• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH | PERDA&PERBUP PERDA 2 TAHUN 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH | PERDA&PERBUP PERDA 2 TAHUN 2009"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2009

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TENGAH,

Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi di bidang pendidikan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah berwenang dalam penyelenggaraan pendidikan; b. bahwa wewenang penyelenggaraan pendidikan

dilaksanakan menurut norma-norma kependidikan, mengacu pada sistem pendidikan nasional dan berpedoman pada program pembangunan nasional;

c. bahwa penyelenggaraan pendidikan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat belajar serta dapat menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga tanpa diskriminatif;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pendidikan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang

Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4430);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

(2)

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005, Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);

9. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4965);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Pra Sekolah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3411);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3412) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3413) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3764);

(3)

14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3974);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3485);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737)

19. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Struktur Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);

(4)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH

dan

BUPATI LOMBOK TENGAH

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN

PENDIDIKAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. 2. Bupati adalah Bupati Lombok Tengah.

3. Dewan Pendidikan adalah Dewan Pendidikan Kabupaten Lombok Tengah

4. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

5. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

6. Tenaga Kependidikan adalah Anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggarakan pendidikan.

7. Peserta didik adalah siswa dan/atau warga belajar di Kabupaten Lombok Tengah. 8. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan

diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

9. Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan di bidang pendidikan.

10.Keluarga adalah unit sosial terkecil yang mempunyai perhatian dan peranan di bidang pendidikan.

11.Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

12.Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.

13.Pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan pendidikan dasar.

14.Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

15.Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

16.Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

(5)

rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

18.Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

19.Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

20.Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi peserta didik didaerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil dan /atau mengalami bencana alam, bencana sosial dan tidak mampu dari segi ekonomi.

21.Pendidikan jarak jauh adalah jenis pendidikan yang memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.

22.Sekolah berstandar internasional adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didik berdasarkan standar nasional pendidikan dan bertaraf internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.

23.Supervisi pendidikan adalah kegiatan pengendali mutu pendidikan.

24.Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

25.Kurikulum Muatan Lokal adalah kurikulum operasional yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan Pendidikan berasaskan keadilan, persamaan, keseimbangan, pemerataan, transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokrasi.

Pasal 3

Tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga masyarakat yang demokratis serta bertanggungjawab.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 4

(1) Peserta didik berhak mendapat perlindungan fisik maupun psikis. (2) Peserta didik berhak memanfaatkan fasilitas pembelajaran secara adil.

Pasal 5

(6)

Pasal 6

Orang tua/wali berhak memperoleh laporan kemajuan pendidikan anaknya dari satuan pendidikan.

Pasal 7

(1) Orang tua/wali berkewajiban memberikan pendidikan kepada anaknya.

(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua/wali berkewajiban menyekolahkan anaknya paling rendah tamat pendidikan dasar.

Pasal 8

Orang tua/wali berkewajiban berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan pada satuan pendidikan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing.

Pasal 9

(1) Masyarakat berhak berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.

(2) Masyarakat dapat memberikan dukungan sumberdaya dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

Pasal 10

(1) Satuan pendidikan berkewajiban untuk menyediakan layanan pendidikan yang bermutu.

(2) Satuan Pendidikan berkewajiban untuk memberikan perlindungan baik fisik maupun psikis kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Pasal 11

(1) Pemerintah Daerah berhak merencanakan, mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi dalam pentahapan dan penuntasan pendidikan.

(2) Pemerintah Daerah wajib menjamin setiap anak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.

(3) Pemerintah Daerah wajib menyediakan sarana-prasarana pendidik dan tenaga kependidikan serta bantuan teknis lainnya untuk keperluan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, terutama satuan pendidikan yang berlokasi di tempat terpencil.

BAB IV

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu Pendidikan Anak Usia Dini

Pasal 12

(7)

(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan/atau informal.

(3) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan oleh kelompok-kelompok sosial kemasyarakat dengan pola kemitraan.

