ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Pengaruh In-Store Shopping Environment Dan
Positive Emotion Terhadap Pembelian Impulsif Produk Fashion Elzatta Di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis apakah ada pengaruh baik secara parsial ataupun simultan in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif produk fashion Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data dikumpulkan dengan teknik kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Galeri Elzatta di Ruko Setra Tropodo Sidoarjo. Sedangkan sampelnya, penulis menggunakan sebanyak 60 responden dengan menggunakan metode accidental sampling. Adapun analisis data menggunakan uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda, uji t dan uji F.
Hasil penelitian terhadap model penelitian dan pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Y = -10,967 + 0,479 X1 + 0,582 X2 + e. Hasil uji parsial dimana in-store shopping environment (X1) dan positive emotion (X2) masing-masing memiliki nilai Sig < 0,05 yakni 0,025 dan 0,014, maka menyatakan H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo secara parsial. Dan uji simultan dimana variabel in-store shopping environment (X1) dan positive emotion (X2) nilai Sig = 0,000 < 0,05, maka menyatakan H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo secara simultan.
Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo dapat meningkatkan penjualan produk dengan meningkatkan kenyamanan lingkungan galeri yang dapat merangsang emosi konsumen seperti menambah tempat duduk untuk para suami yang sedang menunggu ketika istrinya berbelanja dan memberi tempat tersendiri untuk pakain anak-anak dan laki-laki sehingga dapat menarik konsumen dan menciptakan citra baik pada benak konsumen.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TRANSLITASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Landasan Teori ... 13
1. In-Store Shopping Environment ... 13
2. Positive Emotion ... 17
3. Pembelian Impulsif (Impulse Buying) ... 22
B. Penelitian Terdahulu ... 27
C. Kerangka Konseptual ... 29
D. Hipotesis... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31
A. Jenis Penelitian ... 31
C. Populasi dan Sampel ... 32
D. Variabel Penelitian ... 32
E. Devinisi Operasional ... 33
1. In-Store Shopping Environment ... 33
2. Positive Emotion ... 34
3. Pembelian Impulsif (Impulse Buying) ... 35
F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 36
G. Data dan Sumber Data ... 38
H. Teknik Pengumpulan Data ... 39
I. Teknik Analisis Data ... 40
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 49
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 49
1. Profil Singkat Galeri ... 49
2. Sekilas Tentang Elzatta ... 49
3. Visi & Misi ... 51
4. Struktur Organisasi Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidorjo ... 51
B. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 51
1. Karakteristik Responden ... 51
2. Tabulasi Jawaban Responden Terhadap Variabel ... 54
C. Analisis Data ... 57
1. Uji Validitas ... 57
2. Uji Reliablitas ... 60
3. Uji Asumsi Klasik ... 61
4. Analisis Regresi Linier Beganda ... 67
5. Uji Hipotesis ... 70
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 76
B. Pengaruh Positive Emotion Terhadap Pembelian Impulsif
Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo ... 78
C. Pengaruh In-Store Shopping Environment Dan Positive Emotion Terhadap Pembelian Impulsif Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo... 80
D. Pandangan Islam Terhadap Jual Beli dan Pembelian Impulsif ... 83
BAB VI PENUTUP ... 86
A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan usaha ritel di Indonesia yang semakin pesat, menggambarkan daya beli konsumen yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan juga kebutuhan konsumen yang berdaya beli kuat membuat pola belanja di Indonesia saat ini berubah dan berkembang sebagai cerminan gaya hidup yang lebih modern dan lebih berorientasi pada rekreasi yang mementingkan aspek kesenangan, kenikmatan dan hiburan saat berbelanja.1
Banyak alasan yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan berbelanja. Utami mengatakan bahwa sebagian orang menganggap bahwa kegiatan berbelanja merupakan kegiatan yang dapat menghilangkan stress, menghabiskan uang dan dapat mengubah suasana hati seseorang secara signifikan.2 Keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen pada saat berbelanja tidak semuanya merupakan pembelian yang telah direncanakan sebelumnya, terkadang konsumen melakukan keputusan pembelian secara mendadak tanpa merencanakan pembelian terlebih dahulu.
1D. Parwanto. Perilaku Pelanggan. Edisi 3. (Jakarta: Erlangga. 2006), 30.
2 Christina Whidya Utami, Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Operasional Bisnis Ritel
2
Pembelian terencana adalah perilaku pembelian dimana keputusan pembelian sudah dipertimbangkan/direncanakan sebelum masuk ke dalam gerai, sedangkan pembelian tak terencana adalah perilaku pembelian tanpa ada pertimbangan atau perencanaan sebelumnya sehingga tidak memikirkan konsekuensi yang diterimanya.
Salah satu jenis pembelian tidak terencana yang sering mendapatkan perhatian adalah pembelian impulsif (impulsive buying). Pembelian impulsif
merupakan suatu pembelian yang terjadi akibat adanya keinginan yang kukuh untuk membeli sesuatu secepatnya yang biasanya dilakukan dengan tidak memikirkan konsekuensi yang diterimanya.3
Impulse buying berarti kegiatan untuk menghabiskan uang yang bisa
tidak terkontrol. Mayoritas barang-barang yang dibeli secara impulsif merupakan barang yang diinginkan untuk dibeli, dan kebanyakan dari barang tersebut merupakan barang yang tidak dibutuhkan secara langsung oleh konsumen.
Perilaku pembelian impulsif atau impulse buying merupakan salah satu
hal yang patut mendapat perhatian penting. Dimana dalam Islam, melakukan kegiatan konsumsi harus sesuai kebutuhan bukan karena keinginan. Kegiatan konsumsi yang mengikuti keinginan akan menjurus pada sifat boros yang dilarang dalam Islam. Hal tersebut tercantum dalam QS. al-Israa’ ayat 26-27
yang berbunyi:
3
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat
ingkar kepada Tuhannya.”( QS. al-Israa’: 26-27)4
Berdasarkan ayat di atas dijelaskan bahwasannya kita harus membelanjakan harta kita di jalan Allah dan tidak menghamburkannya secara boros. Oleh karena itu, kita harus membelanjakan harta kita sesuai dengan kebutuhan.
Pembelian impulsif tidak hanya terjadi di negara maju, di Indonesia pembelian impulsif juga sering terjadi. Menurut Susanta, sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned. Mereka biasanya suka
bertindak “last minute”. Jika berbelanja, mereka sering menjadi impulse
buyer.5
Hal ini disebabkan pembelian impulsif merupakan sebuah fenomena dan kecenderungan perilaku berbelanja meluas yang terjadi di dalam pasar dan menjadi poin penting yang mendasari aktivitas pemasaran. Strategi pemasaran yang berbasis perilaku konsumen perlu ditingkatkan untuk memenangkan persaingan.
4
Depag, Al-Quran dan terjemah.
5Tjokorda Istri Dwi Pradnyawati Pamayun & Ni Wayan Ekawati, “Pengaruh Promosi, Atmosfer
Gerai dan Merchandise terhadapPembelian Impulsif pada Hardy’s Mall Gatsu Denpasar”,
4
Dalam menghadapi lingkungan persaingan yang semakin kuat dan ketat, setiap peritel dituntut harus mampu mengoptimalkan sumber daya ekonominya guna meningkatkan daya saing produknya di pasar, serta mampu menjalankan serangkaian strategi pemasaran yang efektif dan selalu mengembangkan strategi pemasaran tersebut secara terus-menerus serta berkelanjutan.
Salah satu yang mendukung berkembangnya usaha ritel adalah dengan adanya toko atau gerai. Toko/gerai merupakan tempat konsumen untuk melakukan pembelian, baik itu terencana maupun tidak terencana. Utami mengungkapkan salah satu penyebab terjadinya pembelian impulsif merupakan pengaruh stimulus dari lingkungan gerai.6 Pernyataan tersebut didukung oleh Semuel (2005) yang dalam penelitiannya menyatakan kondisi lingkungan belanja secara positif dan signifikan mampu mendorong mereka untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan.
Kesimpulan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Tjokorda Istri Dwi Pradnyawati Pamayun & Ni Wayan Ekawati (2016) yang menunjukkan bahwa promosi, atmosfer gerai, dan merchandise berpengaruh positif dan signifikan baik secara simultan maupun parsial terhadap keputusan pembelian impulsif.
Oleh karena itu, untuk menarik minat konsumen diperlukan adanya
penciptaan suasana toko. Menurut Utami, pengaruh lingkungan dalam toko/store atmosphere merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko
5
seperti arsitektur, tata letak, pemajangan warna, pencahayaan, sirkulasi udara, musik serta aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen.7
Kegiatan penciptaan suasana toko dapat membentuk emosi positif pada konsumen sehingga dapat mendorong keinginan konsumen untuk melakukan pembelian. Kecondongan sifat afektif seseorang dan reaksi pada lingkungan yang mendukung seperti ketertarikan pada item barang ataupun adanya promosi penjualan, dapat mendatangkan emosi positif dari sebelum terjadinya mood seseorang.8 Perilaku berbelanja tersebut menjadi bahan yang
menarik untuk diteliti, sebagaimana konsumen saat ini memaknai kegiatan belanja bukan hanya membeli sesuatu untuk memenuhi kebutuhan melainkan banyak faktor yang dapat membuat konsumen yang awalnya tidak ingin membeli menjadi ingin membeli.
Selain faktor lingkungan juga terdapat faktor lain yang mempengaruhi pembelian impulsif yaitu emosi dari para konsumen saat berbelanja. Definisi emosi menurut Supranto dan Nandan Limakrisna yaitu sebagai perasaan yang secara relatif tidak terkontrol yang mempengaruhi perilaku secara kuat.9 Definisi lain mengatakan bahwa emosi adalah respon kognitif, perasaan, dan perilaku yang muncul akibat stimulus tertentu. Emosi biasanya dipicu oleh kejadian-kejadian lingkungan. Kemarahan, kesenangan, dan
7 Ibid., 255.
8 Elizabet Leba, “Pengaruh Atmosfer Gerai Dan Promosi Terhadap Pembelian Impulsif Yang
Dimediasi Emosi Positif”, Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, Volume 4, Nomor 1, (Januari,
2015), 2.
9
6
kesedihan seringkali merupakan respon terhadap suatu set kejadian eksternal. Menurut Shiv dan Fedorikhin emosi positif yang dirasakan konsumen akan mendorong untuk mengakuisisi suatu produk dengan segera tanpa adanya perencanaan yang mendahuluinya dan sebaliknya emosi negatif dapat mendorong konsumen untuk tidak melakukan pembelian impulsif.10
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Allan Dwi I’sana (2013) pada
Sri Ratu Pemuda Department Store menunjukkan bahwa emosi positif berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian impulsif/impulse buying.
Kesimpulan tersebut juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Brian Permana Putra pada pelanggan swalayan Tong Hien di Kota Semarang yang menyatakan bahwa emosi positif berpengaruh positif terhadap impulse buying.
Adapun salah satu jenis produk impulse buying atau produk yang dibeli
hanya karena keinginan adalah produk fashion. Fashion merupakan salah satu hal yang tidak pernah dilupakan dalam menunjang penampilan. Banyak orang terlibat dengan fashion, menghabiskan waktu dan uang untuk gaya
terbaru. Sebagian besar orang menyadari adanya keinginan untuk selalu tampil menarik di tengah-tengah kelompok sosialnya. Salah satu bentuk perilaku seseorang dalam menambah penampilan dirinya adalah dengan mengikuti trend fashion yang sedang diminati.
10 Allan Dwi I’sana, Analisis Pengaruh Display Produk, Promosi Below The Line, Dan Emosi
7
Fashion sendiri pada umumnya dikaitkan dengan mode, cara
berpakaian yang lebih baru, up to date dan mengikuti zaman. Fashion atau mode merupakan gaya hidup seseorang yang diaplikasikan dalam cara seseorang dalam mengenakan pakaian, aksesoris, atau bahkan dalam bentuk model rambut hingga make up.11
Produk fashion merupakan jenis produk yang tidak ada matinya, karena sandang menjadi salah satu kebutuhan primer manusia, selain makanan dan tempat tinggal. Bukan sekedar untuk melindungi tubuh atau penutup aurat, masyarakat membeli pakaian agar terlihat menawan dan tidak ketinggalan mode. Produk yang termasuk ke dalam dunia fashion tidak akan
pernah kehabisan model, karena dari waktu ke waktu akan muncul produk yang baru dengan perputaran yang cepat. Orang-orang saat ini memiliki banyak keinginan untuk model pakaian yang akan dikenakannya.12
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Produk fashion khususnya fashion hijab berkembang pesat dinegara ini. Hal tersebut membuat fashion Indonesia diminati oleh pecinta fashion mancanegara. Itulah sebabnya Indonesia disebut sebagai kiblat fashion muslim dunia (Islamic fashion on the world).13
11 Ardian Kusuma, “Pengaruh Fashion Involvement, Hedonic Consumption Tendency, Dan
Positive Emotion Terhadap Fashion-Oriented Impuls Buying Kalangan Remaja Di Surabaya”,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Vol.3 No.2 (2014), 5.
12 Zaenal, “Alasan Bisnis Fashion Bisa Sangat Menguntungkan Walau dengan Modal Kecil”,
dalam http://www.lisubisnis.com/2016/03/alasan-bisnis-fashion-bisa-sangat.html, diakses pada 21 Maret 2017.
13 Adiwarman A. Karim dalam Seminar “
8
Selain itu, perkembangan fashion tersebut juga didukung tingginya kesadaran umat muslim untuk menjalankan perintah agama yaitu anjuran mengenakan busana yang baik. Dalam Islam telah dijelaskan mengenai adab berbusana bagi seorang muslim. Salah satunya yang tercantum dalam surat an-Nur ayat 31:
…
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka…”, (Q.S. An-Nur: 31).14
Ayat di atas berisi anjuran menutup aurat. Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada diri setiap manusia adalah perhiasan yang tidak boleh diumbar kecuali kepada mahramnya. Menurut Ibnu Mas’ud mengenai perhiasan yang
(biasa) tampak dari wanita adalah pakaian karena itu tidak mungkin disemunyikan. Dan berdasarkan ayat tersebut wanita harus menutup dada dan lehernya karena itu merupakan aurat seorang wanita.
Berdasarkan latar belakang inilah peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian di Galeri Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Blok A 30 Waru Sidoarjo. Elzatta merupakan suatu brand fashion muslim yang terkenal
di Indonesia. Berawal dari niat mulia untuk membuat sesuatu yang
14
9
bermanfaat sekaligus menjadikan wanita tampak lenih gaya, elzatta yang kini sudah memiliki banyak outlet atau galeri yang tersebar diberbagai kota besar di Indonesia yang hadir dalam berbagai koleksi produk hijab dan pernak-perniknya yang berkualitas.15
Galeri Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo sebagai salah satu pelaku usaha jaringan ritel, menjadi salah satu pilihan berbelanja busana muslim di Sidoarjo. Berbagai alasan konsumen untuk berbelanja di Elzatta pun beragam. Mengidentifikasi perilaku konsumen dalam melakukan keputusan pembelian sangatlah penting guna meningkatkan penjualan produk. Adapun keadaan penjualan produk Galeri Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo selama 6 bulan terakhir dapat dilihat pada tabel:
Tabel 1.1 Data Penjualan Galeri Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo
BULAN OMSET
September 2016 Rp 171.280.000 Oktober 2016 Rp 156.421.000
November 2016 Rp 177.925.000
Desember 2016 Rp 122.567.000
Januari 2017 Rp 117.323.000
Februari 2017 Rp 107.343.000
Sumber: Childa, Maret 2017 setelah diolah
Berdasarkan tabel di atas terjadi penurunan penjualan dari bulan September 2016 sampai Februari 2017. Tidak semua calon konsumen yang
10
datang melakukan pembelian. Hal ini dikarenakan jumlah pengunjung yang tidak membeli disebabkan oleh berbagai faktor seperti pengunjung datang hanya untuk melihat dan membandingkan produk-produk dari galeri yang lain, pengunjung memiliki keinginan untuk membeli namun tidak memiliki kemampuan untuk membeli produk secara langsung dan alasan lainya. Namun ada calon konsumen yang datang dan melakukan pembelian impulsif, sebagaimana dari hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada 5 konsumen elzatta di Ruko Sentra Tropodo yang mengatakan bahwasannya mereka pernah melakukan pembelian tak terencana di galeri tersebut.
Dan ini menjadi obyek yang menarik untuk dikaji guna mengetahui pengaruh lingkungan toko/gerai dan emosi positif terhadap perilaku pembelian impulsif. Adapun obyek penelitian adalah Galeri elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo, sehingga judul penelitian yang diambil adalah
“Pengaruh In-Store Shopping Environment dan Positive Emotion terhadap
Pembelian Impulsif Produk Fashion Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.”
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh secara parsial in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif produk fashion elzatta di
11
2. Apakah ada pengaruh secara simultan in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif produk fashion elzatta di
Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif produk fashion Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif produk fashion Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.
D. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Secara Teoritik
a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan khasanah mengenai perilaku konsumen, sumbangan pemikiran serta sebagai bahan masukan untuk mendukung dasar teori penelitian yang sejenis dan relevan.
12
2. Secara Praktis
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada peneliti karena menerapkan ilmu yang sudah didapat selama di bangku kuliah sehingga dapat diaplikasikan dalam penelitian dan menambah pengalaman serta pengetahuan tentang perilaku konsumen.
b. Bagi Para Pengguna Informasi (pemilik galeri, manajer, investor, karyawan)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana alternatif bagi para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan dalam memahami faktor-faktor yang dapat mendorong konsumen mengambil keputusan pembelian dimana erat kaitannya dengan studi pola perilaku konsumen dalam strategi pemasaran ritel.
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau wawasan kepada masyarakat tentang pengaruh in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif produk fashion yang dapat menarik konsumen dan meningkatkan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. In-Store Shopping Environment
Store Shopping Environment/lingkungan berbelanja adalah sebuah
suasana dari lingkungan berbelanja yang dapat mengubah emosi konsumen dan mengubah suasana hati konsumen sehingga mempengaruhi perilaku pembelian.16
Menurut Simbolon (2007) Shopping Environment merupakan bentuk strategi service marketing yang dapat digunakan untuk memberi
nilai lebih kepada konsumen melalui pengalaman dalam berbelanja (shopping experience). Shopping Environment melalui
elemen-elemennya seperti musik, aroma, suhu, citra, furnitur, gaya layanan, dan orang dapat mempengaruhi kondisi psikologis konsumen melalui Perceived Enjoyment.17
Dan in-store shopping environment adalah suasana lingkungan belanja dalam toko yang sengaja diciptakan untuk memberikan pengalaman belanja yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian. Simamora (Putra, 2014) membagi store environment menjadi tiga
16 M. Taufik Amir, Manajemen Ritel, Panduan Lengkap Pengelola Toko Modern, Edisi
Pertama. (Jakarta: PT. Mandiriabadi, 2005), 109.
17
Brian Permana Putra, Analisis Pengaruh PromosiEmosi Positif dan Store Environment terhadap
14
bagian, yaitu store image, store atmospherics, dan store theatrics. Aspek store atmosphere dianggap sebagai salah satu hal penting karena
menyangkut kenyamanan konsumen saat berbelanja di dalam toko. Menurut Levy and Weitz atmosfer toko adalah kombinasi dari karakteristik fisik toko, seperti arsitektur, tata letak, penanda, pemajangan, warna, pencahayaan, temperatur, musik, serta aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen.18 Mereka membagi store atmospher sebuah toko menjadi dua, yaitu in-store atmosphere yang meliputi internal layout, suara, bau, tekstur,
desain interior dan out- store atmosphere yang dimaksud meliputi external layout, tekstur, dan desain eksterior.
Sedangkan menurut Gilbert, store atmosphere adalah perubahan yang dibuat pada desain dari lingkungan membeli yang menghasilkan efek emosional khusus yang kemudian meningkatkan kemungkinan bahwa pembelian akan berlangsung.19
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa atmosfer dalam toko adalah gambaran fisik lingkungan toko melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, aroma dimana dapat menstimuli persepsi dan emosi konsumen sehingga dapat mempengaruhi keputusan pembelian.
18
Michael Levy and Barton Weitz, Retailing Management. International Edition. Fifth Edition, (New York: McGraw-Hill, Irwin, 2004), 521.
19
15
Oleh karena itu, para peritel harus mampu mengelola lingkungan dalam toko sedemikian rupa sehingga tujuan meningkatkan kunjungan pelanggan, penjualan bertambah, dan merangsang citra positif pelanggan dapat tercapai. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan, pelaku bisnis ritel berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga, ketersediaan barang dagangan dimana dapat memudahkan konsumen dalam mencari dan menemukan kebutuhannya.
Ma’ruf memaparkan bahwa atmosfer dapat tercipta dari gabungan
unsur-unsur sebagai berikut: a. Desain Gerai
Desain gerai merupakan strategi penting dalam menciptakan atmosfer yang dapat membuat pelanggan merasa betah berada dalam suatu gerai. Desain gerai yang mencakup di lingkungan gerai, salah satunya adalah ambience. Ambience adalah atmosfer dalam gerai yang menciptakan perasaan tertentu dalam diri pelanggan yang ditimbulkan dari penggunaan unsur-unsur interior, pengaturan cahaya, tata suara, sistem pengaturan udara, dan pelayanan.
b. Perencanaan Gerai
Perencanaan gerai mencakup layout (tata letak) dan alokasi ruang. Layout mencakup rencana jalan dalam gerai dan sirkulasi arus orang.
c. Komunikasi Visual
Komunikasi visual adalah komunikasi perusahaan ritel dengan
16
gerai dan marquee kedua hal inilah yang pertama kali dilihat oleh calon pembeli ketika berniat berbelanja, grafis merupakan pendukung dari komunikasi dalam gerai yang melibatkan tata suara, tekstur, entertainment, promosi, dan personal.
d. Penyajian Merchandise
Mencangkup teknik penyajian barang-barang dalam gerai untuk menciptakan atmosfer tertentu. Teknik dan penyajian merchandise berkenaan dengan keragaman produk, koordinasi kategori produk, display contoh, pencahayaan, tata warna, dan window display20
Gabungan unsur-unsur atmosfer gerai tersebut dapat menggambarkan momen of truth, yaitu situasi langsung yang dirasakan konsumen saat berbelanja. Jika setting dari gabungan unsur-unsur tersebut dapat berjalan optimal, produsen akan dapat menyentuh emosi konsumen dan memberi pengalaman berbelanja yang akan berdampak pada peluang untuk meningkatkan pangsa pasar serta memenangkan hati konsumen.
Sebagaimana Amir mengungkapkan bahwa lingkungan berbelanja adalah sebuah suasana dari lingkungan berbelanja yang dapat mengubah emosi konsumen dan suasana hati konsumen sehingga mempengaruhi perilaku pembelian.21 Utami juga menyatakan dimana salah satu
penyebab terjadinya pembelian impulsif adalah pengaruh stimulus dari tempat belanja yang mengacu pada rangsangan suasana lingkungan
20 H. Ma’ruf,
Pemasaran Ritel, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2006), 206. 21
17
toko yang sengaja dibuat oleh pemasar sehingga menciptakan daya tarik fisik toko.22
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Ma’ruf dimana
lingkungan dalam toko atau atmosfer dapat tercipta dari gabungan unsur
desain gerai, perencanaan gerai, penyajian merchandise dan komunikasi
visual. Berdasarkan teori Ma’ruf maka indikator yang digunakan adalah:
1) Desain gerai yang meliputi tata cahaya dan sistem pengaturan udara. 2) Perencanaan gerai meliputi lay out.
3) Komunikasi visual meliputi tata suara.
4) Penyajian merchandise meliputi tata warna, display produk dan pengelompokkan/kategori produk.
2. Positive Emotion
Emosi adalah perasaan yang secara relatif tidak terkontrol yang mempengaruhi perilaku secara kuat.23 Menurut Haryanto (2009) emosi merupakan sebuah reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri seseorang yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkain kecenderungan yang mendorong diri untuk bertindak.24
Sedangkan menurut Laros dan Steenkamp, ”Emotion is reaction assessment (positive or negative) of a complex nervous system
22
Christina Whidya Utami, Manajemen Ritel: Strategi …, 69. 23
Supranto dan Nandan Limakrisna, Perilaku Konsumen & Strategi Pemasaran (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), 108
24
Kadek Trisna Dewi & I Gusti Ayu Ketut Giantari, “Peran Emosi Positif Dalam Memediasi
Store Atmosphere Terhadap Pembelian Impulsif (Studi Pada Konsumen Matahari Department
18
of a person towards external or internal stimuli and often conceptualized as a general dimension, such as the positive and negative influences”. Ini
mempunyai arti bahwa Emosi adalah reaksi penilaian (positif atau negatif) dari sistem saraf seseorang terhadap rangsangan eksternal atau internal dan sering dikonseptualisasikan sebagai sebuah dimensi yang umum, seperti yang mempengaruhi positif dan negatif.25
Daniel Goelman (1995) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi antara lain:
a. Amarah, meliputi brutal, menjarah, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan dan kebencian.
b. Kesedihan, meliputi pedih sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa dan depresi.
c. Rasa takut, meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri kecut, panik dan fobia.
d. Kenikmatan, meliputi bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, rasa terpenuhi, girang, senang sekali dan manja.
e. Cinta, meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan
hati, rasa dekat, bakti hormat, kasmaran, kasih sayang. f. Terkejut, meliputi terkesiap, takjub, dan terpana.
25
19
g. Jengkel, meliputi hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau muntah.
h. Malu, meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hancur lebur.26
Dan Crider (1983) mengemukakan dua jenis emosi, yaitu emosi positif dan emosi negatif.27 Definisi dan penjelasan mengenai emosi positif dan emosi negatif sebagai berikut:
1. Emosi Positif
Emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan perasaan positif terhadap seseorang yang mengalaminya diataranya adalah cinta, sayang, senang, gembira, kagum, dan sebagainya. Emosi positif dapat didatangkan dari sebelum terjadinya mood seseorang, kecondongan sifat afektif seseorang dan reaksi pada lingkungan yang mendukung seperti ketertarikan pada item barang, pelayanan yang diberikan ke konsumen, ataupun adanya promosi penjualan. 2. Emosi Negatif
Emosi negatif merupakan emosi yang selalu identik dengan perasaan tidak menyenangkan dan dapat mengakibatkan perasaan negatif pada orang yang mengalaminya. Kecenderungan orang yang memiliki emosi negatif lebih memperhatikan emosi-emosi yang bernilai
26 Muhammad Ali, Muhammad Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik),
(Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 63.
27
20
negatif, seperti sedih, marah, cemas, tersinggung, benci, jijik, prasangka, takut, curiga dan lain sebagainya.
Menurut Permananto (2007) dalam Putra mendefinisikan emosi positif sebagai perasaan atau mood yang dialami seseorang yang membawa dampak pada keinginan yang sangat besar untuk melakukan impulse buying.
Rock dan Gardner mengungkapkan kadang emosi positif bertindak sebagai stimulus untuk membeli. Konsumen dengan emosi positif menunjukkan dorongan yang lebih besar dalam membeli karena memiliki perasaan yang tidak dibatasi oleh keadaan lingkungan sekitarnya, memiliki keinginan untuk menghargai diri mereka sendiri, dan tingkat energi yang lebih tinggi.28 Tingginya dorongan tersebut kemungkinan besar dapat terjadi pembelian secara impulsif. Oleh karena itu, konsumen yang melakukan pembelian impulsif sering mengeluarkan biaya atau uang berlebih ketika berbelanja
Rachmawati juga mengungkapkan salah satu faktor yang terlibat dalam pola perilaku pembelian impulsif salah satunya adalah emosi positif. 29 Sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Sumarwan bahwa konsumen yang memiliki mood yang baik akan tinggal lebih lama di
28Dian Sukma Adriyanto et al, “Pengaruh
Fashion Involvement ..., 45. 29
21
dalam toko maka akan lebih tertarik untuk melakukan pembelian di toko tersebut.30
Beberapa penelitian memperlihatkan pengaruh keadaan suasana hati dan emosi konsumen terhadap perilaku pembelian impulsif. Suasana hati positif konsumen bisa menghasilkan pembelian impulsif konsumen dibandingkan dengan suasana hati yang sedang negatif, walaupun pembelian impulsif terjadi di luar kedua suasana hati tersebut.
Suasana hati positif konsumen berhubungan dengan keinginan untuk berbelanja secara impulsif, sementara pembelian konsumen yang impulsif lebih terikat emosi dibandingkan yang bukan pembeli. Ada hubungan yang positif antara kesenangan yang dirasakan konsumen dengan perilaku pembelian impulsif.
Setiap penelitian tersebut menyatakan bahwa perasaan senang akan meningkatkan pengeluaran tanpa rencana. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Brian Permana Putra yang menyatakan bahwa emosi positif berpengaruh positif terhadap impulse buying.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi dari Permananto yaitu emosi positif sebagai perasaan/mood yang dialami seseorang yang
membawa dampak pada keinginan yang sangat besar untuk melakukan impulse buying. Sedangkan indikator yang digunakan mengacu pada
teori Crider dimana emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan perasaan positif terhadap seseorang yang mengalaminya
30
22
yang meliputi cinta, sayang, senang, gembira, kagum, dan sebagainya. Maka indikator yang digunakan antara lain:
a. Perasaan senang b. Perasaan nyaman c. Perasaan antusias d. Perasaan puas e. Perasaan bebas f. Perasaan tertarik
3. Pembelian Impulsif (Impulse Buying)
Pembelian impulsif merupakan suatu pembelian yang terjadi akibat adanya keinginan yang kukuh untuk membeli sesuatu secepatnya yang biasanya dilakukan dengan tidak memikirkan konsekuensi yang diterimanya.31
Menurut Rook dan Fisher dalam Nani, pembelian impulsif adalah kecendrungan konsumen untuk melakukan pembelian secara spontan, tidak terefleksi, secara terburu-buru didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu produk dan tergoda oleh persuasi dari pemasar. Rook juga menjelaskan bahwa pembelian impulsif terjadi ketika konsumen mengalami pengalaman tiba-tiba, memiliki dorongan yang kuat dan keras hati untuk membeli sesuatu dengan segera.32
15 Christina Whidya Utami, Manajemen Ritel: Strategi ..., 67
32 Nani Fitriani, Analisis Pengaruh Respon Lingkungan Berbelanja Terhadap Pembelian Tidak
23
Beberapa peneliti pemasaran beranggapan bahwa impulse sinonim dengan unplanned atau tidak terencana ketika para psikolog dan ekonom
mengfokuskan pada aspek irasional atau pembeli impulsif murni.33 Sehingga pembelian impulsif juga dapat diartikan sebagai pembelian tak terencana dimana perilaku pembelian dilakukan tanpa ada pertimbangan/perencanaan sebelumnya sehingga tidak memikirkan konsekuensi yang diterimanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak direncanakan, dimana karakteristiknya adalah pengambilan keputusannya dilakukan dalam waktu yang relatif cepat dan adanya keinginan untuk memiliki secara cepat tanpa memikirkan konsekuensi yang diterimanya.
Perilaku pembelian merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan. Dalam pemenuhannya tersebut konsumen kadang melakukan pembelian impulsif. Pelanggan yang sering melakukan pembelian secara impulsif sering kali mempunyai perhatian yang sangat rendah terhadap potensi terjadinya dampak negatif sebagai hasil tindakan yang mereka lakukan. Namun tidak semua pembelian impulsif merupakan perilaku yang berdampak negatif.
Pembelian impulsif sendiri diklasifikasikan dalam empat tipe
yakni diantaranya:
33
24
a. Pure Impulse Buying, merupakan pmbelian secara impulsif yang dilakukan karena adanya luapan emosi dari konsumen sehingga melakukan pembelian terhadap produk di luar kebiasaan pembeliannya.
b. Reminder Impulse Buying, merupakan pembelian yang terjadi karena konsumen tiba-tiba teringat untuk melakukan pembelian produk tersebut. Dengan demikian konsumen telah pernah melakukan pembelian sebelumnya atau telah pernah melihat produk tersebut dalam iklan.
c. Suggestion Impulse Buying, merupakan pembelian yang terjadi pada saat konsumen melihat produk, melihat tata cara pemakain atau kegunaannya, dan memutuskan untuk melakukan pembelian. Suggestion impulse buying dilakukan oleh konsumen meskipun
konsumen tidak benar-benar membutuhkannya dan pemakainnya masih akan digunakan pada masa yang akan datang.
d. Planned Impulse Buying, merupakan pembelian yang terjadi ketika konsumen membeli produk berdasarkan harga special dan produk-produk tertentu yang tidak tengah diperlukan dengan segera.34
Berdasarkan klasifikasi di atas, dapat diketahui motif orang melakukan pembelian impulsif. Kadang orang membeli secara impulsif
karena dia teringat akan membeli suatu produk yang merupakan
34
25
kebutuhannya yang sebelumnya terlupakan sehingga dia harus melakukan pembelian itu untuk pemenuhan kebutuhannya. Kadang orang melakukan pembelian produk karena membutuhkan produk tersebut untuk beberapa hari ke depan guna menghemat waktu, biaya dan tenaga maka dia melakukan pembelian impulsif produk tersebut pada saat belanja. Hal tersebut mengindikasikan bahwasannya tidak semua pembelian impulsif merupakan perilaku yang berdampak negatif.
Perilaku pembelian secara impulsif sendiri memiliki tingkatan yang berbeda pada setiap konsumen. Tingkat impulsifitas konsumen dapat dipengaruhi oleh tingkat kemapanan, gaya hidup, keluarga dan faktor demografis konsumen yang variatif, seperti faktor usia, jender, latar belakang pendidikan, tingkat pendapatan keluarga, dan komposisi keluarga.35
Rook dan Fisher mengemukakan karakteristik pembelian tak terencana atau impulse buying sebagai berikut :36
1) Spontanitas
Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.
35
Tri Reza Saputra, Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonisme dengan Kecenderungan Impulse Buying Terhadap Trend Fashion Pada Remaja Kota, (Skripsi -- UIN Sunan Amapel Surabaya, 2017), 23.
36
26
2) Kekuatan, kompulsi, dan intensitas.
Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak seketika.
3) Kegairahan dan stimulasi
Desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang dicirikan sebagai menggairahkan, menggetarkan atau liar.,
4) Ketidakpedulian akan akibat
Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Rook dan Fisher dimana pembelian tidak terncana atau impulse buying memiliki empat karakteristik seperti yang tersebut di atas. Maka indikator yang digunakan adalah:
a. Spontanitas.
b. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. c. Kegairahan dan stimulasi.
d. Ketidakpedulian akan akibat.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang terdorong untuk melakukan impulse buying diantaranya adalah karena faktor internal. Faktor internal ini
sendiri bisa berasal dari toko atau konsumen itu sendiri.
Faktor internal yang berasal dari toko meliputi lingkungan dalam
27
suasana hati. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati yang menunjukkan bahwa faktor internal seperti hedonic shopping value dan emosi positif (suasana hati) secara positif
dan signifikan mempengaruhi pembelian impulsif. Pernyataan diatas didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Brian Permana Putra yang mengatakan bahwa emosi positif dan lingkungan toko mempunyai pengaruh positif terhadap impulse buying.
[image:36.595.119.519.248.747.2]B. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu yang relevan
No. Penelitian
1
Peneliti Elizabet Leba & Suhermin (2015)
Judul Pengaruh Atmosfer Gerai dan Promosi Terhadap Pembelian Impulsif Yang Dimediasi Emosi Positif
Variabel Atmosfer Gerai (X1), Promosi (X2), Emosi Positif (M)
dan Pembelian Impulsif (Y)
Kesimpulan Pengujian ini menunjukkan bahwa atmosfer gerai dan promosi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap emosi positif. Atmosfer gerai dan promosi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif. Hasil ini menujukkan bahwa emosi positif memediasi pengaruh atmosfer gerai dan promosi terhadap pembelian impulsif.
2
Peneliti Allan Dwi I’sana (2013)
Judul Analisis Pengaruh Display Produk, Promosi Below The Line, dan Emosi Positif terhadap Keputusan Pembelian Impulsif Pada Sri Ratu Pemuda Department Store
Variabel Display Produk (X1), Promosi Below The Line (X2), dan
Emosi Positif (X3), dan Pembelian Impulsif (Y)
Kesimpulan (1) Display produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian impulsif. (2) Promosi below the line
28
3
Peneliti Tjokorda Istri Dwi Pradnyawati Pemayun & Ni Wayan Ekawati (2016)
Judul Pengaruh Promosi, Atmosfer Gerai, dan Merchandise
terhadap Pembelian Impulsif Pada Hardy’s Mall Gatsu
Denpasar
Variabel Pengaruh Promosi (X1), Atmosfer Gerai (X2),
Merchandise (X3), dan Pembelian Impulsif (Y)
Kesimpulan 1) Promosi, atmosfer gerai, dan merchandise
berpengaruh positif dan signifikan secara simultan terhadap pembelian impulsif terhadap keputusan pembelian impulsif.
2) Promosi, atmosfer gerai, dan merchandise berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian impulsif.
4
Peneliti Brian Permana Putra (2014)
Judul Analisis Pengaruh Promosi, Emosi Positif dan Store Environment terhadap Perilaku Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong Hien Di Kota Semarang)
Variabel Promosi (X1), Emosi Positif (X2), Store Environment (X3)
dan Impulse Buying (Y)
Kesimpulan Variabel indenpenden (promosi, emosi positif dan store environment) mempunyai pengaruh positif terhadap variabel dependen yaitu impulse buying.
5
Peneliti Vanny Meilany Theresia (2014)
Judul Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pembelian Impulsif Pada Remaja Gereja GMIM Wilayah Manado Winangun (Studi di Manado Town Square)
Variabel Respon Lingkungan Belanja, Promosi, Atmosfer gerai, Emosi, Pembelian Impulsif
Kesimpulan 1. Respon lingkungan belanja dan Promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap emosi pada remaja gereja GMIM wilayah Manado Winangun. Sedangkan Atmosfer gerai tidak berpengaruh signifikan terhadap Emosi karena tata letak umumnya sama dan konsumen remaja tersebut sudah terbiasa.
2. Respon lingkungan belanja,Promosi dan Atmosfer Gerai berpengaruh signifikan terhadap pembelian impulsif pada remaja
6
Peneliti Dian Sukma Andriyanto, Imam Suyadi & Dahlan Fanani (2016)
Judul Pengaruh Fashion Involvement dan Positive Emotion
29
Tulusrejo Kecamatan Lowokwaru Kota Malang)
Variabel Fashion Involvement (X1), Positive Emotion (X2) dan
Impulse Buying (Y)
Kesimpulan Variabel fashion involvement dan positive emotion
secara bersama-sama berpengaruh terhadap Impulse
Buying. Sedangkan secara sendiri-sendiri juga
berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying.
7
Peneliti Ardian Kusuma (2014)
Judul Pengaruh Fashion Involvement, Hedonic Consumption Tendency, Dan Positive Emotion Terhadap Fashion-Oriented Impulse Buying Kalangan Remaja di Surabaya Variabel Fashion Involvement (X1), Hedonic Consumption
Tendency (X2), Positive Emotion (X3) dan
Fashion-Oriented Impulse Buying (Y)
Kesimpulan Fashion Involvement, Hedonic Consumption Tendency, dan Positive emotion berpengaruh positif terhadap
fashion-oriented impulse buying.
Berdasarkan tabel penelitian di atas, penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dari penelitian ini yakni meneliti variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan pembelian yakni pembelian impulsif. Sedangkan perbedaannya yakni penilitian ini hanya meneliti 2 variabel diantaranya in-store shopping environment dan positive emotion.
C. Kerangka Konseptual
In-Store Shopping
Environment (X1)
Positive Emotion (X2)
30
Keterangan:
Pengaruh secara bersama-sama Pengaruh secara sendiri-sendiri
D. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, maka dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh secara parsial in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif produk fashion Elzatta di Ruko
Sentra Tropodo Waru Sidoarjo.
2. Ada pengaruh secara simultan in-store shopping environment dan positive emotion terhadap pembelian impulsif produk fashion Elzatta di
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menggabungkan pengujian
hipotesis dengan data yang terukur sehingga akan diketahui bagaimana
pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain dan akan menghasilkan suatu
kesimpulan yang dapat digeneralisasikan.
Jenis penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian asosiatif. Jenis
penelitian asosiatif bertujuan untuk mengetahui hubungan dua variabel atau
lebih. Hubungan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hubungan kausal
yang merupakan hubungan sebab akibat.37 Hubungan ini terjadi apabila dua
variabel atau lebih (variabel bebas) mempengaruhi variabel (variabel terikat)
yang lain. Dalam penelitian ini ingin diketahui apakah variabel bebas yaitu
in-store shopping environment dan positive emotion mempengaruhi variabel
terikat yaitu pembelian impulsif pada konsumen Elzatta di Sidoarjo.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Galeri Elzatta yang beralamatkan di Ruko
Sentra Tropodo Blok A 30, Jl. Raya Tropodo No. 115 A Waru – Sidoarjo.
Pada bulan Maret 2017.
37
32
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.38 Populasi
dalam penelitian ini adalah konsumen bukan agen yang berbelanja di galeri
Elzatta yang berjumlah 600 orang dalam satu bulan terakhir.39
Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi. Penarikan sampel
menurut Arikunto dapat diambil 10-15%, 20-25% atau lebih jika populasi
lebih dari 100, namun apabila populasi kurang dari 100 maka sebaiknya
diambil semuanya.40 Dalam penelitian ini penulis menggunakan 10%
populasi sebagai sampel yakni sebannyak 60 responden. Metode
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental
sampling yang merupakan bagian dari teknik nonprobability sampling.
Adapun responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen
yang bersedia untuk mengisi kuesioner dan dianggap cocok menjadi sumber
data yang diajukan.
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan kegiatan menguji hipotesis, yaitu
menguji kecocokan antara teori dan fakta empiris. Variabel penelitian yang
38 Sugiyono, Memahami penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabet, 2008), 14.
39
Childa,Wawancara, Sidoarjo, 2 April 2017.
33
digunakan terdiri dari variabel dependent (terikat) dan variabel independent
(bebas).
1. Variabel dependent (terikat)
Variabel dependent atau variabel terikat adalah variabel yang nilainya
dipengaruhi atau tergantung oleh satu atau lebih variabel bebas. Variabel
dependent atau variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah pembelian
impulsif (Y).
2. Variabel independent (bebas)
Variabel independent atau variabel bebas adalah variabel yang nilainya
dapat mempengaruhi variabel lain. Variabel independent atau variabel
bebas (X) dalam penelitian ini adalah in-store shopping environment (X1)
dan positive emotion (X2).
E. Definisi Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. In-Store Shopping Environment (X1)
Store Shopping Environment/lingkungan berbelanja adalah sebuah
suasana dari lingkungan berbelanja yang dapat mengubah emosi
konsumen dan mengubah suasana hati konsumen sehingga
mempengaruhi perilaku pembelian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Ma’ruf dimana
34
desain gerai, perencanaan gerai, penyajian merchandise dan komunikasi
visual. Berdasarkan teori Ma’ruf maka indikator yang digunakan adalah:
a. Desain gerai yang meliputi tata cahaya dan sistem pengaturan udara.
b. Perencanaan gerai meliputi lay out.
c. Komunikasi visual meliputi tata suara.
d. Penyajian merchandise meliputi tata warna, display produk dan
pengelompokkan/kategori produk.
2. Positive Emotion (X2)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi dari Permananto
(2007) dalam Brian Permana Putra yaitu emosi positif sebagai perasaan
atau mood yang dialami seseorang yang membawa dampak pada
keinginan yang sangat besar untuk melakukan impulse buying.
Sedangkan indikator yang digunakan mengacu pada teori Crider dimana
emosi positif adalah emosi yang mampu menghadirkan perasaan positif
terhadap seseorang yang mengalaminya. Maka indikator yang digunakan
antara lain:
a. Perasaan senang.
b. Perasaan nyaman.
c. Perasaan antusias.
d. Perasaan puas.
e. Perasaan bebas.
35
3. Pembelian Impulsif (Impulsive Buying)
Pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak direncanakan,
dimana karakteristiknya adalah pengambilan keputusannya dilakukan
dalam waktu yang relatif cepat dan adanya keinginan untuk memiliki
secara cepat tanpa memikirkan konsekuensi yang diterimanya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Rook dan Fisher
dimana pembelian tidak terncana atau impulse buying memiliki empat
karakteristik yaitu spontanitas; kekuatan, kompulsi, intensitas;
kegairahan dan stimuli; dan ketidakpedulian akan akibat. Adapun
indikator yang digunakan adalah:
a. Spontanitas
b. Kekuatan, kompulsi, intensitas
c. Kegairahan dan stimuli
d. Ketidakpedulian akan akibat
Pengukuran nilai setiap indikator-indikator dari variabel-variabel yang
diteliti diukur dengan menggunakan skala likert 1-5 poin skala dengan
drajat persetujuan dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Dalam
penelitian ini digunakan rentang penelitian 1 sampai 5 dengan skor, 1 =
Sangat Tidak Setuju (STS), 2 = Tidak Setuju (TS), 3= Cukup Setuju (CS), 4
= Setuju (S), sampai 5= Sangat setuju (SS). Skor terendah menunjukkan
persepsi negatif konsumen sedangkan skor tertinggi menunjukkan persepsi
positif konsumen terhadap variabel-variabel yang diteliti. Dan untuk produk
36
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Uji validitas adalah pengukuran yang menunjukkan tingkat
ketepatan (kesahihan) ukuran suatu instrument terhadap konsep yang
diteliti.41 Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan antara r-hitung (product moment) dengan r-tabel.42
Suatu instrumen penelitian dikatakan valid, bila:
a. Jika koefisien korelasi product moment melebihi 0,3
b. Jika korelasi product moment ˃ r-tabel (α; n-2), n = jumlah sampel
c. Nilai Sig. ≤α , taraf signifikan (α) = 5%
Rumus yang digunakan untuk uji validitas menggunakan teknik
korelasi product moment adalah:
∑ ∑ ∑
√[ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
n = jumlah responden
X = skor variabel (jawaban responden)
Y = skor total variabel untuk responden n
41Pungguh Suharso, Metode Penelitian Kuantitatif untuk Bisnis : Pendekatan Filosofis dan
Praktis, (Jakarta : PT. indeks, 2009), 108
42
37
Hasil uji validitas dapat diketahui dengan adanya ketentuan
sebagai berikut:
1) Nilai r hitung ˃ nilai r tabel maka dinyatakan valid.
2) Nilai r hitung < nilai r tabel maka dinyatakan tidak valid.
3) Nilai r tabel dengan n (jumlah sampel); pada signifikansi 5 % maka
diketahui r tabel adalah n-2. Sehingga, apabila r hitung ˃ r(n-2)
maka dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat pengukur
yang sama pula, sehingga menjamin suatu pengukuran yang konsisten
dan stabil (tidak berubah). Reliabilitas dalam penelitian ini diukur
dengan teknik Alpha Cronbach. Teknik ini digunakan untuk menghitung
reliabilitas suatu tes yang tidak mempunyai pilihan ‘benar’ atau ‘salah’
maupun ‘ya’ atau ‘tidak’ melainkan digunakan untuk menghitung
reliabilitas suatu tes yang mengukur sikap atau perilaku.
Teknik Alpha Cronbach dapat digunakan untuk menentukan
apakah suatu instrumen penelitian reliabel atau tidak, bila jawaban yang
diberikan responden berbentuk skala seperti 1-3 dan 1-5, serta 1-7 atau
jawaban responden yang menginterpretasikan penilaian sikap.43
38
Kreteria suatu instrumen penelitian dikatakan reliabel dengan
menggunakan teknik Alpha Cronbach. Nilai cronbach alpha ˃ 0,6
menunjukkan bahwa kuisioner untuk mengukur suatu variabel tersebut
adalah reliabel. Sebaliknya, nilai cronbach alpha < 0.6 menunjukkan
bahwa kuisioner untuk mengukur variabel tidak reliabel. Uji reliabilitas
dari instrumen penelitian ini menggunakan tingkat signifikan (α) = 5%.
G. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu bersumber dari data kuesioner dan wawancara.
Data primer diperoleh secara langsung dari responden yaitu konsumen
Elzatta dengan mengisi lembar kuesioner dan dari hasil wawancara dengan
karyawan Elzatta tentang jumlah konsumen dan profil Elzatta di Ruko
Sentra Tropodo. Sedangkan data sekunder bersumber dari data yang
diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh
dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder dalam penelitian ini berupa
literatur-literatur buku dan jurnal-jurnal penelitian. Adapun sumber data
sekunder antara lain:
1. Buku Statistika Deskriptif untuk Penelitian karya Sofyan Siregar.
2. Buku Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Operasional Bisnis
Ritel Moderen di Indonesia karya Christina Whidya Utami.
3. Skripsi karya Brian Permana Putra dengan judul “Analisis Pengaruh
39
Impulse Buying (Studi Kasus Pada Pelanggan Swalayan Tong Hien di
Kota Semarang)”
4. Jurnal karya Leba, Elizabet. Pengaruh Atmosfer Gerai Dan Promosi
Terhadap Pembelian Impulsif Yang Dimediasi Emosi Positif. Jurnal
Ilmu dan Riset Manajemen Volume 4, Nomor 1, Januari 2015.
5. Dan lainnya.
H. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
melalui:
1. Angket atau kuesioner, diperoleh melalui pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan atau pernyataan
tertulis dan terstruktur yang ditujukan pada responden yaitu konsumen
Elzatta yang berjumlah 60 orang. Responden lalu memilih salah satu
alternatif jawaban yang sesuai dengan opininya. Dari jawaban responden
melalui lembar kuesioner tersebut dapat dilakukan analisis dan
pembahasan.
2. Wawancara, diperoleh melalui pengumpulan informasi dengan cara
melakukan tanya jawab langsung oleh peneliti dengan karyawan dan
beberapa konsumen Elzatta untuk memperkuat hasil analisis terkait
dengan jawaban responden pada lembaran kuesioner.
3. Dokumentasi, yakni digunakan untuk mengumpulkan data berupa
40
pemikiran tentang fenomena yang masih aktual dan sesuai dengan
masalah penelitian.44 Dokumentasi diperoleh dengan cara membaca
literatur-literatur dan jurnal-jurnal.
I. Teknik Analisis Data
Berikut teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini,
antara lain:
1. Uji asumsi klasik
Uji asumsi klasik harus dilakukan untuk menguji asumsi-asumsi
yang ada pada penelitian dengan model regresi linier berganda. Model
regresi harus bebas dari asumsi klasik yang terdiri dari normalitas,
multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi.
a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi variabel terikat, variabel bebas atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah jika distribusi datanya normal atau mendekati normal.
Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat grafik normal P-P
Plot dan Kolmogorov Smirnov. Grafik histogram membandingkan
antara data observasi dengan distribusi yang mendekati normal.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan
ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika
44
41
distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan
data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan
melihat histogram dari residualnya. Maka, dasar pengambilan
keputusan adalah jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau
tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
Pada uji Kolmogorov Smirnov apabila signifikansi ˃ 5% maka
berarti data terdistribusi secara normal. Sebaliknya apabila
signifikansi < 5% maka berarti data tidak terdistribusi secara normal.
b. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel bebas. Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel
ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas
(independent) yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama
dengan nol.
Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas dalam suatu
model regresi salah satunya adalah dengan melihat nilai tolerance dan
42
menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh
variabel lainnya. Pemeriksaan multikolinearitas dilakukan dengan
menggunakan VIF (Variance Inflation Factor) yang terkait dengan Xh
yaitu:
Dengan adalah korelasi kuadrat dari dengan variabel
bebas lainnya. Maka langkah pertama yang dilakukan adalah mencari
koefisien korelasi antara X1 dan X2. Selanjutnya, dicari nilai VIF
nya.45
Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih
yang tidak dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance)
dan menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Dasar
pengambilan keputusan adalah apabila nilai tolerance > 0,1 atau sama
dengan nilai VIF < 10 berarti tidak ada multikolinearitas antar
variabel dalam model regresi.
c. Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain.46 Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
45
Bambang Suharjo, Statistika Terapan: Disertai Contoh Aplikasi dengan SPSS, Edisi ke-1, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 119.
46
43
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Gejala heteroskedastisitas dalam penelitian ini dideteksi
dengan menggunakan grafik scatterplot. Pendeteksian mengenai ada
tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan
ZPRED dimana sumbu Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah
residual yang telah di-studentized. Adapun dasar analisisnya adalah
sebagai berikut:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasi bahwa telah terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas
dan dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Dalam pengujian heteroskedastisitas selain menggunakan
grafik scatterplot juga digunakan uji Glejser. Dasar pengambilan
keputusan pada uji heteroskedastisitas yaitu jika nilai signifikansi
lebih besar dari 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka terjadi
[image:52.595.137.515.221.558.2]
44
d. Uji autokolerasi
Autokolerasi adalah suatu korelasi antara nilai variabel
dengan nilai variabel yang sama pada lag satu atau lebih sebelumnya.
Misalnya pada variabel bebas X1 data ke i berkorelasi dengan data ke
i-1 atau i-2. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji Durbin
Watson. Perhitungan dilakukan dengan ketentuan hipotesis dan
rumusan uji statistik.
Angka ini akan dibandingkan dengan kriteria penerimaan
atau penolakan yang akan dibuat dengan nilai dL dan dU
ditentukan berdasarkan jumlah variabel bebas dalam model regresi
[image:53.595.141.513.248.537.2](k) dan jumlah sampelnya (n). Nilai dL dan dU dapat dilihat pada
Tabel DW dengan tingkat signifikansi (error) 5% (α= 0,05).
Hasil perhitungan Durbin Watson kemudian dibandingkan
dengan nilai DW kritis pada tabel DW. Kemudian dilakukan
penyimpulan apakah ada autokorelasi atau tidak ada autokorelasi
yang ditandai dengan batas-batas atas (dU) dan batas-batas bawah
(dL). Jika nilai DW berada di dalam selang batas tersebut atau nilai
DW berada dalam selang 4 – dU sampai dengan 4 – dL, maka tidak
dapat disimpulkan apa-apa. Nilai DW lebih besar dari 0 dan lebih
kecil dari dL dikatakan ada autokorelasi positif. Jika 4 – dL < DW <
4 dikatakan ada autokorelasi negatif. Sedangkan jika dU < DW < 4 –
dU dikatakan tidak ada autokorelasi.47
47
45
2. Tabulasi jawaban responden
Tabulasi data merupakan proses pengolahan data yang dilakukan
dengan cara memasukkan data ke dalam tabel. Atau dapat dikatakan
bahwa tabulasi data adalah penyajian data dalam bentuk tabel atau daftar
untuk memudahkan dalam pengamatan dan evaluasi. Hasil tabulasi data
ini dapat menjadi gambaran tentang hasil penelitian, karena data-data
yang diperoleh dari lapangan telah tersusun dan terangkum dalam
tabel-tabel yang mudah dipahami maknanya. Selanjutnya peneliti memberi
penjelasan atau keterangan dengan menggunakan kalimat atas data-data
tersaji yang telah diperoleh. Jenis tabel yang umumnya dibuat dalam
tabulasi data adalah tabel frekuensi dan tabel silang.
3. Analisis Regresi linier berganda
Analisis regresi linier berganda merupakan alat analisis untuk
menganalisis