• Tidak ada hasil yang ditemukan

Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini banyak bermunculan kasus-kasus kekerasan terhadap anak baik yang ditayangkan lewat media televisi maupun media cetak. Jenis kekerasan yang menonjol ada dua yaitu kekerasan fisik dan ekonomi. Namun pada dasarnya kedua jenis ini saling berkaitan satu sama lain, disamping juga bisa menjadi menjadi hubungan sebab-akibat. Kekerasan fisik yang banyak dijumpai seperti pemukulan terhadap anak, penyiksaan lain dengan membakar anak dan sebagainya. Hal ini tentu mengundang keprihatinan yang mendalam. Penyebabnya terkadang sepele, ketika orang tua jengkel karena si anak terus saja merengek meminta uang jajan, maka dari situlah si orang tua kemudian naik pitam yang berujung pada penyiksaan fisik pada anak. Apabila dirunut lebih jauh, krisis ekonomi yang berkepanjangan turut menyebabkan kondisi ini terjadi. Belum lagi ditambah dengan kebijakan mengenai kenaikan BBM yang dalam satu tahun telah terdapat 2 (dua) kali kenaikan. Implikasi lebih jauh, rakyat semakin menjerit terutama dari kalangan menengah ke bawah. Terlebih lagi bagi masyarakat yang hidupnya hanya mengandalkan pada penghasilan seadanya seperti dari hasil si anak bekerja seperti dengan mengamen, menyemir sepatu. Bahkan saat ini banyak anak kecil yang masih sangat dini usianya sudah berkeliaran di perempatan jalan tepatnya di dekat traffic light, mereka menengadahkan tangan menunggu beberapa rupiah dari para pengguna jalan. Sementara si orang tua terkadang berada di pinggir trotoar jalan menunggu sampai si anak mendapatkan uang yang diinginkannya.

(2)

dijumpai di perempatan Jlagran dan sekitarnya. Setiap hari pemandangan anak yang mengamen silih berganti dengan para orang tua dan dewasa.

Dalam mengembangkan anak untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan persiapan dan perlakuan terhadap anak secara tepat sesuai dengan kondisi anak. Sebagai manusia, setiap anak mempunyai ciri individual yang berbeda satu dengan yang lain. Di samping itu setiap anak yang lahir di dunia ini berhak hidup dan berkembang semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi yang dimilikinya. Untuk dapat memberi kesempatan berkembang bagi setiap anak diperlukan pola asuh yang tepat dari orang tuanya, hal ini mengingat anak adalah menjadi tanggung jawab orang tuanya baik secara fisik, psikis maupun sosial ( Nuryoto, 1998 ).

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian secara mendalam mengenai pola asuh pengamen anak di dalam keluarga, di samping hal lain yang menarik untuk diungkap lebih lanjut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah :

1. Bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak di dalam keluarga ? 2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kekerasan terhadap anak? 3. Bagaimana dampak kekerasan pada kondisi psikologi anak ?

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

(3)

D. Manfaat

1. Bagi kalangan civitas akademik

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana bagi kalangan civitas akademik yang memiliki perhatian pada kehidupan pengamen anak-anak.

2. Bagi masyarakat umum

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi di dalam usaha sosialisasi pola asuh anak yang baik di dalam keluarga.

3. Bagi pengambil kebijakan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi yang positif bagi pengambil kebijakan baik di tingkat pusat dan daerah di dalam perhatian terhadap potensi dan perlindungan anak sebagai aset bangsa.

E. METODE PENELITIAN 1. Penentuan Satuan Kajian

Pendekatan penelitian merupakan keseluruhan cara atau kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian mulai dari perumusan masalah sampai dengan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dengan mengambil studi kasus.

(4)

a. Rancangan sampel yang muncul, sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu.

b. Pemilihan sampel secara berurutan dengan tujuan untuk memperoleh variasi sebanyak-banyaknya.

c. Penyesuaian berkelanjutan dari sampel sehingga pemilihan sampel berdasarkan pada fokus penelitian.

d. Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan.

Purposive sample ini dipilih karena populasi yang akan diambil tidak bersifat homogen. Sedangkan unit analisis dalam penelitian ini adalah semua orang yang terlibat dalam pola asuh pengamen anak di dalam keluarga. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada penulis mengambil sampel sebagai berikut :

a. Orang tua pengamen anak b. Pengamen anak

c. Warga sekitar Jlagran

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di kampung Jlagran, Daerah Istimewa Yogyakarta

3. Langkah-langkah Penelitian a. Tahap Pra Lapangan

Pada tahap ini peneliti mengadakan survei pendahuluan. Selama proses ini peneliti mengadakan penjajakan lapangan terhadap lokasi penelitian, studi literatur serta menyusun rancangan penelitian

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini peneliti memasuki dan memahami lokasi penelitian dalam rangka pengumpulan data

c. Tahap Analisis Data

(5)

menempuh proses triangulasi data yang dikomparasikan dengan teori kepustakaan.

d. Tahap Evaluasi dan Pelaporan

Tahap ini merupakan tahap terakhir dan dilaksanakan setelah penelitian diuji.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara untuk memperoleh data yang lengkap, objektif dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta sesuai dengan tujuan penelitian. Menurut Lofland and Lofland (1984 : 47) dalam Moleong (1989 : 112) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sedangkan Hadawi Nawawi (1983) mengemukakan bahwa data penelitian dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Data Primer

Yaitu data autentik atau data langsung dari tangan pertama tentang masalah yang diungkapkan. Data ini disebut juga dengan data asli.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang mengutip dari sumber lain sehingga bersifat tidak autentik karena sudah diperoleh dari tangan kedua, dengan demikian data ini disebut juga data tidak asli.

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :

a. Wawancara mendalam

Wawancara dilakukan dengan menyiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan. Namun dalam prakteknya daftar pertanyaan ini tidak mengikat jalannya wawancara.

b. Observasi

Observasi dilakukan di kampung Jlagran untuk mengetahui secara langsung bagaimana para orang tua mengasuh anak-anak mereka.

