• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna nafs wahidah dalam Al-Qur'an: studi analisis komparatif penafsiran Rashid Rida dan Ibn Kathir terhadap surat An-Nisa ayat 1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna nafs wahidah dalam Al-Qur'an: studi analisis komparatif penafsiran Rashid Rida dan Ibn Kathir terhadap surat An-Nisa ayat 1."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA

NAFS WA>

HIDAH

DALAM AL-QUR

A>

N (Studi

Analisis Komparatif Penafsiran Rashi>

d}Rid}a>

Dan Ibn

Kathi>r

)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

AHMAD MUHAJIR E33213098

PRODI ILMU AL QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)

MAKNA

NAFS WA>

HIDAH

DALAM AL-

QUR’

A>

N (Studi

Analisis Koparatif Penafsiran

Rashi>d}Rid}a>

Dan Ibn Kathi>

r

)

Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

AHMAD MUHAJIR E33213098

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SUNAN AMPEL

SURABAYA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Nama: AHMAD MUHAJIR Nim: E33213098

Judul: MaknaNafs W a>hidah dalam al-Qur’a>n (Studi Analisis Komparatif Penafsiran Rashi>d} Rid}a>dan Ibn Kathi>r)

Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang berakal budi. Manusia diciptakan oleh Allah, melalui proses. Dan tidak lain diciptakan untuk mengabdi kepada sang maha pencipta. Proses penciptaan manusia melalui tanah kemudian ditiupkan roh Allah ke dalamnya. Awal penciptaan manusia memang dalam al-Qur’a>n tidak disebutkan secara jelas siapa nama manusia tersebut. Namun dalam penelitian ini terdapat mufasir yaitu Ibn Kathi>r dan Rashi>d} Rid}a>yang mana mereka mempunyai pandangan yang berbeda mengenai nenek moyang manusia yang tercantum dalam surat al-Nisa’ ayat 1.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang berarti mencari sumber data berbagai bentuk yang berkaitan dengan tema yang ada. Kemudian peneliti mengkaji lebih dalam karya tafsir mereka mengenai bentuk, metode, dan corak tafsirnya. Dilanjutkan dengan Komparatif maksudnya memilih ayat tertentu kemudian menentukan beberapa mufasir yang akan dibandingkan penafsiranya melalui karya tafsirnya lalu mencari kesamaan dan perbedaan.

Mengenai awal penciptaan manusia dalam al-Qur’a>n terhadap surat al-Nisa’ ayat 1 Rashi>d}Rid}a>menafsirkan Nafsi W a>hidah sebagai jiwa tidak Adam sebagai nenek moyang manusia, karena pembahasan ayat ini bersifat Nakirah,khit}ab ayat ini ditujukan bani Qusyai, ayat ini sebagai permisalan penciptaan awal manusia, kemudian pasanganya (Hawa) tercipta dari jiwa yang sama Adam. Sedangkan Ibn Kathi>r menafsirkan ayat ini bahwa yang dimaksudNafsi W a>hidahadalah Adam a.s. dan pasanyanya (Hawa) tercipta dari tulang rusuk sebelah kiri Adam, ketika sedang tidur.

Pandangan Rashi>d} Rid}a> dan Ibn Kathi>r dalam menafsirkan ayat ini terdapat persamaan dan perbedaan diantara persamaan mereka tidak menolak bahwa sebenarnya potongan ayat yang lafadznya “ ” sebagai Qudrah (kekuasaan) Allah swt. Perbedaan diantara mereka ialah dalam memahami Nafsi W a>hidah Ibn Kathi>r memaknai Adam dan Hawa tercipta dari tulang rusuk sebelah kiri Adam. Sedangkan Rashi>d} Rid}a> memaknai lafadz tersebut sebagai jiwa yang satu yaituInsa>niyah(kemanusiaan), hakikat jiwa yang suka dalam kebaikan dan membenci keburukan, begitu pula Hawa tercipta dari Jiwa yang sama.

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PNGESAHAN TIM PENGUJI... iii

PERNYATAAN KEASLIAN... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI... viii

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah... 8

C. Rumusan Masalah... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Kegunaan Penelitian... 10

F. Tinjauan Pustaka... 10

G. Metode Penelitian... 11

1. Jenis Penelitian.……….………... 11

(9)

ii

3. Metode pengumpulan data... 12

4. Metode analisis data... 13

H. Sistematika pembahasan... 14

BAB II : PANDANGAN UMUM TENTANG TAFSIR MUQA>RAN DAN MAKNANAFSIWA>HIDAH A. Pengertian Tafsir Muqa>ran... 15

B. Langkah-langkah metode Tafsir Muqa>ran... 16

1. Alternatif pendekatan pertama... 17

2. Alternatif pendekatan kedua... 18

3. Alternatif pendekatan ketiga... 19

C. Gambaran umumNafs W a>hidah... 19

1. Pengertian Nafs... 19

2. Makna Nafs Wa>hidah... 26

BAB III : BIOGRAFI IBN KATHI>>>R DAN RASHI>D} RID}A>SERTA TELAAH UMUM TAFSIR AL-MANA>R DAN TAFSIR IBN KATHI>>>R A. Biografi Ibn Kathi>r... 35

1. Riwayat hidup Ibn Kathi>r... 35

2. Latar belakang pendidikan Ibn Kathi>r... 36

3. Karya-karya Ibn Kathi>r... 38

4. Metode tafsir Ibn Kathi>r... 40

(10)

1. Riwayat hidup Rashi>d}Rid}a>... 42

2. Latar belakang pendidikan Rashi>d}Rid}a>... 44

3. Karya-karya Rashi>d}Rid}a>... 47

4. Metode tafsi>r al-Mana>r... 48

BAB IV: ANALISIS TERHADAP PENAFSIRAN IBN KATHI}R DAN RASHI>D}RID}A>TERHADAP SURAT AL-NISA’ AYAT 1 A. Penafsiran Ibn Kathi>r terhadap surat al-Nisa’ ayat 1... 52

B. Penafsiran Rashi>d} Rid}a> terhadap Surat al-Nisa’ ayat 1 ... 57

C. Analisa persamaan dan perbedaan penafsiran Ibn Kathi>r dan Rashi>d}Rid}a>... 66

1. Perbedaan... 66

2. Persamaan... 69

BAB V : PENUTUP A. Simpulan... 70

B. Saran-Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memahami ayat-ayat dalam al-Qur’a>n memang tidak hanya dengan satu ilmu saja melainkan beberapa ilmu atau disebut Ulu>m al-Qur’a>n. Diantara ilmu-ilmu tersebut terdapat Muna>sabah, Asba>b al-Nuzu>l, Maki Madani,Ta’wil, Nasikh

Mansu>kh, Muhkam dan Mutasha>bih, dan seterunya. Untuk memahami suatu ayat memang tidak harus dengan semua ilmu-ilmu tersebut, akan tetapi dicari cabang ilmu-ilmu tersebut mana yang lebih tepat untuk memaknai sebuah ayat dalam

al-Qur’an.Dengan begitu bisa dipahami dengan jelas dan baik.

Salah satu persoalan Ulu>m al-Qur’a>n yang masih terdengar ialah mengenai ayat-ayat tentang Muhkam dan Mutasha>bih. Permasalahan ini masih diperdebatkan terutama ayat-ayat tentangMutasha>bih.Hal ini dikarnakan Ulama-ulama kontemporer menafsirkanya, sedangkan Ulama-Ulama-ulama salaf enggan menafsirkanya.2

Mengenai Muhkam dan Mutasha>bih, sebelum dibahas artinya terlebih

dahulu dijelaskan lafalnya. Lafal “Muhkam” dan “Mutasha>bih” adalah bentuk

Mudzakar untuk mensifati kata-kata Mudhakar pula, seperti al-Qur’a>n yang

Muhkam dan Mutasha>bih. Sedangkan lafal “Muhkam” dan “mutasha>bih” adalah bentuk kata muanast untuk menyifati kata yang muanast pula, seperti surah atau

2

(12)

2

ayat muhkam atau mutasha>bih.3 Dari situ bahwa pemaknaan muhkam dan

mutsha>bihsecara etomologi maupun terminologi terdapat perbedaan.

Muhkam danmutasha>bih berasal dari bahasa arab, secara etimologi kata

Muhkam berasal dari ihkam menurut al-Zarqa>ni>mempunyai berbagai konotasi, yaitu al-man’u artinya mencegah, ahkamal amra artinya membuat sesuatu itu menjadi kokoh dan tercegah dari kerusakan.4 Pengertian tersebut serupa dengan kamus bahasa arab seperti tartib al-Qa>mus al-Muhi}th.5Dalam hubungan ini maka penetapan saksi hukum ialah menetapkan ketentuan-ketentuan, bila dikaitkan dengan al-Qur’a>n bahwa semua ayat-ayat al-Qur’a>n itu disusun dengan rapi dan kokoh, dan tidak ada celah untuk mengkritiknya dari sudut manapun.

Mutasha>bih secara etimologitasha>buh, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Dan shubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak bisa dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara kongkrit maupun abstrak.6

Secara terminologi muhkam dan mutasha>bih memiliki beberapa pengertian, pertama muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedangkan mutasha>bih hanyalah diketahui maksudnya oleh Allah. Kedua

muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedangkanmutasha>bih

mengandung banyak wajah. Ketiga muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan

3

Abdul Djalal.Ulu>m al-Qur’a>n(Surabaya: CV Dunia Ilmu), 2013. 4

Muhammad Abd al-Azhim al-Zarqa>ni. Mana>hilul al-Irfa>n fi ulum al-Qur’an. Isa Bab al-Halabi. Lihat: nasharuddin Baidan. Wawasan baru ilmu tafsir (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2011), 152.

5

Al-Thahir Ahmad al-Zawi.Tartib al-Qamus al-Muhith(Beirut, Dar al-fikr, 1959), 77.

6

(13)

3

mutasha>bih memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.7 Dengan demikian penulis simpulkan ayat muhkam ialah ayat yang penjelasanya sudah jelas secara lafadz maupun makna.

Mengenai istilah ayat muhkan dan mutasha>bih dalam al-Qur’a>n secara rinci menurut pandangan ulama adalah,8

1. Ulama golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan, lafal muhkam

adalah lafal yang diketahui makna maksudnya, baik karena memang sudah

jelas artinya maupun karena dengan dita’wilkan. Sedangkan lafal mutasha>bih

adalah lafal yang pengetahuanya artinya hanya dimonopoli Allah swt. Manusia tidak ada yang bisa mengetahuinya. Seperti, terjadinya hari kiamat, kaluarnya Dajjal, arti huruf-huruf Muqatha’ah.

2. Ulama golongan Hanafiyah berpendapat, lafal Muhkam ialah lafal yang jelas petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasakh (dihapuskan hukumnya). Sedangkan lafal mutasha>bih adalah lafal yang sama maksud petunjuknya, sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia ataupun tidak tercantum dalam dalil-dalil nas (teks dalil-dalil). Sebab, lafal tersebut itu termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Seperti hal-hal yang Ghaib.

3. Mayoritas ulama’ golongan ahlul fiqih yang berasal dari pendapat Ibn Abbas

mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang tidak bisa dita’wilkan kecuali satu arah atau segi saja. Sedangkan mutasha>bihadalah artinya dapat dita’wil dalam beberapa arag atau segi, karena masih sama. Seperti, masalah surga, neraka dan sebagainya.

7

Ibid., 306. 8

(14)

4

4. Imam Ibn Hanbal dan pengikut-pengikutnya mengatakan, lafalmuhkamadalah lafal yang bisa berdiri sendiri atau jelas dengan sendirinya tanpa membutuhkan keterangan yang lain. sedangkan lafal yang tidak bisa berdiri sendiri adalah

mutasya>bih, yang membutuhkan penjelasan arti maksudnya, karena adanya macam-macam ta’wil terhadap lafal tersebut. Misal, lafal yang asing (gharib), lafal yang bermakna ganda (lafal musytarak), lafal yang berarti lain (lafal majas), dan sebagainya.

5. Imam Haramain berpendapat bahwa lafal muhkam yaitu lafal yang susunanya tepat, serta tertip secara biasa, sehingga mudah dipahamu arti dan maksudnya. Sedangkan mutasya>bih ialah lafal yang makna maksudnya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa manusia, kecuali jika disertai dengan adanya tanda-tanda yang menjelaskanya. Contoh seperti lafal yang musytarak, mutlak, khafi (samar), dan sebagainya.

6. Imam Ath-Thibi mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang jelas maknanya, sehingga tidak mengakibatkan kamusykilan atau kesulitan arti. Sebab, lafal muhkam itu diambil dari lafal ihkam (Ma’khuudzul Ihkaami) yang berarti baik atau bagus. Sedangkan mutasya>bih adalah sebaliknya, yaitu sulit dipahami sehingga mengakibatkan kemusykilan atau kesukaran. Seperti lafal musytarak, mutlak, dan sebagainya.

(15)

5

8. Ikrimah dan Qatadah mengatakan, lafal muhkam adalah lafal yang maknanya dapat diamalkan karena sudah jelas dan tegas. Sedangkan lafal mutasha>bih ialah lafal isi maknanya tidak perlu diamalkan, melainkan cukup diimani atau diyakini eksistensinya, seperti dalam surat Al-A’raf ayat 54:

...

Sungguh, tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enan masa, lalu dia bersemayan di atas arsy9...

Disini yang perlu digaris bawahi yaitu mengenai Allah swt. Bersemayan di atas arsy, ini cukup di imani dan tidak diamalkan.

9. Sebagaimana ulama berpendapat, bahwa lafal Muhkam ialah lafal ma’qul maknanya atau yang rasional artinya, yakni lafal yang artinya mudah diterima

akal pikiran, seperti “aqimus shalat” dirikanlah shalat. Sedangkan mutasha>bih

lafal yang tidak masuk akal, atau tidak mudah diterima akal pikiran. Seperti waktu-waktunya shalat, jumlah rakaat tiap-tiap shalat, diwajibkanya puasa hanya khusus di bulan Ramadhan dan sebagainya.

10. Sebagian ulama’ lain mengatakan, lafal muhkam ialah lafal yang tidak

dinasakhkan, atau tidak dihapuskan isi hukumnya, seperti kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis Nabi saw. Sedangkan mutasha>bih lafal yang sudah dinasakh hukumnya, sehingga sudah tidak berlaku lagi. Tetapi mudah diketahui oleh orang umum atau awam, maka termasuk yangmutasha>bih.

Mengenaimuhkam dari beberapa istilah bila di rangkum ialah lafal yang artinya jelas dan kuat secara sendiri tanpa ta’wil karena susunanya tertib dan tepat,

dan tidak musykil, karena pengertianya masuk akal, dapat diamalkan, tidak

9

(16)

6

dinasakh.mutasha>bihayat yang tidak dapat dijangkau oleh akal, masih samar dan bisa ditak’wil, susunan tertibnya kurang tepat sehingga menimbulkan kesulitan

disebabkan penunjukan artinya tidak kuat, cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu diamalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimonopoli (diketahui) Allah swt.

Ayat muhkam dalam Al-Qur’an memang sudah tidak membutuhkan penjelasan secara detail seperti ayat mutasha>bih, ayat ini membutuhkan penjelasan yang sangat akurat. Diantara contoh ayatmutasha>bih dalam Al-Qur’an ialah nafs wa>hidah dalam al-Qur’an surat al-Nisa’ ayat 1, lafadz tersebut tidak menjelaskan dengan tegas apakah “makna tersebut untuk Adam apakah untuk

semua umat manusia. kemudian istrinya diciptakan dari Adam itu.mayoritas Ulama indonesia memahami hal tersebut mengenai Adam sedangkan Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam, hal ini seperti dalam kitab terjemahan Al-Quran departemen Agama.10

Nafs wa>hidah, at-Thaba>ri, al-Qurthu>bi, Al-Biqa'i, Abu As-Su'ud, dan lain-lain. Bahkan At-Tabarsi, salah seorang ulama tafsir bermazhab Syi'ah (abad ke-6 H) mengemukakan dalam tafsirnya bahwa seluruh ulama tafsir sepakat mengartikan kata tersebut dengan Adam.11 Pendapat yang mengartikan Nafs W a>hidaha dalah Adam berdasarkan kepada hadis Nabi Muhammad yang mengatakan bahwa perempuan tercipta dari tulang rusuk laki-laki. Ketika mengartikan Nafs W a>hidah adalah Adam akan berdampak pada kata selanjutnya

10

Nashruddin Baidan. 1999.Tafsir bi al-Ra’yi: upaya pengalian konsep wanita dalam Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 6-7.

11

(17)

7

yaitu ( ) wakhalaqa minha>zaujaha, yang dalam hal ini diartikan sebagai Hawa oleh sebagian manyoritas mufassir. Argumen-argumen yang dikemukakan menurut Qurais sihab adalah sebagai berikut pertama kata Nafs

pada ayat ini menunjuk kepada pengertian perorangan, bukan jenis.

Al-Qaffa>l mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sesungguhnya Allah telah menciptakan setiap orang diantara kalian berasal dari satu jiwa kemudian dia menjadikan istri untuknya yang diciptakan dari dirinya atau khitab (pembicaraan) ayat ini ditujukan kepada kaum Quraisy yang hidup pada masa Nabi Muhammad, mereka adalah keluarga Qusay, yang dimaksudkan dengan nafsi wahidah dalam ayat ini adalah Qusay sendiri.12

Menurut Nasarudin Umar, term Nafs terulang 295 kali dalam

Al-Qur’an, dengan berbagai bentuknya tidak satupun secara tegas menunjukkan

kepada pengertian Adam.13 Dalam potongan ayat berbunyi “Dia telah

menjadikan kamu dari diri yang satu” Ialah bahwa seluruh manusia itu, laki

-laki dan perempuan, dibenua manapun mereka diam. Dan betapa pun warna kulitnya, namun mereka adalah diri yang satu.Sama-sama berakal, sama-sama menginginkan yang baik dan tidak menyukai yang buruk, sama-sama suka yang elok dan tidak suka yang jelek. Oleh sebab itu hendaklah dipandang orang lain itu sebagai diri kita sendiri juga14

Nafs wa>hida terdapat beberapa surah dalam al-Qur’an diantaranyasurah Al-Nisa ayat 1, tema ini penting ditindak lanjuti untuk mengkontektualisasikan

12

Ahmad Musthafa Al-Maraghi.Tafsir al-Maraghi(Dar-fikr, Jilid.2), 175.

13

Nasharuddin Umar.Argumen kesetaraan jender(Jakarta: Paramadina, 1999) , 241. 14

(18)

8

penciptaan manusia pertama apakah adam atau ada jenis jiwa sebelum adam dan sehingga menjadi adam. Memang Para Mufasir menempuh cara yang berbeda dalam menafsirkan al-Qur’an, mengenai makna nafs wa>hidah ,khususnya dalam surat Al-Nisa’ ayat 1.

Berangkat mengenai perbedaan penafsiran antara Ibn Kathir dan Rashid}

Rid}a>, dilihat dari sisi zaman sangat berbeda, Ibn Kathi>r lahir pada era klasik sedangkan Rashi>d} Rid}a> dizaman modern, tidak dari zaman saja yang menyebabkan berbeda akan tetapi dari pemikiran juga. Dalam Skripsi ini peneliti akan menginterpretasikan kedua tafsir tersebut mengenai makna nafs wa>hidah

surah Al-Nisa’ ayat 1. Pertama, kedua tafsir tersebut sudah mewakili sekian mufasir yang berbeda penafsiranya tentang nafs wa>hidah surat Al-Nisa’ ayat 1,

kedua, tafsir tersebut mempunyai penafsiran yang berbeda diantara sekian tafsir yang lain, ketiga, penafsiran tersebut yaitu Rashid} Rid}a>dan Ibn Kathi>r dilihat dari metodologi penafsiranya beliau mempunyai teori yang berbeda dalam menafsirkannafsi wa>hidahdalam surat Al-Nisa’ ayat 1.

Akhirnya, dalam skripsi ini, penulis akan mencoba melakukan penelitian

mengenai “Makna Nafs wa>hidah” dalam Al-Qur’an (studi komparatif penafsiran

Rashid} Rid}a>dan Ibn Kathi>r terhadap surah Al-Nisa’ ayat 1”. Dengan karya ilmia ini peneliti mengharapkan bisa dijadikan sebagai khazanah untuk semua umat, khususnya para akademisi fakultas Ushuluddin.

B. Batasan Masalah

(19)

9

mengenai hal tersebut dalam skripsi ini supaya pembahasan menjadi sistematis dengan baik maka peneliti fokus pada penelitianmakna “nafsi wa>hidahdalam

al-Qur’an studi analisis komparatif penafsiran Rashid}Rid}a>dan Ibn Kathi>r terhadap

surat Al-Nisa’ ayat 1.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, di bagian ini peneliti mencantumkan permasalahan komparataif yaitu makna nafsi wa>hidah menurut penafsiran Ibn kathi>r dan Rashid}Rid}a>, yaitu:

1. Bagaimana penafsiran Ibn Kathi>r terhadap makna nafs wa>hidah terhadap surat al-Nisa’ ayat 1?

2. Bagaimana penafsiran Rashid} Rid}a>terhadap makna nafs wa>hidah terhadap surat al-Nisa’ ayat 1?

3. Apa persamaan dan perbedaan penafsiran Ibn Kathi>r dan Rashi>d} Rid}a> terhadap surah al-Nisa’ayat 1?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dengan rumusan masalah di atas, maka di bagian ini peneliti mencantumkan tujuan penelitian diantara:

1. Untuk memaparkan secara komprehensif pandangan Ibn Kathi>r terhadap surat al-Nisa’ayat 1.

(20)

10

3. Untuk mengkaji lebih jauh persamaan dan perbedaan pandangan Ibn Kathir dan Rashi>d} Rid}a>terhadap surat al-Nisa’ ayat 1.

E. Kegunaan penelitian

Adapun dibagian ini peneliti mencantumkan dua kegunaan penelitian skripsi, yaitu secara teoritis dan secara praktis, diantara:

1. Secara teoritis

Hasil skripsi ini peneliti mengharap besar bisa dijadikan khazanah seluruh umat, khususnya di akademisi, serta dapat mempertimbangkan dalam memperkaya ilmu al-Qura>n dan tafsi>r, tentunya penafsiran terhadap surat al-Nisa’ ayat 1

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan menambah wawasan seluruh pembaca, khususnya akademisi ilmu al-Qura>n dan Tafsi>r.

F. Tinjauan Pustaka

Menurut penelusuran penulis, terdapat beberapa tema yang terkait dengan judul skripsi ini, diantaranya:

1. “proses penciptaan manusia dalam al-Qur’a>n dan implikasinya terhadap

kurikulum Quran dan Hadis”. 2012. Karya ahmad hakim. UIN sultan syarif

kasim, Riau. Skripsi ini menjelaskan penciptaan manusia dalam al-Qur’a>n surah al-Mukminun:12-14. al-Insan;2 al-Rahman:14.2.

(21)

11

menciptakan Adam dan bani Adam dalam al-Qur’a>n secara tematik, dan fase-fase terciptanya.

3. “awal terjadinya perempuan menurut Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh”.

2005. Karya Ana Jauharo. Di UINSA Surabaya. Skripsi ini menjelaskan asal mula terciptanya perempuan menurut dua mufasir dengan satu pendapat yaitu rill dari kedua mufasir.

4. “Nafs dalam al-Qur’a>n studi tematik”. 2015. UINSA Surabaya. Skripsi ini

menjelaskan nafs pada lafadz min “nafs wa>hidah” menurut para mufasir dengan menggunakan metode maudhu’i,.

Berdasarkan hasil penelusuran di atas bahwa penulis belum menemukan pembahasan terkait judul karya ilmianafs wa>hidahmenurut penafsiran Ibn Kathi>r dan Rashid} Rid}a>dalam al-Qur’a>n surat al-Nisa’ ayat 1.

G. Metode Penelitian

Supaya penelitian ini lebih sistematis dan terarah, maka diperluakan sebuah metode yang baik dan jelas. Oleh karena itu, dibagian ini, penulis mencantumkan metode guna memaparkan, mengkaji, menganalisis data-data yang ada untuk diteliti.

1. Jenis penelitian

(22)

12

dan berbagai sumber data yang lain pada giliranya akan dianalisis dan diformulasikan secara objektif dan integral.15

2. Sumber data

Data yang diperlukan dari penelitian ini bersumber dari dokumen perpustakaan yang terdiri dari dua jenis sumber, yakni sumber primer dan sumber sekunder.

a. Sumber Primer

1 Tafsir al-Mana>r karya Rashi>d}Rid}a>

2 Tafsir al-Qur’a>n al-Ad}hi>m karya Ibnu Kathi>r b. Sumber Sekunder

1. Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab 2. Tafsir al-Azha>r karya Hamka

3. Tafsir at-Thaba>ri karya Ibnu jarir at-Thaba>ri 4. Tafsir Fi Dzila>l al-Qur’an karya Sayyid Qutub

5. Tafsir al-Mara>ghi>karya Ahmad Mus}t}afa>Al-Mara>ghi> 6. Dan lain-lain

3. Metode pengumpulan data

Dibagian ini, peneliti mencantumkan metode pengumpulan data. Skripsi ini menggunakan metode dokumentasi, yaitu sebuah laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pikiran peristiwa itu, kemudian di analisis guna dapat membantu mengetahui sebab dan bentuk permasalahan lafadzmin nafs wa>hidah.

15

(23)

13

Langkah-langkahnya adalah mengkaji literatur mengenai makna min nafsi wahidah prespektif mufasir’, kemudian mendeskripsikan metode penafsiran kedua Rashi>d} Rid}a>dan Ibn Kathi>r tentang lafadzmin nafs wa>hidah

surat Al-Nisa’ ayat 1. Akhirnya menemukan kesimpulan penelitian tentang ayat diperbincangkan dan menganalisis perbedaan dan persamaan kedua penafsiran tersebut.

4. Metode analisis data

Penelitian ini, metode yang digunakan dalam menganalisis data ialah deskriptif, komparatif. Deskriptif ialah bersifat menggambarkan, menguraikan suatu hal apa adanya atau karangan yang melukiskan sesuatu.16 Disamping itu peneliti akan membahas lebih mendalam terhadap isi (content analisis)17, mengenai metode penafsiran terhadap pandangan Rashid} Rid}a>serta Ibnu Kathi>r dalam menafsirkan surah al-Nisa’ ayat 1. Kemudian peneliti menggunakan metode komparatif, dilihat dari pembagiannya ada tiga aspek yaitu membandingkan ayat dengan ayat, perbandingan ayat dengan hadis, perbandingan berbagai pendapat mufasir18. Di sini peneliti menggunakan perbandingan tafsi>r, guna membandingkan penfsiran beliau terhadap surah

al-Nisa’ayat1. Setelah itu, penulis menganalisa guna menemukan persamaan dan

perbedaan keduanya.

H. Sistematika Pembahasan

16

Al-Bari,kamus induk istilah ilmi.(Jakarta: Target Press, 2005), 105. 17

Muin Salim.Metodologi ilmu tafsir.(Yogyakarta: TERAS, 2010)

18

(24)

14

Penjelasan dalam suatu karya ilmia harus tersusun sistematis dan baik, maka di skripsi ini peneliti akan menyusun bab yang mana setiap bab terdapat sub-sub bab, Agar tersusun sistematis dan baik. Diantara:

BAB pertama adalah pendahuluan, sub babnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah yang akan menjadi fokus pembahasan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian sebagai cara metodologis dalam penulisan, sistematika pembahasan.

BAB kedua dibagian ini akan dibahas mengenai telaah umum tentang tafsir muqarin, meliputi pengertian, pembagian atau jenis-jenisnya. kemudian dilanjutkan dengan telaah umum tentang makna nafs wa>hidah, meliputi makna, pandangan umum tentangnafs wa>hidahdalam al-Qur’an.

BAB ketiga dibagian ini dibahas mengenai biografi Rashi>d} Rid}a>dan Ibn Kathi>r, meliputi riwayat hidup, latar belakang pendidikan, karya-karya, dan gambaran umum tafsir mereka.

BAB keempat menganalisa pandangan tafsir Rashi>d}Rid}a>dan Ibn Kathi>r terkait dengan makna nafs wa>hidah (surat Al-Nisa’ ayat 1), meliputi interpretasi penafsiran Rashi>d}Rid}a>kemudian penafsiran Ibn Kathir. Dilanjutkan menganalisa persamaan dan perbedaan antara penafsiran Rashi>d}Rid}a>dan Ibn Kathi>r.

(25)

BAB II

PANDANGAN UMUM TENTANG TAF

SI>

R MU

QA>

RAN DAN

MAKNA

NAFS WA>

HIDAH

A. Pengertian Tafsi>r Muqa>ran

Metode tafsi>r muqa>ran adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang Mufasir dengan cara mengambil sejumlah ayat al-Qur’an, kemudian mengemukakan penafsiran para ulama’ tafsir terhadap ayat-ayat itu, baik mereka termasuk ulama’ salaf atau ulama hadits yang metode dan kecenderungan mereka

berbeda-beda, baik penafsiran mereka berdasarkan riwayat yang bersumber dari Rasulullah, para sahabat, tabi’in (tafsi>r bi al-ma’thu>r) atau berdasarkan rasio (tafsi>r bi al-ra’yi>), dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan kecenderungan-kecenderungan masing-masing yang berbeda dalam menafsirkan al-Qur’an.19

Menurut pendapat lain mengatakan tafsi>r muqa>ran yaitu penafsiran yang menggunakan metode menghimpun sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran mengenai ayat-ayat tersebut dalam karya mereka.20 Sedangkan Nashruddin Baidan tafsi>r muqa>ran mencakup tiga aspek

✂9

M. Ridlwan Nasir. Memahami al-Qur’a>n perspektif baru metodologi tafsi>r muqa>ran (Jakarta: PT. Magenta Bhakti Guna, 1994), 20.

✄☎

(26)

✆6

yaitu pertama, perbandingan ayat dengan ayat-ayat. Kedua, perbandingan ayat dengan hadith. Ketiga, perbandingan berbagai pendapat mufasir.21

Menurut Abdul Mustaqim penelitian komparatif ada beberapa macam bentuk,22 pertama; perbandingan anatar tokoh. Kedua; perbandingan antara pemikran madzab tertentu dengan yang lain. ketiga; perbandingan antar waktu misalnya membandingkan pemikiran klasik dan modern. Keempat; riset perbandingan satu kawasan tertentu dengan kawasan lainya misalnya, penelitian

“pemikiran teologi dalam tafsir: studi komparatif antara produk tafsir jawa dan

sunda”.

B. Langkah-langkah Metode Tafsi>r Muqa>ran

Metode tafsir muqa>ran banyak atau bermacam-macam fariasinya, akan tetapi dalam skripsi ini peneliti akan mencantumkan beberapa langkah yang mewakili sekian metode lainya, pertama; pendapat ini mencantumkan ada enam dalam metode komparatif, yaitu

1. Menentukan tema apa yang akan diriset (diteliti).

2. Mengidentifikasi aspek-aspek yang hendak diperbandingkan

3. Mencari ketertarikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi antar konsep. 4. Menunjukkan kekhasan dari masing-masing pemikiran tokoh, madzab atau

kawasan yang dikaji.

5. Melakukan analisis secara mendalam dan kritis dengan disertai argumentasi data.

21

Nashruddin Baidan. Metode penafsiran al-Qur’a>n (kajian kritis terhadap ayat-ayat yang beredaksi mirip)(Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR), 60.

22

(27)

✝ ✞

6. Membuat kesimpulan-kesimpulan untuk menjawab problem risetnya.

Macam-macam langkah penelitian komparatif di atas menunjukan bahwa peneliti harus lebih akurat dalam melakukan riset terhadap suatu permasalahan dan disertai data argumen yang kuat. Sedangkan langkah atau metode yang kedua dalam penelitian tafsir komparatif (muqa>ran) terbagi menjadi tiga alternatif,23 yaitu: kategori alternatif pertama, kategori alternatif kedua, kategori alternatif ketiga. Lebih rincinya penulis akan memaparkan ketiga kategori alternatif tersebut, sebagai berikut:

1. Alternatif pendekatan pertama, yaitu membandingkan antar sebagian ayat-ayat al-Qur’a>n dengan sebagian lainya. Adapun langkah-langkah pendekatanya yaitu:

a. Mencari ayat-ayat al-Qur’a>n yang ada kemiripan dengan ayat-ayat yang lainya secara redaksional. Bila ditinjau dari sisi kemiripan redaksional antar ayat-ayat al-Qur’a>n, terdapat delapan kasus diantaranya:

1) Struktur kalimat yang berlawanan. Contoh dalam surat al-Baqara ayat 58, dan surat al-A’raf ayat 161

2) Penambahan dan pengurangan, seperti dalam surat Al-Baqara ayat 57, dan dalam surat Ali Imran ayat 117

3) Mendahulukan dan mengakhirkan, contoh dalam surat Al-Baqara ayat 129, dan dalam surat al-Jumu’ah ayat 2

4) Ta’rif dan Tankir (definit danIndefinit), contoh dalam surat al-Baqara

ayat 126 dan dalam surat Ibrahim ayat 35

✟✠

(28)

✡8

5) Jama’ dan tunggal, seperti dalam surat Al-Baqara ayat 80 dan dalam

surat Ali Imran ayat 24

6) Penggantian huruf dengan huruf yang lain, seperti dalam surat

Al-An’am ayat 11, dan dalam surat al-Nahl ayat 69

7) Penggantian kata dengan kata yang lain, seperti dalam surat Ali Imran ayat 47, dan dalam surat Maryam ayat 2

8) Idham dan tanpa Idham, contoh dalam surat al-Nisa’ ayat 115, dan dalam surat al-Hasyr ayat 4

b. Mencari ayat-ayat al-Qur’a>n yang serupa atau sama dengan ayat-ayat yang lainya secara redaksional, Atau disebut perbandinga ayat-ayat yang serupa (sama) secara redaksional. Dalam hal ini ayat-ayat al-Qur’a>n yang memiliki kesamaan redaksional dari yang terjadi dalam 2 (dua) tempat sampai yang terjadi dalam 23 tempat.

2. Alternatif pendekatan kedua, yaitu membandingkan penafsiran ayat-ayat al-Qur’a>n berdasarkan kepada yang telah ditulis para mufassir, atau membandingkan penafsiran ayat-ayat al-Qur’a>n berdasarkan kepada apa yang telah ditulis oleh mufasir. Sedangkan langkah-langkah pendekatanya ialah: a. Memilih sejumlah ayat-ayat al-Qur’a>n

b. Menentukan sejumlah mufassir yang akan dikomparasikan pendapat-pendapat mereka tentang ayat-ayat tersebut. Para mufassir ini boleh dari golonganMutaqaddimin danmutakhirinmaupun zaman modern. Tafsirnya boleh Bi Al-Ma’thu>r dan atau Bi Al-Ra’yi>maupun Bi Al-Iqtirani

(29)

☛9

c. Meneliti pendapat para mufasir tersebut tentang ayat-ayat yang sudah ditentuka itu dari kitab-kitab tafsir mereka.

d. Membandingkan kecenderungan-kecenderungan setiap mufasir dalam menerapkan metode penafsirannya. Disitulah ditemukan persamaan dan perbedaan kedua penafsiran, yang masuk dalam metode penafsiran muqa>ran.24

3. Alternatif pendekatan ketiga, yaitu membandingkan antara satu kitab tafsir dengan kitab tafsi>r lainya dari berbagai segi yang meliputi:

a. Penyajian fakta yang terdiri dari biografi, latar belakang penyusunan dan karya-karyanya, kecenderungan dan aliranya, metode dan sistematika serta sumber tafsirnya.

b. Evaluasi segi-segi kesamaan dan perbedaanya.

Berdasarkan interpretasi para tokoh di atas yaitu tentang metode pendekatan penelitian komparatif mempunyai banyak perbedaan. Namun dalam karya ilmia ini penulis menggunakan metode pendekatan alternatif yang kedua, yaitu memilih jumlah ayat-ayat al-Qur’an yang akan ditafsirkan dan menentukan sejumlah mufasir yang akan dikomparasikan, kemudian dicari persamaan dan perbedaan selanjutnya dianalisa dari kedua mufasir itu.

C. Gambaran umumNafs Wa>hidah

1. Pengertian Nafs

☞✌

(30)

✍ ✎

Nafs secara bahasa Arab dalam kamus Al-Munjid, Nafs (jamak dari nufus

dan anfu>s) berarti ruh dan “ain” (diri sendiri).25 Sedangkan dalam kamus al-Munawwir disebutkan bahwa kataNafs(jamaknyaanfusdannufus) bermakna ruh dan jiwa, juga berarti Al-Jasad (badan, tubuh). Menurut Dawan Raharjo dalam Ensiklopedia al-Qur’a>n disebutkan bahwa dalam al-Qur’a>n Nafs yang jamaknya

anfus dan nufus diartikan jiwa, pribadi, diri, hidup, hati, atau pikiran, disamping juga dipakai untuk beberapa lainya.26

Menurut kitab Lisan Al-Arab, Ibn Manzu>r menjelaskan bahwa kata Nafs

dalam bahasa Arab digunakan dalam dua pengertian yakni Nafsdalam pengertian nyawa, Nafs yang mengandung makna keseluruhan dari sesuatu dan hakikatnya menunjuk kepada diri pribadi. Setiap manusia memiliki dua Nafs, yaitu Nafsakal dan Nafs ruh. Hilangnya Nafs akal menyebabkan manusia tidak dapat berfikir namun ia tetap hidup, ini terlihat ketika tidur. Sedangkan hilangnya Nafs ruh, menyebabkan hilangnya kehidupan.27

Kata Nafs dalam al-Qur’a>n terdapat 140 ayat yang menyebutkan Nafs,

dalam bentuk jama’nya nufus terdapat 2 ayat, dan dalam bentuk jama’ lainya

anfus terdapat 153 ayat. Berarti dalam Al-Qur’an kata Nafs disebutkan 295 kali. Kata ini terdapat dalam 63 surat, yang terbanyak dimuat dalam surat al-Baqara (35

✏✑

Lewis Makluf.al-Munjid fi al-Lughah wa A’la>m(Beirut: Daar Al-Masyriq, 1986), 826. ✏6

M.Dawam Rahardjo. Ensiklopedia al-Qur’a>n: tafsir sosial berdasarkan konsep-konsep kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), 250.

27

(31)

✒ ✓

kali), Ali-Imran (21 kali), al-Nisa’ (19 kali), al-An’am dan al-Taubah (masing-masing 17 kali, serta al-A’raf dan yusuf (masing-masing 13 kali).28

Istilah Nafs secara umum diterjemahkan dengan kata ‘diri’ dan bentuk jamaknya adalahanfus. Namun kata ini hanya digunakan untuk proses penciptaan manusia. Secara teknis penggunaan kata Nafs dalam Al-Qur’an menunjukkan bahwa seluruh umat manusia memiliki asal-usul yang sama, sekalipun beragam bangsa, serta suku budaya yang tersebur diseluruh penjuru dunia. Secara tata bahasa Nafs merupakan bentuk muannas (female), sedangkan secara konseptual

Nafsmengandung arti netral, bukan bentuk laki-laki maupun perempuan.29

Nafs dalam al-Qur’a>n, menurut paham filsafat dan sufisme islam diartikan ‘jiwa’, sebuah subtansi yang terpisah dari tubuh. Kebanyakan merujuk pada “diri

sendiri” (laki-laki atau perempuan) dan jamaknya anfus walaupun pada

konteksnya merujuk pada “manusia” atau “manusia batiniah”, sebenarnya tubuh

yang mempunyai pusat kehidupan dan kecerdasanlah yang merupakan identitas batiniah atau personalitas manusia. Adapun Nafs menurut pemahaman Amina Wadud Muhsin yang dipengaruhi oleh konsep Nafs dalam istilah filsafat ia mengatakan bahwa Nafs adalah bagian terpenting dari setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan.30

Menurut Muahammad ar-Razi bahwa sifat muannats (feminim) juga memiliki maushuf mudhakar (sifat maskulin) atau sebaliknya, sebagaimana kata Nafs dapat ditemukan pada ayat al-Qur’a>n yang lain (al-Kahfi: 74), ia mengatakan

✔8

Muhammad Fuad Abd Al-Baqi. Mu’jam A l-Mufahra>sh li Lafdli al-Qur’a>n al-Kari>m (Beirut: Dar Al-Fikr, 1994), 881-885.

29

Ahmad Fudhaili.Perempuan dilembaran Suci(Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 202.

30

(32)

✕✕

syair Arab juga terdapat ungkapan serupa misalnya, kata “Khilafah” disini

dianggap sebagai feminim (muannats). Dengan kata lain Ar-Razi ingin menyatakan bahwa kata maskulin (mudhakar) bisa saja disifati dengan kata feminim, walaupun hal ini merupakan pengecualian dalam tradisi Arab.31

Tentang penciptaan, dalam kisah al-Qur’a>n Allah tidak pernah menyebutkan pernah berencana untuk memulai penciptaan manusia dengan seorang laki-laki dan juga tidak pernah merujukkan asal-usul manusia pada Adam.32

Ayat-ayat al-Qur’a>n yang menyebutkan kataNafs dananfusmenunjukkan bermacam-macam pengertian, diantaranya33:

a. Disini dimaknai ‘hati’, yaitu salah satu komponen terpenting dalam diri

manusia sebagai daya penggerak emosi dan rasa, seperti dalam surat al-Isra’ ayat 25:

Tuhanmulah lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya dia Maha pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.34

b. Berarti ‘jenis’ atauspecies, seperti dalam surat At-Taubah ayat 128:

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat mengiginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.35

✖✗

Muhandis Azzuhri, “ayat-ayat bias gender dalam surat an-nisa’”, Vol. 4 No. 1 (Juni, 2009), 3. ✖✘

Amina Wadud.Qur’an menurut perempuan....., 43. ✖ ✖

Ibid., 43. ✖✙

(33)

✚ ✛

c. Berarti ‘nafsu’, yaitu daya yang menggerakkan manusia untuk memiliki

keinginan atau kemauan. Dalam surat yusuf ayat 53:

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha pengampun lagi Maha penyayang.36

Dalam literatur tasawuf, nafsu dikenal memiliki macam-macam istilah37, 1) Nafsu Al-Amarah: jiwa yang memerintah, hawa nafsu dan jiwa

egoistik, jiwa yang dipenuhi sifat marah.

2) Nafsu Al-Lawwama>h: dapat diartikan dengan jiwa yang mencela. 3) Nafsu Hayawaniyya>h: jiwa hewani. Hal ini merupakan manusia yang

tercampakkan ketingkatan paling rendah dari yang terendah (Asfal As-Safilin)

4) Nafsu Al-Mutma’innah: pada dasarnya mengandung arti tenang setelah mengeluh dan gelisah, dan dapat diartikan pula dengan jiwa yang tenang atau jiwa yang tentram dan damai.

5) nafsu Al-Mulhamma>h: jiwa yang terilhami. Sifat jiwa ini menjauhkan manusia dari kejahatan dan mampu melihat sarana yang akan mengantarkan menuju kebahagiaan.

6) Nafsu Jama>liyyah: dalam dunia Tasawuf, istilah ini perumpamaan orang yang jiwanya selalu mementingkan dirinya sendiri, dan tidak

✜✢

Ibd., 391. ✜6

Ibid.,457.

37

(34)

✣ ✤

memperdulikan kesusahan orang lain. tidak mempunyai rasa santun, yang penting asal dirinya selamat.

7) nafsu Al-Ka>milah: jiwa ini merupakan tahap terakhir dalam perkembangan jiwa menuju sang jiwa. Hal ini merupakan tahap islam haqiqi ketika sang hamba terus-menerus melakukan perjalanan bersama Allah.

d. Melambangkan arti‘jiwa’ atau ‘ruh’, yaitu daya penggerak hidup manusia. Dalam surat Ali Imran ayat 145:

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah swt, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan berikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.38

Juga terdapat dalam ayat 185:

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.39

e. Menunjukan ‘totalitas manusia’, yaitu diri manusia lahir dan batin. Dalam

surat Al-Maidah ayat 32:

✥8

Al-Muyassar.A l-Qur’>an dan terjemahanya...,93.

39

(35)

✦ ✧

Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kamudian banyak diantara mereka sesudah itu. Sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.40

f. Digunakan untuk menunjuk kepada ‘diri tuhan’. Tercantum dalam al-Qur’a>n surat al-An’a>m ayat 12:

Katakanlah: “kepunyakan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi.” Katakanlah: “kepunyaan Allah.” Dia telah menetapkan atas dirinya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman.41

Secara umum jika dikaitkan dengan pembicaraan manusia, kata

Nafs menunjukan kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk. Dalam pandangan al-Qur’a>n Nafs diciptakan Allah dalam kedaan sempurna untuk berfugsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh al-Qur’a>n dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.

★✩

Ibid., 98. ★✪

(36)

✫6

Walaupun al-Qur’a>n menegaskan bahwa Nafs berpotensi positif dan negatif diperoleh juga isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya. Hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik kebaikan. Oleh karena itu, manusia dituntut agar memelihara kesucian nafsu dan tidak mengotorinya sebagaimana tercantum dalam al-Qur’a>n surat al-Shams ayat 9-10:

)

9

(

)

10

(

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9) dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10).42

Disisi lain diperoleh pula isyarat bahwa Nafs merupakan wadah. Dalam firman Allah swt, terdapat di surat al-Ra’ad ayat 11 yang

mengatakan bahwa: “bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu

mengikutinya bergiliran, di muka (depan) dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada pelindung bagi mereka selain dia. Ini adalah mengisyaratkan hal tersebut.

2. MaknaNaf wa>hidah

Nafs W a>hidahterambil dari Isim Mufradsedangkan W a>hidahdariIsim Adat (sifat). Lafadz tersebut terdapat di beberapa surat dalam al-Qur’a>n diantarnya adalah surat al-Nisa’ ayat 1. MengenaiMakna lafadzNafs W a>hidah

42

(37)

✬ ✭

bermakna sesuai redaksinya contoh dalam surat Luqman yang mempunyai makna manusia

) 28 (

Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat.43

Mengenai penciptaan awal manusia memang masih di perbincangkan sampai saat ini, karena masih ada suatu ayat yang menurut salah seorang pakar tafsir masih di perdebatkan makna kepastianya. Namun dibagian ini penulis akan memaparkan proses kejadian manusia secara umum mengenai pengertian manusia, proses awal kejadian manusia, dan tujuan diciptakanya:

a) Pengertian Manusia

Manusia menurut tinjauan bahasa adalah “makhluk yang berakal

budi”44manusia merupakan satu jenis makhluk hidup yang menjadi popilasi

dipermukaan Bumi ini. Ia adalah suatu makhluk yang memiliki ciri-ciri khusus yang dapat membedakan manusia dengan makhluk lain, itu terletak pada sifat kehidupan rohaninya, yaitu potensi akal budi yang dimilikinya.

Banyak definisi tentang manusia, dan kesemua definisi itu tidaklah tidaklah salah kalau diterapkan pada manusia yang nampak itu, tetapi belum juga dikatakan betul atau tepat, karena definisi yang dikemukakan itu masih merupakan bagian dari totalitas apa yang dikatakan manusia itu sendiri. b) Proses awal kejadian

✮✯

Ibid., 849. ✮ ✮

(38)

✰8

Setelah Allah menciptakan alam semesta ini, lalu diciptakanya pada jin, dan malaikat. Jin tercipta dari api, sedangkan malaikat tercipta dari nur atau cahaya.45 disisi lain Allah swt, menciptakan manusia hal ini telah tercantum dalam al-Qur’a>n surat al-Baqarah:

Artinya: ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada malaikat: sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi ini.46

Para malaikat berkata:

Mengapa engkau hendak menjadikan khalifah dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?. (Al-Baqara: 30)

Allah selanjutnya berfirman:

Sesungguhnya aku mengerti apa yang tidak kamu ketahui. (Al-Baqara: 30)

Allah swt, ketika menjadikan sesuatu hanya mengatakan “kun”

jadilah “fayakun” maka jadilah. Dari kalimat tersebut perlu dijelaskan

bahwa ketika ada kalimat “fayakun” tersebut masuk fi’il mudha>’ri’, yang

mana terdapat proses dalam terciptanya sesuatu, jadi Allah menjadikan

45

Rusdianto.Kenal baik dengan setan (cara hidup mulia yang tak biasa)(Yogyakarta: Diva Press, 2015), 56.

46

(39)

✱9

sesuatu melalui tahap atau proses-proses yang telah ditetapkanya. Terdapat juga pada dalam al-Qur’a>n surat Nuh

)

17

(

)

18

(

)

19

(

)

20

(

Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (dari padanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. Allah menjadikan bumi untukmu sebagai harapan, supaya kamu menjalani jalan-jalan luas di Bumi itu.47

Ayat tersebut menjelaskan bahwa proses (tahapan) penciptaan manusia melibatkan tanah (kerak bumi) sebagai bahan dasar, penyempurnaan dan proses pembentukan, serta ditiupkan ruh Allah. Proses tersebut merupakan salah satu tahapan pembentukan manusia dari tanah yang merupakan salah satu usur bumi, sebagaimana yang tersurat dalam ayat al-Qur’a>n tentang proses penciptaan manusia.

Bumi merupakan tempat perpijakan manusia diciptakan dari tanah dan akan dikembalikan ke tanah (bumi). Fisik yang terbentuk akan disempurnakan Allah, dengan bentuk yang paling mulia diantara makhluk-makhluk yang lainya. Kemudian ditiupkan roh Allah ke dalamnya sehingga manusia bernyawa dan hidup.48

Pendapat lain dari Seorang peneliti berpendapat bahwa manusia adalah makhluk kera yang telah berevolusi, namun teori tersebut dibantah

✲✳

Ibid.,1238.

48

(40)

✴ ✵

bahwa teori tersebut hanyalah sebuah kebohongan yang dipertahankan hanya untuk kepentingan filsafat materialistis.49

Melihat kejadian awal manusia menurut islam sendiri bahwa telah disebutkan sebelumnya, yaitu dari bahan salah satunya tanah, disini tanah liat mempunyai sifat membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah terkena air. Dalam firman Allah.

)

12

(

Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.50

)

26

(

Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari tanah hitam yang diberi bentuk.51

)

14

(

Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.52

)

33

(

Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.53

Sebagai umat muslim telah mmempercayai al-Qur’a>n sebagai pedoman maka harus meyakini bahwa apa yang telah tercantum dalam

al-✶9

Harun Yahya.Keruntuhan teori Evolusi. Terj. Catur Sriherwanto. (Bandung: Dzikra, 2001), 39. ✷✸

Al-Muyassar.Al-Qur’a>n dan terjemahanya...,690.

(41)

✹ ✺

Qur’a>n adalah kabar yang akurat, karena al-Qur’a>n adalah petunjuk semua manusia yang tidak ada keraguan.

c) Tujuan diciptakan

Manusia ada dimuka bumi ini bukan atas kehendak dirinya, melainkan atas kehendak Allah, yang telah menciptakan melalui perantaraan lelaki dan perempuan. Allah, dalam menciptakan manusia itu tidaklah secara sia-sia tanpa pertanggung jawaban dan tanpa tujuan. Yang dapat menentukan tujuan sesuatu tentulah yang membuatnya, sebab dialah yang mengetahui untuk apa sesuatu itu dibuat berdasar itu yang dapat menentukan tujuan hidup manusia tentulah yang membuat hidup manusia tersebut.

Manusia bukanlah pembuat hidup manusia, oleh sebab itu manusia tidak punya wewenang sama sekali untuk menentukan tujuan hidupnya, kalau manusia mencoba untuk menentukanya, maka sudah pasti itu bukanlah tujuan hidup manusia.

Sekarang banyak sekali manusia yang mencoba untuk menentukan tujuan hidupnya, tetapi harus diingat berdasarkan uraian di atas , itu bukan tujuan hidup manusia yang sebenarnya. Yang membuat hidup manusia adalah Allah swt, terdapat dalam al-Qur’a>n surat Yunus; 56:

Artinya: Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanyalah kamu dikembalikan.54

✻✼

(42)

✽ ✾

Karena itu yang berhak (punya wewenang) menentukan tujuan hidup hanyalah Allah swt. Manusia memang harus tau tujuan hidupnya, agar hidupnya itu mempunyai arah yang jelas dan tegas. Hidup tanpa arah yang jelas dan tegas, pasti akan menjadi kacau dan krisis. Kehidupan manusia dewasa ini sudah membuktikanya. Kehidupan umat manusia dewasa ini sedang dilanda oleh kekacauan atau krisis yang amat hebat di dalam segala bidangnya, karena kehidupan umat dewasa ini tidak mempunyai tujuan seperti yang telah ditentukan oleh pembuat hidup seluruh makluk yang ada di alam semesta ini.

Allah, sudah menerangkan tujuan hidup manusia di dalam kitab sucinya al-Qur’a>n. Oleh sebab itu apabila manusia ingin tahu tujuan hidupnya, maka ia harus mencari di dalam al-Qur’a>n tersebut. Mula-mula al-Qur’a>n menerangkan bahwa segala sesuatu yang ada di dalam alam ini bukanlah diciptakan Allah dengan sia-sia dan bukan pula untuk main-main. Sesudah itu, al-Qur’a>n menerangkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini diciptakan Allah dengan maksud tertentu bahwa yaitu bahwa apa yang ada di bumi ini semuanya diciptakan Allah adalah untuk kepentingan kehidupan manusia, bahkan juga apa yang ada dilangit begitu pula jin dan manusia diciptakan Allah untuk mengabdikan diri kepada Allah swt. Karena itu berdasarkan al-Qur’a>n surat al-Zariyat ayat 56:

(43)

✿✿

Artinya: dan aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepadaku.55

Dari penjelasan ayat di atas tersebut, dapat diambil kesimpulan yang umumnya umat islam berpendapat bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mengapdikan diri kepadanya. Tetapi hendaklah bahwa mengabdikan diri kepada Allah itu dalam bentuk iman dan amal shaleh atau taqwa merupakan sarana untuk masuk Surga. Memang butuh rahmat tuhan agar dapat masuk surga, rahmat tuhan bisa dicapai hanya kepada orang-orang yang ikhlas dalam menjalankan ibadah.56

Menyembah kepada Allah merupakan kewajiban bagi setiap umat manusia karena manusialah yang sesungguhnya membutuhkan Allah dan bukan Allah yang membutuhkan manusia. Dan manusia membutuhkan Allah akan perlindungan dan keridhoanya dan agar kebutuhan itu dapat terpenuhi, maka manusia itu haruslah berserah diri dan menyembah dengan ikhlas yang hanya ditujukan kepada Allah.

Manusia tidak memiliki kodrat, yang dipunyai ialah sejarah.57 Dengan kata lain manusia di beri kebebasan pilihan (baik dan buruk) hal itu sudah tercantum dalam lauh al-mahfu>d. Maka manusia di jadikan khalifah dibumi ini untuk mengatur dunia dengan tujuan memakmurkan serta mewujudkan kebahagiaan, hal ini supaya manusia memiliki tujuan hidup degan melakukan hal-hal yang baik karena hal yang baik itu dari Allah,

❀ ❀

Ibid., 1110. ❀6

Asrifin An-Nakhrawie. Bagaimana belajar ikhlas agar amal ibadah tidak percuma. (Lamomgan: LUMBUNG INSANI, 2010), 165.

57

(44)

❁ ❂

(45)

❃ ❄

BAB III

BIOGRAFI IBN KATHI>

R

DAN

RASHI>D} RID}A>

SERTA

TELAAH UMUM TAFSI>

R AL-MANA>

R DAN TAFSI>

R

IBN KATHI>

R

A. Biografi Ibn kathi>r

1. Riwayat hidup Ibn Kathi>r

Nama lengkap Ibn Kathir ialah Imad al-Din Ismail Ibn Umar Ibn Kathi>r al-Quraisy al-Dimasyqi, Ia biasa dipanggil dengan sebutan Abu al-Fida’. Ia dilahirkan di kampung Mijdal, daerah Bashra sebelah timur kota Damaskus pada tahun 700 H atau 1300 M. Ia adalah seorang ulama generasi tabi’in yang

dikenal sebagai seorang Imam tujuh dalam Qira’ah Sab’ah (bacaan yang tujuh).58 Ayahnya berasal dari Bashra, sementara ibunya berasal dari Mijdal. Ayahnya bernama Syiha>buddi>n Abu Hafs Umar ibn Kathi>r. Ia adalah ulama yang faqih serta berpengaruh didaerahnya. Ia terkenal dengan ahli ceramah. Hal ini sebagaimana di ungkapkan Ibn Kathi>r dalam kitab tarikhnya ( al-Bidaya>h wa al-Nihaya>h). Ayahnya lahir sekitar tahun 640 H, dan ia wafat pada bulan Jumadil Ula 703 H. Di daerah Mijdal.59

Ibn Kathi>r adalah seorang pemikir dan ulama Muslim. Beliaua wafat tahun 1372 di Damaskus, Suriah. Tercatat, guru pertamanya adalah

❅8

Subhi Shalih.Ulu>m al-Qur’a>n.Terj. Kamaluddin Marzuki (Bandung: Rosdakarya, 1992), 104. 59

(46)

36

Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi’i. Beliau berguru kepada Ibn Taymiyyah di Damaskus, Suriah dan kepada Ibn al-Qayyim. Ibn Kathi>r menulis tafsi>r Qur’an yang terkenal yang bernama tafsir Ibn Kathi>r. Hingga kini, tafsi>r ini merupakan yang paling sering digunakan dalam dunia islam.60

Sebagian pendapat yang lain mengatakan bahwa nama lengkap Ibn Kathi>r ialah, Ismail bin Umar bin Kathi>r bin Dhau bin Dhar’in yang kemudian dipanggil “Abu al-Fida” dan beliau dijuluki dengan “Imaduddi>n” yang berarti

tiang agama, yang sampai sekarang ini beliau terpanggil dengan sebutan “Al

-Hafidh Ibn Kathi>r”.61 Beliau terlahir di desa Mujadal Negeri Syam tahun 701 H.

Genap usia tujuh puluh empat tahun akhirnya ulama tersohor ini wafat, tepatnya pada kamis, 26 Sya’ban 774 H. Beliau disemayamkan di pemakaman

shufiyah Damaskus, disisi makam guru yang sangat dicintai dan dihormatinya yaitu Syaikhul islam Ibn Taymiyyah.62

2. Latar belakang Pendidikan Ibn Kathi>r

Ibn Kathir seorang ulama yang terkenal dalam ilmu tafsir, hadith, sejarah, dan juga fiqih. Dalam masalah hadis beliau mendengar dari ulama-ulama Hijas dan mendapatkan ijazah dari al-Wani serta mendapat asuhan dari ahli ilmu hadith terkenal di suriah, Jama>l al-Di>n al-Mizzi>(w. 742 H atau 1342

60

Ibid., 133. 61

Syaikh Mohammad Sa’id an-Nursiy. Tokoh-tokoh besar Islam sepamjang sejarah (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), 348

62

(47)

37

M), mertuanya sendiri. Ayahnya meninggal pada waktu beliau masih berusia 6 tahun. Oleh karena itu, sejak tahun 706 H atau 1306 M beliau hidup bersama kakeknya di Damaskus. Disanalah beliau mulai belajar. Guru pertamanya adalah Burhan al-Di>n al-Fazari (660-729 H atau 1261-1328 M) yang menganut

Mahzab Syafi’i.63

Berjalanya waktu beliau yaitu Ibn Kathi>r di bawah pengaruh Ibn Taymiyyah (w. 728 H atau 1328 M). Untuk jangka waktu cukup lama, beliau hidup di Suriah sebagai orang sederhana dan tidak populer. Popularitasnya dimulai ketika ia terlihat dalam penelitian untuk menetapkan hukum terhadap seorangzindikyang didakwah menganut pahamhulul(inkarnasi). Penelitian ini diprakarsi oleh Gubernur Suriah yaitu Altunbuga an-Nasiri di akhir tahun 741 H atau 1314 M.64

Sejak berbagai jabatan penting didudukinya sesuai dengan bidang keahlian yang dimilikinya. Dalam bidang ilmu hadi>th, pada tahun 748 H atau 1348 M beliau mengantikan gurunya al-Zaha>bi (Muhammad bin Ahmad 1274-1348) sebagai guru di Turba Umm Salih (lembaga pendidikan), dan pada tahun 756 H atau 1366 M beliau diangkat menjadi ketuaDa>r al-Hadi>th al-Ashrafi>>yah

(lembaga pendidikan hadi>th), setelah hakim Taqi> al-Di>n al-Subki>(683-756 H atau 1284-1355 M) meninggal dunia. Beliau memang banyak berkarya dalam ilmu Hadi>th.65 Namun sebelum memaparkan karya beliau ada baiknya penulis memaparkan guru beliau, Diantara guru-guru beliau adalah:

63

Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtlar Baru Van Hoeve, cet. 4, 1997), 157.

64

Ibid., 158. 65

(48)

38

a. Imam Ibn Asa>kir (w 723)

b. Syaikh Kamal al-Di>n bin Qadi Syuhbah

c. Isa bin Mut’him

d. Syaikh Ahmad bin Abi Thalib Al-Muammari (w 730) e. Syaikhul Islam Ibn Taymiyah (w 728)

f. Imam al-Ma>zi (w 742) g. Imam al-Faza>ri (w 729)

h. Syaikh Sams al-Di>n al-Zhaha>bi>(w 748)

3. Karya-karya Ibn Kathi>r

Menurut sejarah selama masa hidup beliau menghasilkan banyak menulis beberapa karya, diantara karya-karyanya ialah:

a. Tafsir al-Qur’a>n al-A d}hi>m atau yang terkenal dengan nama Ibn Kathi>r, merupakan kitab tafsi>r terkenal yang menggunakan bentuk Al-Ma’tsur,66 yaitu tafsi>r al-Qur’a>n dengan al-Qur’a>n, penafsiran al-Qur’a>n dengan as-Sunnah atau penafsiran al-Qur’a>n menurut atsar yang timbul dari kalangan sahabat.67Dalam karya ini Ibn Kathi>r menitik beratkan kepada riwayat yang bersumber dari ulama salaf.

b. Kitab jami’ al-Masa>nid wa al-Sunnan (kitab koleksi musnad dan sunan). Kitab ini terdiri dari delapan jilid yang berisi nama-nama sahabat periwayatan hadi>th yang terdapat dalam musnad Ahmad bin Hambal, kutub al-Sittadan sumber-sumber lainya.

66

Ibn Kathir.Tafsi>r al-Qur’a>n Al-A d}him,Juz 1. ( Beirut: Maktabah Ilmiya>h, 1994), 201. 67

(49)

39

c. Al-kutub al-Sitta,(enam kitab koleksi hadith).

d. At-Takmilah fi Ma’rifat Al-Siqat wa Al-Du’afa wa Al-Mujahal (pelengkap untuk mengetahui para periwayat yang terpecah, lemah dan kurang dikenal). Kitab ini terdiri dari lima jilid

e. Al-Mukhtasa>r (ringkasan), dari muqaddimah li Ulu>m al-Hadi>th karya Ibn Shala>h (w. 642 H atau 1246 M). Ada informasi yang mengatakan bahwa ia pun mensyarahi hadith-hadith dalam sahih al-Bukha>ri, tetapi tidak selesai. Konon kabarnya kemudian dilanjutkan oleh Ibn Hajar al-Asqa>lani>(w. 852 H atau 1449 M) denganFathul Ba>ri-nya.

f. Adillah al-Tanbih li Ulu>m al-Hadith yaitu buku ilmu hadith yang lebih dikenal namaal-Ba>’is al-Hasis.

g. Qasas al-A nbiya>(kisah-kisah para Nabi)

h. Al-Bida>yah wa al-Niha>yah (permulaan dan akhir). Kitab ini merupakan kitab sejarah yang sangat penting. Dalam buku ini, sejarah dibagi menjadi dua bagian pertama sejarah kuno mulai dari penciptaan sampai masa kenabian Muhammad. Kedua sejarah islam mulai dari periode Nabi saw. Di makkah sampai pertengahan abad ke-8 H. Kitab ini sering dijadikan rujukan utama dalam penulisan sejarah islam, terutama sejarah dinasti Mamluk di Mesir.

i. A l-Fusu>l li Si>rah al-Rasul(uraian mengenai sejarah Rasul).

j. Tabaqa>t al-Sya>fi’iya>h(pengelompokan ulama madzab Syafi’i) k. Mana>qib al-Imam A l-Sya>fi’i(biografi Imam Syafi’i)

(50)

40

m. Al-Musnad al-Syaykha>n (musnad Abu Bakar dan Umar)

n. Ikhtisar al-Sirah al-Nabawyyah. Diambil dari bidayah wa nihayah terkhusus mengenai kisah bangsa Arab zaman jahiliyah dan zaman islam serta sirah (perjalanan hidup) Nabi saw.

o. Risalah al-Jiha>d.

p. Al-Ahka>m al-Kabyrah. q. Kitab al-Sima’.

r. Takhri}j A ha>dith A dillatu al-Tanbi}h fi fiqh al-Syafi’i

s. A l-Kawakib al-Dirary (dinukil dari kitab bidaya>h wa nihaya>h)

4. Metode tafsi>r Ibn Kathi>r

Al-Qur’a>n al-Kari>m itu laksana samudra yang keajaiban dan keunikannya tidak akan pernah sirna ditelan masa, sehingga lahirlah bermacam-macam tafsir dengan metode yang aneka ragam pula. Kitab-kitab tafsir yang memenuhi perpustakaan merupakan bukti nyata yang menunjukan betapa tingginya semangat dan besarnya perhatian para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna kandungan kitab suci al-Qur’a>n al-Kari>m tersebut. Para ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karya mereka dibidang tafsi>r ini, dan menjelaskan metode yang digunakan oleh masing-masing tokoh penafsir. Metode-metode tafsir yang dimaksud adalah metode tahlili, ijtima’i, muqa>ran, maudhu’i.68

Al-Tafsir al-Tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat al-Qur’a>n dari seluruh aspeknya. Di dalam

68

(51)

41

tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah disusun di dalam Mushaf. Penafsir memulai uraianya dengan mengemukakan arti kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah (kolerasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. begitu pula, penafsir membahas mengenai Sabab al-Nuzu>l (latar belakang turunya ayat) dan dalil-dalil yang

berasal dari Rasul, atau sahabat, atau para tabi’in, yang kadang-kadang

tercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikanya, dan sering pula bercampur baur dengan kebahasaan dan lainya yang dipandang dapat membantu memahami nas al-Qur’a>n.69

Penafsir yang mengikuti metode ini dapat mengambil bentuk Ma’thu>r

(riwayat) atau Ra’yi (pemikiran). Diantara salah satu kitab yang menggunakan metode ini adalah tafsiral-Qur’a>n al-A d}him (terkenal dengan sebutan tafsir Ibn Kathi>r) karya tokoh yaitu Ibn Kathi>r.70

Keberadaan metode ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar dalam melestarikan dan mengembangkan khazanah intelektual islam, khususnya dalam bidang tafsi>r al-Qur’a>n. Berkat metode ini, maka lahir karya-karya tafsi>r yang besar-besar. Dalam penafsiran al-Qur’a>n, jika ingin menjelaskan kandungan firman Allah, dari berbagai segi seperti bahasa, hukum-hukum fiqih, teologi, filsafat, dan sebagainya, maka disini metode

69

Ibid., 12. 70

(52)

42

tahlili lebih berperan dan lebih dapat diandalkan dari pada metode-metode yang lain.

Metode analisis mengkaji ayat-ayat al-Qur’a>n dari berbagai aspek sekaligus selama masih dalam kapasitas ayat tersebut. Namun pembahasanya tidak tuntas karena pada ayat lain yang juga membicarakan hal yang sama pembahasan tersebut akan muncul lagi dengan sedikit modifikasi, bertambah atau terreduksi (berkurang).71

Melihat uraian di atas dapat disimpulkan, tafsi>r Ibn Kathi>r menggunakan metode analisa atau Tahlily, kemudian mengenai bentuk dalam tafsirnya ia mendominasikan menggunakan Ma’thu>r (riwayat), corak penafsiran Ibn Kathi>r adalah menitik beratkan masalah Fiqih. Beliau mengetengahkan perbedaan pendapat dikalangan ulama’ fiqih dan mempelajari madzab-madzab serta dalil yang dijadikan pegangan oleh mereka, manakalah membahas tentang ayat yang berkaitan dengan masalah hukum. Tetapi meski demikian, beliau mengambil cara pertengahan, singkat, dan tidak berlarut-larut sebagaimana yang dilakukan oleh banyak para ulama fiqih ahli tafsi>r dalam tulisan-tulisan mereka.72

B. BiografiRashi>d}Rid}a>

1. Riwayat hidupRashi>d}Rid}a>

Nama kepanjangan Rashi>d} Rid}a> adalah Rashi>d} Rid}a> Sayyid Muhammad Rashi>d}bin Ali Rid}a>bin Muhammad, lahir pada 27 Jumadil Ula

71

Ibid., 62. 72

(53)

43

tahun1282 H atau 23 september 1865 M di Al-Qalamun, suatu desa terletak di pesisir laut, yang diapit gunung Libanon yang letaknya sekitar empat kilo meter dari kota Tripoli (Suriah).73 Ia adalah keturunan bangsawan Arab yang mempunyai garis keturunan langsung kepada Sayyidina Husain, putra Ali bin Abi Thalib dan Fatimah putri Nabi Muhammad. Gelar Sayyid pada permulaan namanya merupakan gelar bagi orang yang mempunyai garis keturunan tersebut. Keluarga Rid}a>dikenal oleh lingkunganya sebagai keluarga yang sangat taat beragama serta menguasai ilmu agama, sehingga mereka juga

dikenal dengan sebutan “Syaikh”.74

Semua penduduk Qalamun memang terkenal nasabnya berasal dari Husain, tetapi pada abad 19 M terjadi percampuran dengan islam di libanon. Mereka berasal dari Hijaz, kemudian pindah ke Iraq dan menetap di Najaf kemudian berpindah lagi dan menetap di desa Qalamun.75

Rashi>d}Rid}a>Dalam perjalanan dari kota Suez di Mesir, setelah pulang

mengantar pangeran Sa’ud al-Faisal (yang kemudian menjadi Raja Saudi

Arabia), mobil yang dikendarainya mengalami kecelakaan dan ia mengalami gagar otak. Selama dalam perjalanan Rashi>d}Rid}a>hanya membaca al-Qur’a>n, walau ia telah sekian kali muntah. Setelah memperbaiki posisinya, tanpa disadari oleh orang-orang yang menyertainya, tokoh ini wafat dengan wajah

73

Ahmad Al-Syarbashi.Rashi>d} Rid}a> Shohib al-Mana>r A shruhu wa Hayatuhu.(A l-Maktabah al-salafiyah,1970), 102-103.

74

M. Quraish Shihab.Studi kritis Al-Mana>r(Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), 59. 75

(54)

44

yang s

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kulit jengkol dapat dimanfaatkan sebagai alternatif obat herbal dengan terlebih dahulu dilakukan uji fenolik untuk

Pengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan pada satu kawasan merupakan upaya dalam mensinergiskan berbagai kepentingan sebagaimana makna dari suatu kawasan merupakan

Apakah ada kontribusi persepsi siswa tentang keterampilan mengajar guru dan lingkungan kelas terhadap konsentrasi belajar siswa kelas X Akuntansi mata pelajaran Akuntansi

KOMUNIKASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BERBEDA AGAMA DALAM MENGEMBANGKAN RELASI DAN TOLERANSI SOSIAL (Studi kasus pada masyarakat desa Ngadas suku tengger kecamatan

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur didorong utamanya oleh komponen Konsumsi yang pada triwulan III-2008 ini mampu tumbuh lebih tinggi.. Di sisi lain,

Usia yang masih muda pada umumnya belum mempunyai pegangan dalam hal sosial-ekonomi, padahal jika seseorang telah menikah, maka keluarga tersebut harus dapat berdiri sendiri

Untuk peserta Seleksi Tertulis dan Keterampilan Komputer harap mengambil undangan di kantor KPU Kota Jakarta Pusat pada Hari Sabtu tanggal 2 Juli 2016 pukul 01.00 WIB