• Tidak ada hasil yang ditemukan

s | Materi Perkuliahan STKIP Purnama Pertemuan 4 dan 5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "s | Materi Perkuliahan STKIP Purnama Pertemuan 4 dan 5"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Website : www: smksejahtera.com E-mail : kontak@smksejahtera.com

A. Pengertian dan Perkembangan

Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroprasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang menggunakan istilah “pertumbuhan” dan “perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini secara interpendensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak dapat dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang secara pilah sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis. Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat, dalam perjalanan waktu tertentu. Pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif secara berkesinambungan.

Hasil pertumbuhan antara lain berwujud bertanbahnya ukuran-ukuran kuantitif badan anak seperti, panjang, berat, dan kekuatannya. Begitu pula pertumbuhan akan mencakup perubahan yang makin sempurna tentang system jaringan saraf dan perubahan-perubahan struktur jasmani lainnya. Dengan demikian, pertumbuhan dapat juga diartikan sebagai proses perubahan dan proses pematangan fisik.

Pertumbuhan jasmani berakar pada organisme yang selalu berproses untuk (the process of coming inti being). Organisme merupakan system yang mekar secara kontinu, yang selalu “beroprasi” atau berfungsi, juga bersifat dinamis dan tidak pernah statis secara komplit. Pertumbuhan jasmaniah ini dapat diteltii dengan mengukur berat, panjang, dan ukuran lingkaran; umpanya ligkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, lingkar lengan, dll. Dalam pertumbu-hannya, setiap bagian tubuh itu mempunyai perbedaan tempo kecepatan. Misalnya, pertumbuhan alat kelamin berlangsung paling lambat pada masa kanak-kanak, tetapi percepatan pada masa pubertas. Sebaliknya pertumbuhan susunan saraf pusat berlangsung paling cepat pada masa kanak-kanak kemudian menjadi lambat pada akhir masa kanak-kanak, dan ralatif berhenti pada masa pubertas.

Perbedaan kecepatan tumbuh masing bagian tubuh mengakibatkan adanya perbedaaan dalam keseluruhan proporsi tubuh dan juga menimbulkan perbedaan dalam fungsinya. Kepala seorang bayi misalnya, adalah ralatif lebih besar, sedangkan kaiki dan tangannya relatif pendek jika dibandingkan dengan keadaan orang dewasa. Pada orang dewasa, perbandingan bandan dan anggota badan hamper sama panjangnya. Pada usia 2 tahun, pertengahan badan berada di sekitar pusat, sedang pada usia dewasa, pertengahan badan berada di atas tulang kemaluan. (lihat buku Psikologi Remaja, karangan Prof .Dr. Sarlito Wirawan).

(2)

Pertama, faktor-faktor yang terjadi sebelum lahir. Umpama : peristiwa kekurangan nutrisi pada ibu dan janin; janin terkena virus, keracunan sewaktu bayi ada dalam kandungan; terkena infeksi oleh bakteri syphilis, terkena penyakit gabag, TBC, kolera, tifus, gondok, sakit gula, dan lain-lain.

Kedua, faktor ketika lahir atau saat kelahiran. Faktor ini antara lain adalah intracranial haemorage atau pendarahan pada bagian kepala bayi yang disebabkan oleh tekanan dari dinding rahim ibu sewaktu ia dilahirkan dan oleh efek susunan saraf pusat, karena proses kelahiran bayi dilakukan dengan bantuan tang (tangver-lossing).

Ketiga, faktor yang dialami bayi sesudah lahir, antara lain oleh karena pengalaman traumatik pada kepala, kepala bagian dalam terluka karena kepala bayi (janin) terpukul, atau mengalami serangan sinar matahari (zonnestiek). Infeksi pada otak atau selaput otak, misalnya penyakit cerebral meningitis, gabag, malaria tropika, dypteria, dan lain-lain. Semua penyebab tersebut di atas mengakibatkan pertumbuhan bayi dan anak sangat terganggu.

Keempat, faktor psikologis antara lain oleh karena bayi ditinggalkan ibu, ayah atau kedua orang tuanya. Sebab lain ialah anak-anak dititipkan pada suatu lembaga, seperti rumah sakit, rumah yatim piatu, yayasan perawatan bayi, dan lain-lain, sehingga mereka kurang sekali mendapat perwatan jasmaniah dan cinta kasih orang tua. Anak-anak tersebut mengalami kehampaan psikis (innanitie psikis), kering dari perasaan sehingga mengakibatkan kelambatan pertumbuhan pada semua fungsi jasmaniah. Pertumbuhan fisik memang mempengaruhi perkembangan psikologis, demikian juga sebaliknya faktor psikologis dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik. Jadi, istilah pertumbuhan dimaksudkan pertumbuhan dalam ukuran-ukuran badan dan fungsi-fungsi biologis.

Tiga teori perkembangan individu sehubungan dengan pengaruh bawaaan dan lingkungan:

1). Teori Empirisme

Tokoh utama teori ini adalah Francis Bacon (Inggris 561 – 1626) dan John Locke (Inggris 1632 – 1704). Teori ini berpandangan bahwa pada dasarnya anak lahir di dunia, perkembangannya ditentukan oleh adanya pengaruh dari luar, termasuk pendidikan dan pengajaran. Dianggapnya anak lahir dalam kondisi kosong, putih bersih seperti meja lilin (Tabola Rasa), maka pengalaman (empiris) anaklah yang bakal menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak. Dengan demikian menurut teori ini, pendidikan atau pengajaran anak pasti berhasil dalam usahanya membentuk lain dari teori ini adalah :

- Teori Optimisme (paedagogiek optimisme) dengan alasan adanya karena teori ini sangat yakin dan optimis akan keberhasilan upaya pendidikan dalam membina kepribadian anak.

- Teori yang berorientasi lingkungan (Environmentalisme), dinamakan demikian karena lingkungan lebih banyak menentukan terhadap corak perkembangan anak.

- Teori Tabolarasa : karena paham ini mengibaratkan anak lahir dalam kondisi putih bersih seperti meja lilin (Tabola/table = meja; rasa = lilin).

2). Teori Nativisme

Tokoh utamanya adalah Shopenhauer (Jerman 1788 – 1860). Teori ini mengemukakan bahwa anak lahir telah dilengkapi, pembawaan bakat alami (Kodrat). Dan pembawaan (Nativus = pembawaan) inilah yang akan menentukan wujud kepribadian seseorang anak. Pengaruh lain dari luar tidak akan mampu merubah pembawaan anak. Dengan demikian maka pendidikan bagi anak akan sia-sia, dan tidak perlu lagi dihiraukan.

Istilah lain dari aliran ini disebut dengan :

(3)

- Teori Biologisme, disebabkan menitikberatkan pada faktor biologis, faktor keturunan (genetic) dan konstitusi atau keadaan psikolofisikyang dibawa sejak lahir.

3). Teori Konvergensi

Konvergensi (Converge = memusatkan pada satu titik; bertemu). Teori ini penganjur utamanya adalah Williams Stern di Bantu istri setianya Clara Stern. Diungkapkan bahwa perkembangan jiwa anak lebih banyak ditentukan oleh dua faktor yang saling menopang, yakni faktor bakat dan faktor pengaruh lingkungan, keduanya tidak dapat dipisahkan (interdependence) seolah-olah memadu, bertemu dalam satu titik. Di sini dapat dipahami bahwa kepribadian seorang anak akan terbentuk dengan baik apabila dibina oleh suatu pendidikan (pengalaman) yang baik serta ditopang oleh bakat yang merupakan pembawaan lahir.

Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957) sebagai berikut: “Perkembangan sejalan dengan prinsip orthogenetis, bahwa perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai ke keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. “Proses diferensiasi itu diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak; bahwa dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.

Sejak bayi dilahirkan, ia telah mempunyai “gambaran total atau gambaran lengkap” tentang dunia ini, hanya saja gambaran tersebut masih kabur dan samar-samar. Terbawa oleh perkembangannya, gambaran total yang samar-samar tadi berangsur-angsur menjadi terang dan bagian-bagiannya bertambah nyata, jelas dan strukturnya semakin lengkap. Timbullah kemudian kompleks dan unsur-unsur, umpamanya unsur gerak, jarak, bentuk, struktur, warna, dan lain-lain. Namun semuanya merupakan bagian dari satu totalitas atau keseluruhan dan mengandung sifat-sifat totalitas tersebut. Dalam hubungannya dengan konsep perkembangan orthogenetik yang dikemukakan oleh Werner ini, maka perubahan-perubahan ke arah terorganisasi dan terintegrasinya suatu aspek menunjukkan adanya kontinuitas. Perubahan-perubahan yang terjadi berlangsung terus pada tahapan-tahapan perkembangan berikutnya dengan cara-cara yang sama. Apa yang ada pada perkembangan sebelumnya diteruskan pada tahapan perkembangan berikutnya, sedangkan perubahan kea rah diferensiasi yaitu timbulnya karakteristik baru yang berasal dari sesuatu sebelumnya masih global disebut diskontinuitas.

Pada anak prasekolah dan taman kanak-kanak tampak adanya diskontinuitas, sedang pada kelompok umur yang lebih tinggi sampai dengan mahasiswa menunjukkan kontinuitas. Menurut Nagel (1957), perkembangan merupakan pengertian di mana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, oleh karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi. Sedangkan Menurut Schneirla (!957), perkembangan adalah perubahan-perubahan progresif dalam organisasi organisme, dan organisme ini dilihat sebagai system fungsional dan adaftif sepanjang hidupnya. Perubahan-perubahan progresif ini meliputi dua faktor yakni kematangan dan pengalaman. Lain halnya, Spiker (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungkan dengan perkembangan, yakni :

1) Ortogenetik, yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya individu yang baru dan seterusnya sampai dewasa.

(4)

Bijou dan Baer (1961) mengemukakan perkembangan psikologis adalah perubahan progresif yang menunjukkan cara organisme bertingkah laku dan berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi yang dimaksud di sini adalah apakah suatu jawaban tingkah laku akan diperlihatkan atau tidak, tergantung dari perangsang-perangsang yang ada di lingkungannya. Rumusan lain tentang arti perkembangan dikemukakan oleh Libert, Paulus dan Staruss (Singgih, 1990:31), yaitu bahwa:” Perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan.” Istilah perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat-sifat yang khas mengenai gejala-gejala psikologis yang manampak. Perkembangan dapat juga dilukiskan sebagai suatu proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan proses pertumbuhan, kematangan, dan belajar (Monks, 1984:2).

Perubahan-perubahan meliputi beberapa aspek, baik fisik maupun psikis. Perubahan tersebut dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori utama, yaitu perubahan dalam ukuran, perubahan dalam perbandingan, perubahan untuk mengganti hal-hal yang lama, dan perubahan untuk memperoleh hal-hal yang baru.

1. Perubahan dalam Ukuran

Perubahan dapat berbentuk pertambahan ukuran panjang atau tinggi maupun berat badan. Berat badan yang semula sekitar 3 kg ketika dilahirkan menjadi 8 – 9 kg pada umur 6 bulan. Panjangnya bayi 50 cm ketika dilahirkan menjadi 60 cm pada umur 1 tahun di ikuti organ-organ tubuh lain yang mengalami perubahan ukuran, antara lain volume otak yang membawa akibat terjadinya perubahan kemampuan.

Jumlah suku kata yang dikuasai pada mulanya sedikit atau terbatas, semakin bertambah umur semakin bertambah banyak, sehingga pada umur kurang dari 1,5 tahun anak sudah bisa mengucapkan rangkaian suku kata – suku kata menjadi perkataan-perkataan yang mulai bermakna dan ada hubungannya dengan objek tertentu. Kemampuan mengenal objek-objek di lingkungannya bertambah sedikit demi sedikit. Semua perubahan tersebut menunjukkan adanya perbedaan kuantitatif yang bisa diukur.

2. Perubahan dalam Perbandingan

Dilihat dari sudut fisik terjadi perubahan proporsional antara kepala, anggota badan, dan anggota gerak. Misalnya perbandingan antara besarnya kepala dengan anggota badan, semakin bertambah umur semakin bertambah besar. Sampai pada umur tertentu perbandingan akan menetap, yakni pada usia akhir belasan tahun.

Perubahan secara proporsional juga terjadi pada perkembangan mental. Perbandingan antara yang tidak riil, yang khayal dengan hal-hal yang rasional semakin lama semakin besar. Artinya anak-anak masih banyak mengkhayal dan sedikit terdapat realita pada mereka, tetapi semakin lama akan semakin berubah ke sebaliknya, yakni banyak realita dan sedikit berkhayal.

Dalam perkembangan social mereka juga sedikit demi sedikit berubah. Dari bermain sendiri, bermain dengan saudara, bermain dengan anak-anak tetangga, dan kemudian bermain dengan anak-anak lain pada lingkungan yang lebih luas.

(5)

Pada bayi terdapat kelenjar buntu yang disebut kelenjar thymus pada daerah dada yang sedikit demi sedikit mengalami atrophy (penyusutan) dan menghilang setelah dewasa. Pada bayi juga terdapat rambut-rambut bayi yang lama kelamaan akan hilang.

Bahasa bayi yang tidak jelas dan kadang-kadang berbicara cadel semakin menghilang dan diganti dengan perkataan yang lebih jelas artinya. Kebiasaan untuk merangkak kalau mengambil sesuatu akan menghilang sesuai dengan meningkatnya kemampuan-kemampuan motorik dan berganti dengan jalan. Dari sudut emosi terjadi perubahan-perubahan kea rah kemampuan menunda emoasi secara lebih tepat. Kebiasaan untuk melakukan sesuatu tanpa bisa menahan diri dan menunda emosi sedikit demi sedikit akan hilang. Kebiasaan mengompol akan hilang dan anak akan mampu mengatur persyaratan dan perototan yang berhubungan dengaan penguasaan saluran dan kantung seni. Pada anak-anak, gigi anak akan tanggal satu demi satu dan diganti dengan gigi tepat.