(4) Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan pembinaan dan pengembangan pendidikan anak usia dini.

(5) Bentuk dan tata cara pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kedua Pendidikan Dasar

Pasal 13

(1) Setiap warga yang berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar sampai lulus.

(2) Pemerintah Daerah wajib membebaskan biaya pendidikan dasar bagi peserta didik. (3) Bentuk dan tata cara pembebasan biaya pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(4) Pemerintah Daerah wajib menjamin setiap warga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan dasar.

(5) Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan pembinaan dan pengembangan kepada penyelenggara pendidikan dasar.

(6) Bentuk dan tata cara pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga Pendidikan Menengah

Pasal 14

(1) Setiap orang yang berusia 16 (enam belas tahun) tahun sampai dengan 18 tahun dapat mengikuti pendidikan menengah hingga lulus.

(2) Pemerintah Daerah wajib menjamin setiap warga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan menengah.

(3) Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan pembinaan dan pengembangan kepada penyelenggara pendidikan menengah.

(4) Bentuk dan tata cara pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat Pendidikan Nonformal

Pasal 15

(1) Pendidikan non formal meliputi pendidikan mental kerohanian, kecakapan individu, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, kelompok keterampilan pemuda (KKP), Pendidikan berkelanjutan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.

(2) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis.

(8)

(4) Penyelenggaraan pendidikan nonformal yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dilaksanakan melalui sanggar kegiatan belajar.

(5) Penyelenggaraan pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat berbentuk kursus-kursus; paket A, B dan C; kelompok belajar dan satuan pendidikan yang sejenis.

(6) Penyelenggaraan kursus dan program yang berhubungan dengan pendidikan nonformal dan/atau yang bersifat komersial wajib mendapat izin Pemerintah Daerah.

(7) Persyaratan, penilaian, kelayakan dan tata cara memperoleh izin dan/atau rekomendasi penetapannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima Pendidikan Informal

Pasal 16

(1) Pendidikan informal kegiatannya dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan lingkungan dalam bentuk kegiatan belajar mandiri.

(2) Pemerintah Daerah wajib memberikan dorongan, motivasi, dan bantuan fasilitas bagi warga masyarakat yang hanya dengan pendidikan informal mereka dapat memenuhi tuntutan wajib belajar.

(3) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui sama dengan hasil pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Bagian Keenam Pendidikan Keagamaan

Pasal 17

(1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

(3) Pemerintah Daerah wajib mengawasi, membina dan mengembangkan pendidikan keagamaan.

(4) Bentuk dan tata cara pengawasan, pembinaan, dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh

Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Pasal 18

(1) Pemerintah Daerah wajib mengusahakan pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus serta merintis adanya pendidikan khusus untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.

(2) Lembaga penyelenggara pendidikan wajib menerima peserta didik yang berkebutuhan khusus.

(3) Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi dan mendukung terselenggaranya pendidikan bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.

(9)

Bagian Kedelapan Pendidikan Jarak Jauh

Pasal 19

(1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modul dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.

(2) Pemerintah Daerah wajib memonitor, mengawasi serta membina usaha peningkatan mutu pelaksanaan pendidikan jarak jauh.

Bagian Kesembilan

Pendidikan Bertaraf Internasional

Pasal 20

(1) Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satu satuan pendidikan yang bertaraf internasional.

(2) Penyelenggaraan satu satuan pendidikan bertaraf internasional dapat dikembangkan dengan model sekolah baru, pengembangan sekolah yang ada, terpadu, dan/atau kemitraan.

(3) Pemerintah Daerah memberikan dukungan untuk terlaksananya dengan baik penyelenggaraan satu pendidikan bertaraf internasional.

(4) Penetapan satu satuan pendidikan bertaraf internasional harus memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V

KELEMBAGAAN PENDIDIKAN

Bagian Kesatu

Pendirian, Penggabungan dan Penutupan Satuan Pendidikan

Pasal 21

(1) Pendirian satuan pendidikan didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan hasil kajian kelayakan.

