1
BAB IV
ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS
A. Fungsi Piring Sebagai Mas Kawin
Piring dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah wadah berbentuk bundar pipih
dan sedikit cekung (atau ceper), terbuat dari porselen (seng, plastik), tempat meletakkan nasi
dan lauk pauk yang hendak dimakan.1 Sedangkan mas kawin menurut Koenjaraningrat
adalah jumlah harta yang diberikan oleh keluarga pihak pemuda kepada gadis dan kaum
kerabat gadis.2
Namun penggunaan piring dalam masyarakat Biak Numfor bukan hanya sekedar
sebagai fungsi piring pada umumnya seperti yang telah di sebutkan di atas. Terdapat
piring-piring tertentu yang di gunakan sebagai salah satu persyaratan mas kawin yang harus di
bawah pada saat perkawinan. Piring tersebut, biasanya berbentuk bulat besar dengan
berbagai motif.
Dalam bab III dikatakan bahwa piring tersebut merupakan piring yang berasal dari
daratan Cina. Piring-piring tersebut dibawah masuk oleh bangsa Cina yang melakukan
hubungan barter dengan masyarakat setempat. Piring-piring Cina itulah yang kemudian di
gunakan masyarakat adat Biak-Numfor sebagai salah satu ketentuan adat yang berlaku di
dalam perkawinan.
1 Karodalet, “Segala Hal Tentang, Pengertian, Arti, Makna, Definisi atau Istilah,” dalam
http://adaalah.blogspot.com/2010/10/piring.html, diunduh pada tanggal 31 Januari 2012, pukul 11.45 WIB
2
2
Masyarakat adat Biak-Numfor menggunakan piring tersebut sebagai mas kawin
karena mereka menganggap bahwa piring tersebut dapat menyembuhkan sakit penyakit,
dapat menghindarkan mereka dari marabahaya dan kesialan dan juga dapat mempererat
hubungan kekerabatan dan kekeluargaan yang ada. Pemahaman piring yang demikian
terbawa didalam penggunaan piring sebagai mas kawin didalam perkawinan masyarakat
Biak-Numfor.
Di dalam mayarakat Cina sendiri piring-piring tersebut digunakan sebagai hiasan
dinding, dan ukiran-ukiran yang ada pada piring-piring tersebut dipercaya dapat
menghindarkan mereka dari marabahaya dan kesialan. Hal ini dapat di pahami bahwa piring
tersebut merupakan sesuatu yang sakral. Penulis menduga kuat bahwa pemahaman ini di
adopsi dan juga di akui oleh masyarakat Biak-Numfor bahwa piring-piring tersebut mampu
membawa sesuatu yang mensejahteran kehidupan manusia. Alasan inilah yang membuat
piring tersebut dijadikan sebagai salah satu benda dalam pemberian mas kawin yang wajib
dibawa dalam perkawinan masyarakat Biak-Numfor.
Dari penjelasan diatas dilihat bahwa ada kesamaan pengunaan piring tersebut dalam
masyarakat adat Biak-Numfor dan masyarakat Cina. Kesamaannya yaitu penempatan posisi
piring tersebut masuk dalam kategori penting. Mengapa dikatakan penting, karena
masyarakat adat Biak-Numfor dan masyarakat Cina menganggap bahwa piring-piring
tersebut memiliki nilai sakral dan gaib yang dapat menghindarkan mereka dari marabahaya,
kesialan dan dapat menyembuhkan sakit penyakit.
Keasamaan yang bisa kita lihat juga terdapat di dalam motif-motif spiral dari
piring-piring porselen tersebut. Seperti yang di ketahui salah satu ukiran yang ada berupa
[image:2.595.81.528.212.568.2]3
Sepertinya hal ini jugalah yang mempengaruhi pemikiran masayarakat Biak-Numfor.
Masayarakat Biak menerima pemahaman tentang saktinya keberadaan naga dan peran naga
yang besar di dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu mereka percaya juga naga sebagai
pembawa keberuntungan dalam hidup mereka. Hal ini bisa terlihat melalui ukiran-ukiran seni
dekor penduduk Biak-Numfor yang mengandalkan motif-motif spiral (motif ular naga)
menampakkan anasir-anasir kebudayaan Cina.3
Ada juga kesamaan lain yang dapat kita lihat yaitu Masyarakat Cina juga
mengunakan piring tersebut sebagai tempat untuk manaruh makanan saat mengadakan
makan bersama. Hal ini juga dilakukan oleh masyarakat adat Biak-Numfor saat mengadakan
makan bersama. Hal ini menunjukkan bahwa, masyarakat Biak-Numfor dan masyarakat Cina
memiliki nilai kebersamaan, kekeluargaan dan rasa solidaritas yang tinggi.
Selain kesamaan, ada juga perbedaan yang telihat di dalam pengguanan piring bagi
masyarakat Cina dan masyarakat Biak-Numfor. Dalam masyarakat Biak-Numfor mereka
mengunakan piring tersebut juga dalam upacara-upacara adat, seperti upacara matsorandak,
perkawinan dan lain-lain. Matsorandak atau upacara penerimaan tamu, yaitu saat tamu
tersebut datang dan di sambut dengan tari-tarian yang membawa sebuah piring poselen dan
kemudian tamu tersebut menginjakkan kakinya pada piring tersebut, maka secara langsung
orang atau tamu tersebut telah di terima dan telah menjadi satu dengan masyarakat setempa.
Selain upacara matsorandak piring tersebut juga digunakan dalam upacara pernikahan.
Sedangkan bangsa Cina tidak mengunakan piring tersebut untuk upacara-upacara adat
khususnya dalam upacara pernikahan.
3 August Kafiar, Arsitektur Tradisional Daerah Irian Jaya (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
4
Berdasarkan penjelasan diatas penulis mencoba menganalisa bahwa penggunaan
piring sebagai mas kawin dalam masyarakat adat Biak-Numfor, awalnya berangkat dari
pemahaman mereka bahwa fungsi utama piring tersebut yaitu untuk meningkatkan nilai-nilai
kebersamaan, kekeluargaan dan rasa solidaritas yang tinggi dan juga untuk menghindarkan
mereka dari marabahaya dan kesialan. Oleh karena itu piring tersebut memiliki tempat dan
posisi yang penting dalam upacara-upacara adat masyarakat Biak-Numfor.
Piring yang awalnya hanya digunakan oleh bangsa Cina sebagai hiasan dinding
yang dapat mengusir roh-roh jahat dan menjauhkan mereka dari marabayaha dan kesialan,
kini sudah berubah menjadi sebuah piring yang memiliki makna tersendiri dan dihargai
dalam masyarakat adat Biak-Numfor. Piring tersebut dianggap dapat memberikan
kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya dalam kehidupan rumah tangga.
Hingga kini penggunaan piring tersebut masih tetap memiliki tempat dan posisi yang penting
bagi masyarakat adat Biak-Numfor.
B. Refleksi Teologis
Dalam kekristenan pernikahan merupakan suatu hubungan cinta kasih yang suci
yang dimateraikan oleh Kristus sendiri. Oleh karena itu di dalam Alkitab sendiri mengatakan
bahwa “Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti
dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.” (Efesus 5:33).4
Manusia merupakan makhluk sosial, yang selalu membutuhkan satu sama yang
lain. Kehidupan manusia juga tidak terlepas dari keduayaan lokal. Kehidupan kita sebagai
orang Kristen juga tidak terlepas dari yang namanya kebudayaan. Kebudayaan sudah terlekat
dalam kehidupan orang Kristen. Hal ini dapat kita lihat dari kebiasaan-kebiasaan yang
5
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, salah satu contohnya yaitu dalam melangsungkan
suatu perkawinan. Masyarakat tertentu dalam hal ini adalah orang Kristen saat ingin
melangsungkan perkawinan anak-anak mereka, mereka sering mendahulukan tradisi-tradisi
atau kebiasaan-kebiasaan adat yang merupakan aturan atau norma-norma yang wajib untuk
dilakukan sebelum diberkati dalam suatu pernikahan kudus. Salah satu masyarakat yang
masih melakukan tradisi atau kebiasaan adat sebelum malangsungkan suatu pernikahan
kudus yaitu masyarakat adat Biak-Numfor.
Masyarakat Biak-Numfor menjunjung tinggi nilai-nilai adat yang merupakan suatu
hal yang harus dijaga. Salah satu contohnnya yaitu dalam melangsungkan suatu perkawinan.
Dalam perkawinan adat Biak-Numfor pemberian mas kawin merupakan hal yang penting.
Yang menjadi salah satu benda dari pemberian mas kawin tersebut adalah piring. Piring
tersebut dianggap oleh masyarakat Biak merupakan sesuatu yang berharga yang memiliki
nilai skaral yang dapat menjaga suatu keutuhan rumah tangga.
Namun dalam kekristenan sendiri mengajarkan bahwa yang menjadi fondasi dari
suatu rumah tangga Kristen adalah Kristus itu sendiri. Pemahaman masyarakat Biak bahwa
piring merupakan salah satu benda yang dapat menhindarkan mereka dari marabahaya,
kesialan dan dapat mengharmoniskan kehidupan rumah tangga mereka merupakan suatu
pemahaman yang keliru.
Dalam menjaga suatu hubungan rumah tangga yang baik dan harmonis tidak
tergantung pada seberapa banyak piring yang diberikan sebagai mas kawin. Namun yang
terpenting adalah bagaimana hubungan suami dan istri itu sendiri dengan Kristus. Jika kita
selalu berpegang pada kebenaran Firman Tuhan, maka pemahaman bahwa piring dapat
6
kebudayaan tertentu. Karena yang terpenting dalam menjaga suatu hubungan rumah tangga
yaitu saat kita dapat membangun relasi yang baik dengan Tuhan, sehingga kita juga dapat
membangun relasi yang baik dengan sesama kita yaitu dengan suami, istri dan anak-anak
kita.
Hal ini menjukkan bahwa Kristuslah yang berkuasa atas kehidupan kita, salah
satunya yaitu dalam kehidupan perkawinan kita. Tanpa campur tangan Kristus segala sesuatu
yang dilakukan dalam suatu rumah tangga tidak akan dapat menghasilkan sesuatu yang baik.
Oleh karena itu marilah kita melihat bahwa benda-benda mahal, antic dan sakral bukanlah
merupakan suatu jaminan bahwa kehidupan rumah tangga seseorang dapat menjadi harmonis
dan baik. Namun Kristuslah yang dapat menjamin suatu kehidupan rumah tangga seseorang