4. Berubah untuk Memperoleh Hal-hal yang Baru

Banyak hal yang baru diperoleh selama perkembangan sesuai dengan keadaan dan tingkatan/tahapan perkembangannya. Ketika dilahirkan, bayi belum mempunyai gigi dan beberapa waktu kemudian (kalau sudah sampai waktunya atau umurnya) gigi tersebut akan tumbuh. Dengan demikian, bayi memperoleh atau menambah sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada atau belum dimiliki. Menjelang usia remaja terjadi pertumbuhan bulu-bulu ketiak, bulu-bulu-bulu-bulu sekitar alat kelamin, dan timbul kumis pada laki-laki akibat mulai berfungsinya kelenjar-kelenjar kelamin. Tanda-tanda ini di kenal dengan istilah tanda-tanda kelamin sekunder.

Dilihat dari segi mental, akan bertambah perbendaharaan kata dan kekayaan bahasanya. Nilai dan norma moral semakin meningkat. Berbagai pengetahuan akan diperoleh terutama dari lingkungan pendidikan formal.

Selama perkembangannya manusia masih tetap menerima dan memperoleh hal-hal yang baru, terutama yang berhubungan dengan kehidupan psikis. Pada manusia terdapat kebutuhan untuk memperoleh dan mengetahui. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akan menimbulkan kekecewaan dan penderitaan secara psikis. Misalnya, kita merasa tidak enak jika tidak memperoleh berita dalam Koran dan majalah atau pengalaman lain yang baru. Akan tetapi jika berita yang diperolehnya tidak sesuai dengan seleranya, juga dapat menimbulkan kekecewaan. Baru pada usia selanjutnya, setelah anak itu masuk sekolah, intensitas dan dorongan untuk memperoleh hal yang baru ini pada umumnya mulai berkurang, karena belajar di sekolah pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengetahui dan memperoleh sesuatu yang baru secara bertahap dan direncanakan. Sebagian besar kegiatan anak adalah untuk memperoleh hal-hal baru sebagaimana dapat dilihat pada anak-anak yang setiap hari harus ke sekolah dan setelah pulang sekolah masih harus belajar. Di sini terlihat bahwa proses perkembangan untuk memperoleh hal-hal baru itu, sebagian besar dan untuk waktu yang relative lama adalah mengenai kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan mental.

(6)

sesuatu yang baru merupakan dorongan yang menjadi sebagian ciri kepribadiannya yang berbeda-beda pada setiap orang dan pada setiap tingkatan tahapan perkembangannya.

B. Tugas-Tugas Perkembangan

Perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan social psikologi manusia pada posisi yang harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Oleh Havighurst perkembangan tersebut dinyatakan sebagai tugas yang harus dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu dalam perjalanan hidupnya, atau dengan perkataan lain perjalanan hidup manusia ditandai dengan berbagai tugas perkembangan yang harus ditempuh. Pada jenjang kehidupan remaja, seseorang telah berada pada posisi yang cukup kompleks, di mana ia telah banyak menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya, seperti misalnya mengatasi sifat tergantung pada orang lain, memahami norma pergaulan dengan teman sebaya, dan lain-lain. Secara sadar pada akhir masa anak-anak seorang individu berupaya untuk dapat bersikap dan berperilaku lebih dewasa. Hal ini merupakan “tugas” yang cukup berat bagi para remaja untuk lebih menuntaskan tugas-tugas perkembangannya, sehubungan dengan semakin luas dan kompleksnya kondisi kehidupan yang harus dihadapi. Tidak lagia ia (mereka) ingin dijuluki sebagai anak-anak, melainkan ingin dihargai dan diakui sebagai orang yang sudah dewasa. Dengan demikian para remaja menjalani tugas mempersiapkan diri untuk dapat hidup dewasa, dalam arti mampu menghadapi masalah-masalah, bertindak dan beranggung jawab sendiri. Oleh karena itu, tugas perkembangan pada masa remaja ini dipusatkan pada upaya untuk menanggulangi sikap dan pola perilaku kekanak-kanakan.

Tugas-tugas perkembangan tersebut oleh Havighurst dikaitkan dengan fungs belajar, karena pada hakikatnya perkembangan kehidupan manusia dipandang sebagai upaya mempelajari norma kehidupan dan budaya masyarakat agar ia (mereka) mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik di dalam kehidupan nyata.

Untuk memahami jenis tugas perkembangan remaja, pelru dipahami hal-hal yang harus dilakukan oleh orang dewasa. Makna “dewasa” dapat diartikan dari berbagai segi, sehingga dikenal istilah dewasa secara fisik, secara social, secara psikologis, dewasa menurut hokum, dan sebagainya. Setelah seseorang berusia 17 tahum dikatakan sebagai orang yang telah dewasa dan dapat diartikan dewasa dari beberapa segi, baik dewasa dari segi fisik yang berarti orang itu telah siap untuk melaksanakan tugas-tugas reproduksi, dewasa dari segi hokum yang berarti seseorang telah dapat dikenai aturan-aturan hukum atau telah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, jenis tugas perkembangan remaja itu pada dasarnya mencakup segala persiapan diri untuk memasuki jenjang dewasa, yang intinya bertolak dari tugas perkembangan fisik dan tugas perkembangan sosio-psikologis. Havighurst (Garrison, 1956) mengemukakan 10 jenis tugas perkembangan remaja yaitu:

1) Mencapai hubungan dengan teman lawan jenisnya secara lebih memuaskan dan matang

2) Mencapai perasaan seks dewasa yang diterima secara social 3) Menerima keadaan badannya dan menggunakannya secara efektif 4) Mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa

5) Mencapai kebebasan ekonomi

6) Memilih dan menyiapkan suatu pekerjaan

7) Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga

8) Mengembangkan ketrampilan dan konsep intelektual yang perlu bagi warga Negara yang kompeten

(7)

10) Menggapai suatu perangkat nilai yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku.

Secara rinci akan dibahas jenis tugas perkembangan remaja yang berkaitan dengan kehidupan pribadi sebagai individu dan kehidupan social kemasyarakatan, sedang tugas perkembangan remaja yang berkaitan dengan kehidupan pendidikan dan karier serta kehidupan berkeluarga akan dibahas dalam bab tersendiri.

Tugas-tugas tersebut pada dasarnya (praktis) tidak dapat dipisahkan secara pilah, karena remaja itu adalah pribadi yang utuh. Dilihat dari perkembangan kehidupan secara menyeluruh, pertumbuhan dan perkembangan di masa remaja relatif berjalan secara singkat. Namun demikian banyak hal yang harus diselesaikan selama masa perkembangan remaja yang singkat ini. Pada tugas perkembangan fisik upaya untuk mengatasi permasalahan pertumbuhan yang “serba tak harmoni” amatlah berat. Hal ini dapat bertambah sulit bagi remaja yang sejak masa anak-anak telah memiliki konsep yang mengagungkan penampilan diri pada waktu dewasa nanti. Oleh karena itu, tidak sedikit remaja bertingkah kurang baik dan kurang tepat (salah suai).