(2) Pendirian satuan pendidikan dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat, organisasi atau yayasan yang berbadan hukum.

(3) Pendirian satuan pendidikan formal dan nonformal selain oleh Pemerintah Daerah wajib memperoleh izin operasional dari Bupati.

(4) Tata cara pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Pendirian satuan pendidikan formal dan nonformal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;

a. hasil studi kelayakan;

b. Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Sekolah (RIPS); c. sumber peserta didik;

d. pendidik dan tenaga kependidikan; e. kurikulum/program kegiatan belajar f. sumber pembiayaan;

(10)

h. penyelenggaraan sekolah.

(6) Untuk pendirian satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Adanya potensi lapangan kerja yang sesuai dengan kemampuan tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang akan didirikan dengan mempertimbangkan pemerataan satuan pendidikan sejenis.

b. Adanya dukungan masyarakat termasuk Dunia Usaha/Dunia Industri dan unit Produksi yang dikembangkan di satuan pendidikan tersebut.

Pasal 22

Pemerintah Daerah wajib melindungi masyarakat dari penyelenggaraan pendidikan tinggi yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 23

(1) Dua atau lebih satuan pendidikan dapat digabung menjadi satu satuan pendidikan. (2) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar efisiensi dan

efektivitas layanan pendidikan dengan mengutamakan prinsip partisipatif.

(3) Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah menerima pertimbangan tertulis dari instansi terkait.

Pasal 24

Bupati dapat mencabut izin pendirian dan operasional satuan pendidikan apabila sudah tidak memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua Pengeloaan Pendidikan

Paragraf 1

Sekolah satu atap, dan Kelas rangkap

Pasal 25

(1) Pengelolaan satu satuan pendidikan untuk tingkat TK/RA dan SD/MI, SD/MI dan SMP/MTs dimungkinkan untuk dikelola dalam satu atap.

(2) Pemerintah Daerah wajib untuk memfasilitasi satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan satu atap.

Pasal 26

(1) Dalam kondisi tertentu proses kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan dengan menerapkan kelas rangkap.

(11)

Paragraf 2 Kurikulum

Pasal 27

(1) Kurikulum satuan pendidikan berpedoman pada standar nasional pendidikan.

(2) Diversifikasi kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan, karekteristik, potensi, kondisi daerah, dan peserta didik.

(3) Satuan pendidikan mengembangkan kurikulum muatan lokal dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan, kemampuan peserta didik dan sumber daya yang dimiliki oleh satuan pendidikan.

(4) Materi kurikulum muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mencakup bahasa Sasak, aksara Sasak, dan/atau budaya Sasak.

Paragraf 3 Bahasa Pengantar

Pasal 28

Bahasa Sasak dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di kelas awal sekolah dasar.

Paragraf 4 Pelaporan

Pasal 29

(1) Satuan pendidikan berkewajiban menyampaikan laporan perkembangan pengelolaan pendidikan secara periodik kepada:

a. orang tua peserta didik, b. komite sekolah/madrasah, c. pemerintah dan /atau d. pihak- pihak yang terkait.

(2) Laporan perkembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi prestasi belajar peserta didik, permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam pembelajaran, partisipasi orang tua untuk meningkatkan prestasi peserta didik.

(3) Laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan satuan pendidikan disampaikan kepada komite sekolah/madrasah, pemerintah, pihak-pihak yang terkait.

Bagian Ketiga Penunjang Pendidikan

Paragraf 1 Dewan Pendidikan

Pasal 30

(1) Dewan Pendidikan merupakan lembaga mandiri yang dibentuk di tingkat Kabupaten dan berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.

(2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan sebagai pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol dan mediator.

(12)

(4) Dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah Daerah wajib memberikan dukungan dana dan fasilitas lainnya yang tidak mengikat.