(6)

Data-data pendukung lain diperoleh melalui dokumen-dokumen penting seperti dokumen lembaga yang diteliti termasuk di dalamnya data administrasi lembaga. Di samping itu foto maupun sumber tertulis lain yang mendukung juga bisa digunakan dalam proses dokumentasi.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen utama adalah peneliti sendiri karena pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Sehingga kedudukan peneliti sekaligus perencana, pelaksana, pengumpul data, penafsir data dan pelapor hasil penelitian. Di samping itu dapat juga digunakan instrumen lain seperti alat tulis, pedoman wawancara, pedoman observasi dan dokumentasi.

6. Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan langkah-langkah seperti yang dijelaskan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu :

a. Reduksi Data

Proses ini dilakukan dengan mengklasifikasikan data-data dari catatan tertulis di lapangan

b. Penyajian Data

Data yang telah direduksi disajikan dalam laporan yang sistematis, mudah dibaca dan dipahami baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian. c. Pengambilan Kesimpulan

Data yang telah diproses kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif yakni proses penyimpulan dari hal-hal yang sifatnya khusus ke hal-hal yang sifatnya umum agar diperoleh kesimpulan yang obyektif.

7. Uji Keabsahan Data

Peneliti dalam memeriksa keabsahan data menggunakan teknik :

(7)

sebagai pembanding data tersebut. Triangulasi dibedakan menjadi empat macam yaitu dengan sumber, metode, penyidik dan teori (Moleong, 2000). Sedangkan teknik yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi dengan sumber dan metode.

(8)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pola Asuh

Pengertian pola asuh dalam keluarga bisa ditelusuri dari pedoman yang dikeluarkan oleh Tim Penggerak PKK Pusat (1995), yakni : usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa (18 tahun).

Secara garis besar pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya dapat digolongkan menjadi :

1. Pola asuh otoriter

Yang dimaksud adalah setiap orang tua dalam mendidik anak mengharuskan setiap anak patuh tunduk terhadap setiap kehendak orang tua. Anak tidak diberi kesempatan untuk menanyakan segala sesuatu yang menyangkut tentang tugas, kewajiban dan hak yang diberikan kepada dirinya.

2. Pola asuh demokratis

Yang dimaksud adalah sikap orang tua yang mau mendengarkan pendapat anaknya, kemudian dilakukan musyawarah antara pendapat orang tua dan pendapat anak lalu diambil suatu kesimpulan secara bersama, tanpa ada yang merasa terpaksa.

3. Pola asuh permisif

Yang dimaksud dengan sikap orang tua dalam mendidik anak memberikan kebebasan secara mutlak kepada anak dalam bertindak tanpa ada pengarahan sehingga bagi anak yang perilakunya menyimpang akan menjadi anak yang tidak diterima di masyarakat karena dia tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan ( Nuryoto,1998).

B. Keluarga

(9)

suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau di luar keluarga. Masalah krisis keluarga dapat diduga muncul sebagai tidak berfungsinya tugas dan peranan keluarga. Secara sosiologis ( Melly dalam Busono, 2005 ), keluarga dituntut berperan dan berfungsi untuk mencapai suatu masyarakat sejahtera yang dihuni oleh individu (anggota keluarga) yang bahagia dan sejahtera. Fungsi keluarga perlu diamati sebagai tugas yang harus diperankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa, berdasarkan pendekatan budaya dan sosiologis, fungsi keluarga adalah sebagai berikut :

1. Fungsi Biologis

Bagi pasangan suami istri, fungsi ini untuk memenuhi kebutuhan seksual dan mendapatkan keturunan. Fungsi ini memberi kesempatan hidup bagi setiap anggotanya. Keluarga disini menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat-syarat tertentu.

2. Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan mengharuskan setiap orang tua untuk mengkondisikan kehidupan keluarga menjadi situasi pendidikan, sehingga terdapat proses saling belajar di antara anggota keluarga. Dalam situasi ini orang tua menjadi pemegang peran utama dalam proses pembelajaran anak-anaknya, terutama di kala mereka belum dewasa. Kegiatannya antara lain melalui asuhan, bimbingan, dan teladan.

3. Fungsi Beragama

(10)

4. Fungsi Perlindungan

Fungsi perlindungan dalam keluarga ialah untuk menjaga dan memelihara anak dan anggota keluarga lainnya dari tindakan negatif yang mungkin timbul. Baik dari dalam maupun dari luar kehidupan keluarga.

5. Fungsi Sosialisasi Anak

Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya.

6. Fungsi Kasih Sayang

Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Dalam suasana yang penuh kerukunan, keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.

7. Fungsi Ekonomis

Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis. Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.

8. Fungsi Rekreatif

(11)

9. Fungsi status keluarga

(12)

BAB III PEMBAHASAN

Sebagian masyarakat menganggap anak adalah kebanggaan orang tua, sehingga apabila dalam satu keluarga tidak terdapat anak seorang pun maka kehidupan dirasa hambar. Anak telah mengisi relung-relung hati orang tua di dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Keberadaan anak begitu diperhatikan sejak dulu sampai sekarang. Kalau dulu pandangan tentang anak yang lebih dominan adalah banyak anak banyak rejeki. Namun sepertinya akhir-akhir ini pandangan tersebut muai luntur tatkala banyak anak yang bekerja sebelum waktunya. Anak-anak yang belum punya skill apapun harus mengamen sambil menengadahkan tangan untuk mendapatkan uang receh dari para pengendara motor di jalan raya. Di saat anak-anak seharusnya menikmati dunia bermainnya, tiba-tiba harus terenggut karena harus mencari uang untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Kalau dilihat sepintas, mungkin ini dirasa sebagai sesuatu hal yang wajar karena terdesak oleh keadaan ekonomi orang tua yang minim. Namun apabila ditelusur lebih jauh, keberadaan pengamen anak-anak ini juga tidak terlepas dari kekerasan ekonomi yang mereka alami. Mungkin selama ini masyarakat hanya melihat kekerasan sebagian besar dari sudut fisik saja, akan tetapi apa yang dialami pengamen anak-anak ini lebih pada kekerasan psikis dan ekonomi. Meskipun sebagian diantaranya ada pula yang benar-benar mengalami kekerasan fisik dari orang tua mereka.

