pengetahuan terkait adat masyarakat dalam sistem Buwuhan dalam

Pernikahan. Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban. Dan

memberikan informasi terkait adat Buwuhan dalam pandangan hukum Islam.

2. Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya kajian keilmuan dan pustaka

Islam serta untuk memperluas cakrawala pengetahuan wacana hukum baik

wacana hukum adat maupun hukum Islam, yang berkaitan dengan tradisi

Buwuhan dalam Pernikahan Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan

Kabupaten Tuban.

G. Definisi operasional

Definisi operasional merupakan mengidentifikasi operasional dan

berdasarkan karakteristik yang diamati memungkinkan peneliti untuk melakukan

observasi secara cermat terhadap suatu objek.

Studi Komparatif : Membandingkan antara dua teori tentang praktik sistem

(23)

14

muamalat maka masuk hukum hibah (pemberian). tolong

menolong atau sumbangan dalam walimah adalah hadiah

atau hibah dalam arti bahasa hibah adalah pemberian

(athiyah). Sedangkan menurut Adat Di Desa Gesikan

sumbangan atau buwuhan dalam pernikahan adalah hutang.

Dan jika tidak hadir maka kemungkinan akan dikucilkan.

Adat kebiasaan yang sudah mengakar dalam kehidupan

masyarakat selama kebiasaan tersebut tidak mendatangkan

kerusakan atau menyalahi norma umum dan syari’at

agama maka adat dapat diterima dan berjalan terus sebagai

salah satu dasar dalam pengambilan keputusan hukum.

Sistem Buwuhan : Adanya kewajiban untuk mengembalikan Sumbangan yang

diterima dengan menggunakan sistem Buwuhan tanpa

amplop, dan setiap masyarakat yang mempunyai h{a>jat

harus menyediakan susuk atau kembalian pada waktu acara

hajatan, apabila pemberi Sumbangan lebih besar daripada

yang diberikan maka akan dikembalikan.

Sumbang-menyumbang dalam pesta jika kita korelasi ke dalam

hukum Islam khususnya dibidang muamalat maka masuk

hukum hibah (pemberian) transaksi ini sesungguhnya

bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil.

H. Metode Penelitian

(24)

15

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, Menurut Kirk dan

Miller, mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari

pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam

peristilahannya.16

Penelitian menggunakan model penelitian komparatif yaitu perbandingan

atau perbedaan pendapatan antara dua pendapat terhadap sistem Buwuhan pada

hajatan Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.Tinjauan

tersebut adalah Hukum Islam dan Hukum Adat.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam mendekati masalah objek kajian studi, pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Normatif yaitu pendekatan dengan menggunakan tolak ukur agama (dalil-dalil

al-quran dan hadist serta kaedah-kaedah fikih dan ushul fiqh) sebagai

pembenar dan pemberi norma terhadap masalah yang menjadi bahasan,

sehingga diperoleh kesimpulan bahwa sesuatu itu boleh atau selaras atau tidak

dengan ketentuan syariat.

b. Pendekatan kualitatif, sebagai prosedur penelitian kualitatif yang

menghasilkan data komparatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati. Data ini dikumpulkan setelah mengamati

(25)

16

semua kejadian secara langsung tentang sistem Buwuhan pada Pernikahan Di

Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

3. Data dan Sumber Data

a. Data yang dikumpulkan

Melalui judul dan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka data yang

dikumpulkan adalah sebagai berikut:

1) Proses terjadinya Buwuhan pada hajatan di Desa Gesikan

2) Akad yang dilakukan pada saat melakukan Buwuhan pada hajatan di Desa

Gesiakan

b. Sumber Data

1) Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari lapangan dan dari

sumbernya. Dalam hal ini data diperoleh peneliti dengan cara melakukan

pengamatan dan wawancara. Sumber data yang utama yaitu sejumlah responden

yang terdiri dari orang yang pernah melakukan hajatan, perangkat desa, dantokoh

masyarakat. Selain hasil wawancara, data juga diperoleh dari hasil observasi

mengenai praktik system Buwuhan pada hajatan.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak didapatkan secara langsung oleh

peneliti tetapi diperoleh dari orang lain atau pihak lain. Maksudnya data ini

(26)

17

majalah ilmiah yang masih berhubungan dengan materi penelitian yaitu sistem

Buwuhan pada hajatan.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode

observasi kelokasi penelitian. Observasi adalah seorang peneliti secara langsung

mengamati kelokasi penelitian. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data

secara langsung agar peneliti mendapatkan data yang falid, baik, utuh dan

akurat.Observasi dilakukan dengan cara mengamati secara langsung tentang

kejadian-kejadian dan masalah sistem Buwuhan pada hajatan di Desa Gesikan

Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

b. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara

untuk memperoleh informasi dari terwawancara.17 Dialog itu dilakukan oleh dua

pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Maksud mengadakan wawancara, agar peneliti mengetahui hal-hal yang

mendalam tentang partisipan dalam menginterpestasikan situasi dan fenomena

yang terjadi, dimana hal ini tidak dapat ditemukan dalam observasi.18

5. Teknik Pengolahan Data

17SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rieneka Cipta,

2006), 155.

