Kelola Lingkungan
1. Aspek Fisik
Setiap kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan tentunya akan menimbulkan pengaruh bagi lingkungan. Aspek Fisik merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan hutan. Aspek Fisik meliputi hal-hal yang terkait dengan tata air dan tanah. Hal-hal yang menjadi sumber pemantauan di wilayah KPH Ciamis meliputi curah hujan debit air, sedimentasi, padatan tersuspensi dan erosi pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
a. Curah Hujan
Tabel. Data Curah Hujan KPH Ciamis Tahun 2016
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan Th. 2016
b. Debit
Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Pengukuran debit dilakukan untuk mengetahui perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan/atau adanya perubahan iklim lokal (fluktuasi musiman atau tahunan).
Berdasarkan standar yang ditetapkan menurut SK Peraturan Direktur Jenderal ini dikarenakan pengelolaan hutan yang dilakukan direncanakan dengan sebaik-baiknya, baik dari pemanenan sampai dengan kegiatan pemeliharaan hutannya. SPL Sungai dan mata air yang terdapat di KPH Ciamis pada tahun 2016 memiliki skor yang baik, dikarenakan sungai dan mata air di KPH Ciamis meskipun musim kemarau masih tetap mengalir airnya (mengalir sepanjang tahun).
a. Padatan Tersuspensi (Total Suspension Solid/TSS)
Padatan tersuspensi merupakan partikel-partikel tanah yang larut dalam air. Pengukuran padatan tersuspensi untuk mengetahui tingkat kekeruhan dan erosi tanah yang timbul akibat pengelolaan hutan. Hasil pemantauan padatan tersuspensi pada tahun 2016 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Hasil Pemantauan Padatan Tersuspensi (Total Suspension Solid/TSS)
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan Tahun 2016
Berdasarkan PP no 82 tahun 2001, standar padatan tersuspensi (TSS) yang masih baik adalah < 50 mg/liter, sedang adalah 50-400 mg/liter, dan jelek >400 mg/liter. Hasil analisa selama tahun 2016 menunjukkan bahwa semua sungai masuk ke dalam kriteria skor sedang sebesar 66,7 sampai dengan 100 mg/lt. Tingginya nilai padatan tersuspensi tersebut dikarenakan curah hujan pada tahun 2016 tinggi dan terjadi terus menerus selain itu pada daerah tangkapan air terdapat lokasi garapan, perambahan oleh SPP sehingga akibat kejadian
tersebut, tanah lebih mudah terbawa oleh aliran sungai. Hal ini mengakibatkan nilai padatan tersuspensinya tergolong Sedang. Dan juga lahan pada daerah aliran sungainya relatif terbuka dengan kegiatan pengolahan tanah yang intensif. Sedangkan untuk SPL Mata Air semuanya sudah baik. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel.
Tabel. Padatan Tersuspensi (TSS) Mata Air
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan Tahun 2016
b. Sedimentasi
Sedimen merupakan hasil proses erosi yang umumnya mengendap di bagian bawah bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai dan waduk. Sedangkan sedimentasi merupakan proses pengendapan yang terjadi setelah terjadinya erosi. Hasil pengamatan sedimentasi yang terjadi di KPH Ciamis pada tahun 2016 tersaji dalam grafik berikut ini.
Grafik. Laju Sedimentasi SPL Sungai
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal RLPS No : P.04/V.SET/2009, standar laju sedimentasi yang tergolong kriteria baik adalah < 2 mm/tahun,
berkisar 2-5 mm/tahun masuk kriteria sedang dan > 5 mm/tahun termasuk kriteria buruk.
mg/ltr Skor
1 Ciamis Panyaweuyan 0 Baik
2 Banjar Utara Ranca Herang 0 Baik
3 Banjar Selatan Legok Gendot 0 Baik
4 Banjar Selatan Citumang 0 Baik
5 Pangandaran Cibetok 0 Baik
Gambar. Pemantauan Sungai Cibuluh BKPH Ciamis
Hasil pemantauan pada tahun 2016 menunjukkan lokasi dengan tingkat sedimentasi tertinggi terjadi di lokasi sungai Ciputrapingga SPL 5 BKPH Pangandaran sebesar 2,376 mm/th dengan skor sedang. Sedangkan untuk sedimentasi terendah terjadi pada Sungai Cijambe SPL 2 sebesar 0,064 mm/thn.
Tabel. Laju Sedimentasi SPL Sungai Perhutani KPH Ciamis dapat memberikan pengaruh terhadap kondisi lingkungan yang ada. Pengelolaan yang sudah dilakukan oleh Perhutani KPH Ciamis seperti penanaman dan pemeliharaan sedikit banyak dapat mempengaruhi kualitas air.