Paragraf 2

Komite Sekolah/Madrasah

Pasal 31

(1) Komite Sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan.

(2) Komite sekolah/madrasah dapat mewadahi lebih dari satu satuan pendidikan.

(3) Untuk memudahkan koordinasi di setiap kecamatan dan gugus satuan pendidikan dapat dibentuk Forum Komunikasi Komite Sekolah/Madrasah yang anggotanya terdiri dari perwakilan Komite Sekolah/Madrasah.

(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan berupa fasilitasi pengembangan Forum Komunikasi Komite Sekolah/Madrasah.

BAB VI

PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Bagian Kesatu Pendidik

Paragraf 1 Tugas

Pasal 32

(1) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

(2) Pendidik berkewajiban untuk menciptakan suasana pembelajaran sesuai dengan tuntutan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.

Paragraf 2 Pengangkatan

Pasal 33

(1) Setiap pengangkatan pendidik pada satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta dilakukan secara selektif, obyektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pendidik pada satuan pendidikan formal harus memenuhi persyaratan:

a. kualifikasi pendidikan S1/Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi; dan b. mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang studi yang akan

diajarkan.

(13)

Paragraf 3 Penempatan

Pasal 34

(1) Penempatan pendidik pada satuan pendidikan formal dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan satuan pendidikan.

(2) Mekanisme penempatan pendidik pada satuan pendidikan dilakukan secara transparan dan adil.

(3) Pemerintah Daerah wajib untuk memberikan insentif kepada pendidik yang ditempatkan di daerah terpencil dan daerah rawan konflik atau bencana.

(4) Bentuk dan tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4 Pemindahan

Pasal 35

(1) Pemindahan pendidik dapat dilakukan atas permohonan yang bersangkutan melalui atasan langsung secara berjenjang, dan/atau atas usul pengelola pendidikan.

(2) Pemindahan pendidik dari jenjang pendidikan yang satu ke jenjang pendidikan yang lain dapat dilakukan sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemindahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Pemindahan tenaga pendidik dapat dilakukan setelah paling singkat satu tahun bertugas

di tempat tersebut.

(5) Dalam hal keadaan darurat (force major) yang mengancam keselamatan jiwa, pemindahan pendidik dapat dilakukan.

Paragraf 5 Pemberhentian

Pasal 36

(1) Pemberhentian pendidik dapat dilakukan atas permohonan yang bersangkutan atau atas usul pengelola pendidikan.

(2) Tata cara pemberhentian pendidik dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Pendidik pada satuan pendidikan swasta yang diberhentikan dengan hormat berhak mendapatkan kompensasi finansial dari pengelola pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

(4) Kompensasi finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan kemampuan pengelola pendidikan.

Paragraf 6

Pengembangan Profesi

Pasal 37

(14)

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh kesempatan pengembangan profesi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

(3) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana, fasilitas, dan dukungan bagi keperluan pengembangan profesi, peningkatan kualifikasi minimum, dan mengikuti uji kompetensi untuk meningkatkan kualitas layanan kepada peserta didik.

(4) Penyediaan dana, fasilitas, dan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada pendidik pada satuan pendidikan negeri dan satuan pendidikan swasta sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Paragraf 7 Pengembangan Karir

Pasal 38

(1) Setiap pendidik berhak untuk mendapatkan kesempatan dalam pengembangan karir. (2) Pemerintah Daerah wajib untuk memperhatikan pengembangan karir setiap pendidik. (3) Pengembangan karir harus didasarkan atas prestasi, kualifikasi, kompetensi, dedikasi,

dan loyalitas pada tugas sebagai pendidik.

Pasal 39

Pendidik yang mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah, pengangkatan sebagai tenaga fungsional Pengawas Pendidikan, dan alih tugas dalam jabatan Struktural dilaksanakan secara selektif, profesional dan proporsional dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Paragraf 8 Perlindungan

Pasal 40

(1) Pemerintah Daerah dan /atau organisasi profesi wajib memberikan perlindungan kepada pendidik dalam melaksanakan tugas.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk advokasi, pendampingan dalam proses hukum dan rehabilitasi nama baik.