(13)

Di bawah ini akan dibahas masing-masing pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di dalam setiap keluarga, baik dari segi pengaturan jadwal kegiatan anak, pendidikan bagi anak, bergaul anak, dan ibadah anak.

A. Keluarga Ibu Sopariyah

Ibu Sopariyah, usia 31 tahun adalah ibu tiri dari Mei Lugiana S. Aktivitas bu Sopariyah lebih banyak dihabiskan di rumah saja. Sedangkan suaminya yang bernama pak Prayogo, usia 32 tahun, berasal dari Kebumen sekarang ini bekerja sebagai buruh. Terkadang bu Sopariyah hanya membantu menjadi penjaga warung di tempat tetangga. Sehingga penghasilannya tidak bisa dipastikan. Sesekali bu Sopariyah sekeluarga pulang ke Kebumen menengok handai tolan di sana. Ini pun hanya dilakukan sewaktu lebaran saja. Begitu pula ketika berlebaran di Sentolo, tempat dimana dia berasal.

Dalam hal pendidikan anak, menurut bu Sopariyah pemilihan sekolah dilakukan atas dasar keinginan anak. Sehingga anak tirinya, Mei ini bisa memilih sesuai dengan kehendaknya tanpa paksaan dari bu Sopariyah dan suaminya. Tetapi ketika hal ini dikonfirmasi ke Mei selaku anak ternyata memberikan keterangan yang berbeda. Bapak lah yang menentukan Mei harus bersekolah dimana. Sehingga nanti setelah lulus SD, Mei berkeinginan untuk bisa melanjutkan ke SMP atas keinginan sendiri yaitu di SMP 12. Hal ini diinginkan Mei dengan pertimbangan SMP 12 ini letaknya dekat dengan tempat tinggalnya. Semula Mei bersekolah di Kebumen yang merupakan tempat asalnya, namun sudah sejak kelas 3 SD Mei ikut orang tuanya pindah ke Yogyakarta, tepatnya menempati pinggir rel kereta api di sekitar daerah Jlagran. Sudah tiga tahun ini mereka sekeluarga tinggal di Yogyakarta.

Keluarga bu Sopariyah ini menempati sebuah bangunan yang tidak layak untuk disebut rumah. Karena hanya dinding pagar milik orang lain yang dipasangi dengan gedheg (bhs Jawa) di sekelilingnya sehingga mirip sebuah rumah. Sedangkan pintu rumah hanya terbuatkan dari kain yang telah usang.

(14)

maka Ibu Sopariyah tidak akan memaksa. Sementara itu Mei punya seorang adik yang bernama Anjar, sekarang ini duduk di bangku kelas 1 SD.

Mei dan adiknya sama-sama mengamen untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, di samping untuk beli jajanan (makanan kecil) juga digunakan untuk tambah-tambah beli sepatu dan tas. Menurut bu Sopariyah, sebenarnya ia telah melarang Mei dan adiknya mengamen di jalan, namun keduanya tetap bersikukuh mengamen untuk menambah uang jajan.

Selama ini Mei mengamen dari jam 20.00 sampai 21.30 WIB. Sehingga waktu belajarnya tersita untuk cari uang. Menurut bu Sopariyah, Mei belajar hanya di siang hari saja. Selama ini perhatian dari bapaknya Mei sangat kurang, ini ditegaskan oleh bu Sopariyah sendiri. Tetapi untuk urusan mengambil rapor si Bapak tetap mengambilkannya di sekolah.

Pengelolaan uang hasil mengamen Mei dan Anjar sepenuhnya dilakukan oleh bu Sopariyah dan suaminya. Uang hasil mengamen ini besarnya bervariasi, yaitu diantara 20.000 sampai 50.000 yang biasanya diperoleh Mei. Sedangkan Anjar karena masih kecil, ia hanya mendapat 5.000 tiap harinya. Perbedaan ini dikarenakan waktu yang digunakan Mei mengamen lebih lama dibandingkan adiknya.

Bu Sopariyah tidak melarang Mei untuk berteman dengan siapa saja. Hal ini juga ditegaskan oleh Mei, bahwa ia bebas memilih teman baik di rumah, sekolah maupun ketika mengamen di jalan.

Ibu Sopariyah, suami dan anak-anaknya beragama Islam. Hanya saja untuk pelaksanaan ibadah masih kurang. Hal ini diungkapkan oleh bu Sopariyah ketika Mei tidak mengerjakan sholat, maka selalu diingatkannya. Ternyata mengenai pelaksanaan sholat ini juga berbeda dari keterangan Mei. Menurutnya selama ini ia tidak pernah dimarahi dan diingatkan orang tua untuk sholat. Ia hanya akan sholat ketika ada keinginan sendiri untuk mengerjakannya.

(15)

Dampak psikologis yang bisa dilihat pada diri Mei adalah ia cenderung pendiam dibanding teman sebayanya. Ia tidak seceria teman-temannya. Kehidupan keluarganya yang susah secara ekonomi telah membuatnya tertekan.

B. Keluarga Ibu Kusmiyati

Ibu Kus, begitu sapaan akrab ibu dari Desi. Ibu Kus berasal dari Weleri, Kendal, Jawa Tengah. Tinggal di Yogyakarta sudah lima tahun. Pulang ke Kendal sudah dua kali. Ibu Kus juga bekerja sebagai pengamen. Penghasilan dari mengamen tiap harinya bervariasi, sekitar, 15.000, 20.000 dan 25.000. Khusus hari sabtu bu Kus tidak mengamen alias libur, karena ia menginginkan waktu khusus untuk mengurus keluarganya. Ia mengamen di sekitar perempatan Patangpuluhan dan Jokteng. Ia tidak mau mengamen di sekitar Jlagran, karena bagaimanapun juga ia sungkan kalau dilihat oleh tetangga kanan-kirinya. Namun suatu ketika pernah kepergok salah satu tetangganya ketika sedang mengamen. Apa mau dikata sudah kepalang basah akhirnya ia dengan tetangganya pun mengobrol panjang lebar. Ia mengaku bahwa keterpaksaan kondisi ekonomilah yang mendorongnya untuk mengamen di jalan. Tetangganya pun memaklumi, bahkan sampai saat ini pun tetangga tersebut tetap memperlakukan dirinya dengan baik.