2. Aspek Erosi Lahan
a. Iklim
Kondisi iklim suatu kawasan dipengaruhi oleh aktifitas yang terjadi dalam kawasan tersebut. Kegiatan pengelolaan hutan merupakan salah satu aktifitas yang mempengaruhi iklim mikro dimulai dari kegiatan penebangan, persemaian, penanaman dan pemeliharaan vegetasi.
Pada hujan yang intensitasnya tinggi erosi yang terjadi biasanya akan lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil. Hal tersebut disebabkan energi kinetik yang ditimbulkan membuat partikel tanah tergerus lebih cepat sehingga menimbulkan erosi yang besar. Terutama pada lahan terbuka, bekas tebangan atau pada saat persiapan tanaman. Data hari hujan tahunan yang terjadi di wilayah hutan KPH Ciamis yaitu antara 103 sampai 121.
b. Sifat Tanah
Sifat tanah menentukan erodibilitas dimana yang berpengaruh adalah tekstur, struktur, bahan organik dan permeabilitas tanah.
Tekstur ; tanah dengan unsur utama pasir dan lumpur lembut serta sedikit unsur organik memberikan kemungkinan lebih besar untuk terjadinya erosi. Tekstur tanah pada lokasi SPL umumnya berbatu, pasir dan lumpur.
Struktur Tanah ; adalah susunan partikel tanah yang membentuk agregat. Struktur tanah pada masing-masing SPL umumnya bebatuan, pasir dan lumpur.
Bahan organik; merupakan bahan mineral organik yang terdapat dalam tanah yang mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Bahan organik pada lokasi pemantauan bervariasi dari bahan organik yang kurang sampai dengan melimpah.
Permeabilitas tanah ; kemampuan tanah dalam meloloskan air.
Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menurunkan laju erosi.
Permeabilitas tanah pada lokasi pemantauan umumnya bervariasi
c.Topografi
Kemiringan dan panjang lereng merupakan faktor penting terjadinya erosi karena faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air permukaan (
surface run off
). Kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran sempit berpotensi besar untuk terjadi erosi. Kedudukan lereng juga menentukan besar-kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi daripada lereng bagian atas karena momentum air permukaan lebih besar dan kecepatannya lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah.d. Vegetasi Penutup Tanah
Vegetasi yang menutupi permukaan tanah berfungsi untuk :
Melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan kecepatan dan memperkecil diameter air hujan).
Menurunkan kecepatan dan volume air larian.
Menahan partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran dan seresah yang dihasilkan.
Mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam penyerapan air.
Tumbuhan bawah mempunyai peranan besar dalam menurunkan besarnya laju erosi karena merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar-kecilnya erosi percikan.
Pemantauan erosi yang dilakukan di KPH Ciamis dilakukan untuk mengetahui laju erosi yang terjadi. Dari pemantauan tersebut bisa menjadi rekomendasi untuk bentuk pengelolaan berikutnya.
Lokasi Stasiun Pemantauan Lingkungan erosi di KPH Ciamis tersebar di 17 lokasi yang mewakili kondisi kawasan hutan berupa stasiun pengamatan lingkungan permanen. Hal ini dimaksudkan untuk pemantauan pada lokasi tersebut yang nantinya bisa menjadi gambaran erosi yang terjadi dari yang semula lahan terbuka, bertegakan muda, tegakan tua sampai dengan lahan terbuka kembali.
Pada pemantauan erosi tahun 2016 diketahui erosi aktual yang terjadi masih dalam kondisi baik. Peraturan Direktur Jenderal RLPS No : P.04/V.SET/2009, Nilai indeks erosi (IE) yang masuk kategori baik adalah ≤ 1, dan kriteria Jelek >1. Lokasi SPL berada dalam petak pengelolaan KPH Ciamis. Dari 17 SPL yang ada di wilayah KPH Ciamis semuanya masuk kriteria baik.
Tabel. Laju Erosi Beberapa SPL KPH Ciamis Tahun 2016
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan Tahun 2016
Pada tahun 2016 Perum Perhutani KPH Ciamis telah membuat SPL Erosi sebanyak 2 Buah yaitu SPL 18 di BKPH Pangandaran dan SPL 19 di BKPH Cijulang sehingga menjadi 19 (Sembilan belas) SPL Erosi.
Dari 19 (Sembilan belas) SPL Erosi yang ada di KPH Ciamis hanya 7 (tujuh) SPL yang terpantau pada tahun 2016, karena 12 SPL lainya penutupan lahan dan tumbuhan bawah sudah rapat. Hasil di atas menunjukkan bahwa kondisi SPL erosi yang terjadi masih menunjukkan performa yang baik. Dari sisi pengelolaan hutan menunjukkan masih memberikan pengaruh yang maksimal untuk mengurangi tingkat laju erosi. Indek Erosi masih menunjukan nilai baik. Adapun gambaran indek erosi secara umum untuk seluruh kawasan hutan KPH Ciamis disajikan dalam grafik berikut ini.
Lokasi
BKPH
Indek Erosi (
IE )
Skor
SPL 01
Banjar Utara
Nihil
Baik
SPL 02 Banjar Selatan
Nihil
Baik
SPL 03
Pangandaran
Nihil
Baik
SPL 04
Pangandaran
Nihil
Baik
SPL 05
Cijulang
Nihil
Baik
SPL 06
Ciamis
Nihil
Baik
SPL 07
Banjar Selatan
Nihil
Baik
SPL 08
Banjar Selatan
Nihil
Baik
SPL 09
Cijulang
Nihil
Baik
SPL 10
Cijulang
Nihil
Baik
SPL 11
Banjar Utara
0,028
Baik
SPL 12
Banjar Selatan
Nihil
Baik
SPL 13
Pangandaran
Nihil
Baik
Grafik. Indek erosi KPH Ciamis Tahun 2016
Secara umum erosi yang terjadi di seluruh kawasan hutan KPH Ciamis bersifat fluktuatif. Kejadian erosi yang terpantau terjadi hanya pada musim penghujan. Pada grafik yang berlangsung pada tahun 2016. Laju erosi tertinggi pada SPL 16 BKPH Banjar Utara dan SPL 18 BKPH Pangandaran. Hal ini karena dipengaruhi oleh intensitas hujan yang tinggi, dan merupakan lokasi bekas tebangan serta ada penggarapan lahan secara intensif oleh masyarakat (tanaman tumpangsari). Aktivitas pengolahan tanah yang intensif mengakibatkan tanah menjadi gembur dan pada saat hujan massa tanah ini akan mudah terbawa oleh aliran permukaan menuju tempat yang lebih rendah lagi, sehingga mengakibatkan kehilangan banyak lapisan atas tanahnya. Ditambah lagi dengan kondisi lapangan yang agak curam semakin mempercepat laju pengangkutannya. Berbeda dengan tanah-tanah yang tidak dilakukan pengolahan secara intensif, pada lokasi seperti ini maka agregat tanahnya kuat sehingga tidak mudah lepas oleh adanya tumbukan air hujan dan aliran permukaan.
3. Aspek Kimia
Pemantauan penggunaan bahan kimia dilakukan pada seluruh areal hutan, baik bahan kimia yang digunakan pesanggem maupun yang digunakan Perum Perhutani. Jenis bahan kimia yang ada meliputi pupuk, pestisida seperti herbisida, fungisida maupun insektisida, dan bahan kimia lainnya (perangsang keluarnya getah pada lokasi sadapan dan perangsang pertumbuhan pada kebun pangkas).
Selain Socepas, pada tahun 2016 juga terdapat stimulansia jenis etrat yang digunakan di kawasan hutan KPH Ciamis BKPH Ciamis sebagai pengganti Socepas untuk merangsang keluarnya getah pinus.
Sebagai rujukan digunakan PP RI No. 74 tahun 2001 mengenai B3 yang boleh, terbatas dan dilarang digunakan. Pemantauan penggunaan Bahan Kimia rutin dilaksanakan setiap bulan. Adapun volume penggunaan bahan kimia selama tahun 2016 sebagai berikut.
Tabel.
Penggunaan bahan kimia di KPH Ciamis
Sebagai rujukan digunakan PP RI No. 74 tahun 2001 mengenai B3 yang boleh, terbatas dan dilarang digunakan. Pemantauan penggunaan Bahan Kimia. Adapun volume penggunaan bahan kimia dan luas penggunaan bahan kimia selama tahun 2016 seperti pada tabel berikut.
Tabel. Volume Penggunaan Bahan Kimia di KPH Ciamis
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 CAS Socepas jenis 235 AS 565,34 579,29 579,29 578,84 578,84 578,84 4.039,25 cc 2 Etrat Ethylene 132,99 90,42 90,42 90,42 90,42 90,42 675,51 cc
1 CAS Socepas jenis 235 AS 578,84 578,84 578,84 578,84 578,84 6.933,42 cc
Lanjutan tabel.
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan KPH Camis Tahun 2016
Tabel. Luas penggunaan bahan kimia di KPH Ciamis
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan KPH Camis Tahun 2016
P
Pada pemantauan tahun 2016 penggunaan Bahan Kimia yang dilarang sudah tidak ada. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kegiatan pemupukan dilakukan setahun sekali,
Jul Agust Sept Okt Nop Des
1 CAS Socepas jenis 235 AS 643,15 643,15 643,15 643,15 643,15 643,15 7.703,80 cc 2 Etrat Ethylene 82,20 82,20 66,70 82,20 82,20 82,20 1.009,60 cc
3 Urea Tablet - kg
Total Satuan No Merk Dagang Jenis Bahan Kimia/B3
Boleh Digunakan
Jumlah Penggunaan Bahan Kmia/B3
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 CAS Socepas jenis 235 AS 1.557,91 1.557,91 1.557,91 1.557,91 1.557,91 1.557,91
2 Etrat Ethylene 70,54 70,54 70,54 70,54 70,54 70,54 3 Urea Tablet
No Merk Dagang Jenis Bahan Kimia/B3 Boleh Digunakan
Luas Penggunaan Bahan Kmia/B3 (ha)
Luas Total
Agust Sep Okt Nop Des
1 CAS Socepas jenis 235 AS 1.628,45 1.628,45 1.628,45 1.628,45 1.628,45 19.118,16 2 Etrat Ethylene 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 426,79
19.544,95 No Merk Dagang Jenis Bahan Kimia/B3
Boleh Digunakan
Luas Penggunaan Bahan Kmia/B3 (ha)
sehingga penggunaan pupuk kimia yang dilarang tidak dilakukan. Sebagai alternatif digunakan pupuk organik yang sudah banyak dijumpai. Penggunaan yang paling dominan pemakaiannya yaitu jenis Socepas 235 AS. Di pergunakan oleh Perum Perhutani BKPH Ciamis sebagai zat perangsang untuk meningkatkan produktifitas sadapan getah Pinus di BKPH Ciamis. Selain Bahan Kimia jenis Socepas 235 AS, Perum Perhutani KPH Ciamis juga menggunakan Etrat (Stimulan Organik) yang digunakan di kawasan hutan KPH Ciamis BKPH Ciamis sebagai pengganti Socepas untuk merangsang keluarnya getah pinuspada tahun 2016.
Gambar. Stimulansia Etrat dan Stimulansia Socepas Jenis 235 AS
4. Aspek Biologi
Secara garis besar hasil survey Biodiversity KPH Ciamis tahun 2016 sebagai berikut :
a.
Flora
1) Kelimpahan jenis
Kelimpahan merupakan banyaknya individu untuk setiap jenis, sedangkan kelimpahan jenis merupakan banyaknya jenis/spesies dalam suatu kawasan. Dari hasil survey biodiversity diketahui bahwa kelimpahan jenis pada tiap tipe habitat sangat beragam. Kelimpahan jenis tumbuhan bawah paling tinggi ditemukan pada tipe habitat MT+LTJL+TK+TKTBJ dan tipe habitat Sempadan Mata Air yaitu 82 jenis. Kelimpahan jenis semai yang paling tinggi ditemukan
Kelimpahan jenis tumbuhan bawah paling rendah ditemukan pada tipe habitat Sempadan Pantai yaitu 10 jenis. Kelimpahan jenis semai yang paling rendah ditemukan pada tipe habitat KU I &II Pinus dan KU V Up Pinus yaitu 11 jenis. Kelimpahan jenis pancang yang paling rendah ditemukan pada tipe habitat KU V up Pinus yaitu 14 jenis. Kelimpahan jenis tiang paling rendah ditemukan pada tipe habitat Kawasan Penggunaa Lain yaitu 7 jenis. Kelimpahan jenis pohon paling rendah ditemukan pada tipe habitat KU V Up Pinus yaitu 3 jenis.
Pada Tabel 3 dibawah ini diketahui kelimpahan jenis vegetasi di kawasan hutan KPH Ciamis dalam beberapa tipe habitat.
Tabel. Kelimpahan Jenis Flora Di KPH Ciamis Tahun 2008-2016
Kelimpahan jenis (n)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Lanjutan tabel
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan KPH Camis Tahun 2016
Secara umum hasil pemantauan keanekaragaman hayati di tahun 2016 kelimpahan jenis tipe vegetasi tumbuhan bawah relatif stabil, tipe vegetasi semai relatif meningkat, tipe vegetasi pancang relatif meningkat, tipe vegetasi tiang relatif menurun dan pada tipe vegetasi pohon stabil. Untuk perbandingan kelimpahan jenis tingkat tumbuhan bawah dari tahun 2008-2016 dapat dilihat pada grafik 1.
2) Keanekaragaman jenis
Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman diantara mahluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya daratan, lautan dan ekosistem akuatik lainnya serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antar spesies dan ekosistem.
Keanekaragaman jenis tumbuhan menunjukkan beranekaragam atau banyaknya jenis pada kelompok flora baik dari tingkatan tumbuhan bawah, semai, pancang tiang dan pohon.
Dari hasil pemantauan tahun 2016, diketahui bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan bawah paling tinggi pada tipe habitat HAS Banjar Selatan dan MT+LTJL+TK+TKTBJ dan paling rendah pada tipe habitat Sempadan Pantai. Keanekaragaman jenis semai paling tinggi pada tipe habitat KU >I&II Pinus dan paling rendah pada tipe habitat KU I&II Jati. Keanekaragaman jenis pancang
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
paling tinggi pada tipe habitat TKL+TJKL+TKLTBJ dan paling rendah pada tipe habitat Sempadan Mata Air. Keanekaragaman jenis tiang paling tinggi pada tipe habitat HAKL Cijulang pada paling rendah pada tipe habitat KU I&II Jati. Keanekaragaman jenis pohon paling tinggi pada tipe habitat HAKL Cijulang dan paling rendah pada tipe habitat KU V Up Pinus. Hasil pemantauan di KPH Ciamis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel. Indeks keanekaragaman hayati flora tahun 2008-2016
Lanjutan tabel
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan T ahun 2016
Apabila dilihat dari struktur pertumbuhan yang normal pada hutan alam, indeks keanekaragaman jenis tingkat semai > tingkat pancang > tingkat tiang
Keanekaragaman jenis (H')
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1HAKL BJS 1,97 1,33 0,84 2,89 2,90 3,17 2,98 3,17 2,98 3,05 3,08 2,39 3,37 3,40 3,41 3,44 3,41 3,44 3,65 3,37 2,35 2,22 3,39 3,29 3,34 3,29 3,34
2HAKL Cijulang 2,76 1,07 0,67 2,09 2,98 3,03 2,73 3,03 2,73 3,41 2,92 2,79 2,90 3,35 3,13 3,05 3,13 3,05 3,37 3,23 3,19 3,16 3,16 3,12 3,14 3,12 3,14
3HAS BJU 1,55 0,74 1,17 2,86 2,10 2,08 2,11 2,08 2,11 3,06 2,99 3,28 2,96 3,15 3,18 3,13 3,18 3,13 2,86 3,26 3,57 3,28 2,84 3,11 3,34 3,11 3,34
4HAS MADATI 2,45 1,14 1,36 2,66 2,45 2,63 2,58 2,63 2,58 2,92 2,63 2,61 2,66 2,66 2,67 2,56 2,67 2,56 2,68 2,54 2,77 2,81 2,74 2,80 2,80 2,80 2,80
5HAS Pangandaran 2,91 1,77 1,35 3,12 3,01 3,16 3,13 3,16 3,13 3,48 3,57 2,84 2,78 3,18 3,11 3,17 3,11 3,17 3,44 3,48 2,86 3,34 3,20 3,11 3,15 3,11 3,15
6HAS Sawal 2,06 0,69 1,53 2,80 2,60 2,79 2,78 2,79 2,78 2,36 2,18 2,30 2,37 2,63 2,63 3,00 2,63 3,00 2,26 2,30 2,42 2,66 2,67 2,68 2,92 2,68 2,92
7Kawasan Penggunaan Lain 2,41 1,34 1,24 2,11 2,71 2,91 3,14 2,91 3,14 2,40 2,59 1,83 2,12 2,85 2,87 2,59 2,87 2,59 2,48 2,67 1,88 1,85 2,26 2,26 1,75 2,26 1,75
8KU > III Jati 2,65 0,95 1,13 2,82 1,99 2,20 2,99 2,20 2,99 3,45 2,65 2,82 2,89 3,80 3,66 3,83 3,66 3,83 3,24 3,21 2,62 2,61 3,06 3,05 3,48 3,05 3,48
9KU I&II JATI 2,84 1,57 1,43 2,50 2,98 2,97 3,18 2,97 3,18 2,52 3,12 1,94 2,12 3,66 1,79 3,63 1,79 3,63 2,50 2,61 2,74 2,71 2,86 2,84 3,23 2,84 3,23
10KU I&II PINUS 2,17 1,39 1,29 3,00 2,48 2,74 2,64 2,74 2,64 0,68 2,40 3,62 1,63 2,05 3,73 2,12 3,73 2,12 1,79 2,00 1,88 1,98 2,69 2,75 2,74 2,75 2,74
11KU III & IV PINUS 2,36 1,24 1,26 2,68 2,89 3,02 2,97 3,02 2,97 2,30 1,99 2,05 3,29 1,90 2,09 1,92 2,09 1,92 1,94 2,00 2,15 3,02 1,92 1,94 2,29 1,94 2,29
12KU V Up Pinus 1,87 1,57 1,68 2,82 2,73 2,81 2,80 2,81 2,80 0,26 2,33 1,58 1,88 1,95 1,91 2,11 1,91 2,11 0,60 2,26 2,14 0,24 1,91 2,23 2,24 2,23 2,24
13MT+LTJL+TK+TKTBJ 3,28 1,50 0,66 2,94 3,06 3,17 3,18 3,17 3,18 3,44 2,97 3,13 3,11 3,41 2,51 3,46 2,51 3,46 3,79 2,46 2,41 3,32 2,63 2,70 3,32 2,70 3,32
14SEMPADAN JURANG 1,81 0,87 1,20 1,01 2,75 2,85 3,24 2,85 3,24 2,52 1,48 2,43 2,92 2,87 3,38 2,81 3,38 2,81 3,03 1,91 2,58 2,47 2,42 2,49 2,95 2,49 2,95
15SEMPADAN SUNGAI 3,18 1,93 1,40 3,00 2,23 2,41 2,77 2,41 2,77 3,32 3,33 1,87 2,60 2,90 2,94 3,25 2,94 3,25 3,70 3,34 1,05 1,51 2,91 2,84 2,91 2,84 2,91
16SMA 2,48 1,07 0,68 3,03 2,61 2,84 2,27 2,84 2,27 2,74 2,61 2,15 2,55 2,52 2,77 2,65 2,77 2,65 2,19 1,11 2,72 1,89 1,59 1,57 1,80 1,57 1,80 17SP 2,59 1,71 1,67 2,63 1,01 1,01 1,03 1,01 1,03 2,74 2,65 3,29 2,47 2,55 2,55 2,57 2,55 2,57 3,02 2,97 2,40 2,71 1,89 1,78 1,87 1,78 1,87
18TJBK & TPR, TJM 2,91 0,93 0,70 2,42 2,27 2,48 3,33 2,48 3,33 2,26 2,12 2,64 3,33 2,60 2,79 3,46 2,79 3,46 2,44 2,35 2,58 3,54 3,25 3,41 3,44 3,41 3,44
19TKL+TJKL+TKLTBJ 3,04 1,60 1,20 3,13 2,49 2,65 2,77 2,65 2,77 2,61 3,52 3,49 3,44 3,23 3,32 3,43 3,32 3,43 3,18 3,29 3,47 3,55 3,47 3,51 3,58 3,51 3,58
20WANA WISATA 1,18 1,30 1,27 2,05 1,98 2,01 2,21 2,01 2,21 2,83 3,44 3,16 2,78 2,96 2,87 2,76 2,87 2,76 2,65 3,24 3,24 3,02 2,81 2,81 3,00 2,81 3,00
Pancang No Tipe kawasan Tumbuhan Bawah Semai
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
> tingkat pohon > tingkat tumbuhan bawah, sehingga regenerasi jenis tumbuhan dapat berjalan dengan baik.
Secara umum dari hasil perhitungan indeks keanekaragaman jenis diketahui bahwa sebagian besar tipe habitat tidak mengikuti pola tersebut diatas atau terjadi gangguan pada salah satu tingkat, maka dapat diartikan tipe habitat tersebut sedang mengalami suksesi.
3) Dominansi Jenis
Dominansi merupakan kondisi dimana suatu kawasan hutan banyak ditumbuhi jenis-jenis tertentu sehingga jenis yang lain relatif kecil kelimpahannya. Dominansi menyatakan derajat penguasaan ruang atau tempat tumbuh. Untuk tingkat pohon dominansi dihitung melalui luas bidang
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 1HAKL BJS 0,37 0,09 0,37 0,06 0,05 0,05 0,07 0,05 0,07 0,37 0,06 0,12 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,11 0,05 0,20 0,31 0,05 0,05 0,04 0,05 0,04
Hasil monitoring pada tahun 2016 menunjukkan secara umum pada berbagai tipe habitat relatif stabil.
4) Pengamatan Jenis Epifit
Tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang menumpang pada tumbuhan lain selain tempat hidupnya. Berbeda dengan parasit, epifit dapat sepenuhnya mandiri, lepas dari tanah sebagai penyangga dan penyedia hara bagi kehidupannya maupun dari hara yang disediakan tumbuhan lain. Air diperoleh dari hujan, embun atau uap air. Hara mineral diperoleh dari debu atau hasil dekomposisi batang serta sisa-sisa tumbuhan lain yang terurai.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa terdapat beberapa jenis epifit yang dilindungi seperti beberapa jenis anggrek.
Berdasarkan hasil Survey Biodiversity ditemukan 11 jenis tanaman epifit, dengan kelimpahan jenis, indeks keanekaragaman jenis dan dominansi jenis pada tipe habitat sebagai berikut :
Tabel. Kelimpahan Jenis, Indeks Keanekaragaman Jenis dan
Dominansi Jenis Epifit
Sumber data : Laporan Tahunan Bidang Lingkungan Tahun 2016
Kelimpahan jenis epifit paling tinggi ditemukan pada tipe habitat MT+LTJL+TK+TKTBJ dan TKL+TJKL+TKLTBJ. sedangkan yang paling rendah ada pada tipe habitat HAS Banjar Selatan dan Kawasan Penggunaan Lain. Keanekaragaman jenis epifit paling tinggi pada tipe habitat MT+LTJL+TK+TKTBJ dan paling rendah pada tipe habitat HAS BJS. Sedangkan Dominasi jenis epifit paling tinggi pada tipe habitat HAS Cijulang dan paling rendah
Fauna
kenaikan ataupun penurunan untuk kelompok satwa tertentu. Pada
satwa kelompok aves rata-rata nilai kelimpahan jenis adalah 30. Pada
satwa kelompok mamalia rata-rata nilai kelimpahan jenis adalah 5.
2) Keanekaragaman Jenis
Dari kelimpahan jenis kemudian dilakukan dihitung indeks keanekaragaman fauna. Semakin besar nilai indeksnya menunjukkan keanekaragaman fauna yang ada semakintinggi. Hasil pemantauan selama tahun 2008-2016 sebagai berikut :
Tabel. Tingkat Keanekaragaman Fauna Tahun 2008-2016
Lanjutan tabel28.
Secara umum kondisi keanekaragaman jenis fauna aves yang ada di wilayah KPH Ciamis pada tahun 2016 berkisar antara sedang sampai tinggi. Kondisi keanekaragaman jenis fauna mamalia berkisar antara rendah-sedang. Sedangkan kondisi keanekaragaman jenis Hal ini dapat dilihat dari indeks keanekaragaman jenis fauna herpetofauna berkisar antara rendah-sedang. Berikut gambaran kondisi keanekaragaman fauna dari tahun 2008-2016.
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1 HAKL BJS 3,04 2,34 2,70 2,80 2,76 2,76 2,39 2,70 2,39 1,38 1,09 0,69 1,02 1,39 1,39 0,00 1,39 0,00 2 HAKL Cijulang 3,08 3,20 2,85 3,29 3,44 3,42 3,23 3,29 3,23 1,32 1,44 1,86 1,75 1,80 1,78 2,01 1,78 2,01 3 HAS BJU 2,98 2,87 2,84 2,71 2,85 2,84 2,63 2,84 2,63 0,96 1,32 1,74 1,32 1,52 1,51 1,32 1,51 1,32 4 HAS MADATI 2,78 2,52 2,49 2,44 2,47 2,45 2,46 2,45 2,46 2,16 2,06 0,45 1,04 0,45 0,45 1,39 0,45 1,39 5 HAS Pangandaran 2,91 3,23 2,39 2,77 2,76 2,75 2,32 2,75 2,32 1,87 2,10 0,94 1,82 1,41 1,39 1,55 1,39 1,55 6 HAS Sawal 2,51 2,16 1,98 2,46 2,43 2,42 2,77 2,42 2,77 1,50 1,47 0,95 1,00 0,87 0,87 0,00 0,87 0,00 7 Kawasan Penggunaan Lain 2,99 2,22 2,72 2,42 2,54 2,54 2,19 2,54 2,19 1,22 2,29 0,68 0,00 0,59 0,61 0,00 0,61 0,00 8 KU > III Jati 3,18 2,94 2,46 3,24 3,33 3,33 3,19 3,33 3,19 2,05 1,90 1,39 2,22 2,14 2,14 2,13 2,14 2,13 9 KU I&II JATI 2,80 3,23 2,17 2,72 2,95 2,94 3,26 2,94 3,26 1,42 2,00 1,57 1,76 1,35 1,35 1,43 1,35 1,43 10 KU I&II PINUS 2,23 2,16 2,07 2,46 2,49 2,49 2,62 2,49 2,62 0,94 1,61 1,15 0,00 1,29 1,23 0,00 1,23 0,00 11 KU III & IV PINUS 2,68 2,56 2,07 2,50 2,54 2,54 2,50 2,54 2,50 2,08 1,85 1,04 0,96 1,48 1,43 1,39 1,43 1,39 12 KU V Up Pinus 2,30 2,31 2,12 2,61 2,60 2,60 2,29 2,60 2,29 1,17 1,04 1,78 1,13 1,07 1,16 1,04 1,16 1,04 13 MT+LTJL+TK+TKTBJ 2,85 2,78 2,00 3,23 3,35 3,35 3,30 3,35 3,30 1,68 1,85 1,60 2,13 1,99 1,99 1,83 1,99 1,83 14 SEMPADAN JURANG 2,70 2,17 2,62 2,84 2,97 2,95 2,37 2,95 2,37 1,79 0,00 1,14 1,04 1,19 1,19 1,15 1,19 1,15 15 SEMPADAN SUNGAI 2,91 2,99 2,75 2,81 2,71 2,69 2,57 2,69 2,57 1,37 1,84 1,48 1,46 1,66 1,66 1,01 1,66 1,01
16 SMA 2,81 3,23 2,00 2,99 2,96 2,96 2,42 2,96 2,42 1,65 1,98 1,08 1,95 1,10 1,10 1,39 1,10 1,39
17 SP 2,98 2,91 2,90 2,17 2,17 2,17 2,09 2,17 2,09 1,79 1,73 0,96 0,69 0,69 0,69 0,67 0,69 0,67
18 TJBK & TPR, TJM 3,23 2,53 2,79 3,13 3,11 3,11 3,11 3,11 3,11 1,99 1,02 1,06 1,20 0,94 0,93 0,94 0,93 0,94 19 TKL+TJKL+TKLTBJ 3,15 4,05 2,75 3,20 3,42 3,35 3,26 3,35 3,26 2,08 1,04 1,35 2,22 1,84 1,84 2,07 1,84 2,07 20 WANA WISATA 2,78 2,50 3,21 2,34 2,36 2,35 1,90 2,35 1,90 1,38 2,48 0,90 1,04 0,64 0,56 0,69 0,56 0,69
No Tipe kawasan Aves Mamalia
18 TJBK & TPR, TJM 1,87 2,45 0,90 1,92 2,02 1,95 2,17 1,95 2,17 19 TKL+TJKL+TKLTBJ 1,68 1,83 1,08 1,81 1,88 1,79 1,70 1,79 1,70 20 WANA WISATA 1,51 1,81 0,67 0,64 1,04 1,05 0,00 1,05 0,00
No Tipe kawasan
3) Populasi Species Interest
Spesies interest adalah spesies yang memiliki peranan ekosistem tertinggi, sehingga dengan melindungi spesies interest diharapkan spesies lain akan ikut terlindungi. Dari hasil survey biodiversity 2016, terdapat 5 spesies yang menjadi spesies interest di KPH Ciamis. Spesies tersebut antara lain elang jawa dan gelatik jawa (kelompok aves), macan tutul dan lutung (kelompok mamalia) serta biawak (kelompok herpetofauna). Populasi satwa spesies interest berdasarkan hasil pemantauan selama tahun 2008-2016 tersaji dalam tabel sebagai berikut :
Tabel. Populasi Satwa Species Interest tahun 2008-2016
Lanjutan tabel 29.
Populasi Spesies Interest (Jenis)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 1 HAS BJS
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
1. Aspek HCVF (High Conservation Value Forest)
Penilaian keberadaan KBKT disini ditujukan untuk memenuhi standard FSC prinsip 9 kriteria 9.1, 9.2, 9.3, dan 9.4. Proses konsultasi dengan masyarakat terkait dengan identifikasi aspek sosial NKT4, NKT5, dan NKT6 dilaksanakan melalui kegiatan PCP
(
Participatory Conservation Planning
). Sedangkan konsultasi aspek ekologidilaksanakan melalui kegiatan SCP (
Site Conservation Planning)
untuk mengidentifikasi NKT1, NKT2, NKT3 dan NKT4.Monitoring dan evaluasi pada Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi dilakukan untuk mengetahui prioritas pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) yang selanjutnya ditetapkan sebagai prioritas utama dalam penanganan kerusakan (stress) yang disebabkan oleh penyebab kerusakan (Source of stress).Hasil Monitoring dan evaluasi pada Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi tahun 2015 sebagai berikut.
a.Viabilitas target konservasi
b.Bentuk kerusakan dan penyebab kerusakan a. Kawasan hutan alam
b. KPS (Kawasan Perlindungan Setempat) c. Target konservasi
d. Penanganan Kerusakan
Langkah penanganan tersebut meliputi :
a. Penanganan untuk kegiatan pertanian yaitu dengan penghentian garapan dan sosialisasi atau penyuluhan pada masyarakat.
b. Penanganan untuk kegiatan perambahan yaitu dengan rehabilitasi atau pengkayaan dan sosialisasi/penyuluhan pada masyarakat.