TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN HARGA JUAL
BENSIN MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI
DESA SAWAHMULYA KECAMATAN SANGKAPURA (PULAU
BAWEAN) KABUPATEN GRESIK
SKRIPSI
Oleh:
Silvia Ratna Juwita NIM: C02212040
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN HARGA JUAL BENSIN
MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI DESA SAWAHMULYA
KECAMATAN SANGKAPURA (PULAU BAWEAN) KABUPATEN GRESIK
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Fakultas Syaria’ah dan Hukum
Oleh :
Silvia Ratna Juwita NIM : C02212040
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan Apa saja faktor penyebab penjual menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?, bagaimana praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?, dan Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi dan kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif yakni mengungkapkan kenyataan dari hasil penelitian berupa implementasi kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kec. Sangkapura (Pulau Bawean) Kab. Gresik. Kemudian dikaitkan dengan hukum Islam secara umum dengan menggunakan pola fikir induktif, yakni menganalisis dalil-dalil al-Qur’an, hadis
dan fiqh tentang permasalahan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hukum Islam yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Praktik kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya adalah penjual bensin eceran menjual bensin dengan menaikkan harga dari Rp 8.500 menjadi Rp 12.000 hingga Rp 18.000 kepada konsumen yang disebabkan oleh beberapa faktor yang mengakibatkan persediaan di desa tersebut semakin sedikit sehingga mengalami kelangkaan. Faktor penyebab tersebut adalah faktor keterlambatan datangnya transportir yang membawa bensin ke pulau Bawean sehingga persediaan bensin yang masuk ke desa Desa Sawahmulya menjadi sangat jarang dan membuat persediaan bensin di desa tersebut semakin sedikit, sehingga dalam keadaan tersebut pedagang melakukan upaya untuk menambah pendapatan dengan mengambil keuntungan yang lebih besar. Tinjauan hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin adalah kenaikan harga bensin yang terjadi di Desa Sawahmulya berdasarkan mekanisme pasar dengan teori hukum permintaan dan penawaran, dan demi kemaslahatan masyarakat yang sangat membutuhkan bensin untuk kegiatan sehari-harinya menurut hukum Islam hal tersebut sah dan dibenarkan.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metode Peneltian ... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II PENETAPAN HARGA DAN ISTIHSAN A. Penetapan Harga ... 20
1. Pengertian Harga ... 20
2. Dasar Hukum yang Terkait Penetapan Harga ... 22
3. Penetapan Harga ... 23
4.Mekanisme Pasar dan Keseimbangan Harga Menurut Ulama ... 33
B. Istihsan ... 41
2. Hukum Dasar Istihsan ... 42
3. Macam-Macam Istihsan ... 44
BAB III KENAIKAN HARGA JUAL BENSIN MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI DESA SAWAHMULYA KECAMATAN SANGKAPURA GRESIK A. Gambaran Umum Desa Sawahmulya... 48
1. Peta Geografis dan Demografis ... 48
2. Struktur Organisasi ... 50
3. Keadaan Penduduk, Pendidikan, dan Sosial Ekonomi ... 51
4. Pembangunan ... 54
B. Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi dari Pemerintah Di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura Gresik 1. Faktor-faktor penyebab kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari Pemerintah ... 56
2. Praktek Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi ... 57
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KENAIKAN HARGA JUAL BENSIN MELEBIHI BATAS HARGA RESMI DARI PEMERINTAH DI DESA SAWAHMULYA KECAMATAN SANGKAPURA GRESIK A. Analisis Terhadap Faktor Penyebab Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi dari Pemerintah Di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura Gresik ... 64
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi dari Pemerintah Di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura Gresik ... 66
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Allah di muka bumi untuk mengisi dan
memakmurkan hidup sesuai dengan tata aturan dan hukum-hukum Allah.1
Sejak awal penciptaan manusia, Allah SWT telah mentakdirkannya
untuk saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya, untuk
memenuhi kelangsungan hidupnya termasuk masalah ekonomi. Allah
menciptakan manusia di muka bumi ini sebagai makhluk sosial, dimana
manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa
berinteraksi dengan yang lainnya. Baik itu yang berupa sandang, pangan
dan tukar menukar, dengan melalui bisnis atau jual beli, sewa menyewa
dan lain sebagainya. Seperti halnya Adam dan Hawa, keduanya saling
bekerjasama untuk menunjang dan memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Barangkali inilah awal mula timbulnya sistem kerjasama
(muamalah). Muamalah adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya
dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.2 Dari definisi
tersebut dapat dipahami bahwa kehidupan manusia khususnya umat Islam
dalam melakukan interaksi sosial sehari-sehari harus memenuhi ketentuan
yang telah ditetapkan. Dengan demikian, apabila Muamalah dilakukan
oleh manusia dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang ada,
1
Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta:Pustaka Firdaus,2002),1.
2
2
maka semua manusia akan dapat memenuhi kebutuhannnya
masing-masing.
Islam mengajarkan umat manusia untuk senantiasa hidup saling
tolong menolong atas dasar tanggung jawab bersama agar dalam
kehidupan masyarakat dapat ditegakkan keadilan yang pada akhirnya
terhindari pemerasan antar sesama. Sebagaimana firman Allah SWT.
dalam surat Al-Maidah ayat 2:
اوُنَواَعَ تَو
ىَلَع
ِرِبْلا
ىَوْق تلاَو
َِلَو
اوُنَواَعَ ت
ىَلَع
ِِْثِْْا
ِِناَوْدُعلْاَو
اوُق تاَو
َِهللا
ِنِإ
َِهللا
ُِديِدَش
بَاقِعلْا
Artinya:‚dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.‛3
Kenyataan tolong menolong dalam bermuamalah tidak dapat
ditinggalkan, karena bermuamalah dengan cara tolong menolong akan
mempererat tali silaturrahmi antara sesama manusia. Selain itu dengan
bermuamalah dapat mempermudah mendapat segala kebutuhan apa yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu kegiatan muamalah adalah seperti jual beli, jual beli
merupakan instrument yang dapat digunakan untuk mewujudkan karakter
sosial. Perkataan jual beli mempunyai arti suatu kegiatan tukar menukar
barang dengan barang lain dengan cara tertentu atas dasar saling
3
3
merelakan yang bertujuan memberi kepemilikan dan menerima hak
milik.4 Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat
tukar seperti uang. Jual beli ini dilakukan dengan memindahkan hak milik
kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu menerimanya.5
Jual beli merupakan suatu kegiatan yang hampir setiap orang
melakukannya, Karena jual beli merupakan hal yang pokok bagi manusia,
dimana dalam jual beli itu kita dapat saling melengkapi kebutuhan hidup
satu sama yang lainnya. Selain itu, jual beli merupakan sarana saling
tolong menolong antara sesama umat manusia.
Jual beli sebagai sarana saling tolong menolong antar sesama umat
manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah saw.6 Terdapat sejumlah ayat yang berbicara tentang jual beli,
diantaranya dalam surat al-Baqarah, 2:275 yang berbunyi:
ِلَحَا
ِ
...اَبررلاَِمرَحَوَِعْيَ بلْاُِها
ِ
Artinya:
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al-Baqarah : 275)7
Pada hakikatnya, Islam tidak melarang segala bentuk jual beli
apapun selama tidak merugikan salah satu pihak dan selama tidak
melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan dan diserukan agar tetap
memelihara ukhuwah Islãmiyah. Bahkan dalam hal pengembangan
4
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.