(27)

18

Data yang sudah terkumpul kemudian diolah. Pengolahan data umumnya

dilakukan melalui tahap-tahap berikut ini:

a. Editing yaitu pembenaran apakah data yang terkumpul melalui studi

pustaka, dokumen, wawancara, dan kuensioer, sudah dianggap lengkap,

relevan, jelas tidak berlebihan dan tanpa kesalahan.19

b. Coding yaitu pengklasifikasian data yang dilakukan setelah melakukan

editing, untuk mempermudah analisis selanjutnya. Klasifikasi ini

dilakukan dengan cara menandai masing-masing data yang sesuai dengan

praktik sistem Buwuhan pada hajatan di Desa Gesikan Kecamatan

Grabagan Kabupaten Tuban.

c. Organizing yaitu menyusun dan mensistematisasikan data yang telah

diperoleh dalam rangkaian yang sudah direncanakan sebelumnya.

Sehingga memperoleh gambaran praktik system Buwuhan pada hajatan di

Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

d. Analyzing yaitu menganalisa data yang telah tersusun secara systematis

untuk memperoleh kesimpulan tentang praktik system Buwuhan pada

hajatan di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyusunan data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan laporan, dan bahan-bahan lainnya. Yang di susun secara

19Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

(28)

19

sistematis sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan

ke pada orang lain.20

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

data kualitatif. Dalam proses analisis data jelas peneliti melakukan klasifikasi

data dengan cara memilah-milah data sesuai dengan kategori yang disepakati

oleh peneliti. Komparatif, yaitu membandingkan dua tinajuan dengan

mengklasifikasi dan mengkategorikan data-data yang telah terkumpul dalam

rangka memperoleh pemahaman komprehensif,21 yakni dengan

mengklasifikasikan data yang diperoleh untuk mendapatkan pemahaman tentang

praktik system Buwuhan pada Pernikahan di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan

Kabupaten Tuban.

I. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan ini terarah, maka penyusun membagi skripsi dalam

beberapa bab sebagai berikut :

Bab pertama pendahuluan secara umum berisi mengenai latar belakang

masalah, pokok maslah, tujuan dan keuntungan, tinjauan pustaka, metode

penelitian serta sitematika pembahasan.

Bab kedua merupakan landasan teori meliputi, tinjauan umum tentang

pengertian dan bagaimana hukum Islam dan Bagaimana hukum Adat.

20Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008)

21Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: SuatuPengantarPraktek, (Jakarta: PT. Asdi

(29)

20

Bab ketiga membahas Buwuhan dalam pernikahan menurut hukum Islam.

Hal ini dilakukan supaya lebih jelas dalam memahami bagaimana praktik dan

Sumbangan di Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

Bab ke empat merupakan analisis komparasi, semua data yang sudah

didapat akan dihimpun dan di analisis perbandingannya antara Buwuhan dalam

pernikahan Di Desa Gesikan Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban.

Bab selanjutnya merupakan bab penutup berisi kesimpulan yang

(30)

BAB II

KONSEP WADI’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN TRADISI BUWUHAN

DALAM HUKUM ADAT

Islamadalah dien (agama) atau way of life yang praktis, mengajarkan

segala yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan tidak mempermasalahkan

soal waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangan dari zaman ke zaman. Islam

memandang bahwa hidup manusia di dunia ini hanyalah sebagian kecil dari

perjalan hidup manusia, maka Islam selalu mengajarkan umatnya untuk selalu

melakukan hal yang baik dan bermanfaat kapan saja dan dimana saja.

Islam juga mengajarkan cara bermuamalah yang baik kepada umatnya,

salah satunya adalah cara simpan menyimpan harta. Di dalam tradisi buwuhan ini

terjadinya kewajiban untuk mengembalikan suatu sumbangan. Di sini diterapkan

dalam akad wad<i’ah(barang titipan) dimana menitipkan suatu sumbangan

tersebut kepada s{oh{ib al-h{a>jat pada saat acara pernikahan dan nantinya akan

dikembalikan oleh s{oh{ib al-h{a>jat pada saat orang tersebut mengadakan acara

pernikahan. Dan besarnya suatu sumbangan tersebut akan disesuaikan dengan

jumlah yang diberikan. Maka buwuhan tersebut sama halnya dengan wad<i’ah

(barang titipan) yang didasarkan secara tolong menolong antar sesama manusia

dan akan dikembalikan dengan jumlah tersebut. Akan tetapi karena terbatasnya

waktu, pada kesempatan ini penulis hanya mengulas tentang wad<i’ah sebagai

(31)

22

1. Pengertian Wad<i’ah Menurut Hukum Islam

A. Pengertian Wad<i’ah

Barang titipan dikenal dalam bahasa fiqih dengan al-wad<i’ah, menurut

bahasa al-wadi’ah berarti sesuatu yang ditempatkan bukan pada

pemiliknya supaya dijaganya (Ma Wudi’a ‘inda Ghair Malikihi

Layahfadzahu), berarti bahwa al-wad<i’ah ialah memberikan. Makna kedua

al-wad<i’ah dari segi bahasa ialah menerima, seperti seseorang berkata,

‚awda’tuhu‛ artinya aku menerima harta tersebut darinya (Qabiltu Minhu

Dzalika al-Mal Liyakuna Wadi’ah ‚Indi). Secara bahasa al-wadi’ah

memiliki dua makna, yaitu memberikan harta untuk dijaganya dan pada

penerimaannya (I’tha’u al-Mal Liyahfadzahu wa fi Qabulihi).1

Secara terminologi ada dua jenis al-wad<i’ah yang dikemukakan oleh

ulama Hanafiyah. Menurut mereka, al-wad<i’ah adalah.