Bagian Kedua Tenaga Kependidikan

Paragraf 1 Tugas

Pasal 41

Tenaga kependidikan merupakan tenaga yang bertugas untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

Paragraf 2 Pengangkatan

Pasal 42

(15)

(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal harus memenuhi persyaratan:

a. kualifikasi keahlian; b. Pengalaman kerja; dan

c. Latar belakang pendidikan sesuai dengan keahlian yang disyaratkan.

(3) Pengelola satuan pendidikan negeri dapat mengangkat tenaga kependidikan sesuai kebutuhan dan kemampuan pembiayaan setelah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang dengan mengacu kepada persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Paragraf 3 Penempatan

Pasal 43

(1) Penempatan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan satuan pendidikan.

(2) Mekanisme penempatan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan dilakukan secara transparan dan adil.

(3) Pemerintah daerah wajib untuk memberikan insentif kepada tenaga kependidikan yang ditempatkan di daerah terpencil dan daerah rawan konflik atau bencana.

(4) Bentuk dan tata cara pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4 Pemindahan

Pasal 44

(1) Pemindahan tenaga kependidikan dapat dilakukan atas permohonan yang bersangkutan melalui atasan langsung secara berjenjang, dan/atau atas usul pengelola pendidikan. (2) Pemindahan tenaga kependidikan dari jenjang pendidikan yang satu dengan yang lain

dapat dilakukan sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemindahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Pemindahan tenaga kependidikan dapat dilakukan setelah paling singkat satu tahun

bertugas ditempat tersebut.

(5) Dalam hal keadaan darurat (force major) yang mengancam keselamatan jiwa, pemindahan tenaga kependidikan dapat dilakukan.

Paragraf 5 Pemberhentian

Pasal 45

(1) Pemberhentian tenaga kependidikan dapat dilakukan atas permohonan yang bersangkutan atau atas usul pengelola pendidikan.

(2) Tata cara pemberhentian tenaga kependidikan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(16)

(4) Kompensasi finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan kemampuan pengelola pendidikan.

Paragraf 6

Pengembangan Profesi

Pasal 46

(1) Setiap tenaga kependidikan berhak untuk mendapatkan kesempatan dalam pengembangan profesi.

(2) Pemerintah daerah wajib untuk menyediakan dana, fasilitas, dan dukungan bagi keperluan pengembangan profesi setiap tenaga kependidikan untuk memenuhi kualifikasi minimum dan memperoleh keahlian dalam meningkatkan kualitas layanan kepada peserta didik.

(3) Penyediaan dana, fasilitas, dan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kemampuan daerah.

(4) Pengelola satuan pendidikan swasta wajib untuk menyediakan dana, fasilitas, dan dukungan bagi keperluan pengembangan profesi setiap tenaga kependidikan untuk memenuhi kualifikasi minimum dan memperoleh keahlian dalam meningkatkan kualitas layanan kepada peserta didik.

(5) Penyediaan dana, fasilitas, dan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disesuaikan dengan kemampuan pengelola satuan pendidikan swasta.

Paragraf 7 Pengembangan Karir

Pasal 47

(1) Setiap tenaga kependidikan berhak untuk mendapatkan kesempatan dalam pengembangan karir.

(2) Pemerintah Daerah wajib untuk memperhatikan pengembangan karir setiap tenaga kependidikan.

(3) Pengembangan karir harus didasarkan atas dasar pengalaman, latar belakang pendidikan, prestasi, kualifikasi, kompetensi, kemampuan, dedikasi, dan loyalitas pada tugas dalam bidang pendidikan.

Paragraf 8 Perlindungan

Pasal 48

Pemerintah Daerah dan/atau organisasi profesi daerah wajib memberikan perlindungan kepada tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas.

