102 BAB V PEMBAHASAN
1. Metode Bimbingan Orang Tua Dalam Mendidik Ibadah Shalat pada
Anak Usia Dini
a. Orang tua mengajak anak shalat berjama’ah, baik di rumah maupun di
masjid. Orang tua berharap sang anak akan mampu dan terbiasa dalam
menjalankan ibadah entah itu khusyu’ atau tidak, baik di rumah maupun
di masjid. Ada beberapa ayat Al-Qur’an dan hadist yang
memerintahkan para orang tua agar menyuruh atau mengajarkan
anak-anaknya melaksanakan shalat, di antaranya:
Artinya : Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah). (QS-Luqman: 17)1
Sedangkan hadist nya yaitu:
“Apabila anak telah mengenal tangan kanannya dengan tangan kirinya, maka suruhlah dia mengerjakan shalat”. (HR. Abu Dawud)2
1 Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surat Luqman ayat 17
Hal ini diperjelas lagi dalam sebuah hadist, yaitu:
“Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika tak mau mengerjakan shalat ketika mereka telah berumur sepuluh tahun...”(HR. Abu Dawud)3
Ayat Al-Qur’an dan dua hadist tersebut di atas dengan jelas
memerintahkan para orang tua untuk mengajarkan shalat kepada
anak-anaknya. Di dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 17 di jelaskan bahwa
Luqman Al-Hakim (orang shalih yang nama dan ajarannya diabadikan
dalam Al-Qur’an) menyuruh anaknya untuk mendirikan shalat.
Kemudian di hadist pertama dijelaskan bahwa anak harus sudah
disuruh atau diajarkan shalat ketika mereka sudah mengenal atau bisa
membedakan tangan kanan dan tangan kiri, ini berarti ketika anak
berumur sekitar dua atau tiga tahun. Pada umur ini anak akan
dikenalkan tata cara shalat atau diajak bersama-sama mengerjakan
shalat.
Hadist kedua dijelaskan lebih rinci mengenai teknis mengajarkan
shalat ini, yakni suruhlah anak mengerjakan shalat secara lebih serius
(sungguh-sungguh dan rutin) ketika mereka berumur tujuh tahun, dan
ketika mereka sudah berumur sepuluh tahun apabila meninggalkan
shalat, maka orang tua boleh memukulnya. Dimaksud memukul di sini
adalah untuk menyadarkan mereka, bukan untuk menyakiti.
Adapun teknis mengajarkan shalat kepada anak bisa dilakukan
dengan cara:4
1. Mengajak anak shalat bersama-sama ketika mereka masih kecil
(sekitar umur dua sampai empat tahun).
2. Mengajarkan bacaan dan tata cara shalat yang benar, ketika mereka
berumur sekitar lima sampai tujuh tahun.
3. Mengecek dan memantau bacaan serta tata cara shalat yang
dilakukan oleh anak, misalnya ketika mereka shalat sendiri ataupun
shalat berjamaah.
4. Mengingatkan anak untuk senantiasa mendirikan shalat kapan pun,
di mana pun, dan bagaimanapun keadaannya.
5. Membiasakan mereka untuk melaksanakan shalat berjamaah, baik
di rumah maupun di masjid, karena shalat berjamaah memiliki
banyak berkah dan keutamaan, di antaranya menambah
silaturrahmi dan berpahala 27 kali lipat.
6. Selain shalat, anak juga harus diajarkan, dilatih dan dibiasakan
melaksanakan ibadah-ibadah lain dalam islam, misalnya puasa,
zakat (infak dan shadaqah), zikir, do’a, tata cara ibadah haji, dan
sebagainya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Heri Jauhari, yakni:
Agar anak menjadi terbiasa menjalankan ibadah dalam kehidupannya sehari, maka anak perlu sering dilatih dengan tekun dan sabar. Anak perlu mempunyai kesadaran bahwa
beribadah itu suatu kewajiban hidup manusia, bahkan harus dijadikan suatu kebutuhan.5
b. Orang tua memberikan bimbingan, yaitu orang tua membimbing
anak-anaknya dengan cara pelan-pelan baik itu gerakan,bacaan, sehingga
tercapai keberhasilan dalam belajar sehingga ia akan memperoleh hasil
yang baik dari kegiatan belajar yang telah di lakukan.