َم ِظْفِح َىلَع َْْغْلا ُطْيِلْسَت

َةَل َاَد ْوَأ اًحِرِص ِِل ا

Artinya : ‚Mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, baik

dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun

melalui isyarat‛.

Misalnya seseorang berkata pada orang lain, ‚Saya titipkan sepeda saya

ini pada anda‛, lalu orang itu menjawab ‚saya terima‛, maka sempurnalah

akad al-wadiah atau seseorang menitipkan buku pada orang lain dengan

(32)

23

mengatakan ‚saya menitipkan buku ini pada anda, lalu orang yang dititipi

diam saja (tanda setuju)‛.2

B. Dasar Hukum Al-Wad<i’ah (Penitipan Barang)

Sebagai salah satu akad yang bertujuan untuk saling membantu antara

sesama manusia, maka para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa

al-wadi’ah disyariatkan dan hukum menerimanya adalah sunat. Alasannya

adalah firman Allah dalam Al- qur’an. Q.S. An-Nis<a’ 4:58

... Artinya : ‚Sungguh Allah memerintahkanmu untuk menyampaikan

amanat kepada orang yang berhak menerimanya‛. (Q.S.

An-Nisa’ : 58)3

Sedangkan landasan hadis hukum akad al-wad<iah yang lain adalah sabda

Rasulullah Saw :

ْنَم َىِإ َةَن اَمَأا ِدَأ

.َكَناَخ ْنَم ْنََُ َاَو َكََمَتْ ئا

مكاحاو ىذمرلاو دواد وبأ اور(

)

Artinya : ‚Serahkanlah amanah orang yang mempercayai engkau, dan

jangan kamu mengkhianati orang yang mengkhianati engkau. (H.R Abu Daud, at-Tirmizi dan al-Hakim)

Berdasarkan ayat dan hadis diatas, para ulama fiqih mengatakan

bahwa akad al-wadi’ah (titipan) hukumnya boleh dan disunatkan dalam

rangka saling tolong menolong antara sesama manusia.4

2Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 245.

3Departemen Agama, al-Quran danTerjemah, (Jakarta: Pustaka al-Fatih, 2009), 87. 4

(33)

24

C. Rukun-Rukun Dan Syarat Al-Wad<i’ah (Penitipan Barang)

Menurut Syafi’iyah al-wad<iah memiliki tiga rukun, yaitu:

a. Barang yang dititipkan, syarat barang yang dititipkan adalah barang

atau benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut

syara’.

b. Orang yang menitipkan dan yang menerima titipan, diisyaratkan bagi

penitip dan penerima titipan sudah baligh, berakal, serta syarat-syarat

lain yang sesuai dengan syarat-syarat berwakil.

c. Shigat ijab dan kabul al-wad<iah, diisyaratkan pada ijab kabul ini

dimengerti oleh kedua belah pihak, baik dengan jelas maupun samar.5

Sedangkan menurut jumhur, pihak yang melakukan transaksi al-wad<iah

disyaratkan telah balig, berakal, dan cerdas, karena akad al-wad<iah

merupakan akad yang banyak mengandung resiko penipuan. Oleh sebab

itu, anak kecil sekalipun telah berkal tidak dibenarkan melakukan

transaksi al-wad<iah, baik sebagai orang yang menitipkan barang maupun

sebagai orang yang menerima titipan barang. Disamping itu, jumhur

ulama juga mensyaratkan orang yang berakad harus cerdas. Sekalipun

telah berakal dan balig, tetapi kalau tidak cerdas tidak sah untuk

melaksanakan transaksi al-wad<iah.6

5Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Jakarta: at-Tahairriyah, 1976), 315. 6

(34)

25

D. Hukum Menerima Barang Titipan

Hukum menerima benda titipan ada empat macam, yaitu:

a. Sunat, disunatkan menerima titipan bagi orang yang percaya

kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga benda-benda yang

dititipkan kepadanya. Al-Wad<i’ah adalah salah satu bentuk tolong

menolong yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-quran, tolong

menolong secara umum hukumnya sunnat. Hal ini dianggap

sunnat menerima benda titipan ketika ada orang lain yang pantas

pula untuk menerima titipan.

b. Wajib, diwajibkan menerima benda-benda titipan bagi seseorang

yang percaya bahwa dirinya sanggup menerima dan menjaga

benda-benda tersebut, sementara orang lain tidak ada seorangpun

yang dapat dipercaya untuk memelihara benda-benda tersebut.

c. Haram, apabila seseorang tidak kuasa dan tidak sanggup

memelihara benda-benda titipan. Bagi orang seperti ini

diharamkan menerima benda-benda titipan sebab dengan

menerima benda-benda titipan, berarti memberikan kesempatan

(peluang) kepada kerusakan atau hilangnya benda-benda titipan

sehingga akan menyulitkan pihak yang menitipkan.

d. Makruh, bagi orang yang percaya kepada dirinya sendiri bahwa

dia mampu menjaga benda-benda titipan, tetapi dia kurang yaqin

(ragu) pada kemampuannya, maka bagi orang seperti ini

(35)