Di lain pihak, remaja telah mengantisipasi tugas-tugas dalam kehidupan sosial. Bagi seorang pria, yakni merencanakan untuk menjadi seorang yang bertanggung jawab bagi kehidupan keluarga, sehingga tugas mempersiapkan diri untuk mampu menjadi manusia bertanggung jawab dalam arti menjadi pelindung keluarga, baik dari segi keamanan maupun ketentraman jiwa wanita dan anak-anak telah direncanakan. Implikasi pemikiran ini tercermin dalam nalurinya untuk menjadi seorang yang kuat, secara ekonomis menjadi orang yang produktif, yang hal ini tercermin pada penetapan jenis pekerjaan yang diidamkan. Dengan sendirinya hal itu juga berpengaruh kepada pemilihan jenis pendidikan yang akan ditempuh. Bagi remaja wanita, naluri untuk menjadi wanita yang penuh kasih sayang tetapi sekaligus menjadi wanita yang membutuhkan perlindungan, telah pula mempengaruhi upaya untuk mempersiapkan dirinya memasuki jenjang kedewasaan.

Memasuki jenjang dewasa, telah “terbayang” berbagai hal yang harus dihadapi. Bukan saja menghadapi hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, sosial, dan ekonomi, tetapi juga menghadapi tugas yang berkaitan dengan factor psikologis, seperti pencapaian kebahagiaan dan kepuasan, persaingan, kekecewaan, dan perang batin yang bisa terjadi karena perbedaan norma masyarakat dalam sistem kehidupan sosial dan kata hati setiap individu.

C. Hukum-Hukum Pertumbuhan dan Perkembangan

Bagi setiap makhluk hidup, sejak kelahirannya dan dalam menjalani kehidupan seterusnya terdapat dasar-dasar dan pola-pola kehidupan yang berlaku umum sesuai dengan jenisnya. Disamping itu terdapat pula pola-pola yang berlaku khusus sehubungan dengan sifat-sifat individualnya. Pola-pola ini mempunyai arti yang universal yang bisa berlaku dimana-mana. Pola kehidupan yang dimaksudkan bisa dipergunakan sebagai patokan untuk mengenal cirri perkembangan anak-anak, misalnya anak di Amerika, anak-anak di Asia, dan juga bagi anak-anak di Indonesia. Itu semua karena cirri dan sifatnya yang universal. Lingkungan dan latar belakang kebudayaan masing-masing bangsa mempengaruhi pola pertumbuhan dan perkembangan bangsa itu, dan demikian, akan terjadi atau terbentuk karakteristik-karakteristik yang menjadi pola khusus bangsa yang bersangkutan. Diantara pola-pola khusus itu, dan bahkan antara pribadi dengan pribadi, juga terdapat perbedaan-perbedaan tertentu. Perbedaan tersebut akan lebih jelas apabila dibandingkan secara keseluruhan pribadi bangsa-bangsa itu.

(8)

selanjutnya dinamakan hukum-hukum pertumbuhan dan perkembangan. Hukum-hukum perkembangan itu antara lain :

1. Hukum Cephalocoudal

Hukum ini berlaku pada pertumbuhan fisik yang menyatakan bahwa pertumbuhan fisik dimulai dari kepala kearah kaki. Bagian-bagian pada kepala tumbuh lebih dahulu daripada bagian-bagian lain. Hal ini sudah terlihat pada pertumbuhan pranatal, yaitu pada janin. Seorang bayi yang baru dilahirkan mempunyai bagian-bagian dan alat-alat pada kepala yang lebih “matang” daripada bagian-bagian tubuh lainnya. Bayi bisa menggunakan mulut dan matanya lebih cepat daripada anggota badan lainnya. Baik pada masa perkembangan pranatal, neonatal, maupun anak-anak, proporsi bagian kepala dengan rangka batang tubuhnya mula-mula kecil dan makin lama perbandingan ini makin besar.

2. Hukum Proximodistal

Hukum proximodistal adalah hukum yang berlaku pada pertumbuhan fisik, dan menurut hukum ini pertumbuhan fisik berpusat pada sumbu dan mengarah ke tepi. Alat-alat tubuh yang terdapat di pusat, seperti jantung, hati, dan alat-alat pencernaan lebih dahulu berfungsi daripada anggota tubuh yang ada di tepi. Hal ini tentu saja karena alat-alat tubuh yang terdapat pada daerah pusat itu lebih vital daripada misalnya anggota gerak seperti tangan dan kaki. Anak masih bisa melangsungkan kehidupannya bila terjadi kelainan-kelainan pada anggota gerak, akan tetapi bila terjadi kelainan-kelainan sedikit saja pada jantung atau ginjal bisa berakibat fatal.

Ditinjau dari sudut biologis, sudut anatomis, dan sudut ilmu faal masih banyak lagi ketentuan yang berhubungan dengan pertumbuhan, struktur dan fungsi, serta kefaalan anggota tubuh. Misalnya dalam hal kematangan, anggota-anggota tubuh akan tumbuh, berkembang, dan berfungsi yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Contohnya terlihat pada kelenjar-kelenjar kelamin, yang baru berfungsi (matang) ketika anak memasuki masa remaja. Pada saat ini terjadi perubahan besar pada bentuk tubuh, yang bahkan juga mempengaruhi perubahan pada kehidupan psikisnya.

3. Perkembangan Terjadi dari Umum ke Khusus

Pada setiap aspek terjadi proses perkembangan yang dimulai dari hal-hal yang umum, kemudian secara sedikit demi sedikit meningkat ke hal-hal yang khusus. Terjadi proses diferensiasi seperti dikemukakan oleh Werner. Anak lebih dahulu mampu menggerakkan lengan atas, lengan bawah, tepuk tangan terlebih dahulu daripada menggerakkan jari-jari tangannya. Anak akan mampu lebih dahulu menggerakkan tubuhnya sebelum ia bisa mempergunakan kedua tungkainya untuk menyangga batang tubuhnya, melangkahkan kaki dan berjalan.

Dari sudut perkembangan kemampuan juga telihat penghalusan dari hal-hal yang tadinya umum ke khusus. Seorang anak akan menyebutkan semua wanita “mama”, sebelum ia mampu membedakan mana ibunya, mana pengasuh atau bibinya. Anak mengenal istilah binatang dan mengenal pohon mendahului kemampuannya untuk membedakan mana yang tergolong anjing, kucing, ayam, mengenal pohon pisang, pohon pepaya, dan pohon mangga.

(9)

4. Perkembangan Berlangsung dalam Tahapan-Tahapan Perkembangan

Dalam perkembangan terjadi penahapan yang terbagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan. Pada setiap masa perkembangan terdapat ciri-ciri perkembangan yang berbeda antara ciri-ciri yang ada pada suatu masa perkembangan dengan ciri-ciri yang ada pada masa perkembangan yang lain. Sebenarnya ciri-ciri yang ada pada mas perkembangan terdahulu dapat diperlihatkan pada masa-masa perkembangan berikutnya, hanya dalam hal ini terjadi dominasi pada cirri-ciri yang baru. Jadi, bila seseorang sudah mencapai suatu tahap dalam perkembangannya, maka mungkin saja ia masih memperlihatkan ciri-ciri yang sebenarnya merupakan ciri-ciri masa perkembangannya yang terdahulu, hanya saja apa yang diperlihatkan itu dalam “jumlah” yang kecil. Justru apabila ciri-ciri pada masa-masa perkembangan sebelumnya banyak diperlihatkan dalam perkembangan baru berarti ia belum meningkat ke tahap perkembangan berikutnya.