BAB VII

PENGENDALIAN MUTU, EVALUASI DAN SUPERVISI PENDIDIKAN

Pasal 49

(1) Pembinaan dan pengendalian mutu pendidikan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Pemerintah Daerah wajib mendorong satuan pendidikan untuk mencapai standar

(17)

Pasal 50

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan evaluasi terhadap satuan pendidikan secara berkala dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang meliputi komponen proses pelaksanaan program, baik menyangkut proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, maupun pengelolaan proses belajar mengajar.

(2) Evaluasi penyelenggaraan pendidikan pada seluruh jenis dan jenjang pendidikan dilakukan untuk mengetahui efektivitas penyelenggaraan program pendidikan yang meliputi peserta didik, sarana dan prasarana, pendidik, tenaga kependidikan, pendanaan dan manajemen.

Pasal 51

(1) Supervisi satuan pendidikan dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikan

(2) Pengawas satuan pendidikan adalah jabatan fungsional yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(3) Seleksi dan pengangkatan Pengawas satuan pendidikan dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

(4) Pemerintah Daerah wajib memberikan insentif dan memfasilitasi pelaksanaan tugas setiap pengawas pendidikan untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan.

BAB VIII

PENDANAAN PENDIDIKAN

Pasal 52

(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan dana paling kurang 20% (dua puluh persen) dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selain gaji, biaya pendidikan kedinasan, dan Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan.

(2) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan sebagian besar untuk pengembangan satuan pendidikan khususnya untuk peningkatan mutu pembelajaran. (3) Sekolah dan/atau Komite Sekolah dapat menerima bantuan dari orang tua/wali dari

masyarakat secara sukarela.

(4) Bentuk dan jenis bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa uang, barang yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran.

(5) Alokasi bantuan Pemerintah Daerah ditetapkan berdasarkan kaidah keadilan, keterbukaan, dan prospek pengembangan satuan pendidikan.

(6) Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan keuangan kepada Yayasan penyelenggara pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

BAB IX

KERJASAMA PENDIDIKAN

Pasal 53

(1) Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat dapat menjalin kerjasama di bidang pendidikan dengan berbagai pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri berdasarkan prinsip saling menguntungkan.

(18)

BAB X

SATUAN PENDIDIKAN SWASTA DAN ASING

Pasal 54

Satuan Pendidikan swasta yang didirikan di Kabupaten Lombok Tengah wajib memiliki izin dari Bupati dengan syarat-syarat teknis pendirian serta penyelenggaraan yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 55

Satuan pendidikan asing yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing dan/atau badan penyelenggara pendidikan asing yang berada di Kabupaten Lombok Tengah , bagi peserta didik warga negara asing dan atau warga negara Indonesia, dapat menggunakan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.

Pasal 56

(1) Satuan Pendidikan Asing dapat didirikan di Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan izin Bupati dengan syarat-syarat teknis pendirian serta penyelenggaraannya yang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

(2) Satuan Pendidikan Asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dievaluasi secara periodik oleh Pemerintah Daerah.

(3) Tenaga pendidik dalam satuan pendidikan asing yang telah mendapat izin dari Pemerintah Daerah, sekurang-kurangnya 40% adalah Warga Negara Indonesia.

(4) Satuan Pendidikan Asing dapat menggunakan kurikulum negara asing yang bersangkutan, kurikulum nasional, dan kurikulum muatan lokal.

(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur melalui Nota Kesepahaman dan/atau Peraturan Bupati.

BAB XI

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 57

(1) Selain Penyidik Kepolisian Republik Indonesia, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan juga oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan para pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan

pemerikasaan;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. Melakukan penyitaan benda dan/atau surat;

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. Memanggil orang untuk didengar, dan diperiksa sebagai tersangka atau sanksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan

perkara;

(19)

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Dalam melaksanakan tugasnya penyidik berwenang melakukan penangkapan dan

penahanan.