Anak lebih suka dinasehati dari pada dihukum, dengan nasihat dia lebih
tau letak kesalahannya dan bagaimana dampaknya jika dia berbuat
demikian. Beda lagi jika dihukum anak lebih menganggap bahwa orang
tua tidak sayang pada mereka. Hukuman juga membuat anak jiwanya
akan tetekan dan meninggalkan bekas yang mendalam baik secara fisik
maupun psikis. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Imam Abdul,
yakni:
Maudzoh (nasehat) merupakan metode yang cukup dikenal dalam pembinaan Islam yang menyentuh diri bagian dalam dan mendorong semanagat penasehat untuk mengadakan perbaikan, sehingga pesan-pesannya dapat diterima. Metode ini akan lebih berguna jika yang diberi nasihat percaya kepada yang memberi nasehat, sementara nasehatnya datang dari hati.6
c. Nasehat merupakan usaha yang tidak memerlukan biaya dalam
mendidik anak, karena cukup dengan diberikan arahan dan bimbingan
anak sudah mengerti.
Banyak orang tua memberikan nasihat dengan penuh kasih sayang,
menggunakan bahasa yang baik dan lemah lembut, hal ini dikarenakan
5Ibid, hal. 224
6 Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi. (Bandung: PT Remaja
kondisi anak yang cengeng dan mudah ngambek jadi orang tua pun jika
menasihati harus dengan hati-hati agar anak tidak mudah tersinggung.
Ada juga orang tua yang memberikan nasehat ketika anak akan
tidur, mereka melakukan hal demikian karena menganggap anak lebih
gampang dinasehati karena kondisinya yang stabil tidak dalam keadaan
emosi. Hal itu sangat beralasan karena jika anak dalam keadaan sedang
marah dan orang tua malah menasihatinya, maka yang ada anak malah
semakin marah.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Heri Jauhari, bahwa
dalam menasihati seseorang harus memperhatikan beberapa hal anatara
lain:
1. Gunakan kata dan bahasa yang baik dan sopan serta dapat dipahami.
2. Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasehati atau orang disekitarnya.
3. Sesuaikan perkataan kita dengan umur sifat dan tingkat kemampuan atau kedudukan anak atau orang tua yang kita nasehati.
4. Perhatikan saat yang tepat memberi nasehat. Usahakan jangan menasehati ketika kita atau orang yang dinasehati sedang marah.
5. Perhatikan keadaan sekitar ketika memberi nasehat. Usahakan jangan dihadapkan orang lain atau apalagi dihadapkan orang banyak (kecuali memberi ceramah atau tausiyah).
6. Beri penjelasan, sebab atau mengapa kita perlu memberi nasehat.
7. Agar lebih menyentuh perasaan dan nuraninya sertakan ayat-ayat Al-Qur’an hadist Rasulullah atau kisah para Nabi, Rasul, para sahabat atau orang-orang shalih.7
Namun banyak juga orang tua yang memberikan nasehat dengan
penuh ketegasan dan boleh dibilang sedikit keras. Hal itu mereka
lakukan karena kondisi anak yang terlalu susah tidur, berbuat
kesalahan, tidak segera berangkat mengaji, tidak melaksanakan shalat,
menaruh baju disembarang tempat, tidak membersihkan rumah, suka
berbohong, tidak bersikap sopan, tidak menghormati orang yang lebih
tua, dan lain-lain.
Orang tua memang seharusnya bersikap tegas agar anaknya dapat
berakhlak mulia. Asy-Syaikh Fuhaim memaparkan bahwa:
Orang muslim hendaknya memiliki akhlak yang mulia, sehingga dapat mengantarkan mereka kepada kebahagiaan dan keridhaan Allah. Karena akhlak mulia, seseorang akan memaafkan orang yang berbuat jahat terhadapnya, mengasihani kaum fakir miskin, dan berbuat baik kepada kaum fakir miskin.8
Kemudian menurut Singgih dan Yulia D Gunarsa:
Orang tua berperan besar dalam mengajar, mendidik, serta memberi contoh atau teladan kepada anak-anak mengenai tingkah laku apa yang baik yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku, ataupun tingkah laku yang tidak baik dan perlu dihindari. Dalam perkembangannya, anak perlu dibimbing untuk mengetahui, mengenal, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan sendiri tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai moral serta tingkah laku yang perlu dihindari.9
Jadi menurut peneliti sudah sewajarnya orang tua bersikap tegas
bahkan sedikit keras terhadap anaknya yang kurang berperilaku baik.
Karena orang tua bertanggung jawab mengajar, mendidik, serta
8 Asy-Syaikh Fuhaim Mustafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, terj. Abdillah Obid.
(Jakarta: Mustaqim, 2004), hal. 40
memberi contoh atau teladan kepada anak-anak mengenai tingkah laku
apa yang baik yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku,
ataupun tingkah laku yang tidak baik dan perlu dihindari.
Akan tetapi banyak anak yang tidak suka dengan cara tersebut,
mereka menganggap cara ini tidak memberikan kebebasan terhadapnya,
waktunya bersama teman-teman jadi terganggu, mereka tidak bisa
beradaptasi secara maksimal karena waktunya dihabiskan dirumah, jika
keluar rumah ditakutkan dimarahi orang tuanya.
Hal ini sesuai dengan karakteristik anak yang merujuk pada
pendapat Singgih dan Yulia D Gunarsa, yakni:
Karena tujuan utama masa ini adalah diakui sebagai anggota dari satu kelompok, maka biasanya anak-anak cenderung lebih memilih aturan-aturan yang ditetapkan kelompoknya dari pada apa-apa yang diatur orang tuanya (misalnya dalam cara berpakaian, berdandan, berbicara, bertingkah laku dan sebagainya).10
Setiap orang tua hendaknya mendidik anaknya dengan
membiasakan melakukan kebiasaan yang baik yang mencerminkan ke
islaamannya, seperti makan, minum, serta tidur yang baik, serta
membiasakan anak untuk berdo’a ketika akan melakukan aktifitas.
Suasana seperti ini jarang sekali terlihat pada masyarakat di desa ini.
Pendidikan intelektual yang diberikan orang tua sangatlah
mempengaruhi kecerdasan atau kecakapan seorang anak dalam segala
pengetahuan, hal demikian seharusnya di berikan oleh setiap orang tua
kepada anaknya agar memberi pengetahuan terutama pengetahuan
tentang ilmu-ilmu agama menjadi pribadi muslim yang baik. Akan
tetapi pendidikan tersebut hanya diberikan oleh orang tua kepada
anaknya dengan cara menyuruh anaknya untuk mengaji di TPQ. Hal
tersebut memang bagus sekali, akan lebih sempurna lagi jika
pendidikan inelektual agama juga di berikan orang tua secara langsung
di rumah. “ketika seseorang tak mampu untuk mendidik anak maka
orang tua haruslah menyerahkan pendidikannya kepada orang yang
lebih menguasai tentang pengetahuan (agama) tersebut”.11 Hal itu
jarang terjadi di masyarakat Ja’an, mayoritas orang tua di desa ini tidak
dapat memberikannya di karenakan kurangnya ilmu pengetahuan
tentang agama, selain tu juga kesibukan orang tualah yang menjadi
penyebabnya. Kesehariannya orang tua juga harus memberikan
pendidikan fisik, yaitu dengan kesehariannya orang tua, karena muslim
yang sejati juga harus memperhatikan fisiknya.
2. Cara Motivasi Orang Tua dalam Membimbing Ibadah Shalat pada
Anak Usia Dini
a. Orang tua memberi anak hadiah kecil-kecilan ketika sang anak
melakukan perbuatan yang terpuji, seperti di beri buku bergambar, buku
bacaan, supaya sang anak lebih bersemangat dalam menjalankan
ibadah.
Seperti yang di ungkapkan Yasin Musthofa dalam bukunya EQ
untuk anak usia dini dalam pendidikan islam bahwa:
11 Abdulloh Nasih, Mengembangkan Pribadi Anak. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
Memberi hadiah dan perhatian kepada anak tentang kemuliaan dari sikap empatik dan menganjurkannya dengan memberi stimulus berupa hadiah apabila anak bisa melakukannya adalah termasuk cara-cara yang bisa diterapkan dalam upayanya menumbuhkan sikap empatik pada masa kanak-kanak awal, karena pada masa itu anak cenderung menggunakan ukuran baik buruk, benar salah, boleh atau tidaknya sesuatu berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang lain, terutama kedua orang tuanya.12
b. Perhatian, anak akan merasa senang ketika orang tua
memperhatikannya. Sehingga tidak membuat anak melakukan hal-hal
yang menyimpang.
Orang tua senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan
mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan
memperhatikan kesiapan anak baik secara mental maupun sosial.
Dengan diketahui hal-hal tersebut maka diharapkan orang tua dapat
membimbing dan mengarahkan segenap potensi anak khususnya emosi
agar dapat berkembang dengan baik dan memiliki kecerdasan.
c. Dengan diberikan pujian/hadiah, ketika anak pandai menjalankan
ibadah sehari-hari.
Pujian atau hadiah merupakan alat motivasi yang dapat
menjadikan pedoman bagi anak untuk belajar lebih giat lagi. Hadiah
atau pujian di sini merupakan suatu cara yang dilakukan oleh orang tua
dalam mendukung sikap dan tindakan yang baik. Hadiah yang
dimaksud disini adalah ganjaran yang berupa pemberian barang, seperti
alat-alat keperluan mengaji, shalat, kitab, buku-buku pelajaran.
12 Yasin Musthofa, EQ Untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam. ( Sketsa: 2007), hal.
d. Dengan memberikan bimbingan
Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada
seseorang agar mampu memperkembangkan potensi, yang dimiliki,
mengenali diri sendiri, mengatasi persoalan-persoalan sehingga mereka
dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab
tanpa bergantung kepada orang lain. 13
Setiap orang tua yang baik sesalu memberikan dorongan kepada
anak-anaknya agar perkembangan pribadi anak terbentuk dengan baik
terutama motivasi yang mengarah kepada nilai-nilai keislaman, orang
tua di desa Ja’an kurang memotivasi anaknya, hal itu di karenakan
kurangnya metode yang digunakan oleh para orang tua untuk
memberikan motivasi pada anak.
Dalam jiwa anak-anak juga kurang tertanamkan motivasi dari
dalam. Dimana motivasi tersebut sangat penting dan utama bagi
perkembangan jiwa anak di masa mendatang. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Nashar berbunyi bahwa motivasi yang paling baik
adalah motivasi yang timbul dari dalam manusia yang belajar
dibandingkan dengan motivasi yang datang dari luar diri manusia itu.
Apabila motivasi timbul dari dalam dirinya maka dorongan-dorongan
itu tidak mengenal lelah, tidak mengenal batasan waktu, selalu berusaha
hingga kebutuhannya tercapai walau bagaimanapun sulitnya.
Sedangkan kalau motivasi itu hanya datang dari luar diri manusia yang
belajar maka biasanya motivasi anak itu terbatas, tidak terus menerus
bergulir.14
Banyak dari orang tua hanya melakukan motivasi dengan cara
memberikan segala fasilitas yang berupa materi (benda-benda) tanpa
adanya motivasi secara psikis kepada para anaknya. Akibatnya sering
kali anak melakukan hal-hal yang kurang baik karena kurangnya
kedekatan orang tua.
3. Faktor Pendukung Dan Penghambat Pelaksanaan Bimbingan Orang
Tua Dalam Mendidik Ibadah Shalat pada Anak Usia Dini
Faktor Pendukung :
a. Adanya sarana dan prasarana yang memadai, sehingga membuat proses
belajar menjadi tenang, nyaman, dan akan membuat anak mudah dalam
menerima pembelajaran.
b. Adanya lingkungan yang baik, sehingga membuat anak menjadi
berperilaku baik.
Lingkungan anak dirumah adalah lingkungan yang pertama.
Dengan meningkatnya usia, anak akan mengenal teman sebaya di luar
rumah atau dari lingkungan tetangga. Hal ini sesuai yang diungkapkan
oleh Soemiartin Patmonodewo, yakni:
Lingkungan anak akan lebih baik bila orang-orang di sekitarnya berpendidikan dibandingkan bila lingkungannya terdiri dari orang yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal.15
14 Nashar, Peranan Motivasi & Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran. (Jakarta: Delia Press, 2004), hal. 59
c. Adanya dukungan dari orang tua, yang menginginkan anaknya
menjadi anak yang yang sholeh dan sholehah.
Faktor Penghambat :
a. Adanya siaran televisi, sehingga menjadi penghalang bagi anak dalam
pembelajaran.
Pengaruh tayangan televisi ini sangat berpengaruh dalam
pembentukan jiwa islami anak karena dengan adanya tayangan televisi
maka anak didik yang dalam tahap awal belajar akan meniru apa yang
ditayangkan dengan adanya pakaian yang serba model dan yang paling
menghambat lagi mereka akan melupakan sholat dan lebih
mementingkan menonton televisi. Seperti ungkapan Abdul Karim Nafsin
dalam bukunya mengatakan:
Orang tua harus memilihkan acara yang sesuai dengan dunia anak dan selalu didampingi, agar tidak salah faham terhadap berbagai acara yang akhir-akhir ini justru sering menjerumuskan anak16
b. Senangnya anak dalam bermain, yang akhirnya membuat anak lupa akan
ibadah.
Anak dan permainan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Anak dan permainan merupakan
dua pengertian yang hampir tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua
kegiatan tersebut sama-sama memperoleh kepuasan, kegembiraan, rasa
optimis, dan memacu perkembangan anak. Pada prinsipnya, bermain
merupakan alat penting bagi penyesuaian pribadi dan sosialisasi anak.
Cara anak bermain, alat permainan yang dipergunakan, jumlah pemain,
dan macam-macam permainan yang dilakukan anak dapat mencerminkan
keberhasilan anak dalam melakukan penyesuaian pribadi dan sosialnya.
Dunia anak-anak memang dunia bermain, sehingga tidak sedikit
orang tua yang membebaskan anak dari berbagai kegiatan yang mungkin
dianggap sebagai pekerjaan, dan dorongan anak untuk menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk bermain. Dalam hal ini Hurlock
mengutarakan tiga alasan penting, yaitu:
1. Terus menerus bermain membuat anak bosan. Apalagi jika terjadi banyak pengulangan permainan sehingga kegembiraan bermain kurang.
2. Anak kehilangan rasa percaya diri dari penghargaan sosial yang diperolehnya bila ia berhasil dalam berbagai kegiatan. 3. Jika anak selalu dihindarkan dari kegiatan yang dianggap
sebagai bekerja, maka anak terdorong menganggap bahwa pekerjaan merupakan suatu yang harus dihindari.17
c. Kesibukan dari orang tua, sehingga membuat anak lebih sering bermain
sendiri, dan kurangnya perhatian/keteladanan dari orang tua.
Orang tua harus selalu berusaha meluangkan waktu dengan
anaknya serta memberikan contoh yang baik kepada anaknya dan
menghindari perilaku yang buruk agar bisa ditiru anaknya.
Metode keteladanan juga di gunakan orang tua untuk mengajak
anaknya agar melaksanakan shalat berjamaah, karena shalat berjamaah
pahalanya lebih besar dari shalat sendiri. Dengan cara tersebut orang tua
sama halnya mengajarkan anaknya untuk berakhlak mulia diantaranya
mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya disembah dan berbakti
kepada orang tua.
Kemudian Rosihon memaparkan:
Berbakti kepada kedua orang tua merupakan faktor utama diterimanya do’a seseorang, juga merupakan amal shaleh paling utama yang dilakukan seorang muslim. Banyak sekali ayat Al-Qur’an ataupun Hadist yang menjelaskan keutamaan berbuat baik kepada kedua orang tua. Oleh karena itu, perbuatan terpuji ini seiring dengan nilai-nilai kebaikan untuk selamanya dan dicintai oleh setiap orang sepanjang masa.18
Orang tua juga menggunakan keteladanan untuk memberikan
contoh dan mengajak anak berperilaku sopan, tidak menjelek-jelekkan
orang lain, menghormati tetangga, dan menghormati tamu. Kemudian
Rosihon memaparkan:
Tetangga adalah orang terdekat dengan kita. Dekat bukan karena pertalian darah atau pertalian persaudaraan. Bahkan, mungkin tidak seagama dengan kita. Dekat disini adalah orang yang tinggal berdekatan dengan rumah kita.19
d. Lingkungan Pertemanan, teman yang tidak mengenal waktu dan tidak
dikenalkan ilmu agama oleh orang tuanya membawa dampak negatif
yang membuat santri malas masuk TPQ dan memilih bermain. Ini
menjadikan santri tersebut menjadi sering tidak masuk dan
mengakibatkan banyak pelajaran yang tertinggal olehnya.
Teman adalah cermin diri kita. Orang baik akan berteman dengan
orang baik, orang jahat akan berteman dengan orang jahat pula. Karena
itu harus berhati-hati dalam memilih teman. Dalam QS Al-Kahfi ayat 28,
Allah berfirman:20
28. dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang
menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati
Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas.
Dari ayat diatas kita bisa mengambil kesimpulan agar
senantiasa bersama (berteman/bersahabat) dengan orang-orang yang
baik dan taat beragama, dan jangan sampai tergoda atau terpengaruh
oleh orang-orang yang hanya mengejar kehiupan duniawi dan
melalaikan ajaran Allah.
Dalam sebuah hadits dijelaskan oleh rasulullah bahwa
berteman dengan orang baik itu bagaikan berteman dengan penjual
minyak wangi, meskipun kita tak kebagian minyak wanginya tapi
paling tidak kita akan kebagian wanginya. Sedangkan berteman
dengan orang jahat itu bagaikan kita bermain dengan pandai besi,
meskipun kita tak akan kebagian bara apinya tapi paling tidak kita
akan kebagian panasnya.
Maksud hadits diatas adalah berteman dengan orang baik
meskipun kita tidak langsung menjadi baik seperti teman kita, tapi
paling tidak kita akan terbawa baik olehnya. Sedangkan bergaul atau
berteman dengan orang yang tidak baik itu, meskipun kita tak
seburuk teman kita, tapi paling tidak nama dan citra diri kita akan
terbawa buruk karenanya.
Di sinilah betapa pentingnya orang tua memperhatikan
teman-teman pergaulan anak-anaknya, antara lain:21
1. Orangtua harus mengetahui dengan siapa anak-anaknya berteman.
2. Orangtua harus mengetahui aktivitas apa saja yang dilakukan oleh
anak-anaknya beserta teman-temannya.
3. Mengikat silaturrahmi atau sering berkomunikasi dengan para
orang tua teman anaknya, supaya bisa memantau keadaan dan
pergaulan anak-anak.
4. Bila aktifitas anak-anak beserta teman-temannya itu positif, maka
orang tua harus mendukung atau membantu aktifitas mereka.
5. Tetapi apabila aktifitasnya negatif, segeralah cegah atau
mengingatkan supaya meninggalkan/membatalkan aktifitasnya
tersebut.
6. Seringlah berkomunikasi dengan anak dimanapun mereka berada.
7. Selain itu seringlah berkomunikasi dengan orang-orang atau
pihak-pihak yang bisa mengetahui keadaan anak kita.
8. Ingatkanlah anak untuk selalu beribadah, berdzikir dan beramal
shaleh dimanapun mereka berada, agar mereka selalu selamat,
dilindungi Allah SWT, dan terhindar dari hal-hal yang tidak