Ada aspek-aspek tertentu yang tidak berkembang dan tidak meningkat lagi, yang hal ini disebut fiksasi. Aspek intelek pada anak-anak tertentu yang memang secara konstitusional terbatas, pada suatu saat akan relatif berhenti, tidak bisa atau sulit berkembang dan dikembangkan. Masalah penahapan (periodisasi) perkembangan ini biasanya juga merupakan masalah yang banyak dipersoalkan oleh para ahli; pendapat mereka mengenai dasar-dasar penahapan itu serta panjang masing-masing tahap juga bermacam-macam, yang umumnya lebih bersifat teknis daripada konsepsional.

Contoh penahapan dalam perkembangan manusia itu antara lain meliputi: masa pra-lahir, masa jabang bayi, (0 – 2 minggu), masa bayi (2 minggu – 1 tahun), masa anak pra sekolah (1 – 5 tahun), masa sekolah (6 – 12 tahun), masa remaja (13 – 21 tahun), masa dewasa (21 – 65 tahun), dan masa tua (65 tahun ke atas).

5. Hukum Tempo dan Ritme Perkembangan

Tahapan perkembangan berlangsung secara berurutan, terus menerus dan dalam tempo perkembangan yang relatif tetap serta bisa berlaku umum. Justru perbedaan-perbedaan waktu, yaitu cepat lambatnya sesuatu penahapan perkembangan terjadi, atau sesuatu masa perkembangan dijalani, menampilkan adanya perbedaan-perbedaan individu. Semakin lambat masa-masa perkembangan dibandingkan dengan norma-norma umum yang berlaku semakin menunjukkan adanya tanda-tanda gangguanatau hambatan dalam perkembangan. Adanya hubungan-hubungan antara satu aspek dengan aspek lain yang saling mempengaruhi, menunjukkan bilamana satu aspek mengalami kelambatan, maka pada aspek-aspek lain juga akan terjadi hal yang sama, sebaliknya kalau tidak maka ada factor-faktor khusus yang mempengaruhi perkembangan itu. Karena itu setiap gejala baru dapat dijelaskan berdasarkan perkembangan sebelumnya.

Dalam praktek sering terlihat dua hal sebagai petunjuk keterlambatan pada keseluruhan perkembangan mental, yakni:

a) Jika perkembangan kemampuan fisiknya untuk berjalan jauh tertinggal dari patokan umum, tanpa ada sebab khusus pada fungsionalitas fisiknya yang terganggu.

b) Jika perkembangan kemampuan berbicara sangat terlambat dibandingkan dengan anak-anak lain pada masa perkembangan yang sama. Seorang anak yang pada umur empat tahun misalnya masih mengalami kesulitan dalam berbicara, mengemukakan sesuatu dan terbatas perbendaharaan kata, mudah diramalkan anak itu akan mengalami kelambatan pada seluruh aspek perkembangannya.

(10)

lambatnya suatu masa perkembangan dilalui, menjadi ciri yang menetap sepanjang hidupnya, bilamana tidak ada hal-hal yang bisa mempengaruhi proses perkembangan secara hebat, misalnya pengalaman kecelakaan dan terjadinya trauma-trauma fisik sehingga proses perkembangan menjadi lambat dan terhambat.

Ritme atau irama perkembangan akan semakin jelas tampak pada saat kematangan fungsi-fungsi. Pada saat itu terlihat adanya selingan di antara cepat dan lambatnya perkembangan, yang kurang lebih tetap/konstan sifatnya. Inilah yang disebut sebagai irama perkembangan.

Setiap perkembangan tidak berlangsung secara melompat-lompat, akan tetapi menurunkan suatu pola tertentu dengan tempo dan irama tertentu pula, yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari dalam diri anak. Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengubah, mempercepat atau memperlambat tempo dan irama perkembangan tersebut.

D. Remaja : Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangannya

Untuk menghindari kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam penggunaan istilah, sebaiknya istilah remaja dijelaskan terlebih dulu. Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan makna remaja, antara lain adalah puberteit, adolescentia, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikatakan pubertas atau remaja. Istilah puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) berasal dari bahasa latin: pubertas yang berarti usai kedewasaan (the age of manhood). Istilah ini berkaitan dengan kata latin lainnya pubescere yang berarti masa pertumbuhan rambut di daerah tulang :pusic” (di wilayah kemaluan). Penggunaan istilah ini lebih terbatas dan menunjukkan mulai berkembang dan tercapainya kematangan seksual. Pubescere dan puberty sering diartikan sebagai masa tercapainya kematangan seksual ditinjau dari aspek biologisnya.

Istilah adolescentia berasal dari kata Latin: Adulescentis. Dengan adulescentia dimaksudkan masa muda. Adolescence menunjukkan masa yang tercepat antara usia 12 – 22 tahun dan mencakup seluruh perkembangan psikis yang terjadi pada masa tersebut. Untuk menghindarkan kesalahpahaman dalam pemakaian istilah pubertas dan adolescensia, akhir-akhir ini terlihat adanya kecenderungan untuk memberikan arti yang sama pada keduanya. Hal ini disebabkan sulitnya membedakan proses psikis pada masa pubertas dan mulainya proses psikis pada adolescencia.

Di Indonesia baik istilah pubertas maupun adolescencia dipakai dalam arti umum dengan istilah yang sama yaitu remaja.

Remaja itu sulit didefinisikan secara mutlak. Oleh karena itu, dicoba untuk memahami remaja menurut berbagai sudut pandangan, antara lain menurut hukum, perkembangan fisik, WHO, sosial psikologi, dan pengertian remaja menurut pandangan masyarakat Indonesia.

1. Remaja Menurut Hukum

Konsep tentang “remaja”, bukanlah berasal dari bidang hukum, melainkan berasal dari bidang ilmu-ilmu sosial lainnya seperti antropologi, sosiologi, psikologi, dan pedagogi. Kecuali itu, konsep “remaja” juga merupakan konsep yang relatif baru, yang muncul kira-kira setelah era industrialisasi merata di negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Negara-negara maju lainnya. Masalah remaja baru menjadi pusat perhatian ilmu-ilmu sosial dalam 100 tahun terakhir ini.

(11)

tidak menganggap mereka yang diatas 16 tahun (untuk wanita) atau diatas 19 tahun (untuk pria) sebagai bukan anak-anak lagi, tetapi mereka juga belum dapat dianggap sebagai dewasa penuh, sehingga masih diperlukan izin orang tua untuk mengkawinkan mereka waktu antara 16 dan 19 tahun sampai 22 tahun ini disejajarkan dengan pengertian “remaja” dalam ilmu-ilmu sosial lain.

2. Remaja Ditinjau dari Sudut Perkembangan Fisik

Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu yang terkait, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara faali alat-alat kelamin tersebut sudah dapat berfungsi secara sempurna pula. Pada akhir dari perkembangan fisik ini akan terjadi seorang pria yang berotot dan berkumis yang menghasilkan beberapa ratus juta sel mani (spermatozoa) setiap kali ia berejakulasi (memancarkan air mani), atau seorang wanita yang berpayudara dan berpinggul besar yang setiap bulannya mengeluarkan sel telur dari indung telurnya yang disebut menstruasi atau haid.

Masa pematangan fisik ini berjalan kurang lebih 2 tahun dan biasanya dihitung mulai menstruasi (haid) pertama pada anak wanita atau sejak anak pria mengalami mimpi basah (mengeluarkan air mani pada waktu tidur) yang pertama. Khusus berkaitan dengan kematangan seksual merangsang remaja untuk memperoleh kepuasan seksual. Hal ini dapat menimbulkan gejala onani atau masturbasi. Kartino Kartono (1990:217) memandang gejala onani atau masturbasi ini sebagai tindakan remaja yang negatif, karena gejala ini merupakan suatu usaha untuk mendapatkan kepuasan seksual yang semu (penodaan diri). Hal ini terjadi karena remaja telah menyadari bahwa tindakan seksual yang bertentangan dengan norma sosial dan hukum itu dilarang. Oleh karena itu, pencegahan tindakan onani perlu dilakukan secara pedagogis.

Masa 2 tahun ini dinamakan masa pubertas. Pada usia berapa persis masa puber ini dimulai sulit ditetapkan, oleh karena cepat lambatnya menstruasi atau mimpi basah sangat tergantung pada kondisi tubuh masing-masing individu. Jadi sangat bervariasi. Ada anak wanita yang sudah menstruasi pada umur 9 tahun, 10 tahun, dan ada juga yang baru menstruasi pada umur 17 tahun.

Jika menentukan titik awal dari masa remaja sudah cukup sulit, menentukan titik akhirnya lebih sulit lagi, karena remaja dalam arti luas jauh lebih besar jangkauannya daripada masa puber itu sendiri. Remaja yang berarti tumbuh ke arah kematangan baik secara fisik maupun kematangan sosial psikologis. Dalam hubungan dengan kematangan sosial psikologis masih sulit mencari definisi remaja yang bersifat universal.

3. Batasan Remaja Menurut WHO

Remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan di mana :

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2) Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Muangman, yang dikutip oleh Sarlito, 1991:9).

4. Remaja Ditinjau dari Faktor Sosial Psikologis

(12)

jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi “entropy” ke kondisi “negen-tropy” (Sarlito, 1991:11).

Entropy adalah keadaan di mana kesadaran manusia masih belum tersusun rapi. Walaupun isinya sudah banyak (pengetahuan, perasaan, dan sebagainya), namun isi-isi tersebut belum saling terkait dengan baik, sehingga belum bisa berfungsi secara maksimal. Isi kesadaran masih saling bertentangan, saling tidak berhubungan sehingga mengurangi kerjanya dan menimbulkan pengalaman yang kurang menyenangkan buat orang yang bersangkutan.

Friksi atau konflik-konflik dalam diri remaja yang sering kali menimbulkan masalah itu, tergantung sekali pada keadaaan masyarakat di mana remaja yang bersangkutan tinggal. Remaja yang tinggal dalam masyarakat yang menuntut persyaratan yang berat untuk menjadi dewasa, akan menjalani masa remaja ini dalam kurun waktu yang panjang. Biasanya hal ini terjadi dalam masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas dan atau masyarakat yang menuntut pendidikan setinggi-tingginya bagi anak-anaknya.

Sebaliknya dalam masyarakat primitif, perubahan fungsi sosial ini tidak dibiarkan berjalan berlama-lama. Penelitian yang dilakukan oleh Kitara (1984, dalam Sarlito, 1991: 12) menemukan bahwa di kalangan suku-suku primitif yang banyak tabu seksualnya, cenderung dilaksanakan ritual pubertas yaitu upacara pada saat anak menunjukkan tanda-tanda pubertas untuk menyatakan bahwa anak itu sudah dewasa. Dengan ritual tersebut anak tidak lagi meragukan identitas dan perannya dalam masyarakat. Ia diperlakukan dan harus berlaku seperti orang dewasa.

Penelitian lain yang dilakukan oleh antropolog terkenal Margaret Mead (1950) terhadap anak-anak di Samoa membuktikan bahwa anak-anak Samoa tidak mengalami krisis remaja, oleh karena masyarakat Samoa tidak membedakan anak-anak dari orang dewasa. Dalam kehidupan seksual, orang tua di Samoa tidak menabukan apapun kepada anak-anak mereka. Menurut Ruth Benedict perkembangan jiwa pada masyarakat Samoa merupakan satu kontinuitas (kelanggengan), sedangkan di massyarakat barat perkembangan jiwa dihadapkan pada peran masyarakat yang memaksakan diskontinuitas (perjenjangan, pergantian peran), sehingga dituntut kemampuan penyesuaian diri pada remaja di masyarakat barat lebih banyak daripada di masyarakat Samoa.

5. Definisi Remaja untuk Masyarakat Indonesia

Menurut Sarlito (1991), tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkatan sosial ekonomi, maupun pendidikan. Di Indonesia, kita bisa menjumpai masyarakat golongan atas yang sangat terdidik dan menyerupai masyarakat di Negara-negara Barat dan kita bisa menjumpai masyarakat semacam masyarakat di Samoa.

Sebagai pedoman umum untuk remaja Indonesia dapat digunakan batasan usia 11 – 24 tahun dan belum menikah. Pertimbangan-pertimbangan adalah sebagai berikut :

1) Usia 11 tahun adalah usia di mana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).

2) Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity) (Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan kognitif (piaget) maupun moral (Khorlberg).

(13)

belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara tradisi). Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggi-tingginya) untuk mencapai kedewasaan. Tetapi dalam kenyataannya cukup banyak pula orang yang mencapai kedewasaannya sebelum usia ini.

5) Status perkawinan sangat menentukan, karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga.

Rentangan usia dalam masa remaja tampak ada berbagai pendapat, walaupun tidak terjadi pertentangan. Bigot, kohnstam, dan palland mengemukakan bahwa masa pubertas berada dalam usia antara 15-18 tahun, dan masa adolescence dalam usia 18-21 tahun. Menurut Hurlock (1964) rentangan usia remaja itu antara 13-21 tahun, yang dibagi pula dalam usia masa remaja awal 13 atau 14 sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun.

WHO menetapkan batas usia 19-20 tahun sebagai batasan usia remaja. WHO menyatakan walaupun definisi di atas terutama didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria, dan WHO membagi kurun usia dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.

Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda (youth) dalam rangka keputusan mereka untuk menetapkan tahun 1985 sebagai Tahun Pemuda Internasional. Di Indonesia, batas remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan dan digunakan dalam Sensus Penduduk 1980.

Mengingat saat mulainya masa remaja yang sangat dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan perorangan, maka penentuan umur saja belum cukup untuk mengetahui apakah suatu tahap perkembangan baru telah atau belum mulai. Penggolongan remaja yang semata-mata berdasarkan usia saja, tidak membedakan remaja yang keadaan sosial psikologisnya berlainan-lainan.

Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa. Tubuhnya kelihatan sudah “dewasa”, akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaannya. Pada remaja sering terlihat adanya: 1) kegelisahan, 2) pertentangan, 3) berkeinginan kuat untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya, 4) keinginan menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas, 5) menghayal dan berpantasi, 6) aktivitas berkelompok.