Sementara itu suami bu Kus bekerja sebagai tukang becak. Secara fisik, suami bu Kus sudah renta karena sudah berusia 65 tahun. Sebenarnya ia tidak tega melihat suaminya mengayuh becak setiap hari demi mencukupi kebutuhan rumah tangga. Namun suaminya tetap bersikeras selama fisiknya masih kuat mengayuh becak. Dari menarik becak ini penghasilannya tidak seberapa. Bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur dan lain-lain. Belum lagi harus setor ke pemilik becak setiap harinya sebesar 4.000. Sehingga dengan sendirinya bu Kus lah yang kemudian menjadi tulang punggung keluarga.

(16)

Suatu ketika bu Kus sangat terkejut menjumpai Desi mengamen di jalan. Saat itu Desi baru saja naik ke kelas 4 SD. Bu Kus takut apabila suaminya sampai tahu Desi ternyata juga mengamen tanpa sepengetahuannya. Oleh karena itu, saat itu juga dengan serta-merta bu Kus ia menarik Desi dari jalan sambil menjambak (Bhs Jawa) rambut Desi. Sambil terus mengomel, bu Kus bilang pada Desi bahwa Desi tidak boleh mengamen. Bu Kus tidak ingin anaknya sengsara atau ikut menderita. Ia tidak ingin anaknya mengikuti jejaknya menjadi pengamen. Cukup ia saja yang mengalami kesusahan. Anaknya tidak boleh mengalami hal yang sama. Di samping itu ia juga akan merasa malu pada tetangga sekitar kalau sampai banyak yang tahu bahwa Desi juga mengamen di jalan.

Sejak ketahuan mengamen saat itu, Desi sudah berhenti tidak mengamen lagi. Menurut bu Kus, Desi baru mengamen 2 hari. Hari pertama mendapatkan 2.000 dan hari kedua mendapat 3.000. Semua uang itu habis digunakan untuk jajan.

Dalam hal sekolah dan belajar anak, sebenarnya ibu Kus sangat memperhatikan kemajuan belajar anak. Hanya saja Desi pernah tidak naik kelas satu kali sewaktu kelas 3 SD. Sekarang ini seharusnya Desi duduk di kelas 5 SD. Sejak itu Desi mulai semakin tekun belajar. Bahkan, akhir-akhir ini sepulang sekolah dari SD Pringgokusuman, Desi selalu belajar sendiri. Apabila ada Pekerjaan Rumah langsung dikerjakan dengan terlebih dahulu makan siang hidangan yang telah disediakan setiap harinya sebelum bu Kus berangkat mengamen. Saat ini, beban bu Kus cukup berkurang ketika ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang kemudian menggratiskan biaya SPP Desi setiap bulannya.

(17)

Ibu Kus sekeluarga memeluk agama Islam. Dalam hal ibadah, tidak jarang mereka sekeluarga pergi sholat berjamaah di masjid. Bu Kus mendidik anaknya untuk senantiasa menunaikan sholat lima waktu. Ia pun menegaskan bahwa meskipun ia mengamen tiap hari, namun ia tidak lupa selalu membawa mukena sehingga sewaktu mendengar adzan ia akan segera mengambil air wudhu dan sholat di masjid terdekat.

Dari gambar kehidupan keluarga bu Kus diatas, maka dapat diketahui bahwa bu Kus dan suami telah menerapkan pola asuh yang demokratis. Dimana hal ini tercermin dari beberapa aspek yang diserahkan pada anak dalam pelaksanaannya, dan pada beberapa aspek yang lain diatur oleh bu Kus dan suami.

C. Keluarga Ibu Sriyati

Bu Sriyati ini adalah ibu dari Nur Agni. Usia bu Sri sekitar 30 tahun. Ia hanya berhasil mengenyam bangku sekolah sampai kelas 3 SD. Pekerjaan bu Sri ini mengamen setiap harinya. Tempat asal bu Sri adalah di Sragen, Jawa Tengah. Sedangkan suaminya yang bekerja sebagai buruh serabutan berasal dari Sudagaran, Yogyakarta. Bu Sriyati sekeluarga tinggal di Jlagran kurang lebih 7 tahun dengan mengontrak satu kamar yang biayanya 5.000 per hari. Sementara itu penghasilan dari mengamen, bu Sri memperoleh sekitar 10.000 sampai 20.000 perhari. Mengamen sejak dari jam 4 sore sampai jam 6 sore. Sedangkan penghasilan suaminya berkisar 10.000 sampai 15.000. Perolehan hasil mengamen dan hasil kerja suami ternyata tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan anak. Bu Sri mengamen atas keinginan sendiri. Suaminya selama ini juga mengetahui dan tidak berkeberatan karena keterpaksaan kondisi ekonomi keluarga. Suaminya menyadari bahwa penghasilannya setiap hari tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Belum lagi mereka mempunyai 4 anak yaitu Nur Agni kelas 2, Tia belum sekolah, Pradoto 4 tahun, Ratna hampir 2 tahun bulan Oktober nanti.

(18)

mereka sering jalan sendiri-sendiri. Memilih lokasi sendiri untuk mengamen. Sedangkan menurut pengakuan Nur Ani, kalau ia tidak mengamen bu Sri langsung menghajarnya, baik mencubit, memukul pundak kanan-kiri dan sebagainya. Hanya sewaktu berkunjung di tempat kakek dan nenek di desa, Nur Agni diijinkan tidak mengamen sama sekali. Semua uang hasil mengamen disimpan oleh bu Sri, karena khawatir kalau disimpan Bapak, bisa digunakan untuk mabuk (mendem), begitu keterangan Nur Agni lebih lanjut. Tiap hari Nur Agni bisa mengumpulkan uang berkisar 20.000 – 25.000. Sering juga mendapat Rp. 50.000. Suatu ketika pernah hanya memperoleh Rp. 5.000. Tapi hal ini jarang terjadi. Uang tersebut kemudian disetor ke bu Sri.

