• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN HARGA JUAL BENSIN MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI DESA SAWAHMULYA KECAMATAN SANGKAPURA (PULAU BAWEAN) KABUPATEN GRESIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN HARGA JUAL BENSIN MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI DESA SAWAHMULYA KECAMATAN SANGKAPURA (PULAU BAWEAN) KABUPATEN GRESIK."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN HARGA JUAL

BENSIN MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI

DESA SAWAHMULYA KECAMATAN SANGKAPURA (PULAU

BAWEAN) KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Oleh:

Silvia Ratna Juwita NIM: C02212040

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah

(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN HARGA JUAL BENSIN

MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI DESA SAWAHMULYA

KECAMATAN SANGKAPURA (PULAU BAWEAN) KABUPATEN GRESIK

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Fakultas Syaria’ah dan Hukum

Oleh :

Silvia Ratna Juwita NIM : C02212040

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan Apa saja faktor penyebab penjual menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?, bagaimana praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?, dan Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi dan kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif yakni mengungkapkan kenyataan dari hasil penelitian berupa implementasi kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kec. Sangkapura (Pulau Bawean) Kab. Gresik. Kemudian dikaitkan dengan hukum Islam secara umum dengan menggunakan pola fikir induktif, yakni menganalisis dalil-dalil al-Qur’an, hadis

dan fiqh tentang permasalahan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hukum Islam yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Praktik kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya adalah penjual bensin eceran menjual bensin dengan menaikkan harga dari Rp 8.500 menjadi Rp 12.000 hingga Rp 18.000 kepada konsumen yang disebabkan oleh beberapa faktor yang mengakibatkan persediaan di desa tersebut semakin sedikit sehingga mengalami kelangkaan. Faktor penyebab tersebut adalah faktor keterlambatan datangnya transportir yang membawa bensin ke pulau Bawean sehingga persediaan bensin yang masuk ke desa Desa Sawahmulya menjadi sangat jarang dan membuat persediaan bensin di desa tersebut semakin sedikit, sehingga dalam keadaan tersebut pedagang melakukan upaya untuk menambah pendapatan dengan mengambil keuntungan yang lebih besar. Tinjauan hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin adalah kenaikan harga bensin yang terjadi di Desa Sawahmulya berdasarkan mekanisme pasar dengan teori hukum permintaan dan penawaran, dan demi kemaslahatan masyarakat yang sangat membutuhkan bensin untuk kegiatan sehari-harinya menurut hukum Islam hal tersebut sah dan dibenarkan.

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 12

H. Metode Peneltian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II PENETAPAN HARGA DAN ISTIHSAN A. Penetapan Harga ... 20

1. Pengertian Harga ... 20

2. Dasar Hukum yang Terkait Penetapan Harga ... 22

3. Penetapan Harga ... 23

4.Mekanisme Pasar dan Keseimbangan Harga Menurut Ulama ... 33

B. Istihsan ... 41

(9)

2. Hukum Dasar Istihsan ... 42

3. Macam-Macam Istihsan ... 44

BAB III KENAIKAN HARGA JUAL BENSIN MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI DESA SAWAHMULYA KECAMATAN SANGKAPURA GRESIK A. Gambaran Umum Desa Sawahmulya... 48

1. Peta Geografis dan Demografis ... 48

2. Struktur Organisasi ... 50

3. Keadaan Penduduk, Pendidikan, dan Sosial Ekonomi ... 51

4. Pembangunan ... 54

B. Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi dari Pemerintah Di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura Gresik 1. Faktor-faktor penyebab kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari Pemerintah ... 56

2. Praktek Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi ... 57

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN HARGA JUAL BENSIN MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI DESA SAWAHMULYA KECAMATAN SANGKAPURA GRESIK A. Analisis Terhadap Faktor Penyebab Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi dari Pemerintah Di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura Gresik ... 64

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi dari Pemerintah Di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura Gresik ... 66

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi untuk mengisi dan

memakmurkan hidup sesuai dengan tata aturan dan hukum-hukum Allah.1

Sejak awal penciptaan manusia, Allah SWT telah mentakdirkannya

untuk saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, untuk

memenuhi kelangsungan hidupnya termasuk masalah ekonomi. Allah

menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai makhluk sosial, dimana

manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa

berinteraksi dengan yang lainnya. Baik itu yang berupa sandang, pangan

dan tukar menukar, dengan melalui bisnis atau jual beli, sewa menyewa

dan lain sebagainya. Seperti halnya Adam dan Hawa, keduanya saling

bekerjasama untuk menunjang dan memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Barangkali inilah awal mula timbulnya sistem kerjasama

(muamalah). Muamalah adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati

yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya

dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.2 Dari definisi

tersebut dapat dipahami bahwa kehidupan manusia khususnya umat Islam

dalam melakukan interaksi sosial sehari-sehari harus memenuhi ketentuan

yang telah ditetapkan. Dengan demikian, apabila Muamalah dilakukan

oleh manusia dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang ada,

1

Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta:Pustaka Firdaus,2002),1.

2

(11)

2

maka semua manusia akan dapat memenuhi kebutuhannnya

masing-masing.

Islam mengajarkan umat manusia untuk senantiasa hidup saling

tolong menolong atas dasar tanggung jawab bersama agar dalam

kehidupan masyarakat dapat ditegakkan keadilan yang pada akhirnya

terhindari pemerasan antar sesama. Sebagaimana firman Allah SWT.

dalam surat Al-Maidah ayat 2:

اوُنَواَعَ تَو

ىَلَع

ِرِبْلا

ىَوْق تلاَو

َِلَو

اوُنَواَعَ ت

ىَلَع

ِِْثِْْا

ِِناَوْدُعلْاَو

اوُق تاَو

َِهللا

ِنِإ

َِهللا

ُِديِدَش

بَاقِعلْا

Artinya:

‚dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran.‛3

Kenyataan tolong menolong dalam bermuamalah tidak dapat

ditinggalkan, karena bermuamalah dengan cara tolong menolong akan

mempererat tali silaturrahmi antara sesama manusia. Selain itu dengan

bermuamalah dapat mempermudah mendapat segala kebutuhan apa yang

dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu kegiatan muamalah adalah seperti jual beli, jual beli

merupakan instrument yang dapat digunakan untuk mewujudkan karakter

sosial. Perkataan jual beli mempunyai arti suatu kegiatan tukar menukar

barang dengan barang lain dengan cara tertentu atas dasar saling

3

(12)

3

merelakan yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak

milik.4 Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat

tukar seperti uang. Jual beli ini dilakukan dengan memindahkan hak milik

kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya.5

Jual beli merupakan suatu kegiatan yang hampir setiap orang

melakukannya, Karena jual beli merupakan hal yang pokok bagi manusia,

dimana dalam jual beli itu kita dapat saling melengkapi kebutuhan hidup

satu sama yang lainnya. Selain itu, jual beli merupakan sarana saling

tolong menolong antara sesama umat manusia.

Jual beli sebagai sarana saling tolong menolong antar sesama umat

manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan sunnah

Rasulullah saw.6 Terdapat sejumlah ayat yang berbicara tentang jual beli,

diantaranya dalam surat al-Baqarah, 2:275 yang berbunyi:

ِلَحَا

ِ

...اَبررلاَِمرَحَوَِعْيَ بلْاُِها

ِ

Artinya:

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah : 275)7

Pada hakikatnya, Islam tidak melarang segala bentuk jual beli

apapun selama tidak merugikan salah satu pihak dan selama tidak

melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dan diserukan agar tetap

memelihara ukhuwah Islãmiyah. Bahkan dalam hal pengembangan

4

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.

5

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah ,(Jakarta: Kencana, 2012), 101.

(13)

4

perekonomian yang mapan, Islam sangat menganjurkannya. Dalam aturan

hukum Islam manusia telah dilarang memakan harta sesama atau

memakan harta yang diperoleh dengan jalan batil (tidak sah) seperti

halnya telah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’

ayat 29:

َِنْيِذلاِاَه يَاَاي

َِِا

َِلاْوُ نَم

َِتِْأِِ

َِرَ تِْنَعًِةَرِاََِِِنْوُكَتِْنَاِلِاِِلِطِاَبلْااِبِْمُكَنْ يَ بِْمُكَلَوْمَاِْوُلُك

ا

ِ ٍض

ِاًمْيِحَِرِْمُكِبَِنِاَكِهاِنِاِْمُكَسُفْ نَاِاْوُلُ تْقَ ت َلَوِْمُكْنِم

ِ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu (QS. An-Nisa’ ayat:29)8

Salah satu interaksi atau muamalah yang paling sering dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari adalah penetapan harga dalam jual beli.

Maka dari itu dapat dipahami bahwa pada dasarnya penetapan harga

dalam jual beli merupakan bentuk muamalah yang dihalalkan dalam Islam

selama tidak terdapat unsur-unsur haram atau yang dapat membatalkan

transaksi seperti riba yang merugikan salah satu pihak.

Penetapan harga dalam jual beli ialah ketetapan atau harga paten

yang tidak bisa diturunkan nilainya. Oleh karena itu, dalam menetapkan

harga hendaknya dilakukan tanpa ada tipu daya, dan dilakukan sesuai

(14)

5

dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh syariah Islam agar

hubungan antar sesama manusia tetap terjadi dengan baik.

Dalam menentukan penetapan untuk menaikkan harga yang

terjadi di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean)

Kabupaten Gresik adalah menaikkan harga melebihi batas harga resmi

dari pemerintah. Dimana pihak penjual menaikkan harga bensin yang

sangat tinggi hingga dua kali lipat dari harga pasar atau harga resminya.

Harga bensin yang telah ditentukan oleh pemerintah yang telah menjadi

harga pasar di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean)

Kabupaten Gresik adalah Rp 8.000 per liter tetapi diwaktu tertentu pihak

penjual menaikkan harga bensin hingga Rp12.000 sampai Rp 18.000 per

liter.

Kenaikan harga jual beli bensin melebihi batas harga resmi dari

pemerintah ini sering terjadi di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura

(Pulau Bawean) Kabupaten Gresik. Di saat waktu tertentu sering terjadi

persediaan bensin yang masuk ke pulau Bawean menjadi sangat jarang

sehingga menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan bensin tersebut.

Dalam hal ini pihak penjual yang masih mempunyai persediaan bensin

yang banyak mengambil kesempatan dengan menaikkan harga bensin

sehingga mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi. Pihak pembeli

mau tidak mau membeli bensin tersebut dengan harga yang telah

ditentukan oleh penjual. Dalam menaikkan harga yang seperti ini

(15)

6

seperti itu pihak pembeli bisa saja mendapat dua liter bensin tetapi ini

hanya mendapat satu liter saja, sehingga tidak sepadan dengan harga jual

yang mereka terima.

Berdasarkan dari konteks di atas, peneliti ingin melakukan

penelitian yang lebih mendalam dan jelas agar dapat diketahui kejelasan

tentang faktor-faktor, tata cara, prosedur serta praktek kenaikan harga jual

beli bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa

Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik

apakah telah sesuai dengan syarat atau atau aturan dalam perspektif

hukum Islam.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi praktek menaikkan harga jual

bensin.

2. Sistem atau praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga

resmi dari pemerintah dalam hukum Islam.

3. Dampak praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga

resmi dari pemerintah terhadap masyarakat.

4. Batasan mengambil keuntungan dalam menaikkan harga jual bensin

(16)

7

5. Penetapan harga terhadap kenaikan harga jual beli bensin melebihi

batas harga resmi dari pemerintah.

6. Tinjauan hukum Islam terhadap praktek kenaikan harga jual bensin

melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya

Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.

Agar pokok permasalahan diatas lebih terarah mengenai praktek

menaikkan harga jual beli bensin melebihi batas harga resmi dari

pemerintah, maka titik fokus permasalahan tersebut akan dibatasi dengan

hal-hal berikut ini:

1. Praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari

pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau

Bawean) Kabupaten Gresik.

2. Faktor-faktor penyebab penjual menaikkan harga jual bensin

melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya

Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.

3. Tinjauan hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin melebihi

batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan

Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka bisa ditarik

kesimpulan: Analisis hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin

melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya

(17)

8

C. Rumusan Masalah

Sebagai upaya untuk menghindari ketidakfokusan bahasan dalam

penelitian ini, maka fokus peneliti dapat mencakup beberapa pokok

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga

resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura

(Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?

2. Apa saja faktor-faktor penyebab penjual menaikkan harga jual bensin

melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya

Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?

3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin

melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya

Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti

sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak

merupakan pengulagan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah

ada.9

1. Skripsi yang ditulis oleh Lailatul Hidayah dengan judul skripsi

‚Kebijakan Pemerintah tentang penetapan harga BBM dalam

9

(18)

9

perspektif hukum Islam‛ dalam rumusan masalah membahas faktor

-faktor apa yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan harga,

Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya kenaikan harga

BBM dan Bagaimana kebijakan penetapan harga BBM dalam

perspektif Islam. Dalam skripsi tersebut dapat disimpulkan Kebijakan

penetapan harga BBM tidak relevan dengan tujuan hukum Islam yakni

kemaslahatan umat. Kebijakan penetapan harga tentang kenaikan

harga BBM tersebut berimplikasi besar terhadap rakyat. Implikasi

tersebut dapat dilihat dengan naiknya seluruh bahan kebutuhan

pokok, naiknya transportasi, munculnya pemutusan hubungan kerja

(PHK) dan lain-lain.10

2. Skripsi yang ditulis oleh Nichlatun Nafi’ah dengan judul Skripsi

‚Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan harga kelapa sawit oleh

tokek di Desa Air Mas Kec Ukui Kab. Pelalawan Riau‛ dalam

rumusan masalah membahas bagaimana mekanisme penetapan harga

kelapa sawit oleh tokek di Desa Air Mas Kec Ukui Kab. Pelalawan

Riau dan Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap mekanisme

penetapan harga kelapa sawit oleh tokek di Desa Air Mas Kec Ukui

Kab. Pelalawan Riau. Dalam Skripsi tersebut disimpulkan bahwa

menurut tinjauan hukum Islam mengenai jual beli kelapa sawit yang

kelompok jual beli kelapa sawit oleh tokek di Desa Air Mas Kec Ukui

Kab. Pelalawan Riau dengan ketetapan harga yang ditetapkan oleh

10

(19)

10

broker tidak dapat dibenarkan atau tidak dapat disahkan karena tidak

memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum

Islam.11

3. Skripsi yang ditulis oleh Hinnada Saifullah dengan judul Skripsi

‛Studi Analisis Terhadap Pemikiran Yusuf Qardawi tentang Konsep

Penetapan Harga‛ dalam Rumusan masalah membahas tentang

Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penetapan harga dalam

Islam,dan Bagaimakah konsep penetapan harga menurut Yusuf

Qardawi. Dalam skripsi tersebut disimpulkan pemikiran Yusuf

Qardawi bahwa penetapan harga yang dibolehkan adalah penetapan

harga yang bersifat adil dan tidak menganiaya untuk menyengsarakan

masyarakat banyak, adapun penetapan harga yang tidak dibenarkan

adalah penetapan harga yang dilakukan bila pasar dalam keadaan

normal. Disisi lain beliau tidak membenarkan adanya penetapan harga

ditentukan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi itu sendiri.

Dan dalam menetapkan harga lebih menyerahkan kepada pasar, yaitu

sesuai dengan prinsip ‚penawaran dan permintaan‛, artinya naik

turunnya harga barang tergantung pada banyak atau sedikitnya

barang-barang yang ada dipasaran, dan banyak atau kurangnya

permintaan dari konsumen. 12

11

Nichlatun Nafi’ah,‛Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan harga kelapa sawit oleh Tokek di Desa Air Emas Kec.Ukui Kab Pelalawan Riau‛ ( Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 75.

12 Hinnada Saifullah, ‚Studi analisis terhadap pemikiran yusuf qardawi tentang konsep pentapan

(20)

11

Dari pemaparan skripsi diatas berbeda dengan penelitian yang

sedang disusun oleh penulis. Yaitu dalam penelitian ini penyusun

membahas tentang kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga

resmi dari pemerintah, di mana penjual menetapkan harga bensin yang

sangat tinggi hampir dua kali dari harga resmi. Dari praktek

menaikkan harga jual tersebut penulis menganalisis dari hukum Islam

dengan judul ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap kenaikan harga jual

bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa

Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten

Gresik‛

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan formulasi permasalahan diatas, maka yang

menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui praktek menaikkan harga jual beli bensin melebihi

batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan

Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penjual menaikkan harga

bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa

Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten

Gresik

(21)

12

3. Untuk mengetahui hukum kenaikan harga jual beli bensin melebihi

batas harga resmi di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau

Bawean) Kabupaten Gresik dalam Tinjauan hukum Islam.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun nilai guna yang diharapkan dari hasil yang akan dicapai

melalui penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mendapat kejelasan dan pemahaman tentang praktek menaikan harga

jual beli bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa

Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten

Gresik.

2. Dapat memperoleh pemahaman tentang faktor-faktor penyebab

penjual bensin menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga

resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura

(Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.

3. Dapat mengetahui status hukum dari praktek kenaikan harga jual beli

bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa

Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten

Gresik dalam tinjauan hukum Islam.

G. Definisi Operasional

Dalam rangka untuk menghindari kesalahpahaman persepsi dan

(22)

13

penting untuk menjabarkan tentang maksud dari istilah-istilah yang

berkenaan dengan judul di atas, dengan kata-kata kunci sebagai berikut:

1. Hukum Islam

Hukum Islam dalam penelitian ini adalah aturan-aturan (hukum)

yang bersumber dari al-Qur’an, Hadis dan pendapat-pendapat para

ulama tentang kegiatan Muamalah yakni penetapan harga yang terkait dengan kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya kecamatan Sangkapura kabupaten Gresik.

2. Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi

Kenaikan harga jual beli bensin melebihi batas harga resmi adalah

kenaikan dimana pihak penjual menaikkan harga bensin yang sangat

tinggi hingga dua kali lipat dari harga pasar atau harga resmi yang

sudah ditetapkan oleh pemerintah, ini terjadi disaat-saat tertentu yang

membuat persediaan bensin yang semakin jarang dan mengalami

kelangkaan.

H. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan berorientasi pada pengumpulan data

empiris yaitu lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah

penelitian kualitatif, karena kualitatif memuat tentang prosedur

penelitian yang menghasilkan deskriptif berupa tulisan atau perkataan

(23)

14

Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Data yang Dikumpulkan

Dengan melihat persoalan di atas, maka data yang akan digali

meliputi:

a. Data yang berkaitan dengan praktek kenaikan harga bensin

melebihi batas harga resmi dari pemerintah.

b. Data yang bersumber dari hukum Islam yang berkaitan dengan

praktek kenaikan harga jual beli bensin dikarenakan cuaca.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah meliputi hal berikut:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber pertama di mana

sebuah data dihasilkan, yaitu sumber yang terkait secara

langsung.13 yang meliputi:

1. 1 Agen Premium Minyak Solar (APMS).

2. 5 orang penjual bensin eceran.

3. 8 orang pembeli bensin.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber dari bahan bacaan

yang bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi serta

memperkuat data. Memberikan penjelasan mengenai sumber data

13Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001),

(24)

15

primer, berupa buku daftar pustaka yang berkaitan dengan objek

penelitian.14 Diantara sumber-sumber data skunder tersebut adalah:

1. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 12.

2. A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibn Taimiyah.

3. Wahbah Az-Zuhaili, al- Fiqh al- IslamiWa adillatuhu. 4. Sukarno Wibowo, Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam.

5. Abu Yusuf, al-Kharaj.

6. Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia.

7. Ibnu Taimiyah, al-Hisbah fî al-Islâm.

8. Lukman hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam.

9. Ibn Khaldun, Muqaddimah.

10.Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

11.Al-Ghazali, Ihya’‘Ulum Ad-Din.

12.Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII

Yogyakarta, Ekonomi Islam.

13.Abdurrahman Al-Janidal, Manahij Bahitsin fi Iqtishad

al-Islami.

14.Muhammad Yusuf Qardawi, Halal dan Haram Dalam Islam.

15.Ika Yunia Fauzia,Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi

Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah.

14

(25)

16

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian,

penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Metode Observasi ( Pengamatan).

Pengumpulan data dengan menggunakan atau mengadakan

pengamatan langsung atau pencatatan dengan sistematis tentang

fenomena yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak

langsung.15

b. Metode Interview (Wawancara).

Wawancara adalah percakapan dalam bentuk tanya jawab

yang diarahkan pada pokok permasalahan tertentu oleh dua orang

atau lebih yang berhadapan secara fisik. Wawancara atau

interview ini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan informasi atau data mengenai praktik dan transaksi

kenaikan harga bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah

secara langsung dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan

kepada responden yaitu 1 Agen Premium Minyak Solar (APMS), 5

orang penjual bensin eceran, 8 orang pembeli bensin.16

c. Dokumen

Teknik pengumpulan data yang yang diambil dari sejumlah

besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk

(26)

17

dokumentasi.17 Pengambilan data penelitian ini diperoleh dengan

melalui dokumen-dokumen di Desa Sawahmulya Kecamatan

Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.

4. Teknik Pengelolaan Data

Maka dilakukan analisis data dengan tahapan-tahapan sebagai

berikut:

a. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan

penelitian. 18

b. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan

data tersebut. 19

c. Coding adalah kegiatan mengklasifikasi dan memeriksa data yang

relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional. 20

5. Teknik Analisis Data

Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun,

kemudian menganalisisnya dengan menggunakan teknik deskriptif.

Deskriptif yaitu menggambarkan/menguraikan sesuatu hal menurut

apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya.21 Dengan

mengumpulkan data tentang pelaksanaan kenaikan harga jual bensin

melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya

17 Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Renika Ilmu, cet I, 2004), 39.

18 Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 89. 19 Ibid., 97.

20 Ibid., 99. 21

(27)

18

Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik yang

disertai analisis untuk diambil kesimpulan. Penulis menggunakan

teknik ini karena ingin memaparkan, menjelaskan dan menguraikan

data yang terkumpul kemudian disusun dan dianalisis untuk diambil

kesimpulan.

Pola pikir yang dipakai adalah induktif yaitu merupakan

metode yang digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta atau

kenyataan dari hasil penelitian di Desa Sawahmulya Kecamatan

Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik, kemudian ditinjau

secara hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Bab pertama adalah pendahuluan yang dalam hal ini berisi tentang

pokok-pokok pikiran atau landasan permasalahan yang melatar belakangi

penulisan skripsi ini, sehingga memunculkan gambaran isi tulisan yang

terkumpul dalam konteks penelitian, identifikasi masalah, pembatasan

masalah, Rumusan masalah, kajian pustaka,tujuan penelitian, kegunaan

hasil penelitian, defenisi operasional, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua adalah merupakan deskripsi tentang pengertian harga,

dasar hukum yang terkait dalam penetapan harga, penetapan harga,

mekanisme pasar dan keseimbangan harga menurut para ulama, dan teori

(28)

19

Bab ketiga adalah memuat tentang deskripsi lokasi penelitian,

praktek kenaikan harga jual jual bensin melebihi batas harga resmi dari

pemerintah terdiri dari faktor-faktor penyebab kenaikan harga bensin dan

praktek kenaikan harga bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah

yang terjadi di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau

Bawean) Kabupaten Gresik.

Bab keempat adalah analisis terhadap faktor penyebab kenaikan

harga jual bensin dan analisis hukum Islam terhadap Praktek kenaikan

harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa

Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.

Bab kelima adalah bab yang merupakan bab penutup yang

menyajikan kesimpulan-kesimpulan yang di lengkapi dengan saran-saran,

selain dari itu dalam bab terakhir ini akan dilengkapi dengan daftar

(29)

20

BAB II

TEORI PENETEPAN HARGA DAN ISTIHSAN

A. Penetapan Harga

1. Pengertian Harga

Dalam literatur Islam, masalah harga diuraikan dalam

beberapa terminlogi, antara lain sir al mitsl, dan thāmān al-mitsl

qimāh al-adl. Istilah qimāh al-adl (harga yang adil) pernah digunakan

oleh Rasulullah. Istilah qimāh al-adl juga banyak digunakan oleh para

hakim yang telah mengodifikasikan hukum Islam tentang transaksi

bisnis dalam objek barang cacat yang dijual, perebutan kekuasaan,

memaksa penimbunan barang untuk menjual barang timbunannya,

membuang jaminan atas harga milik dan sebagainya. Secara umum,

mereka berpikir bahwa harga sesuatu yang adil adalah harga yang

dibayar untuk objek yang sama yang diberikan pada waktu dan tempat

diserahkan. Mereka juga sering menggunakan istilah thāmān al-mitsl

(harga yang setara / equivalen price).1

Dalam Majmū Fatāwā, Ibn Tamiyah mendifinisikan equivalen

price sebagai harga baku (s’ir), yaitu penduduk menjual

barang-barangnya dan secara umum diterima sebagai sesuatu yang setara

dengan itu dan untuk barang yang sama pada waktu dan tempat yang

(30)

21

khusus. Sementara dalam al-hisbāh, ia menjelaskan bahwa equivalen

price sesuai dengan keinginan atau lebih persisnya harga yang

ditetapkan oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas –

kompetitif dan tidak terdistori- antara penawaran dan permintaan. Ia

mengatakan, ‚Jika penduduk menjual barangnya dengan cara yang

normal (al-wajh al-ma’rūf) tanpa mengguunakan cara-cara yang tidak

adil, kemudian harga meningkat karena pengaruh kekurangan

persediaan barang atau meningkatnya jumlah penduduk

(meningkatnya permintaan), semua itu karena Allah.‛ Dalam kasus

seperti itu, memaksa penjual untuk menjual barangnya pada harga

khusus merupakan paksaan yang salah (ikrah bi ghaīr al-hāq).

Oleh karena itu, perlu ada standar harga dalam bisnis, yaitu

prinsip transaksi bisnis harus dilakukan pada harga yang adil, sebab

hal itu merupakan cerminan dari komitmen syariat Islam terhadap

keadilan yang menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kezaliman)

sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain.

Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjual secara

adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli

memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarnya.2

(31)

22

2. Dasar Hukum Yang Terkait Dengan Penetapan Harga

Islam adalah agama yang mengatur berbagai aspek kehidupan

manusia diantaranya adalah aspek muamalah (ekonomi), khususnya

lagi dalam masalah menetukan harga, yang mana tidak dibolehkannya

pihak yang dirugikan baik pihak konsumen maupun produsen. Untuk

itu dalam menetukan harga suatu barang atau jasa lain-lainnya harus

disesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta dapat diterima oleh

semua pihak. Sebagaimana dalam firman Allah SWT, dalam surat

Asy-Syuara’ ayat 181-183:

( َنْيرِسْخُمْلا َنِماْوُ نْوُكَت َاَو َلْيَكْلا اْوُ فْوَا

۱

٨

۱

ْيِقَتْسُمْلا ِس اَطْسِقْلاِب ْاوُنِزَو )

ِم

(

٨٨

۱

َاَو ْمَُء آَيْشَأ َساَنلاْاوُسَْْ َ َاَو )

َنْيِدِسْفُم ِضْرََْا ِِ اْوَ ثْعَ ت

(

۳

٨

۱

)

Artinya: 181. Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; 182. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus; 183. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela dimuka bumi dengan membuat kerusakan. 3

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan secara luas, bahwa dalam

transaksi jual beli bukan hanya untuk penipuan saja yang dilarang,

melainkan juga memanipulasi, memonopoli, dan mengurangi mutu,

takaran yang apabila diketahui oleh pembeli akan menimbulkan rasa

ketidak ikhlasan untuk memperoleh barang yang di belinya.

(32)

23

Penetapan harga juga harus sesuai dengan dengan prinsip

dalam sistem ekonomi Islam ialah harus ada keadilan dan

keseimbangan. Tuntutan agar menjalankan keadilan itu terdapat

sebagai mana firman Allah:

ِهَلِلَءاَدَهُش ِطْسِقْلاِب َِْْم اَوَ ق اوُنْوُك اوُنَمآ َنْيِذَلا َاهيَأ اَي

.

....

Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi (dalam

menegakkan keadilan) karena Allah...‛ (Q.S al-Nisa’ [4] :

135)4

Identitas utama dalam usaha ekonomi ialah Islam menganut

pola bagi hasil yang dipahami bahwa akan ada bentuk keuntungan dan

kerugian yang dinikmati dan ditanggung oleh semua pihak yang

terlibat dalam usaha ekonomi tersebut. Konsep ini memberikan

gambaran tentang prinsip keseimbangan dan keadilan karena adanya

pembagian keuntungan dan kerugian yang dibagi dan ditanggung di

antara pelaku ekonomi tersebut secara seimbang dan proporsional.5

3. Penetapan Harga

Penetapan harga (Tas’īr) adalah pemasangan nilai tertentu

untuk barang yang akan dijual dengan wajar, penjual tidak zalim dan

tidak menjerumuskan pembeli.

Prinsip dasar dalam perekonomian Islam adalah kebebasan

berusaha yang dibarengi dengan kesadaran untuk menjaga batas-batas

4Ibid., 100.

5Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012),

(33)

24

aturan yang ditetapkan syari’at. Di antara aturan terpenting yang

harus diperhatikan adalah keadilan, qana’ah, kepatuhan pada kaidah

-kaidah memperoleh laba yang baik dan halal, yaitu dalam batas

sepertiga. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.

ٍضْعَ ب ْنِم ْمُهُضْعَ ب ُهلَلا ُقُزْرَ ي َساَنلااوُعَد

Artinya: ‚Biarkanlah sebagian orang diberi rezeki oleh Allah

SWT melalui manusia yang lain.‛ (H.R ath-Thabrani)6

Berdasarkan prinsip di atas, maka pada dasarnya tidak boleh

ada penetapan harga. Seorang penguasa juga tidak dibolehkan

menetapkan harga barang yang diperdagangkan di kalangan

masyarakat. Seluruh ulama sepakat menyatakan hal ini.

Mazhab Syafi’i dan Hambali konsisten berpegang pada kaidah

dasar di atas. Oleh karena itu, dalam mazhab Hambali disebutkan,

seorang penguasa tidak boleh menetapkan harga barang yang

diperdagangkan. Sebaliknya, setiap orang bebas menjual barang yang

mereka miliki (dengan harga yang disepakati di antara mereka).

Demikian pula dalam mazhab Syafi’i dikatakan, diharamkan

pematokan harga, sekalipun pada masa harga-harga barang mahal.

Contohnya adalah tindakan seorang penguasa yang memerintahkan

para pedagang untuk tidak menjual barang dagangan mereka, kecuali

dengan harga tertentu yang telah ditetapkan sehingga mempersempit

(34)

25

gerak para pedagang dalam mengelola barang dagangan mereka,

sementara barang-barang tersebut tidak berkenaan dengan bahan

makanan pokok.7

Akan tetapi, apabila seorang penguasa telah menetapkan harga

suatu komoditi, maka pihak yang melanggarnya, yaitu mereka yang

menjual di atas harga penetapan itu, boleh dikenakan sanksi. Hal itu

dikarenakan mereka terang-terangan menentang perintah

pemimpinnya. Tetapi, penjualan yang mereka lakukan tetap sah

karena dalam kondisi biasa seseorang tidak berhak dihalangi untuk

menjual barang miliknya dengan harga yang ia tentukan sendiri.

Sementara itu, Ibnu Rifa’ah, seorang ulama mazhab Syaifi’i dan

sebagian ulama lain membolehkan penetapan harga pada masa

harga-harga barang mahal. 8

Penetapan harga merupakan salah satu praktek yang tidak

dibolehkan oleh syari’at Islam. Pemerintah apapun yang memiliki

kekuasaan ekonomi tidak memiliki hak dan kekuasaan untuk

menentukan harga tetap sebuah komoditas, kecuali pemerintah telah

menyediakan untuk para pedagang jumlah yang cukup untuk dijual

dengan menggunakan harga yang telah disepakati bersama. Tabia’at

(tetap) ini dapat kita lihat dari bagaimana sikap Rasulullah SAW

terhadap masalah ini. Tatkala Rasululullah SAW didatangi oleh

(35)

26

seorang sahabatnya untuk meminta penetapan harga yang tetap.

Rasulullah menyatakan penolakannya, beliau bersabda:

َرُ َِِأ ْنَع

: َلَاقَف َةَرْ ي

ِِأَو ،ُعَفْرَ يَو ُضِفََْ هللا ْلَب

هلَلا ىَقْلَأ ْنَأ اْوُجْر َا

ََ َسْيَلَو

ْظَم ىِدْنِع ٍدُح

َل

دواد وبأ اور( .ٌةَم

)

Artinya : ‚Dari Abu Hurairah berkata: Fluktuasi harga (turun naik) itu adalah perbuatan Allah, sesungguhnya saya ingin berjumpa dengan-Nya, dan saya tidak melakukan kedzaliman

pada seseorang yang bisa dituntut dari saya‛ ( H.R Abu Dawud).‛9

Dalam sejarah Islam masalah penentuan harga dibebaskan

berdasarkan persetujuan khalayak masyarakat. Rasulullah SAW

sangat menghargai harga yang terjadi, karena mekanisme pasar yang

bebas dan menyuruh masyarakat muslim untuk mematuhi peraturan

ini. Beliau menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga

manakala tingkat harga di Madinah pada saat itu tiba-tiba naik.

Sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan

penawaran yang murni dan wajar, yang tidak dipaksa atau tekanan

pihak tertentu (tekanan monopolistik dan monopsonistik), maka tidak

ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar. Khalifah Umar bin

Khattab juga melarang mematok harga karena Rasulullah SAW

melarang menetapkan harga.10 Sebagaimana hadits yang diriwayatkan

9 Abu Dawud, Shahih Sunan Abu Daud, jilid III, No Hadits 3450, 581.

10Lukman hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pranata, 2012),

(36)

27

oleh Asabus Sunan dengan sanad yang shahih meriwayatkan dari

Anas ra., ia berkata: Orang-orang berkata kepada Rasulullah:

ُرْعِسلاَاَغ ِهَللا لْوُسَرَاي

ُوُسَر َلَاقَف ،َانَل ْرِعَسَف

َل

َللا

َنِا ْمَعْلَص ِه

ِعَسُمْلاَوُ َهَللا

ُر

َقْلا

ا

ُضِب

ا

ُطِس اَبل

َو َهَللا ىَقْلَأ ْنَأْوُجْرَََ ِِأَو ُقِزاَرل

ُِِبِل اَطُي ْمُكْنِم ٌدَحَأ َسْيَل

َاَو ٍمَد ِِ ٍةَمَلْضَِِ

ٍلاَم

.

مرلاو دوااد وباو دمأ(

هجام هناو ىذ

ىاو ىمرادلاو

ىلعي

)

Artinya: Wahai Rasulullah saw. harga-harga naik tentukanlah

harga untuk kami.‛ Rasulullah lalu menjawab: ‚Allah lah yang

sesungguhnya penentu harga, penahan, pembentang dan pemberi rezeki. Aku berharap agar bertemu kepada Allah, tak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya

kezaliman dalam urusan darah dan harta.‛ ( Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, IbnuMajah, ad-Darimi, dan Abu Ya’la)11

Rasulullah SAW menegaskan dalam hadits tersebut, bahwa

ikut campur dalam masalah pribadi orang lain tanpa suatu

kepentingan yang mengharuskan, berarti suatu perbuatan zalim,

dimana beliau ingin bertemu Allah dalam keadaan bersih samasekali

dari pengaruh-pengaruh zalim itu. Akan tetapi jika keadaan pasar itu

tidak normal, misalnya ada penimbunan oleh sementara pedagang, dan

adanya permainan harga oleh para pedagang, maka waktu itu

kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan

perorangan. Dalam situasi demikian kita dibolehkan menetapkan

11Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid al Qazwini, Sunan Ibn Majah, Juz VII, No hadits 2284,

(37)

28

harga demi memenuhi kepentingan masyarakat dan demi menjaga dari

perbuatan kesewenang-wenangan dan demi mengurangi keserakahan

mereka itu. Begitulah menurut ketetapan prinsip hukum.12

Para ulama mengambil istinbath dari hadits tersebut,

haramnya intervensi penguasa di dalam menentukan harga barang,

karena hal itu dianggap kezaliman. Manusia bebas menggunakan

hartaya. Membatasi mereka berarti menafikan kebebasan ini.

Melindungi kemaslahatan pembeli bukanlah hal yang lebih penting

dari melindungi kemaslahatan penjual. Jika hal itu sama perlunya,

maka wajib hukumnya membiarkan kedua belah pihak berijtihad

untuk kemaslahatan mereka.

Adapun mazhab Maliki dan Hanafi membolehkan seorang

penguasa melakukan penetapan harga guna mencegah terjadinya hal

yang merugikan masyarakat, seperti para pedagang menaikkan harga

secara tajam dari harga normal. Dalam kondisi demikian, dibolehkan

bagi penguasa untuk melakukan penetapan harga setelah

memusyawarahkan-nya dengan pihak-pihak yang ahli dalam masalah

itu. Dengan demikian, kemaslahatan orang banyak dapat terjaga dan

harga barang yang mahal yang akan merugikan masyarakat dapat

dicegah. Landasan yang dijadikan acuan oleh ulama yang

membolehkan hal ini adalah beberapa kaidah dasar fiqh, yaitu:

12Muhammad Yusuf Qardawi, Halal dan Haram Dalam Islam, (Jakarta:Bina Ilmu, 1993),

(38)

29

َر اَرِضَاَو َرَرَض َا

‚Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan‛

Dan kaidah,

ُلاَزُ ي ُرَرِضلا

‚Kemudharatan harus dilenyapkan.‛

Juga kaidah,

ِماَعْلاِرَرَضلا ِعْنَمِل ُص اَْْا ُرَرَضلا ُلَمَحَتُ ي

‚Kemudharatan yang khusus dapat ditoleransi guna mencegah timbulnya kemudharatan yang bersifat umum.‛13

Akan tetapi, para pedagang tadi boleh dipaksa untuk menjual

barangnya, namun hanya dilarang menjualnya di luar harga yang telah

ditetapkan penguasa tersebut. Yaitu, harga yang dipandang oleh sang

penguasa sama-sama menguntungkan bagi penjual dan pembeli. Jadi,

para pedagang tersebut tidak boleh dihalangi untuk mencari

keuntungan, sebagaimana tidak dibolehkan baginya melakukan

tindakan yang merugikan orang banyak. Pemaksaan terhadap penjual

barang untuk menjual kepada yang tidak ia relakan bertentangan

dengan firman Allah:

: ءاسنلا( .ْمُكْنِم ٍضاَرَ ت ْنَع ًةَر اَِِ َنْوُكَت ْنَأ َاِأ

٨٢

)

(39)

30

Artinya: ‚kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka

sama suka di antara kamu.‛(Q.S : 4 ayat 29 )14

Kemudian penentuan harga dapat membawa kepada

menghilangnya barang dari pasaran, ini berarti membawa kenaikan

harga, dan kenaikan harga berbahaya untuk orang orang fakir dimana

mereka tidak mampu membeli barang, sementara itu akan

memperkaya orang-orang yang sudah kaya dengan jalan mereka

membeli barang dari pasaran gelap dengan harga yang sangat mahal

sekalipun. Dalam keadaan seperti ini kedua belah pihak terjerembab

ke dalam kesempitan dan kesulitan.15

Ketentuan atau regulasi harga sebenarnya merupakan hal yang

tidak populer dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam, sebab

regulasi harga yang tidak tepat dapat menciptakan ketidakadilan.

Regulasi harga diperkenankan pada kondisi-kondisi tertentu dengan

tetap berpegang pada nilai keadilan. Menurut Mannan, regulasi harga

ini harus menunjukkan tiga fungsi dasar yaitu:16

a. Fungsi ekonomi yang berhubungan dengan peningkatan

produktivitas dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin

melalui alokasi dan realokasi sumber daya ekonomi.

b. Fungsi social dalam memelihara keseimbangan sosial antara

masyarakat kaya dan miskin.

14Departemen Agama, Al-Qur’an dan…,83.

15Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jus 12, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), 102.

1616 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta, Ekonomi Islam,

(40)

31

c. Fungsi moral dalam menegakkan nilai-nilai syariah Islam,

khususnya yang berkaitan dalam transaksi ekonomi (misalnya

kejujuran, keadilan, kemanfaatan / mutual goodwill).

Secara umum, jumhur ulama juga sepakat bahwa penetapan

harga adalah kebijakan yang tidak dianjurkan oleh ajaran Islam jika

pasar dalam situasi normal. Satu dari empat madzhab terkenal yaitu

Hambali, menolak keras kebijakan penetapan harga ini. Ibn Qudamah

mengajukan dua argumentasi mengenai hal ini, yaitu: Pertama,

Rasulullah tidak pernah menetapkan harga walaupun penduduk

menginginkannya. Jika penetapan harga ini dibolehkan, niscaya

Rasulullah Saw. akan melaksanakannya; Kedua, menetapkan harga

adalah ketidakadilan (zulm) yang dilarang, hal ini melibatkan hak

milik seorang, yang didalamnya setiap orang memiliki hak untuk

menjual pada harga berapapun dengan syarat bersepakat dengan

pembeliannya.

Imam As-Syaukani berkata, ‚Sesungguhnya manusia

mempunyai wewenang dalam urusan harta mereka. Pembatasan harga

berarti penjegalan terhadap mereka. Imam ditugaskan memelihara

kemaslahatan kaum muslimin. Perhatiannya terhadap pemurahan

harga bukanlah lebih utama daripada memperhatikan penjual dengan

(41)

32

pihak wajib diberikan keluangan berijtihad kemaslahatan diri mereka

masing-masing.‛17

Dalam kondisi normal, semua ulama sepakat atas haramnya

melakukan tas’īr, tetapi dalam kondisi ketidakadilan terdapat

perbedaan pandangan ulama. Imam Malik dan sebagian Syafi’iyah

memperbolehkan tas’īr dalam keadaan ghala’. Kontroversi atar ulama

berkisar dua poin.

Pertama, jika terjadi harga tinggi di pasar dan seseorang

berusaha menetapkan harga yang lebih tinggi daripada harga

sebenarnya, menurut mazhab Maliki harus dihentikan. Akan tetapi,

apabila para penjual hendak menjual di bawah harga pasar (ceiling

price), ada dua macam pendapat, yaitu menurut Syafi’i atau penganut

Ahmad bin Hanbal tetap menantang berbagai campur tangan

pemerintah.

Kedua, kesimpulan harga maksimum pada kondisi normal

bertentangan dengan pendapat mayoritas ulama.

Kesimpulan dari berbagai kontroversi pendapat ulama di atas,

yaitu: 18

a. Tidak seorang pun dibolehkan menetapkan harga lebih tinggi atau

lebih rendah daripada harga yang ada. Penetapan harga yang lebih

tinggi akan menghasilkan eksploitasi atas kebutuhan penduduk

penetapan harga yang lebih rendah akan merugikan penjual.

17Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12...,102

(42)

33

b. Dalam segala kasus, pengawasan atas harga adalah tidak jujur.

c. Pengaturan harga selalu diperbolehkan.

d. Penetapan harga hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat.

Dari sisi mikro ekonomi, penetapan harga ini juga dapat

merugikan produsen, konsumen, dan perekonomian secara

keseluruhan. Surplus yang dinikmati oleh konsumen dan produsen

akan saling bertambah dan berkurang. Sebagian berkurangnya surplus

konsumen akan berpindah kepada produsen, atau sebaliknya. Namun,

ada sebagian lain yang tidak saling berpindah, melainkan benar-benar

hilang (deadweight loss) karena inefisiensi kebijakan ini. Dan

akhirnya, secara keseluruhan perekonomian akan menikmati surplus

yang lebih kecil dibandingkan dengan pada sistem pasar bebas.19

4. Mekanisme Pasar dan Keseimbangan Harga Menurut Para Ulama

a. Abu Yusuf

Abu Yusuf atau Ya’qub bin Ibrâhim bin Habib bin Khunais

bin Sa’ad al-Ansārā al-jalbi al-Kūfī al-Baghdādȳ. Abu Yusuf

mengatakan:

‚Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal

yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang

mengaturnya. Prinsipnya tidak dapat diketahui. Murah

bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga

(43)

34

mahal tidak disebabkan oleh kelangkaan makanan.

Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah.

Terkadang makanan berlimpah tetapi tetap mahal, dan

terkadang makanan sangat sedikit tetapi murah.‛20

Dari pernyataan tersebut, Abu Yusuf tampaknya

menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik

antara penawaran dan harga. Pada kenyataannya, harga tidak

tergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada

kekuatan permintaan. Karena itu, peningkatan ataupun

penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan penurunan

ataupun peningkatan produksi. Abu Yusuf menjelaskan bahwa

ada variabel yang lainnya memengaruhi. Tetapi ia tidak

menjelaskan secara perinci. Bisa jadi, variabel itu adalah

pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredardi

suatu Negara, atau penimbunan atau penahanan barang, atau

semua hal tersebut. Patut dicatat, bahwa Abu Yusuf

menuliskan teorinya sebelum Admin Smith menulis The

Wealth of Nations, yang berkaitan dengan pembahasan

tentang invisible hand, tepatnya di tahun 1977.21

20Abu Yusuf, al-Kharaj, (Beirut:Dâr al Ma’ârif, 1979), 48.

21Ika Yunia Fauzia,Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid

(44)

35

b. Ibn Taimiyah

Ibn Taimiyah atau Taqiyuddin Ahmad bin Abdul

Halim. Ibnu Taimiyah memiliki pemahaman yang jeli dalam

suatu pasar bebas tentang harga yang ditentukan oleh

kekuatan permintaan dan penawaran. Ia mengemukakan,‛Naik

dan turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman

orang-orang tertentu. Kadang-kadang hal tersebut disebabkan

oleh kekurangan produksi atau penurunan impor

barang-barang yang diminta. Oleh karena itu, apabila permintaan naik

dan penawaran turun, harga-harga naik. Pada sisi lain, apabila

persediaan barang meningkat dan permintaan terhadapnya

menurun, harga pun turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini

bukan disebabkan oleh tindakan orang-orang tertentu.

Mungkin disebabkan oleh sesuatu yang tidak mengandung

kezaliman atau bisa disebabkan oleh kezaliman. Hal ini adalah

kemahakuasaan Allah yang telah menciptakan keinginan di

hati manusia.22

Dari pernyataan tersebut, tampak bahwa pada masa

Ibnu Taimiyah, kenaikan harga dianggap sebagai akibat

kezaliman para pedagang. Menurutnya, pandangan tersebut

tidak selalu benar. Ia menguraikan secara lebih jauh berbagai

(45)

36

alasan ekonomi terhadap naik turunnya harga-harga serta

peranan kekuasaan pasar dalm hal ini.

c. Ibn Khaldun

Ibnu Khaldun atau Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin

Ibn Khaldun., Ibn Khaldun menuliskan judul tentang ‚Harga

-harga di kota-kota‛. Ia membagi barang menjadi dua jenis,

yaitu barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap.

Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan selanjutnya

populasinya bertambah banyak (kota besar), maka pengadaan

barang-barang kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas

pengadaannya. Akibatnya, penawaran meningkat dan ini

berarti turunnya harga. Adapun barang-barang yang mewah,

permintaannya akan meningkat sejalan dengan berkembangnya

kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang

mewah meningkat. Ibn Khaldun juga menjelaskan tentang

mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan

harga keseimbangan. Secara lebih perinci, ia menjabarkan

pengaruh persaingan di antara konsumen untuk mendapatkan

barang pada sisi permintaan. Setelah itu, ia menjelaskan pula

(46)

37

pungutan-pungutan lain di kota tersebut, pada sisi

penawaran.23

Ibn Khaldun menjelaskan dengan perinci bahwa

keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya

perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan

membuat lesu perdagangan kehilangan motivasi. Sebaliknya,

bila pedagang mengambil keuntungan yang sangat tinggi, juga

akan membuat lesu perdagangan karena lemahnya permintaan

konsumen. Ibnu Khaldun juga mendefinisikan dua fungsi

utama dari perdagangan, yang merupakam terjemahan waktu

dan tempat dari suatu produk:

d. Al- Ghazali

Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid

Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Ia adalah salah

seorang pemikir besar Islam yang dianugerahi gelar hujjat

al-Islām (bukti kebenaran agama Islam) dan zayn ad-dīn

(perhiasan agama).24

Menurut Al-Ghazali walaupun tidak membahasnya

dengan menggunkan istilah-istilah modern, banyak bagian dari

bukunya yang memperlihatkan kedalaman pemikiran

Al-Ghazali tentang teori permintaan dan penawaran. Al-Al-Ghazali

(47)

38

menunjuk pada kurva penawaran yang ber-slope positif ketika

menyatakan bahwa jika petani tidak mendapatkan pembeli

bagi produk-produknya, ia akan menjualnya pada harga yang

sangat rendah. Pemahamannya tentang kekuatan pasar terlihat

jelas ketika membicarakan harga makanan yang tinggi, ia

menyatakan bahwa harga tersebut harus didorong ke bawah

dengan menurunkan permintaan, yang berarti menggeser kurva

permintaan ke kiri. Ia pun memiliki wawasan tentang konsep

elastisitas permintaan ketika menyatakan bahwa pengurangan

margin keuntungan dengan mengurangi harga akan

menyebabkan peningkatan penjualan, sehingga terjadi

peningkatan laba. Al-Ghazali juga menyadari permintaan

‚harga inelastis‛. Dalam hal ini, ia menjelaskan bahwa

makanan merupakan kebutuhan pokok sehingga motivasi laba

hrus seminimal mungkin mendorong perdagangan makanan

karena dapat terjadi ekploitasi melalui penerapan tingkat harga

dan laba yang berlebihan. Ia menyatakan bahwa karena

merupakan ‚kelebihan‛, pada umumnya laba harus dicari

melalui barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan

dasar.25

Al-Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari

keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan.

(48)

39

Namun, ia memberikan banyak penekanan kepada etika dalam

bisnis, dimana etika ini diturunkan dari nilai-nilai Islam.

Keuntungan yang sesungguhnya adalah keuntungan yang akan

diperoleh di akhirat kelak. Ia juga menyarankan adanya peran

pemerintah dalam menjaga keamanan jalur perdagangan demi

kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.26

e. Yahya bin Umar

Yahya bin Umar merupakan salah seorang fuqaha

mazhab Maliki. Ulama yang bernama lengkap Abu Bakar

Yahya bin Umar bin Yusuf Al-Kannani. Yahya bin Umar

melarang kebijakan penetapan harga (tas’īr) jika kenaikan

harga yang terjadi adalah hasil interaksi penawaran dan

permintaan yang alami. Dalam hal demikian, pemerintah tidak

mempunyai hak untuk melakukan intervensi harga. Hal ini

akan berbeda jika kenaikan harga diakibatkan oleh ulah

manusia (human error). Pemerintah sebagai institusi formal

yang memikul tanggung jawab menciptakan kesejahteraan

umum, berhak melakukan intervensi harga ketika terjadi suatu

aktivitas yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat

luas. Yahya bin Umar menyatakan pemerintah tidak boleh

melakukan intervensi, kecuali dalam dua hal, yaitu:27

26Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta, Ekonomi..., 306. 27Abdurrahman Al-Janidal, Manahij Al-Bahitsin fi Al- Iqtishad al- Islami, (Riyadh: Syirkan wa

(49)

40

1) Para pedagang tidak meperdagangkan barang dagangan

yang sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga

menimbulkan kemudharatan serta merusak mekanisme

pasar. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengusir para

pedagang dari pasar serta menggantikannya dengan para

pedagang lain berdasarkan kemaslahatan dan kemanfaatan

umum.

2) Para pedagang melakukan praktik siyasah al-ighrāq atau

banting harga (dumping) yang dapat menimbulkan

persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan

stabilitas harga pasar. Dalam hal ini, pemerintah berhak

memerintahkan para pedagang untuk menaikkan kembali

harganya sesuai dengan harga yang berlaku di pasar.

Apabila mereka menolaknya, pemerintah berhak mengusir

para pedagang dari pasar.

Pernyataan Yahya bin Umar tersebut jelas

mengindikasikan bahwa hukum asal intervensi pemerintah

adalah haram. Intervensi dapat dilakukan jika kesejahteraan

masyarakat umum terancam. Hal ini sesuai sengan tugas yang

dibebankan kepada pemerintah dalam mewujudkan keadilan

social disetiap aspek kehidupan masyrakat, termasuk ekonomi.

Di samping itu, pendapatnya yang melarang praktik

(50)

41

bin Umar mendukung kebebasan ekonomi, termasuk

kebebasan kepemilikan. Sikap Rasulullah SAW yang menolak

melakukan penetapan harga juga merupakan indikasi awal

bahwa ekonomi Islam tidak hanya terbatas mengatur

kepemilikan khusu, tetapi juga menghormati dan menjaganya.

Tentu, kebebasan ekonomi ini bukan kebebasan mutlah seperti

yang dikenal dalam ekonomi konvensional, melainkan

kebebasan yang terikat oleh syariat Islam.28

Kebebasan ekonomi juga berarti bahwa harga ditentukan

oleh keuatan pasar, yaitu kekuatan penawaran (supply) dan

permintaan (demand). Dalam hal ini, pemerintah berhak

mengeluarkan pelaku tindakan itu dari pasar. Dengan

demikian, hukuman yang diberikan terhadap pelaku tindakan

tersebut adalah larangan melakukan aktivitas ekonominya di

pasar, bukan berupa hukuman māliyah. 29

B. Istihsān

1. Pengertian Istihsān

Secara etimologi, istihsān berarti ‚menyatakan dan

meyakini baiknya sesuatu‛ tidak ada perbedaan pendapat

dikalangan ulama Ushul Fiqih dalam mempergunakan lafal

(51)

42

istihsān. 30Adapun menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan

hukum yang telah ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada

suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil

syara’. Sebagaimana disebutkan oleh Abdul Wahab Khalaf

Istihsān adalah berpindahnya seorang mujtahid dari ketentuan

qiyās jalī (yang jelas) kepada ketentuan qiyās Khafī (yang samar),

atau ketentuan yang kulli (umum) kepada ketentuan yang sifatnya

istisna’i (pengecualian), karena menurut pandangan mujtahid itu

adalah dalil (alasan) yang lebih kuat yang menghendaki

perpindahan tersebut. Jadi singkatnya, istihsān adalah tindakan

meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan

karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk

meninggalkannya. Istihsān adalah salah satu cara atau sumber

dalam mengambil hukum Islam. Berbeda dengan Al-Quran,

Hadits, Ijma’ dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh

para ulama sebagai sumber hukum Islam. Istihsān adalah salah

satu metodologi yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja,

tidak semuanya.

2. Dasar Hukum Istihsān

Para ulama yang mempertahankan istihsan mengambil

dalil dari al-Qur’an dan Sunnah yang menyebutkan kata istihsān

(52)

43

dalam pengertian denotatif (lafal yang seakar dengan istihsan)

seperti Firman Allah SWT, dalam surat Az-Zumar ayat 18:

َا َل

ِذ ْي

َن

َي

ْس َت

ِم ُع

ْو َن

ْا

َقل ْو

َل

َ ف َي َت ِب

ُع ْو

َن

َا ْح

َس ُن

ُه

ُا ْو َل

ِئ

َك

َلا

ِذ ْي

َن

َ َد

ُ ُم

ُلا

َو ُا

َلو ِئ

َك

ُ ْم

ُأ ْو

ُل ْو

َْاا

ْل َبا

ِب

Artinya: ‚Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa

yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang

Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang

yang mempunyai akal‛. (QS. Az-Zumar: 18)31

Ayat ini menurut mereka menegaskan bahwa pujian Allah bagi

hambaNya yang memilih dan mengikuti perkataan yang terbaik, dan

pujian tentu tidak ditujukan kecuali untuk sesuatu yang disyariatkan

oleh Allah.

َو َتا ِب

ُع ْو

َا ا

ْح

َس

َن

َمآ

ُأ ْن ِز

َل

ِأ َل ْي

ُك

ْم

ِم

ْن

َر ِب

ُك

ْم

...

Artinya: ‚Dan turutlah (pimpinan) yang sebaik-baiknya yang

telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu‛….(QS.

Az-Zumar:55) 32

(53)

44

Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memerintahkan kita

untuk mengikuti yang terbaik, dan perintah menunjukkan bahwa ia

adalah wajib. Dan di sini tidak ada hal lain yang memalingkan

perintah ini dari hukum wajib. Maka ini menunjukkan bahwa Istihsān

adalah hujjah.

ٌنَسَح ِلاَدْنِع َوُهَ ف اًنَسَح َنْوُمِلْسُمْلا ُآرَاَم

Artinya: Sesuatu yang dipandang baik oleh umat Islam, maka ia juga dihadapan Allah adalah baik. (H.R. Ahmad ibn Hanbal).

3. Macam-macam Istihsān

Ulama Hanafiah membagi Istihsān menjadi enam macam.

Sebagaimana di jelaskan oleh al-Syatibi, yaitu:

a. Istihsān bil an-Nash (Istihsan berdasarkan ayat atau hadits). Yaitu

penyimpangan suatu ketentuan hukum berdasarkan ketetapan

qiyas kepada ketentuan hukum yang berlawanan dengan yang

ditetapkan berdasarkan nash al-kitab dan sunnah. Contoh: dalam

masalah wasiat.33Menurut ketentuan umum wasiat itu tidak boleh,

karena sifat pemindahan hak milik kepada orang yang berwasiat

ketika orang yang berwasiat tidak cakap lagi, yaitu setelah ia

wafat. Tetapi, kaidah umum ini di dikecualikan melalui firman

33 Muhammad al-Said Ali Abdul Rabuh, Buhust fi al-adillah al-Mukhtalaf fiha inda al-Ushuliyin,

(54)

45

Allah Swt dalam Surat An-Nisa ayat 11 yang artinya: ‚setelah

mengeluarkan wasiat yang ia buat atau hutang‛.

b. Istihsān bi al-Ijm<

Gambar

 Tabel I
 Tabel II
Tabel IV
Tabel V
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, uji t ini digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh antara Pajak Restoran dengan kinerja keuangan provinsi DKI Jakarta, apakah terdapat pengaruh

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala kelimpahan rahmat, nikmat, serta karunia yang telah diberikan sehingga saya telah diberi

Lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3) adalah lembaga yang tumbuh di tengah masyarakat dan telah berperan dalam pembinaan dan pengembangan sosial

Untuk pengembangan, pada penelitian-penelitian selanjutnya, sistem transmisi, pengendalian tuas hidraulik three point hitch, sistem kopling dan pengereman dapat diteliti

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan bahwa terdapat peningkatan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dan peningkatan keterampilan proses

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam 30 x 22 cm dan dosis pupuk majemuk 600 kg ha-1 adalah yang terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan anatara lain jumlah anakan,

Selanjutnya dapat dilihat bahwa pos yang memiliki kontribusi paling besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Lamandau adalah lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, dan

Setiap siswa yang tidak mamatuhi aturan / tata tertib sekolah : Diberi ganjaran/hukuman.. yang sesuai dengan aturan apa yang