6. Kebutuhan Remaja

Remaja sebagai manusia atau individu pada umumnya juga mempunyai kebutuhan. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan tersebut bersifat hierarki, dari kebutuhan yang paling rendah, sampai kebutuhan yang paling tinggi, yaitu : kebutuhan aktualisasi diri, digambarkan akan tampak seperi berikut:

HIERARKI KEBUTUHAN

(14)

Kebutuhan Penghargaan

Kebutuhan Cinta Kasih

Kebutuhan Keamanan

Kebutuhan Biologis Aktualisasi

diri

Kebutuhan Kognitif

KEADAAN EMOSI REMAJA Keadaan Emosi Selama Remaja

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “Badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari peruhan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Oleh karena itu perlu dicari keterangan ain yang menjelaskan ketegangan emosi yang sangat khas pada usia ini. Penjelasan diperoleh dari kondisi social yang mengelilingi remaja masa kini. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan social dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu (136) Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu kewaktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan social yang baru. Misalnya, masalah yang berhubungan dengan percintaan merupakan masalah yang pelik pada periode ini. Bila kisah cinta berjalan lancer, remaja merasa bahagia, tetapi mereka menjadi sedih bila mana percintaan kurang lancer. Demikian pula, menjelang berakhirnya masa sekolah para remaja mulai mengkhawatirkan masa depan mereka

(15)

suara keras mengeritik orang-orang yang menyebabkan amarah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia tidak mengeluh dan menyesali diri sendiri seperti yang dilakukan anak-anak. Remaja suka bekerja sambilan agar dapat memperoleh uang untuk membeli barang yang diinginkan atau bila perlu berhenti sekolah untuk mendapatkannya.

Kematangan EmosiAnak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada masa akhir remaja “tidak meledakkan” emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima emosinya.Akhirnya remaja yang emosinya matang memberikan emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati kesuasana hati yang lain seperti dalam periode sebelumnya.Untuk mencapai kematangan emosional remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah peribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah peribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan social dan sebagian oleh tingkat kesukaanya. Pada “orang sasaran”, (yaitu orang yang kepadanya remaja mau mengutarakan berbagai kesulitannya, dan oleh tingkat penerimaan orang sasaran itu.Bila remaja ingin mencapai kematangan emosi ia juga harus belajar menggunakan kataris emosi untuk menyalurkan emosinya. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis. Meskipun cara-cara ini dapat menyalurkan gejolak emosi yang timbul karena usaha pengendalian ungkapan emosi, namun sikap social terhadap perilaku menangis adalah kurang baik dibandingkan dengan sikap social terhadap perilaku tertawa, kecuali bila tertawa hanya dilakukan bilamana memperoleh dukungan social.

Kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang menggambarkan suatu keadaan dimana kita suka melihat kedalam diri kita sendiri sebuah insting yang membuat kita terus menerus mempertanyakan pengetahuan mengenai diri kita sendiri. Kita terus menganalisis kekuatan dan kelemahan kita dan menetapkan tujuan dengan melakukan sesuatu untuk memperbaiki diri kita mungkin mencatat dalam notes atau buku harian mengenai pengalaman suasana hati dan pikiran-pikiran kita. Kita menjelajahi situasi apa yang membuat kita senang dan apa ang membuat kita tidak senang dan berusaha bertindak. Kita memahami dan mengelola emosi kita sendiri dengan baik. Kita suka menyisihkan waktu untuk berfikir dan merenung.Pentingnya Pengetahuan Psikologi Pendidikan Bagi GuruGuru dan tenaga kependidikan lainnya dalam melaksanakan tugas pembelajaran ternyata perlu memiliki pengetahuan psikologi.Karena psikologi mempersoalkan aktivitas manusia, baik yang dapat diamati, maupun yang tidak, secara umum aktifitas-aktifitas dan penghayatan itu dapat dicari hukum-hukum dan psikologis yang mendasarinya.

(16)

perkembangan psikologi pendidikan, karena dengan model ini para guru dapat tertolong memahami pertumbuhan dan perkembangan belajar dan peserta didik, dan para guru dapat meningkatkan kemampuan belajar peserta didiknya sesuai potensi yang dimiliki masing-masing. Psikologi pendidikan ini sebagai alat bagi guru untuk mengendalikan dirinya, dan juga memberi bantuan belajar kepada peserta didiknya dalam kegiatan pembelajaran.

Belajar Dengan Perasaan

Didalam dunia pendidikan untuk membentuk siswa sebagai pribadi yang bagus dan sebagai manusia pembelajar seutuhnya, maka sebagai seorang pendidik kita harus bisa menggunakan ranah kecerdasan dengan baik diantaranya, kognitif, afektif dan ranah psikomotorik.Kenyataan yang berkembang saat ini adalah, betapa banyak siswa yang lulus dari sekolah atupun mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi mereka secara keilmuan bisa diandalkan, IQ mereka tinggi namun mereka banyak yang stress, kaget sosial setelah berada di masyarakat, hal ini disebabkan oleh apa? Tak lain jawabanya mereka tidak mempunyai kecerdasan emosi yang seharusnya berkembang ketika mereka masih menuntut ilmu di lembaga pendidikan.

Survey telah membuktikan bahwasanya IQ seseorang menjadi faktor keberhasilanya itu hanya berperan maksimal 40%, secara umum antara 6-20%, sedangkan selebihnya adalah EQ mereka yang sangat mempengaruhi keberhasilanya.Oleh karena itu, sebagai seorang guru wajib kita bagaimana untuk mengetahui keadaan emosi para siswa sebelum memulai pembelajaranataupun dalam kondisi apapun sesuai dengan perkembangan mereka, karena emosi seseorang selalu berkembang sesuai dengan umur mereka, begitu juga yang terjadi pada remaja.

Beberapa saran dibawah ini menganjurkan bagi seorang guru bagaimana dia harus menciptakan dunia pembelajaran dengan penuh perasaan diantaranya adalah sebagai berikut gambaran besarnya: Perhatikan secara seksama perasaan murid sebelum memulai pelajaran, situasi emosional dapat memicu sikap aktif atau pasif, apakah murud berada dalam kerangka pikir yang guru inginkan? Menjalani hubungan emosi dengan materi pelajaran merupakan cara utama untuk meyampaikan makna materi pelajaran itu, perasaan yang terbangun juga akan mrndorong perhatian dan mutivasi, akhir kata proses belajar akan menjadi lebih berkesan jika disertai dengan perasaan yang kuat. Kebutuhan emosi dalam pembelajaran sangatlah penting, misalnya anak dalam keadaan stress tidak bisa menerima pelajaran dengan baik karena dia masih merasa tertekan, seorang anak atau siswa dalam belajar mereka mempunyai kebutuhan tertentu yang menyangkut kebutuhan emosional seperti yang dikemukakan oleh ahli psikologi Abraham Maslow, menurut pemikiran Maslow seseorang itu membutuhkan hal-hal sebagai berikut yakni, kebutuhan estetis, kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti, kebutuhan untuk aktualisasi diri, kebutuhan memperoleh penghargaan orang, kebutuhan mendapat kasih sayang dan memiliki, kebutuhan rasa aman, kebutuhan fisiologis, setidaknya itulah kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam menempuh belajar.

(17)

mengembangkan keterampilan emosinal individu adalah : Mengidentifikasi dan memberi nama atau label perasaan.Mengungkapkan perasaan. Menilai intensitas perasaan.

Mengelola perasaan.Menunda pemuasan.Mengendalikan dorongan hati. Mengurangi stress.Memehami perbedaan antara tindakan dan perasaan.pengembangsn keterampilan kognitifcara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan kognitif adalah sebagai berikut: Belajar melakukan dialog untuk mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.Belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial Belajar mengunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.Belajar memahami sudut pandang orang lain (empati) Belajar memahami soapan santun.Belajar bersikap positif terhadap kehidupan. Belajar mengembangkan kesadaran diri. Pengembangan keterampilan perilaku Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah : Mempelajari keterampilan komonikasi nonverbal. Mempelajari keterampilan verbal Cara lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat memiliki kecerdasan emosional adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang didalamnya terdapat materi yang dikembangkan oleh Daniel Goleman (1995) yang kemudian diberi nama Self Science Curriculum sebagaimana dipaparkan sebagai berikut :Belajar mengembangkan kesadaran diri. Belajar mengambil keputusan pribadiBelajar mengelola perasaanBelajar menangani stress Belajar berempati Belajar berkomonikasi. Belajar membuka diriBelajar mengembangkan pemahaman. Belajar menerima diri sendiri Belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi Belajar mengembangkan ketegasan Belajar dinamika kelompok Belajar menyelesaikan konflik

Di akhir pembahasan ini ditegaskan bahwasanya betapa pentingnya pengembangan emosi itu dilakukan dalam dunia pembelajaran, dan sebagai seorang guru wajib untuk mengetahui betapa pentingnya mengetahiu keadaan emosi peserta didik, agar proses belajar mengajar bisa berjalan optimal dan menghasilkan lulusan yang bisa diandalkan.

PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK DAN REMAJA

Pendidikan Seksual

Menurut Sarlito dalam bukunya Psikologi Remaja (1994), secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.

(18)

menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar.(www.e-psikologi.com:2002)

Pendidikan Seks pada Anak

Dalam pendidikan seks pada anak-anak, Pendidikan seks lebih diarahkan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh, reproduksi seksual, sanggama serta aspek lain dari perilaku seksual.

Memberikan pendidikan kepada buah hati, terutama yang masih duduk di Sekolah Dasar (SD) harus dilakukan dengan bahasa konkrit (bukan abstrak) dan operasional.

Menurut pakar psikologi, Dr. Rose Mini A.P., M.Psi., “Memberikan pendidikan seks pada anak sangat penting, bahkan meski dia tidak bertanya soal itu. Seiring perkembangan zaman, anak bisa mendapatkan informasi seks dari mana saja. jangan sampai dia menerima informasi yang salah, karena konsepnya berbeda.” Anak yang memiliki konsep beda mengenai seks akan terbawa hingga dewasa dan memengaruhi pola pikirnya kelak.

Sebelum mencapai usia pubertas, hal-hal yang perlu diketahui anak adalah: [1] Nama dan fungsi organ reproduksi, [2] Perubahan yang akan dialami saat memasuki masa puber (ditandai mimpi basah pada laki-laki dan haid pada anak perempuan), [3] Masalah menstruasi (jelaskan sesuai dengan batas kemampuan anak menerimanya), [4] Hubungan seksual dan kehamilan (imbangi pendidikan seks dengan moral dan agama yang kuat), [5] Bagaimana mencegah kehamilan (Berikan gambaran mengenai dampaknya, jangan lupa memasukkan unsur moral dan agama), [6] Masturbasi (hal yang normal, namun berikan batasan-batasan pada si anak), [7] Penyakit yang mungkin ditularkan melalui hubungan seksual, [8] Harapan dan nilai-nilai orang tua (mengenai pergaulan, yang boleh dan tidak boleh). (www.hanyawanita.com:2006)

Pendidikan seks tetap harus diberikan, sesuai dengan tingkat perkembangan anak, tujuannya tak lain adalah memberikan bekal pengetahuan serta membuka wawasan anak dan remaja seputar masalah seks secara benar dan jelas. Dengan pendidikan seks yang benar berarti menghindarkan anak dan remaja dari berbagai risiko negatif perilaku seksual, seperti kehamilan di luar nikah, pelecehan seksual dan penyakit menular seksual. Dalam pendidikan seks pada anak, sebaiknya menggunakan istilah yang sebenarnya. Menggunakan istilah aneh-aneh hanya akan membingungkan si anak. (Dr. Rose Mini A.P., M.Psi)

Namun, orang tua punya alasan sendiri kenapa enggan membahas masalah seks dengan anak-anak. “Mereka menganggap seks tabu dibicarakan secara terbuka. Tapi jangan lupa, anak-anak bisa mendapatkan informasi ini dari teman sebaya, yang belum terjamin kebenarannya.” (www.hanyawanita.com:2006)

Pendidikan Seks pada Remaja

(19)

masalahnya jadi lain, jika Indra dan Lela berada dalam masyarakat di mana anak-anak dinikahkan sejak usia dini. Di masyarakat seperti itu, pada usia 13 dan 17 mereka bisa saja menikah sehingga tak usah bunuh diri. Akan tetapi seperti halnya perkawinan pada usia awal remaja pun pada akhimya menimbulkan masalah juga yang tidak kalah peliknya. Jadi, dalam situasi apa pun tingkah laku seksual pada remaja tidak menguntungkan nampaknya. Padahal remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa, di mana mereka seyogyanya mulai mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa, termasuk dalam aspek seksualnya. Dengan demikian memang dibutuhkan sikap yang sangat bijaksana dari para orang tua, pendidik dan masyarakat nada umumnya serta tentunya dari para remaja itu sendiri, agai nJteka dapat meliwati masa transisi itu dengan selamat.

Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam hayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Tetapi pada sebagian Perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya (Sir 1984, him. 53). Akibat psiko-sosial lainnya adalah ketega mental, dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba 1 jika seorang gadis tiba-tiba hamil. Juga akan terjadi cemooh penolakan dari masyarakat sekitarnya. Akibat lainnya terganggunya kesehatan dan risiko kehamilan serta kematianf yang tinggi. Selain itu juga ada akibat-akibat putus sekolah akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos perawa lain-lain (Sanderowitz & Paxman, 1985, him. 24-26). Akibat tidak terlalu nampak jika hanya dilihat sepintas, sehingga, kurang banyak dibicarakan adalah berkembangnya penj kelamin di kalangan remaja. Prof. Dr. M. Sukandar selaku Panitia Konggres Nasional IV Perkumpulan Ahli Dermato\ rologi (penyakit kulit dan kelamin) Indonesia, Juni 1983 di| marang menyatakan bahwa sebagian besar penyakit kel; kelas berbahaya asal impor telah melanda remaja umur 16 tahun baik di kota maupun di pedesaan. Salah-satu jenis penyakit menular seksual (PMS) iu adalah Gonorhoea (kencing yang saat ini sudah tidak mempan lagi diberantas dengan 300. IJ unit Penicilin, tetapi paling tidak harus dengan 24 juta unit: penderita nampaknya jadi lebih kebal terhadap pengot karena semakin ganasnya penyakit itu (Sinar Harapan, 24 1983).

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.

(20)

dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya, [5] Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

Referensi

Dokumen terkait