5
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah ,(Jakarta: Kencana, 2012), 101.
4
perekonomian yang mapan, Islam sangat menganjurkannya. Dalam aturan
hukum Islam manusia telah dilarang memakan harta sesama atau
memakan harta yang diperoleh dengan jalan batil (tidak sah) seperti
halnya telah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’
ayat 29:
َِنْيِذلاِاَه يَاَاي
َِِا
َِلاْوُ نَم
َِتِْأِِ
َِرَ تِْنَعًِةَرِاََِِِنْوُكَتِْنَاِلِاِِلِطِاَبلْااِبِْمُكَنْ يَ بِْمُكَلَوْمَاِْوُلُك
ا
ِ ٍض
ِاًمْيِحَِرِْمُكِبَِنِاَكِهاِنِاِْمُكَسُفْ نَاِاْوُلُ تْقَ ت َلَوِْمُكْنِم
ِ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu (QS. An-Nisa’ ayat:29)8
Salah satu interaksi atau muamalah yang paling sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari adalah penetapan harga dalam jual beli.
Maka dari itu dapat dipahami bahwa pada dasarnya penetapan harga
dalam jual beli merupakan bentuk muamalah yang dihalalkan dalam Islam
selama tidak terdapat unsur-unsur haram atau yang dapat membatalkan
transaksi seperti riba yang merugikan salah satu pihak.
Penetapan harga dalam jual beli ialah ketetapan atau harga paten
yang tidak bisa diturunkan nilainya. Oleh karena itu, dalam menetapkan
harga hendaknya dilakukan tanpa ada tipu daya, dan dilakukan sesuai
5
dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh syariah Islam agar
hubungan antar sesama manusia tetap terjadi dengan baik.
Dalam menentukan penetapan untuk menaikkan harga yang
terjadi di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean)
Kabupaten Gresik adalah menaikkan harga melebihi batas harga resmi
dari pemerintah. Dimana pihak penjual menaikkan harga bensin yang
sangat tinggi hingga dua kali lipat dari harga pasar atau harga resminya.
Harga bensin yang telah ditentukan oleh pemerintah yang telah menjadi
harga pasar di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean)
Kabupaten Gresik adalah Rp 8.000 per liter tetapi diwaktu tertentu pihak
penjual menaikkan harga bensin hingga Rp12.000 sampai Rp 18.000 per
liter.
Kenaikan harga jual beli bensin melebihi batas harga resmi dari
pemerintah ini sering terjadi di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura
(Pulau Bawean) Kabupaten Gresik. Di saat waktu tertentu sering terjadi
persediaan bensin yang masuk ke pulau Bawean menjadi sangat jarang
sehingga menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan bensin tersebut.
Dalam hal ini pihak penjual yang masih mempunyai persediaan bensin
yang banyak mengambil kesempatan dengan menaikkan harga bensin
sehingga mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi. Pihak pembeli
mau tidak mau membeli bensin tersebut dengan harga yang telah
ditentukan oleh penjual. Dalam menaikkan harga yang seperti ini
6
seperti itu pihak pembeli bisa saja mendapat dua liter bensin tetapi ini
hanya mendapat satu liter saja, sehingga tidak sepadan dengan harga jual
yang mereka terima.
Berdasarkan dari konteks di atas, peneliti ingin melakukan
penelitian yang lebih mendalam dan jelas agar dapat diketahui kejelasan
tentang faktor-faktor, tata cara, prosedur serta praktek kenaikan harga jual
beli bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa
Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik
apakah telah sesuai dengan syarat atau atau aturan dalam perspektif
hukum Islam.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi praktek menaikkan harga jual
bensin.
2. Sistem atau praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga
resmi dari pemerintah dalam hukum Islam.
3. Dampak praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga
resmi dari pemerintah terhadap masyarakat.
4. Batasan mengambil keuntungan dalam menaikkan harga jual bensin
7
5. Penetapan harga terhadap kenaikan harga jual beli bensin melebihi
batas harga resmi dari pemerintah.
6. Tinjauan hukum Islam terhadap praktek kenaikan harga jual bensin
melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya
Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.
Agar pokok permasalahan diatas lebih terarah mengenai praktek
menaikkan harga jual beli bensin melebihi batas harga resmi dari
pemerintah, maka titik fokus permasalahan tersebut akan dibatasi dengan
hal-hal berikut ini:
1. Praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari
pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau
Bawean) Kabupaten Gresik.
2. Faktor-faktor penyebab penjual menaikkan harga jual bensin
melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya
Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.
3. Tinjauan hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin melebihi
batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan
Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka bisa ditarik
kesimpulan: Analisis hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin
melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya
8
C. Rumusan Masalah
Sebagai upaya untuk menghindari ketidakfokusan bahasan dalam
penelitian ini, maka fokus peneliti dapat mencakup beberapa pokok
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga
resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura
(Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab penjual menaikkan harga jual bensin
melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya
Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kenaikan harga jual bensin
melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya
Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulagan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah
ada.9
1. Skripsi yang ditulis oleh Lailatul Hidayah dengan judul skripsi
‚Kebijakan Pemerintah tentang penetapan harga BBM dalam
9
9
perspektif hukum Islam‛ dalam rumusan masalah membahas faktor
-faktor apa yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan harga,
Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya kenaikan harga
BBM dan Bagaimana kebijakan penetapan harga BBM dalam
perspektif Islam. Dalam skripsi tersebut dapat disimpulkan Kebijakan
penetapan harga BBM tidak relevan dengan tujuan hukum Islam yakni
kemaslahatan umat. Kebijakan penetapan harga tentang kenaikan
harga BBM tersebut berimplikasi besar terhadap rakyat. Implikasi
tersebut dapat dilihat dengan naiknya seluruh bahan kebutuhan
pokok, naiknya transportasi, munculnya pemutusan hubungan kerja
(PHK) dan lain-lain.10
2. Skripsi yang ditulis oleh Nichlatun Nafi’ah dengan judul Skripsi
‚Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan harga kelapa sawit oleh
tokek di Desa Air Mas Kec Ukui Kab. Pelalawan Riau‛ dalam
rumusan masalah membahas bagaimana mekanisme penetapan harga
kelapa sawit oleh tokek di Desa Air Mas Kec Ukui Kab. Pelalawan
Riau dan Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap mekanisme
penetapan harga kelapa sawit oleh tokek di Desa Air Mas Kec Ukui
Kab. Pelalawan Riau. Dalam Skripsi tersebut disimpulkan bahwa
menurut tinjauan hukum Islam mengenai jual beli kelapa sawit yang
kelompok jual beli kelapa sawit oleh tokek di Desa Air Mas Kec Ukui
Kab. Pelalawan Riau dengan ketetapan harga yang ditetapkan oleh
10
10
broker tidak dapat dibenarkan atau tidak dapat disahkan karena tidak
memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum
Islam.11
3. Skripsi yang ditulis oleh Hinnada Saifullah dengan judul Skripsi
‛Studi Analisis Terhadap Pemikiran Yusuf Qardawi tentang Konsep
Penetapan Harga‛ dalam Rumusan masalah membahas tentang
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penetapan harga dalam
Islam,dan Bagaimakah konsep penetapan harga menurut Yusuf
Qardawi. Dalam skripsi tersebut disimpulkan pemikiran Yusuf
Qardawi bahwa penetapan harga yang dibolehkan adalah penetapan
harga yang bersifat adil dan tidak menganiaya untuk menyengsarakan
masyarakat banyak, adapun penetapan harga yang tidak dibenarkan
adalah penetapan harga yang dilakukan bila pasar dalam keadaan
normal. Disisi lain beliau tidak membenarkan adanya penetapan harga
ditentukan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi itu sendiri.