26

dia akan berkhianat terhadap yang menitipkan dengan cara

merusak benda-benda titipan atau menghilangkannya.7

2. Tradisi Buwuhan Dalam Hukum Adat

A. Ruang Lingkup Tradisi Buwuhan

Upacara tradisi Jawa (ritual peralihan) menekankan untuk kontinuitas dan

individu yang menjadi dasar bagi semua aspek kehidupan dan transisi

yang disahkan oleh orang Jawa. Perayaan upacara akan sering ditemukan

di masyarakat pedesaan. Rangkaian upacara-upacara adalah warisan dari

nenek moyang yang seharusnya dijaga oleh orang-orang Jawa dimana pun

mereka tinggal dan harus ditunjukkan disetiap upacara dalam siklus hidup

mereka.8

a. Kelahiran

Pada fase ini slametan diadakan sebelum bayi lahir.

slametan ini disebut babaran,tingkeban, sepasaran, dan pitonan

dan slametan yang bisa dipegang dan tidak dapat diadakan sebagai

sepasaran, slametan, telonan dan taonan. (Tingkeban merupakan

upacara yang diadakan ketika pertama bayi lahir bagi orang tua.

Kemudian babaran adalah ritual upacara saat bayi lahir, sepasaran

slametan lima hari setelah bayi lahir dan Pitonan adalah slametan

tujuh bulan setelah bayi lahir.

7

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam,...315.

8Chomas Wijaya Bratawidjaja, Upacara Tradisional Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Sinar

(36)

27

Sementara ritual acara lainnya dalam perayaan kelahiran

bisa diadakan atau tidak, seperti slametan selapanan (hari pertama

bayi lahir), telonan (bulan ketiga setelah bayi lahir) dan taunan

(satu tahun setelah bayi lahir). Tetangga akan datang untuk

mengunjungi dengan membawa sumbangan, ketika bayi lahir atau

biasa disebut Jagong. Umumnya sumbangan untuk Jagong yang

pokok seperti beras, gula, mie. Kemudian sumbangan lainnya

dalam bentuk kebutuhan untuk bayi yang baru lahir dan bahkan

bentuk uang yang sudah umum saat ini.9

b. Sunat

Upacara ini adalah untuk memperingati anak laki-laki

untuk memasuki masa menjadi dewasa. Pelaksanaan sunat adalah

pelaksanaan menurut hukum Islam dan sebuah pengakuan sebagai

Muslim.10 Upacara untuk merayakan sunat memiliki kesamaan

dalam jangka waktu, hiburan dan makanan yang ada dalam

upacara pernikahan. Umumnya orang-orang yang diundang dari

rekan-rekan dan kerabat yang dikenal oleh orang tua anak. kerabat

apalagi dan tetangga juga datang untuk membantu dalam upacara.

Bentuk-bentuk sumbangan dari orang-orang yang lebih terbatas

dalam bentuk hadiah dan sumbangan uang.11

c. Pernikahan

9Tjaroko hpteguh Pronoto. AKK, Tata Upacara Adat Jawa. (Yogyakarta: Kuntul Press, 2009), 70.

10Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, ( Yogyakarta: Gama Media, 2000), 56.

11

(37)

28

Upacara diadakan untuk mengumumkan kepada orang lain

bahwa dua orang yang berbeda akan membentuk keluarga baru

yang sah berdasarkan agama, hukum dan adat istiadat. Tujuan dari

upacara ini adalah untuk mengungkapkan rasa bahagia, rasa syukur

dan harapan kesejahteraan dan mengumumkan bahwa hubungan

pasangan baru telah sah.12 Upacara yang diselenggarakan oleh

masyarakat Jawa cenderung meriah. Meskipun ada keluarga

tertentu yang mengadakan upacara sederhana. Namun, dalam

setiap perayaan terutama pernikahan, masyarakat Jawa akan

melibatkan orang-orang di sekitar mereka seperti keluarga,

tetangga dan orang-orang yang paling dekat dengan mereka untuk

meminta bantuan mereka.

Ketika pernikahan berlangsung, orang-orang yang diundang

akan memberikan semacam sumbangan atau hadiah untuk

pengantin (buwuhan). Buwuhan dalam pernikahan didefinisikan

sebagai semacam khas pemberian uang dari tamu untuk tuan

rumah atas suguhan dan layanan yang telah mereka terima.

Umumnya, para tamu akan memberikan buwuhan dengan telapak

tangan mereka dengan telapak tangan tuan rumah dan mereka

melakukannya diam-diam ketika mereka berjabat tangan dengan

tuan rumah saat kembali keluar.13

d. Upacara Kematian

12

Muhamimin Ag, Islam dan Bingkai Budaya Lokal, (Jakarta: Logos, 2001), 216.

13

(38)

29

Slametan diadakan untuk memperingati kematian atau

kehormatan orang yang meninggal. Upacara pemakaman dihadiri

oleh semua orang yang akrab dengan orang yang meninggal.

Mereka akan datang untuk kunjungan (layat) baik orang-orang ini

tinggal dekat dengan almarhum atau tinggal jauh dan mereka

akrab dengan almarhum atau mereka memiliki hubungan keluarga

dengan almarhum.14

Kematian adalah fase terakhir dalam siklus makhluk hidup.