Sedangkan uang saku untuk Nur Agni di sekolah Rp. 2000,- dan uang jajan di rumah Rp. 1000,-. Semua itu bu Sri yang memberikannya. Sedangkan menurut Nur Agni, ia diberi uang saku tiap harinya sebesar Rp. 1.000,- dan uang jajan di rumah Rp. 5.000,-. Kalau Nur Agni ingin apa-apa ( beli sesuatu ), Nur Agni cari sendiri. Misalnya : suatu hari Nur Agni dapat mengumpulkan uang Rp. 50.000,-. Kalau Nur Agni ingin beli sesuatu, maka Nur Agni menyetorkan uang Rp. 50.000,- terlebih dahulu ke ibunya, setelah itu baru Nur Agni cari uang lagi sebesar 10.000 atau 20.000 untuk membeli apa yang diinginkannya. Selama ini pengelolaan uang ngamen, dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan bayar sekolah dan untuk kebutuhan rumah tangga.

Pekerjaan rumah tangga dikerjakan Bu Sri dengan bantuan Nur Agni dan Tia. Biasanya disuruh belanja. Kadang-kadang Nur Agni sulit juga diminta bekerja, sehinga bu Sri sering anyel (Bhs Jawa) atau mendongkol ketika anak-anak tidak mau disuruh-suruh. Bu Sri sebenarnya sudah menyuruh anak-anaknya kalau siang agar tidur, kalau malam disuruh belajar. Tetapi anak-anaknya saja yang tidak mau.

(19)

jam 5 pagi. Sebenarnya sudah sekian lama Nur Agni ingin berhenti mengamen, namun apa daya ia tidak berani membantah perintah orang tuanya untuk terus mengamen demi memenuhi kebutuhan keluarga. Nur Agni hanya ingin terus belajar terus sehingga suatu saat kelak bisa mencapai kesuksesan. Bahkan ketika ditanya besok kalau sudah besar ingin jadi apa. Nur Agni menjawab dengan singkat, ingin menjadi wiraswasta. Ia tidak ingin mengamen lagi.

Pergaulan Nur Agni tidak dibatasi, ia boleh bermain dengan siapa saja tanpa adanya larangan dari bu Sri dan suaminya. Sehingga ketika penulis sedang mengamati pergaulan Nur Agni dan teman-temannya, jelas terlihat kurang kontrolnya orang tua atas pergaulannya. Dengan begitu mudahnya Nur Agni mengumpat ketika berseteru dengan temannya. Tidak segan-segan Nur Agni menyumpahi temannya dengan menyebut nama-nama binatang seperti anjing, bajing dan sebagainya.

Dalam hal beribadah, bu Sri kadang-kadang sholat, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Nur Agni pun juga tidak pernah dimarahi jika tidak melaksanakan sholat.

Setelah selesai diwawancarai, Nur Agni membonceng penulis di jok belakang bersama Danang, sambil berpamitan dengan ibunya untuk mengamen lagi, “ Bu, aku tak golek 10.000 yo ! “ atau dalam bahasa Indonesianya “ Bu, saya mau cari 10.000 lagi ya !“. Ibunya menyahut : “ yoh, ho o “ atau “ya “Kemudian penulis menyahut : “wah taren sik “ atau " wah tawar-menawar dulu“. Ibu Sri kemudian menjawab : “ Iya….,” sambil tertawa.

(20)

tersinggung dan marah-marah sambil mengumpat tanpa menghiraukan apakah yang diumpatnya itu adalah teman sebaya maupun yang lebih tua.

D. Keluarga Ibu Surati

Bu Surati ini berasal dari Bantul. Mempunyai anak 4 orang. Dua diantaranya adalah Sri Sudarwati dan Danang. Bu Surati, beserta kedua anaknya ini sama-sama mengamen setiap hari di perempatan Jlagran. Tepatnya di bawah rel jembatan kereta api. Sedangkan 2 anaknya yang lain tinggal di Bantul. Sebenarnya bu Surati mempunyi 4 anak, tetapi 2 anaknya yang lain tinggal di Bantul. Ibu Surati mengamen dari jam 10.00 – 17.00, dengan mendapatkan uang sebesar. Rp. 8.000 ( hari biasa), dan Rp. 15.000 di hari Minggu. Sedangkan suami Bu Surati yang bernama Pak Watono, asli warga Badran, bekerja sebagai tukang becak.

Dalam hal kegiatan belajar anak, bu Surati selalu memberi saran supaya anak belajar terutama kalau malam hari karena sepulang dari sekolah kedua anaknya langsung mengamen. Pemilihan tempat sekolah atas kehendak bu Surati dan suaminya karena disesuaikan dengan kondisi ekonomi Rumah Tangganya. Sampai saat ini, Bu Surati mempunyai cita-cita menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Ia akan berusaha semampunya.

Bu Surati sekeluarga beragama Islam. Tentu saja pemilihan agama Islam bagi anak-anak ditentukan oleh Bu Surati dan suaminya. Namun dalam pelaksanaan ibadah, bu Surati sekeluarga belum melaksanakannya dengan maksimal. Mereka hanya kadang-kadang saja menunaikan sholat. Justru si anak yang sering mengajak sholat bu Surati dan suaminya. Bahkan anak-anaknya ( Sri Sudarwati dan Danang) juga pergi ke masjid untuk sholat berjamaah atas keinginan mereka sendiri.

(21)

mengerjakannya atas kemauan sendiri. Kadang-kadang disuruh orang tua jika sudah banyak menumpuk, tetapi belum dicuci. Kalau untuk kebutuhan sendiri, seperti jajan dilakukan Sri tanpa campur tangan orang tua.

Menurut bu Surati, pergaulan Sri selama ini baik-baik saja, karena Sri sudah bisa memilih teman sendiri baik di sekolah, di rumah maupun di jalan ketika mengamen. Tetapi tidak jarang pula bu Surati dan suaminya memberi saran jika ada masalah-masalah yang muncul atas pergaulannya.