(4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat Berita Acara setiap tindakan tentang :

a. pemeriksaan tersangka b. pemasukan rumah c. penyitaan benda d. pemeriksaan surat e. pemeriksaan saksi

f. pemeriksaan ditempat kejadian dan mengirimnya kepada Pengadilan Negeri melalui penyidik POLRI.

BAB XII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 58

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (6), Pasal 21 ayat (3), dan Pasal 54, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).

(2) Jika penyelenggara satuan pendidikan yang telah dicabut izin pendirian dan/atau izin operasionalnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, masih tetap melaksanakan kegiatan pendidikan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah).

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 59

Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

(20)

Pasal 61

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lombok Tengah.

Ditetapkan di Praya

pada tanggal 16 Februari 2009

BUPATI LOMBOK TENGAH,

H. LALU WIRATMAJA

Diundangkan di Praya pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN LOMBOK TENGAH,

H. LALU ZUHUDDIN

(21)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2009

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

I. UMUM

Kebijakan yang paling fundamental pengaruhnya terhadap perubahan sistem pemerintahan adalah pemberian otonomi yang luas kepada pemerintah kabupaten/kota yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Kebijakan tersebut telah mengubah paradigma pengelolaan pemerintahan termasuk bidang pendidikan dari sentralistik ke desentralistik. Kebijakan di atas dipertegas dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pengelolaan pendidikan bukan saja pada tingkat kabupaten/kota tapi diarahkan hingga tingkat satuan pendidikan (sekolah) yang dikenal dengan istilah “Manajemen Berbasis Sekolah”.

Dengan otonomi pendidikan tersebut pemerintah kabupaten/kota diberikan keluasan untuk membuat perencanaan dan melakukan pengambilan keputusan sendiri untuk membangun dan mengatasi masalah pendidikan di daerahnya dengan tetap mengacu pada tujuan dan strategi pembangunan pendidikan secara nasional.

Secara ideal dengan diperolehnya kewenangan tersebut seyogyanya daerah otonom seperti Kabupaten Lombok Tengah lebih mampu untuk mendorong pencapaian; peningkatan pemerataan dan akses pendidikan; peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing luaran pendidikan yang ada, dan penguatan tatakelola pendidikan pada semua tingkat dan jenjang yang didasari oleh penerapan prinsip demokrasi, partisipatif, transparansi, akuntabilaitas dan pencitraan publik yang baik.

Namun kondisi ril di Kabupaten Lombok Tengah menunjukkan gambaran dimana daerah ini masih berkisar pada masalah klasik di dunia pendidikan yang sampai saat ini belum sepenuhnya dapat diatasi secara maksimal diantaranya, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan dimana sebagian besar masyarakat hanya memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat pendidikan dasar, rendahnya tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja, hal ini dapat dilihat dari jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Lombok Tengah, yang pada kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja tapi juga oleh kurang relevannya dunia pendidikan dengan dunia kerja. Ini menunjukan adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.

Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan perangkat hukum dalam bentuk Peraturan Daerah untuk mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Lombok Tengah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas Pasal 2

Cukup jelas Pasal 3

(22)

Pasal 4

Cukup jelas Pasal 5

Cukup jelas Pasal 6

Laporan kemajuan hasil belajar, yang terkait dengan seluruh kondisi belajar, dan perkembangan aspek sosial peserta didik.

Pasal 7

Jalur Formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK/RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Jalur Nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Jalur Informal berbentuk pendidikan keluarga, atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan /masyarakat.

Ayat (3)

Warga masyarakat yang mendapatkan bantuan fasilitas dalam hal mengikuti pendidikan informal ini meliputi anak dalam kondisi khusus seperti cacat fisik dan psikis dan yang mengalami tindak kekerasan baik fisik maupun psikis sehingga tidak mau mengikuti pendidikan formal maupun nonformal.

