• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Posintuwu dan Koperasi: Elaborasi Nilai Lokal Masyarakat dalam Kelompok Usaha Simpan Pinjam (KSP) Mekar Jaya, di Desa Tonusu T2 092010001 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Posintuwu dan Koperasi: Elaborasi Nilai Lokal Masyarakat dalam Kelompok Usaha Simpan Pinjam (KSP) Mekar Jaya, di Desa Tonusu T2 092010001 BAB II"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bourdieu tentang Habitus

Menurut Bourdieu (dalam Ritzer 2008:525) Habitus ialah media atau ranah yang

memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

terbentuk seperti simpul jaringan dari berbagai elemen kelompok sosial. Setiap kelompok

memiliki peran dan kedudukan masing-masing sebab mereka memiliki sejumlah modal

sebagai potensi sosial yang mampu menjamin keberlangsungan suatu kelompok1).

Keberlangsungan suatu kelompok ditentukan oleh kuatnya ikatan dalam habitus

tersebut. Dengan demikian, kedudukan dan peran kelompok dihabitusnya terletak pada

kapasitas sebagai agen yang melakukan proses pelembagaan. Dengan kata lain habitus

mengakumulasi karakter yang bersifat individual menjadi karakter kolektif yang holistik

dan universal dimana potensi sosial sangat menentukan keberlangsungan kelompok.

2.1.1 Habitus dan Hakikatnya

Dalam uraian sebelumnya Bourdieu memandang habitus sebagai aspek yang

mendasari timbulnya tindakan dan pemikiran yang dalam hal ini sangat tampak pada tiga

konsepsi habitusnya sebagai berikut

1) Habitus memiliki dimensi kognitif dan afektif yang terejahwatakan di dalam sistim

disposisi; Disposisi yang dipahami disini yaitu sikap kecenderungan dalam

1

(2)

mempersepsikan, merasakan, melakukan, dan berpikir dimana kesemuanya itu di

internalisasikan2) individu akibat kondisi objektif seseorang. Sehingga dalam hal

ini habitus tidak bersifat statis akan tetapi bersifat dinamis, bahkan aktor dapat

mengubah habitusnya sesuai dengan ranah (field) yang dihadapinya.

2) Habitus3) merupakan struktur-stuktur yang dibentuk dan struktur-struktur yang

membentuk. Artinya, Habitus dapat membentuk kehidupan sosial, disisi lain

Habitus juga berperan sebagai struktur yang membentuk kehidupan sosial. Dengan

demikian Habitus dapat dipahami sebagai suatu proses dialektis bagian dari

eksternalisasi dan internalisasi

3) Habitus diinternalisasikan secara tidak sadar oleh aktor sepanjang hidupnya. Hal

ini berhubungan dengan habitus lain yang disebut Bourdieu sebagai Hexis

badaniah4) seperti mudah bergaul atau sebaliknya. Habitus juga dapat berguna

bagi aktor sebagai referensi untuk membekali aktor mengatasi berbagai

permasalahan. Olehnya habitus dapat pula berfungsi sebagai matriks persepsi,

apresiasi dan tindakan.

2

Narw oko dan suryanto (2007:81) In ternalisasi ialah p ro ses yang dikerjakan oleh pihak yang tengah m enerima p ro ses sosialisasi. Art inya, in ternalisasi m erupakan bagian dari proses berlan gsungnya elabo rasi yaitu proses awal seseo rang m engenal suatu kebiasaan yan g berlangsung dikeluarga int i d imana so sialisasi yang dimaksudkan adalah saat p ertama ind ividu it u m engenal pent ingnya berbuat baik (po sintuwu)

3

(3)

2.1.2 Modal

Menurut Fashri (2007) terdapat beberapa hal yang mendasari untuk memahami

kapasitas modal dalam pandangan Bourdieu antara lain: Pertama, menjembatani

permasalahan Middle Ground Theory misalnya tidak sinergisnya kedudukan individu

dalam kapasitas sebagai subjektivisme dan masyarakat sebagai objektivisme, Sehingga

Bourdieu menawarkan Habitus dan ranah atau (field) sebagai titik yang menengahi

kedudukan individu dan masyarakat pada kajian Middle Ground Theory. Hal ini

ditawarkannya karena mengingat bahwa pada hakikatnya habitus merupakan suatu

struktur baik struktur yang dibentuk maupun struktur yang membentuk. Sedangkan

modal dapat dipahami sebagai hasil dari habitus atau ranah itu sendiri. Kedua, konsep

modal sebenarnya digunakan untuk memetakan hubungan-hubungan kekuasaan dalam

masyarakat sebab masyarakat dibentuk oleh perbedaan distribusi dan penguasaan modal,

disisi lain aktor juga berjuang memperbesar modal mereka. Dimana hasilnya sangat

menentukan posisi dan status di dalam masyarakat, hal ini berarti bahwa modal

merupakan pusat segala kekuatan. Ketiga, Pandangan modal Bourdieu berbeda dari

padangan ekonomisme yang melihat modal bercirikan tiga bagian penting antara lain

terakumulasi melalui investasi, dapat diberikan kepada orang lain melalui sistim

(4)

pemiliknya untuk mengoperasikan penempatannya. Bourdieu justru menggolongkan 4

(empat) jenis modal meliputi5):

a) Modal ekonomi, mencakup alat-alat produksi materi dan uang yang dengan

mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari suatu generasi

kegenerasi berikutnya.

b) Modal budaya, mencangkup keseluruhan kualifikasi intelektual yang dapat

diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga seperti mudah

bergaul, cara berbicara dan kemampuan tampil di depan umum.

c) Modal sosial, Menunjuk pada hubungan dan jaringan yang dimiliki pelaku

(individu atau kelompok) dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki

kekuasaan, dan

d) Modal simbolik, mencangkup segala bentuk prestise, status, otoritas dan

legitimasi.

2.2 Peters tentang kelembagaan

Peters berbeda dari Boudieu, Peters (1999) lebih spesifik dalam menempatkan

kedudukan aktor sementara Bourdieu menempatkan aktor pada dimensi habitus dan field

menyangkut karakter dari Habitus sebagai struktur, sedangkan Peters menempatkan aktor

sebagai amatan penting dalam kelembagaan. Persamaan kedua tokoh ini adalah bahwa

habitus ditonjolkan pada kedudukan lembaga sebagai media atau ranah yang

5

(5)

memungkinkan terbentuknya integritas sosial dan aturan serta nilai bagian dari hubugan

antara habitus dan ranah. Sementara itu mekanisme sosial dapat dipahami sebagai

potensi-potensi yang terlembagakan pada budaya organisasi misalnya modal sosial

2.2.1 Aktor dalam lembaga

Peters6) menempatkan kapasitas aktor pada dua bentuk yaitu agen perubahan dan

agen yang melakukan proses pelembagaan sejumlah nilai menjadi budaya organisasi,

sehingga lembaga dapat dipahami sebagai mekanisme sosial yang berisi sejumlah aturan

yang diberlakukan dan nilai-nilai. Sehubungan dengan kapasitas aktor dalam lembaga,

maka tekanan lembaga dibagi menjadi dua bagian yaitu

a) Kajian umum kelembagaan terdiri dari (a) Dimensi situasi, dimensi ini

menempatkan kelembagaan sebagai kajian kelembagaan yang kontekstual (b)

Dimensi aturan dan kaidah, dimensi ini meletakkan hubungan antar aktor dimana

aktor sebagai agen perubahan sekaligus sebagai yang melakukan proses

pelembagaan.

b) Kajian menurut tekanan (model) pembelajaran meliputi (a) Model ekonomi,

menempatkan individu dalam hubungannya dengan individu lain atau hubungan

antar aktor sebagai suatu hubungan cost and benefit misalnya berkaitan dengan

reward and punishment. (b) Model sosial, menempatkan hubungan antar aktor

dalam kaitannya dengan kesepakatan-kesepatakan untuk mencapai tujuan kolektif.

(c) Model politik, menempatkan hubungan antar aktor sebagai suatu gambaran

dimensi ketergantungan dan kepentingan yang dapat dipahami pada sistim politik

6

(6)

berisi komitmen-komitmen politis. (d) Model budaya, menempatkan hubungan

antar aktor dalam pembentukan sejumlah aturan sebagai suatu gambaran

instrumen antara lain norma dan nilai-nilai yang mendasari habitusnya.

2.2.2. Mekanisasi Sosial

Peters7)dalam menempatkan aktor pada studi kelembagaan dilihat sebagai berikut:

a) Menempatkan teori pilihan rasional, pilihan rasional diuraikan pada hubungan

antar aktor kemudian hubungan tersebut menghasilkan kesepaktan-kesepakatan,

aturan main (role of game), komitmen, norma dan nilai yang seluruhnya

digunakan untuk mencapai tujuan bersama. Singkatnya, lembaga dipandang

sebagai hasil dari pilihan rasional dimana hal tersebut menggambarkan kedudukan

dan peran aktor sebagai agen perubahan serta agen yang mampu melakukan

pelembagaan8)

b) Hubungan antar aktor, terutama menyangkut kedudukan aktor memiliki kesamaan

dengan konsepsi Bourdieu tentang habitus dan ranah sebagai bentuk mekanisme

sosial

c) Institusi ekonomi dapat dipahami sebagai bagian dari gambaran perilaku rasional

sekaligus hubungan antar aktor yang kemudian melegitimasi hak milik. Hak

tersebut kemudian digunakan untuk memperkuat posisi tawar dari kedudukan serta

peran aktor.

2.3 Kerangka Teoritis Penelitian

7

(7)
[image:7.595.66.527.128.636.2]

Gambar 1: model kerangka teori

Gambar kerangka teoritis penelitian diatas dijabarkan sebagai berikut dalam

penelitian ini penulis memahami bahwa umumya modal sosial dibangun pada pandangan

struktural, yaitu hubungan antar dimensi masyarakat berisi potensi-potensi yang ada

antara lain:

1. Sintuwu, sebagai gambaran nilai-nilai lokal,

2. Nilai-nilai non lokal yakni berkaitan dengan managemen kelembagaan seperti

halnya KSP

3. Aktor, meliputi individu-individu yang representatif, dimana keseluruhan itu dapat

mengubah kearah yang lebih baik

4. Lembaga, Dipandang sebagai media atau produk dari asosiasi (perkumpulan)

sosial yaitu KSP. Potensi-potensi yang ada tersebut saling terkait satu sama lain

(8)

elaborasi dimana setiap hubungan akan memberikan gambaran tentang budaya

organisasi misalnya budaya organisasi kelompok simpan pinjam Mekar Jaya di

Desa Tonusu.

Berdasarkan gambaran diatas dari gambar kerangka pikir penelitian proses

elaborasi yang dimaksudkan ialah keterikatan antar nilai nilai non lokal yang berkaitan

dengan organisasi dalam prespektif budaya luar (moderen) antara lain sistim manjemen

atau perencanaan, struktur kepengurusan, aturan-aturan yang dibakukan, kesepakatan,

dan sintuwu sebagai nilai nilai lokal menjadi bagian dari budaya organisasi dimana

lembaga (organisasi itu sendiri), dalam pengertian fisik (KSP) dan aktor sebagai institusi

merupakan sumber dari sejumlah tata nilai dan norma yang diberlakukan baik nilai-nilai

Gambar

Gambar 1: model kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Dewa Ketut Sukarti bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didiik (konseli) secara bersama-sama melalui

setiap institusi memilki struktr.u molekuler yang berbasiskan individu. S"t&p produk dari jasa yang ditawarkan adalah produk yang user oriented. Sebagai ccntoh

karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana pun dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan

[r]

166.810.000,- (seratus Enam puluh enam juta delapan ratus sepuluh ribu rupiah) Tahun Anggaran 20L3, maka dengan ini kami umumkan pemenang untuk pekerjaan

The result of this study confirms that most of Indonesian Universities are seriously encouraging the development of online teaching and learning by embedding the e-learning facility

Sehubungan dengan adanya Pengadaan Jasa Konsultansi di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kampar APBD-P Tahun Anggaran 2013, bersama ini kami Mengundang Saudara

Dari pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuan..