• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan Hedonic Shopping Value Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif Pelanggan Aeon Depart Ment Store Bsd City

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan Hedonic Shopping Value Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif Pelanggan Aeon Depart Ment Store Bsd City"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, STORE ATMOSPHERE, DAN HEDONIC SHOPPING VALUE TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN

IMPULSIF PELANGGAN AEON DEPARTMENT STORE BSD CITY

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Larassanti Dewi Paramita NIM: 1112081000007

JURUSAN MANAJEMEN PEMASARAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

1. Nama : Larassanti Dewi Paramita 2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Januari 1995

3. Alamat : Kp. Suradita RT 005/001 No. 51, Suradita, Cisauk, Tangerang, Banten

4. Agama : Islam

5. Nama Ayah : Supriyadi 6. Nama Ibu : Sawitri

7. Nomor Telepon : 085890535747

8. Email : larassantidewi89@gmail.com B. Pendidikan Formal

1. 2000-2006 : SDN Pondok Jagung II 2. 2006-2009 : SMPN 1 Serpong

3. 2009-2012 : SMAN 7 Kota Tangerang Selatan 4. 2012-2016 : S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta C. Pengalaman Organisasi

1. 2006-2009 : Paskibra SMPN 1 Serpong

2. 2009-2010 : Paskibra SMAN 7 Kota Tangerang Selatan 3. 2012-2013 : Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

(7)

4. 2013-2014 : Div. Luar Kampus Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. 2014-2015 : Div. Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(8)

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the effect of shopping lifestyle, store atmosphere, and hedonic shopping value towards impulse buying behavior of AEON Department Store BSD City. Type of this research is quantitative. Source data is the research primary data from the customer AEON Department Store BSD City. The data collection in this research uses convenience sampling with 100 respondents customer AEON Departmen Store BSD City. This research uses Regresion analysis. The results of this research showed that : (1) Shopping Lifestyle has significantly influence to Impulse Buying Behavior (2 )Store Atmosphere has significantly influence to Impulse Buying Behavior, and (4) Hedonic Shopping Value has significantly influence to Impulse Buying Behavior, (5) and Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, and Hedonic Shopping Value has significantly influence to Impulse Buying Behavior.

(9)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh shopping lifestyle, store otmosphere dan hedonic shopping value terhadap perilaku pembelian impulsif pada AEON Department Store BSD City. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Sumber data penelitian ini merupakan data primer yang berasal dari sampel yaitu pelanggan AEON Department Store BSD City. Pengumpulan data dilakukan menggunakan convenience sampling dengan menyebarkan kepada 100 responden pelanggan AEON Department Store BSD City. Penelitian ini menggunakan metode analisis Regresi Berganda. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa : (1) shopping lifestyle berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif AEON Department Store BSD City (2) store atmosphere berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif AEON Department Store BSD City (3) hedonic shopping value berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif AEON Department Store BSD City (5) shopping lifestyle, store atmosphere, dan hedonic shopping value

berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif AEON Department Store BSD City.

Kata kunci : shopping lifestyle, store atmosphere, hedonic shopping value,

(10)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan

Hedonic Shopping Value Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif pada AEON Department Store BSD City. Shalawat serta salam semoga tetap dan akan terus tercurahkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang ini. Telah berakhir sudah perjuangan yang indah dan tak akan pernah peneliti lupakan dibangku kuliah ini. Peneliti sangat bersyukur atas selesainya penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari betul bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat disusun tanpa bantuan pihak-pihak lain. Oleh karena itu, pada sedikit paragraf ini penulis akan menyampaikan terima kasih kepada segenap pihak-pihak tersebut, yang diantaranya adalah :

(11)

waktu, yang selalu menegur dikala peneliti mulai khilaf, lupa, maupun lalai, yang selalu meluruskan jalan peneliti dikala peneliti mulai kehilangan arah.

2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Titi Dewi Warninda, SE., M.Si, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ir. Ella Patriana, MM., AAAIJ selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Cut Erika Ananda Fatimah, SE., MBA., selaku dosen Pembimbing Skripsi, terimakasih telah berkenan meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing peneliti, yang telah bersedia memberikan motivasi, tambahan ilmu, arahan dan solusi pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Adhitya Ginanjar, SE., M.Si, selaku dosen Pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan motivasi, banyak ilmu dan solusi selama masa perkuliahan.

(12)

8. Seluruh keluarga besar alm. Bapak Maryono Effendi yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, arahan yang baik, serta mendukung baik moril maupun materil kepada penulis.

9. Bramantio, yang senantiasa memberikan dorongan semangat, memotivasi, mengingatkan penulis agar menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih banyak atas waktu, bantuan, perhatian, hiburan dan doa yang diberikan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.

10. Teman-teman seperjuangan Manajemen 2012, yang telah memberikan warna kepada penulis di kampus. Khususnya Konsentrasi Pemasaran yang telah membantu, mendukung, saling bertukar ilmu dan senantiasa berjuang bersama kepada Anggita, Silvia, Ravena, Putri, Kiki, Dita, Julham, Syawendi, Tomi, Shofyan, terimakasih banyak. Tak lupa sahabat-sahabat seperjuangan dari penulis pertama kuliah sampai hari ini telah menyelesaikan skripsi Nisa, Ica, Yulvie, Sinta, Asri, Zizi. Terimakasih banyak atas motivasinya, kepeduliannya, hiburan, dukungan serta semangatnya untuk penulis. Selain itu juga terimakasih kepada Rezky Oktafiandi, SE., dan Riri Ruhiana, SE, yang telah membimbing penulis, memberi masukan dan arahan yang baik dalam pembuatan skripsi ini. 11.Sahabat-sahabat dari penulis masih kecil, Tiwi, Dani, dan Lisa yang selalu

memotivasi dengan cara tidak biasa untuk memicu semangat penulis menyelesaikan skripsi ini.

(13)

kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua, terima kasih banyak.

Akhir kata, penulis memahami bahwasannya tak ada satupun di dunia ini yang sempurna, tak terkecuali skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca berkenan memberikan saran yang membangun guna memberikan koreksi pada skripsi ini dan diadakan perbaikan untuk penulisan berikutnya.

(14)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abstract ... vii

Abstrak ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xiii

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Gambar ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1. Tujuan Penelitian ... 13

2. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A. Landasan Teori ... 15

1. Pemasaran Ritel ... 15

a. Definisi Ritel ... 16

b. Jenis Ritel ... 16

c. Fungsi Ritel ... 22

2. Shopping Lifestyle ... 24

a. Definisi Lifestyle ... 24

b. Sembilan Gaya Hidup Konsumen ... 25

c. Definisi Shopping Lifestyle ... 26

3. Store Atmosphere ... 28

(15)

4. Hedonic Shopping Value ... 37

a. Definisi Hedonic Shopping Value ... 37

b. Dimensi Hedonic Shopping Value ... 39

5. Perilaku Pebelian Impulsif ... 39

a. Definisi Pembelian Impulsif ... 39

b. Karakteristik Pembelian Impulsif ... 41

6. Hubungan Antar Variabel ... 42

a. Hubungan Antara Variabel Shopping Lifestyle pada Perilaku Pembelian Impulsif ... 42

b. Hubungan Antara Variabel Store Atmosphere pada Perilaku Pembelian Impulsif ... 43

c. Hubungan Antara Variabel Hedonic Shopping Value pada Perilaku Pembelian Impulsif ... 43

B. Peneliatian Terdahulu ... 45

C. Kerangka Pemikiran ... 49

D. Hipotesis Penelitian ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 51

1. Wilayah dan Waktu Penelitian ... 51

2. Variabel Penelitian ... 51

B. Metode Penentuan Sampel ... 51

1. Populasi ... 51

2. Sampel ... 52

C. Metode Pengumpulan Data ... 54

1. Data Primer ... 54

2. Data Sekunder ... 55

D. Metode Analisis Data ... 55

E. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 56

1. Uji Validitas ... 56

2. Uji Reliabilitas ... 57

F. Uji Asumsi Klasik ... 57

1. Uji Normalitas ... 57

2. Uji Multikolonieritas ... 59

3. Uji Heterokedasitas ... 60

G. Analisis Regresi Linear Berganda ... 61

H. Uji Hipotesis ... 62

1. Uji t (Uji Parsial) ... 62

(16)

J. Operasional Variabel Penelitian ... 65

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 69

B. Pembahasan Hasil Deskriptif Responden ... 71

1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 71

2. Responden Berdasarkan Usia ... 72

3. Responden Berdasarkan Profesi ... 72

4. Responden Berdasarkan Pendidikan ... 73

5. Responden Berdasarkan Pendapatan ... 74

C. Pembahasan Analisis Deskriptif ... 74

1. Deskripsi Variabel Shopping Lifestyle ... 75

2. Deskripsi Variabel Store Atmosphere ... 79

3. Deskripsi Variabel Hedonic Shopping Value ... 93

4. Deskripsi Variabel Perilaku Pembelian Impulsif ... 98

5. Distribusi Jawaban Responden ... 104

D. Hasil Uji Kualitas Data ... 110

1. Hasil Uji Validitas ... 108

2. Hasil Uji Reliabilitas ... 112

E. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 113

1. Hasil Uji Normalitas ... 113

2. Hasil Uji Multikolinieritas ... 116

3. Hasil Uji Heteroskedatisitas ... 118

F. Hasil Uji Hipotesis ... 120

1. Hasil Uji t (Uji Parsial) ... 120

2. Hasil Uji f (Uji Simultan) ... 124

G. Analisis Regresi Linier Berganda ... 125

H. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 128

A. Kesimpulam ... 128

B. Saran ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 133

(17)

DAFTAR TABEL

Nomer Keterangan Halaman

1.1 Jumlah Kependudukan Kota Tangerang Selatan ... 5

1.2 Jumlah Rumah Tangga Kota Tangerang Selatan Selatan ... 5

2.1 Penelitian Terdahulu ... 45

3.1 Skala Likert ... 56

3.2 Operasional Variabel Penelilitian ... 65

4.1 - 4.5 Pembahasan Hasil Deskriptif Responden ... 71

4.6 - 4.46 Pembahasan Analisis Deskriptif ... 74

4.47 - 4.50 Distribusi Jawaban Responden ... 104

4.51 Hasil Uji Validitas ... 110

4.52 Hasil Uji Reliabilitas ... 112

4.53 Hasil Uji Kolmogrov-Smirnov ... 115

4.54 Hasil Uji Multikolinieritas ... 117

4.55 Hasil Uji Heteroskedastisitas Secara Statistik ... 119

4.56 Hasil Uji t (Uji Parsial) ... 120

4.57 Hasil Uji f (Uji Simultan) ... 124

4.58 Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 125

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era modern saat ini, pertumbuhan berbagai kegiatan bisnis meningkat semakin pesat yang salah satunya dapat dilihat pada perkembangan industri ritel. Bisnis ritel dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait aktivitas penjualan ataupun distribusi barang secara langsung kepada konsumen akhir, dimana secara fokus aktivitas tersebut diarahkan guna menambahkan nilai barang untuk penggunaan pribadi (Utami, 2008:2).

Keinginan masyarakat untuk berbelanja dengan mudah dan nyaman menjadi salah satu faktor meningkatanya industri bisnis ritel di Indonesia (Arvinia, 2013). Bangkitnya bisnis ritel tradisional seperti pasar, warung, dan toko maupun bisnis ritel moderen seperti supermarket, hypermarket, minimarket, convenience center, superstore, factory outlet, dan department store sudah sewajarnya para pelaku bisnis ritel dituntut untuk mampu bersaing memperoleh pangsa pasar serta mempertahankan keberlangsungan usahanya dalam jangka panjang.

(20)

perilaku belanja konsumen. Perilaku ini juga akan muncul akibat adanya perencanaan atau tanpa perencanaan sebelumnya (impulse buying).

Indonesia merupakan surga bagi pelaku industri ritel, tak terkecuali pemain ritel dunia. Pasar Indonesia menjadi perhatian pemain ritel dunia. Apalagi, jumlah penduduk Indonesia mencapai 235 juta dengan capaian gross domestic product

(GDP) mencapai Rp 4.000 triliun. Secara keseluruhan bisnis ritel pada 2010 bagus dan tumbuh 12%, dan pada 2011 akan tumbuh 13%-15%. Selain itu, daya beli konsumen juga masih bagus dan inflasi masih terkontrol 6-6,5%. (Prasetyo, 2012)

Dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel modern cukup pesat, hal ini juga didukung oleh pertumbuhan jumlah ritel yang pesat yaitu mencapai 18.152 gerai pada 2011, dibandingkan 10.365 gerai pada 2007. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo) pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10-15% per tahun. Penjualan ritel pada 2006 masih sebesar Rp 49 triliun, namun melesat hingga mencapai Rp 100 triliun pada 2010. Sedangkan pada 2011 pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama yaitu 10%-15% atau mencapai Rp 110 triliun, menyusul kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat yang relatif bagus (Indonesian Commercial Newsletter, 2011)

(21)

ada di Banten, 18 diantanya berada di Tangerang. Terkonsentrasinya pusat belanja besar di kawasan Tangerang tentu tak lepas dari jumlah populasi penduduknya yang mencapai 4 juta jiwa lebih. Di sisi lain, semakin bertambah juga masyarakat kelas menengah atas dengan daya beli tinggi di kawasan ini. Menurut Ketua APPBI Banten, Heru Nasution, jumlah tersebut akan terus bertambah seiring tren aktual yang sedang berkembang saat ini. Tren tersebut tak melulu tentang belanja, melainkan memenuhi kebutuhan hiburan, relaksasi, kuliner, pertemuan, dan juga gaya hidup. (Alexsander, 2014)

Pelaku usaha pusat belanja yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) tahun 2012 mencapai 300 anggota, dan hampir 30 persen berada di DKI Jakarta. Diperkirakan, pertumbuhan toko modern di Indonesia selama 2012-2015 akan berada pada kisaran 4,5-5 persen per tahun. Sementara. Itu jumlah gerai ritel modern yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) mencapai 20.000 gerai. Pertumbuhan gerai hypermarket rata-rata sebesar 30 persen per tahun, supermarket 7 persen per tahun dan mini market sekitar 15 persen per tahun. Total omzet penjualan ritel modern mencapai Rp 135 triliun pada tahun 2012 dan diperkirakan pada tahun 2013 mencapai Rp 150 triliun (65 persen makanan dan 35 persen non makanan). Dari jumlah belanja makanan, hypermarket mengambil porsi 35 persen,

minimarket 35 persen dan supermarket 30 persen (Malau, 2016).

(22)

2016). Pertumbuhan pusat belanja dan toko modern pada dasarnya merupakan gambaran dari peningkatan standar hidup masyarakat. Keberadaan pusat belanja dibutuhkan sebagai sarana pemasaran bagi jaringan ritel nasional maupun multinasional. Perubahan gaya hidup konsumen telah disikapi oleh pengelola pusat belanja dan toko modern dengan melakukan perubahan konsep dan format toko atau ruang usaha sesuai dengan keinginan konsumen akan suasana belanja yang lebih santai dan nyaman

(23)

penduduk menurut BPS Kota Tangerang Selatan dan tabel jumlah rumah tangga di Kota Tangerang Selatan.

Tabel 1.1

Jumlah Kependudukan Kota Tangerang Selatan

Kecamatan

2013 2014

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

(Jiwa)

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

(Jiwa)

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Kota Tangerang Selatan 727.802 715.601 752.600 740.399

Setu 38.352 36.650 39.814 38.067

Serpong 78.007 79.245 81.291 82.624

Pamulang 159.014 155.917 163.531 160.426

Ciputat 108.225 104.599 111.535 107.849

Ciputat Timur 97.453 96.031 99.683 98.277

Pondok Aren 172.787 168.629 179.064 174.840

Serpong Utara 73.964 74.530 77.682 78.316

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang Selatan

Tabel 1.2

Jumlah Rumah tangga Kota Tangerang Selatan

Kecamatan Jumlah Rumah Tangga

2014

Setu 21.151

Serpong 41.677

Pamulang 82.127

Ciputat 54.227

Ciputat Timur 50.276

Pondok Aren 88.708

Serpong Utara 42.425

Kota Tangerang Selatan 380.591

(24)

Dari data di atas diketahui bahwa jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan yang meningkat mempengaruhi jumlah konsumsi yang juga meningkat. Hal ini sangat menguntungkan bagi pengusaha bisnis ritel yang ada di Kota Tangerang Selatan, termasuk AEON Department Store BSD. Selain dengan masyarakat Kota Tangerang Selatan sendiri terdapat juga masyarakat diluar dari kota Tangerang Selatan yang berkunjung ke AEON Department Store BSD, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen (2007), ternyata 85% pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung untuk berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan (Impulse buying: tantangan baru pemilik merek, 2009). Ini dapat dilihat pada grafik, di mana 61% konsumen biasanya memang merencanakan membeli sesuatu sehingga mereka datang ke ritel. Namun demikian, mereka kadang-kadang juga membeli sesuatu yang lain. Artinya, mereka juga melakukan pembelian yang direncanakan. Sebanyak 13% konsumen selalu membeli sesuatu yang lain, dan bahkan 10% benar-benar tidak merencanakan untuk membeli (Impulse buying: tantangan baru pemilik merek, 2009).

(25)

tidak direncanakan (impulse buying) dipengaruhi beberapa faktor, antara lain gaya hidup belanja (shopping lifestyle) konsumen, Jackson (2004) mengatakan

shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja (Japarianto dan Sugiharto, 2011).

Shopping lifestyle merupakan pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara seseorang menghabiskan waktu dan uang. Dengan ketersediaan waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi.

Dengan berbagai faktor internal yang dimiliki konsumen akan berhubungan pula dengan suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah didorong sifat hedonis atau tidak. Holbrook dan Hirschman (1982) dalam Abednego (2011) membagi perilaku belanja konsumen menjadi dua bagian, yaitu pembelanja hedonis dan pembelanja utilitarian. Pembelanja hedonis adalah pembelanja yang mengutamakan pengalaman dan kesenangan dalam berbelanja, sedangkan pembelanja utilitarian adalah pembelanja yang berorientasi pada tugas. Dengan mengetahui tipe perilaku berbelanja, maka diharapkan gerai fashion mampu melakukan pendekatan yang tepat bagi konsumen maupun calon konsumen yang datang sehingga diharapkan akan terjadi tindak lanjut berupa pembelian produk

(26)

Maka dari itu didasarkan pada peryataan bahwa di wilayah Kota Tangerang Selatan yang sangat Konsumtif (Deslatama, 2016) maka penelitian ini akan fokus pada nilai belanja hedonis yang dalam memenuhi kebutuhan hedonisnya sangat memungkinkan bagi konsumen untuk terlibat dalam perilaku impulse buying. Ketika tujuan berbelanja adalah untuk pengalaman yang menyenangkan, produk yang akan dibeli ini nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan mereka menghadirkan suatu peristiwa pembelian impulsif. Perilaku pembelian impulsif pada orientasi fashion termotivasi oleh versi baru dari fashion dan citra merek yang memandu konsumen ke pengalaman berbelanja hedonis (Park et al., 2006 dalam Abednego, 2011).

Selain dengan faktor internal terdapat juga beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan pembelian impulsif, salah satunya adalah store atmosphere yang dimiliki toko untuk menarik para pengunjung datang. Store atmosphere mencangkup disain interior dan eksterior toko, hal ini sangat mempengaruhi pikiran bawah sadar konsumen untuk merasa tertarik pada toko dan penasaran akan apa yang dijual di dalam toko tersebut, sehingga konsumen akan datang bekunjung. Dalam hal ini sangat mungkin apabila store atmosphere

mempengaruhi dalam pembelian impulsif, desain toko yang menarik membuat siapa saja akan datang berkunjung.

(27)

dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti display yang menarik ataupun karena harga diskon.

Adanya perilaku impulsif memberikann dampak positif bagi para pelaku ritel. Dampak positifnya adalah pelaku ritel akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pada toko pada setiap bulannya. Oleh karena itu penting bagi pelaku ritel untuk mendapatkan informasi dalam menentukan strategi bersaing yang harus dilakukan terhadap perilaku pembelian impulsif.

Mengingat perilaku pembelian impulsif sangat memberikann manfaat bagi pelaku ritel, penelitian ini berusaha untuk mengkaji faktor-faktor yang ada dalam diri konsumen meliputi shopping lifestyle, store atmosphere dan hedonic shopping value terhadap perilaku pembelian impulsif pelanggan AEON Department Store BSD. Ketiga jenis variabel itulah yang menjadi objek peneliti dalam melakukan penelitian.

(28)

konsumen akan produk fashion dan produk lain yang lengkap dan berkualitas. AEON Department Store BSD mendorong perilaku konsumen melalui strategi-strategi seperti rancangan toko yang menarik, pajangan-pajangan produk, dan penjualan.

Kawasan Serpong (BSD) yang dipilih sebagai pijakan pertama AEON Mall memang dinilai cukup potensial. Meski sudah banyak pusat perbelanjaan di sekitar sana seperti Living World, Mall Alam Sutra, atau Summarecon Mall serpong, AEON mall optimis bisa memikat warga sekitar bahkan luar kawasan. Menurut Andrian Pranata selaku Operations General Manager PT AMSL Indonesia, keunikan dan lokasi yang tak jauh dari jalan tol menjadi beberapa kelebihan mall (Anjani, 2015).

(29)

Selain itu, AEON Mall juga merupakan salah satu pusat perbelanjaan ritel modern yang bergaya jepang pertama di Indonesia. Dengan konsep ini masyarakat atau pelanggan akan lebih tertarik mengunjungi AEON Department Store yang berada di dalam AEON Mall itu sendiri. Di negara aslinya, Jepang, AEON merupakan salah satu pusat perbelanjaan populer dan terbesar. AEON sudah mendirikan 141 mal atau 2/3 dari seluruh pusat perbelanjaan yang ada di sana (Anjani,2015).

Dengan adanya produk-produk dari Jepang yang di jual di AEON Department Store BSD City membuat kosnumen melihat dan tertarik akan produk tersebut lalu membelinya, tanpa direncanakan sebelumnya. Selain dengan produk dari Jepang, di AEON Department Store BSD City juga menjual produk-produk dengan harga terjangkau sampai dengan yang paling mahal. Dengan adanya diskon di beberapa produk yang di jual AEON Department Store BSD City akan menimbulakan perilaku pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Demak menambahkan, di lantai 2 terdapat, brand yang hanya dimiliki mall ini dimana para konsumen dapat memesan khusunya kemeja dengan ukuran dan bentuk sesuai keinginan dengan harga terjangkau (wartadki.com, 2015).

(30)

menciptakan suasana yang lebih baik dari pada sempit dengan barang-barang yang tidak di tata dengan baik, kebersihan AEON Department Store BSD City juga sangat terjaga dengan baik. Hal-hal seperti ini terkait dengan variabel yang diambil yaitu store atmosphere.

Berdasarkan argumentasi yang disajikan di atas, maka judul penelitian ini adalah “Pengaruh Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan Hedonic Shopping Value Terhadap Perilaku Pembelian Impulsif Pada AEON Department Store

BSD”

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan informasi mengenai latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh antara Shopping Lifestyle terhadap Perilaku Pembelian Impulsif?

2. Apakah terdapat pengaruh antara Store Atmosphere terhadap Perilaku Pembelian Impulsif?

3. Apakah Terdapat pengaruh antara Hedonic Shopping Value terhadap Perilaku Pembelian Impulsif?

4. Apakah terdapat pengaruh antara Shopping Lifestyle, Store Atmosphere,

(31)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan antara Shopping Lifestyle terhadap Perilaku Pembelian Impulsif.

b. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan antara Store Atmosphere

terhadap Perilaku Pembelian Impulsif.

c. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan antara Hedonic Shopping Value terhadap Perilaku Pembelian Impulsif.

d. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan antara Shopping Lifestyle, Store Atmosphere, dan Hedonic Shopping Value terhadap Perilaku Pembelian Impulsif secara simultan.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang dunia kerja dalam bidang ritel serta melatih keterampilan teknis penulis dalam menganalisa suatu masalah.

b. Bagi Perusahaan

1) Membantu perusahaan dalam mengetahui hal-hal yang menjadi pengaruh terhadap perilaku pembelisn impulsif para konsumen. 2) Memotivasi perusahaan untuk mempertahankan bahkan

(32)
(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Pemasaran Ritel

Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Retaill atau eceran (retailling) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Sering kali orang-orang beranggapan bahwa ritel hanya menjual produk-produk di toko. Tetapi retaill (ritel) juga melibatkan pelayanan jasa layanan antar (delivery services) ke rumah-rumah. Tidak semua ritel dilakukan di toko. Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis retaill (ritel) adalah menjual berbagai produk, jasa atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi maupun bersama. Produsen menjual produk-produknya kepada peretaill maupun peritel besar (wholesaler). Peritel besar ini juga kerap disebut sebagai grosir atau pedagang partai besar.

(34)

dengan harga yang tepat, pada tempat yang tepat, dan waktu yang tepat. Oleh karena itu, pemahaman peritel tehadap karakteristik target pasar atau konsumen yang akan dilayani merupakan hal yang sangat penting.

Dalam operasionalnya peritel menjalankan beberapa fungsi antara lain membantu konsumen dalam menyediakan berbagai produk dan jasa, menjalankan fungsi memecah (bulk breaking), maupun menambah nilai produk. Secara keseluruhan, pengelolaan binis ritel membutuhkan implementasi fungsi-fungsi manajemen secara terintegrasi baik fungsi keuangan, pemasaran, sumber daya manusia, maupun operasional.

a. Definisi Ritel

Menurut Berman dan Evan, (2010:4) ritel merupakan keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut penjualan dan jasa kepada konsumen untuk Sigunakan oleh mereka sendiri, keluarga, atau rumah tangganya.

Levy and Weitz (2008:7) mendefinisikan ritel sebagai kegiatan bisnis yang menambah nilai produk dan penjualan layanan kepada konsumen untuk dirinya sendiri atau Sigunakan oleh keluarga.

Melihat dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ritel adalah suatu kegiatan bisnis dalam bentuk perdagangan atau jual beli barang dana atau jasa kepada konsumen akhir.

b. Jenis Ritel

(35)

1) Supermarket tradisional

Supermarket tradisional adalah supermarket yang melayani penjualan makanan, daging, minuman, dan produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-produk non makanan, seperti produk kesehatan, kecantikan, dan produk-produk umum lainnya.

2) Big-box retailler

Big-box retailler adalah supermarket yang ukurannya lebih luas dari supermarket tradisional, serta mulai menjual berbagai produk luar negeri yang bervariasi. Pada format big-box retailler, terdapat berbagai jenis supermarket, yaitu:

a) Supercenter

Supercenter merupakan Supermarket yang mempunyai luas lantai 3.000 hingga 10.00 meter persegi. Produk yang dijual adalah produk makanan yang berkisaran 30-40% dan produk non makanan 60-70%. Supermarket jenis ini termasuk Supermarket yang tumbuh dengan cepat. Persediaan yang di milikii berkisar anatara 12.000-20.000 item.

b) Hypermarket

(36)

produk-produk umum sebanyak 30-40%. Hypermarket dalah salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan lebih besar dari pada supercenter yaitu lebih dari 25.000 item ang meliputi makanan, perkakas, peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, elektronik, komputer dan sebagainya.

c) Warehouse

Warehouse merupakan ritel yang ukuran luas bangunanya lebih dari 13.000 meter persegi dan lokasinya biasanya diluar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang Sigunakan lebih sederhana. Produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa.

3) Convinience Store

(37)

4) General Merchandise Retaill

Jenis ritel ini meliputi toko diskon, toko khusus, toko kategori,

Department store, off-price retailling dan value retailling.

a) Toko Diskon

Toko diskon merupakan jenis ritail yang menjual berbagai variasi produk seperti pakaian, sepatu, celana, kemeja, dan sebagainya, dengan pelayanan yang terbatas, dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan merek milik toko itu sendiri maupun merek-merek lain yang sudah dikenal luas. Tetapi, merek-merek tersebut kebanyakan bukan merek yang terkenal dan produk yang dijual tidak

uptudate.

b) Toko Kategori

Toko kategori adalah toko diskon dengan varias produk yang dijual lebih khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko diskon yang paling dasar. Beberapa toko kategori menggunakan penedekatan pelayanan seperti menggunakan asisten untuk melayani konsumen.

c) Toko Khusus (speciality store)

(38)

luas toko sekitar 800 meter persegi. Barang yang dijual pada toko khusus ini di targetkan untuk pasar yang lebih spesifik, toko furniture, toko pakaian anak, dan toko buku. d) Toko Serba ada (Department store)

Department store merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan dan beberapa tenaga sales counter. Area belanja pada Department store biasanya dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya, area pembelian, area promosi, pelayanan, dan pengawasan. Masing-masing area belanja dipake oleh buyer. Buyer

adalah kepala Department store yang bertanggungjawab terhadap masalah personel dan promosi.

e) Off-price retailling

Ritel jenis ini menyedikan beberapa produk dengan merek yang berganti-ganti dan fashion yang up tp date dengan tingkat harga produk yang murah. Ritel off-price dapat menjual merek dan lebel produk terkenal dengan harga yang lebih rendah dari umumnya.

f) Value retailling

(39)

di daerah-daerah yang padat penduduknya. Ritel jenis ini biasanya berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional.

Adapun beberapa jenis ritel menurut Sujana (2005: 17-21), yaitu:

1) Tipe bisnis ritel atas kepemilikan a) Single-store retailler

Single-store retailler merupakan tipe bisnis ritail dengan ukuran luas bangunan sekitar kurang dari 100 , contohnya seperti kios atau toko di pasar tradisional sampai minimarket modern.

b) Rantai toko ritailer

Adalah toko ritel yang memiliki banyak cabang dan biasanya di miliki oleh satu institusi bukan perorangan, melainkan dalam bentuk perseroan.

c) Toko waralaba

Toko ritel yang dibangun berdasarkan kontrak kerja waralaba.

2) Tipe bisnis ritel berdasarkan luas sales area

a) Small store

(40)

b) Minimarket

Dioperasikan dengan luas sales area antara 1000 sampai dengan 5000

c) Hypermarket

Dioperasikan dengan luas sales area lebih dari 5000 3) Tipe bisnis retailler berdasarkan merchandise category

a) Speciality store

Adalah toko ritel yang menjual sebagian kategori barang atau menjual beberapa barang yang spesifik.

b) Grocery store

Merupakan toko retaill yang sebagian besar kategori barang dijual adalah barang kebutuhan sehari-hari.

c) Department store

Sebagian besar dari barangyang dijual di Department store

bukanlah barang-barang kebutuhan pokok. d) Hyperstore

Menjual barang dengan retan kategori barang yang sangat luas. Menjual hampir semua jenis barang kebutuhan setiap lapisan konsumen. Toko retaill di Indonesia tampaknya belum ada yang dapat dikategorikan dalam tipe hyperstore.

c. Fungsi Ritel

(41)

konsumen. Pelayanan kepada konsumen harus diutamakan karena merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menarik konsumen. Berman dan Evan (2010: 7-9) menjelaskan fungsi dalam distribusi adalah sebagai berikut:

1) Ritel merupakan tahap akhir dalam saluran distribusi yang terdiri dari usaha-usaha dan orang-orang yang terlibat dalam perpindahan fisik dan penyerahan kepemilikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen.

2) Ritel dalam saluran distribusi mempunyai peranan penting sebagai perantara antara pengusaha manufaktur, pedagang besar, serta pemasok lain ke konsumen akhir. Para pedagang eceran mengmpulkan berbagai macam dan jasa dari beragam pemasok dan selanjutnya menawarkan kepada beberapa konsumen.

3) Fungsi distribusi dari ritel adalah terjalinnya komunikasi dengan pelanggan mereka, pengusaha manufaktur, dan pedagang besar.

4) Bagi para pengusaha manufaktur dan pemasok yang masih kecil, pedagang eceran harus dapat menyediakan bantuan yang berguna seperti transportasi, penyimpanan, dan periklanan. 5) Melalui ritel, transaksi para pelanggan dilengkapi dengan

pelayanan pelanggan yang lebih baik seperti packaging,

(42)

2. Shopping Lifestyle a. Definisi Lifestyle

Menurut Levy dan Weitz (2009:131) gaya hidup di definisikan secara sederhana sebagai bagaimana seseorang hidup. Gaya hidup mengacu pada bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka menghabiskan waktu dan uang mereka. kegiatan pembelian yang di lakukan, sikap dan pendapat mereka tentang dunia di mana mereka tinggal. Gaya hidup juga di pergunakan untuk menguraikan tiga tingkat agresasi orang yang berbeda: individu, sekelompok kecil orang yang berinteraksi dan sekelompok orang yang lebih besar (misalnya, segemen pasar). Konsep gaya bidup konsumen cukup berbeda dengan kepribadian. Gaya hidup menunjukan bagaimana orang hidup, bagaimana mereka membelanjakan uangnnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka.

Oleh karenanya, hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak lahir, berbeda dengan kepribadian yang menggambarkan konsumen dari perspektif yang lebih internal yaitu, karakteristik pola berfikir, perasaan dan memandang konsumen (Mowen, Minor 2002).

(43)

Gaya hidup suatu masyarakat berbeda dengan masyarakat lainnya, bahkan dari suatu masa kemasa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah, sehingga ada kurun waktu tertentu gaya hidup relative permanen (Sutisna, 2002:145).

b. Sembilan Gaya Hidup Konsumen

Terdapat sembilan gaya hidup konsumen menurut Mowen dan Minor 2002:295) antara lain sebagai berikut:

1) Functionalist: menghabiskan uang untuk hal-hal yang penting 2) Nurturers: muda dan berpendapatan rendah

3) Aspirers: berfokus pada menikmati gaya hidup tinggi dengan membelanjakan sejumlah uang diastas rata-rata untuk barang-barang bersetatus, khususnya tempat tinggal.

4) Experiential: membelanjakan jumlah di atas rata-rata terhadap barang-barang hiburan, hobi dan kesenangan (convenience)

5) Succeeders: rumah tangga yang mapan. Berusia setengah baya dan berpendidikan tinggi. Menghabiskan uang di atas rata-rata untuk hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan.

6) Moral majority: pengeluaran yang besar untuk organisasi pendidikan, dan masalah politik.

(44)

8) Sustainers: pendapatan dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari

9) Subsisters: tingkat sosial ekonomi rendah. Presentase kehidupan pada kesejahteraan di atas rata-rata.

c. Definisi Shopping Lifestyle

Japarinto dan Sugiharto (2011) mengemukanan shopping Lifestyle mengacu pada pola konsumen yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang. Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembelian kategori serupa. Shopping lifestyle

juga didefinisikan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh pelanggan sehubungan dengan serangkaian tanggapan pribadi dan pendapat tentang pembelian produk (Prastia, 2013). Japarianto dan Sugiharto (2011) menyatakan bagi masyarakat high income berbelanja sudah menjadi gaya hidup (lifestyle), artinya mereka akan rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan produk yang disenangi. Pembelian produk yang mengikuti jaman hingga sesuatu yang ditemukan secara tidak sengaja, dan pembelian yang tidak terencana menyebabkan terjadinya impulse buying.

(45)

yang mereka inginkan bagaimana cara menghabiskan waktu luang dan bagaimana memilih cara untuk menghabisakan uang (Japarinto dan Sugiharto, 2011).

Shopping lifestyle merupakan ekspresi tentang lifestyle dalam berbelanja yang mecerminkan perbedaan status sosial. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulakan bahwa shopping lifestyle

adalah cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang berbagai produk, layanan, fashion, hiburan (Jackson, 2004 dalam Japarinto dan Sugiharto, 2011).

Cobb dan Hoyer dalam Japarianto dan Sugiono (2011), mengemukakan bahwa untuk mengetahui hubungan shopping lifestyle

terhadap impulse buying behavior adalah dengan menggunakan indikator:

1) Menanggapi untuk membeli setiap tawaran iklan mengenai produk fashion

2) Membeli pakaian model terbaru ketika melihatnya di Galaxy Mall

3) Berbelanja brand yang paling terkenal

4) Yakin bahwa brand (produk kategori) terkenal yang di beli terbaik dalam hal kualitas

5) Sering membeli berbagai brand (produk kategori) daripada brand

(46)

6) Yakin ada dari brand lain (kategori produk) yang sama seperti yang di beli .

Beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa shopping lifestyle adalah cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang untuk berbagai produk, layanan, teknologi, fashion, hiburan dan pendidikan. Shopping lifestyle ini juga ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sikap terhadap merek, pengaruh iklan dan kepribadian (Japarianto dan Sugiono, 2011: 32-41).

3. Store Atmosphere

a. Definisi Store Atmosphere

Atmosphere (suasana toko) adalah unsur lain dalam gudang persenjataan toko, setiap toko mempunyai tata letak fisik yang mempersulit atau memudahkan pembelian berjalan kesana kemari.

Setiap toko mempunyai “penampilan”. Toko tersebut harus

mempunyai atmosfer terencana yang sesuai dengan pasar sasaranya dan memikat konsumen untuk membeli (Kotlet, 2007:77). Store atmosphere mempengaruhi keadaan emosi pembeli yang menyebabkan atau pembelian.

Store Atmosphere menurut Levy dan Weitz (2007:510) yaitu

“Atmospherics refers to the design of an environment via visual

communication, lighting, colors, music and scent to stimulate customers’ perceptual and emitional responses and ultimately to affect

(47)

mendisain suatu lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan penciuman untuk merangsang persepsi dan emosi dari pelanggan dan pada akhirnya untuk mempengaruhi perilaku pembelanjaan mereka.

Bermandan Evans (2001:602) mendefinisikan Store Atmosphere

sebagai berikut “Atmosphere Refers To The Store’s Physical

Characteristics That Are Used To Develop An Image And Draw

Customers”. Yaitu bahawa untuk toko basis retail atau eceran, suasana

lingkungan toko itu berdasarkan pada karakteristik fisik yang biasanya Sigunakan untuk membangun kesan dan menarik pelanggan. Pengertian Store Atmosphere menurut Lamb Hair dan Mc Danial (2001) dan Lili dan Jujun (2009:95) yaitu kesan keseluruhan yang disampaikan oleh tata letak fisik toko, dekorasi, dan lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan definisi tersebut suasana toko (store atmosphere) adalah efek estetika dan emisional yang diciptakan melalui ciri-ciri fisik dari toko, dimana semuanya berhubungan dengan pancaindera (penglihatan) dari konsumen dan dapat mempengaruhi emosi konsumen untuk melakukan pembelian.

b. Elemen Store Atmosphere

(48)

1. Tampak depan toko (Exterior)

Exterior sebuah toko memiliki dampak kuat pada citra dan harus direncanakan sebaik mungkin. Kombinasi dari exterior ini dapat membuat bagian luar toko menjadi terlihat unik, menarik, menonjol, dan mengundang orang untuk masuk ke dalam toko. Elemen exterior ini mengandung sub elemen-elemen sebagai berikut:

a) A storefront (etalase) adalah total eksterior fisik toko itu sendiri. Hal ini termasuk tanda, pintu masuk, jendela, lampu, dan bahan kontruksi.

b) A marquee (sebuah tanda) adalah tanda yang menampilkan nama toko, dapat dengan warna cat atau dengan lampu neon, dicetak atau dengan tulisan, dicampur dengan slogan (merek jual), dan informasi lainnya.

c) Store entrances (toko pintu masuk) membutuhkan tiga keputusan besar. Pertama, menentukan jumlah pintu masuk. Banyak toko-toko kecil memiliki satu pintu masuk. Kedua, memilih jenis pintu. Pintu bisa bergulir, listrik, self-opening,

(49)

d) Display window (tampilan jendela) memiliki dua tujuan utama: (1) untuk mengidentifikasi toko atau menampilkan dan (2) untuk mendorong orang untuk masuk.

e) Exterior building height (tinggi bangunan eksterior) bisa disamarkan atau tidak disamarkan. Dengan tinggi bangunan yang tidak disamarkan, seluruh toko bisa dilihat oleh pejalan kaki.

f) Uniqueness (keunikan) mungkin tidak tanpa kekurangan. Sebuah contoh adalah multi-level “pusat perbelanjaan i

putaran”. Karena pusat ini (yang sering menepati blok kota

persegi) bulat, parkir pada setiap tingkat lantai membuat jarak berjalan sangat pendek.

g) The surroundng stores and surrounding area (toko-toko di sekitarannya dan daerah sekitannya) harus dipelajari.

h) Parking facilities (fasilitas parkir) dapat menambah saluran dari atmosfer. Berlimpah tampat parkir gratis dan dekat, dapat menciptakan citra yang lebih positif dibanding dengan tempat parkir mahal dan jauh.

2. Bagian dalam toko (interior)

Interior adalah bagian dalam dari suatu toko yang harus dirancang untuk memaksimalkan visual merchandising.

(50)

barang-barang itu, dan akhirnya melakukan pembelian ketika konsumen masuk ke dalam toko. Berikut indikator dari bagian dalam toko:

a) Flooring (lantai) dapat berupa semen, kayu, linoleum, karpet, dan sebagainya. Karpet tebal yang mewah dapat menciptakan satu jenis suasana dan laintai yang dapat berupa beton.

b) Lighting (pencahayaan)bisa langsung atau tidak langsung, putih atau warna, konstan atau berkedip.

c) Scents and sounds (aroma dan suara) mempengaruhi suasana hati pelanggan. Sebuah restoran dapat menggunakan aroma makanan untuk meningkatkan selera masyarakat. Tempo lambat musik di supermarket mendorong orang untuk bergerak lebih lambat.

d) Store fixtures (perlengkapan toko) dapat direncanakan sesuai kegunaan dan estetika dari sebuah toko itu sendiri. Perlengkapan toko yang termasuk dekorasi interior yaitu pipa, balok, pintu, ruangan penyimpanan, rak display, dan meja.

e) Wall rextures (teksture dinding) mempengaruhi

atmospherics. Toko-toko yang mengutamakan prestige

(51)

f) Temperature (suhu toko), kurangnya panas di musim dingin dan tidak ada AC di musim panas dapat mempersingkat perjalanan belanja. Citra dipengaruhi oleh pengunaan AC sentral, unit AC, kipas angin, atau jendela yang terbuka. g) Wide (lebar), ketidakpadatan menciptakan susana yang

lebih baik dari pada sempit dan ramai. Orang-orang berbelanja lebih lama dan menghabiskan lebih banyak jika mereka tidak didorong sambil bejalan atau melihat barang dagangan.

h) Dressing facilities di milikii oleh toko kelas atas dengan menggunakan karpet dan memiliki kamar ganti pribadi.. i) Vertical tranportation (trasportasi vertical): lift, eskalator,

atau tangga. Toko yang lebih besar mungkin memiliki kombinasi dari ketiganya.

j) Personnel generate (personal) menghasilkan suasana yang positif: sopan, rapi, berpengetahuan. Sebuah toko menggunakan layanan diri meminimalkan personal dan meciptakan diskon, gambar inpersonal.

k) Merchandise, pengecer menjual barang dagang yang dapat mempengaruhi citranya.

(52)

m) Cleanliness, harus ada rencana untuk menjaga toko bersih. Tidak peduli seberapa mengesankan eksterior dan interior, sebuah toko berantakan akan dianggap buruk.

3. Tata Letak Toko (Store Layout)

Pada titik ini, secara spesifik tata letak toko direncanakan secara berurutan. Penataan toko adalah salah satu elemen penting yang ada dalam faktor store atmosphere, karena dengan melakukan penataan toko yang baik dan benar akan memudahkan konsumen dalam melakukan kegiatan pembelian di dalam toko, seperti dalam proses pencarian barang yang dibutuhkan atau diinginkan oleh konsumen. Penataan toko yang baik dan benar juga dapat menimbulkan presepsi konsumen yang baik dan menghasilkan citra merek yang positif sesuai dengan harap dan tujuan pengusaha ritel tersebut. Elemen-elemen yang diperlukan adalah:

a) Allocation of floor space (alokasi ruang setiap lantai) Toko memiliki jumlah total lantai ruang untuk menjual barang, personil, dan pelanggan. Tanpa alokasi ini, pengecer tidak akan tau ruang yang tersedia untuk ditambilakam, tanda-tanda, kamar kecil, dan sebagainya. b) Classification of store offerings (klasifikasi penawaran

(53)

pengecer menggunakan kombinasi pengelompokan dan

layout toko sesuai rencana. Ketentuan khusus harus dilakukan untuk meminimalkan mengutil dan pencurian. c) Determination of space needs (penentuan lalu lintas-pola

arus) Lalu lintas-pola aliran toko ini kemudian ditetapkan. Pola lalu lintas lurus sering Sigunakan oleh pengecer makanan, toko diskon, toko obat, toko hardware, dan toko alat tulis.

d) Determination of spece needs (penentuan kebutuhan ruang) Ruang untuk setiap kategori produk dihitung, dengan kedua penjualan dan ruang non jual dipertimbangkan. Ada dua pendekatan yang berbeda: metode stok model dan rasio produktifitas ruang. Pendekatan model saham menentukan ruang lantai yang diperlukan untuk menjalankan dan menampilkan bermacam-macam barang dagangan yang tepat. Toko pakaian dan toko sepatu di antara mereka yang menggunakan metode ini.

e) Mapping out in-store locations (pemetaan di lokasi toko) Pada saat ini, lokasi Department dipetakan. Produk apa yang harus ada pada setiap lantai?

(54)

toko yang mengatur produk indivisdu. Item yang menguntungkan dan merek bisa diatur berdasarkan ukuran paket, harga, warna, merek, tingkat layanan pribadi yang diperlukan, dan minat pelanggan. Penggeseran tata letak toko dapat menurunkan penjualan dan membingungkan pembeli.

4. Penampilan interior (interior (point of purchase) displays) Interior (point of purchase) display bertujuan untuk memberikann informasi pada konsumen yang berbelanja. Hal ini memberikann kesan yang berbeda pada store atmosphere

dan berfungsi sebagai alat promosi. Beberapa jenis display

yang dijelaskan di sini:

a) An assortment display (sebuah layar) menunjukan berbagai barang dagangan. Dengan terbuka, pelanggan didorong untuk merasakan, melihat, dan mencoba produk. b) A theme-setting display (pengaturan tema-tampilan)

menggambarkan penawaran produk secara tematik dan mentapkan suasana hati tertentu. Pengecer sering menunjukan variasi untuk mecerminkan musim atau acara khusus. Setiap tema khusus berusaha untuk menarik perhatian dan membuat belanja lebih menyenangkan. c) An ensemble display (tampilan ensemble), produk yang

(55)

kategori terpisah dan barang-barang akan tersedia dalam satu Department atau Department yang berdekatan.

d) A rack display (sebuah rak display) memiliki kegunaan utma fungsional: untuk menggantung atau menghadirkan produk yang rapi. Tampilan ini harus hati-hati dipertahankan karena dapat menyebabkan kekacauan produk dan pembeli mengembalikan barang ke tempat yang salah.

4. Hedonic Shopping Value

a. Definisi Hedonic Shopping Value

Seseorang dalam nilai-nilai hedonis yang lebih tinggi tidak dapat puas dengan aspek manfaat atau fungsional dari perilaku membeli itu sendiri tetapi rasa puas itu muncul pada aspek yang menyenangkan dan mengesankan untuk mereka (Eren dan Hacioglu, 2012). Nilai hedonis diasumsikan berhubungan dengan kepuasan melalui rasa senang, fantasi, main-main, dan kenikmatan. Hirschman dan Holbrook mengatakan nilai hedonis dirasakan melalui rasa senang dan kesenangan yang bertentangan dengan pencapaian tujuan (Babin et la, 1994 dalam Eren dan Hacioglu, 2012).

Hedonic shopping value memainkan peran penting dalam

impulse buying. Oleh karena itu, sering kali konsumen mengalami

(56)

di luar alasan ekonomi, seperti karena rasa suka terhadap suatu produk, senang, sosial atau pengaruh emosional (Usfita, 2016: 71-75).

Nilai hedonis sebagai suatu manfaat emosional yang dirasakan melalui pengalaman berbelanja, selain dari pencapaian pembelian tujuan aslinya. Nilai belanja hedonis sebagai hiburan yang diraskan dan emosional yang berharga yang disediakan melalui kegiatan berbelanja. Konsumen memperoleh nilai hedonis serta tugas terkait atau nilai memperoleh produk selama pengalaman berbelanja (Maclnnis dan Price, 1987; Babin at al, 1994 dalam Irani dan Hanzae, 2011). Menurut Negara (2003) pengalaman belanja adalah cerminan dari instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan (hedonic shopping value), nilai yang mencerminkan instrumen manfaat belanja

(utilitarian shopping value), tingkat sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja seseorang (resources expenditure).

(57)

Berdasarkan pemaparan di atas, dalam penelitian ini definisi yang Sigunakan adalah definisi yang dipaparkan oleh Babin et al., (1994) dalam Eren dan Hacioglu (2012), dimana nilai belanja hedonis didefinisikan sebagai suatu hiburan yang dirasakan dan emosional bernilai yang dirasakan melalui kegiatan berbelanja.

b. Dimensi Hedonic Shopping Value

Babin, et al (1994) dalam Eren dan Hacioglu (2012) telah mengembangkan skala tentang Hedonic Shopping Value. Babin memandang nilai belanja hedonis melalui dua dimensi, yaitu:

1. Enjoyable, dimana didefinisikan bahwa pembelian hedonis menganggap berbelanja dapat menghilangkan stress, mengurangi mood negatif, dan untuk menyenangkan diri sendiri.

2. “escape” or adventure, dimana didefinisikan bahwa berbelanja sebagai pendorong semangat, berpetualang, dan merasakan dunia yang berbeda.

5. Perilaku Pembelian Impulsif (Impulse Buying) a. Definisi Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif atau pembelian tidak terencana, sesuai dengan istilahnya merupakan pembelian yang terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat untuk membeli sesuatu secepatnya.

(58)

membeli, atau mempertimbangkan untuk membeli tetapi belum memutuskan produk apa yang akan dibeli.

Menurut Hircshman, pembelian impulsif adalah kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian secara sepontan, tidak terfleksi, terburu-buru, dan didorong oleh aspek psikologis emosional terhadap suatu prduk serta tergoda oleh persuasi dari pemasar (Mawardi, 2011:163).

Pembelian impulsif atau pembelian tidak direncana merupakan bentuk lain dari pola pembelian konsumen. Sesuai dengan istilahnya, pembelian tersebut secara spesifik tidak terencana. Terjadi ketika konsumen tiba-tiba mengalami keinginan yang kuat untuk membeli barang yang dia inginkan secepatnya.

Dalam kasus pembelian tak terencana, konsumen akan masuk dulu kedalam toko dan mencari serta mengevaluasi informasi yang ada di dalamnya seperti informasi potongan harga dan produk baru. Terkadang konsumen akan mencoba dan membandingkan produk-produk yang menjadi pusat perhatiannya.

Menurut Faber dalam Mawardi (2011:168), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang terkait dalam pembelian tidak terencana, mencangkup:

(59)

2) Faktor biologis direfleksikan dalam dampak terapi minuman keras dan neurotransmisi, personal, dan sejarah keluarga tentang pembelian konsumlsif yang terkait dengan ketidakteraturan.

3) Faktor budaya seperti peranan gender, pengalam awal anak-anak, dan perubahan norma sosial seperti perasaan terasing.

b. Karekteristik Pembelian Impulsif

Menurut Hawkins (2004) pembelian impulsif dapat Sigolongkan sebagai berikut:

1) Pembelian impulsif (pure impulse buying)

Yaitu suatu pembelian impulsif yang murni disebabkan oleh suatu pola pembelian yang menyimpang dari pembelian normal. Pada proses impulsif murni, maka calon pembeli langsung mengarahkan kepada suatu merek tertentu dan kemudian melakukan pembelian secara cepat kebutuhan akan kategori produk tersebut mungkin timbul dibawah sadar, dimana tidak ada informasi yang dicari dan tidak ada merek lain yang dipertimbangkan.

2) Pembelian impulsif karena pengalaman masa lalu (remender impulse buying)

(60)

memutuskan unuk membeli barang yang didasarkan pada pengalaman atau ingatan sebelumnya.

3) Pembelian impulsif karena sugesti (suggestion impulse buying)

Pada pembelian tipe ini, konsumen tidak mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap produk baru. Konsumen melihat produk tersebut dan seringkali konsumen terpengaruh karena diyakinkan oleh penjual atau teman yang ditemuinya pada saat belanja.

4) Pembelian impulsif karena situasi tertentu (planned impulse buying)

Tipe pembelian ini terjadi setelah melihat dan mengetahui kondisi penjualan. Misalnya penjualan produk tertentu dengan harga khusus pembelian kupon, dan lain-lain.

5) Pembelian impulsif barang pengganti (Subtitution impulse buying)

Konsumen melakukan pembelian karena sebenarnya sudah direncanakan tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak sesuai dengan apa yang dinginkan maka pembelian dilakukan dengan membeli jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang berbeda.

6. Hubungan Antara Variabel

(61)

Shopping lifestyle mencerminkan pilihan seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Dengan kesedian waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi. Hal tersebut tentu berkaitan dengan kelibatan konsumen terhadap suatu produk, yang juga mempengaruhi terjadinya impulse buying (Prastia, 2013).

Pelanggan AEON Departement Store BSD City di dominasi oleh kalangan menengah atas yang memiliki daya beli yang tinggi, sifat konsumtif akan mempengaruhi seseorang dalam memilih barang untuk menghabiskan waktu dan uang mereka. Sehingga tidak jarang pelanggan memilih barang yang tidak direncankan sebelumnya.

b. Hubungan Antara Variabel Store Atmosphere pada Perilaku Pembelian Impulsif

(62)

AEON Department store BSD City memiliki suasana toko yang nyaman dan menarik, selain itu banyak barang yang ditawarkan ditata dengan baik dan di kelompokan sesuai dengan jenisnya, kebersihan di AEON Department store BSD City pun terjaga dengan sangat baik, tempanya yang luas membuat berebelanja menjadi menyenangkan dan konsumen dapat memilih dan membili suatu produk di AEON Department Store BSD City dengan rasa nyaman dan menyenangkan, hal tersebut dapat juga mempengaruhi pembelian-pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya karena faktor-faktor tersebut.

c. Hubungan Antara Variabel Hedonic Shopping Value pada Perilaku Pembelian Impulsif

Dengan berbagai faktor internal yang di miliki konsumen akan berhubungan pula dengan suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah didorong sifat hedonis yang biasa disebut dengan

hedonic shopping value atau tidak. Menurut Rashmawati (2009) Sejak pengalaman berbelanja bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hedonis, produk yang akan dibeli nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan konsumen menghadirkan suatu peristiwa impulse buying (Prastia, 2013).

(63)

masyarakat memilih untuk berlibur di AEON. Saat berlibur suasana hati yang tenang mempengaruhi setiap orang untuk melihat-lihat barang di AEON Department Store BSD City tidak jarang konsumen langsung tertarik akan suatu produk padahal sebelumnya tidak terjadi perencanaan akan membeli suatu produk. Maka dari itu timbul perilaku pembelian impulsif.

B. Peneliatan Terdahulu

[image:63.595.148.516.237.761.2]

Untuk memberikan gambaran dan kerangka pemikiran dalam penelitian maka perlu kiranya untuk membahas hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai acuan dalam membandingkan penelitian saat ini dengan penelitian terdahulu sehingga akan menghasilkan suatu analisa yang sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu seperti yang dijelaskan di bawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Penliatian/

Judul/Sum ber

Persamaan Penelitian

Perbedaan Penelitian

Hasil Penelitian 1. Fika Eka

Prastia/2013 Pengaruh

Shopping Lifestyle, Fashion Involvement

dan Hedonic Shopping Value

Terhadap

Impulse Buying

a. Mengguna kan vaeiabel

Shopping Lifestyle, Hedonic Shopping Value, dan

Impulse Buying Behavior

b. Mengguna kan

a. Penelitian ini tindak menggunak an variabel

store atmosphere

Hasil penelitian menunjukan bahwa

shopping lifestyle

berpengaruh terhadap

impulse buying behavior

(64)

Behaviour Pelanggan Toko Elizabeth Surabaya metode analisis linier berganda Elizabeth Surabaya, fashion involvement berpengaruh postif terhadap impulse buying

behavior di toko

Elizabeth Surabaya, dan

hedonic shopping value berpengaruh postif terhadap impulse buying

behavior di toko

Elizabeth Surabaya. 2. Kadek

Trisna Dewi (2015)/ Peran Emosi Positif dalam Memediasi Store Atmosphere terhadap Pembelian Impulsif (Studi kasusu Pada Konsuemen Matahari Department Store Duta Plaza

Denpasar). Vol. 2, No.

a. Mengguna kan variabel store atmospher e, serata terdapat variabel pembelian impulsif a. Penelitian ini tidak menggunak an variabel

shopping lifestyle,

dan tidak menggunak an variabel

hedonic shoppping value b. Penelitian terdahulu tindak memakai metode analisis linier berganda, tetapi Hasil penelitian menunjukan bahwa store atmosphere

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif dan emosi positif, serta emosi poitif

(65)

12, 2015 : 4419-4448 ISSN: 2302-8912

menggunak an motode analisis SEM.

impulsif.

3. Lina Mardianti/ Pengaruh Hedonic Shopping Motivations Terhadap Impulse Buying Brhavior (Penelkitian Pada Yogya dan Ramayanan Department Store Garut). ISSN: 1412-5897 a. Mengguna kan variabel Hedonic Shopping Motivation

s , dan

mengguna kan variabel Impulse buying bihavior a. Tidak adanya variabel shopping lifestyle,

dan store atmosphere

b. Penelitian ini

menggunak an metode deskriptif analisis

Hasil

menunjukan bahwa antara

hedonic shopping motivations terhadap impulse buying behavior mempunyai hungan yang positif.

4. I km. Wisnu Bayu

Temaja, Gede Bayu Rahanatha, Ni Nyoman Kerti Yasa/ Pengaruh

Fashion Involvement

, Atmosfer Toko dan Promosi Penjualan Terhdap

Impulse Buying pada Mathari Department Store di Kota

Denpasar.

(66)

buying

produk

fashion di

Mtahari Department Store , dan promosi penjualan berpengaruh posistif dan signifikan terhadap

impulse buying

produk

fashion

5. Mega Usvita/2016 Pengaruh

Hedonic Shopping Value, Shopping Lifestyle

Dan

Positive Emotion

Terhadap

Impulse Buying Pada Plaza

Andalas Padang

a. Terdapat variabel

hedonic shopping value, shopping lifestyle,

dan

impulse buying

a. Tidak terdapat variabel

store atmosphere

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel

hedonic shopping value, shopping lifestyle, dan

positive emotion

berpengaruh signifikan terhadap

(67)

C. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran teoritis yang Sigunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model Kerangka Pemikiran Penelitian

Shopping Lifestyle

(X1)

Store Atmosphere

(X2)

Hedonic Shopping Value

(X3)

Perilaku Pembelian Implusif

(Y1)

Uji Regresi Berganda:

 Koefisien Korelasi

 Koefisien Determinasi Uji Asumsi Klasik:

 Uji Normalitas

 Uji Multikolonieritas

 Uji Heterokedasitas Uji Validitas

Uji Realibilitas

Uji Hipotesis:

 Uji t (parsial)

 Uji f (simultan)

[image:67.595.143.534.208.749.2]
(68)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah diyatakan dalam bentuk kalimat petanyaan (Sugiyono, 2012:64). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ho : = 0 ; Tidak berpengaruh secara parsial antara shopping lifestyle

terhadap perilaku pembelian impulsif.

Ho : ≠ 0 ; Terdapat pengaruh secara parsial antara shopping lifestyle

terhadap perilaku pembelian impulsif.

2. Ho : = 0 ; Tidak berpengaruh secara parsial antara store atmosphere

terhadap perilaku pembelian impulsif.

Ho : ≠ 0 ; Terdapat pengaruh secara parsial antara store atmosphere

terhadap perilaku pembelian impulsif.

3. Ho : = 0 ; Tidak berpengaruh secara parsial antara hedonic shopping value terhadap perilaku pembelian impulsif.

Ho : ≠ 0 ; Terdapat pengaruh secara parsial antara hedonic shopping value terhadap perilaku p

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
  Gambar 2.1 Model Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4.8 Terdapat Merek Lain Dengan Produk yang Sama Seperti Yang Akan
Tabel 4.25
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari shopping lifestyle, merchandising, price reduction dan store atmosphere terhadap impulse buying behavior

Hasil pengujian menunjukkan bahwa Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement tidak berpengaruh terhadap perilaku Impulse Buying pada Matahari Department Store di

Tidak adanya pengaruh antara Hedonic Motives (Motivasi Hedonis) terhadap Impulse Buying (Pembelian Impulsif) melalui Browsing (Pencarian Informasi) dan Shopping Lifestyle

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh Shopping Lifestyle secara parsial berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian dan variabel Fashion

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor store image, store atmospherics, store theatrics dan faktor sosial dalam mempengaruhi perilaku pembelian impulsif pada

Hasil pengujian menunjukkan bahwa Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement tidak berpengaruh terhadap perilaku Impulse Buying pada Matahari Department Store di

Variabel yang paling dominan dalam penelitian pengaruh shopping lifestyle, hedonic shopping value , dan store atmosphere terhadap impulse buying behavior di Celcius

136 PENGARUH HEDONIC SHOPPING MOTIVATION DAN SHOPPING LIFESTYLE TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PENGGUNATIKTOK DI KOTA MEDAN Maria Kristina Situmorang yang trendi merupakan gaya