Setiap kali penulis datang ke lokasi penelitian, terlihat Sri sering menangis sendirian. Penulis berusaha menanyakan ke bu Surati sebagai ibunya, dijawab bahwa Sri memang sering dijahili temannya. Lagipula memang Sri agak cengeng. Namun ketika penulis sendiri yang mendekati Sri dan menanyakan apa yang membuatnya sering menangis, ternyata ia baru saja dicubit oleh ibunya karena hari itu ia tidak mendapatkan uang sesuai harapan ibunya. Apalagi kalau Sri sering terlihat diam saja tidak mengamen, maka pukulan yang ia terima jauh lebih keras. Dampak psikologis lain yang bisa diamati dari perilaku Sri adalah Sri terlihat sering melamun, dan menjadi anak yang kurang bergaul karena sibuk mencari uang dengan mengamen. Wajah Sri begitu berseri-seri setiap kali penulis datang menghampirinya seolah ia bisa mendapatkan teman untuk berbagi cerita.

E. Keluarga Ibu Lina

Ibu Lina, usia 37 tahun, berasal dari Ambarawa. Ia tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Ibu Lina telah cerai dengan suaminya pada tahun 1996. Dulu suaminya berasal dari Sunda. Sekarang ini statusnya janda. Sampai saat ini ia belum menikah lagi. Beberapa tahun terakhir ini ia ditolong oleh lelaki yang telah beristri, bekerja sebagai buruh asal dari Demak Ijo. Secara tidak langsung bu Lina telah menjadi istri simpanan karena ia dan keluarga telah dipelihara dan dibiayai kebutuhan hidupnya oleh lekaki tersebut.

(22)

Sedangkan anaknya yang ke -3 bekerja sebagai pengamen anak. Anaknya ini bernama Puput. Anak bungsunya bernama Ota, baru berusia 9 bulan.

Dalam hal pekerjaan rumah tangga, Puput juga disuruh oleh Bu Lina untuk momong adik dan menyapu. Puput bukanlah termasuk anak yang bandel. Apa saja yang diperintahkan bu Lina selalu diturutinya.

Puput saat ini duduk di bangku kelas 3 SD. Sedangkan biaya sekolah ditanggung oleh lelaki yang telah telah beristri yang menjadi penopang hidup keluarga mereka. Namun akhir-akhir ini, bu Lina tambah bersyukur karena SPP 1 tahun ini digratisi oleh BOS.

Menurut Bu Lina, Puput mengamen atas keinginan sendiri. Terkadang Puput juga malas mengamen. Pendapatan Puput berkisar 5.000 sampai 10.000. Mengamen dari pukul 11.00 sampai 18.00.

Untuk masalah pergaulan dengan teman dibatasi oleh bu Lina. Selama ini bu Lina menerapkan pada Puput untuk belajar dari pukul 18.30 – 19.00. Meskipun tidak ada pelajaran tambahan di sekolah.

Dalam hal ibadah, Puput dan Bu Lina juga terkadang pergi sholat berjamaah di Mushola.

Dari perilaku Puput yang bisa dilihat, ia menjadi anak yang agak minder dibanding teman-temannya. Ini tercermin dari setiap kata-kata yang dikeluarkannya selalu disertai dengan menundukkan kepala. Puput menjadi anak yang kurang percaya diri.

F. Keluarga Ibu Suranti

Bu Suranti adalah orang tua Fredi. Asal Bu Suranti dari Tegalrejo. Usianya 41 tahun. Sedangkan suaminya berusia 50 tahun. Ia dan suami sama-sama telah menamatkan pendidikan dasar di SD. Hanya saja saat ini ia dan suami tidak tinggal bersama. Suami tinggal di Sumodaran dan bekerja sebagai tukang becak di Wirobrajan.

(23)

Suranti sedang membuat rumah di Sumodaran. Namun bu Suranti tidak boleh tinggal di Sumodaran oleh anak tirinya.

Rumah yang ditempati di Jlagran, ia sewa per hari Rp. 3000. Setiap hari bu Suranti berjualan es, dalam satu harinya menghabiskan 3 (tiga) buah es batu. Penghasilan dari jualan es Rp. 7.500,-. Uang tersebut digunakan untuk kebutuhan harian. Sedangkan Fredi (anak Bu Suranti), mencari uang sendiri untuk kebutuhan dirinya dengan mengamen di jalan.

Bu Suranti melanjutkan ceritanya mengenai awal mula Fredi menjadi pengamen anak. Dulu pernah suatu saat Bu Suranti benar-benar tidak punya apa-apa, tiba-tiba, Fredi datang (pulang ke rumah) dengan membawa beras, lauk-pauk dan sisa uang 4000. diberikan ke bu Suranti. Ternyata Fredi mengaku bahwa ia mendapatkan semua itu dari hasil mengamen di jalan. Saat itu, Bu Suranti kaget, tapi apa mau dikata, memang apa yang dibawa Fredi benar-benar menjadi kebutuhan keluarga. Bu Suranti hanya bisa menagis penuh haru akan perhatian anaknya yang sudah seperti orang dewasa dalam berpikirnya.

Akhirnya sampai sekarang ini, Bu Suranti membiarkan saja Fredi mengamen di jalan. Bu Suranti berpedoman, bahwa segala sesuatu itu tergantung pada kehendak anak. Bu Suranti punya keinginan, kalau sudah dewasa nanti, Fredi diminta untuk mengurus babi saja.

Dalam kehidupan sehari-hari, Fredi juga sering disuruh-suruh oleh bu Suranti untuk membeli kebutuhan rumah tangga di warung. Kadang-kadang Fredi juga membantah, dan menyuruh adiknya yang mempunyai keterbatasan dan sekarang disekolahkan di SLB.

(24)

gurunya sendiri. Fredi bersekolah di SD Tompeyan, saat ini SPPnya dibiayai oleh BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Dalam hal pergaulan ibu Suranti membatasi siapa saja yang menjadi teman Fredi. Ia membolehkan Fredi berteman hanya dengan anak-anak yang dekat-dekat rumah saja.

Bu Suranti dan keluarganya memeluk agama yang berlainan. Suaminya dan anak-anaknya beragama Islam. Sedangkan bu Suranti sendiri beragama Kristen. Sehingga ia tidak pernah menyuruh anaknya untuk beribadah. Fredi pun sholat kadang-kadang atas keinginan sendiri.