(23)

Ayat (2)

Peserta didik yang berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, mental, perilaku, dan/atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.

Ayat (3)

Bentuk fasilitasi oleh pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan pelatihan pada guru dan pengadaan sarana prasarana penunjang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Dukungan Pemerintah Daerah berupa dana, fasilitas penunjang proses belajar mengajar, penyediaan tenaga pendidik sesuai kebutuhan satuan pendidikan berstandar internasional.

Yang dimaksud dengan kondisi tertentu adalah apabila jumlah peserta didik tidak memenuhi ketentuan minimum untuk dijadikan satu rombongan belajar. Ayat (2)

Kelas rangkap adalah penggabungan dua kelas atau lebih dikarenakan jumlah siswa yang kurang untuk dapat memenuhi standar kecukupan rombongan belajar misalnya 1 (satu) guru : 28 murid dan standar kewajiban jumlah jam mengajar seorang pendidik adalah 24 jam per minggu.

(24)

Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan:

a. selektif adalah memenuhi persyaratan administrasi dan akademik;

b. objektif adalah berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan secara jujur, adil dan tanpa unsur korupsi, kolusi dan nepotisme.

c. transparan adalah informasi mengenai formasi dapat diketahui oleh publik dan proses seleksi.

Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pendidik di wilayah Kabupaten Lombok Tengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (4)

Cukup jelas Ayat (5)

Keadaan darurat (force major) seperti; bencana alam dan kerusuhan. Pasal 36

Cukup jelas Pasal 37

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pengembangan profesi adalah meliputi: a. kesempatan belajar;

b. kesempatan mengikuti pelatihan; dan

c. kesempatan mengikuti seminar, workshop, dan kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan profesi pendidik yang bersangkutan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pengembangan karir meliputi:

a. penugasan pada wilayah tugas-tugas yang terkait dengan peran dan fungsi pendidik;

b. kenaikan pangkat; atau c. promosi jabatan. Ayat (2)

(25)

Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 39

Cukup jelas Pasal 40

Bentuk perlindungan yang dilakukan dapat berupa : a. advokasi;

b. pendampingan dalam proses hukum. Pasal 41

Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan tenaga kependidikan di wilayah Kabupaten Lombok Tengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(26)

Pasal 58

Cukup jelas Pasal 59

Cukup jelas Pasal 60

Cukup jelas Pasal 61

Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Skop kajian ini adalah meliputi persoalan kajian mengenai persepsi guru terhadap kebersihan perkhidmatan makanan, kepelbagaian menu makanan, harga makanan dan layanan yang

Hasil yang diperoleh adalah sebuah prototype quadcopter dilengkapi dengan kamera foto yang dapat menggambil foto udara objek wisata di kota Palembang dan menghasilkan

Sesuai dengan teori Vitruvius, struktur yang diterapkan tidak hanya bertindak sebagai wujud kekuatan bangunan (firmitas) saja, namun dengan struktur tersebut dapat

Pada kondisi normal, tidak diperlukan pendingin untuk menyimpan acetaldehyde , namun apabila terjadi kenaikan suhu cairan dalam tangki, temperature controller akan

• The Fed siap menaikan suku bunga acuan kapan saja yang berpotensi menarik dana tiba-tiba.. ( sudden reversal ) dari emerging market

Tesis berjudul ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN KEANGGOTAAN SAHAM DALAM INDEKS LQ45 TERHADAP ABNORMAL RETURN SAHAM PADA BURSA EFEK INDONESIA yang ditulis dan diajukan oleh Renny

Pada Bab II akan dijelaskan mengenai dasar teori yang akan mendukung pembentukan model suku bunga stokastik waktu diskrit dan penerapannya dalam anuitas, yaitu: peluang,

Sedangkan yang dimaksud dengan akhlak Islam adalah seperangkat tindakan dan ‫ سلوك‬perilaku serta ‫ نمط‬gaya hidup yang terpuji yang merupakan refleksi dari nilai -