Jadi simpati orang dalam memberikan bantuan adalah murni

sukarela. Orang-orang yang datang tidak hanya kunjungan saja,

terutama untuk keluarga dan tetangga almarhum, tapi mereka

datang untuk memberikan bantuan kepada keluarga almarhum

seperti beras, gula dan juga uang, karena sumbangan tersebut

segera dibutuhkan untuk slametan. Dari empat upacara di atas,

praktek untuk pemberian barang masih dipertahankan sampai

sekarang. Memberikan bantuan untuk upacara kematian dan

kelahiran yang masih mengandung nilai-nilai dari sukarela murni

karena upacara tidak cenderung untuk pesta perayaan tetapi

sebuah upacara sederhana yang berisi doa-doa untuk keselamatan

"slametan"

Orang-orang yang terlibat dalam slametan masih di sekitar rumah dan

biasanya diadakan disebuah upacara sederhana. Adapun sunat dan

14

(39)

30

pernikahan, keduanya termasuk dalam kategori perayaan meriah dan juga

keduanya masih harus disertai dengan slametan. Bagi masyarakat Jawa

slametan merupakan bentuk dari nilai-nilai kehidupan yang diwujudkan

dalam bentuk syukur.

Selain itu orang Jawa percaya bahwa dengan memegang slametan itu

akan membawa batin mereka menjadi tenang. CliffordGeertz telah

mengungkapkan bahwa slametan adalah permohonan (permintaan doa)

dalam bentuk yang terencana dan pemikiran umum tentang sistem orang

abangan "gaya hidup" dari masyarakat Jawa. Dimana slametan cenderung

dilaksanakan oleh dunia orang Jawa, terutama ketika mereka harus

menghadapi masalah dalam sebuah kehidupan.15

Jadi melalui slametan mereka berharap untuk menghindari gangguan dari

roh-roh. Sehingga mereka dapat hidup tenang dan damai. Dalam

slametan, yang diharapkan oleh tuan rumah dari para undangan adalah

kedatangan dan doa-doa dari undangan sendiri. Sedangkan sumbangan

non-material oleh tetangga dekat juga diberikan selain sumbangan bahan

atau barang yang biasanya dilakukan oleh wanita. Selain itu di slametan,

partisipasi dari perempuan lebih terlihat karena wanita biasanya

memberikan sumbangan baik bahan non-materi atau dalam menjalankan

untuk slametan. Perempuan lebih mungkin untuk membantu orang lain

atau tetangga yang melakukan acara.16 Sementara itu, sumbangan bagi

15

Ibid.., 36.

16

(40)

31

laki-laki akan terlihat ketika mereka melafalkan surat "yasiin dan tahlil"

pada malam harinya. Para wali membiarkan tradisi Jawa tetap hidup,

maka mereka menambahkan nilai-nilai Islam didalamnya, seperti

persembahan dengan membaca mantra diganti dengan kenduri atau

slametan dengan kalimah thoyibah.

Perayaan upacara pernikahan atau khitanan adalah acara sosial yang baru

diadakan dengan meriah dan diiringi dengan hiburan seperti musik

gamelan, penari dan berbagai hidangan. Keduanya dilaksanakan untuk

memperkuat ikatan sosial. Hildred Geertz menjelaskan bahwa dua

peristiwa di atas dilaksanakan oleh kerabat dekat dan membawa bahan

makanan dan uang. Pria akan membantu memasang tarub sampai

selesai.17

Sedangkan wanita yang memiliki hubungan tertentu dengan tuan rumah

akan membantu memasak untuk persiapan pesta selama beberapa hari.

untuk tetangga dan kerabat jauh akan memberikan buwuhan yang mereka

sesuaikan jumlah sesuai dengan jarak dari hubungan antara tamu dan tuan

rumah dan juga sesuai dengan yang telah diberikan oleh tuan rumah saat

tamu mengadakan hajatan. Kemudian, buwuhan akan diberikan oleh

berjabat tangan atau disebut salam tempel.18 Oleh karena itu, dalam

perayaan pesta memberikan kontribusi baik materi atau non-materi adalah

hal yang penting dan itu adalah hal yang baik, karena menunjukkan

17

Suwama Pringgawidada, Tata cara upacara dan Wicara Pengantin, (Yogyakarta: Pustaka Jaya,2002), 28.

18

(41)

32

harmonis dengan tetangga dan orang lain. Selain itu, dalam aspek sosial

dan agama menegaskan bahwa menolong di acara penting bisa menjadi

hubungan yang mengikat hubungan antara masyarakat.

B. Tradisi Buwuhan Dalam Perspektif Sosial

Pada dasarnya orang memiliki dua posisi dalam hidup sebagai makhluk

individu dan sosial.Sebagai seorang individu manusia memiliki beberapa

tujuan, kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai, yang masing-masing

individu memiliki kebutuhan dan tujuan dengan individu lainnya berbeda.

Sementara itu, sebagai makhluk sosial, orang-orang selalu ingin

berinteraksi dan hidup dengan satu sama lain secara dinamis. Tentu,

manusia memiliki naluri untuk hidup bersama dengan manusia lain.

