I. PENDAHULUAN
Nepenthes adalah tanaman yang memilki ciri khas berupa kantong hasil modifikasi daun. Dari 103 spesies Nepenthes yang terdapat didunia, sebanyak 34 spesies hidup dan ditemukan dikawasan Kalimantan (Mardhiana et al., 2012). Kawasan Kalimantan sebagian besar berupa hutan, rawa-rawa, dan lahan gambut. Habitat ini cocok sebagai tempat tumbuh Nepenthes. Salah satu spesies yang dapat ditemukan dikawasan Kalimantan adalah Nepenthes bicalcarata. Nepenthes jenis ini merupakan salah satu spesies endemik kawasan Kalimantan (Listiawati & Siregar, 2008).
Nepenthes bicalcarata umumnya hidup pada ketinggian 0-950 m dpl. (Mansur, 2007). N. bicalcarata banyak ditemukan pada kawasan yang tidak subur dengan kandungan unsur hara N, P, dan K yang rendah, tanah masam dengan pH tanah berkisar antara 2 hingga 4,5 dengan kelembaban tinggi (Moran, 2006). Lingkungan dengan kelembaban tinggi merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan tanaman N.
bicalcarata, begitu juga intensitas cahaya yang baik diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini. Habitat N. bicalcarata adalah di rawa-rawa atau hutan hujan tropis dataran rendah, sehingga intensitas cahaya yang tersedia untuk tanaman ini diatur secara alami oleh adanya pepohonan, yang membuat kebutuhan sinar cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan N. bicalcarata.
N. bicalcarata merupakan tanaman hias yang potensial dengan harga jual tinggi.
N. bicalcarata adalah tumbuhan khas daerah tropis yang juga dikenal dengan nama
Fanged pitcher-plant (kantong semar bertaring) (Setiawan, 2013). Tanaman ini termasuk kritis jumlahnya dan diperkirakan semakin menurun jumlah individunya. Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor seperti kebakaran hutan, alih fungsi lahan hutan atau semak belukar menjadi kawasan pemukiman, perladangan, perkebunan, pertanian, ataupun pertambangan (Mardhiana et al., 2012). Oleh karena itu, perlu adanya usaha perbanyakan N. bicalcarata secara ex-situ agar terhindar dari kepunahan. Usaha konservasi ex-situ perlu dilakukan dengan cara mendomestikasi melalui mekanisme budidaya dan pemuliaan (Mansur, 2007).
N. bicalcarata merupakan tumbuhan unik bersifat karnifor (Kinnaird, 1997) yang dapat mematikan bagi serangga. N. bicalcarata memiliki karakter biologi sangat unik yaitu mampu mengabsorbsi unsur N dari tubuh serangga yang terjebak di kantungnya (Bhattacharyya & Jahri, 1998). Biji N. bicalcarata berbulu dan memiliki endosperm dengan struktur biji panjang dengan adanya sayap dikedua bagian ujungnya (Purwanto,
2
2007). Karena biji N. bicalcarata memiliki endosperm, maka tanaman ini bisa dibudidayakan secara in vivo. Namun, terdapat kendala dengan adanya ABA dalam biji
N. bicalcarata. Akibatnya, ABA menghambat perkecambahan biji N. bicalcarata. Biji
N. bicalcarata yang terbentuk akan mengalami dormansi.
Menurut Pasek (1999), dormansi biji dapat disebabkan oleh rendahnya kadar hormon GA3 (Giberellic acid) endogen. Untuk mengatasi dormansi biji N. bicalcarata
dapat dilakukan dengan pemberian GA3 eksogen. Penambahan hormon GA3 menjadi
sangat penting, karena hormon ini dapat memacu perkecambahan biji N. bicalcarata, agar biji segera tumbuh dan masa dormansi dapat terpatahkan dengan baik. Selain itu, kunci keberhasilan perkecambahan N. bicalcarata adalah pemilihan lingkungan yang tepat, termasuk kelembaban, temperatur dan cahaya. Menurut Isnaini (2009), secara keseluruhan tanaman Nepenthes membutuhkan cahaya yang cukup untuk dapat berkecambah. Biji N. bicalcarata bersifat fotoblastik positif yang berarti memerlukan cahaya untuk berkecambah. Menurut World of Carnivores (2007), tanaman Nepenthes
hanya membutuhkan waktu penyinaran matahari langsung selama 6-8 jam. Jika terlalu lama terpapar sinar matahari akan membuat kelembaban lingkungan sekitarnya menjadi rendah, dan keadaan seperti ini tidak cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman N. bicalcarata.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka muncul masalah yang perlu dikaji lebih mendalam yaitu, apakah interaksi pemberian hormon GA3 dan lama
penyinaran dapat memacu perkecambahan biji dan pertumbuhan N. bicalcarata. Berapa konsentrasi GA3 dan lama penyinaran terbaik untuk memacu perkecambahan biji dan
pertumbuhan N. bicalcarata.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi pemberian hormon GA3 dan lama penyinaran dalam memacu perkecambahan biji dan
pertumbuhan N. bicalcarata. Menentukan konsentrasi GA3 dan lama penyinaran terbaik
dalam memacu perkecambahan biji dan pertumbuhan N. bicalcarata.
Berdasarkan permasalahan dan tujuan di atas, penelitian ini diharapkan dapat mengetahui interaksi antara konsentrasi hormon GA3 dan lama penyinaran, sehingga
biji N. bicalcarata segera berkecambah dan tumbuh menghasilkan bibit dengan kualitas dan kuantitas tinggi.
Giberellic acid (GA3) merupakan hormon penunjang untuk mematahkan dormansi
biji agar biji N. bicalcarata cepat berkecambah. Pemberian GA3 bagi biji dapat
mempercepat perkecambahan apabila sesuai dengan konsentrasi yang diperlukan.
3
Penyinaran sangat mempengaruhi proses perkecambahan biji Nepenthes (Bradshaw et al., 2003). Penelitian mengenai pengaruh lama penyinaran pada perkecambahan biji N. bicalcarata juga belum pernah dilakukan, sehingga masih terbuka peluang untuk mengungkapkan masalah-masalah tersebut.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah, terdapat interaksi antara pemberian hormon GA3 dan penyinaran
dalam memacu perkecambahan biji N. bicalcarata. Konsentrasi 1% hormon GA3 dan
lama penyinaran 6 jam merupakan yang terbaik untuk perkecambahan biji N. bicalcarata.