Dari gambaran sepintas kehidupan Bu Suranti sekeluarga dapat dilihat bahwa si anak (Fredi) menjadi anak yang cepat berkembang dalam berpikir karena desakan ekonomi orang tua. Fredi seolah menjadi sosok penopang keluarga setelah ayah dan ibunya pisah rumah. Namun sisi lain yang dimiliki Fredi adalah emosinya yang cepat tersulut, terlebih lagi apabila berhadapan dengan Nur Agni. Antara keduanya sering bertengkar untuk masalah yang sepele. Hal ini dipicu oleh kepribadian mereka yang agak temperamental.

G. Keluarga Ibu Sri Mulyani

(25)

ingin anaknya turun ke jalan untuk mengamen. Sekarang dia tidak bekerja karena punya bayi kecil. Sedangkan yang menyuruh Yuli mengamen di jalan adalah Bu Sri sendiri. Karena untuk membiayai kontrak rumah dan juga membayar SPP sekolah kakaknya yang kelas 3 SMP di Klaten. Awalnya suami Bu Sri marah, begitu mengetahui Yuli mengamen, tetapi bagaimana lagi, terpaksa karena kondisi ekonomi yang minim akhirnya suaminya hanya bisa berdiam diri. Penghasilan Yuli dari mengamen per hari Rp. 10.000. Hasilnya ini ditabung oleh bu Sri. Yuli termasuk mendapatkan hasil mengamen yang sedikit dibanding teman-teman lainnya. Hal ini dikarenakan Yuli ternyata anak yang pemalu, lagi pula menurut Bu Sri, Yuli tidak berbakat untuk mengamen.

Bu Sri sangat memperhatikan waktu belajar Yuli. Pernah suatu saat Yuli pernah pulang malam, dicari-cari oleh bu Sri. Bu Sri juga memperhatikan pergaulan anaknya, ia selalu melarang anak-anaknya bergaul dengan anak-anak lain yang tidak baik. Hari itu Yuli baru saja dimarahi karena telah bergaul dengan orang-orang yang tidak benar. Bu Sri sering menangis sendiri karena sebenarnya ia tidak ingin anaknya terus ke jalan. Bu Sri sering membandingkan dengan masa kecilnya dulu yang lebih enak (kepenak: Bhs Jawa). Seumur hidup sampai setua ini, Bu Sri belum pernah turun ke jalan untuk mengamen. Tetapi bagaimana lagi, namanya juga terpaksa.

Anak-anak kadang-kadang mau disuruh untuk berbagai pekerjaan rumah tangga.

Dalam hal belajar, Bu Sri sering membantu Yuli untuk mengerjakan PR nya. Bu Sri juga mengatur jadwal si Yuli, kira-kira jam berapa saja Yuli boleh main, harus mengamen, harus belajar, harus tidur dan lain-lain.

(26)

(sambil tersenyum pahit ketika menyatakan hal ini). Ketika itu terlihat ada gurat kegetiran di wajahnya.

Sepintas gambaran kehidupan bu Sri sekeluarga memperlihatkan kondisi yang cukup memprihatinkan. Bagaimana tidak, di tengah tekanan hidup yang semakin menghimpit, perekonomian keluarga mereka semakin menurun. 2 (dua) becak pun akhirnya habis terjual. Sekarang ini suami bu Sri hanya menjadi buruh becak. Setiap harinya harus setor ke pemilik becak, bahkan terkadang harus menombok karena penghasilan menarik becak per hari tidak mencukupi. Akhirnya anak keduanya yang bernama Yuli harus berkorban, di tengah masa bermainnya harus dihabiskannya untuk jadi pengamen di jalan. Dengan hasil yang didapatnya per hari bisa untuk membiayai sekolah kakaknya di Klaten. Secara psikologis, dalam pribadi Yuli terlihat bahwa ia tertekan. Sebenarnya ia tidak mau menjadi pengamen. Namun karena paksaan ibunya, akhirnya dengan berberat hati dijalaninya. Dalam hal ini pola asuh yang diterapkan oleh bu Sri cenderung otoriter di dalam pemilihan pekerjaan dan aktivitas anak.

H. Keluarga Ibu Sutirah

Bu Sutirah adalah nenek dari Prihatin. Usia Bu Sutirah sudah lebih dari separuh baya yaitu menginjak 63 tahun. Anak kandungnya hanya satu orang yang sekarang ini tinggal di luar kota. Sedangkan ibunya Prihatin adalah anak angkat. Ibu Sutirah bercerita bahwa ibunya Prihatin dihamili orang dan akhirnya melahirkan Prihatin. Sekarang ini Prihatin duduk di kelas 6 SD. Sedang menunggu pengumuman kelulusan. Selama ini SPP sekolah gratis didanai oleh BOS serta mendapat bantuan 1 juta rupiah. Rumah yang ditempati sekarang ini adalah rumah kontrakan dengan biaya 300.000 per tahun. Yang punya rumah kontrakan mbak Rini. Prihatin juga disuruh mencuci oleh neneknya. Kalau Prihatin main terus, maka ia akan dimarahi oleh neneknya.

(27)

raport Prihatin selama ini berkisar 6. Nilai ini cukup pas-pasan menurut Bu Sutirah.

Dalam hal pekerjaan rumah, Prihatin juga sering disuruh mengepel lantai oleh Bu Sutirah. Di samping itu, ia juga kadang diminta belanja kebutuhan rumah tangga di warung terdekat.

Dalam hal agama, Bu Sutirah dan Prihatin memeluk agama yang berlainan. Bu Sutirah beragama Katolik. Sedangkan Prihatin beragama Islam seperti ibunya. Sejauh ini, Prihatin sholat sendiri tanpa disuruh.

Gambaran di atas memperlihatkan bahwa Prihatin menghabiskan masa kanak-kanaknya di jalan dengan mengamen sepanjang hari. Prihatin menjadi anak yang agak liar. Kasih sayang orang tua yang seharusnya ia dapatkan hilang begitu saja, seakan tidak bisa tergantikan oleh kasih sayang neneknya. Bagaimanapun, neneknya sudah sangat renta. Di usianya yang masih anak-anak menjelang remaja, ia agak lebih centil dibanding teman-temannya. Inipun ditunjang dandanannya yang juga sudah menyerupai orang dewasa. Secara psikologis, ini merupakan dampak dari kurangnya kasih sayang orang tua.