Dorongan dasar yang memunculkan insting untuk hidup bersama-sama

adalah keinginan manusia harus memenuhi sebagian besar kebutuhan

dasar mereka dan kebutuhan tersebut tihdak dapat dipenuhi ketika

manusia tidak hidup berkelompok.19

Menurut Ahmad Amin, manfaat pria dalam masyarakat mulai dari

sesuatu yang dapat dimakan, pakaian, tempat tinggal, hidup, ilmu

pengetahuan dan moralitas. Jika manusia tidak bisa mendapatkan apapun

dari masyarakat, maka manusia tidakakan memiliki apa-apa seperti tubuh,

pikiran dan moral sebagai seorang individu dari masyarakat. Ahmad Amin

menegaskan bahwa individu dalam masyarakat seperti anggota badan,

19

(42)

33

jika salah satu anggota tubuh terpisah dari tubuh maka itu menjadi mati

dan tidak dianggap sebagai makhluk hidup.Seperti tangan yang terputus

dari tubuh dan daun jatuh dari pohon.

Lalu seperti manusia, ketika ia dipisahkan dari masyarakat akan ditimpa

kehancuran dan tidak berharga, karena tindakan manusia, norma dan adat

istiadat dan tradisi yang dibentuk dengan melihat hubungannya dengan

masyarakat saja. Mengatakan tentang benar maka itu disebut sebagai hal

yang benar dan bercerita tentang kebohongan maka itu disebut sebagai

hal yang buruk.Itu semua hanya terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Tanpa itu, tidak ada yang bisa mengatakan bahwa antara kedua dikatakan

menjadi salah satu yang baik dan yang lain adalah buruk. hal ini

menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari masyarakat

manusia secara faktual. Meskipun, mereka ingin menjadi terpisah dari

kehidupan masyarakat, yang penuh dengan aturan mengikat, mereka tidak

akan mampu melakukannya, karena jika hal itu terjadi mereka akan

mengusir kekuatan dan kehidupan yang diberikan kepada mereka oleh

masyarakat.

Cara utama untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti yang disebutkan

di atas adalah melalui kerjasama sosial.Kerjasama sosial merupakan

sarana untuk tujuan yang tidak dapat dicapai sepenuhnya.Sementara itu

tujuan yang memaksimalkan kesejahteraan dan kebahagiaan umat

(43)

34

Jawa.Umumnya bentuk kerjasama antara orang-orang yang diwujudkan

dalam kegiatan gotong royong misalnya untuk kegiatan berkontribusi

pada organisasi perayaan.

Masyarakat saling membantu diterapkan masyarakat Jawa dalam tradisi

buwuhan, yang merupakan realisasi kepatuhan mereka dengan

norma-norma sosial.Orang norma-normal menjadi acuan dalam mengatur perilaku

individu dalam kehidupan masyarakat.Norma-norma sosial diwujudkan

dalam sikap hidup orang Jawa untuk melestarikan tradisi sebagai ciri khas

kehidupan orang Jawa sebagai harmonidan menghormati.

Harmoni adalah situasi dimana semua pihak dalam damai satu sama lain,

saling mencintai dan bekerja sama dalam suasana tenang dan menerima

perjanjian. Harmonis menuntut untuk mencegah tindakan dan perilaku

yang dapat mengganggu ketenangan dalam kehidupan masyarakat,

sehingga tidak ada konflik yang tidak diinginkan dalam hubungan sosial

masyarakat. Dengan kata lain harmoni lebih menekankan terhadap

kondisi eksternal atau hubungan sosial yang tampak dari luar.

Masyarakat Jawa tidak menciptakan harmoni, tapi mereka mencoba

untuk menjaga keharmonisan yang ada. Oleh karena itu, masyarakat Jawa

telah berusaha untuk tidak melibatkan perasaan batin mereka atau sikap

mereka.Yang paling penting menurut mereka adalah bagaimana membuat

(44)

35

bisa berbeda tetapi mereka diwajibkan untuk menunjukkan perilaku

mereka tidak berbeda dari yang lain karena kepentingan.

Koentjaraningrat ini disebut sebagai alam sesuai atau bersikap dan

bertindak sesuai dengan masyarakat mereka yang dimotivasi oleh

semangat jiwa sama tinggi dan sama randah. Masyarakat Jawa memiliki

Jawa seni yang tinggi dan nilai positif kebiasaan untuk berpura-pura

"ethok- ethok". Ini bertujuan untuk mencegah emosi dengan

menyembunyikan perasaan benar.Jadi dapat menjaga keharmonisan dan

dapat mendapatkan solidaritas tinggi.20

Prinsip harmoni tidak akan terwujud dengan sempurna tanpa sikap

menghormati, menghormati satu sama lain adalah sikap yang mendasari

harmoni dalam kehidupan masyarakat, dengan saling menghormati,

masyarakat Jawa bisa menyenangkan orang lain dan menyebabkan rasa

keakraban satu sama lain. Masyarakat Jawa selalu mencoba untuk

menolong tetangga mereka atau orang lain dalam kehidupan sehari-hari

seperti dari keluarga mereka. Bahkan terhadap orang-orang yang tidak

memiliki hubungan keluarga mereka akan menyambut mereka dengan

panggilan hormat seperti Bapak, Mas, Mbak, Pakdhe, Budhe, Dhik,

Paklik, Bulik.

Mengucap salam adalah sebagai mewujudkan saling menghormati dan

dapat mampu menciptakan solidaritas dan keakraban dengan orang lain

20

(45)

36

dalam kehidupan sosial, sehingga harmoni damai dan dapat dicapai

suasana harmoni yang diciptakan dalam kehidupan masyarakat akan

menjadi semangat untuk mereka mencintai bekerja sama dan peduli satu

sama lain. Sikap harmonis yang telah didasarkan pada sikap hormat dapat

mempengaruhi dalam setiap tindakan masyarakat Jawa.Terutama bagi

orang-orang yang memegang perayaan dan mereka melibatkan banyak

orang di dalamnya. Orang-orang yang berpartisipasi dalam perayaan

(peristiwa-peristiwa penting yang berhubungan dengan siklus hidup) akan

terlihat telah memberikan kehormatan bagi orang-orang yang

merayakannya dan juga merasa dihargai.

Oleh karena itu, tradisi buwuhan bisa mempertahankan prinsip

keharmonisan masyarakat jawa dalam interaksi sosial mereka.Selain itu,

sikap dan tindakan orang Jawa ini mengacu pada aturan-aturan moral

Jawa, yang menyadari tradisi mereka.Mereka selalu mengutamakan

kepentingan umum atau kepentingan masyarakat daripada kepentingan

pribadi.moralatau aturan yang menjadi acuan untuk perilaku dan tindakan

masyarakat Jawa sebagai tindak.21

1. Tepa Selira (Tenggang Rasa)

21

(46)

37

Tepa selira disebut sebagai toleransi, itu adalah sikap individu

yang dapat memahami perasaan orang lain. Sikap ini dapat

menciptakan harmoni hubungan sosial masyarakat, dan juga

merupakan titik etika komunal masyarakat Jawa yaitu "tidak

melakukan sesuatu yang Anda tidak ingin untuk Anda sendiri".

Dengan demikian setiap orang yang menerapkan sikap yang akan

selalu memperlakukan orang lain dengan tidak semena-mena

karena mereka memperlakukan diri mereka sendiri.

2. Sepi Ing Pamrih Ramé Ing Gawé (Egois)

Kata ini menjadi dasar bagi orang Jawa untuk selalu melawan

keegoisan yaitu mengutamakan kepentingan diri sendiri dan

mengabaikan kepentingan umum. Pamrih adalah sebuah tindakan

yang hanya mengejar kepentingan diri sendiri dengan lengah

masyarakat-bunga, apalagi pamrih juga menyebabkan minat

duniawi. Karakter ini akan kekacauan sosial yang harmonis tinggi,

karena ada 3 keinginan buruk didalamnya yaitu :

a. Selalu ingin menjadi bagian atas (nepsu menangé dhéwé),

b. Selalu menganggap diri benar (nepsu beneré dhéwé) dan,

c. Hanya peduli tentang kepentingan (nepsu butuhé dhéwé).

Oleh karena itu, bagi orang Jawa pamrih bisa dapat ancaman dengan cara

yang benar kehidupan manusia. Dalam jangka psikologi itu adalah identik

dengan menghormati kurang terhadap kepentingan sesama manusia dan

(47)

38

Dengan demikian, idiom sepi ing pamrih selalu menjadi idiom untuk rame

ing gawe.Rame ing gawe dipraktik hidup orang Jawa sering digambarkan

sebagai tugas untuk bekerja keras yang tidak untuk diri saja, tetapi juga

untuk orang lain.

Suseno menjelaskan bahwa makna dari kata gawe tidak hanya bekerja

tetapi juga berarti pesta perayaan.Karena dalam persiapan pesta selalu

membawa bekerja bersama-sama dan membutuhkan orang-orang baik dari

keluarga atau tetangga.Orang demikian, orang Jawa berusaha untuk

bertindak benar, tidak dikendalikan oleh keegoisan dan memenuhi

kewajiban mereka sebagai makhluk sosial individu memenuhi kewajiban

diri seseorang, keluarga, masyarakat dan lain-lain.

a. Ojo Dumeh (Jangan sombong)

Ojo dumeh dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai tidak

arogan. Karakter ini sangat penting untuk menerapkan prinsip

hormat. Sedangkan karakter arogan "dumeh" bisa salah satu

hambatan bagi orang untuk berbaur dengan orang lain, karena

sikap ini membuat orang menganggap mereka lebih tinggi

daripada yang lain. Sehingga membuat orang lain merasa tidak

nyaman dan merasa rendah diri pada orang lain. Jadi dumeh aja

dimaksudkan untuk seseorang dalam kehidupan masyarakat dapat

(48)

39

Seperti yang ditulis oleh Niels Mulder dalam bukunya dengan

judul Jawa-Thailand, ketika seseorang menunjukkan perhatian

yang bertepatan dengan peristiwa kelahiran, rasa sakit, dan acara

penting lainnya pada orang lain. Kemudian satu diri akan

menerima perhatian bagi orang-orang lain yang mendapatkan apa

yang telah diberikan kepada mereka sebelumnya. Dengan

demikian, dumeh aja dapat tercermin pada orang yang

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakat sesuai

dengan aturan dan etiket yang diterapkan dalam kehidupan sosial.

b. Gemi, Nastiti danNgati- ati (Hemat, pandai menyimpan dan sifat

kehati-hatian)

Gemi adalah berhemat dalam membelanjakan harta.Seseorang

yang hemat berarti bahwa orang dapat mengatur keseimbangan

antara pendapatan dan pengeluaran harta (uang). Frugal akan

menumbuhkan sikap filantropi seseorang, karena orang yang tahu

pasti kapan ia menggunakan uangnya untuk hal-hal yang

bermanfaat. Oleh karena itu, ketika ia ditanya oleh seseorang

dalam kesulitan untuk membantu, ia akan membantu orang

tersebut dengan senang hati.

Orang Jawa yang diketahui sangat perhitungan dalam

menggunakan kekayaan mereka.Harta yang mereka dapatkan dan

mereka mengumpulkan, mereka berhasil menjaga biaya mereka,

(49)

40

utang.Mereka Mempertimbangkan dan memperhitungkan semua

biaya dan pendapatan tidak dimaksudkan untuk menjadi pelit, tapi

orang Jawa selalu presisi ketika mereka ingin melakukan sesuatu

dan sikap seperti ini disebut nastiti.Nastiti cenderung bagaimana

menggunakan kekayaan hemat dan hati-hati.Hal ini tidak

mengandung kekikiran, bahkan menggunakan rasionalitas.

Harta yang dihabiskan sia-sia dan tidak berguna akan membuat

sengsara. Selain itu, orang-orang yang menggunakan harta

sembarangan akan membuat mereka masuk ke masa sulit dan

kesengsaraan. Sementara itu, Ngati-ati adalah sikap kehati-hatian

untuk apapun yang akan dilakukan oleh orang-orang. Seseorang

hati-hati akan selalu berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan

sesuatu, terutama dalam mengambil keputusan. Hati-hati dalam

pengambilan keputusan dapat diwujudkan jika sikap didasarkan

pada hati-hati dan penuh pertimbangan. Perhatian dapat mencegah

konflik apapun dalam kehidupan sosial, karena hati-hati

mengarahkan orang untuk menjadi toleran dan menghormati orang

lain.

Dengan kata lain Ngati-ati adalah upaya pengendalian diri dalam

menanggapi situasi dan usaha dari orang dalam menyesuaikan diri

(50)

41

seseorang dapat memiliki kontrol diri dan akhirnya dapat

mencegah konflik timbul.22

Tanggung Jawab SosialKehidupan Jawa telah mengisi dengan berbagai

kegiatan sosial dan juga melibatkan peran masyarakat.Terutama ketika

mereka mengadakan upacara perayaan "duwe gawe" yang menunjukkan

harmoni yang menjadi kewajiban orang.Mereka dikenal sebagai

masyarakat yang telah menjaga keharmonisan dan prinsip-prinsip hormat

terutama untuk masyarakat pedesaan, yang mengarahkan memiliki

hubungan sesama baik masyarakat. Sebagai J.H Kern menyatakan tentang

struktur masyarakat di Indonesia adalah sama pada dasarnya,masyarakat

memiliki tanggung jawab bersama untuk kebaikan dan harmonis.

Tanggung jawab sosial juga terkait dengan etika dan moral dari

masyarakat Indonesia (penduduk asli) dimana tercantum dalam hukum

adat dan hukum adat yang terkandung dalam beberapa prinsip.23Prinsip

Kebersamaan dalam prinsip ini telah ditetapkan bahwa setiap individu

dalam masyarakat adalah keluarga. Dan setiap individu diantara mereka

dalam keluarga memiliki hubungan paralel, sehingga menimbulkan

perlunya perilaku seperti hak masyarakat adalah salah satu fungsi dari

hak-hak kolektif, setiap desa harus bersedia untuk membantu orang lain

berdasarkan nasib yang sama, masyarakat melakukan tugas mereka secara

kolektif dan penyelesaian masalah masyarakat harus dijawab berdasarkan

keputusan bersama. Manifestasi dari hal-hal ini tampaknya pada tugas

22

Hildred Geertz,Dalam Keluarga Jawanya.(Jakarta: Pustaka, 1983)35.

23

(51)

42

setiap orang untuk selalu menyediakan diri dan harta mereka untuk

kesejahteraan masyarakat.Bantuan timbal balik juga didasarkan pada

realisasi yang diri sendiri tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Maka

musyawarah adalah solusi untuk menyelesaikan setiap masalah yang

didasarkan pada hasil pendapat kolektif.

a. P

Referensi

Dokumen terkait

Subjek kanak-kanak daripada kedua-dua kumpulan menghasilkan struktur KRO dengan menggugurkan kata relatif ‘yang’ sama seperti menghasilkan struktur KRS yang merupakan

Pada kegiatan inti pelajaran, guru memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran Fisika dengan Kompetensi Dasar Menerapkan gerak parabola dengan menggunakan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: Peran Unit Pelaksana Teknis

Iaitu suatu latihan pertahanan diri tidak kira di atas apa juga susunan langkah yang diberi nama atau yang belum diberi nama yang disertakan dengan qosod dan tujuan

Sesuai Pasal 13 ayat 2, jika Anggota negara berkembang atau Anggota negara kurang berkembang, telah memenuhi prosedur-prosedur sebagaimana ditetapkan dalam Pasal

Bentuk dari penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rahma Nurvidiana dkk (2015) “Pengaruh Word Of Mouth Terhadap Minat Beli Serta Dampaknya Pada

Pengamatan dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh penulis dan satu orang guru sebagai teman sejawat atau kolaborator, yaitu Ibu Ade Irma Suryani Pada