Dan dalam menetapkan harga lebih menyerahkan kepada pasar, yaitu
sesuai dengan prinsip ‚penawaran dan permintaan‛, artinya naik
turunnya harga barang tergantung pada banyak atau sedikitnya
barang-barang yang ada dipasaran, dan banyak atau kurangnya
permintaan dari konsumen. 12
11
Nichlatun Nafi’ah,‛Tinjauan Hukum Islam terhadap penetapan harga kelapa sawit oleh Tokek di Desa Air Emas Kec.Ukui Kab Pelalawan Riau‛ ( Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 75.
12 Hinnada Saifullah, ‚Studi analisis terhadap pemikiran yusuf qardawi tentang konsep pentapan
11
Dari pemaparan skripsi diatas berbeda dengan penelitian yang
sedang disusun oleh penulis. Yaitu dalam penelitian ini penyusun
membahas tentang kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga
resmi dari pemerintah, di mana penjual menetapkan harga bensin yang
sangat tinggi hampir dua kali dari harga resmi. Dari praktek
menaikkan harga jual tersebut penulis menganalisis dari hukum Islam
dengan judul ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap kenaikan harga jual
bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa
Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten
Gresik‛
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan formulasi permasalahan diatas, maka yang
menjadi tujuan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui praktek menaikkan harga jual beli bensin melebihi
batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan
Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab penjual menaikkan harga
bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa
Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten
Gresik
12
3. Untuk mengetahui hukum kenaikan harga jual beli bensin melebihi
batas harga resmi di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau
Bawean) Kabupaten Gresik dalam Tinjauan hukum Islam.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun nilai guna yang diharapkan dari hasil yang akan dicapai
melalui penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mendapat kejelasan dan pemahaman tentang praktek menaikan harga
jual beli bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa
Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten
Gresik.
2. Dapat memperoleh pemahaman tentang faktor-faktor penyebab
penjual bensin menaikkan harga jual bensin melebihi batas harga
resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura
(Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.
3. Dapat mengetahui status hukum dari praktek kenaikan harga jual beli
bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa
Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten
Gresik dalam tinjauan hukum Islam.
G. Definisi Operasional
Dalam rangka untuk menghindari kesalahpahaman persepsi dan
13
penting untuk menjabarkan tentang maksud dari istilah-istilah yang
berkenaan dengan judul di atas, dengan kata-kata kunci sebagai berikut:
1. Hukum Islam
Hukum Islam dalam penelitian ini adalah aturan-aturan (hukum)
yang bersumber dari al-Qur’an, Hadis dan pendapat-pendapat para
ulama tentang kegiatan Muamalah yakni penetapan harga yang terkait dengan kenaikan harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya kecamatan Sangkapura kabupaten Gresik.
2. Kenaikan Harga Jual Bensin Melebihi Batas Harga Resmi
Kenaikan harga jual beli bensin melebihi batas harga resmi adalah
kenaikan dimana pihak penjual menaikkan harga bensin yang sangat
tinggi hingga dua kali lipat dari harga pasar atau harga resmi yang
sudah ditetapkan oleh pemerintah, ini terjadi disaat-saat tertentu yang
membuat persediaan bensin yang semakin jarang dan mengalami
kelangkaan.
H. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan berorientasi pada pengumpulan data
empiris yaitu lapangan, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
penelitian kualitatif, karena kualitatif memuat tentang prosedur
penelitian yang menghasilkan deskriptif berupa tulisan atau perkataan
14
Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Data yang Dikumpulkan
Dengan melihat persoalan di atas, maka data yang akan digali
meliputi:
a. Data yang berkaitan dengan praktek kenaikan harga bensin
melebihi batas harga resmi dari pemerintah.
b. Data yang bersumber dari hukum Islam yang berkaitan dengan
praktek kenaikan harga jual beli bensin dikarenakan cuaca.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah meliputi hal berikut:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber pertama di mana
sebuah data dihasilkan, yaitu sumber yang terkait secara
langsung.13 yang meliputi:
1. 1 Agen Premium Minyak Solar (APMS).
2. 5 orang penjual bensin eceran.
3. 8 orang pembeli bensin.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber dari bahan bacaan
yang bersifat membantu atau menunjang dalam melengkapi serta
memperkuat data. Memberikan penjelasan mengenai sumber data
13Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001),
15
primer, berupa buku daftar pustaka yang berkaitan dengan objek
penelitian.14 Diantara sumber-sumber data skunder tersebut adalah:
1. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 12.
2. A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibn Taimiyah.
3. Wahbah Az-Zuhaili, al- Fiqh al- IslamiWa adillatuhu. 4. Sukarno Wibowo, Dedi Supriadi, Ekonomi Mikro Islam.
5. Abu Yusuf, al-Kharaj.
6. Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia.
7. Ibnu Taimiyah, al-Hisbah fî al-Islâm.
8. Lukman hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam.
9. Ibn Khaldun, Muqaddimah.
10.Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
11.Al-Ghazali, Ihya’‘Ulum Ad-Din.
12.Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII
Yogyakarta, Ekonomi Islam.
13.Abdurrahman Al-Janidal, Manahij Bahitsin fi Iqtishad
al-Islami.
14.Muhammad Yusuf Qardawi, Halal dan Haram Dalam Islam.
15.Ika Yunia Fauzia,Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi
Islam Perspektif Maqashid Al-Syariah.
14
16
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian,
penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Metode Observasi ( Pengamatan).
Pengumpulan data dengan menggunakan atau mengadakan
pengamatan langsung atau pencatatan dengan sistematis tentang
fenomena yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak
langsung.15
b. Metode Interview (Wawancara).
Wawancara adalah percakapan dalam bentuk tanya jawab
yang diarahkan pada pokok permasalahan tertentu oleh dua orang
atau lebih yang berhadapan secara fisik. Wawancara atau
interview ini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi atau data mengenai praktik dan transaksi
kenaikan harga bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah
secara langsung dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan
kepada responden yaitu 1 Agen Premium Minyak Solar (APMS), 5
orang penjual bensin eceran, 8 orang pembeli bensin.16
c. Dokumen
Teknik pengumpulan data yang yang diambil dari sejumlah
besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan yang berbentuk
17
dokumentasi.17 Pengambilan data penelitian ini diperoleh dengan
melalui dokumen-dokumen di Desa Sawahmulya Kecamatan
Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.
4. Teknik Pengelolaan Data
Maka dilakukan analisis data dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut:
a. Organizing adalah suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan
penelitian. 18
b. Editing adalah kegiatan pengeditan akan kebenaran dan ketepatan
data tersebut. 19
c. Coding adalah kegiatan mengklasifikasi dan memeriksa data yang
relevan dengan tema penelitian agar lebih fungsional. 20
5. Teknik Analisis Data
Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun,
kemudian menganalisisnya dengan menggunakan teknik deskriptif.
Deskriptif yaitu menggambarkan/menguraikan sesuatu hal menurut
apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya.21 Dengan
mengumpulkan data tentang pelaksanaan kenaikan harga jual bensin
melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa Sawahmulya
17 Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Renika Ilmu, cet I, 2004), 39.
18 Sony Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 89. 19 Ibid., 97.
20 Ibid., 99. 21
18
Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik yang
disertai analisis untuk diambil kesimpulan. Penulis menggunakan
teknik ini karena ingin memaparkan, menjelaskan dan menguraikan
data yang terkumpul kemudian disusun dan dianalisis untuk diambil
kesimpulan.
Pola pikir yang dipakai adalah induktif yaitu merupakan
metode yang digunakan untuk mengemukakan fakta-fakta atau
kenyataan dari hasil penelitian di Desa Sawahmulya Kecamatan
Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik, kemudian ditinjau
secara hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Bab pertama adalah pendahuluan yang dalam hal ini berisi tentang
pokok-pokok pikiran atau landasan permasalahan yang melatar belakangi
penulisan skripsi ini, sehingga memunculkan gambaran isi tulisan yang
terkumpul dalam konteks penelitian, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, Rumusan masalah, kajian pustaka,tujuan penelitian, kegunaan
hasil penelitian, defenisi operasional, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua adalah merupakan deskripsi tentang pengertian harga,
dasar hukum yang terkait dalam penetapan harga, penetapan harga,
mekanisme pasar dan keseimbangan harga menurut para ulama, dan teori
19
Bab ketiga adalah memuat tentang deskripsi lokasi penelitian,
praktek kenaikan harga jual jual bensin melebihi batas harga resmi dari
pemerintah terdiri dari faktor-faktor penyebab kenaikan harga bensin dan
praktek kenaikan harga bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah
yang terjadi di Desa Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau
Bawean) Kabupaten Gresik.
Bab keempat adalah analisis terhadap faktor penyebab kenaikan
harga jual bensin dan analisis hukum Islam terhadap Praktek kenaikan
harga jual bensin melebihi batas harga resmi dari pemerintah di Desa
Sawahmulya Kecamatan Sangkapura (Pulau Bawean) Kabupaten Gresik.
Bab kelima adalah bab yang merupakan bab penutup yang
menyajikan kesimpulan-kesimpulan yang di lengkapi dengan saran-saran,
selain dari itu dalam bab terakhir ini akan dilengkapi dengan daftar
20
BAB II
TEORI PENETEPAN HARGA DAN ISTIHSAN
A. Penetapan Harga
1. Pengertian Harga
Dalam literatur Islam, masalah harga diuraikan dalam
beberapa terminlogi, antara lain sir al mitsl, dan thāmān al-mitsl
qimāh al-adl. Istilah qimāh al-adl (harga yang adil) pernah digunakan
oleh Rasulullah. Istilah qimāh al-adl juga banyak digunakan oleh para
hakim yang telah mengodifikasikan hukum Islam tentang transaksi
bisnis dalam objek barang cacat yang dijual, perebutan kekuasaan,
memaksa penimbunan barang untuk menjual barang timbunannya,
membuang jaminan atas harga milik dan sebagainya. Secara umum,
mereka berpikir bahwa harga sesuatu yang adil adalah harga yang
dibayar untuk objek yang sama yang diberikan pada waktu dan tempat
diserahkan. Mereka juga sering menggunakan istilah thāmān al-mitsl
(harga yang setara / equivalen price).1
Dalam Majmū Fatāwā, Ibn Tamiyah mendifinisikan equivalen
price sebagai harga baku (s’ir), yaitu penduduk menjual
barang-barangnya dan secara umum diterima sebagai sesuatu yang setara
dengan itu dan untuk barang yang sama pada waktu dan tempat yang
21
khusus. Sementara dalam al-hisbāh, ia menjelaskan bahwa equivalen
price sesuai dengan keinginan atau lebih persisnya harga yang
ditetapkan oleh kekuatan pasar yang berjalan secara bebas –
kompetitif dan tidak terdistori- antara penawaran dan permintaan. Ia
mengatakan, ‚Jika penduduk menjual barangnya dengan cara yang
normal (al-wajh al-ma’rūf) tanpa mengguunakan cara-cara yang tidak
adil, kemudian harga meningkat karena pengaruh kekurangan
persediaan barang atau meningkatnya jumlah penduduk
(meningkatnya permintaan), semua itu karena Allah.‛ Dalam kasus
seperti itu, memaksa penjual untuk menjual barangnya pada harga
khusus merupakan paksaan yang salah (ikrah bi ghaīr al-hāq).
Oleh karena itu, perlu ada standar harga dalam bisnis, yaitu
prinsip transaksi bisnis harus dilakukan pada harga yang adil, sebab
hal itu merupakan cerminan dari komitmen syariat Islam terhadap
keadilan yang menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kezaliman)
sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak lain.
Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjual secara
adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli
memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarnya.2
22
2. Dasar Hukum Yang Terkait Dengan Penetapan Harga
Islam adalah agama yang mengatur berbagai aspek kehidupan
manusia diantaranya adalah aspek muamalah (ekonomi), khususnya
lagi dalam masalah menetukan harga, yang mana tidak dibolehkannya
pihak yang dirugikan baik pihak konsumen maupun produsen. Untuk
itu dalam menetukan harga suatu barang atau jasa lain-lainnya harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta dapat diterima oleh
semua pihak. Sebagaimana dalam firman Allah SWT, dalam surat
Asy-Syuara’ ayat 181-183:
( َنْيرِسْخُمْلا َنِماْوُ نْوُكَت َاَو َلْيَكْلا اْوُ فْوَا
۱
٨
۱
ْيِقَتْسُمْلا ِس اَطْسِقْلاِب ْاوُنِزَو )
ِم
(
٨٨
۱
َاَو ْمَُء آَيْشَأ َساَنلاْاوُسَْْ َ َاَو )
َنْيِدِسْفُم ِضْرََْا ِِ اْوَ ثْعَ ت
(
۳
٨
۱
)
Artinya: 181. Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; 182. Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus; 183. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela dimuka bumi dengan membuat kerusakan. 3
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan secara luas, bahwa dalam
transaksi jual beli bukan hanya untuk penipuan saja yang dilarang,
melainkan juga memanipulasi, memonopoli, dan mengurangi mutu,
takaran yang apabila diketahui oleh pembeli akan menimbulkan rasa
ketidak ikhlasan untuk memperoleh barang yang di belinya.
23
Penetapan harga juga harus sesuai dengan dengan prinsip
dalam sistem ekonomi Islam ialah harus ada keadilan dan
keseimbangan. Tuntutan agar menjalankan keadilan itu terdapat
sebagai mana firman Allah:
ِهَلِلَءاَدَهُش ِطْسِقْلاِب َِْْم اَوَ ق اوُنْوُك اوُنَمآ َنْيِذَلا َاهيَأ اَي
.
....
Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi (dalam
menegakkan keadilan) karena Allah...‛ (Q.S al-Nisa’ [4] :
135)4
Identitas utama dalam usaha ekonomi ialah Islam menganut
pola bagi hasil yang dipahami bahwa akan ada bentuk keuntungan dan
kerugian yang dinikmati dan ditanggung oleh semua pihak yang
terlibat dalam usaha ekonomi tersebut. Konsep ini memberikan
gambaran tentang prinsip keseimbangan dan keadilan karena adanya
pembagian keuntungan dan kerugian yang dibagi dan ditanggung di
antara pelaku ekonomi tersebut secara seimbang dan proporsional.5
3. Penetapan Harga
Penetapan harga (Tas’īr) adalah pemasangan nilai tertentu
untuk barang yang akan dijual dengan wajar, penjual tidak zalim dan
tidak menjerumuskan pembeli.
Prinsip dasar dalam perekonomian Islam adalah kebebasan
berusaha yang dibarengi dengan kesadaran untuk menjaga batas-batas
4Ibid., 100.
5Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012),
24
aturan yang ditetapkan syari’at. Di antara aturan terpenting yang
harus diperhatikan adalah keadilan, qana’ah, kepatuhan pada kaidah
-kaidah memperoleh laba yang baik dan halal, yaitu dalam batas
sepertiga. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah saw.
ٍضْعَ ب ْنِم ْمُهُضْعَ ب ُهلَلا ُقُزْرَ ي َساَنلااوُعَد
Artinya: ‚Biarkanlah sebagian orang diberi rezeki oleh Allah
SWT melalui manusia yang lain.‛ (H.R ath-Thabrani)6
Berdasarkan prinsip di atas, maka pada dasarnya tidak boleh
ada penetapan harga. Seorang penguasa juga tidak dibolehkan
menetapkan harga barang yang diperdagangkan di kalangan
masyarakat. Seluruh ulama sepakat menyatakan hal ini.
Mazhab Syafi’i dan Hambali konsisten berpegang pada kaidah
dasar di atas. Oleh karena itu, dalam mazhab Hambali disebutkan,
seorang penguasa tidak boleh menetapkan harga barang yang
diperdagangkan. Sebaliknya, setiap orang bebas menjual barang yang
mereka miliki (dengan harga yang disepakati di antara mereka).
Demikian pula dalam mazhab Syafi’i dikatakan, diharamkan
pematokan harga, sekalipun pada masa harga-harga barang mahal.
Contohnya adalah tindakan seorang penguasa yang memerintahkan
para pedagang untuk tidak menjual barang dagangan mereka, kecuali
dengan harga tertentu yang telah ditetapkan sehingga mempersempit
25
gerak para pedagang dalam mengelola barang dagangan mereka,
sementara barang-barang tersebut tidak berkenaan dengan bahan
makanan pokok.7
Akan tetapi, apabila seorang penguasa telah menetapkan harga
suatu komoditi, maka pihak yang melanggarnya, yaitu mereka yang
menjual di atas harga penetapan itu, boleh dikenakan sanksi. Hal itu
dikarenakan mereka terang-terangan menentang perintah
pemimpinnya. Tetapi, penjualan yang mereka lakukan tetap sah
karena dalam kondisi biasa seseorang tidak berhak dihalangi untuk
menjual barang miliknya dengan harga yang ia tentukan sendiri.
Sementara itu, Ibnu Rifa’ah, seorang ulama mazhab Syaifi’i dan
sebagian ulama lain membolehkan penetapan harga pada masa
harga-harga barang mahal. 8
Penetapan harga merupakan salah satu praktek yang tidak
dibolehkan oleh syari’at Islam. Pemerintah apapun yang memiliki
kekuasaan ekonomi tidak memiliki hak dan kekuasaan untuk
menentukan harga tetap sebuah komoditas, kecuali pemerintah telah
menyediakan untuk para pedagang jumlah yang cukup untuk dijual
dengan menggunakan harga yang telah disepakati bersama. Tabia’at
(tetap) ini dapat kita lihat dari bagaimana sikap Rasulullah SAW
terhadap masalah ini. Tatkala Rasululullah SAW didatangi oleh
26
seorang sahabatnya untuk meminta penetapan harga yang tetap.
Rasulullah menyatakan penolakannya, beliau bersabda:
َرُ َِِأ ْنَع
: َلَاقَف َةَرْ ي
ِِأَو ،ُعَفْرَ يَو ُضِفََْ هللا ْلَب
هلَلا ىَقْلَأ ْنَأ اْوُجْر َا
ََ َسْيَلَو
ْظَم ىِدْنِع ٍدُح
َل
دواد وبأ اور( .ٌةَم
)
Artinya : ‚Dari Abu Hurairah berkata: Fluktuasi harga (turun naik) itu adalah perbuatan Allah, sesungguhnya saya ingin berjumpa dengan-Nya, dan saya tidak melakukan kedzaliman
pada seseorang yang bisa dituntut dari saya‛ ( H.R Abu Dawud).‛9
Dalam sejarah Islam masalah penentuan harga dibebaskan
berdasarkan persetujuan khalayak masyarakat. Rasulullah SAW
sangat menghargai harga yang terjadi, karena mekanisme pasar yang
bebas dan menyuruh masyarakat muslim untuk mematuhi peraturan
ini. Beliau menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga
manakala tingkat harga di Madinah pada saat itu tiba-tiba naik.
Sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan
penawaran yang murni dan wajar, yang tidak dipaksa atau tekanan
pihak tertentu (tekanan monopolistik dan monopsonistik), maka tidak
ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar. Khalifah Umar bin
Khattab juga melarang mematok harga karena Rasulullah SAW
melarang menetapkan harga.10 Sebagaimana hadits yang diriwayatkan
9 Abu Dawud, Shahih Sunan Abu Daud, jilid III, No Hadits 3450, 581.
10Lukman hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pranata, 2012),
27
oleh Asabus Sunan dengan sanad yang shahih meriwayatkan dari
Anas ra., ia berkata: Orang-orang berkata kepada Rasulullah:
ُرْعِسلاَاَغ ِهَللا لْوُسَرَاي
ُوُسَر َلَاقَف ،َانَل ْرِعَسَف
َل
َللا
َنِا ْمَعْلَص ِه
ِعَسُمْلاَوُ َهَللا
ُر
َقْلا
ا
ُضِب
ا
ُطِس اَبل
َو َهَللا ىَقْلَأ ْنَأْوُجْرَََ ِِأَو ُقِزاَرل
ُِِبِل اَطُي ْمُكْنِم ٌدَحَأ َسْيَل
َاَو ٍمَد ِِ ٍةَمَلْضَِِ
ٍلاَم
.
مرلاو دوااد وباو دمأ(
هجام هناو ىذ
ىاو ىمرادلاو
ىلعي
)Artinya: Wahai Rasulullah saw. harga-harga naik tentukanlah
harga untuk kami.‛ Rasulullah lalu menjawab: ‚Allah lah yang
sesungguhnya penentu harga, penahan, pembentang dan pemberi rezeki. Aku berharap agar bertemu kepada Allah, tak ada seorangpun yang meminta padaku tentang adanya
kezaliman dalam urusan darah dan harta.‛ ( Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, IbnuMajah, ad-Darimi, dan Abu Ya’la)11
Rasulullah SAW menegaskan dalam hadits tersebut, bahwa
ikut campur dalam masalah pribadi orang lain tanpa suatu
kepentingan yang mengharuskan, berarti suatu perbuatan zalim,
dimana beliau ingin bertemu Allah dalam keadaan bersih samasekali
dari pengaruh-pengaruh zalim itu. Akan tetapi jika keadaan pasar itu
tidak normal, misalnya ada penimbunan oleh sementara pedagang, dan
adanya permainan harga oleh para pedagang, maka waktu itu
kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan
perorangan. Dalam situasi demikian kita dibolehkan menetapkan
11Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid al Qazwini, Sunan Ibn Majah, Juz VII, No hadits 2284,
28
harga demi memenuhi kepentingan masyarakat dan demi menjaga dari
perbuatan kesewenang-wenangan dan demi mengurangi keserakahan
mereka itu. Begitulah menurut ketetapan prinsip hukum.12
Para ulama mengambil istinbath dari hadits tersebut,
haramnya intervensi penguasa di dalam menentukan harga barang,
karena hal itu dianggap kezaliman. Manusia bebas menggunakan
hartaya. Membatasi mereka berarti menafikan kebebasan ini.
Melindungi kemaslahatan pembeli bukanlah hal yang lebih penting
dari melindungi kemaslahatan penjual. Jika hal itu sama perlunya,
maka wajib hukumnya membiarkan kedua belah pihak berijtihad
untuk kemaslahatan mereka.
Adapun mazhab Maliki dan Hanafi membolehkan seorang
penguasa melakukan penetapan harga guna mencegah terjadinya hal
yang merugikan masyarakat, seperti para pedagang menaikkan harga
secara tajam dari harga normal. Dalam kondisi demikian, dibolehkan
bagi penguasa untuk melakukan penetapan harga setelah
memusyawarahkan-nya dengan pihak-pihak yang ahli dalam masalah
itu. Dengan demikian, kemaslahatan orang banyak dapat terjaga dan
harga barang yang mahal yang akan merugikan masyarakat dapat
dicegah. Landasan yang dijadikan acuan oleh ulama yang
membolehkan hal ini adalah beberapa kaidah dasar fiqh, yaitu:
12Muhammad Yusuf Qardawi, Halal dan Haram Dalam Islam, (Jakarta:Bina Ilmu, 1993),
29
َر اَرِضَاَو َرَرَض َا
‚Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan‛
Dan kaidah,
ُلاَزُ ي ُرَرِضلا
‚Kemudharatan harus dilenyapkan.‛
Juga kaidah,
ِماَعْلاِرَرَضلا ِعْنَمِل ُص اَْْا ُرَرَضلا ُلَمَحَتُ ي
‚Kemudharatan yang khusus dapat ditoleransi guna mencegah timbulnya kemudharatan yang bersifat umum.‛13Akan tetapi, para pedagang tadi boleh dipaksa untuk menjual
barangnya, namun hanya dilarang menjualnya di luar harga yang telah
ditetapkan penguasa tersebut. Yaitu, harga yang dipandang oleh sang
penguasa sama-sama menguntungkan bagi penjual dan pembeli. Jadi,
para pedagang tersebut tidak boleh dihalangi untuk mencari
keuntungan, sebagaimana tidak dibolehkan baginya melakukan
tindakan yang merugikan orang banyak. Pemaksaan terhadap penjual
barang untuk menjual kepada yang tidak ia relakan bertentangan
dengan firman Allah:
: ءاسنلا( .ْمُكْنِم ٍضاَرَ ت ْنَع ًةَر اَِِ َنْوُكَت ْنَأ َاِأ
٨٢
)
30
Artinya: ‚kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka
sama suka di antara kamu.‛(Q.S : 4 ayat 29 )14
Kemudian penentuan harga dapat membawa kepada
menghilangnya barang dari pasaran, ini berarti membawa kenaikan
harga, dan kenaikan harga berbahaya untuk orang orang fakir dimana
mereka tidak mampu membeli barang, sementara itu akan
memperkaya orang-orang yang sudah kaya dengan jalan mereka
membeli barang dari pasaran gelap dengan harga yang sangat mahal
sekalipun. Dalam keadaan seperti ini kedua belah pihak terjerembab
ke dalam kesempitan dan kesulitan.15
Ketentuan atau regulasi harga sebenarnya merupakan hal yang
tidak populer dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam, sebab
regulasi harga yang tidak tepat dapat menciptakan ketidakadilan.
Regulasi harga diperkenankan pada kondisi-kondisi tertentu dengan
tetap berpegang pada nilai keadilan. Menurut Mannan, regulasi harga
ini harus menunjukkan tiga fungsi dasar yaitu:16
a. Fungsi ekonomi yang berhubungan dengan peningkatan
produktivitas dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin
melalui alokasi dan realokasi sumber daya ekonomi.
b. Fungsi social dalam memelihara keseimbangan sosial antara
masyarakat kaya dan miskin.
14Departemen Agama, Al-Qur’an dan…,83.
15Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jus 12, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), 102.
1616 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta, Ekonomi Islam,
31
c. Fungsi moral dalam menegakkan nilai-nilai syariah Islam,
khususnya yang berkaitan dalam transaksi ekonomi (misalnya
kejujuran, keadilan, kemanfaatan / mutual goodwill).
Secara umum, jumhur ulama juga sepakat bahwa penetapan
harga adalah kebijakan yang tidak dianjurkan oleh ajaran Islam jika
pasar dalam situasi normal. Satu dari empat madzhab terkenal yaitu
Hambali, menolak keras kebijakan penetapan harga ini. Ibn Qudamah
mengajukan dua argumentasi mengenai hal ini, yaitu: Pertama,
Rasulullah tidak pernah menetapkan harga walaupun penduduk
menginginkannya. Jika penetapan harga ini dibolehkan, niscaya
Rasulullah Saw. akan melaksanakannya; Kedua, menetapkan harga
adalah ketidakadilan (zulm) yang dilarang, hal ini melibatkan hak
milik seorang, yang didalamnya setiap orang memiliki hak untuk
menjual pada harga berapapun dengan syarat bersepakat dengan
pembeliannya.
Imam As-Syaukani berkata, ‚Sesungguhnya manusia
mempunyai wewenang dalam urusan harta mereka. Pembatasan harga
berarti penjegalan terhadap mereka. Imam ditugaskan memelihara
kemaslahatan kaum muslimin. Perhatiannya terhadap pemurahan
harga bukanlah lebih utama daripada memperhatikan penjual dengan
32
pihak wajib diberikan keluangan berijtihad kemaslahatan diri mereka
masing-masing.‛17
Dalam kondisi normal, semua ulama sepakat atas haramnya
melakukan tas’īr, tetapi dalam kondisi ketidakadilan terdapat
perbedaan pandangan ulama. Imam Malik dan sebagian Syafi’iyah
memperbolehkan tas’īr dalam keadaan ghala’. Kontroversi atar ulama
berkisar dua poin.
Pertama, jika terjadi harga tinggi di pasar dan seseorang
berusaha menetapkan harga yang lebih tinggi daripada harga
sebenarnya, menurut mazhab Maliki harus dihentikan. Akan tetapi,
apabila para penjual hendak menjual di bawah harga pasar (ceiling
price), ada dua macam pendapat, yaitu menurut Syafi’i atau penganut
Ahmad bin Hanbal tetap menantang berbagai campur tangan
pemerintah.
Kedua, kesimpulan harga maksimum pada kondisi normal
bertentangan dengan pendapat mayoritas ulama.
Kesimpulan dari berbagai kontroversi pendapat ulama di atas,
yaitu: 18
a. Tidak seorang pun dibolehkan menetapkan harga lebih tinggi atau
lebih rendah daripada harga yang ada. Penetapan harga yang lebih
tinggi akan menghasilkan eksploitasi atas kebutuhan penduduk
penetapan harga yang lebih rendah akan merugikan penjual.
17Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12...,102
33
b. Dalam segala kasus, pengawasan atas harga adalah tidak jujur.
c. Pengaturan harga selalu diperbolehkan.
d. Penetapan harga hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat.
Dari sisi mikro ekonomi, penetapan harga ini juga dapat
merugikan produsen, konsumen, dan perekonomian secara
keseluruhan. Surplus yang dinikmati oleh konsumen dan produsen
akan saling bertambah dan berkurang. Sebagian berkurangnya surplus
konsumen akan berpindah kepada produsen, atau sebaliknya. Namun,
ada sebagian lain yang tidak saling berpindah, melainkan benar-benar
hilang (deadweight loss) karena inefisiensi kebijakan ini. Dan
akhirnya, secara keseluruhan perekonomian akan menikmati surplus
yang lebih kecil dibandingkan dengan pada sistem pasar bebas.19
4. Mekanisme Pasar dan Keseimbangan Harga Menurut Para Ulama
a. Abu Yusuf
Abu Yusuf atau Ya’qub bin Ibrâhim bin Habib bin Khunais
bin Sa’ad al-Ansārā al-jalbi al-Kūfī al-Baghdādȳ. Abu Yusuf
mengatakan:
‚Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal
yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang
mengaturnya. Prinsipnya tidak dapat diketahui. Murah
bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga
34
mahal tidak disebabkan oleh kelangkaan makanan.
Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah.
Terkadang makanan berlimpah tetapi tetap mahal, dan
terkadang makanan sangat sedikit tetapi murah.‛20
Dari pernyataan tersebut, Abu Yusuf tampaknya
menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik
antara penawaran dan harga. Pada kenyataannya, harga tidak
tergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada
kekuatan permintaan. Karena itu, peningkatan ataupun
penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan penurunan
ataupun peningkatan produksi. Abu Yusuf menjelaskan bahwa
ada variabel yang lainnya memengaruhi. Tetapi ia tidak
menjelaskan secara perinci. Bisa jadi, variabel itu adalah
pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredardi
suatu Negara, atau penimbunan atau penahanan barang, atau
semua hal tersebut. Patut dicatat, bahwa Abu Yusuf
menuliskan teorinya sebelum Admin Smith menulis The
Wealth of Nations, yang berkaitan dengan pembahasan
tentang invisible hand, tepatnya di tahun 1977.21
20Abu Yusuf, al-Kharaj, (Beirut:Dâr al Ma’ârif, 1979), 48.
21Ika Yunia Fauzia,Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid
35
b. Ibn Taimiyah
Ibn Taimiyah atau Taqiyuddin Ahmad bin Abdul
Halim. Ibnu Taimiyah memiliki pemahaman yang jeli dalam
suatu pasar bebas tentang harga yang ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran. Ia mengemukakan,‛Naik
dan turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman
orang-orang tertentu. Kadang-kadang hal tersebut disebabkan
oleh kekurangan produksi atau penurunan impor
barang-barang yang diminta. Oleh karena itu, apabila permintaan naik
dan penawaran turun, harga-harga naik. Pada sisi lain, apabila
persediaan barang meningkat dan permintaan terhadapnya
menurun, harga pun turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini
bukan disebabkan oleh tindakan orang-orang tertentu.
Mungkin disebabkan oleh sesuatu yang tidak mengandung
kezaliman atau bisa disebabkan oleh kezaliman. Hal ini adalah
kemahakuasaan Allah yang telah menciptakan keinginan di
hati manusia.22
Dari pernyataan tersebut, tampak bahwa pada masa
Ibnu Taimiyah, kenaikan harga dianggap sebagai akibat
kezaliman para pedagang. Menurutnya, pandangan tersebut
tidak selalu benar. Ia menguraikan secara lebih jauh berbagai
36
alasan ekonomi terhadap naik turunnya harga-harga serta
peranan kekuasaan pasar dalm hal ini.
c. Ibn Khaldun
Ibnu Khaldun atau Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin
Ibn Khaldun., Ibn Khaldun menuliskan judul tentang ‚Harga
-harga di kota-kota‛. Ia membagi barang menjadi dua jenis,
yaitu barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap.
Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan selanjutnya
populasinya bertambah banyak (kota besar), maka pengadaan
barang-barang kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas
pengadaannya. Akibatnya, penawaran meningkat dan ini
berarti turunnya harga. Adapun barang-barang yang mewah,
permintaannya akan meningkat sejalan dengan berkembangnya
kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang
mewah meningkat. Ibn Khaldun juga menjelaskan tentang
mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan
harga keseimbangan. Secara lebih perinci, ia menjabarkan
pengaruh persaingan di antara konsumen untuk mendapatkan
barang pada sisi permintaan. Setelah itu, ia menjelaskan pula
37
pungutan-pungutan lain di kota tersebut, pada sisi
penawaran.23
Ibn Khaldun menjelaskan dengan perinci bahwa
keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya
perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan
membuat lesu perdagangan kehilangan motivasi. Sebaliknya,
bila pedagang mengambil keuntungan yang sangat tinggi, juga
akan membuat lesu perdagangan karena lemahnya permintaan
konsumen. Ibnu Khaldun juga mendefinisikan dua fungsi
utama dari perdagangan, yang merupakam terjemahan waktu
dan tempat dari suatu produk:
d. Al- Ghazali
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Ia adalah salah
seorang pemikir besar Islam yang dianugerahi gelar hujjat
al-Islām (bukti kebenaran agama Islam) dan zayn ad-dīn
(perhiasan agama).24
Menurut Al-Ghazali walaupun tidak membahasnya
dengan menggunkan istilah-istilah modern, banyak bagian dari
bukunya yang memperlihatkan kedalaman pemikiran
Al-Ghazali tentang teori permintaan dan penawaran. Al-Al-Ghazali
38
menunjuk pada kurva penawaran yang ber-slope positif ketika
menyatakan bahwa jika petani tidak mendapatkan pembeli
bagi produk-produknya, ia akan menjualnya pada harga yang
sangat rendah. Pemahamannya tentang kekuatan pasar terlihat
jelas ketika membicarakan harga makanan yang tinggi, ia
menyatakan bahwa harga tersebut harus didorong ke bawah
dengan menurunkan permintaan, yang berarti menggeser kurva
permintaan ke kiri. Ia pun memiliki wawasan tentang konsep
elastisitas permintaan ketika menyatakan bahwa pengurangan
margin keuntungan dengan mengurangi harga akan
menyebabkan peningkatan penjualan, sehingga terjadi
peningkatan laba. Al-Ghazali juga menyadari permintaan
‚harga inelastis‛. Dalam hal ini, ia menjelaskan bahwa
makanan merupakan kebutuhan pokok sehingga motivasi laba
hrus seminimal mungkin mendorong perdagangan makanan
karena dapat terjadi ekploitasi melalui penerapan tingkat harga
dan laba yang berlebihan. Ia menyatakan bahwa karena
merupakan ‚kelebihan‛, pada umumnya laba harus dicari
melalui barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan
dasar.25
Al-Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari
keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan.
39
Namun, ia memberikan banyak penekanan kepada etika dalam
bisnis, dimana etika ini diturunkan dari nilai-nilai Islam.
Keuntungan yang sesungguhnya adalah keuntungan yang akan
diperoleh di akhirat kelak. Ia juga menyarankan adanya peran
pemerintah dalam menjaga keamanan jalur perdagangan demi
kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.26
e. Yahya bin Umar
Yahya bin Umar merupakan salah seorang fuqaha
mazhab Maliki. Ulama yang bernama lengkap Abu Bakar
Yahya bin Umar bin Yusuf Al-Kannani. Yahya bin Umar
melarang kebijakan penetapan harga (tas’īr) jika kenaikan
harga yang terjadi adalah hasil interaksi penawaran dan
permintaan yang alami. Dalam hal demikian, pemerintah tidak
mempunyai hak untuk melakukan intervensi harga. Hal ini
akan berbeda jika kenaikan harga diakibatkan oleh ulah
manusia (human error). Pemerintah sebagai institusi formal
yang memikul tanggung jawab menciptakan kesejahteraan
umum, berhak melakukan intervensi harga ketika terjadi suatu
aktivitas yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat
luas. Yahya bin Umar menyatakan pemerintah tidak boleh
melakukan intervensi, kecuali dalam dua hal, yaitu:27
26Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta, Ekonomi..., 306. 27Abdurrahman Al-Janidal, Manahij Al-Bahitsin fi Al- Iqtishad al- Islami, (Riyadh: Syirkan wa
40
1) Para pedagang tidak meperdagangkan barang dagangan
yang sangat dibutuhkan masyarakat, sehingga
menimbulkan kemudharatan serta merusak mekanisme
pasar. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengusir para
pedagang dari pasar serta menggantikannya dengan para
pedagang lain berdasarkan kemaslahatan dan kemanfaatan
umum.
2) Para pedagang melakukan praktik siyasah al-ighrāq atau
banting harga (dumping) yang dapat menimbulkan
persaingan yang tidak sehat serta dapat mengacaukan
stabilitas harga pasar. Dalam hal ini, pemerintah berhak
memerintahkan para pedagang untuk menaikkan kembali
harganya sesuai dengan harga yang berlaku di pasar.
Apabila mereka menolaknya, pemerintah berhak mengusir
para pedagang dari pasar.
Pernyataan Yahya bin Umar tersebut jelas
mengindikasikan bahwa hukum asal intervensi pemerintah
adalah haram. Intervensi dapat dilakukan jika kesejahteraan
masyarakat umum terancam. Hal ini sesuai sengan tugas yang
dibebankan kepada pemerintah dalam mewujudkan keadilan
social disetiap aspek kehidupan masyrakat, termasuk ekonomi.
Di samping itu, pendapatnya yang melarang praktik
41
bin Umar mendukung kebebasan ekonomi, termasuk
kebebasan kepemilikan. Sikap Rasulullah SAW yang menolak
melakukan penetapan harga juga merupakan indikasi awal
bahwa ekonomi Islam tidak hanya terbatas mengatur
kepemilikan khusu, tetapi juga menghormati dan menjaganya.
Tentu, kebebasan ekonomi ini bukan kebebasan mutlah seperti
yang dikenal dalam ekonomi konvensional, melainkan
kebebasan yang terikat oleh syariat Islam.28
Kebebasan ekonomi juga berarti bahwa harga ditentukan
oleh keuatan pasar, yaitu kekuatan penawaran (supply) dan
permintaan (demand). Dalam hal ini, pemerintah berhak
mengeluarkan pelaku tindakan itu dari pasar. Dengan
demikian, hukuman yang diberikan terhadap pelaku tindakan
tersebut adalah larangan melakukan aktivitas ekonominya di
pasar, bukan berupa hukuman māliyah. 29
B. Istihsān
1. Pengertian Istihsān
Secara etimologi, istihsān berarti ‚menyatakan dan
meyakini baiknya sesuatu‛ tidak ada perbedaan pendapat
dikalangan ulama Ushul Fiqih dalam mempergunakan lafal
42
istihsān. 30Adapun menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan
hukum yang telah ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada
suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil
syara’. Sebagaimana disebutkan oleh Abdul Wahab Khalaf
Istihsān adalah berpindahnya seorang mujtahid dari ketentuan
qiyās jalī (yang jelas) kepada ketentuan qiyās Khafī (yang samar),
atau ketentuan yang kulli (umum) kepada ketentuan yang sifatnya
istisna’i (pengecualian), karena menurut pandangan mujtahid itu
adalah dalil (alasan) yang lebih kuat yang menghendaki
perpindahan tersebut. Jadi singkatnya, istihsān adalah tindakan
meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan
karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk
meninggalkannya. Istihsān adalah salah satu cara atau sumber
dalam mengambil hukum Islam. Berbeda dengan Al-Quran,
Hadits, Ijma’ dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh
para ulama sebagai sumber hukum Islam. Istihsān adalah salah
satu metodologi yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja,
tidak semuanya.
2. Dasar Hukum Istihsān
Para ulama yang mempertahankan istihsan mengambil
dalil dari al-Qur’an dan Sunnah yang menyebutkan kata istihsān
43
dalam pengertian denotatif (lafal yang seakar dengan istihsan)
seperti Firman Allah SWT, dalam surat Az-Zumar ayat 18:
َا َل
ِذ ْي
َن
َي
ْس َت
ِم ُع
ْو َن
ْا
َقل ْو
َل
َ ف َي َت ِب
ُع ْو
َن
َا ْح
َس ُن
ُه
ُا ْو َل
ِئ
َك
َلا
ِذ ْي
َن
َ َد
ُ ُم
ُلا
َو ُا
َلو ِئ
َك
ُ ْم
ُأ ْو
ُل ْو
َْاا
ْل َبا
ِب
Artinya: ‚Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang
Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang
yang mempunyai akal‛. (QS. Az-Zumar: 18)31
Ayat ini menurut mereka menegaskan bahwa pujian Allah bagi
hambaNya yang memilih dan mengikuti perkataan yang terbaik, dan
pujian tentu tidak ditujukan kecuali untuk sesuatu yang disyariatkan
oleh Allah.
َو َتا ِب
ُع ْو
َا ا
ْح
َس
َن
َمآ
ُأ ْن ِز
َل
ِأ َل ْي
ُك
ْم
ِم
ْن
َر ِب
ُك
ْم
...
Artinya: ‚Dan turutlah (pimpinan) yang sebaik-baiknya yang
telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu‛….(QS.
Az-Zumar:55) 32
44
Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memerintahkan kita
untuk mengikuti yang terbaik, dan perintah menunjukkan bahwa ia
adalah wajib. Dan di sini tidak ada hal lain yang memalingkan
perintah ini dari hukum wajib. Maka ini menunjukkan bahwa Istihsān
adalah hujjah.
ٌنَسَح ِلاَدْنِع َوُهَ ف اًنَسَح َنْوُمِلْسُمْلا ُآرَاَم
Artinya: Sesuatu yang dipandang baik oleh umat Islam, maka ia juga dihadapan Allah adalah baik. (H.R. Ahmad ibn Hanbal).
3. Macam-macam Istihsān
Ulama Hanafiah membagi Istihsān menjadi enam macam.
Sebagaimana di jelaskan oleh al-Syatibi, yaitu:
a. Istihsān bil an-Nash (Istihsan berdasarkan ayat atau hadits). Yaitu
penyimpangan suatu ketentuan hukum berdasarkan ketetapan
qiyas kepada ketentuan hukum yang berlawanan dengan yang
ditetapkan berdasarkan nash al-kitab dan sunnah. Contoh: dalam
masalah wasiat.33Menurut ketentuan umum wasiat itu tidak boleh,
karena sifat pemindahan hak milik kepada orang yang berwasiat
ketika orang yang berwasiat tidak cakap lagi, yaitu setelah ia
wafat. Tetapi, kaidah umum ini di dikecualikan melalui firman
33 Muhammad al-Said Ali Abdul Rabuh, Buhust fi al-adillah al-Mukhtalaf fiha inda al-Ushuliyin,
45
Allah Swt dalam Surat An-Nisa ayat 11 yang artinya: ‚setelah
mengeluarkan wasiat yang ia buat atau hutang‛.
b. Istihsān bi al-Ijm<