I. Ibu Rini (Warga asli Jlagran)

Ibu Rini adalah pedagang warung kelontong di sekitar tempat mangkalnya anak-anak kecil yang mengamen. Bahkan sering pula warungnya menjadi tempat tujuan anak-anak yang mengamen untuk beli es dan sebagainya. Ibu Rini bercerita bahwa dulunya anak-anak yang mengamen di sekitar Jlagran ini, rajin berangkat ke TPA untuk mengaji. Namun beberapa tahun terakhir ini telah bergeser, banyak anak yang terlalu asyik mengamen untuk mendapatkan banyak uang sehingga ketika diingatkan oleh Bu Rini, mereka cuek saja. Pernah suatu kali Bu Rini ikut menghitungkan uang hasil ngamen anak-anak. Sebagai contoh : Nur Agni, yang hari itu sampai siang di atas jam 12 sudah mendapatkan 50.000. Bisa dibayangkan berapa jumlah uang yang diperoleh Nur Agni dalam satu harinya sampai sore atau malam hari, tentunya lebih banyak lagi.

(28)

orang tua melarang si anak untuk mengamen, karena mereka masih kecil harus mencari uang. Mereka seharusnya belajar, dan kembali giat untuk kegiatan di TPA. Karena dulunya anak-anak cukup rajin juga pergi sholat berjamaah di mushola. Sekarang ini bahkan tidak ada sama sekali diantara anak yang mengamen pergi ke mushola. Kebetulan pula ibunya Nur Agni juga mengamen di jalan. Bu Rini sudah sering menasehati agar ibunya Nur Agni juga berhenti mengamen. Bu Rini bilang, “ Apa selamanya kamu akan menggantungkan hidup dengan mengamen ? Cobalah bekerja yang lain. Yang penting kan ada usaha untuk berubah, begitu ungkap bu Rini pada penulis.

Bu Rini juga bercerita bahwa ibunya Mei dan ibunya Prihatin itu orang yang “ tidak beres” dalam artian mereka menjadi perempuan yang suka menjajakan diri. Bu Rini punya kekhawatiran bahwa Prihatin akan meniru sifat dan sepak terjang ibunya.

(29)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hasil penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Setiap orang tua dalam keluarga menerapkan pola asuh yang berbeda. Ada yang menerapkan pola permisif, otoriter dan demokratis. Sebagian besar dari mereka menerapkan pola otoriter pada pemilihan pekerjaan anak jadi pengamen di jalan. Namun dalam urusan belajar, pekerjaan rumah, dan beribadah mereka cenderung menerapkan pola permisif. Hanya sedikit yang menerapkan pola demokratis.

2. Para pengamen anak dipaksa untuk mengamen untuk menutupi kebutuhan harian rumah tangga dan juga untuk jajan anak sendiri. Mereka terpaksa berpanas-panas di terik matahari yang menyengat demi mendapatkan uang bagi orang tua. Si anak telah bekerja sebelum waktunya. Hal ini mengindikasikan telah terjadinya eksploitasi dan kekerasan pada anak. Karena ketika si anak tidak mendapatkan hasil yang diharapkan oleh orang tua, maka yang datang menyambut adalah cubitan dan pukulan dari orang tua. Hal ini telah diakui oleh sebagian anak yang telah diwawancarai, mereka terpaksa harus menelan pil pahit dengan menuruti semua kehendak orang tua kalau tidak ingin disakiti.

B. SARAN

1. Sebaiknya anak dibiarkan menikmati masa bermainnya, karena dengan mengamen di jalan dengan sendirinya telah merampas dunia kanak-kanak mereka.

(30)

sehingga si anak sebisa mungkin tetap menikmati dunia kecilnya tanpa harus bekerja keras.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Busono, Tjahjani, dkk. 2005. Perubahan Sosial di desa Asal Migran TKW ( Studi Kasus di Kecamatan Ciranjang Kabupaten. Ciawi Jawa Barat ). Tidak diterbitkan

Nawawi, Hadawi; Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1992.

Lauer, Robert H. 2003. Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta : PT Rineka Cipta

Miles dan Huberman. (Terjemahan Tjejep Rohandi). 1992. Analisis Data Kualita tif. Cetakan Pertama. Jakarta : UI-Press

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda Karya Nuryoto, Sartini. Pola Asuh Anak. (disampaikan dalam sarasehan “ Pola Asuh

Anak yang Adil Gender ”, 24 Juli 1998 di Benteng Vredeberg. Yogyakarta. Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan ke-38. Jakarta :

PT RajaGrafindo Persada

(32)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan audit internal adalah Andreas dkk (2014) melakukan penelitian dengan judul pengaruh peran audit internal terhadap pencegahan

Hasil pengujian tersebut mengindikasikan bahwa dalam waktu yang lebih panjang (sebelum sampai dengan sesudah stock split ), ekspektasi pasar terhadap return

2. A nem állami fels ő oktatási intézmények hallgatóinak rekrutációja során mind a kulturális, mind pedig az anyagi-jövedelmi hatás érvényesül, ugyanakkor az anyagi

Kinerja membran perovskit LSCF 7382 akan menjadi lebih baik jika membran disintesis pada suhu dan waktu sintering tertinggi sehingga membran memiliki kepadatan relatif tinggi, fusi

Berdasarkan hasil dari analisis statistik dan uji akurasi maka dapat diketahui bahwa saluran 5 citra Landsat TM yaitu citra kelembaban tanah permukaan berbasis saluran

6 UKM-F (Unit Kegiatan Mahasiswa-Fakultas) diantaranya yaitu; JAZWA yang bergerak dalam bidang keagamaan, ESENSI yang bergerak dibidang jurnalistik, TEATER MOMENTO

2.3.2.3 Perkembangan moral (Kohlberg) anak prasekolah adalah prakonvensional meliputi pada orientasi hukuman dan kepatuhan (usia 2-4 tahun) anak menilai suatu

Prevalensi tumor ganas yang biasanya terjadi pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor parotis, 50 % pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun